Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Atelektasis berasal dari kata Yunani ateles dan ektasis, yang berarti

ekspansi tidak lengkap. Atelektasis adalah hilangnya volume paru-paru, baik

sebagian atau seluruh paru dengan atau tanpa pergeseran mediastinum. Ini berbeda

dengan konsolidasi ketika volume paru-paru normal. Dalam praktek klinis,

seringkali ada kombinasi keduanya. Atelektasis dapat diklasifikasikan secara luas

menjadi obstruktif dan non-obstruktif, masing-masing memiliki pola radiologis

tertentu. 1

Atelektasis adalah gangguan perkembangan paru yang disebabkan

berkurangnya pertukaran udara perifer didalam paru. Seorang klinisi harus dapat

membedakan mekanisme terjadinya atelektasis. Terdapat 3 mekanisme yang dapat

menyebabkan atelektasis, yaitu 1). Peningkatan tekanan permukaan di dalam

alveolus, 2). Kompresi parenkim paru akibat peningkatan dinding intratorak

maupun ekstratorak paru, 3). Obstruksi jalan nafas yang menyebabkan

berkurangnya pertukaran udara di alveolus. Diagnosis atelektasis berdasarkan

gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi

dan bronkoskopi.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan

Gambar 1. Anatomi Sistem Pernapasan


Dikutip dari kepustakaan 3

Anatomi sistem pernapasan meliputi kepala, leher, dan dada. Secara

umum, struktur anatomi dari kepala dan leher adalah saluran pernapasan

bagian atas, sedangkan anatomi trakea hingga paru-paru adalah saluran

pernapasan bagian bawah. Paru-paru dilapisi oleh pleura viseral yang

berkontak langsung dengan permukaan paru-paru, sementara pleura

parietalis tidak berkontak langsung. Pleura parietal melapisi rongga toraks

dan menutupi permukaan superior diafragma. Terdapat fluida diantara

pleura viseral dan parietal. Udara akan memasuki rongga hidung melalui

hidung lalu menuju ke faring, laring, trakea, bronkus, paru-paru, bronkial,

dan akhirnya ke kantung udara kecil yang disebut alveoli. Di alveoli,

2
terjadilah proses pertukaran gas.

Pernapasan adalah proses pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang

dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang

dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen dari atmosfer

kedalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbondioksida yang

dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik juga

berfungsi dalam berbicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa,

pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan

darah.

Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran

pernapasan dan mekanisme pernapasan. Adapun saluran pernapasan pada

manusia adalah sebagai berikut:

1. Saluran Pernapasan Atas

Gambar. 2 Saluran Pernapasan Atas & Waters foto


Dikutip dari kepustakaan 3

3
a. Rongga hidung (cavum nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).

Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar

minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).

Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat

saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal

yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama

udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah

yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di dalam rongga

hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara sehingga

udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu

lembap. Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun

juga gas-gas yang lain. Misalnya, karbon dioksida (CO2), belerang

(S), dan nitrogen (N2). Selain sebagai organ pernapasan, hidung juga

merupakan indera pembau yang sangat sensitif. Dengan kemampuan

tersebut, manusia dapat terhindar dari menghirup gas-gas yang

beracun atau berbau busuk yang mungkin mengandung bakteri dan

bahan penyakit lainnya. Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan

mengalir ke faring.

b. Faring

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan

percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada

bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian

4
belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring

(tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vokalis). Masuknya udara

melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar

sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan

masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat

tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan

mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak

terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.

Gambar 3. Faring
Dikutip dari kepustakaan 3
c. Laring

Laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita

vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita

suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Laring berparan untuk

pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap

masuknya makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain

oleh benda asing, infeksi ( misalnya infeksi dan tumor).

