Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL PENELITIAN

HITUNG JUMLAH LEUKOSIT PADA PENDERITA


KANKER PAYUDARA PASCA KEMOTERAPI

FATMA S. TONDAU

PRODI DIII-TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLITEKNIK KESEHATAN MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN
HITUNG JUMLAH LEUKOSIT PADA PENDERITA KANKER
PAYUDARA PASCA KEMOTERAPI
Proposal penelitian ini telah diuji dan dinilai oleh pembimbing dan penguji
Prodi D3 Teknologi Laboratorium Medis
Politeknik Kesehatan Muhammadiyah Makassar
Pada Tanggal 01 April 2019

Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II

Dewi Arisanti, SKM.,M.Kes Nurul Ni’ma Aziz,S.ST.,M.kes


NIDN : 0916078105 NIDN : 0911098904

Penguji

Bakri Umar, S.Si.,M.Kes


NUP : 1345309

Mengetahui

Ketua Prodi D3 Teknologi Laboratorium Medis

Nurul Ni’ma Azis,S.ST.,M.Kes


NBM. 1156987

ii
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5
A. Tinjauan Umum Kanker Payudara ....................................................... 5
B. Tinjauan Umum Kemoterapi ............................................................... 13
C. Tinjauan Umum Leukosit .................................................................... 19
D. Kerangka Konseptual .......................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 30
A. Jenis Penelitian .................................................................................... 30
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................................. 30
C. Populasi dan Sampel .......................................................................... 30
D. Teknik Pengambilan Sampel .............................................................. 30
E. Variabel................................................................................................. 31
F. Definisi Operasional ............................................................................ 31
G. Prosedur Kerja ..................................................................................... 32
H. Kerangka Operasional ........................................................................ 34
I. Analisis Data ........................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 35

iii
DAFTAR GAMBAR

No Halaman
1. Gambar Neutrofil ........................................................................................ 22
2. Gambar Eosinofil ........................................................................................ 22
3. Gambar Basofil ........................................................................................... 23
4. Gambar Limfosit ......................................................................................... 24
5. Gambar Monosit ......................................................................................... 25
6. Gambar Kelainan Jumlah Leukosit ........................................................... 26
7. Gambar Kerangka Konseptual .................................................................. 29
8. Gambar Kerangka Operasional ................................................................ 34

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker payudara merupakan salah satu masalah utama kesehatan

wanita di dunia. Di Amerika Serikat, pada tahun 2014 diperkirakan

sekitar 232.670 kasus baru kanker payudara invasif yang didiagnosa

pada wanita, 62.570 kasus kanker payudara insitu dan 40.000 dari

yang terdiagnosa meninggal dunia. Di Eropa, 85 kasus baru per

100.000 wanita. Di Indonesia, tahun 2014 kanker payudara telah

menjadi tumor ganas tertinggi diikuti tumor ganas leher rahim. Insiden

kanker payudara sebesar 100 per 100.000 perempuan. Oleh karena itu,

kanker payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

penting, karena morbiditas dan mortalitas yang tingg (Purba, et al,

2014)

Kemoterapi adalah proses pengobatan dengan menggunakan obat-

obatan yang bertujuan untuk menghancurkan atau memperlambat

pertumbuhan sel-sel kanker payudara. Sampai saat ini belum ada

kemoterapi yang dapat menghancurkan sel kanker payudara tuntas

100%. Pada umumnya kemoterapi sering dikombinasi yang disebut

kemoterapi kombinasi (sitostatika atau hormonal) berfungsi mencegah

dan menghambat perkembangan sel kanker payudara yang disebabkan

mutasi gen ataupun dipengaruhi hormon. Pemberian kemoterapi


2

kombinasi ini menyebabkan kejadian efek samping juga bertambah

(Purba, et al, 2014)

Beberapa penelitian sebelumnya, mengemukakan didapati efek

samping kemoterapi hormonal menghambat produksi dan kerja hormon

estrogen/progesteron dan kemoterapi sitostatika tidak hanya

menghancurkan sel- sel kanker tetapi juga menyerang sel-sel sehat,

terutama sel-sel yang membelah dengan cepat. Berdasarkan National

Cancer Institute (2007), efek samping yang dapat terjadi akibat

kemoterapi berbasis hormonal mengakibatkan trombositopenia,

myalgia, dan efek samping yang paling sering adalah mielosupresi.

Mielosupresi adalah penurunan jumlah hemoglobin, trombosit, neutrofil

dan leukosit dari normal, yang menimbulkan anemia, trombositopenia,

dan leukositopenia (Purba, et al, 2014)

Salah satu bagian dari mielosupresi adalah kadar leukosit yang

tidak normal. Leukosit merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh

jaringan hemopoetik untuk jenis bergranula (polimorfonuklear) dan

jaringan limpatik untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi

dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi (Sutedjo, 2006).

Sel darah putih atau leukosit terdiri dari lima komponen, yaitu

neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Normalnya, leukosit

terdiri dari 40%-60% neutrofil, 20%-40% limfosit, 2%-8% monosit, 1%-

4% eosinofil, dan 0,5%-1% basofil. Pada dasarnya, jumlah sel darah

putih atau leukosit tinggi menunjukkan adanya peningkatan produksi sel


3

darah putih untuk melawan infeksi, gangguan sistem kekebalan tubuh

yang membuat produksi sel darah putih meningkat, reaksi terhadap

obat yang meningkatkan produksi sel darah putih, penyakit sumsum

tulang yang menyebabkan produksi sel darah putih naik secara tidak

normal (Alodokter, 2017).

