Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Rheumatoid arthritis adalah penyakit inflamasi kronis progresif yang
mempengaruhi sendi-sendi kecil dari tangan, kaki, pergelangan tangan dan
pergelangan kaki secara simetris, hal ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh
yang biasanya melindungi tubuh dari serangan organisme asing ternyata
menyerang membran yang melapisi sendi hal ini ditandai dengan adanya erosi
pada radiografi. Kehadiran erosi pada x-ray adalah patognomonik untuk diagnosis
RA. Dikatakan bahwa hingga 80% pasien dengan RA akan memiliki erosi dalam
3 bulan pertama penyakit. Namun, pada awal penyakit mereka tidak selalu hadir
1,2
dan pembengkakan jaringan lunak hanya mungkin satu-satunya manifestasi.

Kekakuan terlihat pada RA aktif yang terburuk paling sering terjadi di pagi
hari. Ini dapat berlangsung satu sampai dua jam (atau bahkan sepanjang hari).
Kekakuan untuk waktu yang lama di pagi hari adalah petunjuk bahwa Anda
mungkin memiliki RA, karena beberapa penyakit rematik lainnya berperilaku
seperti ini. Misalnya, osteoarthritis paling sering tidak menyebabkan kekakuan
pagi berkepanjangan. 1,2

Prevalensi RA diselidiki dengan survei dari rumah ke rumah, nyeri


muskuloskeletal dalam populasi total 4683 pedesaan dan perkotaan 1.071 subyek
usia 15 tahun ke atas di Jawa Tengah. Mereka diidentifikasi memiliki nyeri sendi
perifer durasi lebih dari 6 minggu (82 laki-laki dan 129 perempuan) yang
diperiksa oleh rheumatologist (JD) dan tes serologi dan sinar-X. Prevalensi pasti
RA dengan kriteria ARA adalah 0,2% di pedesaan dan 0,3% pada subyek
perkotaan. Tingkat keparahan kasus didiagnosis ditunjukkan oleh klasifikasi
fungsional Steinbrocker 2 dan 3 dan arthritis erosif X-ray di tangan dari nilai 2-4.
Tingkat prevalensi rendah RA dibandingkan dengan yang ditemukan di negara
maju adalah karena sebagian untuk struktur usia yang berbeda dari populasi dan
harapan hidup yang lebih rendah. Ada juga bukti kematian yang tinggi akibat

1
penyakit ini. Hal ini diduga disebabkan oleh keadaan sosial ekonomi, penggunaan
intermiten kortikosteroid dosis tinggi dan kehadiran infeksi berat di komunitas ini.
Faktor-faktor ini harus dipertimbangkan ketika menilai prevalensi rendah RA
dalam survei di negara-negara berkembang lainnya. 2

Diagnosis dan penatalaksanaan RA harus dilakukan secara dini agar


tidak terjadi kerusakan yang dapat menimbulkan cacat yang permanen ataupun
komplikasi lain. Sehingga sangat penting bagi dokter umum yang memiliki
kompetensi 3A dalam kasus ini untuk mempelajari cara mendiagnosis dan
penatalaksanaan RA agar dapat meningkatkan keberhasilan terapi.2

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya Rheumatoid Atritis pada
pasien?
2. Bagaimanakah menegakkan diagnosa secara klinis dan diagnosa psikososial?
3. Bagaimanakah tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit
Rheumatoid Arthritis?
4. Bagaimanakah hasil dari terapi yang telah diberikan kepada penderita
Rheumatoid Athritis?
5. Bagaimana upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita
Rheumathoid Athritis?

1.3 ASPEK DISIPLIN ILMU YANG TERKAIT DENGAN


PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF
PENDERITA RHEUMATOID ARTHRITIS
Untuk pengendalian permasalahan Rheumatoid Arthritis pada tingkat
individu dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program
profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan
klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas
dilayanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi
yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan

2
diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis,
dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Rheumatoid Arthritis
secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama,
etik moral dan peraturan perundangan.
2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial dan budaya
sendiri dalam penangan penyakit Rheumatoid Arthritis, melakukan rujukan
bagi kasus Rheumatoid Arthritis, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Rheumatoid Arthritis.
4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu memanfaatkan
teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik
kedokteran.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian Rheumatoid Arthritis secara holistik
dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Rheumatoid Athritis dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara

3
komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif, dan berkesinambungan dalam
konteks pelayanan kesehatan primer.

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksanakan
masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri
dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih
berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence
based medicine).

1.4.1 Tujuan Umum:


Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan penatalaksanaan penderita Rheumatoid Athritis dengan pendekatan
kedokteran keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik, sesuai dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis Evidence Based Medicine
(EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta
prinsip penatalaksanaan penderita Rheumatoid Athritis dengan pendekatan
kedokteran keluarga di Puskesmas Layang tahun 2019.

1.4.2 Tujuan Khusus:


1. Untuk mengidentifikasi faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya
Rheumatoid Arthritis di Puskesmas Layang tahun 2019.
2. Untuk mengetahui cara penegakan diagnosis klinis dan diagnosis psikososial
pada penyakit Rheumatoid Arthritis di Puskesmas Layang tahun 2019.
3. Mengidentifikasi permasalahan yang didapatkan dalam keluarga dan lingkungan
social yang berkaitan dengan penyakit Rheumatoid Arthritis di Puskesmas
Layang tahun 2019.
4. Untuk mengetahui upaya penatalaksanaan penyakit Rheumatoid Arthritis di
Puskesmas Layang tahun 2019.

4
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit
Rheumatoid Arthritis di Puskesmas Layang tahun 2019.

1.4.3 Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus sebagai
bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (Pasien).
Menambahwawasan akan Rheumatoid Arthritis yang meliputi proses penyakit
dan penanganan menyeluruh Rheumatoid Arthritis sehingga dapat memberikan
keyakinan untuk tetap berobat secara teratur.
3. Bagi tenaga kesehatan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah daerah
dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya mengenai
pendekatan diagnosis holistik penderita Rheumatoid Arthritis.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based medicine dan pendekatan
diagnosis holistik Rheumatoid Arthritis serta dalam hal penulisan studi kasus.

1.5 INDIKATOR KEBERHASILAN TINDAKAN


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan penderita
Rheumatoid Arthritis dengan pendekatan diagnostik holistik, berbasis kedokteran
keluarga dan evidence based medicine adalah:
1. Kepatuhan pasien datang berobat di layanan primer (puskesmas)
2. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan Rheumatoid Arthritis dan
dengan dilakukannya pencegahan terhadap penyakit tersebut.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Penilaian keberhasilan
tindakan pengobatan didasarkan pada Rheumatoid Arthritis dan gejala yang
dikeluhkan. Hal ini disebabkan pengobatan Rheumatoid Arthritis umumnya bersifat

5
cepat asal berobat teratur. Selain itu, kepatuhan untuk menghindari faktor resiko juga
merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.

6
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 Kerangka Teori

R
Infeksi
P
H
E
Invasi kuman patogen E
N
U
Y Virus
Inflamasi M
E
A
B Non Infeksi
T
A
Genetik O
B
I
Autoimun
D

Gambar 1. Gambaran Penyebab Rheumatoid Arthritis

7
2.2 Pendekatan Konsep Mandala

Gaya Hidup
- Kebiasaan pasien
mengkonsumsi makanan
tinggi purin, makanan
yang digoreng serta kopi
- Kurang aktifitas fisik
- Istirahat yang kurang

Bio-Psiko-Sosio-Ekonomi
Perilaku Kesehatan
- Kurangnya perhatian keluarga pasien
- Pasien tidak patuh atas terhadap penyakit yang diderita pasien.
edukasi dokter untuk - Kondisi ekonomi menengah
mengikuti senam prolanis - Kehidupan sosial dengan lingkungan
- Tidak berobat secara teratur cukup baik
- Kurangnya pengetahuan mengenai
- Pola hidup bersih dan sehat Rheumathoid Arthritis
(PHBS) kurang - motivasi pasien untuk sembuh kurang

KELUARG
A
PASIEN
Pelayanan Bengkak dan nyeri Lingkungan
Kesehatan
- Jarak rumah dengan persendian tangan Pekerjaan
puskesmas cukup dialami sejak 7 hari - Pasien bekerja
dekat yang lalu. Nyeri pada
- Pasien memiliki sebagai ibu rumah
sendi kedua
JKM
tangan,merah dan kaku tangga
- Penyuluhan oleh
petugas kesehatan pada pagi hari. Riwayat - Selalu kontak
tentang rheumathid demam ada, dialami 7 dengan air
arthritis belum hari yang lalu,
bersamaan dengan
timbulnya nyeri pada
sendi-sendi

Faktor biologi Lingkungan fisik


-Autoimun dan Genetik - Kebersihan lingkungan cukup
-Jenis kelamin perempuan baik
-Riwayat obesitas - Halaman rumah pasien cukup
-HIperurisemia luas dan cukup bersih

Komunitas
Dukungan gaya hidup sehat dari keluarga kurang
Pemukiman yang padat dan sanitasi lingkungan yang cukup

Gambar 2. Konsep Mandala

8
2.3 PENDEKATAN DIAGNOSIS PADA PELAYANAN KEDOKTERAN
KELUARGA DI LAYANAN PRIMER
Pendekatan secara holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural-spiritual pada ekosistemnya. Sebagai mahluk biologis
manusia adalah merupakan sistem organ yang terbentuk dari jaringan serta sel-sel
yang kompleks fungsionalnya.
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan
yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian risiko
internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.
Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan
pertama (layanan primer).
-
Tujuan Diagnostik Holistik:
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupanya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi social
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah

Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan


terapi, tujuaanya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya

9
5. Menentukan interval kunjungan terapi.

Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu:


1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.

Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran


keluarga di layanan primer antara lain:
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu

10
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang
disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang
melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus
demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.

Prinsip Pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:


a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.

11
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat
dari beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
2. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding.
3. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
4. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial :
- Derajat 1 :Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
- Derajat 2 :Pasien mengalami sedikit kesulitan.
- Derajat 3 :Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
- Derajat 4 :Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja,
tergantung pada keluarga.
- Derajat 5 : Tak dapat melakukan kegiatan

2.4 RHEUMATOID ARTHRITIS


2.4.1 DEFINISI 3,4
Rheumatoid arthritis adalah penyakit inflamasi kronis progresif yang
mempengaruhi sendi-sendi kecil dari tangan, kaki, pergelangan tangan dan
pergelangan kaki secara simetris, hal ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh
yang biasanya melindungi tubuh dari serangan organisme asing ternyata
menyerang membran yang melapisi sendi hal ini ditandai dengan adanya erosi
pada radiografi.
Keradangan sinovium dapat merusak tulang dan kartilago. Sel radang
melepaskan enzim yang dapat mencerna tulang dan kartilago, sehingga dapat
terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi, yang menghasilkan rasa sakit
dan pengurangan kemampuan bergerak.

12
2.4.2 EPIDEMIOLOGI4
2.4.2.1 Epidemologi Rheumatoid Arthritis Berdasarkan Trias Epidemologi
 Agent
Penyebab utama rheumatoid arthritis masih belum diketahui sampai saat
ini namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya rheumatoid
arthritis. Beberapa kemungkinan agen penyebab tersebut diantaranya
termasuk mikoplasma, virus Epstein-Barr (EBV), sitomegalovirus,
parvovirus, dan virus rubella, tetapi berdasarkan bukti-bukti, penyebab ini
ataupun agen infeksius yang lain yang menyebabkan artritis reumatoid
tidak muncul pada penderita artritis reumatoid.
 Host (Pejamu)
Rheumatoid arthritis merupakan manifestasi dari respon terhadap agen
infeksius pada orang-orang yang rentan secara genetik. Terdapat
kerentanan genetik yang jelas, dan penelitian pada orang kembar
mengindikasikan indeks sekitar 15-20%. Sebanyak 70% dari pasien
artrirtis reumatoid ditemukan human leucocyte antigen-DR4 (HLA-DR4),
sedangkan faktor lingkungan seperti merokok dan agen infeksius
dikatakan memiliki peranan penting pada etiologi, namun kontribusinya
sampai saat ini belum terdefinisikan.
 Environment
Penyakit rheumatoid arthritis paling banyak ditemukan di daerah
pekerja. Aktivitas yang sering dan berulang pada sendi dapat
menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan sendi.
2.4.2.2 Epidemologi Rheumatoid Arthritis Berdasarkan Variabel
Epidemologi
1) Distribusi menurut orang (person)
- Distribusi menurut umur
Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit yang jarang pada
laki-laki dibawah umur 30 tahun. Insiden penyakit ini memuncak pada
umur 60-70 tahun. Pada wanita, prevalensi penyakit ini meningkat
dari pertengahan abad ke-20 dan konstan pada level umur 45-65 tahun

13
dengan masa puncak 65-75 tahun. Onset dari penyakit ini sering pada
dekade ke-empat dan ke-lima dari kehidupan.
- Distribusi menurut jenis kelamin
Prevalensi dari artritis reumatoid mendekati 0,8 % dari
populasi (kisaran 0,3 - 2,1%), wanita terkena tiga kali lebih sering
dibandingkan dengan laki-laki.
- Distribusi menurut etnik
Penyakit ini menyerang orang-orang di seluruh dunia dari
berbagai suku bangsa meskipun terdapat perbedaan prevalensi pada
pola sendi yang mengalami rheumathoid arthritis. Hal ini berkaitan
dengan perbedaan gaya hidup maupun perbedaan pada frekuensi
kelainan kongenital dan pertumbuhan.3
2) Distribusi menurut tempat
- Lingkungan
Penyakit rheumathoid arthritis dapat menyerang di lingkungan
mana saja, terutama jika daerah tersebut merupakan daerah pekerja
yang melakukan ekerjaan secara berulang-ulang.
- Kondisi Sosial Ekonomi
Penyakit osteoarthritis dapat menyerang siapa saja baik dari
kalangan menengah atas maupun menengah bawah.
3) Distribusi menurut waktu
Penyakit osteoarthritis dapat menyerang kapan saja tanpa
mengenal waktu.

2.4.3 PATOGENESIS RHEUMATOID ARTHRITIS5


Rheumatoid arthritis adalah penyakit sendi. Sebuah sendi adalah titik di
mana dua atau lebih tulang bertemu. Dengan beberapa pengecualian (dalam
tengkorak dan panggul, misalnya), sendi yang dirancang untuk memungkinkan
gerakan antara tulang dan untuk menyerap kejutan dari gerakan-gerakan seperti
berjalan atau gerakan yang berulang. Ujung-ujung tulang ditutupi oleh jaringan
elastis yang disebut tulang rawan, dikelilingi oleh kapsul yang melindungi dan

14
mendukungnya. Kapsul sendi dilapisi dengan jenis jaringan yang disebut
sinovium, yang menghasilkan cairan sinovial, zat jelas bahwa melumasi dan
memelihara tulang rawan dan tulang di dalam kapsul sendi.
Rheumatoid Arthritis menyerang sinovium, menyebabkan sinovium
meradang dan menghancurkan tulang rawan dan tulang di dalam sendi. Otot-otot
sekitarnya, ligamen, dan tendon yang mendukung dan menstabilkan sendi menjadi
lemah dan tidak mampu bekerja secara normal. Efek ini menyebabkan rasa sakit
dan kerusakan sendi sering terlihat di rheumatoid arthritis. Para peneliti
mempelajari rheumatoid arthritis sekarang percaya bahwa itu mulai merusak
tulang selama satu atau dua tahun pertama, salah satu alasan mengapa diagnosis
dini dan pengobatan sangat penting.
Beberapa orang dengan rheumatoid arthritis juga memiliki gejala di tempat-
tempat lain selain sendi mereka. Banyak orang dengan rheumatoid arthritis
mengalami anemia, atau penurunan dalam produksi sel darah merah. Efek lain
yang terjadi kurang sering termasuk sakit leher dan mata kering dan mulut. Sangat
jarang ditemukan orang mungkin memiliki keradangan pembuluh darah
(vaskulitis), lapisan paru-paru (pleuritis), atau kantung melampirkan jantung
(pericarditis).

2.4.4 MANIFESTASI KLINIS 4,5


Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita
rheumatoid arthritis. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat
yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang
bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun
dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal.
Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat generalisata
tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan

15
kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama
beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam
4. Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada gambaran
radiologik. Keradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang.
5. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi. Sendi-sendi yang besar juga
dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama
dalam melakukan gerak ekstensi.
6. Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa pasien rheumatoid arthritis. Lokasi yang paling sering
dari deformitas ini sendi siku atau sepanjang permukaan ekstensor dari
lengan.
7. Manifestasi ekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat organ lain di luar
sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah
dapat rusak.

2.4.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG 4,5


a. Tanda keradangan, seperti LED dan CRP, berhubungan dengan aktivitas
penyakit, selain itu, nilai CRP dari waktu ke waktu berkorelasi dengan
kemajuan radiografi.
b. Parameter hematologi termasuk jumlah CBC dan analisis cairan sinovial.
c. Jumlah sel darah lengkap (anemia, trombositopenia, leukositosis, leucopenia).
d. Analisis cairan sinovial
1) Inflamasi cairan sinovial (WBC count > 2000/μL) hadir dengan jumlah
WBC umumnya dari 5,000-50,000 / uL.
2) Biasanya, dominasi neutrofil (60-80%) yang diamati dalam cairan
sinovial (kontras dengan dominasi sel mononuklear di sinovium).
3) Karena cacat transportasi, kadar glukosa cairan pleura, perikardial, dan
sinovial pada pasien dengan RA sering rendah dibandingkan dengan
kadar glukosa serum.
e. Parameter imunologi meliputi autoantibodies (misalnya RF, anti-RA33, anti-
PKC, antibodi antinuclear).