5
Gambar 4. Laring. (a) Tampak anterior (b) Tampak Posterior (c) Tampak Sagital
Dikutip dari kepustakaan 3

2. Sistem Pernapasan Bawah

Gambar 5. Trakea dan Bronkus (a) Tampak Anterior, (b) Tampak longitudinal
dengan silia, (c) Potongan tranversal
Dikutip dari kepustakaan 3
a. Trakea

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak

sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding

tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan

6
pada bagian dalam rongga bersilia. Siliasilia ini berfungsi

menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.

b. Bronkus

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu

bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus

sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak

teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang

rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-

cabang lagi menjadi bronkiolus.

c. Paru-paru

Gambar 6. Bronkus dan Paru-paru. (a) Tampak anterior (b) Tampak medial

7
(c) Radiologi bronkus (bronkogram)
Dikutip dari kepustakaan 3

(d) Radiologi Thoraks Normal


Dikutip dari kepustakaan 6

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di

bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah

dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian

yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan

paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru

8
dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput

bagian dalam yang langsung menyelaputi paruparu disebut pleura

dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada

yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura

parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga

berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru.

Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi.

Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat

lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik,

dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis

dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran

gas.

Gambar 7. Bronkiolus, Alveolus, Membran Respiratorius. (a) Alveoli pada


percabangan bronkiolus (b) Sel-sel alveoli (c) Membran respiratorius
Dikutip dari kepustakaan 3

9
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus

dengan diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding

dengan bronkus. Bronkiolus ini memiliki gelembung-gelembung

halus yang disebut alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yang

tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak bersilia.

Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan

persentasenya dalam campuran, terlepas dari keberadaan gas lain

(hukum Dalton). Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi

rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai

epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan

tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara

(alveolus).

Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa

kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai

busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis

dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan

terjadinya difusi gas pernapasan.3

2.2. Atelektasis

2.2.1 Definisi

Atelektasis digambarkan sebagai keadaan hilangnya volume

paru-paru karena runtuhnya fungsi jaringan paru-paru. Atelektasis dapat

disebabkan oleh berbagai alasan termasuk posisi telentang, sumbatan

10
lendir, benda asing di saluran napas, aspirasi, tumor, dll.4

Atelektasis adalah salah satu kelainan yang paling sering ditemui

di radiologi dada dan tetap menjadi tantangan diagnostik harian. Kadang-

kadang atelektasis dapat diabaikan, terutama ketika kekeruhan pulmonal

minimal atau tidak ada, dan pada waktu lain itu mungkin ditafsirkan

sebagai beberapa bentuk lain dari patologi intrathoracic, khususnya

pneumonia.7

2.2.2 Etiologi

Atelektasis lebih sering terjadi pada pria (80%) dibandingkan

pada wanita. Penyebab paling umum dari atelektasis adalah paparan

pekerjaan terhadap debu mineral: asbestosis, pneumoconiosis, inhalasi

debu mineral campuran. Insiden yang sering terjadi pada atelektasis juga

ditunjukkan pada pleura eksudatif karena berbagai penyebab: penyakit

tuberkulosis, hemotoraks, mengikuti prosedur bedah jantung, pada

pasien dengan dialisis kronis. Atelektasis jarang terjadi pada penyakit

paru yang langsung mempengaruhi pleura, seperti pada legionellosis,

histoplasmosis dan pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir.

Atelektasis juga dapat terjadi pada sarkoidosis dan pada dewasa muda

tanpa riwayat penyakit paru.5 Berdasarkan etiologi, Atelektasis terbagi

menjadi:

a. Obstruktif :

1. Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah

11
bronkus. Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran

pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan

oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang

terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh

sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau

pembesaran kelenjar getah bening. Jika saluran pernafasan

tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam

aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat.

Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan

sel darah, serum, lendir, dan kemudian akan mengalami

infeksi.

2. Bronkus yang tersumbat, penyumbatan biasa berasal di

dalam bronkus seperti tumor bronkus, benda asing, cairan

sekresi yang massif. Dan penyumbatan bronkus akibat

panekanan dari luar bronkus seperti tumor sekitar bronkus,

kelenjar yang membesar.

3. Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan

sekret yang berupa mukus.

4. Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh

pneumothorak, cairan pleura, peninggian diafragma,

herniasi alat perut ke dalam rongga thorak, tumor thorak

seperti tumor mediastinum.

5. Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan

12
menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna,

misalkan pada kasus poliomyelitis dan kelainan neurologis

lainnya. Gerak napas yang terganggu akan mempengaruhi

lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan ini akan

menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan

memperberat keadaan atelektasis.

6. Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau

trauma thorak yang menahan rasa sakit, keadaan ini juga

akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat

memperberat terjadinya atelektasis

b. Non-obstruktif :

1. Pneumothoraks

2. Tumor

3. Pembesaran kelenjar getah bening.

4. Pembiusan (anestesia)/pembedahan

5. Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi

6. Pernafasan dangkal

7. Penyakit paru-paru1,6

2.2.3. Klasifikasi

A. Berdasarkan Faktor yang Menimbulkan

1. Atelektasis Neonatorum

Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam

otak tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas.Faktor pencetus

13
termasuk komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia

intrauterina. Pada autopsi, paru tampak kolaps, berwarna merah

kebiruan, non crepitant, lembek dan elastis. Secara histologis, alveoli

pada paru bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi

dinding septa yang tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang

prominem melaposi rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein

granular bercampur dengan debris amnion dan rongga udara.

Atelektasis neonatorum pada sistem, gawat napas, telah di bahas

disebelumnya.

Gambar 8. Atelektasis Neonatorum


Dikutip dari kepustakaan 3

2. Atelektasis Acquired atau Didapat

Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang

menyebabkan kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah

berkembang.Jadi terbagi atas atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi

14
dan bercak.Istilah ini banya menyangkut mechanisme dasar yang

menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari perubahan tersebut.

a. Atelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali

tersumbat sehingga udara tidak dapat memasuki bagian distal

parenkim. Udara yang telah tersedia secara lambat laun

memasuki aliran darah, disertai dengan kolapsnya alveoli.

Tergantung dari tingkat obstruksi saluran udara, seluruh paru,

merupakan lobus yang lengkap, atau bercak segmen dapat

terlibat. Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah abstruksi

bronchus oleh suatu sumbatan mucus. Hal ini sering terjadi

pasca operasi. Asma bronchial, bronkiektasis dan bronchitis akut

serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta

kronis. Dapat pula menyebabkan obstruksi karena sumbatan

bahan mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi disebabkan oleh

aspirasi benda asing atau bekuan darah, terutama pada anak atau

selama operasi rongga mulut atau anestesi. Saluran udara dapat

juga tersumbat oleh tumor, terutama karsinoma bronkogenik

dengan pembesaran kelenjar getah bening (seperti pada

tuberculosis, contohnya) dan oleh aneurisma pembuluh darah.

b. Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan

penimbunan cairan darah atau udara dalam kavum pleura, yang

secara mekanis menyebabkan kolaps paru di sebelahnya. Ini

adalah kejadian yang sering pada efusi pleura dari penyebab apa

15
pun, namun mungkin yang paling sering dihubungkan dengan

hidrotoraks pada payah jantung kongesti. Pneumotoraks dapat

juga menyebabkan atelektasis kompresi pada penderita dengan

tirah baring dan penderita denan asites, atelaktasis basal

menyebabkan posisi diafragma yang lebih tinggi.

c. Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru

dan pleura yang menghambat ekspensi dan meningkatkan daya

pegas pada ekspirasi.

d. Atelektasis bercak bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps

paru, sepeti terjadi pada obstruksi bronkioli yang multiple

karena sekresi atau eksudat pada kedua sindrom gawat napas

orang dewasa dan bayi. Pada sebagian kecil kasus, atelektasis

terjadi karena patogenesis tertentu yang menyertai jelas pada

dinding dada.

e. Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya

timbul karena sumbatan mucus yang relatif akut, yang menjadi

manifestasi karena mendadak timbul sesak napas. Memang

peristiwa sesak napas akut dalam 48 jam setelah satu prosedur

pembedahan, hampir selalu didiagnosis sebagai atelektasis.

Yang penting adalah atelektasis dapat didiagnosis dini dan

terjadi reekspensi yang tepat dari paru yang terkena, karena

perenkim yang kolaps amit peka terhadap infeksi yang

menunggagi.Atelektasis persisten segmen paru mungkin

16
merupakan bagian penting untuk terjadinya karsinoma

bronkogenik.

B. Berdasarkan luasnya atelektasis:

1. Massive atelectase, mengenai satu paru

2. Satu lobus, percabangan main bronkus

3. Gambaran khas yaitu inverted S sign → tumor ganas bronkus

dengan atelektasis lobus superior paru.

