Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Semakin meningkatnya umur harapan hidup (UHH) menyebabkan
bertambahnya jumlah lanjut usia (lansia). Hal ini dapat menimbulkan
perubahan pola penyakit, dari penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif
seperti hipertensi.1,2 Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi
peningkatan UHH dari 69,43 tahun pada tahun 2010 menjadi 69,65 tahun
pada tahun 2011 dengan persentase populasi lansia adalah 7,58% dari total
penduduk Indonesia. Lansia perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Jenis
keluhan yang paling banyak dialami lansia terkait dengan penyakit kronis,
seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes. Penyakit
yang paling banyak diderita oleh pasien rawat jalan dalam kelompok usia 45-
64 tahun dan di atas 65 tahun adalah hipertensi.3
Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan dimana tekanan darah sistolik
(TDS) ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg yang
diukur oleh tenaga kesehatan minimal dua kali pengukuran atau
mengkonsumsi obat antihipertensi. Penyakit ini dikategorikan sebagai the
silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi
sebelum memeriksakan tekanan darahnya.1
Hampir 1 miliar atau sekitar seperempat dari seluruh populasi orang
dewasa di dunia menyandang tekanan darah tinggi. Pada populasi lansia,
separuh populasi hipertensi berusia diatas 60 tahun. Pada tahun 2025
diperkirakan penderita tekanan darah tinggi mencapai hampir 1,6 miliar orang
di dunia. Hipertensi menyumbang 18,5% kematian. Hipertensi menjadi
penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis dan jumlahnya
mencapai 6,8 % dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di
Indonesia.1
Menurut data riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi
hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5%.4 Faktor risiko yang berperan

1
dalam terjadinya hipertensi adalah status gizi. Risiko hipertensi meningkat
sebesar 2,79 kali, gemuk 2,15 kali dan normal 1,44 kali dibandingkan dengan
mereka yang berstatus gizi kurus.

1.2.RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya Hipertensi?
2. Apakah perubahan usia menjadi salah satu faktor risiko penyebab
Hipertensi?
3. Bagaimana tingkat pengetahuan pasien dan keluarga dalam menyikapi
Hipertensi?
4. Bagaimana hasil dari terapi yang telah diberikan kepada penderita
Hipertensi?

1.3 ASPEK DISIPLIN DAN ILMU YANG TERKAIT DENGAN


PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF PADA
PASIEN HIPERTENSI
Untuk pengendalian permasalahan Hipertensi pada tingkat individu dan
masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi
dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik
pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas di
layanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi
yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan
pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi
mempunyai landasan berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu
kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1): untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Hipertensi secara
individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik,
moral dan peraturan perundangan.

2
2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2): Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial dan
budaya sendiri dalam penanganan Hipertensi, melakukan rujukan sesuai
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku serta
mengembangkan pengetahuan.
3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3): Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Hipertensi.
4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4): Mahasiswa mampu memanfaatkan
teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik
kedokteran.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5): Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian Hipertensi secara holistik dan
komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas berdasarkan
landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang optimum.
6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6): Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Hipertensi dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7): Mahasiswa
mampumengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah memberikan
tatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu
yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip
pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses
pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil
penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).

3
1.4.1 Tujuan Umum:
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah dapat
menerapkan penatalaksanaan pasien Hipertensi dengan pendekatan
kedokteran keluarga secara komprehensif dan holistik, sesuai dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence based
medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko dan
masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan pasien Hipertensi dengan
pendekatan diagnostik holistik di Puskesmas Mamajang Makassar.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Untuk penerapan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang,
serta menginterpretasikan hasilnya dalam mendiagnosis Hipertensi.
2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana Hipertensi sesuai Standar Kompetensi
Dokter Indonesia.
3. Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada tingkat
individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian
Hipertensi.
4. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dalam pengendalian Hipertensi.
5. Untuk memanfaatkan sumber informasi terkini dan melakukan kajian ilmiah
dari data di lapangan untuk melakukan pengendalian Hipertensi.

1.4.3 Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (pasien)
Menambah wawasan akanHipertensi yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh sehingga dapat memberikan keyakinan untuk
menghindari faktor pencetus.

4
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita hipertensi.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai Evidence Based Medicine dan
pendekatan diagnosis holistik hipertensi serta dalam hal penulisan studi
kasus.

1.5. INDIKATOR KEBERHASILAN TINDAKAN


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien
dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik berbasis Kedokteran
Keluarga adalah:
1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab
Hipertensi.
2. Kepatuhan penderita datang berobat untuk mengontrol etiologi hipertensi di
layanan primer (Puskesmas) sudah teratur atau penderita bersedia menerima
petugas kesehatan yang berkunjung pada saat dilakukan Kunjungan Rumah /
Home Care.
3. Pasien memahami komplikasi yang dapat terjadi dari hipertensi.
4. Perbaikan gejala sisa dapat dievaluasi setelah dilakukan terapi farmakologi
serta fisioterapi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan tindakan
pengobatan didasarkan atas berkurangnya atau tidak ada lagi keluhan dari pasien,
perbaikan gejala sisa dapat dievaluasi setelah dilakukan setelah dilakukan terapi
farmakologi serta fisioterapi.

5
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 KERANGKA TEORI

Gambaran Penyebab Hipertensi

USIA

JENIS KELAMIN

RAS / ETNIK

HIPERTENSI
LIFE STYLE

OBESITAS
1. Penyakit Jantung
DISLIPIDEMIA 2. Stroke
3. Penyakit Ginjal Kronis
4. Penyakit Arteri Perifer
5. Retinopati

Gambar 1. Kerangka teori

6
2.2.1 KONSEP MANDALA
Pendekatan Konsep Mandala

Gaya Hidup
- Kebiasaan mengkonsumsi
makanan asin
Lingkungan Psiko-Sosio-
Ekonomi
- Pasien sudah menikah dan
memiliki anak dan cucu
Perilaku Kesehatan Keluarga - Pengawasan dari anggota
- Hygiene pribadi dan - Riwayat keluarga tidak keluarga terhadap aktivitas
lingkungan kurang baik ada yang menderita pasien di rumah baik.
- Pasien minum obat hipertensi - Kehidupan sosial dengan
- Bersikap suportif dan lingkungan baik
hipertensi secara teratur - Pendapatan keluarga tergolong
mengingatkan pasien
untuk meminum obat sedang
secara rutin

Pasien Lingkungan Kerja


Pelayanan Kesehatan -Pasien seorang ibu rumah tangga
-Jarak rumah dengan puskesmas Keluhan sering tegang pada yang sering melakukan aktivitas
dekat daerah tengkuk dan nyeri fisik seperti menyapu, mencuci,
-keluarga memiliki asuransi pada lutut kanan. memasak, dll
kesehatan BPJS Status Gizi : Baik
TD 140/90 mmHg

--
Faktor Biologi Lingkungan Fisik
- Riwayat keluarga dengan - Ventilasi dan sinar
penyakit yang sama. matahari kurang
- Usia pasien yang rentan - Kebersihan rumah
terkena penyakit Komunitas kurang
- Pemukiman
padat dengan
Sanitasi yang
kurang baik

Gambar 2. Konsep Mandala

7
2.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK PADA PELAYANAN
KEDOKTERAN KELUARGA DI LAYANAN PRIMER
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis manusia
adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang
kompleks fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan
dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang
diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian risiko
internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.
Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan
pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnosis Holistik:
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam
kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari risiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,
tujuannya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya

8
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011)
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi
(penerimaan, pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan
lembaran penyaring
4. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
5. Melakukan anamnesis
6. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
8. Menentukan resiko individual  diagnosis klinis sangat dipengaruhi
faktor individual termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial  dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
10. Menilai aspek fungsi sosial.

Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga di


layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus

9
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif
dan terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
1. Comprehensive care and holistic approach
2. Continuous care
3. Prevention first
4. Coordinative and collaborative care
5. Personal care as the integral part of his/her family
6. Family, community, and environment consideration
7. Ethics and law awareness
8. Cost effective care and quality assurance
9. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Personal: Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran
2. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup
dengan diagnosis kerja dan diagnosis banding

10
3. Aspek Internal: Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
4. Aspek Eksternal: Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial:
a. Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
b. Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan
c. Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan
d. Derajat 4: Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja,
bergantung pada keluarga
e. Derajat 5: Tidak dapat melakukan kegiatan

2.3. HIPERTENSI
2.3.1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar
dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup
istirahat (tenang).7 Hipertensi didefinisikan oleh Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg.6
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi
dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga,
jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan
yang mengandung natrium dan lemak jenuh.7
Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke,
kelemahan jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan
lain-lain yang berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti
otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian.

11
Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang merupakan salah satu
faktor resiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung
(cardiovascular).7,8

2.3.2. Epidemiologi Hipertensi


Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada
penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%.
Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%)
dan terendah di Papua Barat (20,1%). Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun
2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini
bisa terjadi berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda,
masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi. Prevalensi
tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang terendah
(16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner
terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga
kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang
minum obat sendiri.17
Selanjutnya gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis
individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia
menderita penyakit hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar
252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Suatu
kondisi yang cukup mengejutkan. Terdapat 13 provinsi yang persentasenya
melebihi angka nasional, dengan tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%)
atau secara absolut sebanyak 30,9% x 1.380.762jiwa = 426.655 jiwa.17
Secara absolut jumlah penderita hipertensi di 5 provinsi dengan prevalensi
hipertensi tertinggi berdasarkan Hasil Riskesdas 2013 adalah sebagai berikut:
No Provinsi Jumlah % Absolut
Penduduk Hipertensi Hipertensi
1 Bangka Belitung 1.380.762 30,9 426.655 jiwa
2 Kalimantan Selatan 3.913.908 30,8 1.205.483 jiwa

12
3 Kalimantan Timur 4.115.741 29,6 1.218.259 jiwa
4 Jawa Barat 46.300.543 29,4 13.612.359 jiwa
5 Gorontalo 1.134.498 29,4 33.542 jiwa
*berdasarkan estimasi penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun
2014, Pusdatin
Tabel 1. 5 Provinsi dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi dalam Jumlah Absolut
(Jiwa)

Gambar 3. Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan gambar di atas prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin tahun


2007 maupun tahun 2013 prevalensi hipertensi perempuan lebih tinggi disbanding
laki-laki.22

Tabel 2. Risiko Hipertensi Menurut Faktor Sosio-Demografi

13
Tabel 3. Risiko Hipertensi Berdasarkan Faktor Risiko Perilaku

Tabel 4. Risiko Hipertensi Berdasarkan Faktor Fisik dan Riwayat Penyakit

Berdasarkan epidemiologi penyakit hipertensi diatas, maka penyakit


Hipertensi terjadi karena interaksi antara agen penyakit, pejamu (manusia) dan
lingkungan, yaitu suatu keadaan saling mempengaruhi antara agen penyakit,

14
manusia dan lingkungan secara bersama-sama dan keadaan tersebut memperberat
satu sama lain sehingga memudahkan agen penyakit untuk menyebabkan
hipertensi. Penjelasan keterkaitan antara 3 faktor tersebut sebagai berikut:
A. Host (Penjamu)
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit hipertensi pada penjamu :
a. Daya Tahan Tubuh
Penyakit Hipertensi dipengaruhi oleh daya tahan tubuh manusia itu
sendiri. Daya tahan tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh kecukupan gizi,
aktifitas, dan istirahat. Kesibukan yang padat juga membuat orang kurang
berolagraga dan berusaha mengatasi stresnya dengan merokok , minum
alkohol, atau kopi sehingga daya tahan tubuh menjadi menurun dan memiliki
resiko terjadinya penyakit hipertensi.17
b. Genetik/keturunan
Pakar juga menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita
hipertensi (genetik) dengan resiko untuk juga menderita penyakit ini.23
c. Umur
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun
dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian
berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Tetapi di atas usia
tersebut, justru wanita (setelah mengalami menapouse ) berpeluang lebih
besar.17
Para pakar menduga perubahan hormonal berperan besar dalam terjadinya
hipertensi di kalangan wanita usia lanjut. Namun sekarang penyakit hipertensi
tidak memandang golongan umur.23
d. Jenis Kelamin
Pada umumnya lebih banyak pria menderita hipertensi dibandingkan
dengan perempuan. Wanita > Pria pada usia> 50 tahun. Pria > wanita pada
usia< 50 tahun.23

15
e. Adat Kebiasaan
Kebiasaan - kebiasaan buruk seseorang merupakan ancaman kesehatan
bagi orang tersebut seperti gaya hidup modern, kerja keras dalam situasi penuh
tekanan, dan stres terjadi yang berkepanjangan adalah hal yang paling umum
serta membuat orang kurang berolagraga , dan berusaha mengatasi stresnya
dengan merokok, minum alkohol atau kopi, padahal semuanya termasuk dalam
daftar penyebab yang meningkatkan resiko hipertensi.
Terbiasa untuk memakan makanan yang asin, sehingga sulit untuk dapat
menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit dikontrol,
terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah (warung,
restoran, hotel, dan lain-lain).18
Pola makan yang salah, dan salah dalam memilih makanan. Makanan yang
diawetkan dan garam dapur serta bumbu penyedap dalam jumlah tinggi, dapat
meningkatkan tekanan darah kerana mengandung natrium dalam jumlah yang
berlebih.18
f. Pekerjaan
Orang yang mengalami pekerjaan penuh tekanan, misalnya penyandang
jabatan yang menuntut tanggung jawab besar tanpa disertai wewenang
pengambilan keputusan, akan mengalami tekanan darah yang lebih tinggi
selama jam kerjanya, dibandingkan dengan rekan mereka yang pekerjaannya
lebih ringan. Stres yang terlalu besar dapat memicu terjadinya hipertensi,
penyakit jantung, dan stroke.23
g. Ras/Suku
Ras/Suku : Di USA, orang kulit hitam > kulit putih. Di Indonesia
penyakit hipertensi terjadi secara bervariasi.23

B. Agent (Penyebab Penyakit)


Agent adalah suatu substansi tertentu yang keberadaannya atau
ketidakberadaannya dapat menimbulkan penyakit atau mempengaruhi perjalanan
suatu penyakit. Untuk penyakit hipertensi yang menjadi agen adalah :