16
f. Rheumatoid factor Rheumatoid Faktor, RF ditemukan pada sekitar 60-80%
pasien dengan RA selama penyakit mereka, tetapi kurang dari 40% pasien
dengan RA dini.
g. Antibodi Antinuclear: Ini adalah hadir di sekitar 40% pasien dengan RA,
namun hasil tes antibodi terhadap antigen subset paling nuklir negatif.
h. Antibodi yang lebih baru (misalnya, anti-RA33, anti-PKC): Penelitian terbaru
dari antibodi anti-PKC menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas sama atau
lebih baik daripada RF, dengan peningkatan frekuensi hasil positif di awal
RA. Kehadiran kedua-anti antibodi PKC dan RF sangat spesifik untuk RA.
Selain itu, anti-PKC antibodi, seperti halnya RF, menunjukkan prognosis
yang buruk.
i. Foto Polos
Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah keradangan
periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi
sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan massa
jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek
ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat
diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini
berkembang sekitar 20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi
pada penyakit lain, sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis.

j. CT-Scan
Computer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal dalam
mendiagnosis artritis reumatoid. Walaupun demikian, CT scan berguna dalam
memperlihatkan patologi dari tulang, erosi pada sendi-sendi kecil di tangan
yang sangat baik dievaluasi dengan kombinasi dari foto polos dan MRI.
CT scan jarang digunakan karena lebih rendah dari MRI dan memiliki
kerugian dalam hal radiasi. CT scan digunakan sebatas untuk
mengindikasikan letak destruksi tulang dan stabilitas tertinggi tulang secara
tepat, seperti pada pengaturan pre-operatif atau pada tulang belakang.
(Corwin, 2009)

17
k. USG
Sonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan frekuensi
tinggi digunakan untuk mengevaluasi sendi-sendi kecil pada artritis
reumatoid. Efusi dari sendi adalah hipoekhoik, sedangkan hipertrofi pada
sinovium lebih ekhogenik. Nodul-nodul reumatoid terlihat sebagai cairan
yang memenuhi area kavitas dengan pinggiran yang tajam. Erosi tulang
dapat terlihat sebagai irregularitas pada korteks hiperekhoik. Komplikasi
dari arthritis reumatoid, seperti tenosinovitis dan ruptur tendon, juga dapat
divisualisasikan dengan menggunakan ultrasonografi. Hal ini sangat
berguna pada sendi MCP dan IP. Tulang karpal dan sendi karpometakarpal
tidak tervisualisasi dengan baik karena konfigurasinya yang tidak rata dan
lokasinya yang dalam.

Sonografi telah digunakan dalam mendiagnosis artritis reumatoid


dengan tujuan meningkatkan standar yang tepat untuk radiografi
konvensional. Ultrasonografi, terkhusus dengan menambahkan amplitude
color doppler (ACD) Imaging, juga menyediakan informasi klinis yang
berguna untuk dugaan artritis reumatoid. ACD imaging telah diaplikasikan
untuk artritis reumatoid dengan tujuan mengevaluasi manifestasi dari
hiperemia pada keradangan jaringan sendi. Hiperemia sinovial merupakan
ciri patofisiologi yang fundamental untuk artritis reumatoid.

l. MRI
Diagnosis awal dan penanganan awal merupakan manajemen utama
pada artritis reumatoid. Dengan adanya laporan mengenai sensitivitas MRI
dalam mendeteksi erosi dan sinovitis, serta spesifitas yang nyata untuk
perubahan edema tulang, hal itu menandakan bahwa MRI merupakan
penolong untuk mendiagnosis awal penyakit artritis reumatoid. MRI juga
memberikan gambaran yang berbeda pada abnormalitas dari artritis
reumatoid, sebagai contoh, erosi tulang, edema tulang, sinovitis, dan
tenosinovitis.

18
2.4.6 DIAGNOSIS RHEUMATOID ARTHRITIS6
Menurut American Rheumatism Association 1987, diagnosa arthritis
reumatoid dapat dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari kriteria
sudah berlangsung selama 6 minggu.

Kriteria tersebut adalah:

1. Kekakuan dipagi hari lamanya paling tidak 1 jam


2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi
3. Arthritis sendi-sendi jari tangan
4. Arthritis yang simetris
5. Nodul rheumatoid
6. Faktor rheumatoid dalam serum
7. Perubahan-perubahan radiologik, seperti:
 Pembengkakan jaringan lunak
 Erosi
 Osteoporosis artikular

2.4.7 PENATALAKSANAAN7.8
1) Konseling dan Edukasi
Tujuan terapi rheumatoid arthritis, yaitu :

1. Menghilangkan gejala keradangan/inflamasi yang aktif baik lokal


maupun sistemik.
2. Mencegah terjadinya kerusakan pada jaringan.
3. Mencegah terjadinya deformitas atau kelainan bentuk sendi dan
menjaga fungsi persendian agar tetap dalam keadaan baik.
4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang
mengalami RA agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.
2) Intervensi Farmakologis
1. Obat-obatan
 Non-steroid anti-inflammatoy drugs (NSAID)

19
NSAID antara lain, aspirin, ibuprofen, ketoprofen dan
diklofenac juga obat selektif baru nabumeton dan meloxicam
yang sangat berguna untuk mengurangi keradangan dengan
menghalangi proses produksi mediator keradangan. Tepatnya,
obat ini menghambat sintetase prostaglandin atau
siklooksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemak
sistemik andogen, yaitu asam arakidonat menjadi
prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan radikal-radikal
oksigen. Obat standar yang sudah dipakai sejak lama dalam
kelompok ini adalah aspirin. (Balabaud, 2007)
 Salisilat
Kelompok obat ini merupakan cikal bakal berkembangnya
OAINS. Salisilat menimbulkan efek analgesia, anti inflamasi,
dan anti piretik dengan menekan produksi prostaglandin dan
tromboksan dengan menghambat siklooksigenase (Cox-1 dan
Cox-2). Oleh karena itu salisilat dan turunannya disebut juga
dengan OAINS konvensional, karena tak selektif terhadap
salah satu tipe siklooksigenase.
OAINS, asam asetil salisilat, lebih dikenal sebagai
antiplatelet pada dosis rendah ketimbang sebagai pengobatan
gejala arthritis. Namun turunannya, yaitu diflunisal biasa
digunakan untuk meredakan gejala arthritis. Efek analgesia
diflunisal muncul 1 jam setelah pemberian dan efek maksimal
dicapai setelah 2-3 jam. Namun, kelompok salisilat ini
berbahaya terhadap saluran cerna.
 Arylalkanoic Acid
Kelompok ini yang kerap dikenal dalam pengobatan
arthritis di antaranya adalah indometasin dan diklofenak.
Keduanya diindikasikan mengatasi gejala arthritis dan gout (
ankylosing spondylitis, rheumatoid arthritis, arthritic gout,
osteoarthritis, juvenile arthritis, dan pseudogout).

20
Indometasin merupakan turunan indol metilat dengan efek
lebih kuat dibanding aspirin. Kekuatan ini tak lain berasal dari
2 mekanisme tambahan di samping menghambat pembentukan
prostaglandin. Modus kerja tambahan ini mencakup inhibisi
motilitas leukosit polimorfonuklear, seperti halnya kolkisin
dan melepaskan fosforilasi oksidatif pada mitokondria
kartilago, seperti layaknya salisilat. Akhirnya kedua
mekanisme ini memperkuat efek analgesia dan antiinflamasi
indometasin.
 2-Arylpropionic acid (profen)
Profen merupakan salah satu kelompok OAINS yang
sangat banyak digunakan. Ibuprofen dan ketoprofen, misalnya,
digunakan secara luas hampir disebagian besar negara di
dunia. Ibuprofen dosis rendah (200 mg dan terkadang 400 mg)
dan ketoprofen 12,5 mg dapat diperoleh tanpa resep atau over
the counter (OTC) untuk mengatasi sakit kepala, nyeri haid,
demam, dan nyeri ringan lainnya. Dosis lebih tinggi digunakan
untuk mengatasi nyeri sedang seperti gejala arthritis. (Hughes
LB, 2005)
 Coxib
Potensi coxib dibedakan berdasarkan selektifitasnya. Coxib
yang lebih baru (valdecoxib, etoricoxib, lumiracoxib)
menghambat COX-2 lebih selektif dari celecoxib atau
rofecoxib. Bagaimana relevansi klinis dari peningkatan
selektivitas ini masih belum jelas.
Celecoxib dan valdecoxib sama-sama memiliki suatu ikatan
sulfonamida, yakni suatu metabolit aktif dari prodrug
parecoxib. Uji klinis memperlihatkan bahwa kedua obat ini
efektif mengatasi OA dan RA. Pada uji juga terlihat, insiden
ulser gastrik dan duodenum secara endoskopi pada pasien yang
menggunakan obat ini lebih rendah secara bermakna

21
ketimbang pasien yang menerima OAINS nonselektif. Namun
valdecoxib tak seberuntung celecoxib. Pada 2005 silam,
valdecoxib ditarik secara sukarela dari beberapa market utama
terkait dengan efek reaksi kulit yang serius. Menurut FDA,
setidaknya 7 pasien dengan atau tanpa riwayat alergi
sulfonamide meninggal. (Smeltzer and Bare, 2002)
 Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD)
Kelompok obat-obatan ini termasuk metotrexat, senyawa
emas, D-penicilamine, antimalaria, dan sulfasalazine.
Walaupun tidak memiliki kesamaan kimia dan farmakologis,
pada prakteknya, obat-obat ini memberikan beberapa
karakteristik.
Pemberian obat ini baru menjadi indikasi apabila NSAID
tidak dapat mengendalikan artritis reumatoid. Beberapa obat-
obatan yang telah disebutkan sebelumnya tidak disetujui oleh
U.S Food and Drugs Administration untuk dipakai sebagai
obat artritis reumatoid. Tujuan pengobatan dengan obat-obat
kerja lambat ini adalah untuk mengendalikan manifestasi
klinis dan menghentikan atau memperlambat kemajuan
penyakit.
Sulfasalazine (Azulfidine) adalah obat oral yang
digunakan dalam perawatan penyakit keradangan usus besar
yang ringan sampai beratnya sedang, seperti ulcerative colitis
dan penyakit Crohn. Azulfidine digunakan untuk merawat
rheumatoid arthritis dalam kombinasi dengan obat-obat anti
keradangan. Azulfidine umumnya ditolerir dengan baik. Efek-
efek sampingan yang umum termasuk ruam (rash) dan
gangguan lambung. Karena Azulfidine terbentuk dari
senyawa-senyawa sulfa dan salicylate, maka harus dihindari
oleh pasien-pasien dengan alergi-alergi sulfa yang diketahui.