Sejumlah penyebab leukosit rendah, antara lain kelainan bawaan

yang menyebabkan menurunnya fungsi sumsum tulang, infeksi virus

yang dapat mengganggu kerja sumsum tulang, atau infeksi yang cukup

parah hingga memengaruhi jumlah sel darah putih, misalnya infeksi

tuberculosis dan HIV, penyakit autoimun yang menghancurkan leukosit

bahkan sumsum tulang belakang, misalnya penyakit lupus,

penggunaan obat-obatan tertentu, misalnya antibiotik, yang dapat

merusak leukosit. Selain itu obat anti kejang dan obat anti hipertensi

tertentu juga dapat menjadi penyebab, sarkoidosis, yakni suatu kondisi

yang ditandai dengan tumbuhnya kelompok-kelompok sel radang atau

granuloma, yang tersebar di berbagai bagian tubuh, penyakit kanker

atau penyakit lainnya yang merusak sumsum tulang, kemoterapi, terapi

radiasi dan tindakan medis lainnya (Alodokter, 2017).

Dari latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui jumlah leukosit

pada penderita kanker payudara pasca kemoterapi yang akan diperiksa

di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar.
4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan,

permasalahan yang dijadikan penelitian ini adalah “berapakah jumlah

leukosit pada penderita kanker payudara pasca kemoterapi ?”

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui jumlah leukosit pada penderita kanker payudara

pasca kemoterapi

D. Manfaat Penelitian

1. Institusi

Sebagai sumbangsi untuk almamater berdasarkan hasil

penelitian dan informasi tentang pemeriksaan Hematologi khususnya

tentang hitung jumlah leukosit sebagai bahan reverensi untuk rekan-

rekan selanjutnya.

2. Masyarakat

Sebagai sumbangan pikiran untuk peningkatan kualitas

kesehatan masyarakat

3. Peneliti

Agar penulis lebih memahami, mengenal serta menambah ilmu

pengetahuan dibidang Hematologi dan mengaplikasikan ilmu yang

didapat dibangku perkuliahan dalam pemeriksaan Laboratorium


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Kanker Payudara

1. Definisi Kanker

Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan

pertumbuhan sel tidak normal atau terus-menerus dan tidak

terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat

menjalar ke tempat yang jauh dari asalnya yang disebut mestasis.

Sel kanker bersifat ganas dapat berasal atau tumbuh dari setiap jenis

sel di tubuh manusia (Depkes RI, 2009 dalam Arafah, 2017).

Kanker dapat muncul di semua sel dan tau jaringa tubuh , seprti

jaringan ikat, sel paru, sel darah, sel otak, sel kulit, sel hati, dan

lainnya ( Adi, 2009 dalam Arafah, 2017).

2. Definisi Kanker Payudara

Kanker payudara atau Carcinoma mamae adalah suatu keadaan

dimana sel-sel pada payudara lebih kehilangan pengendalian dari

mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak

normal dan tidak terkendali. Sel-sel pada payudara berkembang

secara abnormal dan menyebar kebagian tubuh yang lain. Hal ini

diakibatkan oleh tubuh yang tidak mampu untuk mengendalikan

pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel yang tidak normal kemudian

menyerang dan menyebar ke bagian tubuh lain atau disebut juga

dengan mestastasis (Damanik, 2016).


6

Kanker payudara adalah tumor yang telah menyebar di luar

membran basal duktus atau lobulus payudara dank ke dalam

jaringan sekitarnya. Kanker payudara dianggap sistemik, tidak lokal

karena kamampuannya melalui sistem vascular (Damanik, 2016).

3. Jenis kanker payudara

a. Lobular carcinoma in situ (LCIS/lobular neoplasia)

Kata “in situ” berarti kanker yang tidak menyebar pada daerah

kanker pertama kali muncul. Pada LCIS, pertumbuhan kanker

terlihat sangat jelas di dalam kelenjar susu(lobules)

b. Ductal Carcinoma in situ (DCIS)

DCIS merupakan tipe kanker paudara non-invasif yang paling

umum terjadi. Penyakit ini sering dideteksi dengan mammogram

sebagai tumpuka kalsium dalam jumlah kecil (microcalcifications)

c. Inflitatring lobular carcinoma ( ILC)

ILC juga dikenal sebagai invasive ductal lobular carcinoma.

Penyakit ini mulai terjadi didalam kelenjar susu payudara,

kemudian mnyebr kebagian tubuh yang lain. ILC terjadi 10%

sampai 15% dari jenis-jenis kanker yang ada.

d. Infiltrating ductal carcinoma (IDC)

IDC juga dikenal sebagai invasive ductal lobular carcinoma.

Penyakit ini terjadi di dalam saluran susu payudara, kemudian

merusak dinding saluran , dan menyerang jaringan lemak

payudara, yang kemungkinan bisa terjadi pada bagian tubuh yang


7

lain. Sekitar 80% dari seluruh kanker payudara, jenis ini paling

sering terjadi (Sandra, 2011).

4. Faktor Resiko

a. Jenis Kelamin

Wanita lebih beresiko untuk terkena kanker payudara daripada

pria. Perbandingan pria dan wanita yang terkena kanker payudara

sekitar 1:1000. Di Amerika Serikat, terdapat perbandingan yang

mencolok antara pria dan wanita yang terkena kanker payudara

sekitar, yaitu 30% untuk wanita dan 1% dari semua jenis kanker.

Hal ini terjadi karena pria memiliki hormon yang dapat memicu

kanker seperti estrogen dan progesteron dibandingkan dengan

wanita.

b. Usia

Kanker payudara jarang ditemui pada usia kurang dari 25

tahun kecuali pada beberapa kasus yan bersifat familial. Insiden

kanker payudara akan terus meningkat seiring dengan

petambahan usia. Banyak wanita yang didiagnosis kanker

payudara pada usia 40 tahun, tetapi kebanyakan kasus terjadi

pada usia 50 tahun atau sekitar 77% kasus kanker payudara. Usia

rata-rata diagnosis adalah pada usia 64 tahun. Hal ini disebabkan

semakin lama seorang hidup, maka akan semakin banyak

kesempatan terjadinya kerusakan genetik atau mutasi gen di


8

dalam tubuh. Usia yang semakin tua menyebabkan tubuh tidak

mampu untuk memperbaiki kerusakan genetik terebut.

c. Riwayat Kanker Pada Keluarga

Resiko kanker payudara akan meningkat sering dengan

jumlah keluarga dekat yang pernah memiliki riwayat kanker

payudara dalam hal ini adalah ibu, kakak, atau putri perempuan.

