Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN SISTEM RESPIRASI : TUMOR PARU

DI RSUD ULIN BANJARMASIN

DI SUSUN OLEH:

DEWI SINTA,S.KEP

113063J121007

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERWATAN DAN PROFESI

BANJARMASIN

2022

1
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT & KRITIS

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN SISTEM : TUMOR PARU

DI RSUD ULIN BANJARMASIN

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Akademik, Pembimbing lahan,

Oktavin, S.Kep.,Ners, M.Kep Lukmanul Hakim, S.Kep.,Ners, M.Kep

2
BAB I

KONSEP DASAR

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi

Gambar 1.1 Anatomi Paru

Sumber : Agustia 2018

Paru-Paru merupakan alat pernapasan utama.Paru-paru mengisi


rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan tengah dipisahkan oleh
jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang
terletak didalam mediastinum .Paru-paru adalah organ yang berbentuk
kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan muncul sedikit lebih tinggi
daripada klavikula di dalam dasar leher.Pangkal paru-paru duduk di atas
landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan
luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampak
paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan
yang menutupi sebagian sisi depan jantung.

Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring,§ trakea,
bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang
sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke
alveoli.Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan

3
kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui
batuk ataupun bersin.

Anatomi sistem pernafasan antara Lain :

1. Saluran pernafasan bagian atas:


a. Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat
banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung.Lendir
disekresi secara terus menerus oleh sel – sel goblet yang melapisi
permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring
oleh gerakan silia.Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran,
melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam
paru – paru.
b. Faring
Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan
rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ;
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Fungsi utamanya adalah
untuk menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan digestif.
c. Laring
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring
dan trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan
terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah
dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
2. Saluran pernafasan bagian bawah:
a. Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu
kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea
bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai
karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan
bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.
b. Bronkus
Terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri.Broncus kanan
lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang

4
arahnya hampir vertikal.Bronchus kiri lebih panjang dan lebih
sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih
tajam.Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang menjadi
bronchus lobaris kemudian bronchus segmentaliis.Bronkus dan
bronkiolus dilapisi oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh
rambut pendek yang disebut silia, yang berfungsi untuk
mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
c. Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis
yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus
terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang menjadi
saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara
pertukaran gas.
d. Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli.Terdapat tiga jenis sel –
sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk
dinding alveolar.Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara
metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps.Sel
alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel – sel
fagositosis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan penting.
e. Alveoulus
Struktur anatomi yang memiliki bentuk yang berongga.Terdapat
pada parenkim paru-paru, yangmerupakan ujung dari pernapasan,
dimana kedua sisi merupakan tempat pertukaran darah.
f. Paru-paru
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelombung hawa, alveoli).

2. Fisiologi

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih


tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja
mekanik otot-otot.Seperti yang telah diketahui, dinding toraks

5
berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks
bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat
sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus
mengangkat iga-iga (Price,1994) Selama pernapasan tenang, ekspirasi
merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-
paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada
turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks,
menyebabkan volume toraks berkurang.Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.

Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi


terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara
dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi
(Price,1994) Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses
difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis
(tebalnya kurang dari 0,5 µm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan
ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas.Tekanan
parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar
149 mmHg.

Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka


tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103
mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa
udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic
saluran udara dan dengan uap air.Perbedaan tekanan karbondioksida
Universitas Sumatera Utara antara darah dan alveolus yang jauh lebih
rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,1994).

Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan


oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira
0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini
menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup
cadangan waktu difusi.Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru,

6
udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium
mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu
kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya
hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan


metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah
ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan
keluar melalui hidung dan mulut.

Empat prosesyang berhubungan dengan pernapasan pulmoner


atau pernapasan eksterna :

1) Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara


dalam alveoli dengan udara luar.

2) Arus darah melalui paru – paru.

3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam


jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.

4) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler.


CO2 lebih mudah berdifusi daripada oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang


meninggalkan paru- paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada
waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru – paru
membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2
itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri
bertambah.Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk
memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan.Penambahan
ventilasi ini mngeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

Pernapasan jaringan atau pernapasan interna.Darah yang telah


menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin)
megintari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah
bergerak sangat lambat.

Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan

7
oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, yaitu
karbon dioksida.

Perubahan – perubahan berikut terjadi pada komposisi udara


dalam alveoli, yang disebabkan pernapasan eksterna dan pernapasan
interna atau pernapasan jarigan.Udara (atmosfer) yang di hirup:
Nitrogen (79 %), Oksigen ( 20 %), Karbon dioksida ( 0-0,4 %).Udara
yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembapan atmosfer. Udara
yang diembuskan: Nitrogen (79 %), Oksigen (16%), Karbon dioksida
(4-0,4 %).