22
Methotrexate adalah suatu obat penekan imun. Ia dapat
mempengaruhi sumsum tulang dan hati, bahkan jarang
menyebabkan sirosis. Semua pasien-pasien yang
mengkonsumsi methotrexate memerlukan tes-tes darah secara
teratur untuk memonitor jumlah-jumlah darah dan tes-tes
darah fungsi hati.
Garam-garam emas (Gold salts) telah digunakan untuk
merawat rheumatoid arthritis sepanjang kebanyakan abad yang
lalu. Gold thioglucose (Solganal) dan gold thiomalate
(Myochrysine) diberikan dengan suntikan, awalnya pada
suatu dasar mingguan untuk berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun. Emas oral, auranofin (Ridaura), diperkenalkan pada
tahun sembilan belas delapan puluhan (1980s). Efek-efek
sampingan dari emas (oral dan yang disuntikan) termasuk
ruam kulit (skin rash), luka-luka mulut, kerusakan ginjal
dengan kebocoran protein dalam urin, dan kerusakan sumsum
tulang dengan anemia dan jumlah sel putih yang rendah.
Pasien-pasien yang menerima perawatan emas dimonitor
secara teratur dengan tes-tes darah dan urin. Emas oral dapat
menyebabkan diare.
D-penicillamine (Depen, Cuprimine) dapat bermanfaat
pada pasien-pasien yang terpilih dengan bentuk-bentuk
rheumatoid arthritis yang progresif. Efek samping adalah
serupa dengan yang dari emas, yaitu demam, kedinginan,
luka-luka mulut, suatu rasa metal/logam dalam mulut, ruam
kulit, kerusakan ginjal dan sumsum tulang, gangguan
lambung, dan mudah memar. Pasein-pasien pada obat ini
memerlukan tes-tes darah dan urin yang rutin. D-penicillamine
jarang dapat menyebabkan gejala-gejala dari penyakit-
penyakit autoimun lain.

23
Obat-obat penekan imun adalah obat-obat sangat kuat yang
menekan sistim imun tubuh. Sejumlah obat-obat penekan
imun digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis. Obat-
obat penekan imun termasuk methotrexate (Rheumatrex,
Trexall) seperti yang digambarkan diatas, azathioprine
(Imuran), cyclophosphamide (Cytoxan), chlorambucil
(Leukeran), dan cyclosporine (Sandimmune). Karena efek-
efek sampingan yang berpotensi serius, obat-obat penekan
imun (lain daripada methotrexate) umumnya dicadangkan
untuk pasien-pasien dengan penyakit yang sangat agresif atau
mereka yang dengan komplikasi-komplikasi keradangan
rheumatoid yang serius, seperti keradangan pembuluh darah
(vasculitis).
2. Terapi glukokortikoid
Terapi glukokortikoid sistemik dapat memberikan efek
untuk terapi simptomatik pada penderita artritis reumatoid.
Prednison dosis rendah (7,5 mg/hari) telah menjadi terapi suportif
yang berguna untuk mengontrol gejala. Walaupun demikian, bukti-
bukti terbaru mengatakan bahwa terapi glukokortikoid dosis rendah
dapat memperlambat progresifitas erosi tulang.
3) Operatif
Tindakan operasi bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan bentuk
sendi yang cacat dan untuk menghilangkan sinovium yang rusak sehingga
sinovium baru dapat terbentuk, transfer tendon bisa memperbaiki fungsi
bila telah putus.
Operasi memiliki peranan penting dalam penanganan penderita
artritis reumatoid dengan kerusakan sendi yang parah. Meskipun
artroplastia dan penggantian total sendi dapat dilakukan pada beberapa
sendi, prosedur yang paling sukses adalah operasi pada pinggul, lutut, dan
bahu. Tujuan realistik dari prosedur ini adalah mengurangi nyeri dan
mengurangi disabilitas.

24
Tindakan operasi yang lain, yaitu sinovektomi terbuka dan radikal,
sehingga mempunyai resiko antara lain pendarahan, penggunaan anastesi,
infeksi pada sendi artifisial, bekuan darah, dan sendi artifisial yang tidak
cocok. Pemulihan pasca tindakan operasi membutuhkan waktu hingga 2
minggu rawat inap di rumah sakit. Rehabilitasi sendi pasca tindakan
operasi memerlukan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan.

2.4.8 KOMPLIKASI 8
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.

2.4.9 DIAGNOSIS BANDING7


OSTEOARTRITIS REUMATOID ARTRITIS
ARTRITIS GOUT
ETIOLOGI Inflamasi, Idiopatik Faktor genetik, Metabolik
autoimun akibat
penimbunan
Kristal
Monosodium
urat monohidrat
GEJALA Gejala cenderung pada Gejala cenderung Onset sewaktu-
KLINIS malam hari. Kaku di pada pagi hari. waktu
pagi hari berlangsung Kaku di pagi hari
<30 menit berlangsung >60
menit

25
PEMERIKS -Laboratorium: cairan -Rheumatoid -Pemeriksaan
AAN sinovial Factor (RF), anti- darah rutin,
PENUNJAN -Radiologi; Terdapat cyclic citrullinated asam urat,
G osteofit peptide antibodies kreatinin
(ACPA/anti- -Ekskresi asam
CCP/anti-CMV) urat urin 24
-Laju endap darah jam.
atau C-reactive
protein (CRP)
meningkat
-Analisis cairan
sendi (peningkatan
leukosit
>2.000/mm3)
-Radiologi:
terdapat periosteal
PREDILEKS Sendi-sendi besar : Sendi-sendi kecil : Cenderung
I Vertebra, panggul, PIP (Proximal sendi bagian
lutut dan pergelangan Interphalangeal), proksimal.
kaki. Cenderung sendi MCP Kronik
bagian distal. Simetris. (Metacarpophalang terbentuk tofus
eal), MTP di cuping
(Metatarsophalang telinga, MTP-1,
eal). Simetris olecranon,
(menyerang pada tendon achiles,
membrane dan jari tangan.
synovial. Asimetris.
EDUKASI -pengaturan gaya -Melakukan -Penyuluhan
hidup, jikaobesitas olahraga ringan diet rendah
kurangi berat badan secara rutin. purin
-Melakukan olahraga -Hidrasi yang
-Kurangi
ringan (bersepeda, cukup
aktivitas berat.
berenang) -Penurunan
-Memperbaiki

26
-Mengurangi beban pola makan yang berat badan
pada persendian teratur dan gizi (target BB

yang cukup. ideal)


-Menghindari
-Menghindari
konsumsi
makan-makanan
alcohol dan
yang
obat-obatan
mengandung
yang menaikkan
tinggi purin asam urat darah
seperti kacang- (etambutol,
kacangan, sayur pirazinamid,
bayam, dll. siklosporin,
-Mengurangi asetosal, tiazid)
konsumsi kopi, -Olahraga

makanan yang ringan

pedas, dan
makanan yang
merangsang
peningkatan asam
lambung lainnya.
-Memperbaiki
higienitas pribadi
dan keluarga.

2.4.10 PROGNOSIS7,8
Beberapa tampakan klinis pada pasien artritis reumatoid
nampaknya memiliki nilai prognostik. Remisi dari aktivitas penyakit
cenderung lebih banyak terjadi pada tahun pertama. Jika aktivitas penyakit
berlangsung lebih dari satu tahun biasanya prognosis buruk. Wanita kulit
putih cenderung memiliki sinovitis yang lebih persisten dan lebih erosif
dibanding pria.

27
Harapan hidup rata-rata orang dengan artritis reumatoid memendek
3-7 tahun dari orang normal. Peningkatan angka mortalitas tampaknya
terbatas pada pasien dengan penyakit sendi yang lebih berat, sehubungan
dengan infeksi dan perdarahan gasrointestinal. Faktor yang dihubungkan
dengan kematian dini mencakup disabilitas, durasi dan tingkat keparahan
penyakit, penggunaan glukokortikoid, umur onset, serta rendahnya status
sosio-ekonomi dan pendidikan.

28
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 Metodologi Studi Kasus


Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan),
dengan memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko.
Kemudian mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat subjek
dalam kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah kesehatan
untuk melakukan penerapan pelayanan dokter layanan primer secara
paripurna dan holistik terutama tentang penatalaksanaan hipertensi dengan
pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas Layang pada tanggal 25
Februari 2019.
Metode pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan
observasi terhadap pasien dan keluarganya dengan cara melakukan home
visit untuk mengetahui secara holistik keadaan pasien.
3.2 Lokasi dan Waktu Melakukan Studi Kasus
3.2.1 Waktu Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat pasien datang berobat di
Puskesmas Layang pada tanggal 25 Februari 2019. Selanjutnya dilakukan
home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari pasien.
3.2.2 Lokasi Studi Kasus
Studi kasus bertempat di Puskesmas Layang Kota Makassar, Provinsi
Sulawesi Selatan.