Resiko akan meningkatnya ketika ada dua anggota keluarga yang

terkena kanker payudara menjadi lebih tinggi 2-3 kali dibanding

wanita tanpe riwayat kaluarga. Kanker payudara dapat diwariskan

secara garis keturunan dikarenakan terjadi mutasi pada gen

BRCA1 dan BRCA2 yang diwariskan. Pada sel normal, gen-gen

ini mencegah kanker dengan cara menciptakan protein yang

dapat menjaga sel tumbuh secara abnormal. Mutasi dari gen ini

tidak dapat menghentikan pertumbuhan abnormal dan hal

tersebutlah yang dapat memicu kanker.

d. Ras

Secara umum, wanita dengan kulit putih lebih rentan untuk

terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita Afrika –

Amerika, tetapi wanita Afrika – Amerika lebih banyak yang

meninggal diakibatkan oleh kanker payudara. Pada wanita Afrika

– Amerika di bawah usia 45 tahun akan lebih rentan untuk terkena

kanker payudara. Wanita Asia, Hispanik memiliki resiko yang lebih

rendah dari terkena kanker payudara. Hal ini dapat diakibatkan


9

karena susahnya akses kesehatan mamografi, perawatan medis

yang berkualitas rendah, dan pola gaya hidup seperti kebiasaan

makan yang tidak baik.

e. Usia Saat Menarke dan Monopause

Wanita yang menarke saat berusia kurang dari 11 tahun

memiliki peningkatan resiko lebih dari 20% dibandingkan wanita

yang mencapai menarka pada usia lebih dari 14 tahun.

Menopause lambat jua meningkatkan resiko terjadinya kanker

payudara, wanita menopause di atas usia 55 tahun lebih beresiko

untuk terkena kanker payudara. Resiko terkena kanker payudara

semakin meningkat dikarenakan paparan dari hormon estrogen

dan progesteron yang lebih cepat dan dalam waktu yang lama.

f. Usia Saat Melahirkan Pertama kali

Wanita yang hamil pada usia kurang dari 20 tahun, memiliki

resiko menderita kanker payudara lebih rendah dibandingkan

wanita yang nulipara atau wanita yang melahirkan pertama kali

diusia lebih dari 35 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa kahamilan menyebabkan diferensiasi terminal seperti sel

epitel. Kehamilan menyingkirkan sel-sel diferensiasi terminal sel

pitel dan menyingkirkan sel-sel ini dari kemungkinan menjadi

faktor presipitasi kanker. Penelitian juga menunjukkan bahwa

semakin lama seorang wanita menyusui maka semakin besar

penurunan resiko kanker payudara, hal ini disebabkan ketika


10

seorang menyusui maka akan mengurangi siklus menstruasi dan

mengurangi pajanan hormone estrogen.

g. Pajanan Radiasi

Wanita yang pernah terpajan radiasi baik dalam proses

pengobatan akan meningkatkan terjadi kanker payudara. Resiko

akan meningkatkan pada saat terpaja radiasi diusia yang lebih

tua. Wanita dengan usia remaja dan usia 20an yang menjalani

mantle radiation untuk penyakit Hodgkin memiliki 20% sampai

30% untuk terkena kanker payudara krena pada saat itu adalah

masa saat payudara sedang berkembang (Damanik, 2016).

5. Tanda dan Gejala Kanker Payudara

Tanda paling umum dari kanker payudara adalah adanya sebuah

benjolan atau massa baru. Massa baru tersebut tidklah menimbulkan

rasa nyeri, keras, dan mempunyai sisi-sisi yang tidak teratur yang

kemungkinan besar adalah kanker. Namun kanker payudara bisa

berbentuk lunak, lembut dan bulat. Karena itulah, sangtlah penting

bahwa beberapa massa baru, benjolan atau perubahan payudara

diperiksa oleh para profesional perawatan kesehatan dengan

pengalaman dalam meniagnosis penyakit payudara ( Yogyanti,

2018).

Tanda –tanda kanker payudara yang lain sebagai berikut :

a. Membengkak pada semua atau bagian payudara (meski tidak ada

benjolan jauh yang terasa)


11

b. Iritasi kulit atau membentuk lesung

c. Nyeri pada payudara atau puting

d. Puting melesak ke dalam

e. Kemerahan, berisik, atau menebal pada kulit puting atau

payudara, dan

f. Kotoran atau cairan yang keluar dari puting selain asi.

6. Penatalaksanaan Kenker Payudara

Ada empat cara yang dapat digunakan untuk pengobatan kanker

payudara yaitu terapi bedah, radioterapi, bioterapi dan kemoterapi.

Keempat terapi harus digunakan secara kombinasi untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Terhadap setiap kasus, kanker

payudara harus ditentukan strategi terapi menyeluruh, karena

strategi secara menyeluruh akan langsung berpengaruh pada hasil

terapi. Kemoterapi saat ini menjadi cara yang paling sering

digunakan oleh pasien kanker payudara setelah ataupun sebelum

melakukan terapi lainnya.

Kemoterapi adalah salah satu cara untuk menangani kanker

payudara dengan menggunakan obat sitoktosik. Kemoterapi dalam

prosesnya menggunakan obat-obat sitostatika dimana obat-obat

tersebut berfungsi untuk menghancurkan ataupun memperlambat

pertumbuhan sel-sel kanker. Obat sitoktosik adalah obat yang

bersifat merusak bahkan membunuh sel-sel aktif yang sedang

bermestastis. Obat kemoterapi diberikan dengan cara memasukkan


12

ke dalam aliran darah melalui infuse vena, injeksi ataupun dalam

bentuk pil atau cairan. Beberapa obat jenis sitotosik yang sering

digunakan dalam kemoterapi pada kenker payudara adalah

anthhtracyclines (doxorubicin dan epirubicin), taxanes (paclitaxel,

docetaxel), 5-fluorouracil (5-FU), cyclophosphamide dan carboplatin.

