Anda di halaman 1dari 84

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT LAPORAN K2

DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS OKTOBER 2019


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN RUMAH SEHAT


LAPORAN KASUS PENYAKIT NON-INFEKSI
LAPORAN KASUS PENYAKIT INFEKSI

DISUSUN OLEH
Rahmat Arbiansyah Hasan 111 2017 2116

PEMBIMBING
dr. Hj. Hermiaty Nasruddin, M.Kes

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU


KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN
KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019

1
LAPORAN KASUS INFEKSI
PNEUMONIA

A. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. R
 Umur : 40 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : PNS
 Agama : Islam
 Alamat : Jl. Tupai
 Tanggal pemeriksaan : 17 Oktober 2019

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Batuk-batuk
Anamnesis Terpimpin
Pasien datang dengan keluhan batuk-batuk dialami selama 1 bulan
terakhir, batu berlendir berwarna putih kekuningan tidak disertai darah,
kadang disertai sesak napas. Pasien mengaku batuknya semakin membaik
setelah mendapatkan pengobatan dari dokter. Tidak ada keluhan keringat
pada malam hari. Tidak ada penurunan berat badan drastis selama 1 bulan
terakhir. Keluhan demam, sakit kepala, mual, muntah disangkal. BAK biasa,
warna kuning. BAB lancer. Riwayat kebiasaan merokok oleh pasien sebanyak
10 batang perhari sejak 20 tahun yang lalu akan tetapi sekarang pasien telah
mengurangi konsumsi rokoknya dan pasien sering terpapar polusi saat
berkendara.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit seperti ini : pernah 1 bulan yang lalu dirawat di RS.
Ibnu Sina dengan keluhan yang sama
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal

2
- Riwayat operasi sekitar perut : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes : disangkal
- Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
Sakit sedang, gizi cukup (BB:60 kg, TB: 166 cm, IMT: 21,72 kg/m2).
b. Kesadaran
Composmentis
c. Tanda Vital
 Tekanan darah : - mmHg
 Nadi (arteri radialis) : 84 x/menit, regular, kuat angkat
 Respirasi : 18 x/menit
 Suhu (axilla) : 37,60C
d. Status Generalis
1. Kepala
Normochepal, rambut pendek, lurus, warna hitam-putih, distribusi
rambut merata, rambut tidak mudah dicabut.
2. Mata
Eksopthalmus/Enopthalmus (-/-), gerakan mata dalam batas normal,
mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterus (-/-), reflex
kornea (+/+), pupil bulat isokor Ø 2,5 mm, reflex cahaya (+/+).
3. Telinga
Simetris kiri dan kanan, discharge (-)
4. Hidung
Deviasi septum (-), discharge (-)

3
5. Mulut
Kering (-), sianosis (-), perdarahan gusi (-), faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1 hiperemis (-), lidah kotor(-).
6. Leher
 Kelenjar limfe tidak ada pembesaran
 Kelenjar gondok tidak ada pembesaran
 Pembuluh darah: bruit (-)
 Tumor (-)
7. Thorax
Pulmo
 Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, jejas (-), retraksi (-)
 Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru, batas paru hepar ICS VI
kanan, batas paru belakang kanan ICS IX, batas paru belakang kiri
ICS X
 Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-)
Cor
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Pekak
 Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-
)
8. Abdomen
 Inspeksi : Cembung (-), darm contour (-), darm steifung (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrik(-), massa(-), hepar dan lien tidak
teraba
 Perkusi : Timpani
9. Punggung

4
Tidak terdapat deformitas, tidak terdapat massa, sikatriks (-), nyeri
ketok costovertebrae (-/-), gerakan simetris kiri = kanan

10. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
11. Rectum/anus
Tidak dilakukan pemeriksaan
12. Ekstremitas
 Superior : Akral hangat(+/+), edema(-/-), sianosis(-/-), fraktur(-/-)
 Inferior : Akral hangat(+/+), edema(-/-), sianosis(-/-), fraktur(-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG:
-
E. RESUME
Tn. R datang ke Poli Paru dengan keluhan batuk-batuk dialami selama 1
bulan terakhir, batu berlendir berwarna putih kekuningan tidak disertai darah,
kadang disertai sesak napas. Pasien mengaku batuknya semakin membaik
setelah mendapatkan pengobatan dari dokter. BAK biasa, warna kuning. BAB
lancer. Riwayat kebiasaan merokok oleh pasien sebanyak 10 batang perhari
sejak 20 tahun yang lalu akan tetapi sekarang pasien telah mengurangi
konsumsi rokoknya dan pasien sering terpapar polusi saat berkendara.
Riwayat dirawat di rumah sakit sejak 1 bulan yang lalu dengan keluhan yang
sama.
Hasil Pemeriksaan Fisis, keadaan umum sakit sedang, compos mentis,
gizi cukup. Pada pemeriksaan tanda vital didapat Tekanan Darah 140/70
mmHg, Nadi 84 x/menit, Pernafasan 18 x/menit, Suhu 36,6oC. Pada
pemeriksaan kepala, leher, thorax, abdomen, dan ekstremitas dalam batas
normal.

5
F. DIAGNOSIS KERJA
Pneumonia

G. DIAGNOSA BANDING
 Bronkitis
 Bronkopneumonia

H. PENATALAKSANAAN
 N-acetilsistein 3 x 15 mg
 Cetirizine 1 x 5 mg
 Salbutamol 3 x 1 mg

I. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanationam : bonam

J. DIAGNOSIS HOLISTIK (BIOPSIKOSOSIAL)


Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang telah dilakukan
maka pasien ini didiagnosis menderita Pneumonia. Diagnosa holistik
(multiaksial) :
a. Aspek personal : Pasien berharap dapat hidup sehat dan penyakit yang
dialami tidak kambuh kembali.
b. Aspek Klinis : Pneumonia.
c. Aspek Risiko Internal : Pasien seorang perokok aktif sejak 20 tahun yang
lalu dan pasien sering terpapar debu dan polusi ssat berkendara.
d. Aspek Faktor Risiko Eksternal : Keluarga pasien kurang memerhatikan
kondisi penyakit pasien, dikarenakan kesibukan dari masing-masing
anggota keluarga.

6
e. Aspek Mental, Psikologi, dan Sosial : Pasien memiliki kekhawatiran
mengenai penyakitnya yang tidak kunjung sembuh dan takut akan
bertambah parah sehingga dapat memperberat keluhan pasien.

K. EDUKASI
Penatalakasanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier :
a. Pencegahan primer : Memberikan promosi kesehatan dengan pendekatan
perilaku hidup sehat, serta edukasi mengenai penyakit Pneumonia.
b. Pencegahan Sekunder : Jika seseorang telah didiagnosis sebagai
Pneumonia, maka selain melakukan early diagnose and prompt treatment
perlu juga diedukasi untuk memperhatikan pola hidup dan pola makan
terutama kebersihan lingkungan.
c. Pencegahan Tersier : Pada tahap disability limitation kita menganjurkan
kepada pasien terhindar dari paparan debu yang dapat memperberat
terjadinya infeksi saluran napas, misalnya memakai masker jika ingin
bepergian. Karena dengan hal ini kita dapat memantau perjalanan penyakit
dan efek pengobatan yang diberikan.

7
HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Kunjungan rumah dilaksanakan untuk melihat keadaan lingkungan
sekitar pasien dan hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang
diderita. Dengan demikian pasien dan keluarga dapat memahami bagaimana
pengaruh lingkungan terhadap suatu penyakit dan sebaliknya bagaimana
suatu penyakit dapat mempengaruhi lingkungan.
I. PROFIL KELUARGA
Tuan R adalah seorang PNS tinggal di sebuah rumah permanen bersama
kedua orang tuanya dan satu saudara laki-lakinya.
II. STATUS SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
Penghasilan Tn. R sebagai wiraswasta sampai saat ini dirasa mencukupi
kebutuhan keluarganya sehari-hari.
Rumah pasien luasnya 12x12 m2 dan dihuni oleh 4 orang. Jumlah
kamar yang ada sebanyak 3 buah kamar tidur, 1 kamar digunakan oleh anak.
S.n sedangkan kamar yang lainnya digunakan oleh orang tua dan kakaknya.
Rumah pasien terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan dan
dapur terpisah. WC terletak bersebelahan dengan kamar. Rumah tersebut
adalah bangunan permanen, pembangunannya sempurna, dinding rumah
bersih sudah dicat. Isi rumah tertata rapi dan cukup bersih. Memiliki ventilasi
dan pencahayaan yang kurang baik. Sumber air diperoleh dari PDAM.
III. POLA KONSUMSI MAKANAN KELUARGA
Pola konsumsi keluarga tersebut. Makanan sehari-hari keluarga tersebut
cukup bervariasi terdiri dari nasi, ikan, ayam, tahu, tempe, dan sayur.
IV. PSIKOLOGI DALAM HUBUNGAN ANTAR ANGGOTA
KELUARGA
Psikologi hubungan antar anggota keluarga secara umum baik.
Keluarga tersebut sudah terbentuk selama kurang lebih 13 tahun. Ada kasih
sayang, perhatian dan tanggung jawab dan kepemimpinan kepala keluarga
dan kebersamaan serta keakraban sesama anggota keluarga. Suasana yang
harmonis terjalin di dalam keluarga ini.

8
V. LINGKUNGAN
Lingkungan sekitar rumah keluarga sudah cukup baik karena
lingkungan perumahan ini sudah memiliki saluran pembuangan air, dan
pekarangan rumah kurang bersih. Meskipun demikian keluarga pasien
berganti-gantian membersihkan rumahnya. Lantai rumah dibersihkan tiga kali
dalam seminggu, itupun jika sang cucu mempunyai kesempatan, sehingga
suasana di dalam rumah kurang bersih, dan barang-barang di dalam rumah
ada belum tertata rapi. Pembangunan rumah selesai sepenuhnya. Sampah
dibuang di tempat sampah dan kemudian di diangkut oleh mobil sampah.
VI. KEADAAN PASIEN
Saat kunjungan rumah, keadaan pasien baik. Batuk dialami sesekali dan
batuk masih berlendir. Pasien mengaku keluhan ini kadang mengganggu
aktivitasnya sehari-hari tetapi masih dapat melakukan pekerjaannya.

9
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Gambar 1. Rumah R Tampak Depan

Gambar 2. Ruang Tamu dan ruang keluarga

Gambar 3. Dapur Gambar 4. Kamar Mandi

10
Gambar 5. Kamar Tidur

TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMONIA

A. DEFINISI
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan
dan lain-lain) isebut pneumonitis.1,2

B. EPIDEMIOLOGI
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat
endemik. Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada
musim panas sampai ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu
sampai dua tahun. Infeksi tersebar luas dari satu orang ke orang lain
dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi
kelihatan menyebar lebih mudah antara populasi yang padat manusianya
misalnya di sekolah, asrama, pemukiman yang padat dan camp militer. 3,8
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan
oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian
ini terjadi di negara-negara berkembang. Kematian akibat pneumonia

11
umumnya menurut dengan usia sampai dewasa akhir. Lansia juga berada
pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit
lainnya. Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus
untuk setiap 1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun
lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap 1000 orang.
Sekitar 20-40% individu yang memerlukan kontrak pneumonia masuk
rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke Unit perawatan kritis.
Demikian pula, angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individu-
individu ini juga lebih cenderung memiliki episode berulang dari
pneumonia. Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan
apapun juga beresiko tinggi untuk pneumonia. 1

C. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita
oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram Positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram
Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri
anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak
penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram Negatif.2,4
Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif
atau Gram Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus),
Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia,
Legionella, Haemophilus influenza. 7
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-
pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta
virus7
Fungi

12
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis,
Histoplasma kapsulatum.7
Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.7

Tabel 1. Penyebab Penemonia Dan Kenapa Bisa Terjadi.4


Bakteri Penumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu,
demam, atau ISPA yang menurunkan system imunitas tubuh.
Sistem imunitas yang lemah menjadi keadaan yang baik untuk
bakteri berkembang biak di paru, dan menimbulkan penyakit.
Bermacam-macam bakteri dapat menyebabkan pneumonia,
yang tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus) dapat disebarkan apabila orang yang terinfeksi
batuk, bersin, atau menyentuh objek dengan tangan yang
terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini dapat menjadi
lebih serius bila dibandingkan dengan pneumonia akibat virus.

Virus Bermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia.


Contohnya termasuk influenza, chickenpox, herpes simplex,
and respiratory syncytial virus (RSV). Virus dapat ditularkan
antar manusia ke manusia lain melalui batuk, bersin atau
menyentuh objek dengan tangan yang terkontaminasi yang
berkontak dengan cairan dari orang yang terinfeksi.

Jamur Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia.


Yang paling sering adalah jamur yang terhirup dari udara
luar/lingkungan.

13
Aspirasi Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam
lambung atau benda asing terhirup masuk ke saluran
pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan.

Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih


tinggi untuk terkena pneumonia, yaitu antara: 5,7
1. Usia lebih dari 65 tahun.
2. Merokok.
3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan
penyakit kronis lain.
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK,
dan emfisema.
5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan
penyakit jantung.
6. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi
organ, kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-
obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh
virus

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus


merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil
penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40%
diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab
pneumonia bervariasi tergantung : 7
1. Usia.
2. Status lingkungan.
3. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara).

14
4. Status imunisasi.
5. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).

D. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di
paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru.
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. 2,6
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan : 2
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara
Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -
2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas
atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah
dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi
dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan
penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).2
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-
10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian

15
atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa
penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.2
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding
alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
1. Stadium I (4-12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel- sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.3
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga

16
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat,
yaitu selama 48 jam.3
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah
putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.3
4. Stadium IV (7-11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon
imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.3

E. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b) Pneumonia nosocomial (hospital-acqiured pneumonia/ nosocomial
pneumonia)
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita Immunocompromised
e) Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.2
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a) Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang
peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus
pada penderita pasca infeksi influenza.
b) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia.

17
c) Pneumonia virus
d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)2

F. DIAGNOSA
1) Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan
dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak
napas dan nyeri dada.
Bisa juga ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman
penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi:
Evaluasi faktor predisposisi :
- PPOK : H. influenza
- Penyakit kronik : lebih dari satu kuman
- Kejang/tidak sadar : aspirasi gram negative anaerob
- Penurunan imunitas : gram positif
- Kecanduan obta bius : staphylococcus
Bedakan lokasi infeksi
- PK : S. Pneumoniae, H. Influenza, M. Pneumoniae, Rumah
jompo
- PN : Staphylococcus aureus
Usia pasien
- Bayi : virus
- Muda : M. Pneumoniae
- Dewasa : S. Pneumoniae
Awitan
- Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S. Pneumoniae
- Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae

18
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru.
Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup,
pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai
bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian
menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.2,6
2) Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat
berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram",
penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,
hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya
gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan
infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan
Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi
pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto
toraks dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4 – 12
minggu.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai
30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke
kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis
etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak

19
diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.2

G. DIAGNOSA BANDING
1) Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit nfeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M.
tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan gejala klinis
TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu),
nyeri dada, dan hemoptysis dan gejala sistematik meliputi demam,
menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan
berat badan.4
2) Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang
tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru
yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps.4
3) Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu
penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh
emfisema atau bronkitis kronis. COPD lebih sering menyerang laki-laki
dan sering berakibat fatal. COPD juga lebih sering terjadi pada suatu
keluarga, sehingga diduga ada faktor yang dirurunkan.4
4) Bronchitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke
paru- paru). Penyakit bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada
akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki
penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru)
dan pada usia lanjut, bronchitis bisa bersifat serius.4
5) Asma bronkial, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan
saluran pernapasan, sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak
napas/kesulitan bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan dengan
mengukur kemampuan paru dalam menyimpan oksigen. Makin sedikit
oksigen yang tersimpan berarti semakin buruk kondisi asma.9

H. PENATALAKSANAAN

20
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa
alasan yaitu:2,9
1) Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2) Bakteri pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia
3) Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu
Pengobatan pneumonia dibagi menjadi dua antara lain:
1) Pneumonia komunitas
Kelompok I : Pasien berobat jalan tanpa riwayat penyakit jantung
paru dan tanpa adanya faktor pengubah (risiko
pneumokokkus resisten, infeksi grm negative, risiko
infeksi P. Aeruginosa-RPA)
Kelompok II : Pasien berobat jalan dengan riwayat penyakit jantung
paru dengan atau tanpa adanya faktor pengubah
Kelompok IIIa : Pasien dirawat di RS diluar ICU
Kelompok IIIb : Pasien tidak disertai penyakit jantung paru dan tidak
ada faktor pengubah
Kelompok IV : Pasien dirawat di ICU (a. tanpa risiko resisten P.
Aeruginosa-RPA, b. dengan risiko)

21
2) Pneumonia Nosokomial
Pemberian terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia nosocomial
yang tidak disertai faktor risiko untuk pathogen resisten jamak, dengan
onset dini pada semua tingkat berat sakit adalah dengan antibiotik
spektrum terbatas.

Atau dengan menggunakan antibiotik spektrum luas:

22
Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin. Jika ada
faktor risiko resistensi maka antibiotik diberikan secara kombinasi, jika
tidak ada risiko maka diberikan monoterapi.
Modifikasi antibiotik biasanya diberikan setelah didapat hasil
bakteriologik dari bahan sputum atau darah. Respon terhadap antibiotik
dievaluasi dalam 72 jam.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empyema, dan pericarditis) atau
penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif dan
osteomyelitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi
hematologi.2
Pneumonia biasanya dapat diobati dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien
terutama penderita yang termasuk ke dalam kelompok risiko tinggi (faktor
risiko).

23
Akumulasi cairan; cairan dapat menumpuk diantara pleura dan di bagian
bawah dinding dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi empyema.
Chest tube (atau drainage secara bedah) mungkin dibutuhkan ntuk
mengeluarkan cairan.1
Abses; pengumpulan pus (nanah) pada daerah yang terinfeksi pneumonia
disebut dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik, namun
meskipun jarang terkadng membutuhkan tindakan bedah untuk
membuangnya.
Bakteremia; keadaan ini muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari
paru masuk ke peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena
infeksi dapat menyebar dengan cepat melalui peredaran darah ke organ-organ
lain.1
Kematian; walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari penyakit
ini, pada beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3% penderita yang
dirawat di rumah sakit dan kurang dari 1% penderita yang dirawat di rumah
meninggal dunia akibat pneumonia atau komplikasinya.1

24
DAFTAR PUSTAKA

1. American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults with


community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med; 163:
1730-54.
2. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan
Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

3. Fauci, et al,. 2009. Harrison’s Manual Of Medicine. 17th Edition. By The


Mc Graw-Hill Companies In North America.
4. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit
FK UI.
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI,
Jakarta 2002.
6. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
7. Leman, 2007. Pneumonia dan Bronkopneumoia di Indonesia.
http://www.scribd.com/doc/7688175/referat-bronkopneumonia.
8. Helmi et all. 2005. Pnemonia
Mikoplasma. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2033/1/anak-
helmi3.pdf.
9. Kurniawan, dkk. 2009. Pneumonia Pada Dewasa. FK Universitas
Riau Pekanbaru. http://belibis-a17.com/2009/10/11/pneumonia-pada-
dewasa/.

25
LAPORAN KASUS NON INFEKSI
OSTEOARTHRITIS

A. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. H
 Umur : 80 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Pekerjaan : Pensiunan
 Agama : Islam
 Alamat : Jl. Maccini Kidul No. 15
 Tanggal Pemeriksaan : 21 Oktober 2019

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada kedua lutut
Anamnesis Terpimpin
Pasien perempuan, usia 80 tahun datang ke Poli Interna dengan
keluhan nyeri pada kedua lutut yang dirasakan sejak 2 minggu. Nyeri
dirasakan hilang timbul dan lutut terasa hangat sehingga pasien sulit untuk
berjalan. Nyeri hanya dirasakan di kedua lutut, tidak menjalar. Nyeri
bertambah ketika menggerakkan lutut dan berkurang dengan istirahat.
Nyeri biasanya disertai kaku pada pagi hari ketika bangun tidur dengan
durasi sekitar 10 menit. Selain itu, pasien juga mengeluh lututnya berbunyi
saat berjalan. Keluhan sudah sering dialami namun karena tidak terlalu
mengganggu pasien sering mengabaikannya. Keluhan lain seperti demam
(-), nyeri kepala (-), batuk (-), sesak nafas (-), nyeri dada (-), mual (-),
muntah (-), nafsu makan baik, BAB dan BAK baik.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes melitus : disangkal

26
- Riwayat gastritis : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIS
a. Keadaan Umum
Sakit Sedang, gizi cukup (BB: 68 kg, TB: 153 cm, IMT: 29,04 kg/m2)
b. Kesadaran
Compos mentis
c. Tanda Vital
 Tekanan Darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 84 x/menit
 Pernapasan : 22 x/menit
 Suhu : 36,6oC
d. Status Generalis
1. Kepala
Normochepal, rambut panjang, lurus, warna putih, distribusi rambut
merata, rambut tidak mudah dicabut.
2. Mata
Eksopthalmus/Enopthalmus (-/-), gerakan mata dalam batas normal,
mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterus (-/-), reflex
kornea (+/+), pupil bulat isokor Ø 2,5 mm, reflex cahaya (+/+).
3. Telinga
Simetris kiri dan kanan, discharge (-)
4. Hidung
Deviasi septum (-), discharge (-)
5. Mulut

27
Kering (-), sianosis (-), perdarahan gusi (-), faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1 hiperemis (-), lidah kotor(-).
6. Leher
 Pembesaran KGB tidak ada
 Trakea dalam batas normal
7. Thoraks
Pulmo
- Inspeksi : Bentuk DBN, pergerakan DBN, retraksi tidak ada
- Palpasi : Pelebaran ICS tidak ada
- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor
- Inspeksi : Iktus Kordis tidak nampak
- Palpasi : Dalam batas normal
- Perkusi : Batas jantung atas : DBN
Batas jantung kanan : DBN
Batas jantung kiri : DBN
Batas jantung bawah : DBN
- Auskultasi : BJ ½ regular murni, Murmur tidak ada
8. Abdomen
- Inspeksi : Cembung (-), darm contour (-), darm steifung (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (-), massa (-), hepar dan lientidak
teraba
- Perkusi : Timpani
9. Punggung
Tidak terdapat deformitas, tidak terdapat massa, sikatriks (-), nyeri
ketok costovertebrae (-/-), gerakan simetris kiri = kanan
10. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
11. Rectum/anus

28
Tidak dilakukan pemeriksaan
12. Ekstremitas
 Superior : Akral hangat(+/+), edema(-/-), sianosis(-/-), fraktur(-/-)
 Inferior : Akral hangat(+/+), edema(-/-), sianosis(-/-), fraktur(-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

E. RESUME
Ny. H, usia 80 tahun datang ke Poli Interna dengan keluhan nyeri pada
kedua lutut yang dirasakan sejak 2 minggu. Nyeri dirasakan hilang timbul
dan lutut terasa hangat sehingga pasien sulit untuk berjalan. Nyeri hanya
dirasakan di kedua lutut, tidak menjalar. Nyeri bertambah ketika
menggerakkan lutut dan berkurang dengan istirahat. Nyeri biasanya
disertai kaku pada pagi hari ketika bangun tidur dengan durasi sekitar 10
menit. Selain itu, pasien juga mengeluh lututnya berbunyi saat berjalan.
Keluhan sudah sering dialami namun karena tidak terlalu mengganggu
pasien sering mengabaikannya.
Hasil Pemeriksaan Fisis, keadaan umum sakit sedang, compos mentis,
gizi baik. Pada pemeriksaan tanda vital didapat Tekanan Darah 130/80
mmHg, Nadi 84 x/menit, Pernafasan 22 x/menit, Suhu 36,6oC. Pada
pemeriksaan kepala, leher, thorax, abdomen, dan ekstremitas dalam batas
normal.

F. DIAGNOSIS KERJA
Osteoarthritis

G. DIAGNOSIS BANDING
 Rheumatoid Arthritis
 Tendonitis

29
H. PENATALAKSANAAN
 Natrium diklofenat 2 x 25 mg
 Neurodex 1 x 1

I. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanationam : bonam

J. DIAGNOSIS HOLISTIK (BIOPSIKOSOSIAL)


Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang telah dilakukan
maka pasien ini didiagnosis menderita Pneumonia. Diagnosa holistik
(multiaksial) :
f. Aspek personal : Pasien berharap dapat hidup sehat dan penyakit yang
dialami tidak kambuh kembali.
g. Aspek Klinis : Osteoarthritis.
h. Aspek Risiko Internal : Pasien sebelumnya memiliki berat badan
berlebih yang tergolong obesitas dan memiliki pekerjaan dengan
aktivitas fisik yang cukup berat serta pasien juga memiliki tanggung
jawab sebagai ibu rumah tangga yang kesehariannya memasak,
mencuci dll.
i. Aspek Faktor Risiko Eksternal : Keluarga pasien kurang memerhatikan
kondisi penyakit pasien, dikarenakan kesibukan dari masing-masing
anggota keluarga.
j. Aspek Mental, Psikologi, dan Sosial : Pasien memiliki kekhawatiran
mengenai penyakitnya, akan tetapi pasien menyadari dengan umur
seperti itu sudah rentan terkena penyakit.

30
K. EDUKASI
Penatalakasanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier :
d. Pencegahan primer : Memberikan promosi kesehatan dengan
pendekatan perilaku hidup sehat, serta edukasi mengenai penyakit
Osteoarthritis.
e. Pencegahan Sekunder : Jika seseorang telah didiagnosis sebagai
Osteoarthritis, maka selain melakukan early diagnose and prompt
treatment perlu juga diedukasi untuk mengurangi aktivitas berat yang
dapat memperberat keluhan pasien dan perlu istirahat yang cukup.
f. Pencegahan Tersier : Pada tahap disability limitation kita menganjurkan
olahraga ringan yang tidak mempengaruhi lutut pasien agar kesehatan
pasien tetap terjaga dan mencegah terjadinya komplikasi yang tidak
diharapkan.

