Anda di halaman 1dari 83

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA NY.

E DENGAN
MASALAH RHEMATOID ATRITIS DI DESA SAITNIHUTA
TAHUN 2024

KELOMPOK 2:
JEREMIA PURBA (2114023)
NANI ISSA PADANG (2114022)
MELISA HASUGIAN (2114014)
PUTRI SIMAMORA (2114015)

PROGRAM DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN KESEHATAN BARU JLN SIPALAKKI KECAMATAN
DOLOKSANGGUL KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
T.A 2023/2024
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Atritis reumatoid (RA) Merupakan penyakit autoimun sistematis kronik yang

menyebabkan inflamasi jaringan ikat, terutama di sendi. Rangkaian dan

keparahan, dan rentan manifestasi luas. (LeMone,burke dan Bauldoff,2016). Jika

disepelekan RA dapat mengakibatkan keterbatasan dalam gerak fisik dari

ekstremitas secara mandiri yang disebabkan kerusakan intregitas struktur tulang,

perubahan metabolisme, dan kekakuan sendi. (Ackly,B.J Ladwig, G.B & Makic

M.B.F, 2017)

Hingga saat ini masih belum ditemukan pasti apa penyebab remathoid atritis

yang menyebabkan respon imun menyimpang pada pejamu yang rentan secara

genetik. Sebagai akibatya antibodi normal (imunoglobulin) menjadi autoantibodi

dan menyerang jarringan penjamu.antibodi yang berubah ini biasanya terdapat

pada orang yang mengalami RA, disebut Factor rematoid (rhematoid

faktor,RF), antibodi yang dihasilkan sendiri berkaitan dengan antigen target

mereka dlam darah dan membran sinovial, membentuk kompleks

imun.komplemen diaktivasi oleh kompleks imun,memicu respons inflamasi

pada jaringan sinoval.

1
2

Menurut hasil riskedas 2018 prevalensi penyakit sendi berdasakan diagnosa nakes

diindonesia 7,3% dan untuk wilayah Jawa timur terdapat 5,2 % untuk penderita

penyakit sendi termasuk Rematouid atritis.

Riskesdas (2018) mencatat bahawa ada sekitar 3.8 % pengidap penyakit sendi

terjadi di jawatimur, hal ini teradi karena kurangnya pengetahuan teradap

Rheumatoid atritis dan gaya hidup yang kurang sehat.

Menurut badan kesehtan dunia WHO (2012) menjelakan bahwa sekitar 335 juta

penduduk dunia mengidap penyakit rematik, itu artinya dari enam orang satu di

antaranya merupakan penyandang rematik. Sekitar 25 % penderita rematik akan

mengalami kecacatan akibat kerusakn tulang dan persendian. Departemen

kesehatan (2012). Saat ini belum ada angka pasti tentang jumlah penderita

rematik di Indonesia, namun diperkirakan hampir 80% penduduk yang berusia 40

tahun atau lebih menderita gangguan otot dan tulang.

rematoid atritis menyebabkan terganggunya aktivitas sehari hari klien yang di

akibatkan kekakuan sendi, bahkan jika di biarkan Rematoid atritis dapat

menyebakan kecacatan yang dapat menurunkan kepecayaan diri klien. Di

indonesia sendiri pengidap reumatoid atritis sering kali di idap oleh penduduk

usia produktif sehingga memberikan dampak sosial dan ekonomi.Kerusakan

sendi terjadi dalam 2 tahun pertama perjalanan penyakit. Kerusakan dapat dicegah

dengan pemberian Obat jenis DMARD(dissease-modifying antiheumatic

Drugs)sehingga terapi dapat segera dilakukakan dan dapat mencegah

kecacatan.Di sisi lain sering didapati kendala dalam diagnosa dinipenyakit ini

yaitu pada masa dini sering belum ditemukan karakteristik Gejala RA. Gejala

cenderung baru dirasakan ketika sudah mencapai di titik keparahanya sehingga


3

pengobatan sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat.

Berdasarkan hal ini perlu dipikirkan untuk pembuatan kriteria diagnosa

reumathoid atritis versi indonesia berdasarkan data pola klinis atritis di indonesia

di masa depan.

Kerusakan sendi dan kekakuan sendi mengakibatkan gangguan aktivitas dan

Hambatan mobilitas fisik yaitu keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak

secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya

mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada

ekstremitas dan faktor yang berhubungan dengan hambatan mobilitas

(Heriana,2014).

Penanganan gangguan mobilitas sendiri adalah dengan menfalisitasi pasien

untuk meningkatkan aktivitas pergerakan pasien, melibatkan keluarga untuk

membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan serta memfalitasi pasien

dengan alat bantu jalan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana gambaranAsuhan keperawatan keluarga pada rhematoid atritis dengan


masalah gangguan mobilitas fisik didesa kemantren rejo kabupaten pasuruan?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan umum

Mengambarkan Asuhan keperawatan keluarga pada rhematoid atritis

dengan masalah gangguan mobilitas fisik didesa kemantren rejo kabupaten

pasuruan.
4

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengambarkan asuhan keperawatan keluarga pada rhematoid atritis

dengan masalah gangguan mobilitas fisik didesa kemantren

rejo Kab.Pasuruan

2. Mengambarkan diagnosa asuhan keperawatan keluarga pada rhematoid

atritis dengan masalah gangguan mobilitas fisik didesa kemantren rejo

Kab.Pasuruan

3. Mengambarkan intervesi asuhan keperawatan keluarga pada rhematoid

atritis dengan masalah gangguan mobilitas fisik didesa kemantren rejo

Kab.Pasuruan

4. Mengambarkan implementasi sesuai dengan perencanaan yang telah

dibuat asuhan keperawatan keluarga pada rhematoid atritis dengan

masalah gangguan mobilitas fisik didesa kemantren rejo Kab.Pasuruan

5. Menambarkan evaluasi dan melihat respon asuhan keperawatan

keluarga pada rhematoid atritis dengan masalah gangguan mobilitas

fisik didesa kemantren rejo Kab.Pasuruan.

1.4 Manfaat Study kasus

1.4.1 Manfaat Praktis

untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pengetahuan masyarakat

dan mutu kesehatan masyarakat melalui penyuluhan serta pemberian

edukasi pada keluarga dan masyarakat.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kepustakaan

memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu


5

kesehatan khususnya dalam upaya penerapan keperawatan keluarga

dengan pasien rheumatoid atritis.

1.4.3 Manfaat penulis

Penulis ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan

sebagai sarana untuk mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman

khususnya dibidang keluarga pada penderita rhematoid atritis.

1.4.4 manfaat keluarga

Sebagai evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek pelayanan

keperawatan pada kelurga dengan Remathoid atritis.