4. Satu segmen → segmental atelektasis

5. Platelike atelectase, berbentuk garis

6. Misal : Fleischner line → oleh tumor paru

7. Bisa juga terjadi pada basal paru → post operatif

C. Berdasarkan lokasi atelektasis:

1. Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri,

maka akan tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada

foto thorak PA hamya memperlihatkan diafragma letak tinggi.

2. Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering

disebabkan peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar

getah bening yang membesar.

3. Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan

densitas tinggi dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas

dan trakea ke arah atelektasis.

17
4. Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto

thorak PA, maka perlu pemotretan dengan posisi lain seperti

lateral, miring (obligue), yang memperlihatkan bagian uang

terselubung dengan penarikan fissure interlobularis.

5. Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila

penyumbatan terjadi pada bronkus kecil untuk sebagian segmen

paru, maka akan terjadi bayangan horizontal tipis, biasanya

dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan dengan proses

fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya

tidak ada keluhan.

6. Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini

meliputi bagian anterior, superior dan medial. Pada foto thorak PA

tergambarkan dengan fisura minor bagian superior dan mendial

yang mengalami pergeseran. Pada foto lateral, fisura mayor

bergerak ke depan, sedangkan fisura minor dapat juga mengalamai

pergeseran ke arah superior.6,8

2.2.4. Patofisiologi

a. Penurunan Pemenuhan Volume Paru-paru

Hilangnya volume paru-paru akibat atelektasis

menyebabkan siklus inspirasi untuk memulai dari FRC (Functional

Residual Capacity) yang lebih rendah, sehingga ini terjadi pada

bagian yang kurang efisien dari kurva tekanan-volume. Akibatnya,

18
peningkatan tekanan transpulmonary diperlukan untuk mencapai

volume tidal tertentu, yang mengarah ke peningkatan kerja

pernapasan.

b. Oksigenasi terganggu

Atelektasis dapat secara signifikan mempengaruhi

oksigenasi sistemik oleh hilangnya ventilasi yang cukup untuk

perfusi paru-paru unit. Ini pertama kali diidentifikasi selama GA dan

efeknya dibalik oleh hiperinflasi pasif.

c. Peningkatkan resistensi pembuluh darah paru

Hipoksia regional pada unit paru atelektik menyebabkan

vasokonstriksi pulmonal hipoksia karena penurunan tekanan

oksigen vena alveolar dan campuran. Jika meluas, fenomena ini

dapat menyebabkan disfungsi ventrikel kanan dan peningkatan

kebocoran cairan mikrovaskuler pada pasien yang rentan.1,8

2.2.5 Gejala Klinis

Atelektasis dapat terjadi pasca operasi setelah prosedur toraks atau

abdomen bagian atas. Meskipun atelectasis dianggap sebagai penyebab

paling umum dari demam pasca operasi awal, bukti yang ada ditemukan

kontradiktif. Dalam sebuah penelitian oleh Mavros et al, tidak ditemukan

bukti klinis yang mendukung konsep bahwa atelektasis dikaitkan dengan

demam pasca operasi awal. Sebagian besar gejala dan tanda-tanda ditentukan

oleh kecepatan dimana oklusi bronkus terjadi, ukuran area paru yang terkena,

19
dan ada atau tidak adanya infeksi yang menyulitkan. Oklusi bronkus cepat

terjadi dengan area kolaps paru yang menyebabkan nyeri pada sisi yang

terkena, keluhan sesak mendadak, dan sianosis. Hipotensi, takikardia,

demam, dan syok juga bisa terjadi. Sindrom lobus tengah sering

asimptomatik, meskipun iritasi di bronkus lobus kanan tengah dan kanan

bawah dapat menyebabkan batuk yang berat, meretas, dan tidak produktif.5,8

2.2.6 Pemeriksaan Fisis

Pada Atelektasis sebagian besar pada pemeriksaan fisik terkait

dengan gangguan yang mendasarinya. Dalam satu penelitian yang

membandingkan pemeriksaan fisik dengan radiografi dada pada anak-anak,

dari 35 anak-anak dengan atelektasis yang terbukti secara radiografi,

atelektasis terdeteksi oleh pemeriksaan fisik hanya 8 anak.