29
Gambar 3. Puskesmas Layang

3.3 Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus


Puskesmas Layang sebagai pusat pembangunan kesehatan yang
berada di Kota Makassar, berfungsi mengembangkan dan membina
kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan
terdepan dan terdekat dengan masyarakat melalui kegiatan -kegiatan
pokok yang menyeluruh dan terpadu.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan Puskesmas Layang ditujukan
untuk mencapai dan meningkatkan derajat kesehatan bagi seluruh warga
kota Makassar pada umumnya dan masyarakat yang berada pada wilayah
kerja Puskesmas Layang pada khususnya.

3.3.1 Letak Geografi


Puskesmas Layang terletak di Kelurahan Layang, Kecamatan Bontoala
Kota Makassar dengan luas wilayah 0,21 Km2. Kelurahan Layang berbatasan
dengan :
 Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Tallo
 Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Maradekaya
 Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Wajo
 Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Ujung Tana

30
Gambar 4. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Layang

3.3.2 Keadaan Demografi

A. Jumlah Kepadatan Penduduk Puskesmas Layang.


NO KELURAHAN LUAS JUMLAH JUMLAH RATA-RATA KEPADATAN
WILAYAH RUMAH JIWA/RUMAH PENDUDUK
(km2) RT RW POSYAN- TANGGA TANGGA per km2
DU
1 Layang 0,21 65 6 19 8,794 4,87 26,483

2 Bunga 0,13 77 4 10 3,361 5,57 5,903


Ejaya
3 Parang 0,19 89 4 20 5,090 4,57 21,973
Layang
4 Bontoala 0,21 40 2 11 4,908 6,04 4,907
5 Bontoala 0,25 60 5 14 3,789 4,07 2,760
Tua
6 Gaddong 0,18 55 5 17 7,564 5,34 7,057
7 Bontoala 0,12 54 4 18 8,765 5,61 2,906
Parang
JUMLAH 1,29 440 30 109 8,765 3,603 71,985

31
Tabel 1. Jumlah Kelurahan, Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, dan
Kepadatan Penduduk Dalam Wilayah Kerja Puskesmas Layang
B. Penduduk menurut Jenis Kelamin sesuai hasil pendataan BPS dalam wilayah
kerja Puskesmas Layang sebanyak 31.928 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut :
JUMLAH PENDUDUK
No Kelurahan Laki-Laki Perempuan
1 Layang 4126 4211
2 Bunga Ejaya 875 955
3 Parang Layang 1929 2118
4 Bontoala 2011 2213
5 Bontoala Tua 1977 2342
6 Gaddong 2467 2617
7 Bontoala Parang 2161 2247
Jumlah 31,928

Tabel 2. Tabel Kependudukan Menurut Jenis Kelamin Dalam Wilayah


Kerja Puskesmas Layang Tahun 2018

C. Angka Lahir Mati di Wilayah Kerja Puskesmas Layang

Nama JUMLAH KELAHIRAN


Puskesmas Laki-laki Perempuan Jumlah
Hidup Mati Hidup Mati Hidup Mati
Layang 255 3 300 2 555 5
Tabel 3. Jumlah Kelahiran Menurut Jenis Kelamin Dalam Wilayah Kerja
Puskemas Layang Makassar Tahun 2018

32
D. Penduduk menurut Penggolongan Usia

Kelompok Umur Jumlah Penduduk


No.
(Tahun) Laki-Laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

1. 0-4 572 955 1.487

2. 5-9 922 1.123 2.045

3. 10-14 1.997 1.073 3.070

4. 15-19 1.049 1.200 2.249

5. 20-24 1.441 1.188 2.629

6. 25-29 2.201 2.170 4.218

7. 30-34 2.011 2.052 4.063

8. 35-39 1.269 1.811 3.080

9. 40-44 1.871 1.901 3.772

10. 45-49 1.052 1.591 2.643

11. 50-54 548 832 1.380

12. 55-59 402 521 923

13. 60-64 133 138 271

14. 65-69 108 120 228

15. 70-74 81 102 183

16. +75 72 93 165

Jumlah 15.225 16.703 31.928

Tabel 4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Penggolongan Usia Di Wilayah


Kerja Puskesmas Layang Tahun 2018
E. Tingkat Pendidikan Penduduk

33
Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia terampil dan produktif
sehingga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat.

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 TK 615 Jiwa
2 SD 2736 Jiwa
3 SMP 3565 Jiwa
4 SMU/SMK 6421 Jiwa
5 DI-DIII 1644 Jiwa
6 SI-SII 1358 Jiwa
Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Dalam Wilayah
Kerja Puskesmas Layang Makassar
F. Kegiatan Ekonomi
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Layang yang telah
terdaftar, tercatat sebagai berikut:

JUMLAH PENDUDUK
NO
Kelurahan PNS Pedaga- Buruh Karyawan Pensiun- Pengangg- Lain-
uran lain
ng Swasta an
1 Gaddong 378 478 378 446 675 789 85
2 Bontoala 165 125 256 276 214 376 56
3 Bontoala 316 398 465 390 312 428 97
Parang
4 Bontoala 186 165 398 295 267 325 58
Tua
5 Bunga 134 89 412 289 256 218 38
Ejaya
6 Layang 574 765 435 567 989 827 129
7 Parang 201 413 385 322 278 412 47
Layang

34
Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan Dalam Wilayah Kerja
Puskesmas Layang

3.4 Sarana Pelayanan Kesehatan


3.4.1 Data Dasar Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang selanjutnya disebut
PUSKESMAS adalah fasilitas pelayananan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya.
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama esensial dan pengembangan, dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama berupa rawat jalan, pelayanan gawat darurat, one day care,
dan home care berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan.
3.4.2 Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Layang berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Nomor:800/1682/SK/IV/2010 Tanggal
21 April 2010 terdiri atas :

1. Kepala Puskesmas
2. Kepala Subag Tata Usaha
3. Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
a. Unit Kesehatan Masyarakat
b. Unit Kesehatan Perorangan
4. Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
a. Unit Puskesmas Pembantu ( Pustu )
b. Unit Puskesmas Keliling ( Puskel )

35
c. Unit Bidan Komunitas

Gambar 5. Struktur Organisasi Puskesmas Layang

3.4.3 Tenaga Kesehatan


Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Puskesmas perlu didukung
oleh tenaga kesehatan yang cukup. Adapun tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas Layang adalah sebagai berikut :
No Fasilitas kesehatan Jumlah
1 Dokter Umum 3
2 Dokter Gigi 2
3 Sarjana Kesehatan Masyarakat 9
4 Sarjana Keperawatan 2
5 Bidan 6
6 Perawat Kesehatan (SPK) 1
7 Perawat Gigi 1
8 Tenaga Laboratorium (SMAK) 1
9 Tenaga Farmasi 1
10 Apoteker 1
Tabel 7. Tenaga Kesehatan Puskesmas Layang

36
3.4.4 Sarana Pelayanan Kesehatan
Puskesmas Layang terdapat beberapa fasilitas kesehatan yaitu :

1. Puskesmas Pembantu yang terdiri dari 3 :


a. Pustu 1 di Kelurahan Layang
b. Pustu 2 di Kelurahan Bunga Ejaya
c. Pustu 3 di Kelurahan Gaddong
2. 1 Unit Mobil Ambulance
3. 4 Unit Sepeda Motor

3.4.5 Visi Dan Misi Puskesmas


A. Visi Puskesmas Layang
Visi Puskesmas Layang adalah menjadi pusat pembangunan dan
pelayanan kesehatan masyarakat yang terpadu, bermutu dan
profesional.

B. Misi Puskesmas Layang


a. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang meliputi kegiatan
preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.
b. Memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan
berkualitas untuk seluruh lapisan masyarakat tanpa
membedakan ras, agama dan sosial ekonomi.
c. Meningkatkan peran serta aktif masyarakat dalam upaya
keberhasilan program kesehatan berbasis masyarakat.
d. Meningkatkan keterampilan dan profesional SDM serta
mencapai pelayanan yang sesuai standar mutu.
e. Mewujudkan kemandirian masyarakat dalam perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS).