Kemoterapi pada pasien kanker payudara umunya diberikan

melalui intravena. Dokter memberikan terapi dalam 6 siklus, dengan

masing-masing periode pengobatan diikuti dengan periode istirahat

dalam proses pemulihan tubuh dari efek samping kemoterapi. Siklus

yang paling panjang adalah 2 sampai 3 minggu. Kemoterapi dimulai

dari hari pertama dari setiap siklus, dengan jadwal yang berbeda

tegantung pada obat yang digunakan. Kemoterapi pada kanker

payudara biasanya diberikan dalam waktu 3 sampai 6 bulan

tergantung pada obat yang digunakan (Damanik, 2016).

7. Pemeriksaan penunjang kanker payudara

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan dara rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai

dengan perkiraan metastasis

b. Pemeriksaan Radiologi/Imaging

1. Mamografi (optional)

Metode skrinning dan deteksi dini, terutama pada kasus

kecurigaan keganasan atau kasus payudara kecil yang tidak

terpalpasib pada perempuan diatas 40 tahun


13

2. USG (recommended)

Untuk membedakan lesi solid dan kistik setlah ditemukan

kelainan pada mmografi

3. Biopsi (optional)

Untuk kista asimptomatik, massa solid kategori

c. Pemeriksaan Patologi

1. Sitologi Biopsi Aspiral Jarum Halus/ Fine Needle Aspiration

Biopsy (FNAB)

Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologi

dicurigai ganas.

2. Histopatologi (Gold Standart)

Dilakukan potong beku yang bertujuan untuk menentukan

lesi yang berukuran lebih dari 1cm sampai kurang dari 5cm.

3. Pemeriksaan IHK panel payudara: Reseoptor Estrogen,

Reseptor Progesteron, HER-2/neu, Ki67 dan topoisomerase

4. Pemeriksaan lanjutan hibridisasi in situ(ISH) (Yogyanti, 2018).

B. Tinjauan Umum Kemoterapi

1. Kemoterapi Pada Kanker Payudara

Terapi kanker saat ini terdiri dari bedah, radioterapi, kemoterapi

dan bioterapi serta beberapa metode lainnya. Terapi bedah dan

radioterapi dapat menjadi terapi kuratif yang bersifat lokal

dikarenakan ketika sel kanker bermetastasis lebih jauh maka bedah

dan radioterapi sering sulit mengendalikannya. Bioterapi merupakan


14

jenis terapi sistemik, namun tingkat efektivitas yang masih rendah

menyebabkan bioterapi belum bisa digunakan secara klinis.

Berbeda dari bioterapi dan raditerapi, kemoterapi adalah metode

terapi sistemik terhadap kanker yang bersifat sistemik, dan kanker

yang bermetastasis klinis maupun subklinis. Pada beberapa jenis

kanker yang telah memasuki stadium lanjut, kemoterpi menjadi satu-

satunya pilihan yang efektif. Kemoterapi salah satu bentuk

pengobatan penyakit kanker dengan menggunakan obat-obat

sitoksik, di mana obat-obat ini berfungsi untuk menghancurkan sel-

sel kanker yang telah bermetastatis.

Terapi kanker dengan obat-obatan sitostatika dilakukan dengan

cara mengeleminasi sel-sel tumor dengan sedikit mungkin efek yang

merugikan pertumbuhan sel–sel lainnya. Sel kanker tumbuh dengan

cepat daripada jaringan normal yang menghasilkan sel tersebut.

Obat sitostatika yang digunakan dalam kemoterapi berfungsi untuk

menghambat pertumbuhan sel-sel tersebut sehingga menghambat

progresi penyakit kanker tersebut. Penyakit kanker dikatakan benar-

benar sembuh apabila semua sel-sel tumor telah tereleminasi

(Damanik, 2016).
15

2. Jenis kemoterapi

Ada 3 jenis kemoterapi pada pasien dengan kanker payudara,

yaitu:

a. Kemoterapi Adjuvan

Kemoterapi adjuvan adalah kemoterapi yang diberikan

setalah dilakukan pembedahan dalam payudara. Pembedahan

dilakukan untuk mngangkat semua sel kanker yang mungkin

masih tertinggal atau masih menyebar dan tidak terlihat, bahkan

setelah dilakukan tes. Jika sel ini dibiarkan berkembang, maka

dapat menyebabkan jenis tumor baru untuk bertumbuh di dalam

tubuh. Kemoterapi adjuvan dapat digunakan untuk mengurangi

resiko kanker payudara datang kembali.

b. Kemoterapi Neoadjuvan

Kemoterapi neoadjuvan diberikan sebelum dilakukan proses

pembedahan. Terapi ini dilakukan karena tidak akan ada

perbedaan apabila kemoterapi dilakukan sebelum dan sesudah

pembedahan. Kemoterapi neoadjuvan memiliki beberapa

keuntungan yaitu dapat mengurangi ukuran tumor sehingga

mengecilkan luas daerah pembedahan, sehingga kemoterapi jenis

ini sering dilakukan ketika ukuran tumor terlalu besar.

c. Kemoterapi untuk kanker payudara stadium lanjut

Kemoterapi jenis ini diberikan kepada wanita yang sel

kankernya telah menyebar diluar daerah payudara, baik ketika


16

didiagnosis atau setelah melalui beberapa perawatan. Lama dari

kemoterapi tergantung pada apakah kanker akan menyusut dan

seberapa baik tubuh dapat mentolelir kemoterapi tersebut

(Damanik, 2016).