31
HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Kunjungan rumah dilaksanakan untuk melihat keadaan lingkungan sekitar
pasien dan hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang diderita. Dengan
demikian pasien dan keluarga dapat memahami bagaimana pengaruh lingkungan
terhadap suatu penyakit dan sebaliknya bagaimana suatu penyakit dapat
mempengaruhi lingkungan.
I. PROFIL KELUARGA
Ny. H tinggal di sebuah rumah yang didiami bersama dua orang anaknya.
Anak mereka berjenis kelamin laki-laki bernama Tn. S dan Tn. H yang telah
sarjana dan bekerja sebagai wiraswasta.
II. STATUS SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
Ny. H seorang pensiunan. Penghasilan Ny. H sampai saat ini dirasa
mencukupi kebutuhan keluarganya, apalagi istrinya juga memiliki rumah kos-
kosan, sehingga dapat membantu kebutuhan keluarga dan biaya sekolah anaknya.
Keluarga Ny. H tinggal di rumah dengan kepemilikian milik Negara. Ny. H
tinggal dalam rumah yang cukup sehat, dengan kondisi rumah batu berlantai
semen dan keramik, terdiri atas 1 lantai, dengan 2 kamar tidur. Sekitar rumah
yaitu bagian samping kanan dan kirinya berbatasan dengan rumah batu. Meskipun
berada di lingkungan perumahan yang cukup padat, tetapi rumah Ny. H memiliki
pekarangan yang cukup luas. Ny. H menempati sebuah kamar dengan luas
sekitar. Perabot tertata rapi dan kebersihan kamar cukup memuaskan. Rumah itu
memiliki 3 kamar mandi yang terletak di dekat kamar dan dekat dapur. Kondisi
kamar mandi dan dapur cukup bersih. Ventilasi dan pencahayaan cukup memadai
serta memenuhi syarat. Sumber air untuk kebutuhan mandi, mencuci dan
memasak diperoleh dari air PAM, dan air galon untuk minum. Septic tank terletak
di belakang rumah dan tertutup dengan baik. Rumah Ny. H juga dilengkapi
saluran pembuangan air di depan rumah, hanya saja saluran pembuangannya
belum terlalu baik sehingga airnya tergenang.
III. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Menurut Ny. H, dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
yang bermakna, hanya dirinya yang sering merasa nyeri pada lutut namun dari

32
hasil pemeriksaan tidak menunjukkan kondisi yang serius. Dokter hanya
menyarankan Ny. H untuk banyak istirahat dan tidak boleh terlalu banyak aktifitas
fisik.
IV. POLA KONSUMSI MAKANAN KELUARGA
Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan yang
biasa dihidangkan Ny. H terdiri dari nasi, sayur, dan lauk yang digoreng atau
terkadang direbus yang biasanya dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi cukup
bervariasi antara lain sayuran hijau, terutama daun kacang, kangkung dan kacang
panjang baik direbus atau ditumis. Lauk yang dihidangkan bervariasi namun lebih
sering ikan. Untuk buah-buahan, keluarga ini sering mengonsumsi buah anggur.
Pola makan keluarga ini tiga kali sehari, terdiri dari sarapan pagi, makan siang dan
makan malam.
V. PSIKOLOGI DALAM HUBUNGAN ANTAR ANGGOTA KELUARGA
Hubungan Ny. H dengan keluarganya cukup dekat dan komunikasi berjalan
lancar. Setiap hari anak-anaknya melakukan aktifitasnya masing-masing dengan
setiap pagi pergi bekerja dan pulang ke rumah pada malam harinya. Tidak ada
permasalahan maupun konflik yang mengganggu keseharian keluarga pasien
VI. LINGKUNGAN
Lingkungan tempat tinggal terbilang cukup padat. Kebersihan lingkungan
rumah terjaga, lingkungan rumah tetangga sekitar rumah Ny. H juga cukup
terjaga, meskipun masih ada beberapa rumah yang tidak terlalu memperhatikan
kebersihan lingkungan rumahnya. Jalanan di depan rumah dalam keadaan baik.
VII. KEADAAN PASIEN
Saat kunjungan rumah, keadaan pasien sudah membaik. Pasien sudah
mengurangi aktivitas fisik dan banyak istirahat. Pasien berharap agar penyakitnya
tidak kambuh lagi dan dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari.

33
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1. Rumah Tampak Depan

Gambar 2. Kamar Tidur

Gambar 3. Dapur

34
Gambar 4. Kamar Mandi
Gambar 5. Dokumentasi saat anamnesis

35
TINJAUAN PUSTAKA
OSTEOARTRITIS
A. Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non
inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat
progresif lambat, ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi,
hipertrofi tulang pada tepinya, sklerosis tulang subkondral, perubahan pada
membran sinovial, disertai nyeri, biasanya setelah aktivitas berkepanjangan, dan
kekakuan, khususnya pada pagi hari atau setelah inaktivitas. Penyakit ini disebut
juga degenerative arthritis, hypertrophic arthritis, dan degenerative joint disease.
Osteoartritis adalah bentuk artritis yang paling umum terjadi yang mengenai
mereka di usia lanjut atau usia dewasa dan salah satu penyebab terbanyak
kecacatan di negara berkembang.1
B. Epidemiologi
Pada orang dewasa populasi Amerika mempengaruhi sekitar 27 juta orang
di Amerika Serikat. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi yaitu
mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh
nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang
terkena.Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus
sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien. Karena prevalensi yang cukup
tinggi dan sifatnya yang kronik-progresif, OA mempunyai dampak sosio-
ekonomik yang besar, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Diperkirakan 1 sampai 2juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena
OA. Pada abad mendatang tantangan terhadap dampak OA akan lebih besar
karena semakin banyaknya populasi yang berumur tua.1

C. Klasifikasi
Klasifikasi Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu OA
primer dan OA sekunder.4

36
Osteoartritis primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan
tidak berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada
sendi. Meski demikian, osteoartritis primer banyakdihubungkan pada penuaan.
Pada orangtua, volume air dari tulang muda meningkat dan susunan protein tulang
mengalami degenerasi. Akhirnya, kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas
atau membentuk tulang muda yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan
total dari bantal kartilago antara tulang-tulang dan sendi-sendi. Penggunaan
berulang dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat membuat
bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan
pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan antar
tulang, menjurus pada nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari
kartilago dapat juga menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru yang
terbentuk di sekitar sendi-sendi.4
Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu
maupun banyak sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut), sendi-
sendi kecil (carpometacarpal, metacarpophalangeal), sendi apophyseal dan atau
intervertebral pada tulang belakang, maupun variasi lainnya seperti OA
inflamatorik erosif, OA generalisata, chondromalaciapatella, atau Diffuse
Idiopathic Skeletal Hyperostosis (DISH).4
Osteoartritis sekunder
Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau
kondisi lainnya, seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan
pertumbuhan (baik lokal maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi,
penyakit akibat deposit kalsium, kelainan endokrin, metabolik, inflamasi,
imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya seperti obesitas, operasi
yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya.4

D. Patogenesis
Osteoartritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan
yang tidak dapat dihindari. Namun, penelitian para pakar sekarang menyatakan

37
bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme
kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya
belum diketahui.Jejas mekanis dan kimiawi diduga merupakan faktor penting
yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago
di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi,
kerusakan kondrosit, dan nyeri. Jejas mekanik dan kimiawi pada sinovial sendi
yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur, humoral, genetik,
obesitas, stress mekanik atau penggunaan sendi yang berlebihan, dan defek

anatomik.4
Gambar 6. Patogenesis Osteoartritis1

Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada OA.


Kartilago sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi bebas
gesekan karena terendam dalam cairan sinovial dan sebagai “absorb shock”,
penahan beban dari tulang. Pada OA, terjadi gangguan homeostasis dari

38
metabolisme kartilago sehingga terjadi kerusakan struktur proteoglikan kartilago,
erosi tulang rawan, dan penurunan cairan sendi.1
Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks
ekstraseluler, yang terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan jaringan
kolagen. Kondrosit berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe II untuk
penguat sendi dan proteoglikan untuk membuat jaringan tersebut elastis, serta
memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap
terjaga dengan baik. Kartilago tidak memiliki pembuluh darah sehingga proses
perbaikan pada kartilago berbeda dengan jaringan-jaringan lain. Di kartilago,
tahap perbaikannya sangat terbatas mengingat kurangnya vaskularisasi dan respon
inflamasi sebelumnya.1
Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan memproduksi
matriks baru untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis maupun kimiawi.
Namun dalam hal ini, kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan
memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler,
termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI, dan X yang berlebihan dan sintesis
proteoglikan yang pendek. Akibatnya, terjadi perubahan pada diameter dan
orientasi serat kolagen yang mengubahbiomekanik kartilago, sehingga kartilago
sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya.1
Beberapa keadaan seperti trauma / jejas mekanik akan menginduksi
pelepasan enzim degradasi, seperti stromelysin dan Matrix Metalloproteinases
(MMP). Stromelysin mendegradasi proteoglikan, sedangkan MMP mendegradasi
proteoglikan dan kolagen matriks ekstraseluler.MMP diproduksi oleh kondrosit,
kemudian diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan proteinase serin (aktivator
plasminogen), radikal bebas, dan beberapa MMP tipe membran.Kaskade
enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMP dan inhibitor
aktivator plasminogen.Tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP) yang
umumnya berfungsi menghambat MMP tidak dapat bekerja optimal karena di
dalam rongga sendi ini cenderung bersifat asam oleh karena stromelysin (pH 5,5),
sementara TIMP baru dapat bekerja optimal pada pH.1

39
Agrekanase akan memecah proteoglikan di dalam matriks rawan sendi
yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMT-4)
dan agrekanase 2 (ADAMT-11). Enzim lain yang turut berperan merusak kolagen
tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah, termasuk
proteinase aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B, H, K, L dan S)
yang disimpan di dalam lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak terdapat di dalam
rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut berperan merusak proteoglikan.1
Pada osteoartritis, mediator-mediator inflamasi ikut berperan dalam
progresifitas penyakit. Selain pelepasan enzim-enzim degradasi, faktor-faktor pro
inflamasi juga terinduksi dan dilepaskan ke dalam rongga sendi, seperti Nitric
Oxide (NO), IL-1β, dan TNF-α. Sitokin-sitokin ini menginduksi kondrosit untuk
memproduksi protease, kemokin, dan eikosanoid seperti prostaglandin dan
leukotrien dengan cara menempel pada reseptor di permukaan kondrosit dan
menyebabkan transkripsi gen MMP sehingga produksi enzim tersebut meningkat.
Akibatnya sintesis matriks terhambat dan apoptosis sel meningkat.1
Sitokin yang terpenting adalah IL-1. IL-1 berperan menurunkan sintesis
kolagen tipe II dan IX dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga
menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas buruk. Pada akhirnya tulang
subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan
menghasilkan enzim proteolitik.1

E. Manifestasi Klinis
Keluhan osteoartritis yang paling sering dirasakan yaitu nyeri sendi,
terutama saat sendi bergerak atau menanggung beban, dan akan berkurang saat
istirahat.Seringkali penderita merasakan nyeri pada sendi asimetris yang
meningkat secara bertahap selama beberapa tahun.Nyeri pada pergerakan dapat
timbul akibat iritasi kapsul sendi, periostitis dan spasme otot periartikular. Pada
tahap awal, nyeri hanya terlokalisasi pada bagian tertentu, tetapi bila berlanjut,
nyeri akan dirasakan pada seluruh sendi yang terkena OA. Nyeri ini seringkali
disertai bengkak, penurunan ruang gerak sendi, dan abnormalitas mekanis.1,2

40
Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan pembentukan osteofit,
permukaan sendi yang tidak rata akibat kehilangan rawan sendi yang berat atau
spasme dan kontraktur otot periartikular.1
Kekakuan sendi juga dapat ditemukan pada penderita OA setelah sendi tidak
digerakkan beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang
setelah sendi digerakkan. Kekakuan yang terjadi pada pagi hari biasanya
berlangsung tidak lebih dari 30 menit.Selain itu, juga didapatkanpembesaran
tulang di sekitar sendi, efusi sendi, dan krepitasi.Pada OA lutut, gejala spesifik
yang dapat timbul adalah keluhan instabilitas pada waktu naik turun tangga.1