Bunyi napas dapat menurun pada bagian paru-paru atelektik,

meskipun segmen yang terlibat mungkin sangat kecil sehingga perubahan

tidak dapat dirasakan. Juga, bagian atelectatic mungkin berada di segmen

yang tidak dapat diakses oleh stetoskop. Jika bagian atoskopi dan dinding

dada cukup besar, maka dentuman terhadap perkusi dapat dideteksi.

Atelektasis juga dapat terjadi di lobus tengah kanan atau lingula

pada remaja. Karena keduanya terletak di anterior, lobus tidak dievaluasi

dengan benar, dan kelainan yang sesuai tidak didengar. Butuh perhatian dan

keahlian khusus untuk mendapatkan pemeriksaan fisis sebagai berikut:

1. Ronchi basah, kasar dan nyaring.

20
2. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada

auskultasi memberi suara umforik.

3. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.

4. Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara

pekak)6,8

2.2.7 Pemeriksaan Radiologi

Sebagai dasar gambaran radiologis pada atelektasis adalah terjadinya

pengurangan volume bagian paru baik lobaris, segmental atau seluruh paru,

dengan akibat kurangnya aerasi sehingga memberi bayangan lebih gelap

(densitas tinggi) dengan penarikan mediastinum kearah atelektasis,

sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit. Dengan

adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami suatu emfisema

kompensasi yang kadang-kadang begitu hebatnya sehingga terjadi herniasi

hemithorak yang sehat kearah hemithorak yang atelectasis.6,9

a. Sinar-X Dada

Tanda-tanda radiologis tergantung pada etiologi, tingkat keruntuhan, dan

konsolidasi terkait atau patologi yang terjadi pada pleura. Terdapat

Tanda langsung (terkait dengan hilangnya volume paru-paru dan lobus

kolaps) atau tidak langsung (terjadi sebagai akibat dari perubahan

kompensasi karena kehilangan volume), yang menyebabkan pergeseran

struktur mediastinum.

21
1. Tanda-tanda langsung yaitu:

a. Peningkatan opacifikasi di daerah atelektasis. Air

bronchogram biasanya merupakan fitur konsolidasi tetapi

juga hadir dalam keruntuhan lobar.

b. Perpindahan fisis. Ini terjadi dengan tingkat keruntuhan yang

besar.

c. Kehilangan aerasi. Jika paru yang kolaps berdekatan dengan

mediastinum atau diafragma, maka hilangnya definisi dari

struktur ini menunjukkan hilangnya aerasi (silhouette sign).

d. Tanda-tanda pembuluh darah. Dalam keadaan kolaps

sebagian sebagian, akumulasi pembuluh darah dapat terlihat.

2. Tanda-tanda tidak langsung:

a. Peningkatan hemi-diafragma. Tanda ini memiliki nilai

terbatas karena posisi normal diafragma adalah variabel.

b. Perpindahan mediastinum ke sisi keruntuhan. Beberapa isi

mediastinum yang mudah dilihat pada foto polos dada

termasuk trakea, tabung trakea, kateter vena sentral di vena

cava superior, dan tabung nasogastrik di esofagus.

c. Pemindahan Hilar. Hilum dapat meningkat pada kolaps lobus

atas, dan depresi pada lobus bawah kolaps.

22
3. Pola Kolaps pada Radiologi

a. Collapse Complete

Mengarah ke opasitas lengkap dari hemithorax (yang disebut

'white out'). Hal ini sering membingungkan dengan efusi

pleura yang luas, tetapi dapat dibedakan dengan adanya

pergeseran mediastinum ke arah paru yang kolaps (gambar 9)

dibandingkan dengan gerakan menjauh dari efusi pleura

(gambar 10). Ultrasound atau computerized tomography (CT)

memungkinkan konfirmasi definitif adanya efusi.

Gambar 9. Kolaps paru total akibat obstruktif menyebabkan


warna putih pada hemithoraks dekstra. Trakea mengarah ke
paru yang kolaps.
Dikutip dari Kepustakaan 1

23
Gambar 10. Kolaps paru total akibat penekanan dari efusi pleura,
trakea beralih ke paru sebelah kiri.
Dikutip dari Kepustakaan 1

b. Lobar collapse

Karakteristik fitur yang terkait dengan runtuhnya lobar

individu adalah sebagai berikut:

Gambar 11. (a)RUL kolaps tampak PA (b) RUL kolaps tampak lateral.
Dikutip dari kepustakaan 1

24
1. Lobus kanan atas (RUL) kolaps (gambar 11a dan b)

menghasilkan elevasi hilum kanan dan fistureur minor.