1.5 Metode Penulisan

1.5.1 Metode

Metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya mengungkapkan peristiwa

atau gejala yang terjadi pada waktu sekarang yang meliputi studi kepustakaan

yang mempelajari, mengumpulkan, membahas data dengan studi pendekatan

proses keperawatan dengan Langkah-langkah pengkajian, diagnosis, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data

1 Wawancara

Data diperoleh melalui percakapan baik dengan klien, keluarga maupun tim

Kesehatan lainnya

2 Observasi

Data yang diambil melalui pengamatan kepada klien

3 Pemeriksaan
6

Meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat menunjang

menegakkan diagnosa dan penanganan selanjutnya.

1.5.3 Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari klien.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang terdekat

klien, dan hasil-hasil pemeriksaan.

3. Studi Kepustakaan

4. Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku sumber yang

berhubungan dengan judul studi kasus dan masalah yang dibahas.

1.6 Sistematika Penulisan.

Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan memahami

studi kasus ini, secara keseluruhan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1.6.1 Bagian Awal


Memuat halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan,

kata pengantar, daftar isi.

1.6.2 Bagian Inti

Bagian ini terdiri dari dua bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub bab

berikut ini:

a. Bab1: Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, tujuan,

manfaat penelitian, dan sistematika penulisan studi kasus.


7

b. Bab 2: tinjauan Pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis

dan asuhan keperawatan klien dengan diagnose pneumonia, serta kerangka

masalah.

1.6.3 Bagian Akhir


Terdiri dari daftar pustakan dan lampiran.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Rhematoid atritis

2.1.1 Definisi

Rheumatoid Arthritis merupakan salah satu kelainan multisistem yang

etiologinya belum diketahui secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi

sinovitis (Helmick, 2008).

Penyakit Rheumatoid Arthritis ini merupakan kelainan autoimun yang

menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari

lima sendi (poliartritis) (Pradana, 2012). Reumathoid Arthritis (RA) merupakan

penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung

kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. (Chairudin,

2003).

2.1.2 Etiologi

Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya

dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan

lingkungan (Suarjana, 2009).

Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab reumathoidatritis,

yaitu:

a. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus nonhemolitikus

b. Endokrin

8
9

c. Autoimun

d. Metabolic

e. Factor genetic serta factor pemicu lingkungan (gaya hidup dan mandi malam).

Pada saat ini, reumathoid atritis diduga disebabkan oleh factor autoimun dan

infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; factor infeksi mungkin

disebakan oleh virus dan organisme mikroplasma atau group difteroid yang

menghasilkan antigen kolagentipe II dari tulang rawan sendi penderita.

Kelainan yang dapat terjadi pada suatu atritis rheumatoid yaitu:

1. Kelainan pada daerah artikuler

a. Stadium I (stadium sinovitis)

b. Stadium II (Stadium destruksi)

c. Stadium III (stadium deformitas)

Pada saat ini, reumathoid atritis diduga disebabkan oleh

factor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap

kolagen tipe II; factor infeksi mungkin disebakan oleh

virus dan organisme mikroplasma atau group difteroid

yang menghasilkan antigen kolagentipe II dari tulang rawan

sendi penderita.

Kelainan yang dapat terjadi pada suatu atritis rheumatoid yaitu:

1) Kelainan pada daerah artikuler

a) Stadium I (stadium sinovitis)


10

b) Stadium II (Stadium destruksi)

c) Stadium III (stadium deformitas)

2) Kelainan pada jaringaekstrartikuler

Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan

ekstra- artikuler adalah:

a) Otot : terjadi miopati

b) Pembuluh darah perifer : terjadi proliferasi tunika intima, lesi

pada pembuluh darah arteriol dan venosa

c) Kelenjar limfe : terjadi pembesaran limfe yang berasal dari

aliran limfe, sendi, hiperplasi folikuler, peningkatan aktivitas

system retikulo endothelial dan proliferasi

yang mengakibatkan splenomegaly

d) Saraf : terjadi nekrosis fokal, reaksi epiteloid serta infiltrasi

leukosit

e) Visera

2.1.3 Patofisiologi

Dipercaya bahwa pajanan terhadap antigen yang tidak

teridentifikasi menyebabkan respon imun menyimpang pada pejamu yang

rentan secara genetik. Sebagai akibatya antibodi normal (imunoglobulin)

menjadi autoantibodi dan menyerang jarringan penjamu.antibodi yang berubah

ini biasanya terdapat pada orang yang mengalami RA, disebut Factor

rematoid (rhematoid faktor,RF), antibodi yang dihasilkan sendiri berkaitan

dengan antigen target mereka dlam darah dan membran sinovial, membentuk
11

kompleks imun.komplemen diaktivasi oleh kompleks imun,memicu respons

inflamasi pada jaringan sinoval.

Leukosit tertarik pada membran sinoval dari sirkulasi,tempat

neutrofil dan makrofag mengingesti kompleks imun dan melepaskan enzim

yang megradasi jaringan sinoval dan kartilago artikular. Limfosit B dan T

menyebabkan penikatan produksi faktor rematoid dan enzim yang

meningkatkan dan melanjutkan proses inflamasi.

Membran sioval rusak akibat proses inflamasi dan imun.

Membran sinoval membengkak akibat infiltrasi leukosit dan menebal

karena sel berprofilerasi dan membesar secara abnormal. Prostaglandin

memicu vasodilatasi , dan sek sinovial dan jaringa menjadi hiperaktif.

Pembuluh darah baru tumbuh untuk menyokong hiperplasia sinovial,

membentuk jaringan granulasi vaskular disebut panus.

2.1.4. Pathway

2.1.5 Gambaran klinis

Gambaran klinis Rheumatoid Arthtritis adalah sebagai berikut :

a. Kekakuan dipagi hari : biasanya kurang lebih berlangsung

selama 1 jam

b. Pembengkakan 3 sendi atau lebih : pembengkakan sendi objektif

c. Pembengkakan sendi pergelangan tangan, MCP, atau PIP

d. Gambaran radiologi yang khas : gambaran yang

paling lazim adalah osteopenia peri artikular

e. Nodul subkutan : pada permukaan ekstensor siku,


12

tonjolan tulang pada punggung atau bahkan

disepanjang perjalanan tendo archiles.

f. Nyeri, pembengkakan, sensasi hangat, eritema, dan

kurangnya fungsi pada sendi adalah gejalaklasik.

g. Palpasi sendi mengungkapkan adanya jaringan yang

menyerupai spons atau lunak.

h. Cairan biasanya dapat di aspirasi dari sendi yang

meradang(inflamasi)

2.1.7 Pemeriksaan penunjang

a. Laju endap darah (LED) meningkat (80-100 mm/h) kembali (v)sewaktu

gejala-gejala meningkat.

b. Protein c-reaktif: positif

c. Sel darah putih: positif meningkat pada waktu timbul

prosesinflamasisampai 500-50.000 mm/h dan tampak keruh

d. Reaksi-reaksi aglutinasi: positif lebih pada 50%

e. Ig (Ig M dan E): peningkatan besar menunjukan proses autoimun

f. sebagai penyebab Rheumatoid Arthritis.

g. Sinar X dari sendi yang sakit: menunjukan pembengkakan pada

h. jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang

yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi

formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan

subluksasio. Perubahan osteoarthritis yang terjadi secara

bersamaan.

i. Scan radio nuklida: identifikasi peradangan sinovium

j. Artroposi langsung, aspirasi cairan synovial

k. Biopsy membrane synovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan


13

l. perkembanganpanas.