F. Faktor Risiko
Secara garis besar faktor risiko timbulnya OA (primer) yaitu idiopatik
sementara faktor resiko OA sekunder meliputi umur, jenis kelamin, ras, genetik,
nutrisi, obesitas, penyakit komorbiditas, menisektomi, kelainan anatomis, riwayat
trauma lutut, aktivitas fisik, kebiasaan olah raga, dan jenis pekerjaan.Masing-
masing sendi mempunyai biomekanik, cedera dan presentase gangguan yang
berbeda, sehingga peran faktor-faktor risiko tersebut untuk masing-masing OA
berbeda. Dengan melihat faktor-faktor resiko ini, maka sebenarnya semua OA
individu dapat dipandang sebagai1
 Faktor yang mempengaruhi predisposisi generalisata
 Faktor-faktor yang menyebabkan beban biomekanis tak normal pada
sendi-sendi tertentu
1. Umur
Usia adalah faktor risiko utama timbulnya OA, dengan prevalensi dan
beratnya OA yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Lebih dari 80% individu berusia lebih dari 75 tahun terkena OA. Bukti
radiografi menunjukkan insidensi OA jarang pada usia di bawah 40 tahun.
OA hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak dan sering pada usia di atas
60 tahun. Meskipun OA berkaitan dengan usia, penyakit ini bukan
merupakan akibat proses penuaan yang tak dapat dihindari.1

41
Perubahan morfologi dan struktur pada kartilago berkaitan dengan usia
termasuk penghalusan dan penipisan permukaan artikuler; penurunan
ukuran dan agregasi matriks proteoglikan; serta kehilangan kekuatan
peregangan dan kekakuan matriks. Perubahan-perubahan ini paling sering
disebabkan oleh penurunan kemampuan kondrosit untuk mempertahankan
dan memperbaiki jaringan, seperti kondrosit itu sendiri sehingga terjadi
penurunan aktivitas sintesis dan mitosis, penurunan respon terhadap
anabolic growth factor, dan sintesis proteoglikan yang lebih kecil dantidak
seragam.1
2. Jenis kelamin
Wanita berrisiko terkena OA dua kali lipat dibanding pria. Walaupun
prevalensi OA sebelum usia 45 tahun kurang lebih sama pada pria dan
wanita, tetapi di atas 50 tahun prevalensi OA lebih banyak pada wanita,
terutama pada sendi lutut. Wanita memiliki lebih banyak sendi yang terlibat
dan lebih menunjukkan gejala klinis seperti kekakuan di pagi hari, bengkak
pada sendi, dan nyeri di malam hari.1
Meningkatnya kejadian OA pada wanita di atas 50 tahun diperkirakan
karena turunnya kadar estrogen yang signifikan setelah menopause.Kondrosit
memiliki reseptor estrogen fungsional, yang menunjukkan bahwa sel-sel ini
dipengaruhi oleh estrogen. Penelitian yang dilakukan pada beberapa tikus
menunjukkan bahwa estrogen menyebabkan peningkatan pengaturan reseptor
estrogen pada kondrosit, dan peningkatan ini berhubungan dengan
peningkatan sintesis proteoglikan pada hewan percobaan.1
3. Ras
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak
berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika– Amerika
memiliki risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras
Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi
dibandingkan Kaukasia.Suatu studi lainmenyimpulkan bahwa populasi kulit
berwarna lebih banyak terserang OA dibandingkan kulit putih.1
4. Genetik

42
Faktor genetik juga berperan pada kejadian OA lutut. Hal tersebut
berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang
bersifat diturunkan, seperti adanya mutasi pada gen prokolagen II atau gen-
gen struktural lain untuk struktur-struktur tulang rawan sendi seperti kolagen
tipe IX dan XII, protein pengikat, atau proteoglikan.1
Sebuah studi menunjukkan bahwa komponen yang diturunkan pada
penderita OA sebesar 50% hingga 65%. Studi pada keluarga, saudara kembar,
dan populasi menunjukkan perbedaan antar pengaruh genetik menentukan
lokasi sendi yang terkena OA. Bukti lebih jauh yang mendukung faktor
genetik sebagai predisposisi OA adalah adanya kesesuaian gen OA yang lebih
tinggi pada kembar monozigot dibanding kembar dizigot.1
5. Nutrisi
Orang yang jarang mengkonsumsi makanan bervitamin D memiliki
peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA lutut.Penelitian faktor nutrisi
sebagai etiopatologi OA membuktikan adanya peningkatan risiko kejadian OA
lutut pada individu dengan defisiensi vitamin C dan E. Pada orang Asia,
penyakit Kashin-Beck, salah satu jenis OA, dapat disebabkan oleh makanan
yang terkontaminasi oleh jamur. Hipotiroidisme terjadi pada sebagian
penderita OA karena defisiensi selenium.1
6. Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah faktor risiko terkuat untuk terjadinya
osteoartritis lutut. Efek obesitas terhadap perkembangan dan progresifitas OA
terutama melalui peningkatan beban pada sendi-sendi penopang berat badan.
Tiga hingga enam kali berat badan dibebankan pada sendi lutut pada saat
tubuh bertumpu pada satu kaki. Peningkatan berat badan akan
melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan.1
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa makin besar Indeks Massa Tubuh
(IMT), risiko menderita OA lutut akan semakin meningkat.Penderita OA
dengan obesitas memiliki gejala OA yang lebih berat. Obesitas tidak hanya
mengawali timbulnya penyakit OA, tetapi juga merupakan akibat lanjut dari
inaktivitas para penderita OA.1

43
Selain melalui peningkatan tekanan mekanik pada tulang yang
menyebabkan kerusakan kartilago, obesitas berhubungan dengan kejadian
osteoartritis secara tidak langsung melalui faktor-faktor sistemik.1
7. Penyakit komorbid
Faktor metabolik juga berkaitan terhadap timbulnya OA, selain faktor
obesitas. Hal ini didukung dengan adanya kaitan antara OA dengan beberapa
penyakit seperti diabetes mellitus, hipertensi, hiperurisemia, dan penyakit
jantung koroner.1
8. Menisektomi
Menisektomi merupakan suatu tindakan operasi yang dilakukan di daerah
lutut dan merupakan salah satu faktor risiko penting pada timbulnya OA lutut.
Osteoartritis lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani
menisektomi.OA campuran antara patellofemoral dan tibiofemoral sering
terjadi pada individu yang pernah menjalani menisektomi.1
9. Kelainan anatomis
Kelainan lokal pada sendi lutut yang dapat menjadi faktor risiko OA lutut
antara lain genu varum, genu valgus, Legg–Calve–Perthes disease,displasia
asetabulum, dan laksiti ligamentum pada sendi lutut.Kelemahan otot
kuadrisep juga berhubungan dengan nyeri lutut, disabilitas, dan progresivitas
OA lutut. Selain karena kongenital, kelainan anatomis juga dapat disebabkan
oleh trauma berat yang menyebabkan timbulnya kerentanan terhadap OA.1
10. Riwayat trauma lutut
Trauma lutut akut, terutama kerusakan pada ligamentum cruciatum dan
robekan meniskus pada lutut merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut, dan
berhubungan dengan progresifitas penyakit. Perkembangan dan progresifitas
OA pada individu yang pernah mengalami trauma lutut tidak dapat dicegah,
bahkan setelah kerusakan ligamentum cruciatum anterior diperbaiki. Risiko
berkembangnya OA pada kasus ini sebesar 10 kalilipat.1
11. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang berat / weight bearing seperti berdiri lama (2 jam atau
lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari),

44
mengangkat benda berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap
minggu), mendorong objek yang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau
lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko
terjadinya OA lutut.1
Di sisi lain, seseorang dengan aktivitas minim sehari-hari juga berrisiko
mengalami OA lutut. Kurangnya aktivitas sendi yang berlangsung lama akan
menyebabkan disuse atrophy yang akan meningkatkan kerentanan terjadinya
trauma pada kartilago. Pada penelitian terhadap hewan coba, kartilago sendi
yang diimobilisasi menunjukkan sintesis aggrecan proteoglikan pada kartilago
yang mempengaruhi biomekanisnya, berhubungan dengan peningkatan MMP
yang dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah.1
12. Kebiasaan olah raga
Olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko
OA yang lebih tinggi. Beban benturan yang berulang juga dapat menjadi suatu
faktor penentu lokasi pada individu yang mempunyai predisposisi OA dan
dapat berkaitan dengan perkembangan dan beratnya OA. Atlet olah raga yang
cenderung mengalami benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola,
lari maraton, dan kung fu meningkatkan risiko untuk menderita OA lutut.1
13. Jenis pekerjaan
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus,
misalnya tukang pahat, pemetik kapas, berkaitan dengan peningkatan risiko
OA tertentu.Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang
menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut. Osteoartritis lebih banyak
ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang sering menggunakan
kekuatan yang bertumpu pada lutut, seperti penambang, petani, dan kuli
pelabuhan.1

G. Diagnosis
Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan
hanya padasatu jenis pemeriksaan saja.Biasanya kita lakukan pemeriksaan
reumatologi ringkas berdasarkan prinsip pemeriksaan GALS (Gait, arms, legs,

45
spine).Penegakan diagnosis OA berdasarkan gejala klinis.Tidak ada pemeriksaan
penunjang khusus yang dapat menentukan diagnosis OA.Pemeriksaan penunjang
saat ini terutama dilakukan untuk meonitoring penyakit dan untuk menyingkirkan
kemungkinan arthritis karena sebab lainnya. Pemeriksaan radiologi dapat
menentukan adanya OA, namun tidakberhubungan langsung dengan gejala klinis
yang muncul.5
Gejala OA umumnya dimulai saat usiadewasa, dengan tampilan klinis
kaku sendi di pagi hari atau kaku sendi setelah istirahat. Sendi dapat mengalami
pembengkakan tulang, dan krepitus saat digerakkan, dapat disertai keterbatasan
gerak sendi.Peradangan umumnya tidak ditemukan atau sangat ringan. Banyak
sendi yang dapat terkena OA, terutama sendi lutut, jari-jari kaki, jari-jari tangan,
tulang punggung dan panggul.5
Pada seseorang yang dicurigai OA, direkomendasikan melakukan
pemeriksaan berikut ini:4
1. Anamnesis4
a. Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
b. Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila
disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang
minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit)
c. Tidak disertai gejala sistemik
d. Nyeri sendi saat beraktivitas
e. Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I),
Proksimal interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi kaki:
Metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi lain: lutut, V. servikal, lumbal, dan
hip.
Faktor risiko penyakit:4
a. Bertambahnya usia
b. Riwayat keluarga dengan OA generalisata
c. Aktivitas fisik yang berat
d. Obesitas

46
e. Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang
bersangkutan.

Penyakit yang menyertai, sebagaipertimbangan dalam pilihan terapi:4


a. Ulkus peptikum, perdarahan saluranpencernaan, penyakit liver.
b. Penyakit kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke,
gagal jantung)
c. Penyakit ginjal
d. Asthma bronkhiale (terkait penggunaan aspirin atau OAINs)
e. Depresi yang menyertai.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan fungsi sendi4
a. Nyeri saat malam hari (night pain)
b. Gangguan pada aktivitas sehari-hari
c. Kemampuan berjalan
d. Lain-lain: risiko jatuh, isolasi sosial, depresi
e. Gambaran nyeri dan derajat nyeri (skala nyeri yang dirasakan pasien)
2. Pemeriksaan fisik4
a. Tentukan BMI
b. Perhatikan gaya berjalan/pincang?
c. Adakah kelemahan/atrofi otot
d. Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi?
e. Lingkup gerak sendi (ROM)
f. Nyeri saat pergerakan atau nyeri diakhir gerakan.
g. Krepitus
h. Deformitas/bentuk sendi berubah
i. Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
j. Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
k. Pembengkakan jaringan lunak
l. Instabilitas sendi
3. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis lain4
a. Adanya infeksi

47
b. Adanya fraktur
c. Kemungkinan keganasan
d. Kemungkian Artritis Reumatoid
4. Pemeriksaan Penunjang4
a. Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis OA.
Pemeriksaan darah membantu menyingkirkan diagnosis lain dan monitor
terapi.
b. Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau untuk
merujuk ke ortopedi.

Gambar 7. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut7


Keterangan:
- Gambar atas kiri: pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya celah
sendi (tanda panah)
- Gambar bawah kiri: pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai
terbentuknya osteofit (tanda panah)
- Gambar atas kanan: menyempitnya celah sendi (tanda panah putih)
menyebabkan destruksi padapada kartilago dan
sunchondral (tanda panah terbuka)
- Gambar bawah kanan: ditemukan kista subchondral (tanda panah)

48
Gambar 8. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis panggul7
Keterangan: Gambar atas: gambar pertama menunjukkan penyempitan celah
sendi pada panggul (tanda panah putih), sklerosis subchondral
(kepala panah putih), dan terbentuknya kista (kepala panah
transparan). Gambar bawah:gambar kedua diambil 2 tahun setelah
gambar pertama yang menunjukkan semakin menyempitnya celah
sendi (tanda panah putih) dan sklerosis (kepala panah putih).