16
a. Faktor Nutrisi
· Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih
dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya,
konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang
umumnya boros menggunakan garam, serta kebiasaan memakan makanan yang
mengandung banyak garam sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang
agak tawar.
· Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik
ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi.
· Minuman berkafein dan beralkohol. Minuman berkafein seperti kopi dan
alkohol juga dapat meningkatkan resiko hipertensi. Konsumsi Makanan cepat saji
juga merupakan salah satu penyebab Hipertensi, karena mengandung penyedap
yang berlebihan.23
b. Faktor Kimia
Mengkonsumsi obat-obatan seperti kokain, Pil KB Kortikosteroid,
Siklosporin, Eritropoietin, Penyalahgunaan Alkohol, Kayu manis (dalam jumlah
sangat besar).
c. Faktor Biologi
Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar diketahui, namun peniliti telah
membuktikan bahwa tekanan darah tinggi berhubungan dengan resistensi insulin
dan/ atau peningkatan kadar insulin (hiperinsulinemia). Keduanya tekanan darah
tinggi dan resistensi insulin merupakan karakteristik dari sindroma metabolik ,
kelompok abnormalitas yang terdiri dari obesitas, peningkatan trigliserid, dan
HDL rendah (kolesterol baik) dan terganggunya keseimbangan hormon yang
merupakan faktor pengatur tekanan darah.23
Walaupun sepertinya hipertensi merupakan penyakit keturunan, namun
hubungannya tidak sederhana. Hipertensi merupakan hasil dari interaksi gen yang

17
beragam, sehingga tidak ada tes genetik yang dapat mengidentifikasi orang yang
berisiko untuk terjadi hipertensi secara konsisten.23
Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian
telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap
sebagai faktor resiko terjadi hipertensi.23
d. Faktor Fisik
· Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih
tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Gaya
hidup yang tidak aktif (malas berolah raga) bisa memicu terjadinya hipertensi
pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan.23
· Berat badan yang berlebih akan membuat seseorang susah bergerak dengan
bebas. Jantungnya harus bekerja lebih keras untuk memompa darah agar bisa
menggerakkan berlebih dari tubuh terdebut. Karena itu obesitas termasuk salah
satu yang meningkatkan resiko hipertensi.23

C. Environment (Lingkungan)
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia serta
pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan
manusia.17
Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup misalnya gaya hidup
kurang baik seperti gaya hidupnya penuh dengan tekanan (Stres). Stres yang
terlalu besar dapat memicu terjadinya berbagai penyakit seperti hipertensi. Dalam
kondisi tertekan adrenalin dan kortisol dilepaskan ke aliran darah sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan darah agar tubuh siap beraksi. Gaya hidup
yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan;
bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang
diturunkan.23
Terdapatnya perbedaan keadaan geografis, dimana daerah Pantai lebih
berisiko terjadinya penyakit hipertensi dibading dengan daerah pegunungan,
karena daerah pantai lebih banyak terdapat natrium bersama klorida dalam garam

18
dapur sehingga Konsumsi natrium pada penduduk pantai lebih besar dari pada
daerah pegunungan.
Penyakit hipertensi ditemukan di semua daerah di Indonesia dengan
prevalensi yang cukup tinggi. Dimana daerah perkotaan dengan gaya hidup
modern lebih berisiko terjadinya penyakit hipertensi dibandingkan dengan daerah
pedesaan.

2.3.3. Klasifikasi Hipertensi


Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik,
hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic
hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan
tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik
berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi
(denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri
dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang
nilainya lebih besar. 9
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan
tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan
pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh
darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan
terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya.
Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi di antara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan
peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik.9
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,
disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak faktor
yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan
saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan
Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti
obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.9

19
2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus.
Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing,
feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dan lain-lain.9
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII),
klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal,
prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II.9

Gambar 4. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC 7

2.3.4. Patofisiologi
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek
kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera.
Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang
mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama
ginjal.10,11
1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses
multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk
deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan

20
berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini
disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan
memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah,
pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu. 11
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah
vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.11
2) Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui
dua aksi utama.11
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.12
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah.12
3) Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak

21
ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.13

Gambar 5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

2.3.5 Faktor-faktor Risiko Hipertensi


Faktor resiko terjadinya hipertensi antara lain:
1) Usia
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki
meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat
pada usia lebih dari 55 tahun.14
2) Ras/etnik
Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering muncul pada
etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.14

22
3) Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada
wanita.14
4) Kebiasaan Gaya Hidup tidak Sehat
Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain minum
minuman beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok.12
a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok
menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru
dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin akan
memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau
adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung
untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi.14
Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan
darah karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan
bahan kimia dalam tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh
darah.14,15
Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan
oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat
karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup
ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya.16
Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan
oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat
karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup
ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya.16
b. Kurangnya aktifitas fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada
orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot
jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot

23
jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan
pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang
menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat
meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko
hipertensi meningkat.17,18
Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur
memiliki efek antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15
mmHg pada penderita hipertensi. Olahraga banyak dihubungkan dengan
pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah.
Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi.18

2.3.6 Diagnosis Hipertensi


Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan
sphygmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali
pengukuran dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan
posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi
jantung. Pengukuran dilakukan dalam keadaan tenang. Pasien diharapkan tidak
mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi tekanan darah
misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, alkohol dan sebagainya.19
Pasien yang terdiagnosa hipertensi dapat dilakukan tindakan lebih lanjut yakni :
1) Menentukan sejauh mana penyakit hipertansi yang diderita
Tujuan pertama program diagnosis adalah menentukan dengan tepat sejauh
mana penyakit ini telah berkembang, apakah hipertensinya ganas atau tidak,
apakah arteri dan organ-organ internal terpengaruh, dan lain- lain.19
2) Mengisolasi penyebabnya
Tujuan kedua dari program diagnosis adalah mengisolasi penyebab
spesifiknya. 19
3) Pencarian faktor risiko tambahan
Aspek lain yang penting dalam pemeriksaan, yaitu pencarian faktor-faktor
risiko tambahan yang tidak boleh diabaikan.19

24
4) Pemeriksaan dasar
Setelah terdiagnosis hipertensi maka akan dilakukan pemeriksaan dasar, seperti
kardiologis, radiologis, tes laboratorium, EKG (electrocardiography) dan
rontgen.19
5) Tes khusus
Tes yang dilakukan antara lain adalah :
a. X- ray khusus (angiografi) yang mencakup penyuntikan suatu zat warna
yang digunakan untuk memvisualisasi jaringan arteri aorta, renal dan
adrenal.19
b. Memeriksa saraf sensoris dan perifer dengan suatu alat electroencefalografi
(EEG), alat ini menyerupai electrocardiography (ECG atau EKG).19

2.3.7 Komplikasi Hipertensi


Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya
sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang
berbagai target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta
ginjal. Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita
menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian pada
penderita akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya.20
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab
kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan
tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya
autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation,
dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan
sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ
target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi
transforming growth factor-β (TGF-β).20,21
Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum
ditemui pada pasien hipertensi adalah:

25
1) Jantung
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Angina atau infark miokardium
c. Gagal jantung
2) Otak
a. Stroke
b. Transient ishemic attack
3) Penyakit ginjal kronis
4) Penyakit Arteri Perifer
5) Retinopati

26
BAB III

METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 METODOLOGI STUDI KASUS

Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari


hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan
memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian
mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat subjek dalam
kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah kesehatan untuk
melakukan penerapan pelayanan dokter layanan primer secara paripurna dan
holistik terutama tentang penatalaksanaan Hipertensi dengan pendekatan
diagnosis holistik di Puskesmas Mamajang pada tanggal 16 Oktober 2019.

Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan pengamatan


terhadap pasien dan keluarganya dengan cara melakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.

Wawancara merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan cara


mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau autoritas atau
seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah.
Sedangkan observasi adalah pengamatan dan juga pencatatan sistematik
atas unsur-unsur yang muncul dalam suatu gejala atau gejala-gejala yang muncul
dalam suatu objek penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan dilaporkan dalam
suatu laporan yang tersusun secara sistematis mengikuti aturan yang berlaku.
3.2. LOKASI DAN WAKTU MELAKUKAN STUDI KASUS

3.2.1. Waktu Studi Kasus

Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di


Puskesmas Mamajang pada tanggal 16 Oktober 2019. Selanjutnya dilakukan
home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.

27
3.2.2. Lokasi Studi Kasus

Studi kasus bertempat di Puskesmas Mamajang Kota Makassar, Provinsi


Sulawesi Selatan.

Gambar 3. Puskesmas Mamajang

3.3. GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI KASUS

Studi kasus bertempat di Puskesmas Mamajang Kota Makassar

1.3.1 Letak Geografis


Puskesmas Mamajang terletak di Kelurahan Tamarunang, Kecamatan
Mariso Kota Makassar dengan luas wilayah 2.712 Km2. Wilayah Kerja
Puskesmas Mamajang berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Ujung Pandang
b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Tamalate
c. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Mariso
d. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Panakukang

28
Gambar 4. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Mamajang

3.3.2 Keadaan Demografi Lokasi Studi Kasus


A. Jumlah Kepadatan penduduk Puskesmas Mamajang.
NO KELURAHAN LUAS JUMLAH JUMLAH RATA-RATA KEPADATAN

WILAYAH RT RW POSYAN- RUMAH JIWA/RUMA PENDUDUK


H
(km2) DU TANGGA per km2
TANGGA

1 Mamajang 0,59 65 6 19 8,794 4,87 26,483


Dalam

2 Bonto 0,39 77 4 10 3,361 5,57 5,903


Biraeng

3 Labuang 0,55 89 4 20 5,090 4,57 21,973


Baji

29
4 Mamajang 0,34 40 2 11 4,908 6,04 4,907
Luar

5 Mandala 0,35 60 5 14 3,789 4,07 2,760

6 Maricaya 0,49 55 5 17 7,564 5,34 7,057


Selatan

JUMLAH 2,71 38 26 91 33,506 3,042 69,079


6

Tabel 3. Luas Wilayah, Jumlah desa/kelurahan, jumlah rumah tangga, dan


kepadatan penduduk menurut kelurahan Puskesmas Mamajang Tahun 2014

B. Penduduk menurut Jenis Kelamin sesuai hasil pendataan BPS dalam wilayah
kerja Puskesmas Mamajang sebanyak 33.506 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut :
JUMLAH PENDUDUK

No Kelurahan Laki-Laki Perempuan

1 Mamajang Dalam 4126 4211

2 Bonto Biraeng 1125 1205

3 Labuang Baji 2429 2618

4 Mamajang Luar 2089 2213

5 Mandala 1977 2342

6 Maricaya Selatan 2467 2617

Jumlah 33,506

Tabel 4. Tabel Kependudukan menurut Jenis Kelamin

C. Angka Lahir Mati di Wilayah Kerja Puskesmas Mamajang

30
Nama JUMLAH KELAHIRAN
Puskesmas
Laki-laki Perempuan Jumlah

Hidup Mati Hidup Mati Hidup Mati


Mamajang
255 3 300 2 555 5

Tabel 5. Jumlah Kelahiran Menurut Jenis Kelamin di wilayah Kerja


Puskemas Mamajang Makassar Tahun 2017

D. Penduduk menurut Penggolongan Usia

Kelompok Umur Jumlah Penduduk


No.
(Tahun) Laki-Laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

1. 0-4 572 955 1.487

2. 5-9 922 1.123 2.045

3. 10-14 1.997 1.073 3.070

4. 15-19 1.049 1.200 2.249

5. 20-24 1.441 1.188 2.629

6. 25-29 2.201 2.170 4.218

7. 30-34 2.011 2.052 4.063

8. 35-39 1.269 1.811 3.080

9. 40-44 1.871 1.901 3.772

31
10. 45-49 1.052 1.591 2.643

11. 50-54 548 832 1.380

12. 55-59 402 521 923

13. 60-64 133 138 271

14. 65-69 108 120 228

15. 70-74 81 102 183

16. +75 72 93 165

Jumlah 15.225 16.703 31.928

Tabel 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Penggolongan Usia

E. Tingkat Pendidikan Penduduk


Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia terampil dan produktif
sehingga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat.

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 TK 615 Jiwa
2 SD 2736 Jiwa
3 SMP 3565 Jiwa
4 SMU/SMK 6421 Jiwa
5 DI-DIII 1644 Jiwa
6 SI-SII 1358 Jiwa
Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah
Kerja Puskesmas Mamajang Makassar

32
F. Kegiatan Ekonomi
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Mamajang yang telah
terdaftar, tercatat sebagai berikut:

JUMLAH PENDUDUK

NO Kelurahan PNS Pedaga- Buruh Karyawan Pensiun- Pengangg- Lain-


ng an uran lain
Swasta

1 Maricaya 378 478 378 446 675 789 85


Selatan

2 Mandala 165 125 256 276 214 376 56

3 Labuang 316 398 465 390 312 428 97


Baji

4 Mamajang 186 165 398 295 267 325 58


Luar

5 Bonto 134 89 412 289 256 218 38


Biraeng

6 Mamajang 574 765 435 567 989 827 129


Dalam

Tabel 8. Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan di Wilayah Puskesmas


Mamajang
3.3.4 Sarana Kesehatan
Puskesmas Mamajang terdapat beberapa fasilitas kesehatan yaitu :

1. Puskesmas Pembantu yang terdiri dari 3 :


a. Pustu 1 di Kelurahan Mamajang Dalam
b. Pustu 2 di Kelurahan Maricaya Selatan
c. Pustu 3 di Kelurahan Labuang Baji

33
2. 3 Unit Mobil Ambulance
3. 4 Unit Sepeda Motor

3.3.5 Tenaga Kesehatan dan Struktur Organisasi


1. Tenaga Kesehatan
Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Puskesmas perlu didukung
oleh tenaga kesehatan yang cukup. Adapun tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas Mamajang adalah sebagai berikut :
No Fasilitas kesehatan Jumlah
1 Dokter Umum 3
2 Dokter Gigi 2
3 Dokter Spesialis Obgyn 1
4 Sarjana Kesehatan Masyarakat 2
5 Sarjana Keperawatan 12
6 Bidan 8
7 Analis Kesehatan 2
8 Sanitarian 2
9 Perawat Gigi 2
10 Tenaga Laboratorium (SMAK) 2
11 Tenaga Farmasi dan Apoteker

Tabel 9 : Tenaga Kesehatan Puskesmas Mamajang


2. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Mamajang berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Nomor:800/1682/SK/IV/2010 Tanggal
21 April 2010 terdiri atas :

1. Kepala Puskesmas
2. Kepala Subag Tata Usaha
3. Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
a. Unit Kesehatan Masyarakat
b. Unit Kesehatan Perorangan

34
4. Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
a. Unit Puskesmas Pembantu ( Pustu )
b. Unit Puskesmas Keliling ( Puskel )
c. Unit Bidan Komunitas

Gambar 5. Struktur Organisasi Puskesmas Mamajang


3.3.6 Visi dan Misi Puskesmas Mamajang
1. Visi
Mewujudkan Puskesmas Mamajang sebagai puskesmas terdepan dalam
pelayanan kesehatan, menuju kecamatan sehat.