3. Tujuan Kemoterapi

Tujuan dari kemoterapi adalah untuk penyembuhan,

pengontrolan dan peringanan. Penyembuhan adalah tujuan utama

dari dilakukannya proses kemoterapi. Penyembuhan dapat berarti

bahwa sel kanker sudah benar-benar hilang, tetapi hal ini tergantung

kepada beberapa faktor antara lain waktu saat pasien terdiagnosa

kanker. Pengontrolan adalah tujuan ketika penyembuhan sudah tidak

mungkin untuk tercapai. Pengontrolan terfokus pada peningkatan

status fungsional pasien terapi tidak menghilangkan penyakit.

Kemoterpi untuk peringanan digunakan ketika tujuan untuk

penyembuhan dan pengontrolan sudah tidak mungkin untuk dicapai.

Kualitas hidup, menajemen tanda dan gejala penyakit dan isu

tentang akhir kehidupan menjadi fokus utama dari tujuan ini

(Damanik, 2016).

4. Efek samping kemoterapi

Obat kemoterapi bekerja dengan menyerang sel-sel yang

membelah dengan cepat. Sel-sel yang membelah dengan cepat

seperti sel pada sumsum tulang belakang, lapisan mulut dan usus,

folikel rambut , menjadi bagian yang hancur saat proses kemoterapi


17

sehingga dapat menyebabkan efek samping. Efek samping pada

pasien berbeda tergantung pada ketahanan tubuh. Efek samping

pada kemoterapi juga bergantung pada jenis obat yang digunakan,

jumlah dan lama waktu penggunaan obat tersebut. Beberapa efek

samping yang mungkin terjadi yaitu (Yudissanta, 2012) :

a. Mual dan muntah

Mual dan muntah adalah efek samping yang paling umum

yang dirasakan oleh pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi. Masalah mual dan muntah ini dapat diatasi dengan

cara pemberian antiemetic oleh dokter.

b. Kerusakan saraf neuropati

Pada pesien dengan kanker payudara penggunaan obat

kemoterapi taxanes dapat menyebabkan kerusakan saraf di luar

otak dan sumsum tulang belakang. Pada beberapa pasien akan

muncul gejala seperti mati rasa, nyeri, terbakar, kesemutan, atau

kelemahan hal ini umumnya terjadi pada bagian tangan dan kaki.

Dalam beberapa kasusefek samping ini hilang stelah pengobatan

dihentikan.

c. Hand-foot syndrome

Obat kemoterapi seperti capecitabine dapat mengiritasi

telapak tangan dan telapak kaki. Gejala awal seperti kesemutan

dan kemerahan, kemudian akan berlanjut dengan munculnya

bengkak dan pengelupasan pada kulit atau bahkan luka terbuka.


18

d. Chemo Brain

Efek samping lain yang mungkin terjadi selama proses

kemoterapi adalah terjadinya penurunan fungsi mental. Beberapa

pasien melaporkan adanya masalah pada kosentrasi, mereka

tidak bisa berkonsentrasi pada suatu pekerjaan. Pasien yang

mengalami chemo brain mengalami masalah memori yang

berlangsung lama. Mereka tidak bisa mengingat benda, nama

atau pekerjaan yang baru saja mereka lakukan.

e. Kelemahan

Kelemahan adalah masalah umum yang terjadi pada pasien

yang melakukan kemoterapi. Hal ini sering digambarkan sebagai

“kelumpuhan”. Biasanya, datang tiba-tiba dan bukan merupakan

hasil dari kegiatan dan tidak hilang dengan istirahat atau tidur.

f. Kerusakan jantung

Doxorubin, epirubicin dan beberapa obat kemoterapi lainnya

dapat menyebabkan karusakan jantung permanen. Kerusakan

jantung dari obat jenis tersebut lebih sering terjadi, sehingga

beberapa dokter memberikan tes jantung sebelum pemberian obat

tersebut. Kerusakan jantung dapat mencakup gagal jantung dan

perubahan detak jantung.


19

g. Perubahan pola menstruasi

Bagi wanita yang lebih muda perubahan periode menstruasi

adalah efek samping yang umum dari kemoterapi. Menopause

yang lebih awal bahkan infertilitas dapat terjadi secara permanen

h. Resiko Leukimia

Efek samping ini sangat jarang terjadi, tetapi saat penggunaan

obat kemoterapi lebih dari sepuluh tahun maka dapat

menyebabkan resiko laukimia myeloid.

C. Tinjauan Umum Leukosit

1. Definisi darah

Darah merupakan bagian penting dari system transport dan

bagian penting dari tubuh yang jumlahnya 6 sampai 8% dari berat

badan. Darah merupakan jaringan bebentuk cairan yang terdiri atas

dua bagian besar yaitu : plasma darah yang merupakan bagian cair

darah, dan bagian korpuskuli yaitu butir-butir darah yang terdiri dari

sel darah putih atau leukosit, sel darah merah atau eritrosit dan sel

pembeku darah atau trombosit.

Darah merpakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari

binatang primitive sampai manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah

selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan

fungsinya.

Darah merupakan gabungan dari cairan, sel-sel dan partikel yang

menyerupai sel yang mengalir dalam arteri, kapiler dan vena yang
20

mengirimkan oksigen dan zat-zat gizi ke jaringan dan membawa

karbondioksida dan hasil limbah lainnya (I made, 2012).

2. Definisi Leukosit

Leukosit atau sel darah putih ( white blood cell, WBC, Lekocyte)

merupakan salah satu sel yang membentuk darah. Leukosit

merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh, sel ini memberikan

respon yang cepat pada benda asing yang masuk dengan cara

bergerak ke arah sisi organ yang mengalami gangguan

(Cunningham, 2014 dalam Fikriya, 2016)

Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan

hemopoetik untuk jenis bergranula (polimorfonuklear) dan jaringan

limpatik untuk jenis tak bergranula (mononuclear), berfungsi dalam

sistem pertahanan tubuh tehadap infeksi (Sutedjo, 2009). Adapun

nilai leukosit normal leukosit menurut WHO yaitu : 4.500-

10.000/mm3.