2.1.8 Penatalaksanaan

a.Pendidikan: meliputi tentang patofisiologi, penyebab, tanda, dangejala semua

komponen program penatalaksanaan termasuk regimen.

b. Istirahat: pasien membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali

waktu beraktivitas diikuti oleh masa istirahat.

c. Latihan fisik dan termoterapi: latihan dapat bermanfaat


dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakanaktif
dan

pasif pada semua sendi sedikitnya 2 kali sehari.

d. Kompres: kompres hangat pada daerah sendi dan sakit, danbengkak

mungkin dapat mengurangi nyeri.

e. Diet seimbang: karbohidrat, protein, lemak. Makanan yang tidakboleh

dimakan seperti jeroan, kembang kol, bayam, emping,daun singkong,

makanan yang boleh dimakan seperti tempe, tahu, daging sapi, daging

ayam, sayur kangkung, buah-buahan, nasi dan susu.

f. Terapi pengobatan: bagian yang penting dari seluruh program

penatalaksanaan, obat-obat yang di pakai untuk mengurangi

nyeri, meredakan peradangan dan mengubah

perjalananpenyakit

g. OAINS (obat anti inflamasi non steroid) diberikan sejak

dini untuk

mengatasi nyeri akibat inflamasi. OAINS yang dapat


14

diberikan: Aspirin mulai dosis 3-4x/hari. Ibuprofen,


15

nafroxen, poriksikam, diklofenak dan sebagainya.

h. DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) gunanya

untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses

destruksi akibat arthritis rheumatoid, jenis-jenis yang

digunakan adalah:

1. Klorokuin fosfat 250 mg/hari

2. Sulfasalazin dalam dosis 1x500 mg/hari

3. D-oenisilamin dosisnya 250-300 mg/hari

4. Kortikosteroid: dosis rendah prednisone 5-7,5 mg (dosis

tunggal pagi hari) sangan bermanfaat sebagai bridging

terapi dalam mengatasi rheumatoid arthri

5. Rehabilitasi: bertujuan meningkatkan kualitas hidup

pasien caranya dengan mengistirahatkan sendi yang

sakit.

2.2 Konsep keluarga

2.2.1 Definisi

Banyak pengertian keluarga salah satunya menurut Duvall, Keluarga

adalahsekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi,

kelahiranyang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiapanggota.

Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat olehhubungan

darah, perkawinan atau adopsi dan tiap-tiap anggota keluarga selaluberinteraksi satu

sama lain (Mubarak, 2011). Bailon dan Maglaya (1997) dalam Susanto (2012)

mengatakan bahwakeluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung
16

karenahubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga,

salingberinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan

mempertahankan suatu budaya.

Stanhope dan Lancester (1996) dalam Susanto (2012) mengatakan

keluargaadalah dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga yang

samaatau yang berbeda dari saling mengikutsertakan dalam kehidupan yang

terusmenerus, biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai

ikatanemosional dan adanya pembagian tugas antara satu dengan yang lainnya.

2.2.2 Tipe Atau Bentuk Keluarga

Friedman, Bowden dan Jones (2003) dalam Susanto (2012) tipe

keluargaadalah:

1. Tradisional

a. The Nuclear Family (Keluarga Inti)

Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.

b. The Dyad Family (Keluarga tanpa anak).

c. Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup

bersama dalam satu rumah.

d. Keluarga Usila

Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak sudah

memisahkan diri.

e. The Childless Family

Keluarga tanpa anak karena keterlambatan menikah dan untuk mendapatkan

anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karir atau pendidikan

yang terjadi pada wanita.

f. The Extended Family


17

Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah

seperti nuclear family disertai paman, tante, orang tua (kakek nenek) dan

keponakan.

g. Commuter Family

Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut

sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota biasa berkumpul

dengan anggota keluarga pada saat akhir pekan atau pada waktu- waktu tertentu.

h. The Single Parent Family

Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak.

i. Multigenerational Family

Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama

dalam satu rumah.

j. Kin-network Family

Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau salingberdekatan

dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama. Contoh: Dapur,

kamar mandi, telepon dan lain-lain.

k. Blended Family

Duda atau janda karena perceraian yang menikah kembali dan membesarkan

anak dari hasil perkawinan atau hasil perkawinan sebelumnya.

l. The Single Adult Family

Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karenapilihannya

atau perpisahan (separasi) seperti: perceraian atau ditinggal mati.

2. Non Tradisional
18

a. The Unmarried Teenage Mother

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan

tanpa menikah.

b. The Step-parent Family

Keluarga dengan orang tua tiri.

c. Commune Family

Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan

saudara yang hidup bersama dalam satu rumah. Sosialisasi anak dengan aktivitas

kelompok/membesarkan anak bersama.

d. The Nonmarital Heterosexual Cohabiting Family

Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui

pernikahan.

e. Gay and Lesbian Family

Seseorang yang mempunyai persamaan orientasi seksual hidup bersama

sebagaimana ‘marital partners’.

f. Cohabitating Family

Orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan perkawinan karena beberapa

alasan tertentu.

g. Group Network Family

Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan atau nilai-nilai hidup berdekatan satu

sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga

bersama,pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya.

h. Foster Family
19

Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara sementara

waktu, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk

menyatukan kembali keluarga aslinya.

i. Homeless Family

Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen

karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau

problem kesehatan mental.

j. Gang

Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari

ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang

dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

2.2.3 Struktur Keluarga

Friedman (1998) dalam Harmoko (2012) menyatakan struktur keluarga antara

lain:

1. Struktur Peran Keluarga

Peran didasarkan pada preskripsi dan harapan peran yang menerangkan apa

yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat

memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain yang

menyangkut peran-peran tersebut.

2. Sistem Nilai dalam Keluarga.

Nilai-nilai keluarga didefinisikan sebagai suatu sistem ide, sikap dan


20

kepercayaan tentang nilai suatu keseluruhan atau konsep yang secara sadar maupun

tidak sadar mengikat bersama-sama seluruh anggota keluarga dalam suatu budaya

yang lazim.