2. Misi

35
a. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang
penanganan masalah kesehatan.
b. Memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan yang berbasis
teknologi dan informasi
c. Meningkatkan Sumber daya manusia dan fasilitas kesehatan yang ada demi
mendukung pelayanan kesehatan pada masyarakat
4. Upaya Kesehatan
Puskesmas Mamajang sebagai unit teknis Dinas Kesehatan Kota Makassar
yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
Puskesmas Mamajang berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Dengan demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak


pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan
masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Dengan fungsi tersebut maka Upaya Kesehatan di Puskesmas Mamajang


terbagi atas 2 (dua) Upaya Kesehatan Yaitu :

1. Upaya Kesehatan Wajib, meliputi :


a. Upaya Promosi Kesehatan (Promkes)
b. Upaya Kesehatan Lingkungan (Kesling)
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB)
d. Upaya Pencegahan Penyakit Menular (P2M)
e. Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan, meliputi :
a. Upaya Kesehatan Sekolah
b. Upaya Kesehatan Olahraga
c. Upaya Kesehatan kerja
d. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
e. Upaya Kesehatan Usia lanjut

36
f. Perawatan Kesehatan Masyarakat

Puskesmas Mamajang memiliki beberapa ruangan yang terdiri dari :


1. Ruangan pengambilan kartu/loket
2. Ruang pemeriksaan dokter/kamar periksa
3. Ruang pemeriksaan gigi dan mulut
4. Ruang KIA dan KB
5. Ruang P2M dan laboratorium
6. Ruang pengambilan obat/apotek
7. Ruang tata usaha
8. Ruang kepala puskesmas
5. Alur Pelayanan
Pasien

Loket

Kamar Periksa Rujuk Pasien

Poli Umum
Poli Gigi Laboratorium

Ruang Tindakan

Apotik

Pasien

37
Gambar 6. Bagan Alur Pelayanan Puskesmas Mamajang

6. Hasil Kegiatan
Sepuluh penyakit umum terbanyak yang tercatat di Puskesmas Mamajang
di tahun 2019 TW.III adalah:

1. ISPA : 1156 Kasus


2. Hipertensi : 832 Kasus
3. Peny. Jaringan Otot : 584 Kasus
4. Diabetes Melitus : 536 Kasus
5. Kulit Infeksi : 415 Kasus
6. Dispepsia : 376 Kasus
7. Kulit Alergi : 367 Kasus
8. Faringitis : 278 Kasus
9. Peny. Jantung : 258 Kasus
10. Gangguan Syaraf : 249 Kasus

38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL STUDI KASUS


4.1.1 Identitas Pasien
 Nama : Ny. R
 Usia : 60 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

4.1.2 Anamnesis (Autoanamnesis)


a) Keluhan Utama
Tegang pada daerah tengkuk dan susah tidur.
b) Anamnesis Terpimpin
Pasien datang ke Puskesmas Mamajang dengan keluhan tegang pada leher
belakang. Pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang
lalu saat pasien memeriksakan dirinya di puskesmas dengan keluhan
sering mengalami sakit kepala. Pada awalnya pasien hanya minum obat-
obatan yang di beli di warung untuk mengurangi keluhan tersebut namun
tidak ada perubahan. Sejak kunjungan ke puskesmas pasien teratur
meminum obat yang diberikan.

c) Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit yang sama sebelumnya : ada
 Riwayat penyakit kronis : ada (hipertensi)
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga ada (hipertensi) pada bapak pasien.

39
e) Riwayat Sosio-Ekonomi
Pasien tinggal di rumah sendiri bersama anaknya dan menantunya beserta
ketiga cucunya. Pasien sehari-hari berada di lingkungan rumah, dan pasar
untuk melakukan urusan rumah. Didalam anggota keluarganya, semua
orang aktif bekerja.
f) Riwayat Kebiasaan
 Merokok : disangkal
 Konsumsi alkohol : disangkal
g) Riwayat Pengobatan
Pasien berobat teratur hipertensi mengkonsumsi obat amlodipine 5 mg,
neurodex.

4.1.3 PEMERIKSAAN FISIS


Keadaan umum : Compos mentis
Tek. Darah : 140/90 mmHg
Frek. Nadi : 88 x/menit
Frek Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.6 C
BB : 55 kg
TB : 155 cm
IMT : 22,89 kg/m2(Normal)

4.1.4 PEMERIKSAAN STATUS GENERALIS :


Kepala :
- Ekspresi wajah : normal
- Bentuk dan ukuran : normal
- Rambut : normal
- Edema : (-)
Mata :
- Simetris
- Alis : normal

40
- Exophtalmus : (-)
- Ptosis : (-)
- Strabismus : (-)
- Edema palpebra : (-)
- Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-), hiperemis (-/-), pterygium (-/-)
- Pupil : isokor, bulat, refleks (+/+)
- Kornea : normal
Telinga :
- Bentuk : normal
- Lubang telinga : normal, sekret (-/-)
- Nyeri tekan : (-)
- Pendengaran : normal
Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-)
- Perdarahan (-), secret (-)
Mulut :
- Simetris
- Bibir : sianosis (-)
- Gusi : hiperemis (-), perdarahan (-)
- Lidah : glositis (-), atrofi papil lidah (-)
- Mukosa : kering
Leher :
- JVP : normal
Thoraks :
Cor
- Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : iktus cordis teraba di ICS 5 midklavikula sinistra
- Perkusi : redup
- Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo

41
- Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan dinding dada simetris,
penggunaan otot bantu nafas (-), pelebaran sela iga (-), frekuensi pernapasan 20
x/menit.
- Palpasi : pergerakan dinding dada simetris, fremitus raba
dan vocal simetris, provokasi nyeri (-).
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
- Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen :
- Inspeksi : distensi (-), skar (-).
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan (-), pembesaran organ (-)
- Perkusi : timpani
Inguinal-genital-anus : tidak diperiksa
Ekstremitas atas :
- Akral hangat : (+/+)
- Kulit : normal
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : dalam batas normal
- Edema : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Kekuatan : normal
Ektremitas bawah :
- Akral hangat : (+/+)
- Kulit : normal
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : nyeri pada daerah genu sinistra, krepitasi (-)
- Edema : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Kekuatan : normal

42
4.1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan

4.1.6 DIAGNOSIS KERJA


Hipertensi grade 1

4.1.7 PENATALAKSANAAN
 Non Farmakologi
a. Diet rendah garam
b. Istirahat cukup, Rajin berolahraga
c. Makan makanan bergizi
d. Rutin mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter.
e. Rutin Kontrol ke Puskesmas atau Rumah Sakit
 Farmakologi
a. Amlodipine 5 mg 1x1
b. Neurodex 1x1