3. Struktur Leukosit

Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan

perantara kaki palsu (pseudopia), mempunyai bermacam-macam inti

sel, sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya serta warnanya

bening (tidak berwarna).

Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal.

Jenis-jenis golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula


21

yaitu Limfosit T dan B, monosit dan makrofag, serta golongan yang

bergranula yaitu : eosinofil, basofil, dan neutrofil (Fikriya, 2016).

4. Karakteristik Leukosit

Adapun karakteristik leukosit adalah sebagai berikut (I made, 2012)

yaitu :

a. Masing-masing mempunyai nukleus, yaiu bagian dalam sebuah

sel yang mengandung materi genetik untuk pertumbuhan gizi dan

reproduksi.

b. Masing-masing memiliki satu fungsi kekebalan tertentu.

c. Semua leukosit berasal dari “induk” yang sama seperti stem cell

yang ada dalam sumsum tulang, stem cell membentuk kira-kira

lima jenis sel darah yang belum matang, kemudian berkembang

hingga mencapai “kedewasaan”. Fase kematangan ini terjadi di

berbagai bagian tubuh, tergantung pada setiap sel darah.

5. Klasifikasi leukosit

Leukosit merupakan kelompok dari beberapa jenis sel. Leukosit

dibedakan menjadi Granulosit ( Leukosit granurel /polimorfonuclear)

dan Agranulosit ( Leukosit nongranuler/mononuclear) (I made, 2012).

a. Granulosit

1) Sel Neutrofil

Jumlahnya paling banyak sekitar 60-70% dari jumlah

seluruh leukosit atau 3000-6000 per mm3 dalam darah normal

(subowo, 2009). Neutrofil merupakan garis terdepan


22

pertahanan tubuh selama infeksi akut karena mempunyai

kemampuan fagositosis. Neutrofil berespon lebih cepat

terhadap inflamasi dan sisi cidera jaringan disbanding dengan

jenis leukosit yang lain. Neutrofil yang belum matang dsebut

dengan batang dan dapat bermultiplikasi dengan cepat selama

infeksi akut, sedangkan yang sudah matang disebut segmen

(Kee, 2009).

Gambar 1. Neutrofil
Sumber : (Sahara, 2013)

2) sel Eosinofil

Jumlah sel eosinofil sebanyak 1-3% dariseluruh leukosit

atau 150-450 buah per mm3 darah. Sel eosinofil berkaitan

dengan peristiwa alergi dan sering ditemukan dalam jaringan

yang mengalami reaksi alergi atau radang kronis. Hitung jenis

eosinofil meningkat selama alergi disebabkan oleh 22 arasitic.

Gambar 2. Eosinofil
23

3) Basofil

Jumla sel basofil sekitar 0,5% sehingga sangat sulit

ditemukan pada sediaan apus. Ukurannya 10-12 µm.

sitoplasmanya mengandung bahan-bahan diantaranya

histamine yang berperan dalam proses alergi atau anafilaksis.

Hitung basofil meningkat pada masa penyembuhan. Pada

peningkatan steroid, hitung basofil akan menurun.

Gambar 3. Basofil

b. Agranulosit

1) Limfosit

Jumlah limfosit sekitar 1000-3000 per mm3 darah atau 20-

30% dari seluruh leukosit. Limfosit berperan dalam system

imunologik, dikeal dengan nama sel imunokompeten dan

dibedakan menjadi limfosit T dan limfosit B (Subowo, 2009).

Peningkatan jumlah limfosit (limfositosis) terjadi pada infeksi

Klinis dan virus.

 Limfosit T

Meninggalkan sumsum tulang dan berkembang lama,

kemudian bermigrasi mnuju timus. Setelah meninggalkan


24

timus, sel-sel ini beredar mninggalkan darah sampai mereka

bertemu dengan anigen-antigen di mana mereka telah

diprogram untuk mengenalinya. Setelah dirangsang oleh

antigennya, sel-sel ini menghasilkan bahan-bahan kimia yang

menghancurkan mikroorganisme dan memberitahu sel-sel

darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi

 Limfosit B

Terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah

sampai menjumpai antigen di mana mereka telah diprogram

untuk mengenalinya. Pada tahap ini, limfosit B mengalami

pematangan lebih lanjut dan menjadi sel plasma serta

menghasilkan antibodi.

Gambar 4. Limfosit

2) Monosit

Berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh leukosit. Monosit

memliki diameter terbesar yaitu 12-15 µm. Monosit adalah

pertahanan baris kedua terhadap infeksi bakteri dan bena

asing. Sel ini lebih kuat daripada neoutrofil dan dapat

mengonsumsi partikel debris yang lebih besar . Monosit mampu


25

bermigrasi menembus kapiler untuk masuk ke dalam jaigan

pengikat dan monosit berubah menjadi makrofag atau sel-sel

lain yang diklarifikasikan sebagai sel fagositik. Selain berfungsi

sebagai fagositosis sel makrofag dapat berperan

menyampaikan antigen kepada limfosit untuk bekerja sama

dalam system imun.

Gambar 5. Monosit

6. Kelainan Jumlah Leukosit

Peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) menunjukkan adanya

proses infeksi atau radang akut, misalnya pneumonia, meningitis,

tuberculosis, ependiksitis, tinsilitis, dan lain-lain. Dapat juga terjadi

miokard infark, sirosis hepatis, luka bakar, leukemia, penyakit

kolagen, anemia hemolitik, anemia sel sabit, penyakit parasit, dan

stress karena pembedahan maupun gangguan emosi. Peningkatan

leukosit juga dapat disebabkan karena obat-obatan, misalnya :

aspirin prokanamid, alpurino, kalium yadida, sulfonamide, heparin,

digitalis, epinefrin, litium dan antibiotika terutama ampicilin,

kanamisin, metisilin, tetracycline, vankomisin dan streptomycin.