3. Pola dan Proses Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses simbolik, transaksional untuk

menciptakan dan mengungkapkan pengertian dalam keluarga.

4. Struktur Kekuasaan dalam Keluarga

Kekuasaan keluarga sebagai sebuah karakteristik dari sistem keluarga adalah

kemampuan, baik potensial maupun aktual dari seorang individu untuk mengubah

tingkah laku anggota keluarga.

2.2.4 Fungsi Keluarga

Menurut Friedman, Bowden & Jones (2003) dalam Susanto (2012):

1. Afektif Dan Koping

Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota

dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.

2. Sosialisasi

Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap dan mekanisme

koping; memberikan feedback dan memberikan petunjuk dalam pemecahan

masalah.

3. Reproduksi

Keluarga melahirkan anaknya.

4. Ekonomi
21

Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di

masyarakat.

5. Fisik Atau Perawatan Kesehatan

Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari

sakit.

2.2.5 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan.

Menurut Freeman (1981) dalam Setyawan (2012) sesuai dengan fungsi

keluarga dalam pemeliharaan kesehatan, maka keluarga juga mempunyai tugas dalam

bidang kesehatan, yang antara lain adalah:

1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun

yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan

tanggung jawab keluarga, oleh karena itu perlu mencatat dan memperhatikan

segala perubahan yang terjadi dalam keluarga.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

3. Memberikan perawatan kepada anggota keluaraganya yang sakit atau yang

tidak dapat membantu dirinya sendiri.

4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan

dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

2.2.6 Tahap Perkembangan Keluarga

1. Tahap pertama keluarga baru (beginning family)


22

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.

b. Menetapkan tujuan bersama.

c. Membina hubungan dengan keluarga lain; teman, dan kelompok sosial.

2. Tahap kedua keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family)

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Persiapan menjadi orang tua.

b. Membagi peran dan tanggung jawab.

c. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah

yang menyenangkan.

d. Mempersiapkan biaya atau dana child beearing.

3. Tahap ketiga keluarga dengan anak pra sekolah (families with

preschool) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti: kebutuhan tempat

tinggal, privasi dan rasa aman.

b. Membantu anak untuk bersosialisasi.

c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak

yang lain juga harus terpenuhi.

4. Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (families with

children) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan

dan semangat belajar.

b. Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan.


23

c. Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.

5. Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (families with

teenagers) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab

mengingat remaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.

b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.

c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,

hindari perdebatan, kecurigaan dan permusahan.

6. Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching center

families )

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.

b. Mempertahankan keintiman pasangan.

c. Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki

masa tua.

7. Tahap ketujuh keluarga usia pertengahan ( middle age families )

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Mempertahankan kesehatan.

b. Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah

minat sosial dan waktu santai.

c. Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua.

d. Keakraban dengan pasangan.

8. Tahap kedelapan keluarga usia lanjut


24

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.

b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik

dan pendapatan.

c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.

d. Mempertahankan hubungan anak dan sosial masyarakat (Harmoko, 2012).

2.3 Konsep Gangguan Mobilitas Fisik

1. Pengertian Gangguan MobilitasFisik

Hambatan mobilitas fisik adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak

secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya

mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada

ekstremitas dan faktor yang berhubungan dengan hambatan mobilitas

(Heriana,2014).

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh satu atau

lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurafif & Hardi, 2015).

Menurut Nanda, 2011 hambatan mobilitas fisik merupakan keterbatasan pada

pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.

Menurut Atoilah, 2013, secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas

antara lain :

a. Imobilitas fisik, yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami pembatasan fisik
25

yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun oleh keadaan orangtersebut.

b. Imobilitas intelektual, disebabkan kurang pengetahuan untuk dapat berfungsi

sebagaimana mestinya. Ini terjadi misalnya pada kerusakan otak karena proses

penyakit atau kecelakaan serta pada pasien tradisimental.

c. Imobilitas emosional, yang dapat terjadi akibat pembedahan atau kehilangan

seseorang yangdicintai.

d. Imobilitas sosial, yang dapat menyebabkan perubahan interaksi sosial yang

sering terjadi akibatpenyakit

2. Penyebab Hambatan MobilitasFisik

Keletihan dan kelemahan menjadi penyebab paling umum yang sering terjadi dan

menjadi keluhan bagi lanjut usia. Sekitar 43% lanjut usia telah diidentifikasi memiliki

gaya hidup kurang gerak yang turut berperan terhadap intoleransi akivitas fisik dan

penyakit, sekitar 50% penurunan fungsional pada lanjut usia dikaitkan dengan

kejadian penyakit sehingga mengakibatkan mereka menjadi

ketergantungan kepada orang lain (Stanley dan Beare, 2007). Berdasarkan Nursing

Outcome Classification and Nursing Intervension Classification (NOC & NIC) 2015

adalah pasien mengalami kesulitan dalam membolak-balik posisi, keterbatasan

dalam kemampuan melakukan keterampilan motorik dan keterbatasan rentang

pergerakansendi. Menurut Mubarak (2014) kehilangan


26

kemampuan untuk bergerakmenyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan

tindakankeperawatan

3. Faktor -Faktor Yang Berpengaruh Pada MobilitasFisik

Berbagai penyebab dari imobilitasi fisik dapat dihubungkan dengan lingkungan

internal dan eksternal (Stanley dan Beare, 2007)

1) Faktor Internal

Faktor internal yang dapat menyebabkan imobilitas atau gangguan aktivitas adalah:

a) Penurunan fungsi muskuloskeletal: Otot (adanya atrofi, distrofi, atau cedera), tulang

(adanya infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau osteomalaisa, Sendi (adanya

artritis dantumor)

Perubahan fungsi neurologis: misalnya adanya infeksi atau ensefalitis,

tumor,trauma,obat-obatan,penyakitvaskulersepertistroke,penyakitdemielinasi seperti

sklerosis multiple, penyakit degeneratif, terpajan produk racun, gangguan metabolik

atau gangguan nutrisi.

b) Nyeri: dengan penyebab yang multiple dan bervariasi seperti penyakit

kronis dantrauma.

c) Defisit perseptual: berkurangnya kemampuan kognitif

d) Jatuh

e) Perubahan fungsisosial

f) Aspekpsikologis

2) FaktorEksternalBanyak faktor eksternal yang mengubah mobilitas pada lansia. Faktor


27

tersebut adalah:

a) Program terapeutik: Program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat

terhadap kualitas dan kuantitas pergerakan pasien. Misalnya pada program

pembatasan yang meliputi faktor-faktor mekanis dan farmakologis, tirah baring,

danrestrain.