4.1.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam dan fungsional : dubia ad bonam

4.2 PENDEKATAN SECARA HOLISTIK HIPERTENSI


4.2.1 Profil Keluarga
Pasien Ny. R (60 tahun) tinggal serumah bersama anak pertamanya Tn. A
(29 tahun), dan menantunya Ny. M (28 tahun), cucu pertama An.W ( 5
tahun ), cucu kedua An. R ( 2 tahun )
4.2.2 Karakteristik Demografi Keluarga
- Identitas kepala keluarga : Tn.S ( Alm )
- Identitas Pasangan : Ny. R
- Bentuk Keluarga : Extended Family

43
Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala
1 Tn.S(Alm) Laki-laki - - -
keluarga

2 Ny.R Istri Perempuan 60 tahun Tamat SMP IRT

3 Tn.A Anak Laki-laki 29 tahun Tamat SMA Pedagang

4 Ny. M Menantu Perempuan 28 tahun Tamat SMP IRT

5 An. W Cucu perempuan 5 tahun SD -

6 An. R Cucu Laki-laki 2 tahun SD -

Tabel 7. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah

 Penilaian Status sosial dan kesejahteraan hidup


Pekerjaan sehari-hari pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Suami pasien
telah meninggal dunia. Pasien mempunyai dua orang anak, anak pertama Tn.A
bekerja sebagai pedagang, anak kedua Tn.N bekerja sebagai buruh harian, anak
ketiga Ny.H sebagai tukang cuci, dan anak keempat Tn. K sebagai pelajar
SMP. Pendapatan setiap bulannya cukup dan bisa untuk membiayai kebutuhan
sehari-hari keluarganya. Pasien ini tinggal di rumah yang terletak di Jl.
Tinumbu dalam. Rumah pasien dalam kondisi cukup baik dengan ventilasi
yang cukup dan lingkungan rumah yang padat.

Status kepemilikan rumah : Milik Sendiri

Daerah perumahan : Padat

Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan

Luas rumah : 7 x 10 m2 Keluarga Ny.R tinggal di rumah

Jumlah penghuni dalam satu rumah : pribadi sejak 30 tahun lalu. Ny. R

44
5 orang tinggal dalam rumah yang kurang

Luas halaman rumah : 1 x 2 m2 sehat dengan lingkungan rumah yang

Rumah bertingkat padat, ventilasi tidak cukup memadai

Lantai rumah dari : tegel dan penerangan listrik pada kamar

Dinding rumah dari : tembok tidur tidak cukup. Dengan

Jamban keluarga : ada, 1 WC penerangan listrik 450 watt. Sumur

Tempat bermain : tidak ada bor sebagai sarana air bersih

Penerangan listrik : 450 watt keluarga.

Ketersediaan air bersih : ada (sumur bor)

Kamar tidur : 2

Tempat pembuangan sampah : ada

Tabel 8. Lingkungan Tempat Tinggal

 Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga


- Jenis tempat berobat : Puskesmas
- Balita :-
- Asuransi / Jaminan Kesehatan : BPJS

 Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)


Faktor Keterangan Kesimpulan tentang faktor
pelayanan kesehatan
Sarana pelayanan Puskesmas Pelayanan dengan
kesehatan yang menggunakan kartu BPJS
digunakan oleh
keluarga
Cara mencapai Jalan kaki Jarak puskesmas dan kediaman
sarana pelayanan Ny.R cukup dekat.

45
kesehatan tersebut
Tarif pelayanan Gratis Semua pelayanan dengan
kesehatan yang menggunakan BPJS kelas 3
dirasakan
Kualitas pelayanan Baik Pasien merasa pelayanan baik
kesehatan yang karena dimulai dari
dirasakan pendaftaran , pengambilan
kartu, konsul dokter,
pengambilan obat berjalan
dengan lancar.
Tabel 9. Pelayanan Kesehatan

 Kepemilikan barang – barang berharga


o Ny.R memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara
lain yaitu, 1 buah televisi, 1 buah kulkas, 1 buah kipas angin.
 Pola Konsumsi Makanan
o Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Pola makan 2-3
kali sehari dengan menu yang tidak tentu. Setelah terdiagnosis
Hipertensi dalam 2 tahun terakhir ini Ny. R , mulai membatasi
penggunaan garam dan rutin mengkonsumsi air putih sebanyak 6-8
gelas perhari namun masih suka mengonsumsi gorengan dan
makanan berlemak.
 Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga
o Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota
keluarga yang lainnya. Dengan seluruh anggota keluarga, terjalin
komunikasi yang baik dan cukup lancar.
 Lingkungan
o Lingkungan tempat tinggal sudah cukup baik. Tata pemukiman di
sekitar rumah terlalu padat. Sinar matahari kurang dapat masuk ke
dalam rumah, penerangan dalam rumah cukup. Ventilasi kurang.

46
Kebersihan dan kerapian rumah kurang rapi. Rumah memiliki
jamban. Air minum bersumber dari air isi ulang yang di beli.
4.1.3 Analisa Kedokteran Keluarga
1. Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain:
a. Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan
yang dibutuhkan.
b. Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi
dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
c. Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan
semua anggota keluarga.
d. Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang
serta interaksi emosional yang berlangsung.
e. Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan
dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian:
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0

Total Skor:
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

47
Tabel 9. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita Hipertensi
Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Jika obat Anda habis / jadwal kontrol
laboratorium tiba apakah ada √
anggota keluarga yang bersedia
mengantarkan Anda ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah
ada anggota keluarga yang selalu √
mengingatkan untuk konsumsi obat
secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak memasak karena
keterbatasan anda akibat penyakit √
yang anda derita, apakah anak anda
mau mengerti dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat
penyakit anda, apakah anggota

keluarga yang lain selalu
mendampingi Anda dalam mengatasi
kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan)
Anda disarankan untuk mengurangi √
konsumsi makanan yang berlemak

48
dan rendah garam. Apakah anggota
keluarga yang lain mengkonsumsi
menu yang sama dan makan
bersama?
Total Skor 8

Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 8 ini menunjukkan Fungsi keluarga
sehat.

2. Fungsi Patologis (SCREEM)


Aspek sumber daya patologi
- Sosial:
Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan cukup baik.
- Cultural:
Pasien dan keluarganya mengadakan acara pernikahan sesuai adat istiadat
Bugis Makassar. Pasien memiliki seorang suami (alm) dan memiliki 4 orang
anak.
- Religious:
Keluarga pasien rajin melakukan ibadah.
- Economy:
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi tercukupi.
- Education:
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu Sekolah menengah atas.
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari puskesmas
dan memiliki asuransi kesehatan BPJS.

3. Fungsi Keturunan (Genogram)


a. Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah keluarga besar (Extended Family). Keluarga
terdiri dari Tn.S sebagai kepala keluarga, Ny. R sebagai istri, Tn. A sebagai anak

49
pertama, Tn.N sebagai anak kedua, Ny. H sebagai anak ketiga, Tn. K sebagai anak
keempat
Tahapan siklus keluarga
Tahapan siklus keluarga Tn.S dan Ny.R termasuk ke dalam Tahap keluarga
dengan anak dan cucu.