Gambar 9. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis jari tangan dan jari
kaki8

49
Keterangan: Gambaran radiologis posteroanterior menunjukkan penyempitan
ruang sendi interphalangeal, sklerosis subchondral, dan
pembentukan osteofit (panah)
5. Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi
pilihan terapi/ penatalaksanaan OA.4
a. Singkirkan diagnosis banding.
b. Pada kasus dengan diagnosis yang meragukan, sebaiknya dikonsulkan
pada ahli reumatologi untukmenyingkirkan diagnosis lain yang
menyerupai OA. Umumnya dilakukan artrosentesis diagnosis.
c. Tentukan derajat nyeri dan fungsi sendi
d. Perhatikan dampak penyakit pada status sosial seseorang
e. Perhatikan tujuan terapi yang ingin dicapai, harapan pasien, mana yang
lebih disukai pasien, bagaimanarespon pengobatannya.
f. Faktor psikologis yang mempengaruhi.
Diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi dari American College of
Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini.
Klinis Klinis dan laboratorium Klinis dan radiografi
Nyeri lutut + minimal 3 dari Nyeri lutut + minimal 5 dari Nyeri lutut + 1 dari 3
6 kriteria berikut: 9 kriteria berikut ini: kriteria berikut:
1. Umur > 50 tahun 1. Umur > 50 tahun 1. Umur > 50 tahun
2. Kaku pagi < 30 menit 2. Kaku pagi < 30 menit 2. Kaku pagi < 30 menit
3. Krepitus 3. Krepitus 3. Krepitus
4. Nyeri tekan 4. Nyeri tekan Gambaran radiologi :
5. Pembesaran tulang 5. Pembesaran tulang Osteofit (+)
6. Tidak panas pada 6. Tidak panas pada
perabaan perabaan
7. LED < 40 mm/jam
8. RF < 1:40
9. Analisis cairan sendi
normal
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Osteoartritis Lutut3

50
Grading menurut kriteria Kellgren-Lawrence
Pada OA terdapat gambaran radiografi yang khas, yaitu osteofit. Selain
osteofit, pada pemeriksaan X-ray penderita OA biasanya didapatkan penyempitan
celah sendi, sklerosis, dan kista subkondral.Berdasarkan gambaran radiografi
tersebut, Kellgren dan Lawrence membagi OA menjadi empat grade.1
1. Grade 0 : normal
2. Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit
3. Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral,
celahsendi normal, terdapat kista subkondral
4. Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis
tulang,terdapat penyempitan celah sendi
5. Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat
kistasubkondral dan sclerosis

Gambar 10 . Kriteria Penilaian OA menurut Kellgren-Lawrence9

H. Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologis
Edukasi, menghindari aktivitas yang menyebabkan pembebanan berlebih
pada sendi, olahraga untuk penguatan otot lokal dan olahraga aerobik, penurunan

51
berat badan jika berat badan berlebih atau obes, aplikasi lokal panas atau dingin,
peregangan sendi, transcutaneous electrical nerve stimulation, penggunaan
penyokong sendi, penggunaan alat bantu pada yang mengalami gangguan dalam
aktivitas sehari-hari.3
Terdapat beberapa hal yang direkomendasikan oleh ACR 2012 dalam
manajemen terapi non farmakologis OA lutut, yaitu sebagai berikut. Rekomendasi
Non Farmakologis untuk Manajemen OA Lutut4
Sangat Direkomendasikan Tidak
direkomendasikan pada kondisi tertentu direkomendasikan
1. Berpartisipasi dalam 1. Berpartisipasi dalam 1. Berpartisipasi dalam
kardiovaskular manajemen diri latihan keseimbangan
(aerobic dan atau 2. Menerima terapi baik sendiri maupun
latihan resistensi) dikombinasi dengan bersamaan dengan
2. Berpartisipasi dalam latihan diawasi latihan penguatan
olahraga air 3. Menerima intervensi 2. Mengenakan sol
3. Menurunkan berat psikososial lateral terjepit
bdan (untuk individu 4. Menggunakan 3. Menggunakan
dengan berat badan medially directed penyangga lutut
berlebih) patellar taping 4. Menggunakan
5. Mengenakan medially laterally directed
wedges insoles pada patellar taping
OA kompartemen
6. Mengenakan laterally
edges
7. Menggunakan
subtelar strapped
insoles pada OA
kompartemen medial
8. Diinstruksikan
penggunaan termal
Tabel 2. Rekomendasi Non Farmakologis untuk Manajemen OA Lutut4

52
Fisioterapi
Fisioterapi merupakan manajemen rehabilitasi fisik dengan menggunakan
berbagai modalitas fisik. Secara garis besar, modalitas fisioterapi yang sering
dipergunakan antara lain berupa: thermal dan hydrotherapy, electromagnetic
therapy, dan manual therapy.6
Thermal dan Hydrotherapy Beberapa jenis terapi thermal yang sering
dipergunakan antara lain: cryotherapy, wax bath, contrast bath dan hot packs.
Selain itu terdapat juga hydrotherapy yang dikombinasikan dengan terapi latihan.
Kombinasi tersebut dilakukan mengingat adanya gaya buoyancy pada air yang
dapat mengurangi pengaruh gravitasi sehingga mempermudah gerakan sehingga
dapat meminimalkan rasa nyeri akibat pergerakan.6
Cryotherapy dapat dilakukan dengan memberikan aplikasi es pada daerah
yang mengalami gangguan selama satu sampai tiga menit. Suhu kulit pada
daerah tersebut dapat berkurang sebesar 10° C. Aplikasi es dapat dilakukan
dengan menggunakan handuk es, ice packs atau pemijatan dengan batang es.
Pada prinsipnya terapi ini bertujuan untuk menurunkan tingkat metabolisme pada
daerah tersebut sehingga cocok dilakukan pada keadaan akut. Terapi ini bisa
mengatasi rasa nyeri, spasmus otot setelah kontraksi otot yang berlebihan,
gangguan saraf atau pascaoperasi. Kontraindikasi terapi adalah gangguan
kardiovaskular dan saraf terutama saraf sensoris. Manfaat khusus terapi ini
adalah untuk menghentikan perdarahan.6
Wax bath merupakan teknik fisioterapi dengan menggunakan lilin parafin
cair yang bersuhu 40° C sampai dengan 44° C. Parafin tersebut diaplikasikan
pada daerah persendian untuk mengurangi nyeri dan kekakuan persendian lengan
dan kaki selama 30 sampai 45 menit. Selain mengurangi kekakuan dan nyeri,
terjadi pula efek relaksasi sendi dan perbaikan kondisi dan kelembaban kulit.
Kontraindikasi terapi ini adalah pada luka terbuka, luka bakar maupun infeksi
kulit.6
Contrast bath dilakukan dengan mengkombinasikan air hangat dan dingin
secara bergantian. Suhu air hangat dijaga pada kisaran 40° C sampai 45° C
sedangkan suhu air dingin sekitar 15° C sampai 20° C. Terapi ini terutama cocok

53
dilakukan pada kondisi nyeri pada ekstremitas. Manfaat utama lain adalah
memberikan efek relaksasi secara umum sehingga dapat menurangi rasa lelah
paska aktivitas fisik yang berlebihan. Kontraindikasi terapi ini adalah pada
keadaan penurunan sensasi saraf sensoris misalnya pada stadium akhir diabetes
mellitus.6
Hot packs biasanya terdiri atas silicate gel yang bernama bentonite. Hot
packs ini dilarutkan pada tangki air khusus dan dapat meningkatkan suhu air
menjadi 75° C sampai 80° C. Panas yang timbul dari hot packs ini dipergunakan
untuk mengurangi nyeri dan menimbulkan relaksasi. Terapi ini cocok dilakukan
untuk mengatasi nyeri otot dan keadaan yang memerlukan relaksasi umum.
Kontraindikasi dari terapi ini adalah luka terbuka, luka bakar dan penurunan
sensasi saraf sensoris.6
Electromagnetic Therapy
LASER (Light Amplification Stimulated Emission of Radiation) therapy
pada biasanya dikombinasikan dengan infra merah. Alat yang dipergunakan
biasanya adalah helium neon LASER. Terdapat dua jenis aplikasi yakni yang
berupa kontak langsung pada kulit dan yang tidak langsung (sekitar 5 cm dari
kulit). Terapi dilakukan untuk mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan
luka terbuka. luka paska operasi dan komplikasi luka pada penderita diabetes.
Terapi ini dikontraindikasikan pada penderita epilepsi, penderita gangguan
kardiovaskular, dan orang yang menggunakan alat pacu jantung. Pada terapi ini
baik fisioterapis maupun pasien harus menggunakan pelindung mata.6
Ultraviolet therapy merupakan terapi yang menggunakan gelombang
ultraviolet dengan panjang gelombang 3900 sampai 1849 A°. Sumber gelombang
ultraviolet adalah sinar matahari, lampu merkuri, dan lampu fluorescent. Terapi
ini bermanfaat pada penderita defisiensi vitamin D, orang dengan penurunan
berat badan drastis. penyakit kulit (psoriasis) dan kebotakan (alopesia). Manfaat
terapi ini adalah untuk meningkatkan kadar vitamin D serum dan meningkatkan
daya tahan terhadap infeksi. Kontraindikasi terapi ini adalah penderita dengan
kulit yang sensitif dermatitis, demam, tuberkulosis, dan kanker. Hal yang perlu

54
diperhatikan pada terapi ini adalah kulit yang terbakar dan kemerahan dan radang
pada selaput mata.6
Infra red therapy merupakan terapi menggunakan sinar infra merah dengan
mempergunakan generator infra merah luminous dan non-luminous. Terapi ini
digunakan untuk mengurangi nyeri dan kaku otot. Kontraindikasi terapi ini
adalah gangguan peredaran darah, penurunan sensasi sensoris dan penurunan
volume darah atas sebab apa pun. Hal yang perlu diwaspadai pada terapi ini
adalah risiko kulit yang terbakar. sakit kepala, dan cedera pada mata.6
Ultra sound therapy merupakan terapi dengan mempergunakan gelombang
suara dengan frekuensi antara 500.000 sampai 3.000.000 siklus/detik. Ultra
sound dihasilkan oleh getaran dari kristal tertentu. Pada stadium awal aplikasi
ultra sound dilakukan selama 3 sampai dengan 4 menit sedangkan pada stadium
lanjut dilakukan selama 6 sampai dengan 8 menit. Terapi ini cocok digunakan
pada peradangan sendi siku (tennis elbow), nyeri plantar (plantar fascitis),
pemendekan otot dan ligamentum, peradangan tendon, sprain ligamentum, dan
luka menahun. Manfaat terapi ini adalah untuk menghilangkan nyeri dan
mempercepat penyembuhan luka. Kontraindikasi terapi ini adalah terapi pada
daerah sekitar mata, telinga, ovarium, testis dan uterus wanita hamil dan area
dengan vaskularisasi minimal (misalnya daerah perifer pada stadium lanjut
diabetes) dan kanker. Hal yang perlu diperhatikan pada terapi ini adalah
kemungkinan terjadinya luka bakar dan cavitation ( kerusakan pada tulang).6
Microwave diathermy merupakan terapi dengan mempergunakan panjang
gelombang antara gelombang infra merah dan short wave diathermic waves.
Panas yang diperoleh dari gelombang ini dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri. Gelombang diathermy diperoleh dengan memanaskan alat yang bernama
magnetron. Output di transmisikan ke saluran kecil dan gelombang mikro
dikeluarkan dengan frekuensi 2.450 siklus/detik dengan panjang gelombang
12,25 cm. Terapi ini cocok diterapkan pada nyeri, infeksi bakteri, dan abses.
Manfaat terapi ini adalah untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh dan
membantu relaksasi. Kontraindikasi terapi ini adalah kanker, tuberkulosis tulang,

55
penggunaan sinar X , dan gangguan sirkulasi darah. Hal yang perlu diwaspadai
adalah luka bakar dan cedera pada mata. 6
Short wave diathermy therapy merupakan terapi dengan mempergunakan
arus listrik dengan frekuensi 27.120.000 siklus/detik dengan panjang gelombang
11 meter. Metode aplikasi yang dilakukan adalah dengan condenser field method
dan cable method. Metode ini cocok digunakan untuk mengatasi peradangan
nyeri sendi bahu. sendi siku (tennis elbow), degenerasi cervical (cervical
spondilosis), osteoartritis, sprain ligament, nyeri punggung bawah (low back
pain), nyeri pada tumit (plantar fascitis) dan sinusitis. Kontraindikasi terapi ini
adalah demam, tekanan darah yang berfluktuasi, kulit sensitif, penderita epilepsi,
orang dengan alat pacu jantung, gangguan ginjal dan hali, wanita hamil,
tuberkulosis tulang, dan kanker. 6
Functional electrical stimulation (FES) merupakan jenis terapi dengan
mempergunakan arus frekuensi rendah. Stimulasi Iistrik dilakukan untuk
mengaktifkan dan melatih otot yang kehilangan fungsi kontraksi akibat gangguan
saraf. Terdapat dua jenis metode FES yakni menggunakan arus modified
galvanicdan surged faradic. Pada metode dengan modified galvanic, terapi
dilakukan dalam jangka waktu lama secara terus menerus. Waktu aplikasinya
adalah antara 10 sampai dengan 200 milli detik dengan frekuensi 50 sampai
dengan 100 denyut/detik. Metode ini dilakukan pada kerusakan saraf berat.
Metode dengan arus surged faradic dilakukan dengan durasi yang lebih pendek
(0,1 sampai dengan I milidetik) dan frekuensi yang lebih rendah (50 siklus/detik).
Metode ini dilakukan pada kerusakan saraf parsial atau kompresi saraf Metode
ini bermanfaat untuk memperbaiki kerusakan saraf dan mengaktifkan kembah
fungsi otot. Kontraindikasi dari terapi ini adalah luka terbuka, patah tulang,
penggunaan plat logam pada fraktur, dan infeksi kulit.6
Manual Therapy
Terapi massage menggunakan rabaan untuk memberikan tekanan pada
kulit, otot, tendo. dan ligamen. Pada dasamya massage dipergunakan untuk
mengurangi ketegangan otot, meningkatkan aliran darah, dan mengurangi
kepekaan saraf terhadap nyeri. Jenis aplikasi massage yang biasa dilakukan