Daya muat udara oleh paru-paru. Besar daya muat udara oleh
paru – paru ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 41/2 sampai 5
literudara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10nya atau
500 ml adalah udara pasang surut (tidal air), yaitu yang di hirup masuk
dan diembuskan keluar pada pernapasan biasa dengan tenang.

Kapasitas vital.Volume udara yang dapat di capai masuk dan


keluar paru-paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas
vital paru-paru.Diukurnya dengan alat spirometer.Pada seoranng laki-
laki, normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan, 3-4 liter. Kapasitas
itu berkurang pada penyakit paru- paru, penyakit jantung (yang
menimbulkan kongesti paru-paru) dan kelemahan otot pernapasan.
B. Pengertian
Tumor paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan
pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel
jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului
oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa
prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan
bentuk epitel dan menghilangnya silia (Slamet, 2011).
Tumor dibagi mejadi dua golongan besar yaitu tumor jinak (benign)
dan tumor ganas (malignant) atau yang popular dengan sebutan kanker.
Dan defenisi kanker paru adalah tumor ganas primer yang berasal dari
saluran nafas (Bronkhus).

8
C. Tahapan Stadium Kanker Paru
Terdapat perbedaan antara klasifikasi stadium small cell lung cancer
dan non-small cell lung cancer:
1. Small cell lung cancer
Jenis kanker paru yang satu ini biasanya diklasifikasikan menjadi
dua tahapan. Kanker ini cenderung menyebar secara dini dan
dikelompokkan ke dalam dua tahap, yaitu stadium dini dan stadium
lanjut
a. Stadium dini: Kanker paru dibatasi pada satu sisi dada.
b. Stadium lanjut: Kanker paru telah menyebar di daerah luar dada,
seperti hati, kelenjar adrenal, tulang dan otak.
2. Non-small cell lung cancer
Sementara itu, untuk tahapan stadium untuk jenis kanker paru yang
ini, sebagian besar dokter menggunakan klasifikasi stadium TNM.
Artinya, kanker diklasifikasikan berdasarkan tiga faktor, yaitu:
a. T menunjukkan ukuran tumor dan seberapa jauh tumor menyebar.
b. N menunjukkan keterlibatan tumor ke kelenjar getah bening.
c. M menunjukkan metastasis, atau penyebaran tumor ke organ tubuh
lain.
3. Stadium kanker paru tahap awal (hidden cancer)
Pada tahapan ini, tumor masih belum bisa dinilai, atau sel kanker
sudah mulai terlihat di dalam sampel cairan paru-paru. Namun, sel
kanker tidak ditemukan saat dilakukan tes lainnya, sehingga lokasi dari
tumor masih belum bisa ditentukan (TX). Sementara itu, kanker juga
diperkirakan masih belum tersebar hingga ke kelenjar getah bening
(N0) atau ke organ tubuh lainnya (M0). Biasanya, pada tahapan ini,
pasien masih belum mengalami gejala kanker paru.
4. Stadium 0
Pada tahapan stadium kanker paru ini, tumor hanya ditemukan pada
lapisan terluar dari sel yang melindungi jalan pernapasan. Namun,
tumor tidak memengaruhi jaringan lain dari paru-paru (Tis). Pada

9
tahapan ini, kanker juga masih belum menyebar hingga kelenjar getah
bening (N0) atau pada bagian tubuh lainnya (M0).
5. Stadium 1A1
Pada kanker paru stadium 1A, tumor berukuran kurang lebih 3
sentimeter (cm) dan sudah masuk ke dalam jaringan paru, meski masih
0.5 cm (T1mi). Namun, sama seperti pada stadium kanker paru
sebelumnya, kanker masih belum menyebar hingga kelenjar getah
bening (N0) maupun organ tubuh lainnya (M0). Namun, pada tahapan
ini, ada kemungkinan kondisi lain. Sebagai contoh, ukuran tumor
kurang lebih 1 cm dan belum mencapai membran yang mengelilingi
paru. Biasanya, dalam tahapan ini, kanker juga tidak memengaruhi
bronkus (T1a). Kanker juga belum menyebar hingga kelenjar getah
bening (N0) maupun bagian tubuh lainnya (M0).
6. Stadium 1A2
Di tahapan ini, ukuran tumor sudah lebih besar dari 1 cm, akan
tetapi tidak lebih dari 2 cm. Pada kanker paru stadium 1A2, tumor juga
belum mencapai membran yang mengelilingi paru, dan tidak pula
memengaruhi bronkus (T1B). Kanker juga belum menyebar hingga
kelenjar getah bening (N0) dan bagian tubuh lainnya (M0).
7. Stadium 1A3
Pada tahapan kanker paru stadium 1A3, ukuran tumor sudah lebih
dari 2 cm, tapi tidak lebih dari 3 cm. Tumor biasanya belum mencapai
membran yang meliputi paru, dan tidak pula memengaruhi bronkus
(T1C). Di tahapan ini, kanker belum menyebar hingga kelenjar getah
bening (N0) dan bagian tubuh lainnya (M0).
8. Stadium 1B
Pada stadium ini, tumor memiliki satu atau lebih dari kondisi
berikut ini (T2a):
a. Ukuran tumor lebih besar dari 3 cm tapi tidak lebih dari 4 cm.
b. Tumor sudah mencapai ke bronkus.
c. Tumor sudah mencapai ke membran yang mengelilingi paru meski
tidak lebih dari 4 cm.