Gambar 6. Genogram Penderita Hipertensi


Keterangan :

: Laki-laki Normal

: Laki-laki Hipertensi

: Wanita Normal

: Wanita Hipertensi

4.3 PEMBAHASAN

Studi kasus dilakukan pada pasien wanita berumur 60 tahun dengan


keluhan tegang pada daerah tengkuk dan susah tidur. Pasien diketahui memiliki
riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu saat pasien memeriksakan dirinya di
puskesmas dengan keluhan sering mengalami sakit kepala. Pada awalnya pasien
hanya minum obat-obatan yang di beli di warung untuk mengurangi keluhan

50
tersebut namun tidak ada perubahan. Sejak kunjungan ke puskesmas pasien teratur
meminum obat yang diberikan.
Diagnosis hipertensi ditegakkan atas dasar anamnesis, pemfis dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan gejala tegang pada
daerah tengkuk dan susah tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi
140/90mmHg. Berdasarkan Joint National Committee VII (JNC VII), termasuk
hipertensi stage I apabila tekanan darah sistolik ≥140 -159 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥90-99 mmHg.
Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien saat berkunjung di
puskesmas Mamajang sesuai dengan keluhan yang dialami dan hasil pemeriksaan
fisis diberikan terapi medikamentosa yaitu Amlodipin 5 mg sekali sehari dan
neurodex 1 kali sehari.
Edukasi yang diberikan berupa cara mengontrol tekanan darah dengan
caramakanan yang perlu dihindari, komplikasi dari hipertensi yang mungkin
terjadi dan pentingnya pemeriksaan diri serta mengendalikan penyakit yang
dialami oleh pasien. Himbauan pada pasien agar berupaya untuk sering
mengatur pola makan dan mengurangi konsumsi makanan tinggi lemak dan
karbohidratyang sesuai dengan kondisi pasien.

Pasien mengaku aktif dalam mengikuti kegiatan PROLANIS di puskesmas


Mamajang. Dengan ikutnya pasien dalam PROLANIS, pasien akan diberikan
obat hipertensi untuk satu bulan, jadi pasien tidak perlu bolak balik setiap tiga
hari ke puskesmas. Manfaat lain yaitu setiap jumat seluruh pasien prolanis akan
mengikuti senam, dimana senam ini memang dikhususkan untuk pasien
Hipertensi dan DM.

51
4.3.1 Analisa Kasus
Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien Hipertensi
Skor Resume Hasil SkorA
Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Akhir Perbaikan khir
Faktor biologis
- Hipertensi 2 - Edukasi mengenai -Terselenggara 4
merupakan penyakit dan penyuluhan
penyakit pencegahannya -Keluarga
genetic melalui penyuluhan memahami bahwa
gaya hidup sehat penyakit hipertensi
dengan makanan yg dapat dicegah
bergizi dan olahraga -Keluarga mau
teratur menerapkan gaya
hidup sehat
Faktor
ekonomi dan
pemenuhan - Motivasi mengenai - Keluarga
kebutuhan perlunya memiliki menyisihkan
- Memiliki tabungan pendapatan untuk 4
tabungan 4 tabungan

- Kehidupan - Nasehat untuk - Memiliki rasa


sosial dengan 3 bertawakkal kepada Tawakkal kepada 4
lingkungan Allah, dan yakinkan Allah, dan
bahwa semua akan menjalin hubungan
baik-baik saja. Serta yang baik dengan
sesekali bertegur tetangga
sapa dengan
tetangga

52
Faktor perilaku
kesehatan
- Higiene 2 - Edukasi tentang - Anggota keluarga 4
pribadi yang pentingnya PHBS paham akan
kurang dan dirumah untuk pentingnya PHBS
lingkungan mencegah infeksi. dan mau
yang kurang mengaplikasikan
bersih dengan baik PHBS
dilingkungan dan
rumah mereka
- Minum obat 4 - Edukasi untuk - Pasien selalu 5
teratur minum obat sesuai minum obat teratur
anjuran dokter sesuai anjuran
dokter

Faktor
Psikososial
- Kurangnya 2 - Menyarankan - Anggota keluarga 4
perhatian kepada anggota bersedia memberi
keluarga keluarga untuk lebih perhatian lebih
pasien perhatian dengan kepada pasien
terhadap kondisi pasien
penyakit yang
diderita
pasien
- Motivasi 2 - Memotivasi pasien - Pasien termotivasi 4
untuk sembuh serta menjelaskan untuk sembuh
sangatlah kepada pasien
kurang bahwa penyakitnya
dapat sembuh
apabila pasien

53
berobat secara
teratur
Total Skor 20 29
Rata-rata Skor 2,8 4,1

Tabel 10. Skoring Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Penyelesaian


Masalah dalam keluarga
Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah
Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya
oleh provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belumdimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian
besar oleh provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung
pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

4.3.2 Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, Dan Penatalaksanaan


Selanjutnya
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-
ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat
yang akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.

54
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis.

4.3.3 Anamnesis Holistik


Aspek Personal
Keluhan tegang pada daerah tengkuk. Selain itu pasien juga memiliki
keluhan susah tidur. Pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun
yang lalu saat pasien memeriksakan dirinya di puskesmas dengan keluhan sering
mengalami sakit kepala. Ada kekhawatiran tidak bisa sembuh, harapan TD bisa
terkontrol.

Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, didapatkan diagnosis Hipertensi.

Aspek Faktor Risiko Internal


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi, Pasien kurang
menerapkan pola hidup sehat berupa pola makan yang baik dan olahraga teratur.
Dari segi usia pasien juga sudah tergolong lansia sehingga sangat rentan dengan
berbagai penyakit.

Aspek Faktor Risiko Eksternal


Tidak ada pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu rumah.
Keluarga pasien kurang memerhatikan kondisi penyakit pasien, kurangnya
komunikasi antara pasien dan anggota keluarga dikarenakan tinggal bersama
anak kandungnya yang mengalami kurangnya pengetahuan sebagai keluarga
sehingga tidak mengingatkan untuk berobat, kontrol tekanan darah atau minum
obat, dan kurang memperhatikan pola diet pasien.

55
Aspek Fungsional
Ny. R masih mampu melakukan sendiri aktivitas dan menjalankan fungsi
sosial dalam kehidupannya, Ny. R banyak menghabiskan waktu di dalam rumah.

Derajat Fungsional
Derajat 2 yaitu pasien mengalami sedikit kesulitan.

Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)


- Pertemuan ke-1: Puskesmas Poli Umum 13 Oktober 2018 Pukul 10.15
WITA
- Pertemuan ke-2: Rumah pasien Jl. Kelinci, 16 Oktober 2018 pukul 11.30
WITA.

56
Tabel 11 : Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Memberikan Pasien Pada saat Pasien dapat Tidak Tidak
personal edukasi kepada kunjungan sadar dan ada menolak
pasien mengenai rumah mengerti
hipertensi dan akan
komplikasiserta pentingnya
memberikan rutin
informasi mengonsumsi
mengenai anti
perkembangan hipertensi
penyakitnya.
Aspek Memberikan Pasien Pada saat Tekanan Tidak Tidak
klinik obat anti pasien darah dapat ada menolak
hipertensi untuk datang ke terkontrol
mengontrol puskesmas
tekanan darah
Aspek Mengajarkan Pasien Pada saat Tekanan Tidak Tidak
risiko bagaimana pola kunjungan darah dapat ada menolak
internal makan yang rumah terkontrol.
baik,
menganjurkan
untuk menjaga
hygenitas diri
Aspek Menganjurkan Keluarg Pada saat Keluarga Tidak Tidak
risiko keluarga a kunjungan memberi ada menolak
external memberi rumah perhatian dan
dukungan dukungan
kepada pasien lebih kepada

57
agar selalu pasien dan
menjaga pasien lebih
kesehatannya termotivasi
dan selalu untuk
mengingatkan sembuh
pasien untuk
minum obat dan
kontrol tekanan
darah, dan
mendukung pola
diet pasien.