56
antara lain: stroking, effleurage. kneading, picking up. dan wringing. Stroking
dilakukan dengan keseluruhan tangan atau jari. Tangan tersebut dalam kondisi
rileks dan memberi tekanan yang berirama sehingga dapat merileksasikan otot
penderita. Eufleurage dilakukan dengan memberikan tekanan sekaligus
menggerakkan tangan dengan kecepatan tertentu untuk mengurangi ketegangan
otot sekaligus meningkatkan aliran darah limfe. Kneading merupakan aplikasi
tekanan yang dilakukan dengan diikuti periode pelepasan secara bergantian.
Picking up merupakan teknik massage dengan mengangkat massa otot dan
segera melepaskannya kembali. Wringing merupakan teknik mengangkat masa
otot kemudian memutarnya sebelum dilepaskan kembali.6
Relaxed passive movement merupakan terapi yang dilakukan oleh
fisioterapis dengan jalan menggerakkan otot dan persendian pasien secara pasif.
Terapi ini dilakukan untuk mendapatkan jangkauan gerak secara maksimal pada
sendi, menimbulkan efek relaksasi secara umum, mengaktifkan kembali otot
yang selama ini pasif, dan meningkatkan drainase limfe. Terapi ini terutama
bermanfaat pada gangguan persendian (osteoartritis), stroke, kelumpuhandan
orang yang harus melakukan istirahat total. Apabila diperlukan terapi ini dapat
dikombinasikan dengan manual training.6
Manual training dilakukan dengan tujuan spesifik seperti berjalan. Pada
terapi ini dilakukan latihan agar pasien dapat mempergunakan alat bantu jalan
sampai pada akhimya dapat berjalan tanpa banluan alat bantu. Terapi ini cocok
dilakukan pada penderita yang baru saja mengalami amputasi kaki, pasca stroke,
kelumpuhan, gangguan persendian. parkinson, dan ataxia. Terapi keseimbangan
dilakukan untuk melatih keseimbangan pada saat berjalan dan duduk.6
Terapi farmakologis
Secara garis besar, ACR 2012 merekomendasikan terapi farmakalogis untuk OA
lutut sebagai berikut3,4

57
Direkomendasikan Tidak Tidak
pada kondisi tertentu direkomendasikan pada direkomendasikan
kondisi tertentu
Asetaminofen Chondoitin sulfat Hyaluronat intraartikular
OAINS oral Glucosamine Duloxetine
OAINS topical Capsaicin topical Analgesic opioid
Tramadol
Injeksi kortikosteroid
Tabel 3. Rekomendasi Farmakologis untuk Manajemen OA Lutut

Asetaminofen, atau yang lebih dikenal dengan nama parasetamol dengan


merupakan analgesik pertama yang diberikan pada penderita OA karena
cenderung aman dan dapat ditoleransi dengan baik, terutama pada pasien usia tua.
Dengan dosis maksimal 4 gram/hari, pasien perlu diberi penjelasan untuk tidak
mengonsumsi obat-obat lain yang mengandung asetaminofen, termasuk obat flu
serta produk kombinasi dengan analgesik opioid.3,4
Apabila penggunaan asetaminofen hingga dosis maksimal tidak memberikan
respon klinis yang memuaskan, golongan obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
atau injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat digunakan. OAINS bekerja
dengan cara menghambat enzim siklooksigenase (COX) sehingga mengganggu
konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin, yang berperan dalam inflamasi
dan nyeri. Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologis,
terdapat pada lambung, ginjal dan trombosit) dan COX-2 (berperan pada proses
inflamasi). OAINS yang bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2
(non selektif) dapat mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal,
retensi cairan dan hiperkalemia. Sedangkan OAINS yang bersifat inhibitor COX-2
selektif akan memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan
penggunaan OAINS yang non selektif. Pada penggunaan OAINS jangka panjang
perlu dipertimbangkan pemberian proton-pump inhibitor untuk mengurangi risiko
komplikasi traktusgastrointestinal.1

58
Untuk pasien berusia >75 tahun, penggunaan OAINS topikal lebih
dianjurkan dibanding OAINS oral. Pada kasus ini, penggunaan tramadol atau
injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat dianjurkan.Tramadol sama efektif
dengan morfin atau meperidin untuk nyeri ringan sampai sedang, tetapi untuk
nyeri berat atau kronik lebih lemah. Dosis maksimum per hari yang dianjurkan
untuk tramadol adalah 400 mg. Injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat
diberikan bila terdapat infeksi lokal atau efusi sendi.1
Operasi
Tindakan operasi seperti arthroscopic debridement, joint debridement,
dekompresi tulang, osteotomi, dan artroplasti merupakan tindakan yang efektif
pada penderita dengan OA yang sudah parah. Tindakan operatif ini dapat
menghilangkan nyeri pada sendi OA, tetapi kadang fungsi senditersebut tidak
dapat diperbaiki secara adekuat, sehingga terapi fisik pre dan pasca operatif harus
dipersiapkan dengan baik.4

I. Diagnosis banding2
1. Inflammatory arthropaties
2. Artritis Kristal (gout atau pseudogout)
3. Bursitis
4. Sindroma nyeri pada soft tissue
5. Nyeri penjalaran dari organ lain/ referred pain
Penyakit lain dengan manifestasi artropati (penyakit neurologi, metabolik dll.)

59
DAFTAR PUSTAKA

1. Abidin, A. 2009. Uji Korelasi Antara VAS dan Modifikasi VAS Dalam
Mengukur Intensitas Nyeri. Skripsi. Politeknik Kesehatan Surakarta
2. Ackerman, I. 2009. Western Ontario and McMaster Universities
Osteoarthritis .......... Index (WOMAC). Australian Journal of
Physiotherapy. The University of ......... . Melbourne. Australia. American
College of Rheumatology. 2004 (www. rheumatology. org) yang. diakses
tanggal 9 September 2015.
3. Arissa, Maria.I. 2012. Pola Distribusi Kasus Osteoarthritis Di RSU
dr.Soeharso Pontianak Periode 1 Januari 2008 - 31 Desember 2009.
Skripsi. Pontianak: Fakultas kedokteran. Universitas Tanjungpura (online)
yang diakses tanggal 8 Oktober 2015.
4. Auw Yang, K. G., Raijmakers, N. J. H., Verbout, A. J., Dhert, W. J. A,
Saris, D. B.F. 2007. Validation of the short-form WOMAC function scale
for the evaluation of osteoarthritis of the knee. The Journal of Bone and
Joint Surgery. The University Medical Center, Utrecht, Netherlands.
5. Bennell, Kim.L., Hunt, Michael.A., Wrigley, Tim.V., Hunter, David.J.,
Hinman, Rana.S. 2007. The effects of hip muscle strengthening on knee
load, pain and function in people with knee osteoarthritis: a protocol for a
randomised, single-blind controlled trial. BMC Musculoskeletal Disorders.
6. Dahlen, L., Zimmerman, L., Barron, C. 2006. Pain perception and its
relation to functional status post total knee arthroplasty : a pilot study.
Orthopaedic Nursing, July-August 2006, 25 (4). Academic Research
Library.
7. Esch, V.D., Steultjens, M., Harlaar, J. 2007. Joint proprioception, muscle
strength and functional ability in patients with OA of the knee. Arthritis
and Rheum.
8. Harahap, I. A. 2007. The relations among pain intensity, pain acceptance
and pain behavior in patients with chronic cancer pain in Medan,
Indonesia. Thailand: Copyright of prince of songkla University.

60
9. Hardywinoto, S. 2005. Panduan Gerontologi. Jakarta: Gramedia.
Hawamdeh, Ziad M., Al-Ajlouni, Jihad M. 2013. The Clinical Pattern of
Knee Osteoarthritis in Jordan: A Hospital Based Study. International
Journal of Medical Sciences. The University of Jordan,
10. Amman, Jordan. Imayati, K. 2011. Laporan Kasus Osteoarthritis. Bagian
Ilmu Penyakit Dalam. Denpasar: Fakultas Kedokteran. Universitas
Udayana (online) yang diakses tanggal 19 Oktober 2015.
11. Isbagio, H. 2005. Masalah dan Penanganan Osteoartritis Lutut, Diakses
tanggal 20 Agustus 2015, dari www.kalbe.com. Kambodji, J, 2003.
Pengaruh Intensitas Nyeri Terhadap Keterbatasan Fungsional Aktivitas
sehari-hari Penderita Nyeri Punggung Bawah Kronis, Suplemen Berkala
Neurosains.
12. Klippel, John H., Glles Wayne. 2010. A National Public Health Agenda
For Osteoarthritis 2010. USA. Arthritis Foundation. Koentjoro, Sara
Listyani. 2010. Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh (IMT) Dengan
Derajat Osteoartritis Lutut Menurut Kellgren dan Lawrence. Artikel Hasil
Penelitian Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Fakultas Kedokteran.
Universitas Diponegoro (http:// eprints.undip.ac.id) yang diakses tanggal 6
Agustus 2015.

61
LAPORAN RUMAH SEHAT
PROFIL KELUARGA SEHAT

I. IDENTITAS
 Nama : Ny. H
 Umur : 80 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Bangsa/suku : Bugis
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Pensiunan
 Alamat : Jln. Maccini Kidul No. 15

II. ANGGOTA KELUARGA


1) Identitas
 Nama : Tn. S
 Umur : 43 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Bangsa/suku : Bugis
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Hubungan keluarga : Anak pertama

2) Identitas
 Nama : Tn. H
 Umur : 33 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Bangsa/suku : Bugis
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Hubungan keluarga : Anak kedua

62
III. PROFIL KELUARGA
Ny. H tinggal di sebuah rumah yang didiami bersama dua orang anaknya.
Anak mereka berjenis kelamin laki-laki bernama Tn. S dan Tn. H yang telah
sarjana dan bekerja sebagai wiraswasta.

IV. STATUS SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA


Ny. H seorang pensiunan. Penghasilan Ny. H sampai saat ini dirasa
mencukupi kebutuhan keluarganya, apalagi istrinya juga memiliki rumah kos-
kosan, sehingga dapat membantu kebutuhan keluarga dan biaya sekolah anaknya.
Keluarga Ny. H tinggal di rumah dengan kepemilikian milik Negara. Ny. H
tinggal dalam rumah yang cukup sehat, dengan kondisi rumah batu berlantai
semen dan keramik, terdiri atas 1 lantai, dengan 2 kamar tidur. Sekitar rumah
yaitu bagian samping kanan dan kirinya berbatasan dengan rumah batu. Meskipun
berada di lingkungan perumahan yang cukup padat, tetapi rumah Ny. H memiliki
pekarangan yang cukup luas. Ny. H menempati sebuah kamar dengan luas
sekitar. Perabot tertata rapi dan kebersihan kamar cukup memuaskan. Rumah itu
memiliki 3 kamar mandi yang terletak di dekat kamar dan dekat dapur. Kondisi
kamar mandi dan dapur cukup bersih. Ventilasi dan pencahayaan cukup memadai
serta memenuhi syarat. Sumber air untuk kebutuhan mandi, mencuci dan
memasak diperoleh dari air PAM, dan air galon untuk minum. Septic tank terletak
di belakang rumah dan tertutup dengan baik. Rumah Ny. H juga dilengkapi
saluran pembuangan air di depan rumah, hanya saja saluran pembuangannya
belum terlalu baik sehingga airnya tergenang.

V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Menurut Ny. H, dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang
bermakna, hanya dirinya yang sering merasa nyeri pada lutut namun dari hasil
pemeriksaan tidak menunjukkan kondisi yang serius. Dokter hanya menyarankan
Ny. H untuk banyak istirahat dan tidak boleh terlalu banyak aktifitas fisik.

63
VI. POLA KONSUMSI MAKANAN KELUARGA
Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan yang
biasa dihidangkan Ny. H terdiri dari nasi, sayur, dan lauk yang digoreng atau
terkadang direbus yang biasanya dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi cukup
bervariasi antara lain sayuran hijau, terutama daun kacang, kangkung dan kacang
panjang baik direbus atau ditumis. Lauk yang dihidangkan bervariasi namun lebih
sering ikan. Untuk buah-buahan, keluarga ini sering mengonsumsi buah anggur.
Pola makan keluarga ini tiga kali sehari, terdiri dari sarapan pagi, makan siang dan
makan malam.