1) Faktor-faktor mekanis dapat mencegah atau pergerakan tubuh atau bagian tubuh

dengan penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips dan traksi) atau alat-alat

b) Karakteristik tempat tinggal: tingkat mobilitas dan pola perilaku dari kelompok

teman sebaya klien dapat mempengaruhi pola mobilitas dan perilakunya. Dalam

suatu studi tentang status mobilitas pada penghuni panti jompo, mereka yang dapat

berjalan dianjurkan untuk menggunakan kursi roda karena anggapan para staf untuk

penghuni yangpasif.

c) karakteristik staf: Karakteristik dari staf keperawatan yang mempengaruhi pola

mobilitas adalah pengetahuan, komitmen, dan jumlah. Pengetahuan dan pemahaman

tentang konsekuensi fisiologis dari imobilitas dan tindakan-tindakan keperawatan

untuk mencegah atau melawan pengaruh imobilitas penting untuk

mengimplementasikan perawatan untuk memaksimalkan mobilitas. Jumlah anggota

staf yang adekuat dengan suatu komitmen untuk menolong lansia mempertahankan

kemandiriannya harus tersedia untuk mencegah komplikasiimobilitas.

d) Sistem pemberian asuhan keperawatan: jenis sitem pemberian asuhan keperawatan

yang digunakan dalam institusi dapat mempengaruhi status mobilitas penghuninya.

Alokasi praktik fungsional atau tugas telah menunjukkan dapat meningkatkan

ketergantungan dan komplikasi dari imobilitas.


28

e) Hambatan – hambatan: Hambatan fisik dan arsitektur dapat mengganggu

mobilitas.Hambatanfisiktermasukkurangnyaalatbantuyangtersediauntuk mobilitas,

pengetahuan dalam menggunakan alatbantumobilitas tidak adekuat, lantai yang licin, dan

tidak adekuatnya sandaran untuk kaki. Sering kali, rancangan arsitektur rumah sakit atau

panti jompo tidak memfasilitasi atau memotivasi klien untuk aktif dan tetap

dapatbergerak.

f) Kebijakan - kebijakan institusional: faktor lingkungan lain yang penting untuk lansia

adalah kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur institusi. Praktik pengaturan yang

formal dan informal ini mengendalikan keseimbangan antara perintah institusional

dan kebebasan individu. Semakin ketat kebijakan, semakin besar efeknya

padamobilitas.

Menurut NANDA (2015) kriteria hasil yang diharapkan setelah melakukan tindakan

keperawatan untuk diagnosa mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan

kekuatan otot adalah klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari

peningkatan mobilisasi, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan

dan kemampuan berpindah, memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi

(walker).

4. JenisImobilitas

Menurut Hidayat (2009), ada beberapa jenis imobilitas diantaranya, yaitu :

1. Imobilitasfisik

Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah

terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia


29

yang tidak mampu mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga tidak dapat

mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangitekanan.

2. Imobilitasintelektual

Merupa2.kan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti

pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.

3. Imobilitasemosional

Keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya

perubahan secara tiba – tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres

berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami

kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai

4. Imobilitassosial

Keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial

karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi perannya dalam

kehidupansosial.

5. Perubahan Sistem Tubuh AkibatImobilitas

Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat memengaruhi sistem tubuh, seperti

perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,

gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan

sistem pernapasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem muskuloskletal,


30

perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan kecil), perubahan

perilaku (Hidayat, 2009).

a. PerubahanMetabolisme

Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat

imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Hal

tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal metabolism rate (BMR) yang

menyebabkan berkurangnya energi untuk perbaikan sel – sel tubuh, sehingga dapat

memengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan metabolisme imobilitas dapat

mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan

ini dapat beresiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas dapat

juga menyebabkan penurunan eksresi urine dan peningkatan

nitrogen.Haltersebutdapatditemukanpadapasienyangmengalamiimobilitas pada hari

kelima atau keenam. Beberapa dampak perubahan metabolisme, diantaranya adalah

pengurangan jumlah metabolisme, atropi kelenjer dan katabolisme protein,

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang, gangguan dalam

mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.

b. Ketidakseimbangan Cairan danElektrolit

Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas

akan mengakibatkan persendian protein menurun dan konsentrasi protein serum

berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Disamping itu,

berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial dapat

menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbngan cairan dan elektrolit.


31

Imobilitas juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang akibat menurunnya

aktivitas otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan

reabsorbsi kalium.

c. Gangguan Pengubahan ZatGizi

Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein

dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat – zat makanan pada tingkat sel

menurun, dimana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen

dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.

d. Gangguan FungsiGastrointestinal

Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini disebabkan

karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga

penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan gangguan proses

eliminasi.

e. Perubahan SistemPernapasan

Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas,

kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan

terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu.

Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran

oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan

ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaanparu.

f. Perubahankardiovaskular
32

Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat berupa hipotensi

ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.

Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan

saraf otonom. Pada posisi yang tetap dan lama, refleks neurovaskular akan menurun

dan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pada vena bagian

bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat terhambat. Meningktanya

kerja jantung dapat disebabkan karena imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam

keadaan normal, darah yang terkumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan

meningkatkan aliran vena kembali kejantung dan akhirnya jantung akan

meningkatkan kerjanya. Terjadinya trombus juga disebabkan oleh meningktanya

vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi muskular sehingga

meningkatkan arus balikvena.

g. Perubahan SistemMuskuloskletal

Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskletal sebagai dampak dari imobilitas

adalah sebagai berikut :

1. Gangguan muskular. Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat

menyebabkan turunnya kekuatan otot secara lansung. Menurunnya fungsi kapasitas

otot ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat

menyebabkan atropi pada otot. Sebagai conoh, otot betis seseorang yang telah

dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukkan

tanda lemahataulesu

2. Gangguan skletal. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skletal,


33

misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur

merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang

disebabkan atropi dan memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat

menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi

karena reabsobsi tulang semakin besar, sehingga yang menyebabkan jumlah kalsium

kedalam darah menurun dan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui urine

semakinbesar.

h. Perubahan SistemIntegumen

Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena

menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya iskemia serta nekrosis

jaringan superfisial dengan adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang

kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan.

Menurut Asmadi (2008), imobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan

integritas kulit

i. PerubahanEliminasi

Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin

disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran

darah renal dan urine berkurang.

j. PerubahanPrilaku

Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa

bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, dan

menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan


34

dampak imobilitas karena selama proses imobilitas seseorang akan mengalami

perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain – lain.