10
d. Ukuran tumor sudah menyumbat sebagian dari jalan udara pada
paru-paru.
Meski begitu, kanker ini belum tersebar ke kelenjar getah bening
(N0) dan bagian tubuh lainnya (M0).
9. Stadium 2A
Pada kanker paru stadium 2A, tumor sudah berukuran lebih dari 4
cm dan kurang dari 5 cm. Biasanya, tumor sudah menyebar hingga ke
bronkus dan membran yang mengelilingi paru. Tumor biasanya juga
telah menyumbat sebagian dari jalan udara di paru-paru. Sama halnya
dengan tahapan kanker paru sebelumnya, kanker masih belum
menyebar hingga ke kelenjar getah bening (N0) dan bagian tubuh
lainnya (M0).
10. Stadium 2B
Pada tahapan stadium kanker 2B tumor telah berukuran lebih dari 3
cm tapi kurang dari 5 cm. Tumor ini sudah mencapai bronkus dan
membran yang mengelilingi paru. Namun, tumor ini telah menyumbat
sebagian jalan udara di dalam paru, meski tidak lebih dari 5 cm. Pada
tahap ini, kanker sudah menyebar hingga kelenjar getah bening (N1)
meski belum mencapai ke organ tubuh lainnya (M0).
11. Stadium 3A
Pada kanker paru stadium 3A, tumor berukuran lebih dari 3 cm,
kurang dari 5 cm dan sudah mencapai bronkus maupun membran yang
mengelilingi paru. Kanker juga sudah menyebar hingga kelenjar getah
bening yang berada di sekitar membran paru, atau di ruang-ruang yang
terdapat di dalam paru (N2). Kanker belum menyebar ke organ tubuh
lainnya (M0)
12. Stadium 3B
Pada kanker paru stadium 3B, ukuran tumor sudah lebih dari 7 cm
dan sudah mencapai bagian tubuh lain seperti paru, jantung, trakea,
dan masih banyak lagi. Kanker ini juga sudah menyebar hingga ke
kelenjar getah bening atau ruang-ruang di dalam paru (N2). Meski
begitu, kanker belum menyebar hingga ke organ tubuh lainnya.

11
13. Stadium 3C
Pada tahap ini, tumor sudah berukuran lebih dari 5 cm tapi tak
lebih dari 7 cm. Kanker ini sudah menyebar hingga ke kelenjar getah
bening di sekitar tulang belikat (N3). Meski begitu, kanker masih
belum menyebar hingga bagian tubuh lainnya (M0).
14. Stadium 4
Biasanya, pada tahap ini, ukuran tumor bisa tidak menentu.
Bahkan, bisa jadi kanker tidak menyebar hingga ke kelenjar getah
bening. Namun, kanker sudah menyebar ke bagian tubuh lainnya,
misalnya liver, tulang di bagian tubuh lain, hingga otak (M1C).
D. Etiologi
Umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya
faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Dibawah ini
akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru :
1. Merokok, menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang
berperan paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok
mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah
diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada
perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok
yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya
berhenti merokok.
2. Perokok pasif, semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan
antara perokok pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh
orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker
paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang- orang
yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko
mendapat kanker paru meningkat dua kali.
3. Polusi udara, kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi
udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok
kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak

12
di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti
statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan
pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling
rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal
ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial
ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat
pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar
oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi
(juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.
4. Paparan zat karsinogen, beberapa zat karsinogen seperti asbestos,
uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan
vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru. Risiko kanker paru di
antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar
daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak
dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga
merokok.
5. Diet, beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan
tingginya risiko terkena kanker paru.
6. Genetik, terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru
berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan
genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen
dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan
onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc) dan menonaktifkan
gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2).
7. Penyakit paru, seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik
juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru
obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena
kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Price dan Wilson,
2006).