37
3.4.6 Upaya Kesehatan
Puskesmas Layang sebagai unit teknis Dinas Kesehatan Kota Makassar
yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
Puskesmas Layang berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Dengan demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak


pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan
masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Dengan fungsi tersebut maka Upaya Kesehatan di Puskesmas Layang


terbagi atas 2 (dua) Upaya Kesehatan Yaitu :

1. Upaya Kesehatan Wajib, meliputi :


a. Upaya Promosi Kesehatan (Promkes)
b. Upaya Kesehatan Lingkungan (Kesling)
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB)
d. Upaya Pencegahan Penyakit Menular (P2M)
e. Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan, meliputi :
a. Upaya Kesehatan Sekolah
b. Upaya Kesehatan Olahraga
c. Upaya Kesehatan kerja
d. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
e. Upaya Kesehatan Usia lanjut
f. Perawatan Kesehatan Masyarakat

Puskesmas Layang memiliki beberapa ruangan yang terdiri dari :


1. Ruangan pengambilan kartu/loket
2. Ruang pemeriksaan dokter/kamar periksa
3. Ruang pemeriksaan gigi dan mulut

38
4. Ruang KIA dan KB
5. Ruang P2M dan laboratorium
6. Ruang pengambilan obat/apotek
7. Ruang tata usaha
Ruang kepala puskesmas

3.4.7 Alur Pelayanan

Pasien

Loket

Kamar Periksa Rujuk Pasien

Poli Umum
Poli Gigi Laboratorium

Ruang Tindakan

Apotik

Pasien

Gambar 6. Bagan Alur Pelayanan Puskesmas Layang

39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL STUDI KASUS


4.1.1 Pasien
 Anamnesis
a. Identitas Pasien
o Nama Penderita : Ny. R
o Jenis Kelamin : Perempuan
o Tanggal Lahir : 7 Agustus 1973 ( 45 tahun)
o Alamat : Jl. Tinumbu lr 142
o Tanggal Pemeriksaan : 25 Februari 2019
o Anamnesis : Autoanamnesis

b. Keluhan Utama
Bengkak dan nyeri pada persendian

c. Anamnesis Terpimpin
Bengkak dan nyeri pada persendian dialami sejak 7 hari yang lalu.
Nyeri pada sendi kedua tangan, terutama bila digerakkan dan pasien
merasa kaku pada saat bangun tidur selama lebih dari 1 jam. Nyeri
sebelumnya ada, tapi tidak berat semenjak 1 bulan yang lalu. Riwayat
demam ada, dialami 1 minggu yang lalu, bersamaan dengan timbulnya
nyeri pada sendi-sendi. Saat ini nyeri kepala (-). batuk (-) batuk darah (-),
sesak nafas (-), nyeri dada (-), riwayat sesak dan nyeri dada sebelumnya (-
), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), riwayat nyeri ulu hati (-), nafsu
makan biasa. Buang air besar saat ini lancar 1 kali sehari berwarna kuning
konsistensi lunak. Buang air kecil lancar berwarna kuning jernih. Riwayat
penyakit rematik dan dalam keluarga (-).
Riwayat DM tidak diketahui. Riwayat DM pada keluarga (-).
Riwayat jika mendapatkan luka sukar sembuh (-)

40
- Riwayat Hipertensi (+).
- Riwayat penyakit jantung (-). Riwayat penyakit jantung pada keluarga
(-)
- Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-)
- Riwayat minum obat diuretik (-)
- Riwayat minum kopi (+)
- Riwayat merokok (-)
- Riwayat penyakit maag (-)
- Riwayat minum minuman beralkohol (-)
- Riwayat penyakit kuning (-)
- Riwayat benjolan (+) pada kedua tangan
 Pemeriksaan Fisik
a. Status Present:
o Sakit Sedang/Gizi Cukup/ Compos mentis
o BB= 65 kg; TB= 150 cm; LLA=30 cm; IMT=28,88 kg/m2 (obesitas
1)
b. Tanda Vital:
o Tensi : 130/80 mmHg
o Nadi : 80 kali/ menit (Reguler, kuat angkat)
o Pernapasan : 18 kali/ menit (Thoracoabdominal)
o Suhu : 36,9 oC (axilla)
c. Kepala:
o Ekspresi : Normal
o Simetris Muka : Simetris kiri dan kanan
o Deformitas : (-)
o Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
d. Mata:
o Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)
o Gerakan : Kesegala arah
o Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
o Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)

41
o Konjungtiva : Anemis (-)
o Sklera : Ikterus (-)
o Kornea : Jernih, reflex kornea (+)
o Pupil : Bulat, isokor, ∅2,5mm/2,5mm, RCL +/+,
RCTL +/+
e. Telinga:
o Tophi : (-)
o Pendengaran : Tidak ada kelainan
o Nyeri Tekan di Proc. Mastoideus : (-)
f. Hidung:
o Perdarahan : (-)
o Sekret : (-)
g. Mulut:
o Bibir : Kering (-), stomatitis (-)
o Gigi Geligi : Karies (-)
o Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
o Farings : Hiperemis (-)
o Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
o Lidah : Kotor (-)
h. Leher:
o Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
o Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
o DVS : R+2 cmH2O
o Pembuluh Darah : Bruit (-)
o Kaku Kuduk : (-)
o Tumor : (-)
i. Dada:
o Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
o Bentuk : Normothoraks
o Pembuluh Darah : Bruit (-)
o Buah Dada : Tidak ada kelainan

42
o Sela Iga : Tidak ada pelebaran
o Lain-lain : Barrel chest (-), pigeon chest (-),
o massa tumor : (-)
j. Paru:
o Palpasi:
i. Fremitus Raba : Kiri = Kanan
ii. Nyeri Tekan : (-)
o Perkusi:
i. Paru Kiri : Sonor
ii. Paru Kanan : Sonor
iii. Batas Paru Hepar : ICS V-VI anteriordextra
iv. Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal X dextra
v. Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal XI sinistra
o Auskultasi:
i. Bunyi Pernapasan :Vesikuler
ii. Bunyi Tambahan :
Ronkhi - - Wheezing - -
- - - -
- - - -
k. Jantung :
a. Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
c. Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung
kanan:linea parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea
midclavicularis sinistra)
d. Auskultasi :
i. BJ I/II : Murni reguler
ii. Bunyi Tambahan : Bising (-)
l. Perut :
a. Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
b. Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan epigastrik (-)

43
i. Hati : Tidak teraba
ii. Limpa : Tidak teraba
iii. Ginjal : Ballotement (-)
iv. Lain-lain : Kulit tidak ada kelainan
c. Perkusi : Timpani (+) , Shifting dullness (-)
d. Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
m. Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
n. Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
o. Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
a. Palpasi : Gibbus (-)
b. Nyeri Ketok : (-)
c. Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
d. Gerakan : Dalam batas normal
p. Ekstremitas
Tampak benjolan pada manus dextra sinistra, kontraktur digiti I, II,
III, IV, V manus dextra. Nyeri tekan pada benjolan (+)
 Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
 Diagnosis
Rheumatoid Arthritis
4.1.2 Penatalaksanaan Awal dan Edukasi
 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
- Natrium diklofenak 25mg/12jam/oral
- Vitamin B1 B6 B12 /24jam/oral
b. Edukasi
- Melakukan olahraga ringan secara rutin.
- Kurangi aktivitas berat.
- Memperbaiki pola makan yang teratur dan gizi yang cukup.
- Menghindari makan-makanan yang mengandung tinggi purin seperti
kacang-kacangan, sayur bayam, dll.

44
- Mengurangi konsumsi kopi, makanan yang pedas, dan makanan yang
merangsang peningkatan asam lambung lainnya.
- Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga.
 Anjuran Pemerikaan
a. Kontrol Darah Rutin
b. Foto Radiologi
c. Pemeriksaan RF
 Prognosis
a. Ad Vitam : Dubia ad bonam
b. Ad Functionam : Dubia ad bonam
c. Ad Sanationam : Dubia ad bonam
4.1.3 Pendekatan Holistik
 Profil Keluarga
Pasien Ny. R adalah seorang ibu dalam keluarga. Ny. R tinggal
bersama suami dan kedua anaknya. Pekerjaan sehari-hari Ny. R adalah
mengurus rumah tangga.
 Karateristik Demografi Keluarga
o Identitas kepala keluarga : Tn. M
o Identitas pasangan/pasien : Ny. R
o Identitas anak ke-1 : Nn. S
o Identittas anak ke-2 : An. Y
o Alamat : Jl. Tinumbu lr 142
o Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Tabel 8. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah

Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala 51
1 Tn. M Laki- laki SMA Wiraswasta
keluarga tahun
45
2 Ny. R Istri Perempuan SMA IRT
tahun

45
Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Anak 22
3. Nn. S Perempuan SMA Mahasiswa
Pertama tahun
Anak 16
4. An. Y Laki-laki SMP Pelajar
Kedua tahun

 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup


 Status kepemilikan rumah : Milik Sendiri

 Daerah perumahan : Padat

Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan

Luas rumah : 6 x 8 m2 Keluarga Ny. R tinggal di rumah

pribadi sejak 3 tahun lalu. Ny. R

Jumlah penghuni dalam satu rumah : 4 tinggal dalam rumah yang cukup

orang sehat namun lingkungan rumah yang

Luas halaman rumah : 1,5 x 8 m2 padat dan ventilasi yang kurang

Bertingkat memadai dan dihuni oleh 4 Orang.

Lantai rumah dari : tegel Dengan penerangan listrik 1300

Dinding rumah dari : tembok watt. Air sumur bor sebagai sarana

Jamban keluarga : ada air bersih keluarga.