Pada pandangan lateral, elevasi dari minor dan major

fissure dapat terlihat. Fisures minor dalam RUL runtuh

biasanya cembung superior tetapi mungkin muncul

cekung karena lesi massa yang mendasari. Ini disebut

tanda Golden S.

2. Lobus tengah kanan (RML) kolaps, menghasilkan

opasitas minimal dan sering diabaikan. Hilangnya siluet

batas jantung kanan hampir selalu merupakan fitur pada

pandangan posterior-anterior. Fisik horizontal dan

oblique kanan bergerak menuju satu sama lain yang

mengarah ke opacity berbentuk baji pada tampilan lateral.

RML yang mengalami kolaps kronis sering dikaitkan

dengan bronkiektasis dan dikenal sebagai sindrom RML.

Gambar 12. (a) RML Kolaps tampak PA (b) RML Kolaps

25
tampak lateral
Dikutip dari kepustakaan 1

3. Lobus kanan bawah (RLL) kolaps dilihat sebagai opacity

segitiga yang berdekatan dengan batas jantung kanan.

Ada obliterasi hemidiafragma kanan dan mungkin

tampak meningkat. Namun, perbatasan hati yang tepat

terlihat jelas. Pada proyeksi lateral, garis hemidiafragma

kanan hilang di posterior dan vertebra torakalis bawah

tampak lebih padat.

Gambar 13. (a) RLL kolaps tampak PA (b) RLL kolaps tampak lateral

Dikutip dari kepustakaan 1

4. Left upper lobe (LUL) collapse karena tidak ada masalah

kecil, keruntuhan LUL tampak berbeda dibandingkan

26
dengan RUL. Tampak sebagai opacity seperti jilbab yang

memanjang dari hilus dan memudar secara inferior. Pada

tampilan lateral, feses utama berpindah ke anterior dan

lobus bawah mengalami hiper-ekspansi. LUL runtuhnya

juga menyebabkan segmen superior hiper-diperluas lobus

kiri bawah (LLL), yang diposisikan antara lobus

atelectatic atas dan lengkungan aorta dalam setengah dari

kasus. Ini memberikan penampilan paru-paru aerasi bulan

sabit, yang disebut tanda Luftsichel.

Gambar 14. (a) LUL kolaps tampak PA (b) LUL kolaps tampak lateral

Dikutip dari kepustakaan 1

27
5. Keruntuhan LLL terlihat sebagai peningkatan opasitas

retrocardiac, yang menyudutkan hemidiafragma kiri.

Pada tampilan lateral, garis hemidiafragma kiri hilang di

posterior dan vertebra torakalis bawah tampak lebih padat

daripada normal.

Gambar 15. (a) LLL kolaps tampak PA (b) LLL kolaps tampak lateral

Dikutip dari kepustakaan 1

b. CT Scan

Atelectasis pada CT telah didefinisikan sebagai piksel dengan

nilai atenuasi 2100 hingga þ100 unit Hounfield. Unit Hounfield

adalah ukuran redaman sinar-X yang digunakan dalam interpretasi

CT scan. Ini ciri kepadatan relatif dari suatu zat, yaitu, udara: 21000,

28
lemak: 250, air: 0, otot: þ40, batu: þ100 hingga þ400, tulang: þ1000.

Ciri-ciri keruntuhan lobar dan efusi lebih jelas pada CT daripada

radiografi polos dan ini berguna untuk lebih banyak bentuk atipikal

kolaps. CT membantu identifikasi dan lokalisasi lesi endobronkial

dan penyebaran tumor, dan diferensiasi lesi obstruktif dari bentuk

atelektasis lainnya.