13
E. Tanda dan gejala
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-
gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam
stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat :
1. Lokal (tumor tumbuh setempat) :
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b. Hemoptisis
c. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e. Ateletaksis
2. Invasi lokal :
a. Nyeri dada
b. Dyspnea karena efusi pleura
c. Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan sar
simpatis servikalis
3. Gejala Penyakit Mestasis :
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal
b. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
mestasis)
4. Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dan gejala :
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
b. Hematologi : leukositosis. Anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertrofi osteoartropati
d. Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
g. Dermatologic : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
h. Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
i. Asimtomatik dengan kelainan radiologis

14
j. Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara
radiologis
k. Kelainan berupa nodul soliter (Zulkifli, 2007)
F. Komplikasi
1. Sindrom vena kava superior
Obstruksi sebagian atau menyeluruh vena kava superior, merupakan
komplikasi potensial kanker paru, terutama ketika tumor melibatkan
mediastinum superior atau nodus limfe mediatinal.
2. Sindrom paraneoplastik biasanya berkaitan dengan kanker paru
mencakup sindrom sekresi ADH yang tidak tepat (SIADH) dengan
retensi cairan, edema, terkait ACTH abnormal dan hiperkalsemia.
Tumor paru juga dapat menghasilkan factor prokoagulasi,
meningkatkan risiko thrombosis vena, emboli paru, dan endokarditis
trombotik. Pada kanker paru, gejala neuromuscular seperti kelemahan
otot dan keletihan ekstermitas dapat menjadi indikasi pertama
penyakit.
G. Patofisiologi
1. Narasi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi
pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen
maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan dysplasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan dysplasia
menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti
invasi langsung pada kosta dan korpus vertebrae. Lesi yang letaknya
sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi
menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus dengan diiikuti dengan
supurasi dibagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa batuk,
hemoptysis, dyspneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat
terdengar pada saat auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat
badan dan biasanya menunjukan adanya metastase, khususnya pada
hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-struktur terdekat

15
seperti kelenjar limfe, dinding esophagus, pericardium, otak, dan
tulang rangka.
2. Skema

Bahan karsinogenik Merokok, bahaya industry Nyeri akut


mengendap karena diet & familial
perokok yang < Vitamin A Ansietas

Perubahan epitel silia dan Karsinoma sel besar Penyebaran neoplastic


mukosa/ulserasi bronkus kemediastinum timbul
karena pleuritik

Hiperplasi, metaplasi Kanker paru-paru

Adenokarsinoma Karsinoma sel skuamosa,


karsinoma bronkus menjadi
Iritasi, ulserasi,
berkembang maka batuk
pneumoni
Mengandung mucus timbul lebih sering

Menyumbat jalan Bersihan jalan napas Himoptisi


nafas tidak efektif

Sesak nafas
Anemis Gangguan
pertukaran gas
Malas makan/anorekasi
Kelelahan Risiko hipovolemik

Defisit nutrisi
Intoleransi aktivitas

Karsinoma sel Dipsnea ringan Pola nafas tidak


bronkial alveolus efektif

Membesar/metastase Obtruksi bronkus

Sumber : Nurarif & Kusuma, 2015


16
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis, dan tujuan pengobatan kanker paru dapat berupa:
1. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka
harapan hidup pasien.
2. Paliatif
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak
fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4. Suportif
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, obat antinyeri dan
antiinfeksi.
Penatalaksanaan medis terdiri dari:
a. Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru
lain, untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru-paru yang tidak
terkena kanker.
b. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau
dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi
radiasi.
c. Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel
kecil yang tidak bisadioperasi. Terapi radikal sesuai penyakit yang
bersifat lokaldan hanya menyembuhkan sedikit.
d. Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau
nyeri lokal.
1) Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau
pengunaan stent dapat memulihkan gejala dengan cepat pada
pasien dengan penyakit endobronkial yang singkat.

17
2) Perawatan paliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri
dan dipsnea. Steroid dapat membantu mengurangi gejala
nonspesifik dan memperbaiki selera makan.
Penatalaksanaan Perawat:
a) Bantu pasien untuk mencari posisi yang paling sedikit
nyerinya.
b) Dalam tindakan psikologi kurangi ansietas dengan
memberikan informasi yang sering, sederhana, jelas
tentang apa yang sedang dilakukan untuk mengatasi
kondisi dan respon terhadap pengobatan.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Dalam menentukan diagnosis suatu penyakit paru, dikenal berbagai
macam cara pemeriksaan, yaitu:
1. Anamnesis umum maupun khusus paru
2. Pemeriksaaan jasmani secara umum dan khusus paru
3. Bakteriologi dari sputum atau sekrit bronkus/ cucian bronkus yang
diperoleh dengan bronkoskopi
4. Bronkoskopi
5. Patologi-anatomi/ sitologi dari specimen yang dicurigai
6. Didalam laboratorium patologi anatomik kita mengenal dua komponen
besar dalam pelayanan laboratorium. Dua komponen besar tersebut
adalah laboratorium hispatologi dan laboratorium sitopatologi.
laboratorium hispatologi merupakan laboratorium yang menangani
specimen berupa cairan atau bentukan lain yang mengandung sel-sel
untuk dilakukan diagnosis.
Spesimen sitologik diambil dengan tujuan jaringan memeriksa pada
tingkat sel. Spesimen sitologik didapat dari sel yang terlepas
(exfoliatif) atau sel yang terlepas dari jaringan. Jenis spesimen yang
paling umum yang diterima di laboratorium patologi anatomik adalah
spesimen cervical Pap Smear, hal ini dikarenakan Pap Smear
merupakan salah satu program pemerintah dalam menurunkan angka
kanker servik. Selain itu spesimen yang diterima di laboratorium