Tempat bermain : tidak ada

Penerangan listrik : 1300 watt

Ketersediaan air bersih : ada

Tempat pembuangan sampah : ada

Tabel 9. Lingkungan Tempat Tinggal Pasien tanggal 25 Februari 2019

46
 Kepemilikan Barang-Barang Berharga
Keluarga Ny. R memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya
antara lain yaitu, satu buah televisi yang terletak di ruang keluarga, kipas
angin di kamar tidur, satu buah rice cooker, dan satu buah kulkas
 Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
o Jenis tempat berobat : Puskesmas
o Asuransi / Jaminan Kesehatan : JKN
 Pola Konsumsi Keluarga
Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan
yang biasa dihidangkan anak dari Ny. R terdiri dari nasi, sayur, dan lauk
yang digoreng yang biasanya dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi
cukup bervariasi antara lain sayuran hijau, terutama kangkung dan bayam
baik direbus atau ditumis dan cukup jarang mengonsumsi buah. Lauk yang
dihidangkan bervariasi seperti telur, tahu maupun tempe. Untuk buah-
buahan sangat jarang dikonsumsi oleh keluarga ini. Pola makan keluarga
ini tiga kali sehari, terdiri dari sarapan pagi, makan siang dan makan
malam, diantaranya terkadang keluarga ini mengkonsumsi gorengan yang
di buat sendiri sebagai cemilan. Di dalam sehari, Ny. R memiliki
kebiasaan makan sebanyak tiga kali sehari.
 Pola dukungan keluarga
o Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah Dalam Keluarga
Pasien masih memiliki anak yang membantu pasien dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.
o Faktor Penghambat Terselesaikaanya Masalah Dalam Keluarga
Di antara yang merupakan faktor penghambat terselesaikannya
masalah dalam keluarga yaitu kurangnya pengetahuan keluarga
mengenai penyakit yang diderita pasien sehingga tidak ada upaya
pencegahan faktor penyebab rheumathoid arthritis, disertai dukungan
gaya hidup sehat yang kurang dari keluarga.

47
 Analisa Kedokteran Keluarga (Family Assesment Tools)
a. Fungsi Fisiologis (Skor APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu
keluarga yang dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan
menilai 5 Fungsi pokok keluarga, antara lain:
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan
yang dibutuhkan.
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi
dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan
semua anggota keluarga.
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang
serta interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan
dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian:
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

48
Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita
Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No. Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Jika obat Anda habis /nyeri pada
sendi Anda muncul apakah ada √
anggota keluarga yang bersedia
mengantarkan Anda ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah

ada anggota keluarga yang selalu
mengingatkan untuk konsumsi obat?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak memasak karena
keterbatasan anda akibat penyakit

yang anda derita, apakah anak anda
mau mengerti dengan anda?

4. Affection (Kasih Sayang)


Jika Anda merasa cemas akibat
penyakit anda, apakah anggota
keluarga yang lain selalu
mendampingi Anda dalam mengatasi √
kecemasan tersebut?

49
Penilaian

Hampir
Hampir Kadang-
No. Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
5. Resolve (Kebersamaan)
Anda disarankan untuk mengurangi
konsumsi makanan yang tinggi purin
dan makanan yang digoreng. Apakah √
anggota keluarga yang lain
mengkonsumsi menu yang sama dan
makan bersama?
Total Skor 6
Tabel 10. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 6 ini menunjukkan Fungsi keluarga
kurang sehat.

b. Fungsi Patologis (SCREEM)


Aspek sumber daya patologi
- Sosial:
Pasien baik dalam bermasyarakat dengan tetangga.
- Cultural:
Pasien memiliki tradisi dimana saat mengadakan acara lebih sering
menghidangkan makanan yang disertai kacang-kacangan serta lauk yang
banyak mengandung bayam didalam makanan tersebut
- Religious:
Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu dan puasa.
- Economy:
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi belum tercukupi.
- Education:
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA

50
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari
puskesmas dan memiliki asuransi kesehatan JKN.
c. Genogram (Fungsi Genogram)
Dalam keluarga pasien hanya pasien yang menderita Rheumathoid Arthritis

Keterangan :
: Keluarga Ny. R
: Laki-laki normal
: Anak normal
: Wanita rheumathoid arthritis
Gambar 7. Genogram Keluarga Pasien
 Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga ini adalah Nuclear Family yaitu keluarga yang
terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak secara garis vertical ataupun
horizontal. Pasien sehari-hari melakukan aktivitas dalam rumah.
 Hubungan Anggota Keluarga
Ny. R memiliki seorang suami dan anak-anak. Hubungan antara anggota
keluarga kurang baik, mereka tidak terlalu rutin untuk berkumpul serta
berkomunikasi.

4.2 PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini adalah Rheumatoid Arthritis, didapatkan
berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek
risiko internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan
melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.

51
4.2.1. Diagnosis Klinis
 Anamnesis Holistik
a. Aspek Personal
Saat kami mendatangi rumah pasien, pasien sedang berada di
dapur. Kemudian pasien diberitahu oleh anak pasien bahwa petugas
dari puskesmas telah datang. Pasien baru pertama kali mendapat
kunjungan dari pihak pukesmas untuk mengontrol keadaan pasien,
disamping itu pasien sangat begitu senang karena ada teman berbagi
cerita. Pasien masih memiliki harapan untuk bisa beraktifitas seperti
sedia kala.
b. Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosis Rheumatoid Arthritis.
c. Aspek Faktor Risiko Internal
Dulunya pasien sering lupa dan malas ke puskesmas. Pasien
kurang menerapkan pola hidup sehat berupa pola makan yang baik.
Pasien selalu mengutamakan untuk bekerja.
d. Aspek Faktor Risiko Eksternal
Tidak ada pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu
rumah. Keluarga pasien kurang memerhatikan kondisi penyakit
pasien, dikarenakan kesibukan dari anak dan suaminya sebagai
keluarga sehingga tidak mengingatkan untuk berobat.
e. Aspek Fungsional
Tn. M selaku suami selalu berada diluar rumah untuk bekerja
sebagai Wiraswasta. Nn. S selaku anak banyak menghabiskan waktu
untuk kuliah sehingga jarang mengingatkan Ny. R untuk berobat ke
puskesmas.
f. Derajat Fungsional
Derajat 3 yaitu ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih
bisa dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
g. Rencana Pelaksanaan

52
- Pertemuan ke-1: Rumah pasien Jalan Tinumbu lr 142 tanggal 25
Februari 2019 pukul 12.30 WITA.
Tabel 11. Rencana Pelaksanaan (Plan of Action)
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Memberikan edukasi Pasien Pada Pasien dapat Tidak Tidak
person kepada pasien saat sadar dan ada menol
al mengenai penyakit kunjun mengerti ak
Rheumatoid Arthritis gan akan
dan komplikasi serta rumah pentingnya
memberikan informasi pola hidup
mengenai sehat
perkembangan
penyakitnya.
Aspek Memberikan obat RA Pasien Pada Keluhan yang Tidak Tidak
klinik untuk mengontrol saat dirasakan ada menol
serangan penyakit dan kunjun pasien ak
untuk mengurangi gan berkurang,
gejala rumah Peradangan
pada jari
berkurang,
melakukan
fisioterapi

Aspek Mengajarkan Pasien Pada Keluhan yang Tidak Tidak


risiko bagaimana pola makan saat dirasakan ada menol
internal yang baik, kunjun pasien ak
menganjurkan untuk gan berkurang,
menjaga hygenitas diri rumah Peradangan
pada jari
berkurang.
Aspek Menganjurkan keluarga Keluarga Pada Keluarga Tidak Tidak
risiko selalu memberi saat memberi ada menol
externa dukungan kepada pasien kunjun perhatian dan ak
l agar selalu menjaga gan dukungan
kesehatannya dan selalu rumah lebih kepada
mengingatkan pasien
pasien dan
untuk minum obat, dan
mendukung pola diet pasien lebih
pasien. termotivasi
Menganjurkan kepada untuk
keluarga pasien untuk sembuh
tetap meningkatkan
komunikasi yang baik
dengan pasien

53
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Menganjurkan untuk Pasien Pada Agar kondisi Tidak Tidak
fungsio rajin melakukan saat tubuh selalu ada menol
nal fisioterapi serta kunjun sehat dan ak
menghindari hal-hal gan bugar, agar
yang bisa mencederai rumah kelemahan
pasien. pada tubuh
pasien bisa
berkurang

h. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik, Tanda Vital: Tekanan Darah: 130/80
mmHg, Nadi : 80 x/menit, Pernapasan : 18 x/menit, Suhu :
36.9oC. Tampak kelemahan pada tangan dan lengan kanan dan
kiri. Sensibilitas pada keempat ekstremitas normal.
i. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
j. Diagnosis Holistik
- Diagnose Klinis:
Diagnosis pada pasien ini adalah Rheumatoid Arthritis,
didapatkan berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek
personal, aspek klinik, aspek risiko internal, dan aspek risiko
eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan
pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.
Menurut American Rheumatism Association 1987, diagnosa
arthritis reumatoid dapat dikatakan positif apabila sekurang-
kurangnya empat dari kriteria sudah berlangsung selama 6 minggu.
Kriteria tersebut adalah:
1. Kekakuan dipagi hari lamanya paling tidak 1 jam
2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi
3. Arthritis sendi-sendi jari tangan
4. Arthritis yang simetris
5. Nodul rheumatoid

54
6. Faktor rheumatoid dalam serum
- Diagnose Psikososial:
 Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga pola makan.
 Kurangnya perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi
kesehatan pasien.
 Tidak ada pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu
rumah. Keluarga pasien kurang memerhatikan kondisi
penyakit pasien, kurangnya komunikasi antara pasien dan
anggota keluarga dikarenakan kesibukan dari suami dan
anak-anaknya sebagai keluarga sehingga tidak mengingatkan
untuk berobat.
4.2.2. Penatalaksanaan dan Edukasi
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi pencegahan
primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga pasien).
 Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit
Rheumatoid Arthtritis antara lain:
- Mengontrol kesehatan
- Mengatur pola makan
- Mengontrol diit
 Pencegahan Sekunder
a. Pengobatan Farmakologi
- Natrium diklofenak 25mg/12 jam/oral
- Vit B1 B6 B12 /24 jam/oral
b. Pengobatan Non Farmakologi
- Melakukan olahraga ringan secara rutin
- Kurangi aktifitas berat
- Memperbaiki pola makan yang teratur dan gizi yang cukup
- Menghindari makan-makanan yang mengandung tinggi purin seperti
kacang-kacangan, sayur bayam, dll.
- Menghindari makan-makanan yang berlemak