26

Penurunan jumlah leukosit (leukopenia) pada penderita infeksi

tertentu, terutama virus, malaria,alkoholik, rematoid atritis, dan

penyakit hemopoetik (anemia aplastik, anemia aprisosa). Leukopenia

juga dapat disebabkan penggunaan obat terutama asetaminefon,

sulfonamide, barbiturate, kemoterapi kanker, diazepam, diuretika,

antibiadetikal oral, indometasin, metildolpa, rifampin, fenotiazin, dan

antibiotika (penicillin, cephalosporin, dan klarefenikol) (Sutedjo,

2009).

Gambar 6. Kelainan Jumlah Leukosit


Sumber : (Sridianti, 2019)

7. Penyebab Leukosit Meningkat dan Menurun

Peningkatan leukosit dalam darah disebut dengan leukositosis

dan penurunan leukosit disebut leucopenia. Pada umumnya, leukosit

adalah inikator adanya infeksi di dalam tubuh, sehingga peningkatan

kadar leukosit di dalam darah dapat dijadikan gambaran adanya

infeksi. Peningkatan kadar leukosit dapat terjadi secara fisiologis dan

patologis.
27

Kadar leukosit akan meningkat pada keadaan seperti Infeksi akut

Nekrosis jaringan Lukimia Penyakit kolagen Anemia hemolitik dan

sel sabit Stres (pembedahan/trauma, perdarahan demam,

kekacauan emosional yang berlangsung lama) Aktifitas fisik

berlebihan, kelelahan. Kehamilan, persalinan dan nifas Menstruasi

Obat (merkuri, epinefrin, kostikostreoid)

Penurunan kadar leukosit dapat disebabkan seperti Penyakit

hematopoetik Infeksi virus Malaria Agranulositosis Alkoholisme

Kanker Kemoterapi HIV/AIDS

8. Hitung jumlah Leukosit (Differential count)

Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit per

milimeterkubik atau mikroliter darah. Leukosit merupakan bagian

penting dari sistem petahanan tubuh terhadap benda asing,

mikroorganisme, atau jaringan asing sehingga jumlah leukosit

merupakan indikator yang baik untuk mengetahui respon tubuh

terhadap infeksi.

Terdapat dua metode yang digunakan dalam pemeriksaan hitung

leukosit, yaitu cara metode automatik Hematology Analyzer dan cara

manual metode Improved neubeuer yaitu menggunakan

Hemositometer yang terdiri dari kamar hitung, kaca penutup, dan

pipet thoma (Asrat, 2016).


28

D. Kerangka Konseptual

Kanker Payudara adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh

pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel-sel kanker

akan berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan akan terus

membelah diri. Selanjutnya menyusup ke jaringan sekitarnya

(invasive) dan terus menyebar melalui jaringan ikat, darah, dan

menyerang organ-organ penting serta syaraf tulang belakang.

Pengobatan kanker sangat tergantung pada jenis, lokasi dan tingkat

penyebarannya. Kesehatan umum dan preferensi pasien juga menjadi

bahan pertimbangan.

Ada beberapa jenis pengobatan pada pasien kanker payudara

salah satunya yaitu kemoterapi. Kemoterapi adalah penggunaan obat-

obat khusus untuk mematikan sel-sel kanker. Obat-obatan tersebut

dapat diberikan melalui injeksi, pil atau sirup yang diminum dan krim

yang dioleskan pada kulit.

Efek samping dari kemoterapi sangat beragam, salah satunya

adalah depresi sumsum tulang. Depresi sumsum tulang menyebabkan

menurunnya produksi darah baik eritrosit maupun leukosit. Sel darah

putih atau leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan

tubuh yang fungsinya untuk melawan mikroorganisme penyebab

infeksi, sel tumor, dan zat-zat asing yang berbahaya. Terdapat

beberapa jenis leukosit yaitu basofil, eosinofil, neutrofil segmen,

neutrofil batang, limfosit dan monosit (Yudissanta, 2012).


29

Kanker payudara

Teknik pengobatan
Kemoterapi

Efek Kemoterapi

kemotera
Mielosupresi

Leukosit

Gambar 8. Kerangka Konseptual


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini bersifat observasi laboratorik, yaitu untuk menghitung

jumlah leukosit pada penderita kanker payudara pasca kemoterapi.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini direncanakan pada bulan April 2019

2. Lokasi pengambilan sampel

Lokasi pengambilan sampel direncanakan di Rumah Sakit Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini direncanakan di Laboratorium Patologi Klinik

Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien penderita kanker

payudara ( Carcinoma mamae ).

2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah darah dengan

banyak 10 sampel pasien penderita kanker payudara pasca

kemoterapi.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling.


31

E. Variabel

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penderita kanker

payudara (Carcinoma mamae) pasca kemoterapi

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah leukosit.

F. Definisi Operasional

1. Kanker payudara atau Carcinoma mamae adalah suatu keadaan

dimanasel-sel pada payudara lebih kehilangan pengendalian dari

mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan yang

tidak normal dan tidak terkendali.

2. kemoterapi adalah metode terapi sistemik terhadap kanker yang

bersifat sistemik, dan kanker yang bermetastasis klinis maupun

subklinis. Pada beberapa jenis kanker yang telah memasuki

stadium lanjut, kemoterapi menjadi satu-satunya pilihan yang

efektif. Kemoterapi salah satu bentuk pengobatan penyakit kanker

dengan menggunakan obat-obat sitoksik.

3. Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan

hemopoetik untuk jenis bergranula (polimorfonuklear) dan jaringan

limpatik untuk jenis tak bergranula (mononuclear), berfungsi dalam

sistem pertahanan tubuh tehadap infeksi.


32

G. Prosedur Kerja

Prosedur kerja atau cara kerja yaitu menggunakan Hemositometer

yaitu alat yang digunakan untuk menghitung sel darah yang terdiri dari

kamar hitung, kaca penutup, dan dua macam pipet.