18
sitologi adalah spesimen sitologi aspirasi jarum halus (FNA (Fine
Needle Aspiration), dimana sel didapatkan dari jarum yang sangat tipis
yang dimasukkan ke sebuah lesi berbentuk cairan (misalnya kista
tiroid). Selain itu spesimen
dapat berasal dari urin, dahak, cairan cerebrospinal, cairan berasal dari
bilasandan lain sebagainya yang mengandung materi sel. Lain
spesimen untuk laboratorium histopatologi, dimana spesimen untuk
laboratorium histopatologi adalah seluruh organ yang diambil dari
pasien baik berukuran kecil maupun berukuran besar.

Tabel 1.1 spesimen umum laboratorium sitology dan histologi


No Sitology Histologi
1. Goresan sel Biopsi jarum
2. Aspirasi sel Biopsi Endoskopi
3. Cairan tubuh dan lain-lain Biopsi eksisi dan lain-lain

7. Pemeriksaan darah rutin


8. Analisa gas darah
9. Faal paru
10. Radiologi
11. Imunologi
12. Berbagai pemeriksaan mutahir yaitu CT Scan, PCR, dll.

19
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sitematis dalam
mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan
ditunjukan pada respon klien terhadap masalah kesehatan yang
berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia (Nursalam 2001).
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan,
TB/BB, alamat.
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien,
pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Umumnya keluhan yang dialami meliputi batuk produktif, dahak
bersifat mukoid atau purulen, batuk berdahak, malaise, demam,
anoreksia, berat badan menurun, sesak napas pada penyakit yang
lanjut dengan kerusakan paru yang makin luas, serta mengalami
nyeri dada yang dapat bersifat local atau pleuritik. Suara nafas
terdengar wheezing atau stridor karena adanya obtruksi jalan nafas.
4. Riwayat kesehatan dahulu
a. Terpapar asap rokok
b. Industri asbes, uranium, arsen(insektisda), besi dan oksidabesi
c. Konsumsi bahan pengawet
5. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditemukan adanya riwayat keluarga yang pernah menderita
penyakit kanker.

20
6. Data dasar pengkajian pasien
Pemeriksaan bermacam-macam, tergantung pada jumlah akumulasi
cairan, kecepatan akumulasi dan fungsi paru sebelumnya.
a. Aktifitas / istirahat
Gejala : kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan
rutin, dispnea akibat aktivitas.
Tanda : kelesuan (biasanya tahap lanjut)
b. Sirkulasi
Gejala : JVD ( obstruksi vena kava)
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi / disritmia
c. Integritas ego
Gejala : perasaan takut. Takut hasil pembedahan, menolak kondisi
yang berat / potensi keganasan.
Tanda : kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang-ulang
d. Eliminasi
Gejala : diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil),
peningkatan frekuensi / jumlah urine (ketidakseimbangan
hormonal, tumor epidermoid.
e. Makanan / cairan
Gejala : penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan. Kesulitan menelan, haus / peningkatan
masukan cairan.
Tanda : kurus, atau penampilan kurang bobot (tahap lanjut) edema
wajah/leher, dada punggung (obstruksi vena cava), edema
wajah/periorbital (keidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil) glukosa urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid).
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri dada (biasaya tidak ada pada tahap dini dan tidak
selalu pada tahap lanjut) dimana dapat / tidak dapat dipengaruhi
oleh perubahan posisi.