Menurut Tarwoto (2011) pasien dengan gangguan mobilisasi akan mengalami

defisit perawatan diri yang ditandai dengan gangguan neuromuskular, menurunnya

kekuatan otot, menurunnya kontrol otot dan koordinasi serta gangguan fisik

6. Penatalaksanaan Gangguan Mobilisasi SecaraUmum

Menurut Saputra (2013), ada beberapa penatalaksanaan gangguan mobilisasi secara

umum diantaranya, yaitu :

1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai KebutuhanPasien

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan

dengan tingkat gangguan, seperti posisi fowler, sim, trendelenburg, dorsal

recumbent, lithotomi, dan genu pectoral.

a. PosisiFowler

Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana bagian kepala

tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan

kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasanpasien.

Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan
b) Dudukkanpasien
c) Berikan sandaran / bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk

posisi semifowler (30-45 derajat) dan untuk fowler (90 derajat).

d) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.


36

b. PosisiSim

Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk

memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).

Cara :

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan

posisi badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha

kanan ditekuk kearah kedada.

c) Tangan kiri diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan

kanan diatas tempattidur.

d) Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup

dan kaki kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahkan kedada.

e) Tangan kanan diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan

kiri diatas tempattidur.

c. PosisiTrendelenburg

Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih

rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran

darah ke otak.

Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakkan bantal diantara kepala


37

dan ujung tempat tidur pasien, dan berikan bantal di bawah lipatanlutut.

c) Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat

tidur khusus dengan meninggalkan bagian kakipasien.

d. Posisi DorsalRecumbent

Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau

direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan

memeriksa genitalia serta pada proses persalinan. Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakai bawahdibuka.

c) Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur,

dan renggangkan keduakaki

d) Pasangselimut

e. PosisiLithotomi

Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan

menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia

pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.

Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Pasien dalam keadaan berbaring, telentang, kemudian angkat kedua

pahanya dan tarik ke arahperut.

c) Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadappaha

d) Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomi
38

e) Pasangselimut

f. Posisi GenuPectoral

Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kki ditekuk dan dada

menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa

daerah rektum dan sigmoid.

Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk

dan dada menempel pada kasur tempattidur.

c) Pasang selimut padapasien

2) Latihan ROM Pasif danAktif

Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau

trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas.

Menurut Junaidi (2011) setelah keadaan pasien membaik dan kondisinya telah

stabil baru diperbolehkan dilakukannya mobilisasi.

Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot

serta memelihara mobilitas persendian.

a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Atur posisi lengan pasin dengan menjauhi sisi tubuh dan siku

menekuk denganlengan

c) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang
39

pergelangan tanganpasien

d) Tekuk tangan pasien ke depan sejauhmungkin

e) Catat perubahan yang terjadi

b. Fleksi dan Ekstensi Siku Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak

mengrah ketubuhnya

c) Letakkan tangan diatas siku pasien dan pegang tangannya

degan tanganlainnya

d) Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekatbahu

e) Lakukan dan kembalikan ke posisisebelumnya

f) Catat perubahan yang terjadi

c. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dan pegang tanganpasien

dengan tanganlainnya.

c) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang

tangan pasien dengan tangan lainnya

d) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknyamenjauhinya

e) Kembalikan ke posisisemula.
40

f) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya

menghadap kearahnya.

g) Kembalikan ke posisisemula

h) Catat perubahan yang terjadi

d. Pronasi Fleksi Bahu Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Atur posisi tangan pasien di sisitubuhnya

c) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan

pasien dengan tanganlainnya

d) Angkat lengan pasien pada posisisemula

e) Catat perubahan yang terjadi

e. Abduksi dan Adduksi Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Atur posisi lengan pasien disampingbadannya

c) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan

pasien dengan tanganlainnya

d) Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arahperawat

e) Kembalikan ke posisisemula

f) Catat perubahan yang terjadi

f. Rotasi Bahu Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan


41

b) Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan sikumenekuk

a) Letakkan satu tangan perawat di lengan ats pasien dekat siku

dan pegang tangan pasien dengan tangan yanglain

b) Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat

tidur, telapak tangan menghadap kebawah

c) Kembalikan ke posisisemula

d) Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh

tempat tidur, telapak tangan menghadap keatas

e) Kembalikan lengan ke posisisemula

f) Catat perubahan yang terjadi

g. Fleksi dan Ekstensi Jari – jari Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan

lain memegangkaki

c) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki kebawah

d) Luruskan jari-jari kemudian dorongkebelakang

e) Kembalikan ke posisisemula

f) Catat perubahan yang teradi

h. Infersi dan Efersi Kaki Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan

pegang pergelangan kaki dengn tangansatunya


42

c) Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya

d) Kembalikan ke posisisemula

e) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain

f) Kembalikan ke posisisemula

g) Catat perubahan yang terjadi

i. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu

tangan yang lain diatas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks

c) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari – jari kaki ke arahdada pasien

d) Kembalikan ke posisisemula

e) Tekuk pergelangan kaki menjauh dadapasien

f) Catat perubahan yang terjadi

j. Fleksi dan Ekstensi Lutut Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Letakkan atu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien

dengan tangan yang lain

c) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkalpaha

d) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauhmungkin

e) Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas

f) Kembalikan ke posisisemula
43

g) Catat perubahan yang terjadi

k. Rotasi Pangkal Paha Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu

tangan yang lain di atas lutut

c) Putar kaki menjauhiperawat

d) Putar kaki ke arahperawat

e) Kembalikan ke posisisemula

f) Catat perubahan yang terjadi

3) Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha Cara:

a) Jelaskan prosedur yang akandilakukan

b) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu

tangan padatumit

c) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari

tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badanpasien

d) Gerakkan kaki mendekati badanpasien

e) Kembalikan ke posisisemula

f) Catat perubahan yang terjadi

4) LatihanAmbulasi

5) Duduk diatas tempat

tidur Prosedur kerja:

a) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada


44

pasien

b) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan disamping badannya

dengan telapak tangan menghadapkebawah

c) Berdirilah disamping tempat tidur dan letakkan tangan pada bahu pasien

d) Bantu pasien untuk duduk dan beri penompang ataubantal

6) Turun dari tempat tidur, berdiri, kemudian duduk dikursi

roda Prosedur kerja:

a) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan

kepada pasien

b) Pasang kunci kursiroda

c) Berdirilah menghadap pasien dengan kadua kakimerenggang

d) Tekuk sedikit lutut dan pingganganda

e) Anjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangannya dibahuanda

f) Letakkan kedua tangan anda disamping kanan dan kiri pinggang pasien

g) Ketika kaki pasien menapak dilantai, tahan lutut anda pada lutut pasien

h) Bantu pasien duduk dikursi roda dan atur posisi agarnyaman

7) Membantu berjalan

Prosedur kerja:

a) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan

kepada pasien

b) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan disamping badan

atau memegang telapak tangananda


45

c) Berdiri disamping pasien dan pegang telapak tangan dan

lengan bahupasien

2.3 konsep Asuhan keperawatan keluarga dengan rheumatoid atritis

2.3.1 Pengkajian

Menurut Pricilla, 2016 Pangkajian keperawatan pada pasien Artritis Reumatoid

sebagai berikut:

1) Identitas Klien

Jenis kelamin: Penelitian dari Mayo Clinic yang dilakukan di Amerika Serikat

menunjukkan antara 1995-2005, wanita penderita Artritis Reumatoid mencapai

54.000 -100.000 orang, sedangkan pria hanya 29.000 dari 100.000 orang

(Situmorang, 2017).