Menganjurkan
kepada keluarga
pasien untuk
meningkat-kan
komunikasi
yang baik
dengan pasien
Aspek Menganjurkan Pasien Pada saat Agar kondisi Tidak Tidak
fungsion untuk rajin kunjungan tubuh selalu ada menolak
al berolahraga rumah sehat dan
serta bugar.
menghindari
hal-hal yang
bisa mencederai
pasien.

58
4.3.4 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik, Tanda Vital: Tekanan Darah: 140/90 mmHg, Nadi :
88 x/menit, Pernapasan : 20 x/menit, Suhu : 36,6oC.

4.2.5.Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

4.2.6. Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)


Diagnose Klinis:
Hipertensi grade 1
Diagnose Psikososial:
1. Kurangnya kesadaran akan keteraturan minum obat.
2. Kurangnya perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi
kesehatan pasien.

4.2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga
pasien).

Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit
Hipertensi antara lain:
- Mengontrol tekanan darah dengan melakukan diet rendah garam
Pencegahan Sekunder
1. Pengobatan farmakologi berupa:
- Anti hipertensi : Amlodipine 5 mg 1x1
- Neurodex1x1
Pencegahan Tersier : Rehabilitasi fisik, mental dan sosial.

59
Terapi Untuk Keluarga
Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama yang
berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien. Dimana anggota
keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan dukungan dan motivasi
kepada pasien untuk berobat secara teratur dan membantu memantau terapi
pasien. Selain itu apabila kita kembali mengingat bahwa silsilah keluarga ini
dengan resiko penyakit yang tinggi sehingga, penting mengingatkan ke anggota
keluarga untuk menjaga pola makan serta melakukan kebiasaan hidup yang sehat.

12 Indikator keluarga sehat


 Lima Indikator dalam gizi, Kesehatan ibu dan anak
1. Keluarga mengerti Program keluarga berencana ( KB)
2. Ibu hamil memeriksa kehamilannya sesuai standar
3. Balita mendapatkan imunisasi lengkap
4. Pemberian ASI Eksklusif 0 – 6 bulan
5. Pemantauan pertumbuhan balita
 Dua indikator dalam pengendalian penyakit menular dan tidak menular
6. Penderita Hipertensi berobat teratur
7. Penderita Tb paru Berobat Sesuai Standar
 Dua Indikator dalam prilaku sehat
8. Tidak adanya anggota keluarga yang merokok
9. Sekeluarga sudah menjadi anggota JKN
 Dua Terkait lingkungan sehat
10. Mempunyai sarana air bersih
11. Menggunakan jamban keluarga
 Satu Indikator kesehatan jiwa
12. Anggota Keluarga Askes dalam pelayanan kesehatan jiwa.

60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
- Diagnosa klinis :
Hipertensi .
- Diagnosis psikososial :
Kurangnya kesadaran akan pentingnya berobat teratur serta kurangnya
perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi kesehatan pasien.
- Gambaran dari Genogram:
Dalam keluarga ada riwayat penyakit hipertensi.

5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. R, maka disarankan
untuk :
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mencetuskan Hipertensi.
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang Hipertensi dan
DM serta komplikasi yang ditimbulkan pada saat tidak teratur
mengonsumsi obat.
- Memberi edukasi pada pasien tentang jenis fisioterapi ringan yang dapat
dilakukan sendiri di rumah.
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan
mengontrol penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.

61
DAFTAR PUSTAKA

1. Sugiharto A. Faktor – Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada


Masyarakat[tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro;2007.
2. Sarasaty RF. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada
Kelompok Lanjut Usia di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat, Kota
Tangerang Selatan Tahun2001.Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah; 2012
3. Kementerian Kesehatan RI. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun
2011. Jakarta: Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI;2012.
4. Muhadi, JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa. Divisi Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. CDK-236/ vol. 43 no. 1, th. 2016
5. http://eprints.undip.ac.id/43896/3/Gilang_YA_G2A009181_Bab2KTI.pdf.
Hipertensi. Universitas Diponegoro. Diakses pada tanggal 16 Des 2018
6. Sudoyo, Aru W., et. al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid 1.
Interna Publishing. Jakarta; 2009.
7. Brashers, Valentina. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan &
Manajemen, Ed 2 (Terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta;
2004.
8. Soedirjo. Hipertensi dan Klinis. Farmacia. Jakarta; 2008.
9. WHO. Hypertension Report. WHO Technical Report Series. Geneva; 2007.
10. Leny Gunawan. Hipertensi : Tekanan darah tinggi. Yogyakarta: Percetakan
Kanisus; 2001.
11. Nurlaely Fitriana. Hipertensi pada Lansia [internet]. c2010 [cited 2018 Des
16]. Available from: http://nurlaelyn07.alumni.ipb.ac.id/author/
12. Smeltzer & Bare. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC. 2002.
13. Yogiantoro, Mohammad. Hipertensi Essensial. In: Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, K MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departeman Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.
P. 1079

62
14. Tugasworo D. Patogenesis aterosklerosis. Semarang: BP UNDIP. 2010: 3-14.
15. Anggie Hanifa. Prevalensi Hipertensi Sebagai Penyebab Penyakit Ginjal
Kronik Di Unit Hemodialisis RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2009
[internet]. [cited 2018 Des 16]. p: 4-13. Available from:
http://repository.usu.ac.id
16. Guyton,AC. Hall,JE. Buku ajar fisiologi kedokteran .Jakarta: EGC. 2007.
17. Smeltzer & Bare. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC. 2002.
18. National Heart Lung and Blood Institute. What Is High Blood Pressure?
[internet]. [cited 2018 Des 16]. Available from :
(http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Hbp/HBP_WhatIs.html)
19. Lam Murni BR Sagala. Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah oleh
Keluarga Suku Batak dan Suku Jawa di Kelurahan Lau Cimba Kabanjahe
[internet]. [cited 2018 Des 16]. p: 10-3. Available from:
http://repository.usu.ac.id/
20. Mayo Clinic Staff. High Blood Pressure (Hypertension) [internet]. [cited 2018
Des 16]. Available from: http://www.mayoclinic.com/health/high-blood-
pressure/risk-factors/
21. Efendi Sianturi. Strategi Pencegahan Hipertensi Esensial Melalui Pendekatan
Faktor Risiko di RSU dr. Pirngadi Kota Medan [internet]. c2004 [cited 2018
Des 16]. p: 10-64, 91. Available from: http://repository.usu.ac.id/
22. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Hipertensi. 2013. Jakarta.
Hal. 3-5
23. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18866/1/ikm-okt20059%20(4
).pdf (diakses pada tanggal 16 Desember 2018)

63
LAMPIRAN

Gambar 1. Rumah Tampak Depan

Gambar 2. Kamar Tidur

64
Gambar 3. Dapur

Gambar 4. Kamar Mandi

65

Anda mungkin juga menyukai