VII. PSIKOLOGI DALAM HUBUNGAN ANTAR ANGGOTA


KELUARGA
Hubungan Ny. H dengan keluarganya cukup dekat dan komunikasi berjalan
lancar. Setiap hari anak-anaknya melakukan aktifitasnya masing-masing dengan
setiap pagi pergi bekerja dan pulang ke rumah pada malam harinya.

VIII. LINGKUNGAN
Lingkungan tempat tinggal terbilang cukup padat. Kebersihan lingkungan
rumah terjaga, lingkungan rumah tetangga sekitar rumah Ny. H juga cukup
terjaga, meskipun masih ada beberapa rumah yang tidak terlalu memperhatikan
kebersihan lingkungan rumahnya. Jalanan di depan rumah dalam keadaan baik.

64
LAMPIRAN GAMBAR RUMAH SEHAT

Gambar 1. Rumah Tampak Depan

Gambar 2. Kamar Tidur

65
Gambar 3. Dapur

Gambar 4. Kamar Mandi

66
TINJAUAN PUSTAKA

I. RUMAH SEHAT MENURUT WINSLOW


Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan
hygiene dan sanitasi lingkungan. Seperti yang dikemukakan WHO bahwa
perumahan yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya
kejadian penyakit dalam masyarakat.1
Rumah sehat yang diajukan oleh Winslow :1
1. Harus memenuhi kebutuhan fisiologis
a. Suhu ruangan
Suhu ruangan harus dijaga agar jangan banyak berubah. Sebaiknya
tetap berkisar antara 18-20oC. suhu ruangan ini tergantung pada:
– Suhu udara luar
– Pergerakan udara
– Kelembaban udara
– Suhu benda-benda di sekitarnya
Pada rumah-rumah modern, suhu ruangan ini dapat diatur dengan air-
conditioning.
b. Harus cukup mendapat penerangan
Harus cukup mendapatkan penerangan baik siang maupun malam
hari. Yang ideal adalah penerangan listrik.diusahakan agar ruangan-
ruangan mendapatkan sinar matahari terutama pagi hari.
c. Harus cukup mendapatkan pertukaran hawa (ventilasi)
Pertukaran hawa yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap
segar (cukup mengandung oksigen). Untuk ini rumah-rumah harus cukup
mempunyai jendela. Luas jendela keseluruhan + 15% dari luas lantai.
Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir
bebas bila jendela dibuka.
d. Harus cukup mempunyai isolasi suara
Dinding ruangan harus kedap suara, baik terhadap suara-suara yang
berasal dari luar maupun dari dalam. Sebaiknya perumahan jauh dari

67
sumber-sumber suara yang gaduh, misalnya: pabrik, pasar, sekolah,
lapangan terbang, stasiun bus, stasiun kereta api, dan sebagainya.
2. Harus memenuhi kebutuhan psikologis
a. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa
keindahan (aesthetis) sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan
rumah tangga yang sehat.
b. Adanya jaminan kebebasan yang cukup, bagi setiap anggota keluarga
yang tinggal di rumah tersebut.
c. Untuk tiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa harus
mempunyai ruangan sendiri-sendiri sehingga privacy-nya tidak
terganggu.
d. Harus ada ruangan untuk menjalankan kehidupan keluarga di mana
semua anggota keluarga dapat berkumpul.
e. Harus ada ruangan untuk hidup beRasyarakat, jadi harus ada ruang untuk
menerima tamu.
3. Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan
a. Konstruksi rumah dan bahan-bahan bangunan harus kuat sehingga tidak
mudah ambruk.
b. Sarana pencegahan terjadinya kecelakaan di sumur, kolam, dan tempat-
tempat lain, terutama untuk anak-anak.
c. Diusahakan agar tidak mudah terbakar.
d. Adanya alat pemadam kebakaran terytama yang menggunakan gas.
4. Harus dapat menghindarkan terjadinya penyakit
a. Adanya sumber air yang sehat, cukup kwalitas maupun kwantitasnya.
b. Harus ada tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang
baik.
c. Harus dapat mencegah perkembangbiakan vector penyakit, seperti:
nyamuk, lalat, tikus, dan sebagainya.
d. Harus cukup luas. Kuas kamar tidur + 5 m2 per kapita per luas lantai.

68
II. BAHAN BANGUNAN
a. Lantai: Saat ini, ada berbagai jenis lantai rumah. Lantai rumah dari
semen atau ubin, keRik, atau cukup tanah biasa yang dipadatkan. Ubin
atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi
pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang
mampu di pedesaan, dan ini pun mahal. Oleh karena itu, untuk rumah
pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting di
sini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada
musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu)
dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan
benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah
dan berdebu menimbulkan sarang penyakit.2,3
b. Dinding: tembok adalah baik, namun disamping mahal, tembok
sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasi
tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan,
lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup,
maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan
ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.2,3
c. Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan, maupun di
pedesaan. Di samping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat
terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya
sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak
mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat
dipertahankan. Atap seng atau asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan,
disamping mahal juga menimbulkan suhu panas di dalam rumah.2,3
d. Lain-lain (tiang, kaso, dan reng)
Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan.
Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang
baik. Untuk menghindari ini maka cara memotongnya harus menurut
ruas-ruas bambu tersebut, apabila tidak pada ruasnya, maka lubang pada

69
ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan
kayu.2

III. VENTILASI
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah
untuk menjaga agar aliran udara dalam rumahtersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah yang
berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.
Di samping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban
udara dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari
kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik
untuk bakteri-bakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit).2,3
Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan
dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi
aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu
tetap dalam kelambaban (humudity) yang optimum.2,3
Ada dua macam ventilasi, yakni2,3:
a. Ventilasi alamiah, di mana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi
secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada
dinding, dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak
menguntungkan, karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan
serangan lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain
untuk melindungi kita dari gigitan nyamuk tersebut.
b. Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk
mangalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin pengisap
udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan.
Perlu diperhatikan di sini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga
agar udara tidak mandeg atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya
dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.

70
Agar diperoleh kesegaran udara dalam ruangan dengan cara
penghawaan alami, maka dapat dilakukan dengan memberikan atau
mengadakan peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai
berikut: 2
 Lubang penghawaan minimal 5% (lima persen) dari luas lantai
ruangan.
 Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang
mengalir keluar ruangan.
 Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau kamar
mandi/WC.
Khususnya untuk penghawaan ruangan dapur dan kamar mandi/WC,
yang memerlukan peralatan bantu elektrikal-mekanikal seperti blower
atau exhaust fan, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
 Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan bangunan
disekitarnya.
 Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan ruangan
kegiatan dalam bangunan seperti: ruangan keluarga, tidur, tamu dan
kerja.

IV. CAHAYA
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan
tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah,
terutama cahaya matahari, disamping kurang nyaman, juga merupakan media
atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit.
Sebaliknya terlalu banyak cahaya dalam rumah akan menyebabkan silau, dan
akhirnya dapat merusak mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni2,3:
a. Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena
dapat membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah, misalnya basil
TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan
masuk cahaya yang cukup. Seyogianya jalan masuk cahaya (jendela)
luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang

71
terdapat dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan dalam membuat
jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam
ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela di sini, di
samping sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.
Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan diusahakan
agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding).
Maka sebaiknya jendela itu harus di tengah-tengah tinggi dinding
(tembok).
Jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca.
Genteng kaca pun dapat dibuat secara sederhana, yakni dengan
melubangi genteng biasa pada waktu pembuatannya, kemudian
menutupnya dengan pecahan kaca.
b. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan
alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, dan sebagainya.

V. LUAS BANGUNAN RUMAH


Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar
manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur,
makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya.
Kebutuhan minimum ruangan pada rumah sehat perlu memperhatikan
beberapa ketentuan sebagai berikut: 2
 kebutuhan luas per jiwa
 kebutuhan luas per Kepala Keluarga (KK)
 kebutuhan luas bangunan per kepala Keluarga (KK)
 kebutuhan luas lahan per unit bangunan
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya, artinya harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas
bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan
menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang

72
lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 – 3
m2 untuk setiap orang.2,3
Hubungan rumah yang terlalu sempit dan kejadian penyakit1:
1. Kebersihan udara
Karena rumah terlalu sempit (terlalu banyak penghuninya), maka
ruangan-ruangan akan kekurangan oksigen sehingga akan menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh sehingga memudahkan terjadinya
penyakit. Penularan penyakit-penyakit saluran pernapasan, misalnya
TBC akan mudah terjadi di antara penghuni rumah. Dari penelitian
berjudul Hubungan Antara Karakteristik Lingkungan Rumah dengan
Kejadian Tuberkulosis (TB) pada Anak di Kecamatan Paseh Kabupaten
Sumedang, yang dilakukan oleh Nurhidayah, dkk (2007) menunjukkan
ada hubungan yang beRakna antara luas ventilasi rumah, kelembaban
rumah, pencahayaan rumah, dan kepadatan penghuni rumah dengan
kejadian tuberculosis pada anak, sedangkan variable suhu tidak memiliki
hubungan yang beRakna dnegan kejadian tuberculosis pada anak.1,4
2. Fasilitas dalam rumah untuk tiap orang akan berkurang
Fasilitas dalam rumah untui tiap orang akan berkurang karena harus
dibagi dalam jumlah yang banyak. Misalnya air. Walaupun kwalitasnya
baik, tapi karena pemakainya banyak maka kwantitasnya menjadi
kurang, sehingga penghuni rumah tidak tiap hari mandi atau tiap hari
tidak mandi. Hal ini akan memudahkan terjadinya penyakit kulit.
3. Memudahkan terjadinya penularan penyakit
Karena rumah terlalu sempit maka perpindahan (penularan) bibit
penykait dari manusia yang satu ke manusia yang lainnya akan lebih
mudah terjadi, misalnya: TBC, penyakit-penyakit kulit, dan penyakit-
penyakit saluran pernapasan.
4. Privacy dari tiap anggota keluarga terganggu
Karena rumah terlalu sempit, maka tiak semua anggota keluarga
mempunyai kamar sendiri-sendiri, sehingga privacy-nya akan terganggu.
Hal ini akan menyebabkan tiap anggota keluarga, teruama anak-anak

73
muda tida suka tinggal di rumah, yang akan memudahkan timbulnya
kejahatan dan kenakalan anak/remaja, serta kehidupan rumah tangga
yang tidak haRonis. Kehidupan rumah tangga yang tidak haRonis ini di
samping menyebabkan perkembangan jiwa dari anak-anak yang tidak
baik juga menimbulkna masalah-masalah sosial dalam masyarakat.

VI. FASILITAS-FASILITAS DALAM RUMAH SEHAT


Rumah yang sehat harus mempunyai fasilita-fasilitas sebagai
berikut2,3:
a. Penyediaan air bersih yang cukup
b. Pembuangan tinja
c. Pembuangan air limbah (air bekas)
d. Pembuangn sampah
e. Fasilitas dapur
f. Ruang berkumpul keluarga

Di bawah ini adalah contoh variable dan nilai skor vatiabel rumah sehat
yang digunakan oleh Supraptini dalam penelitiannya yang berjudul Gambaran
Rumah Sehat di Indonesia, Berdasarkan Analisis Data SUSENAS 2001 dan
2004.5

74
Tabel 1. Variabel Dan Nilai Skor Variabel Rumah Sehat

VII. 10 PATOKAN UNTUK RUMAH EKOLOGIS SEBAGAI RUMAH


SEHAT
10 patokan rumah ekologis merupakan prinsip dasar dalam perencanaan
rumah sehat yang berkesinambungan serta pembangunan berkelanjutan di daerah
tropis. Patokan tersebut didasarkan pada dua seminar dan lokakarya internasional
tentang arsitektur ekologis dan lingkungan di daerah tropis pada tahun 2000 dan