Gambar 16. CT Scan RML kolaps. Ada opacity berbentuk panah di


midzone
Dikutip dari kepustakaan 1

c. Ultrasonografi

Atelektasis obstruktif pada ultrasonografi menunjukkan sebagai

area dari echogenicity rendah homogen. Peranan penting untuk USG

adalah membedakan kolaps paru basal dari efusi pleural yang

ditemukan. Segmen runtuh yang terkena menyerupai hati (yang

disebut hepatization of the lung). Band Echogenic mungkin terlihat

sebagai hasil dari bronchogram cairan. Tidak ada pengulangan paru-

29
paru terlihat selama inhalasi. Pada penggunaan Doppler colour-flow,

peningkatan aliran sinyal terlihat. Juga 'denyut paru' dapat digunakan

sebagai tanda ultrasonografi paru-paru bersifat dinamis yang

digambarkan sebagai tidak adanya pergeseran paru dengan persepsi

aktivitas jantung pada garis pleura, berhubungan dengan atelektasis

lengkap (misalnya selama intubasi endobronkial).1

Gambar 17. Ultrasonografi paru-paru


Nampak efusi pleura luas yang menyebabkan kolaps paru-paru.
Dikutip dari kepustkaan 1

d. Bronkoskopi

Atelektasis lobaris merupakan masalah umum yang disebabkan

oleh berbagai mekanisme termasuk atelektasis karena resorpsi karena

obstruksi jalan napas, atelektasis pasif dari hipoventilasi, atelektasis

kompresi dari distensi abdomen, dan atelektasis adhesif karena

meningkatnya tegangan permukaan. Studi berbasis bukti pada

pengelolaan atelektasis lobar masih kurang. Penilaian bronkogram

udara pada radiografi toraks dapat membantu untuk menentukan

adanya obstruksi jalan napas proksimal atau distal. Fisioterapi dada,

30
nebulized dornase alfa (DNase) dan bronkoskopi fiberoptik dapat

membantu pasien menangani mukosa penyumbatan saluran udara.

Pada atelektasis pasif dan perekat, tekanan ekspirasi akhir positif

mungkin merupakan tambahan yang berguna untuk pengobatan.

Bronkoskopi fiberoptik memiliki manajemen peran

penanganan. Dalam satu penelitian, bronkoskopi memungkinkan

diagnosis tingkat obstruksi pada cabang trakeobronkial dan

penyebabnya dalam semua kasus. Single suction fiberoptic

bronchoscopy menyebabkan normalisasi dan mendorong dinamika

positif pada 76% dari semua kasus (57 pasien). Sanitasi endoskopi

berulang dalam dua hari pertama diperlukan untuk 25 pasien (25,3%)

dengan atelektasis yang belum terselesaikan atau reoccurring.

Efektivitas penelitian kedua adalah 84%. Kebanyakan pasien dengan

atelektasis yang belum terselesaikan atau berulang mengalami cedera

dada serius. Dalam kasus ini, darah terutama dilihat melalui lumen

cabang tracheobronchial. Jadi, ketika bronkus yang secara mekanis

terhalangi seteleah disarankan untuk batuk atau suction tetapi tidak

berhasil, bronkoskopi harus dilakukan.8

31
Gambar 18. (a) Atelektasis dari lobus bawah kiri (b) Bronkoskopi fiberoptic
menunjukkan penyempitan bronkus kiri bawah dengan sekresi purulen.
Dikutip dari kepustakaan 10,11

2.2.8 Penatalaksanaan

Terapi nonfarmakologi untuk meningkatkan batuk dan pembersihan

sekresi dari saluran napas termasuk fisioterapi dada, termasuk drainase

postural, perkusi dan vibrasi dinding dada, dan teknik ekspirasi paksa (disebut

huffing). Peningkatan pembersihan jalan napas yang dinilai oleh karakteristik

sputum (yaitu, volume, berat, viskositas) dan pembersihan radioaerosol dari

paru. Perawatan atelektasis bergantung pada etiologi yang mendasarinya.

Pengobatan atelektasis akut, termasuk kolaps paru pasca operasi,

membutuhkan pengangkatan penyebab yang mendasari.

Untuk atelektasis pasca operasi, pencegahan adalah pendekatan terbaik.

Agen anestesi yang terkait dengan postkesthesia narcosis harus dihindari.