21
g. Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau
adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
h. Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan
atau produksi sputum. Nafas pendek, Pekerja yang terpajan
polutan, debu industry.Serak, paralysis pita suara.
i. Riwayat merokok
Tanda ;Dispnea, meningkat dengan kerja, Peningkatan fremitus
taktil (menunjukkan konsolidasi), Krekels/ mengi pada inspirasi
atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap;
pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi). Hemoptisis.
j. Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma),
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma
sel kecil).
k. Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma
sel besar), Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal,
karsinoma sel kecil)
Pengkajian fisik
7. Pengkajian fisik
a. Integument
Pucat atau sianosis sentral atau perifer, yang dapat dilihat pada
bibir atau ujung jari/dasar kuku mnandakan penurunan perfusi
perifer.
b. Kepala dan leher
Peningkatan tekanan vena jugularis, deviasi trakea.
c. Telinga
Biasanya tak ada kelainan
d. Mata

22
Pucat pada konjungtiva sebagai akibat anemia atau gangguan
nutrisi
e. Muka, hidung, dan rongga mulut
Pucat atau sianosis bibir / mukosa menandakan penurunan perfusi
Ketidakmampuan menelan, Suara serak
f. Thoraks dan paru-paru
1) Paru : biasanya ditemukan adanya pernapasan takipnea, napas
dangkal, penggunaan otot aksesori pernapasan, batuk kering/
nyaring/ non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan atau tanpa sputum, terjadi peningkatan fremitus,
krekels inspirasi atau ekspirasi.
2) Jantung : biasanya ditemukan adanya frekuensi jantung
mungkin meningkat/ takikardia, bunyi gerakan pericardial
(pericardial effusion).
g. Abdomen
Bising usus meningkat / menurun
h. System urogenital
Peningkatan frekuensi atau jumlah urine
i. System muskuluskeletal
Penurunan kekuatan otot
j. System persarafan
Perubahan status mental / kesadaran : apatis, letargi, bingung,
disorientasi, cemas dan depresi, kesulitan berkonsentrasi
k. Data psikologis
Kegelisahan, pertanyaan yang diulang-ulang, perasaan tidak
berdaya, putus asa, emosi yang labil, marah, sedih.
l. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan non invasive
a) Sinar X (PA dan lateral), tomografi dada : menggambarkan
bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa
udara pada bagian hilus, efusi pleural, atelektasis, erosi
tulang rusuk atau vertebrata.

23
b) Pemeriksaan sitologi (sputum, pleura, atau nodus limfe) ;
dilakukan untuk mengkaji adanya tahap karsinoma
c) Mediastinoskopi : digunakan untuk per tahapan karsinoma
d) Scan radioisotope : dapat dilakukan pada paru, hati, otak,
tulang dan organ lain untuk metastasis
e) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA : dapat dilakukan untuk
mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi
pasca operasi
2) Pemeriksaan invasive
a) Bronkoskopi dan biopsi dan penyikatan mukosa bronkus
serta pengambilan bilasan bronkus yang kemudian
diperiksa secara patologianatomik. Bronkoskopi serat optik:
memungkinkan visualisasi, pencucian bagian dan
pembersihan sitologi lesi (besarnya kasrinoma bronkogenik
dapat dilihat)
b) Biopsi transtorakal dengan bimbingan USG atau CT Scan
c) Biopsi dapat dilakukan pada nodus skalen, odus limfe hilus,
atau pleura untuk membuat diagnose
d) Tes kulit, jumlah absolute limfosit: dapat dilakukan untuk
mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan benda asing dalam jalan
napas, hipersekreksi jalan napas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan hambatan upaya nafas( mis.
Nyeri saat bernapas, kelemahan otor pernapasan).
3. Nyeri akut berhubungan dengan gen pencedera fisiologis (mis.
Iskemia)
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen

24
25
C. Intervensi Dan Rasional

Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Bersihan jalan nafas Tujuan: Manajemen Jalan Nafas (I.
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 01011)
benda asing dalam jalan keperawatan selama 1x24 jam Observasi: Observasi :
napas, hipersekreksi diharapkan Bersihan Jalan
jalan napas Napas Meningkat, dengan 1. Monitor pola napas 1. Mengetahui kondisi pola
kriteria hasil : (frekuensi, kedalaman, napas (frekuensi, kedalaman,
1. Dispnea membaik usaha napas) usaha napas)
1. Sianosis membaik 2. Monitor bunyi napas 2. Mengetahui bagimana bunyi
2. Frekuensi napas tambahan (mis. Gurgling, napas tambahan (mis.
membaik mengi, weezing, ronkhi Gurgling, mengi, weezing,
3. Pola nafas membaik kering) ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, 3. Mengetahui sputum (jumlah,
warna, aroma) warna, aroma)

Terapeutik Terapeutik

1. Posisikan semi-Fowler atau 1. Agar jalan nafas tidak


Fowler terhambat
2. Berikan minum hangat 2. Agar pasien mudah dalam
3. Lakukan penghisapan bernafas
lendir kurang dari 15 detik 3. Agar dapat memberikan efek
4. Berika oksigen, jika perlu relaksasi
4. Membersihakn jalan nafas
Edukasi :

26
1. Anjurkan asupan cairan Edukasi :
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi. 1. Agar terpenuhinya asupan
2. Ajarkan teknik batuk cairan 2000 ml/hari
efektif 2. Untuk mengeluarkan sputum

Kolaborasi : Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian 1. Kolaborasi pemberian


bronkodilator, ekspektoran, bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu, mukolitik, jika perlu.