Umur : seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

memiliki resiko tinggi untuk menderita RA (Depkes 2013).

2) Riwayat Kesehatan

Keluhan Utama : pengkajian kesehatan untuk menentukan masalah dengan

struktur atau fungsi muskuloskeletal dapat dilakukan selama skrining kesehatan,

dapat fokus pada keluhan utama seperti pada nyeri sendi atau dapat menjadi

bagian pengkajian kegiatan total. Jika pasien memiliki masalah dengan struktur

atau fungsi muskuloskeletal analisa dan tanya, karakteristik, rangkaian, keparahan,

faktor yang memprediksi titrasi dan meredakan, dan semua gejala terkait, catat

waktu dan kejadian.


46

Riwayat Kesehatan Keluarga : Menurut (Mansjoer, 2011) Genetik merupakan

faktor keturunan yang terdapat (HLA) atau antigen limfosit manusia yang tinggi.

(HLA) terdapat rematik yang menunjukan adanya hubungan aloagen sel B yang

lebih dikenal anti bodi monoklonal dengan status rematik atau rentan terkena

rematik yang dapat dipengaruhi oleh faktor keturunan atau genetik.

3) Pola Makan dan Minum

Pola makan yang salah menjadi salah satu pencetus terjadinya kekambuhan. Di

mana pola makan yang sehat sebaiknya dimulai dengan mengadakan perubahan-

perubahan kecil pada makanan yang kita pilih, juga mengurangi makanan dapat

mempengaruhi kekambuhan Penyakit rematik seperti, produk kacang-kacangan

seperti susu kacang, kacang buncis, organ dalam hewan seperti; usus, hati, limpa,

paru, otak, dan jantung, makanan kaleng seperti, sarden, kornet sapi, makanan

yang dimasak menggunakan santan kelapa, beberapa jenis buah-buahan seperti

durian, air kelapa muda, minuman seperti alkohol dan sayur seperti kangkung dan

bayam (Putri, 2012).

4) Kebersihan Diri

Penyebab salah satunya yang sering terjadi rematik inilah alasan mengapa mandi

malam dilarang tetapi semata-mata bukan karena mandi malam. Karena air dan

udara yang dingin memicu pengaruh terhadap kapsul sendi sehingga membuat

persendian semakin nyeri. Itulah alasannya sehingga malam tidak di anjurkan

mandi air dingin tetapi yang dianjurkan adalah air hangat (Syam S, 2012).

5) Pola kegiatan/Aktivitas Sehari-hari


47

Rematik sering terjadi pada orang mempunyai aktivitas yang berlebihan dan

melakukan pekerjaan yang banyak dalam jangka waktu yang lama dengan posisi

jalan maupun berdiri dengan rentan yang lama karena terjadi penekanan yang

berlebihan pada sendi lutut, semakin berat aktivitas yang dilakukan oleh

seseorang dalam kegiatan sehari-hari sering dapat mengakibatkan kekambuhan

rematik pada saat lansia (Andaniar, 2010).

6) Pengkajian Musculoskeletal

Pengkajian keperawatan sistem muskuloskeletal dapat dilakukan sebagai bagian

pengkajian total atau sendiri untuk pasien yang diketahui atau dicurigai

mengalami makalah teknik yang digunakan untuk mengkaji sistem

muskuloskeletal adalah inspeksi palpasi dan pengukuran massa otot dan rentang

gerak sendi (ROM).

Sebelum pengkajian, kumpulkan semua peralatan dan jelaskan teknik untuk

menurunkan ansietas pasien:

Kaji sendi untuk pembengkakan, nyeri, kemerahan, hangat, crepitus, dan ROM.

Hanya kaji ROM pada setiap sendi jika pasien memiliki masalah muskuloskeletal;

akan tetapi, mengkaji satu sendi atau lebih merupakan bagian umum asuhan

keperawatan. Berikut ini pengkajian pada pasien artritis rheumatoid:

1. Pengkajian gaya berjalan dan postur tubuh

Inspeksi postur tubuh dan gaya berjalan. Postur tubuh harus tegak; gaya berjalan

harus halus dan mantap.

2. Pengkajian sendi
48

Inspeksi sendi mengenai adanya deformitas, pembengkakan, dan kemerahan.

3. Pengkajian rentang gerak sendi

Kaji ROM sendi dengan meminta pasien untuk melakukan aktivitas spesifik untuk

setiap sendi, seperti berikut ini:

Jari:

Fleksi: "membuat kepalan

tangan". Ekstensi: "membuka

tangan anda". Abduksi: "Buka jari

Anda".

Adduksi: "Rapatkan jari Anda".

Siku:

Fleksi 160 derajat: "Sentuh tangan hingga bahu Anda".

Ekstensi 180 derajat: "luruskan siku Anda"

Supinasi 90 derajat: "tekuk siku Anda 90 derajat, dan putar telapak tangan ke

atas".

Pronasi 90 derajat: "tekuk siku Anda 90 derajat dan turunkan kepalan tangan ke

bawah".

Pergelangan kaki:

Dorsi fleksi 20 derajat: "Arahkan kaki anda ke langit-langit".

Plantar fleksi 45 derajat: "arahkan kaki anda ke lantai".


49

Inversi 30 derajat: "berjalan pada sisi luar kaki anda".

Evensi 20 derajat: "berjalan pada sisi dalam kaki anda

2.4.3 Analisa Data

Analisa data merupakan kemampuan konitif dalam pengembangan gaya

berfikir dan penalaran yang dipergaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan,

pengalaman, dan pengertian keperawatan. Analisa data adalah kemampuan dalam

mengembangkan kemampuan berfikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu

pengetahuan. Dalam melakukan Analisa data, diperlukan kemampuan mengaitkan

data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang

relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah Kesehatan dan

keperawatan klien.

2.4.4 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Nyeri kronis b.d Kondisi musculoskeletal kronis

Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan intensitas ringan hingga berat dan konsisten, yang berlangsung

lebih dari 3 bulan.