55
- Mengurangi konsumsi kopi, makanan yang pedas
- Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga
 Terapi Untuk Keluarga
Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama yang
berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien. Dimana anggota
keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan dukungan dan motivasi
kepada pasien diit rendah purin. Selain itu apabila kita kembali mengingat bahwa
silsilah keluarga ini dengan resiko penyakit metabolik yang tinggi sehingga,
penting mengingatkan ke anggota keluarga untuk menjaga pola makan serta
melakukan kebiasaan hidup yang sehat.
4.2.3. Pendekatan Holistik
 Analisa Kasus
Tabel 12. Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien post Rheumatoid
Arthritis.
Skor Resume Hasil Akhir Skor
Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Perbaikan Akhir
Faktor biologis
- Rheumatoid 2 - Edukasi mengenai - Terselenggara 4
merupakan penyakit, penyebab penyuluhan
penyakit serta tanda dan gejala - Keluarga memahami
Autoimun dan dari penyakit tersebut bahwa penyakirt
Genetik rheumathoid arthritis
- Edukasi pasien memerlukan
- Jenis Kelamin 2 mengenai pengobatan yang 4
(perempuan) kemungkinan terkena lama dan teratur
penyakit Rheumatoid - Keluaga dan pasien
- Riwayat Obesitas 2 Arthritis pada memahami
perempuan pentingnya 4
- Hiperurisemia melakukan olahraga
1 - Edukasi pasien untuk serta penurunan
melakukan olahraga/ bedan dengan mau
menurunkan berat menerapkan gaya
badan dengan hidup sehat
menerapkan gaya - Pasien mengerti
hidup sehat pentingnya
pemeriksaan lab rutin 4
- Edukasi pasien untuk serta keluarga
rutin melakukan bersedia membantu
pemeriksaan lab pasien untuk kontrol
untuk memantau lab di puskesmas
keadaan pasien

56
Skor Resume Hasil Skor
Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Akhir Perbaikan Akhir
Faktor ekonomi
dan pemenuhan
kebutuhan 4 - Motivasi mengenai - Keluarga 4
- Kondisi ekonomi perlunya memiliki menyisihkan
menengah ke tabungan pendapatan untuk
bawah sehingga tabungan
tidak memiliki - Mengingatkan untuk
tabungan tetap bertawakkal - Memiliki rasa 4
kepada Allah, dan Tawakkal kepada
- Kehidupan sosial yakinkan bahwa Allah, dan menjalin
dengan 3 semua akan baik-baik hubungan yang baik
lingkungan saja. Serta tetap dengan tetangga
cukup baik menjaga silaturahmi
dengan tetangga.

Faktor perilaku
kesehatan
- Pasien tidak 2 - Edukasi tentang - Anggota keluarga 4
patuh untuk pentingnya mengikuti paham pentingnya
mengikuti senam kegiatan rutin senam mengikuti kegiatan
prolanis prolanis serta senam prolanis dan
- Higiene pribadi 3 manfaat dari senam mau membantu
yang cukup kepada pasien pasien untuk
namun - Edukasi tentang mengikuti kegiatan
lingkungan yang pentingnya PHBS rutin tersebut
kurang bersih dirumah untuk - Anggota keluarga 4
mencegah infeksi. paham akan
2 pentingnya PHBS
- Berobat tidak dan mau
Teratur - Edukasi untuk berobat mengaplikasikan
secara teratur serta dengan baik PHBS
minum obat sesuai dilingkungan dan 5
anjuran dokter rumah mereka

- Pasien berobat
secara teratur dan
minum obat sesuai
anjuran dokter

57
Skor Resume Hasil Skor
Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Akhir Perbaikan Akhir
Faktor Psikososial
- Kurangnya 2 - Menyarankan kepada - Anggota keluarga 4
perhatian anggota keluarga bersedia memberi
keluarga pasien untuk lebih perhatian perhatian lebih
terhadap penyakit dengan kondisi kepada pasien
yang diderita pasien - Anggota keluarga 4
pasien 2 bersedia untuk
- Menyarankan kepada mengikuti
- Kurangnya anggota keluarga penyuluhan ataupun
pengetahuan ataupun pasien untuk kegiatan-kegiatan
mengenai lebih aktif dalam sosialiasi yang
Rheumatoid mengikuti kegiatan diadakan oleh
Arthritis penyuluhan yang puskesmas
diadakan oleh
- Motivasi untuk 2 puskesmas - Pasien termotivasi 4
sembuh kurang untuk sembuh
- Memotivasi pasien
serta menjelaskan
kepada pasien bahwa
penyakitnya dapat
sembuh apabila
pasien berobat secara
teratur
Faktor gaya hidup
- Kebiasaan pasien 2 - Edukasi pasien untuk - Keluarga pasien 4
mengkonsumsi mengurangi mengerti dan siap
makanan yang makanan tinggi purin mengganti menu
tinggi purin, dengan mengganti makanan dan tekhnik
masak dalam
digoreng serta makanan jenis
kehidupan sehari-hari
kopi lainnya dengan lebih - Pasien dan keluarga
- Kurang aktifitas sering mengukus mengerti pentingnya
fisik 2 makanan olahraga dan siap 4
- Istirahat yang - Edukasi mengenai membantu
kurang 2 pentingnya olahraga mengingatkan pasien
selain melakukan untuk melakukan
aktifitas sehar-hari olahraga
dirumah - Pasien dan keluarga
- Edukasi pasien mengerti mengenai
mengenai pentingnya bagaimana pentingnya
istirahat yang cukup
istirahat yang cukup
serta berkualitas serta
dan berkualitas siap menerapkan 4
dalam kehidupan
sehari-hari
Total Skor 33 61
Rata-rata Skor 2,2 4,1

58
Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan
sepenuhnyaoleh provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian
besar oleh provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung
pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga
 Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, dan Penatalaksanaan Selanjutnya
Pertemuan ke 1 : 25 Februari 2019
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
o Memperkenalkan diri dengan pasien.
o Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
o Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
o Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-
ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
o Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat
yang akan dipergunakan.
o Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
o Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
o Membuat diagnosis holistik pada pasien.
o Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis

59
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
- Diagnosa klinis:
Diagnosis pada pasien ini adalah Rheumatoid Arthritis, didapatkan
berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik,
aspek risiko internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan
penunjang dengan melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan
diagnostik holistik.
- Diagnosis psikososial:
Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga pola makan serta
kurangnya perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi kesehatan
pasien.
- Prinsip kedokteran keluarga yang memandang pasien secara holistik harus
senantiasa dijalankan dalam praktik sehari-hari karena ternyata banyak
faktor baik dari internal maupun eksternal pasien yang dapat memengaruhi
perjalanan suatu penyakit.
- Dengan mengetahui faktor-faktor resiko yang ada, maka pencegahan dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien.

5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. R, maka disarankan
untuk:
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mencetuskan penyakit Rheumatoid
arthritis.
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
Rheumatoid Arthritis serta komplikasi yang ditimbulkan pada saat tidak
teratur mengonsumsi obat.
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk sembuh.

60
- Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan
mengontrol penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.

61
DAFTAR PUSTAKA

1. Lipsky, Peter E. Rheumatoid Arthritis. In: Kasper LK, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL, editors. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.1968-76
2. Kent PD and Matteson EL, editors. Clinical Feature and Differential
Diagnosis. In: St.Clair EW, Pisetsky DS, and haynes BF, editors. Rheumatoid
Arthritis 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.11-23
3. Snaith, Michael L. ABC of Rheumatology 3rd ed. London: BMJ Books;
2004.p.50-5
4. Sommer OF, Kladosek A, Weiller V, Czembirek H, Boeck M, and Stiskal S.
Rheumatoid Arthritis: A Practical Guide to State-of-the-Art Imaging, Image
Interpretation, and Clinical Implications. Austria: RadioGraphics;
2005.p.381-398
5. Eisenberg RL and Johnson NM, editors. Comprehensive Radiographic
Pathology 4th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2003.p.1134-5
6. Coote A and Haslam P, editors. Crash Course Rheumatology and
Orthopaedics 1st ed. New York : Mosby; 2004.p.51-9
7. Waugh A and Grand A, editors. Rose and Wilson Anatomy and Physiology in
Health and Illness 9th ed. Edinburg: Churchill Livingstone; 2001.p.414-5
8. Cothran Jr RL and Matinez S, editors. Radiographic Findings. In: St.Clair
EW, Pisetsky DS, and haynes BF, editors. Rheumatoid Arthritis 1st ed. New
York: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.80-9

62
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Gambar 8. Tampak Depan Rumah Pasien

Gambar 9. Wawancara dengan pasien

63
Gambar 10. Kondisi Dapur dan Tempat Cuci piring

64

Anda mungkin juga menyukai