Pola nafas tidak efektif Tujuan : (Manajemen jalan nafas


berhubungan hambatan Setelah dilakukan tindakan I.01011)
upaya nafas( mis. Nyeri keperawatan diharapkan Observasi : Observasi :
saat bernapas, pola nafas membaik dengan 1. Monitor pola nafas 1. Monitor keadekuatan
kelemahan otor kriteria hasil : (frekuensi, kedalaman, pernapasan
pernapasan). (pola nafas L.01004) usaha nafas) 2. Mengetahui adanya
1. Frekuensi nafas dalam 2. Monitor bunyi nafas sumbatan pada jalan
rentang normal tambahan (mis: gagling, napas
2. Tidak ada pengguanaan mengi, Wheezing, ronkhi) 3. Mengetahui keketalan
otot bantu pernafasan 3. Monitor sputum (jumlah, secret
3. Pasien tidak warna, aroma)
Terapeutik :
menunjukkan tanda
Terapeutik : 1. Untuk memaksimalkan
dipsnea
1. Posisikan semi fowler atau potensial ventilasi
fowler 2. Untuk mencairkan secret
3. Untuk membantu

27
2. Berikan minum hangat pengeluaran secret atau
3. Lakukan fisioterapi dada, dahak
jika perlu 4. Agar memaksimalkan
4. Berikan oksigen, jika perlu ventilasi

Edukasi Edukasi :
1. Ajarkan teknik batuk 1. Agar pasien mampu
efektif melakukan batuk efektif

Kolaborasi Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Pemberian bronkodilator
bronkodilator, ekspetoran, membantu ekspansi dada dan
mukolitik, jika perlu. memenuhi oksigenasi

Nyeri akut Tujuan: (Manajemen nyeri I.08238)


berhubungan dengan Setelah Observasi : Observasi :
gen pencedera dilakukan 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui daerah
fisiologis (mis. tindakan karakteristik nyeri, durasi, nyeri, kualitas, kapan nyeri
Iskemia) keperawatan frekuensi, intensitas nyeri dirasakan, faktor pencetus,
diharapkan 2. Identifikasi skala nyeri memperberat nyeri yang
tingkat nyeri 3. Identifikasi faktor yang dirasakan
menurun dengan memperberat dan 2. Untuk mengetahui kualitas
kriteria hasil : memperingan nyeri nyeri pasien
Tingkat nyeri 3. Mengetahui aktivitas yang
(L.08066) memperberat nyeri
1. Keluhan nyeri Terapeutik : Terapeutik :
berkurang 1. Berikan terapi non 1. Memberikan kompres hangat
2. Meringis menurun farmakologis untuk atau latihan napas dalam
3. Gelisah menurun mengurangi rasa nyeri 2. Untuk membuat rasa nyaman

28
4. Pasien menunjukkan 2. Kontrol lingkungan yang pada pasien
ekspresi wajah tenang memperberat rasa nyeri
5. Pasien dapat (mis: suhu ruangan,
beristirahat dengan pencahayaan,kebisingan)
nyaman Edukasi : Edukasi :
1. Anjurkan memonitor nyeri 1. Agar dapat memanajemen
secara mandiri nyeri secara mandiri
2. Ajarkan teknik non 2. Untuk mengurangi nyeri
farmakologis untuk menggunakan teknik non
mengurangi nyeri farmakologi
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Pemberian analgesik sesuai
analgetik, jika perlu order dokter

Defisit nutrisi Tujuan: Manajemen nutrisi (I.03119)


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi :
ketidakmampuan keperawatan selama 1 x 24
menelan makanan, jam. Diharapkan defisit 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk mengetahui status
ketidakmampuan nutrisi meningkat dengan 2. Identifikasi alergi dan nutrisi dari pasien
mencerna makanan, kriteria hasil : intoleransi makanan 2. Agar mencegah parahnya
ketidakmampuan 1. Porsi makan yang 3. Identifikasi makanan yang alergi
mengabsorbsi nutrien dihabiskan (meningkat) disukai 3. Agar pasien dapat lebuh
2. Kekuatan otot mengunyah 4. Identifikasi kebutuhan berselera makan
(meningkat) kalori dan jenis nutrient 4. Melihat kebutuhan kalori
3. Kekuatan otot menelan 5. Monitor berat badan dan nutrient dari pasien
(meningkat) 6. Monitor hasil pemeriksaan 5. Melihat berat badab dari
4. Berat badan (membaik) laboratorium pasien apaah sesuai IMT
5. Indeks massa tubuh 6. Untuk melihat hasil nutrisi