75
2005, serta 25 asas tentang Baubiologie (lihat: Schneider, Anton. Gesünder
Wohnen durchbiologisches Bauen. Neubeuren 1982).6
Dalam rangka menuju masa depan yang terpelihara dan alam lestari, maka
planet bumi ini harus dirawat dengan lebih seksama, dan rumah yang dibangun
seharusnya ekologis. Kebutuhan atas perkembangan berkelanjutan belum pernah
sepenting seperti sekarang. Pengaruh perabadan manusia cenderung merusak
lingkungan sebagai dasar kehidupannya.6
Berdasarkan pertimbangan tersebut, tim dari lembaga pendidikan
lingkungan, manusia, dan bangunan menyusun 10 patokan ini sebagai standar
rumah ekologis yang sehat.6
1. Menciptakan kawasan penghijauan di antara kawasan pembangunan
sebagai paru-paru hijau
Kualitas taman dan hutan kota yang luasnya minimal 20% dari
wilayah kota, dengan jarak dari perumahan sebaiknya tidak melebihi 300 m,
serta utilitas dan banyaknya taman merupakan tujuan pokok tata kota
kontemporer. Alun-alun sebagai taman/hutan kota merupakan ruang
beraneka-ragam yang sangat mempengaruhi kualitaskehidupan dalam kota.
Letak dan pengaturan penghijauan dalam tata-kota menentukan ciri-khas kota
tersebut. Di wilayah kota lama sering terjadi kekurangan lahan hijau seperti
jaringan penghubung (biotop interconnection) dengan penghijauan berbentuk
bahu jalan yang ditanami dengan pohon peneduh dan semak belukar.
Penghijauan di lingkungan kota akan meningkatkan kualitas kehidupan dalam
kota dengan produksi oksigennya yang mendukung kehidupan sehat bagi
manusia, mengurangi pencemaran udara, serta meningkatkan kualitas iklim
mikro. Air hujan yang turun diserap oleh tanah, dan kemudian menguap
kembali, dengan demikian, tanaman ikut mengelola air hujan dan melindungi
lereng gunung terhadap tanah longsor.6
2. Memilih tapak bangunan yang bebas gangguan geo-biologis
Pengembangan dalam iLu pengetahuan alam dan iLu nuklir
menghasilkan pengertian baru, bahwa, selain yang bersifat nyata, ada juga
yang bersifat mental (imaterial). Planck, Heisenberg, Lovelock, dan peneliti

76
yang lain membuktikan bahwa setiap materi juga mengandung semacam
kesadaran. Manusia merupakan penengah di antara akal dan materi, karena ia
menjadi satu-satunya makhluk yang memiliki badan material dan kerohanian.
Dengan demikian manusia juga selalu mampu berkomunikasi dengan benda-
benda yang tidak dapat ditangkap dengan pancainderanya.6,7
Guna menghindari pengaruh negatif oleh radiasi technik tersebut,
maka di dalam rumah sehat sebaiknya diperhatikan hal-hal berikut:
– sejauh mungkin menggunakan lampu pijar daripada tabung fluoresensi
– semua instalasi listrik dilengkapi tiga kawat (pembawa arus, netral,
pembumian)
– menghindari penggunaan spring bed karena per baja dapat menyalurkan
medan elektromagnetis kepada orang yang tidur di atasnya
– mencabut steker semua alat listrik pada stopkontak, menghindari keadaan
standby
– memilih monitor LCD sebagai layar computer/tv
– menghalangi anak dan remaja menggunakan telefon genggam (hand
phone), juga
– orang dewasa sebaiknya menggunakannya sesedikit mungkin.
Denah kamar tidur dengan persimpangan aliran air di bawah tanah dan
patahan geologis, dan persimpangan jaringan Hartmann (tanpa perhatian pada
jaringan Curry) yang mempengaruhi kesehatan orang yang sedang tidur.6
3. Menggunakan bahan bangunan alamiah
Perkembangan pembangunan dewasa ini ditandai dengan peningkatan
macam-macam bahan bangunan dan munculnya bahan bangunan baru.
Keadaan tersebut memungkinkan berbagai ragam alternatif pemilihan bahan
bangunan guna mengkonstruksikan gedung. Maraknya penemuan bahan
bangunan baru juga ditandai dengan kesadaran terhadap ekologi lingkungan
dan fisika bangunan.Membangun berarti suatu usaha untuk menghemat energi
dan sumber daya alam. Teknologi bangunan yang baru menuntut para ahli
supaya mereka terbuka terhadap perkembangan tersebut, karena tidak jarang
teknologi baru menyimpang dari cara pertukangan tradisional. Kajian iLu

77
bahan bangunan yang cukup sederhana dan foRal selama ini kiranya perlu
diubah sesuai dengan pandangan pembangunan yang menyeluruh. rantai
bahan bangunan.6
4. Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam
bangunan
Bangunan sebaiknya dibuat secara terbuka dengan jarak yang cukup
di antara bangunan tersebut agar gerak udara terjamin. Orientasi bangunan
ditempatkan di antara lintasan matahari dan angin. Sebagai kompromi letak
gedung berarah antara timur ke barat, dan yang terletak tegak lurus terhadap
arah angin. Gedung sebaiknya berbentuk persegi panjang sehingga
menguntungkan bagi penerapan ventilasi silang. Letak gedung terhadap sinar
matahari yang Letak gedung terhadap arah angin yang paling paling
menguntungkan bila memilih arah dari menguntungkan bila memilihi arah
tegak lurus timur ke barat terhadap arah angin itu Ruang di sekitar bangunan
sebaiknya dilengkapi pohon peneduh tanpa mengganggu gerak udara.6,8
5. Memilih lapisan peRukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu
mengalirkan uap air
Hampir setiap bahan bangunan dapat menyalurkan dan menyimpan
kelembapan dalam bentuk air maupun uap. Kemampuan ini tergantung
terutama pada struktur pori-pori (jenis, bentuk, dan ukuran pori tersebut).
Selanjutnya harus dibedakan antara bahan bangunan yang mengisap air
(higroskopis) dan yang menolak air. Bahan bangunan yang berpori dapat
mengisap air dengan berbagai cara. Makin kecil pori-pori bahan bangunan
makin besar daya mengisap air, dan makin besar pori-pori makin mudah
dapat diisi dengan air. Hal ini berarti bahwa air bisa masuk ke dalam bahan
bangunan melalui gravitasi (misalnya oleh atap yang bocor), oleh tekanan
angin (misalnya pada tepi dinding atau atap yang terekena angin kencang),
oleh kapilaritas (pada retak plesteran dinding atau kelembapan tanah yang
melalui trasraam yang tidak kedap air). Kelebihan kelembapan apapun dalam
iklim tropis lembap, akan menumbuhkan cendawan kelabu (aspergillus) yang

78
mempengaruhi kesehatan penghuni karena mengakibatkan alergi bronkitis
dan aSa.6
6. Menghindari kelembapan tanah yang naik ke dalam konstruksi
bangunan dan memajukan sistem bangunan kering
Kelembapan tanah yang naik ke dalam konstruksi bangunan
merupakan peRasalahan besar di Indonesia dengan iklim tropis lembapnya,
karena lapisan yang kedap air tidak ada.6
7. Mempertimbangkan kesinambungan pada struktur dan masa pakai
bagian gedung yang menerima beban dan yang membagi saja
Hubungan antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangunan
akan mempengaruhi pilihan struktur dan penggunaan bahan bangunan. Bahan
bangunan apapun yang dipilih sebagai bagian struktur (sebaiknya tahan
minimal 60 tahun), bagian sekunder, atau bagian perlengkapan/utilitas yang
tahan hanya sekitar 5-20 tahun selalu harus dipertimbangkan masa pakainya
(life span).6
8. Mempertimbangkan bentuk/proporsi ruang berdasarkan aturan
haRonis
Pengertian proporsi adalah masalah yang selalu dipersoalkan dalam
perencanaan arsitektur sebagai prinsip keselarasan dan estetika. Proporsi dan
keselarasan (haRoni) bersama-sama dapat menentukan bentuk arsitektur.
Oleh karena itu, semua buku arsitektur kuno mengandung iLu proporsi.
Pengertian proporsi dapat dianggap dalam bentuk proporsi bidang maupun
bentuk proporsi ruang seperti sudah ditentukan oleh Pythagoras dan
penganutnya.6
9. Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak mencemari
lingkungan maupun membutuhkan energi yang berlebihan
Seperti telah diuraikan, bahan bangunan selalu membutuhkan sumber
alam dan energi tidak terbarukan. Oleh karena itu bahan bangunan harus
dipilih dengan saksama dan kebutuhan energi tersebut, kerusakan yang
eksploitasinya berakibat pada alam, pembuangan yang mencemari tanah,
serta rantai bahan secara holistis harus dipertimbangkan. Masalah padatnya

79
penduduk dan ketidakpedulian terhadap lingkungan alam mengakibatkan
kemerosotan dan kerusakan lingkungan alam kita yang makin parah.
Kebebasan untuk memilih dan tugas untuk merawat dunia ini dengan penuh
rasa tanggungjawab dan secara berkesinambungan adalah dasar etika
lingkungan.6
10. Menjamin bahwa pembangunan berkelanjutan dapat diterapkan secara
luas sehingga tidak mengakibatkan efek samping yang merugikan
Pembangunan berkelanjutan tercapai dengan perhatian pada sembilan
patokan rumah ekologis sebagai rumah sehat tersebut di atas. Dengan
perhatian khusus pada etika lingkungan masalah efek samping yang
merugikan tetangga atau manusia yang lain dapat dihindarkan.6

80
PEMBAHASAN
Setiap manusia, membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah.
Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepas lelah dan membina rasa
kekeluargaan di antara anggota keluarga, serta sebagai tempat berlindung dan
menyimpan barang berharga. Rumah yang sehat merupakan rumah yang dapat
digunakan sebagai tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana
pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan
sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif.
Adapun tabel hasil observasi penilaian terhadap rumah yang dimiliki oleh
Ny. Huntuk dikategorikan sebagai rumah sehat :
Tabel 2. Variabel Dan Nilai Skor Variabel Rumah Ny. H
No. Variabel yang dinilai Cek Skor
1. Lokasi
a. tidak rawan banjir
b. rawan banjir √ 1
2. Kepadatan hunian
a. tidak padat (>8m2/orang) √ 3
b. padat (<8m2/orang)
3. Lantai
a. Semen ubin, keramik, kayu √ 3
b. Tanah
4. Pencahayaan
a. cukup √ 3
b. tidak cukup
5. Ventilasi
a. ada ventilasi √ 3
b. tidak ada
6. Air bersih
a. air dalam kemasan
b. ledeng/PAM √ 3
c. mata air pelindung
d. sumum pompa tangan

81
e. sumur terlindung
f. sumur tidak terlindung
g. mata air tidak terlindung
h. lain-lain
7. Pembuangan kotoran (kakus)
a. leher angsa √ 3
b. plengsengan
c. cemplung/cubluk
d. kolam ikan/sungai/kebun
e. tidak ada
8. Septic tank
a. septic tank dengan jarak >10 meter dari sumber air √ 3
minum
b. lainnya
9. Kepemilikan WC
a. sendiri √ 3
b. bersama
c. tidak ada
10. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
a. saluran tertutup √ 3
b. saluran terbuka
c. tanpa saluran
11. Saluran got
a. mengalir lancar
b. mengalir lambat √ 2
c. tergenang
d. tidak ada got

12. Pengelolaan sampah


a. diangkut petugas √ 3
b. ditimbun
c. dibuat kompos
13. Polusi udara

82
a. tidak ada gangguan polusi √ 3
b. ada gangguan
14. Bahan bakar masak
a. listrik, gas √ 3
b. minyak tanah
c. kayu bakar
d. arang/batu bara
Total 39

Berdasarkan 14 parameter yang dipakai sebagai parameter rumah sehat


didapatkan bahwa rumah yang dimiliki oleh Ny. H memenuhi syarat kesehatan
baik yakni: kepadatan hunian, lantai, ventilasi, pencahayaan alami, sumber air
bersih, kakus, septik tank, kepemilikan WC, SPAL, pengelolaan sampah, polusi
udara dan bahan bakar masak. Hanya saja, saluran got dari rumah Ny. H perlu
diperbaiki sehingga airnya bisa mengalir lancar dan bisa mengurangi resiko banjir
mengingat lokasi rumah Ny. H yang juga rawan banjir.
Adapun status kesehatan yang dimiliki oleh setiap anggota keluarga dalam
kondisi sehat dan didukung oleh lingkungan yang sehat pula. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kondisi rumah dengan kesehatan
seseorang.

83
DAFTAR PUSTAKA
1. Entjang, Indan. ILu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT. Citra ADitya
Bakti; 2000. Hal.105-8.
2. Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat ILu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta, 2007. p. 167-172
3. Anonymous. Syarat-Syarat Rumah Sehat. [online]. 2009. Available from :
URL: http://www.Sallcrabonline619-syarat-syarat-rumah-sehat.htm
4. Heinz Frick. 10 patokan untuk rumah ekologis sebagai rumah sehat.
[online]. 2009. Available fromURL: http://www.panda.org/downloads
/general/lpr2004.pdf
5. Supraptini.Gambaran Rumah Sehat Di Indonesia, Berdasarkan Analisis
Data Susenas 2001 Dan 2004. Puslitbang Ekologi Dan Status Kesehatan
Badan Litbangkes; 2004.hal 1-12
6. Nurhidayah, I., dkk. Hubungan Antara Karakteristik Lingkunga Rumah
dengan Kejadian Tuberkulosis (TB) pada Anak di Kecamatan Paseh
Kabupaten Sumedang. Bandung: Universitas Padjadjaran Fakultas ILu
Keperawatan; 2007.
7. Anonymous. Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat. [online]. 2005.
Available from : URL: http://www.Lbunika.com/PDF/StandardI.pdf
8. Manda et al. Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Percontohan
Program Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat ( PHBS ) Pemerintah. Dinas
Kesehatan Subdin Promosi Dan Kesehatan Masyarakat. 2006. hal. 14-21

84

Anda mungkin juga menyukai