1. Pra Analitik

a. Alat yang digunakan yaitu :

Hemositometer, kamar hitung, mikro pipet, deck glass, tabung

EDTA, tourniquite, spoit 3cc, dan mikroskop.

b. Bahan yang digunakan :

Larutan turk, darah, handscoon, masker, kapas alkohol 70%.

2. Analitik

Di hisap darah kapiler atau darah EDTA sampai tanda 0,5, apus

kelebihan darah di ujung pipet, lalu masukka ujung pipet ke dalam

larutan Turk dengan sudut 45 hingga mencapai tanda 11 dan

jangan sampai ada gelembung udara tiup ujung pipet dengan ujung

jari lalu lepaskan karet penghisap dan dikocok selama 15-30 detik.

Letakkan kamar hitung dengan penutup terpasang secara

horizontal diatas meja, kocok pipet selama 3 menit jaga agar cairan

tak terbuang dari pipet. Dibuang semua cairan di batang kapiler (3-

4 tetes) dan cepat sentuhkan ujung pipet ke kamar hitung dengan

menyinggung pinggir kaca penutup dengan sudut 30 lalu biarkan

kamar hitung terisi cairan dengan daya kapilaritas. Biarkan 2-3

menit supaya leukosit mengendap dan sel-sel selain leukosit


33

dilisiskan, hitunglah leukosit di empat bidang besar dari kiri atas ke

kanan ke bawah lalu ke kiri, kebawah lalu ke kanan dan

seterusnya. Untuk sel-sel pada garis yang dihitung adalah pada

garis kiri dan atas (metode L atas) atau garis kiri ke bawah (metode

L bawah). Priksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali.

3. Pasca Analitik

Interpretasi Hasil

Rumus hitung leukosit :


𝟏𝟏−𝟏
Pengenceran = = 20
𝟎,𝟓

𝟒
Leukosit = 𝟏𝟎 x 20

= 50

Nilai normal Leukosit = 5.000-10.000 mm3/l


34

H. Kerangka Operasional

Penderita kanker payudara


yang telah melakukan
kemoterapi

Darah

Pengenceran

Pemeriksaan menggunakan
metode manual
Hemositometer

hasil

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 9. Kerangka Operasional

I. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah univariat

yaitu data disajikan dalam bentuk tabel presentasi masing-masing

jumlah yang diperoleh.


35

DAFTAR PUSTAKA

Alodokter. 2019. Leukosit Tinggi ini penyebab dan gejalanya, (Online).


ttps://www.alodokter.com/leukosit-tinggi-ini-penyebab-dan-gejalanya,
Diakses pada 30 April 2019.

Arafah, R., Notobroto, B. 2017. Faktor yang berhubungan dengan perilaku


ibu rumah tangga melakukan pemeriksaan Payudara sendiri (sadari).
The Indonesian Journal of public Health vol. 12, No 2.

Arianda, D. 2015. Buku Saku Analis Kesehatan. Analis Muslim


Publishing: Bekasi.

Asrat, E. 2016. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit


Antara Metode Manual Improved Neubauer dengan Metode
Automatic Hematologi Analizer pada pasien rawat jalan di RSUD
Kota Kendari. Karya Tulis Ilmiah (KTI). Kendari: Program Diploma III
Analis Kesehatan POLITEKNIK KEMENKES.

Bakta I Made. 2012. Hematologi klinik Ringkas. Jakarta : EGC. 266-67

Damanik, C. 2016. Gambaran Self Efficacypasien Kangker Payudara


dalam perawatan Mandari tanda dan gejala selama menjalani
Kemoterapi di RSUD DR Moewardi. Skripsi. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Di Ponegoro.

Fabanyo, Sartini. 2014. Perbandingan Pemeriksaan Jumlah Leukosit


Menggunakan Darah EDTA 10% Dengan Darah Heparin Metode
Tabung di Laboratorium. Universitas Indonesia Timur: Makassar.

Fikriya, I. 2015. Hitung Leukosit pada Ketuban pecah dini sebagai


indikator Inflamasi diRumah Sakit Universitas Airlangga. Skripsi.
Surabaya: Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.

Jenis-Jenis Leukosit (Agung Sahara, 2013, Agung Sahara.blogspot.com.


Diunduh tanggal 30 Maret 2019).
36

Nurochmi. 2018. Gambaran jumlah Leukosit Sedimen Urin pada penderita


Infeksi Saluran kencing di RSUD Kabupaten Karangayar. Skripsi.
Semarang: Universitas Muhammadiyah.

Ratna, M., Yudissanta, A. 2012. Analis Pemakaian Kemoterapi pada


Kasus Kangker Payudara dengan menggunakan Metode Regresi
Logistik Multinominal (Studi Kasus Pasien di Rumah Sakit “X”
Surabaya. Jurnal Sains dan Seni ITS vol. 1, No 1.

Panjaitan, G., Purba, R., Saurmauli, E. 2014. Rimbun Jenis Kemoterapi


dengan Mlelosupresi pada Kangker Payudara di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan, (Online), (repository.uhn.ac.id),
diunduh 27 Maret 2019).

Penyakit Sel Darah putih (Sridianti, 2019, https://www.Sridianti.com.


Diunduh tanggal 30 Maret 2019).

Sutedjo, SKM. 2009. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil


Pemeriksaan Laboratorium. Amara Books: Yogyakarta

Yogyanti, K. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Pasca


Kemoterapi Kanker Payudara Usia 18-44 Tahun Di RSUP Dokter
Kariadi Semarang Periode 2015-2016. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas
Farmasi Universitas Sansanata Dharma Yogyakarta.

Yunka Sandra. 2011. Melatonin dan Kenker Payudara. Jurnal Majalah


Kesehatan Pharma Medika vol. 3, No 211

Anda mungkin juga menyukai