29
(IMT) membaik dari kondisi pasien
6. Frekuensi makan
membaik Terapeutik : Terapeutik:
7. Membran mukosa
membaik 1. Lakukan oral hygiene 1. Agar pasien merasa nyaman
sebelum makan, jika perlu dan segar
2. Fasilitasi menentukan 2. Agar memenuhi status
pedoman diet (mis, nutrisi pasien
piramida makanan) 3. Agar pasien lebih lahap
3. Sajikan makanan secara dalam memakan
menarik dan suhu yang makanannya
sesuai 4. Agar kalori dan protein
4. Berikan makanan tinggi pasien terpenuhi
serat untuk mencegah 5. Agar pasien memiliki nafsu
konstipasi makan
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi :
Edukasi :
1. Menganjurkan posisi duduk,
1. Anjurkan posisi duduk, jika jika mampu
mampu 2. Menganjurkan diet yang
2. Ajarkan diet yang diprogramkan seperti
diprogramkan mengurangi garam

30
Kolaborasi : Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian 1. Berkolaborasi untuk


medikasi sebelum makan pemberian medikasi sebelum
(mis, Pereda nyeri, makan, agar tidak ada mual
antiemetic), jika perlu dan muntah
2. Kolaborasi dengan ahli gizi 2. Berkolaborasi dengan ahli
untuk menentukan jumlah gizi untuk menentukan
kalori dan jenis nutrient jumlah kalori
yang dibutuhkan, jika perlu

Intoleransi aktivitas Tujuan: Manajemen energy (I. 05178)


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi :
ketidakseimbangan keperawatan selama 1x24 jam
antara suplai dan diharapkan intoleranasi 1. Identifikasi gangguan 1. Untuk mengetahui
kebutuhan oksigen aktivitas dapat meningkat, fungsi tubuh yang gangguan fungsi tubuh
dengan kriteria hasil : mengakibatkan kelelahan yang dialami pasien
1. Kemampuan melakukan 2. Monitor kelelahan fisik dan akibat kelelahan
aktivitas sehari-hari emosional 2. Untuk mengetahui
meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur tingkat kelelahan fisik
2. Pasien mampu berpindah 4. Monitor lokasi dan dan emosional pasien.
dengan alat atau tanpa ketidaknyamanan selama 3. Untuk mengetahui pola
bantuan melakukan aktivitas tidur pasien apakah
3. Pasien mampu teratur atau tidak.
beraktivitas Terapeutik : 4. Untuk mengetahui lokasi
dan tingkat
1. Sediakan lingkungan ketidaknyamanan pasien

31
lama melakukan aktivitas
nyaman dan stimulus (mis,
cahaya, suara, kunjungan) Teraputik :
2. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan 1. Untuk memberikan rasa
3. Fasilitasi duduk di sisi nyaman
tempat tidur, jika tidak 2. Untuk meningkatkan dan
berpindah atau berjalan melatih aktivitas

Edukasi :
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan 1. Untuk memberikan
aktifitas secara bertahap kenyamanan pasien saat
beraktivitas
2. Untuk mengurangi resiko
hipotensi

32
D. Implementasi
Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan ( intervensi ). Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi.
Tujuan implementasi adalah Melaksanakan hasil dari rencana
keperawatan untuk selanjutnya di evaluasi untuk mengetahui kondisi
kesehatan pasien dalam periode yang singkat, mempertahankan daya tahan
tubuh, mencegah komplikasi, dan menemukan perubahan sistem tubuh.

E. Evaluasi
Menurut Griffith dan cristense evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan
dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Evaluasi
adalah proses penilaian, pencapaian, tujuan serta pengkajian ulang rencana
keperawatan.MenurutDinarti evaluasi terdiri dari dua tingkat yaitu:
1. Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap respon yang
segera timbul setelah intervensi dilakukan. Respon yang dimaksud
adalahbagaimana reaksi pasien secara fisik, emosi, sosial dan spiritual
terhadapintervensi yang baru dilakukan.

2. Evaluasi sumatif disebut juga respon jangka panjang yaitu


penilaianterhadap perkembangan kemajuan ke arah yang tujuan atau
hasil yangdiharapkan. Tujuannya adalah memberikan umpan balik
rencanakeperawatan, menilai apakan tujuan dalam rencana tercapai
atau tidak,menentukan efektif atau tidaknya tindakan yang telah
diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

33
Agustia, P. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. I Dengan CA Paru Di
Ruang Rawat Inap Paru Dr. Achmad Mochtar Bukit Tinggi. Retrieved 15,
February 2022 from http://repo.stikesperintis.ac.id/id/eprint/147.

Joseph, J., & Rotty, L. W. (2020). Kanker Paru: Laporan Kasus. Medical Scope
Journal (MSJ), 2(1):17-25.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


DIagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta:DPP PPNi.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

34

Anda mungkin juga menyukai