Narkotika harus digunakan dengan hemat karena mereka menekan refleks

batuk. Ambulasi dini dan penggunaan spirometri insentif penting. Dorong

pasien untuk batuk dan bernapas dalam-dalam.

Bronkodilator dapat membantu mencairkan sekresi dan mendorong

pelepasannya dengan mudah. Dalam kasus atelektasis lobar, fisioterapi dada

yang kuat sering membantu memperluas kembali paru yang kolaps. Ketika

upaya ini tidak berhasil dalam 24 jam, bronkoskopi serat optik fleksibel dapat

dilakukan.

Pencegahan atelektasis lebih lanjut melibatkan (1) menempatkan pasien

dalam posisi tertentu untuk peningkatan drainase area yang terkena, (2)

32
memberikan fisioterapi dada yang kuat, dan (3) mendorong pasien untuk

batuk dan bernapas dalam. Terapi dengan antibiotik spektrum luas dimulai

dan dimodifikasi secara tepat jika patogen spesifik diisolasi dari sampel

sputum atau sekresi bronkus. Disertai dengan pemberian bronkodilator dan

agen mukolitik

Penanganan operatif atelektasis kronis diobati dengan reseksi segmental

atau lobektomi.8

2.2.9 Diagnosis

Atelektasis ditegakkan berdasarkan klinis dan gambaran radiologis yang

jelas dari berkurangnya ukuran paru-paru (digambarkan dengan adanya

penarikan tulang iga, peninggian diafragma, penyimpangan dari trakea,

jantung dan mediastinum dan sela lobus kehilangan udara, di celah interlobus

menjadi bergeser atau tidak pada tempatnya, dan densitas pada lobus menjadi

lebih opak, seperti pada bronkus, pembuluh darah kelenjar limfe menjadi

tidak beraturan. Dan pemeriksaan khusus misalnya dengan bronkoskopi dan

bronkografi, dapat degan tepat menetukan cabang bronkus yang tersumbat.6,8

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Ray Komal, Bodenham Andrew, Paramasivam Elankumaran. 2014.

Pulmonary Atelectasis in Anasthesia and Critical Care. Volume 14 Number

5. Published by Oxford University Press on Behalf of the British Journal of

Anasthesia.

2. Novialdi, Fitri Fachzi, Subroto Histawira. 2015. Laporan Kasus Aspirasi

Benda Asing Paku dengan Komplikasi Paru dan Aspirasi Benda Asing

Jarum Pentul Tanpa Komplikasi. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol.4(2)

H.629.

3. Marieb, E. N. & Hoehn, K. 2010. Human anatomy & physiology (8th ed.)

San Francisco: Benjamin Cummings.

4. Suzuki Yasuyuki and Takasaki Yasushi. 2014. Respiratory Support with

Nasal High-Flow Therapy Helps to Prevent Reccurence of Postoperative

Atelectasis: A Case Report. Journal of Intensive Care.

5. Sobocinska Magdalena, Sobocinski Bartosz, Jarzemska Agnieszka, Serafin

Zbiginiew. 2014. Rounded Atelectasis of The Lung: A Pictorial Review.

Polish Journal of Radiology.

6. Liliasari Mega, Prestihani Meida, Wahyudi Rahim, Selviyana Rizal. 2014.

Atelektasis. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

7. Woodering JH and Reed JC. 1996. Types and mechanisms of pulmonary

atelectasis. US National Library of MedicineNational Institutes of Health.

34
8. Tarun Madappa et all. 2017. Atelectasi

s. Medscape. Access Online [May, 12th 2018]

https://emedicine.medscape.com/article/296468-overview#a7

9. Algin Oktay, Gokalp Gokhan, Topal Ugur. 2011. Sign in Chest Imaging.

Turkish Society of Radiology.

10. University of Florida. 2018. Atelectasis. The Foundation for The Gator

Nation. Access online on May, 21th 2018 [cite

https://ufhealth.org/atelectasis#prettyPhoto[adam]/0/]

11. Kim MS, Hwang Y, Kim HS, Park IK, Kang CH, Kim YT. 2014. Reverse

V-shape Kinking of The Left Lower Lobar Bronchus After a Left Upper

Lobectomy and its Surgical Correction. The Korean Journal of Thoracic and

Cardiovascular Surgery

35

Anda mungkin juga menyukai