Gejala dan tanda mayor :

Subjektif

1. Mengeluh nyeri

2. Merasa depresi atau

tertekan Objektif

1. Tampak

2. meringis
50

3. gelisah tidak mampu menuntaskan

aktivitas Gejala dan tanda minor

Subjektif

1. Merasa takut mengalami cedera

berulang Objektif

1. bersikap protektif (misal posisi menghindari nyeri)

2. Waspada

3. pola tidur berubah

4. anoreksia

5. Fokus menyempit

6. berfokus pada diri sendiri

2.4.4.1 Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan musculoskeletal

Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas

secara mandiri.

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

1. Mengeluh sulit menggerakkan

ekstremitas Objektif

1. Kekuatan otot menurun

2. Rentang gerak atau ROM

menurun Gejala dan tanda minor

Subjektif

1. Nyeri saat bergerak

2. Enggan melakukan pergerakan


51

3. Merasa cemas saat

bergerak Objektif

1. Sendi kaku

2. Gerakan tidak terkoordinasi

3. Gerakan terbatas

4. Fisik lemah

2.4.4.2 Defisit Pengetahuan tentang artritis rheumatoid b.d Kurang

terpapar informasi

Definisi: Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan

dengan topik tertentu.

gejala dan tanda mayor

Subjektif

1. Menanyakan masalah yang

dihadapi objektif

1. menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran

2. Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap

masalah gejala dan tanda minor

Subjektif

(Tidak

tersedia)

objektif

1. menjalani pemeriksaan yang tidak tepat

2. menunjukkan perilaku berlebihan (misal apatis, bermusuhan,

agitasi histeria)
2.4.5 Intervensi Keperawatan

Tabel.2.4.5 Intervensi keperawata

NO. SDKI SLKI SIKI


DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Gangguan Mobilitas Luaran Utama Intervensi Utama
Fisik b.d gangguan Mobilitas fisik
musculoskeletal Setelah dilakukan intervensi selama 48 jam, Dukungan ambulasi
maka tingkat mobilitas fisik meningkat Observasi
dengan kriteria hasil: - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
1. Pergerakan ekstremitas meningkat - Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
2. Kekuatan otot meningkat - monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
3. Rentang gerak (ROM) meningkat sebelum memulai ambulasi
4. nyeri menurun - Monitor kondisi umum selama melakukan
5. kecemasan menurun ambulasi Terapeutik
6. Kaku sendi menurun - Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis.
7. Gerakan tidak terkoordinasi menurun tongkat, kruk)
8. Gerakan terbatas menurun - Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
9. kelemahan fisik menurun - Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis.
berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)

52
Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi Terapeutik
- fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
(misal pagar tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (misal duduk
di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur
ke kursi)
1. Nyeri kronis b.d Kondisi Luaran Utama Intervensi utama
musculoskeletal kronis Manajemen nyeri
1. Tingkat nyeri Observasi
Setelah dilakukan intervensi selama 24 - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
jam, maka tingkat nyeri menurun dengan intensitas nyeri
kriteria hasil: - Identifikasi skala nyeri
a) Kemampuan menuntaskan aktivitas - Identifikasi respons nyeri non verbal
meningkat - Identifikasi faktor yang memberatkan dan memperingan nyeri
b) keluhan nyeri menurun - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
c) Meringis menurun - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
d) Sikap protektif menurun - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
e) Gelisah menurun - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
f) Kesulitan tidur menurun - Monitor efek samping penggunaan
g) Berfokus pada diri sendiri menurun analgetik Terapeutik
h) Perasaan depresi (tertekan) menurun - Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
i) Perasaan takut mengalami cedera (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
berulang menurun terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
j) Anoreksia menurun hangat atau dingin, terapi bermain)

53
k) Frekuensi nadi membaik - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
l) Pola nafas membaik ruangan, pencahayaan, kebisingan)
m) Fokus membaik - Fasilitasi istirahat dan tidur
n) Pola tidur membaik - pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
- Perawatan
kenyamanan Observasi
- Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan (mis. Mual, nyeri,
gatal, sesak)
- Identifikasi pemahaman tentang kondisi, situasi dan perasaannya
- Identifikasi masalah emosional dan
spiritual Terapeutik
- Berikan posisi yang nyaman
- Berikan kompres dingin atau hangat
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Berikan pemijatan
- Berikan terapi akupresur
- Berikan terapi hypnosis
- Dukungan keluarga dan pengasuh terlibat dalam terapi atau
pengobatan
- Diskusikan mengenai situasi dan pilihan terapi atau pengobatan
yang diinginkan
Edukasi
- Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi atau pengobatan
- Ajarkan terapi relaksasi
- Ajarkan latihan pernafasan
- Ajarkan teknik distraksi dan imajinasi
terbimbing Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik, antipruritus, antihistamin, jika
perlu
Terapi relaksasi
Observasi
- Identifikasi penurunan tingkat nyeri, ketidakmampuan

54
berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan
kognitif
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
- Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
- Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah dan suhu
sebelum dan sesudah Latihan
- Monitor respons terhadap terapi
relaksasi Terapeutik
- Menciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
- Menggunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
- jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang
tersedia (,mis. Musik, meditasi, nafas dalam, relaksasi otot
progresif)
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. Napas dalam,
peregangan, atau imajinasi terbimbing)

55
56

2.4.6 Implementasi Keperawatan

Menurut Mubarak (2012), tahapan dimana perawat mendapatkan kesempatan

untuk membangkitkan minat keluarga dalam mengadakan perbaikan kearah

perilaku hidup sehat.

Pelaksana adalah inisiatif dari rencana tindakan yang spesifik untuk membantu

klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam,2014).

2.4.7 Evaluasi Keperawatan

Sesuai dengan rencana tindakan yang diberikan, tahap penilaian yang dilakukan

untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak belum berhasil maka perlu disusun

rencana baru yang sesuai (Mubarak,2012).

Evaluasi yang diharapkan pada asuhan keperawatan keluarga dengan

Rheumatoid Arthritis adalah :

1. Keluarga dapat menjelaskan secara lisan tentang penyakit Rematik.

2. Keluarga dapat mengambil keputusan untuk merawat anggota

keluarga dengan penyakit Rematik.

3. Keluarga dapat melakukan perawatan yang tepat terhadap

anggota keluarga yang menderita Rematik.

4. Keluarga dapat memodifikasi lingkungan yang dapat

menunjang penyembuhan dan pencegahn


57

3.4.8 Kerangka masalah

Inflamasi non-bakterialdisebabkanolehinfeksi,
endokrin, autoimun, metabolic, danfaktor
genetic, sertafaktorlingkungan

ArtritisReumatoid

Sinovitis Tenosinovilis Kelainanpadatulang

Hiperemia dan Invasikolagen Erositulang&kerusaka


pembengkakan n pada tulang rawan

Nekrosis dan Ruptur tendon Instabilitas dan


kerusakan dalam secara parsial atau deformitas sendi
ruang sendi total

Hambatanmob Gangguan
ilitasfisik mekanis dan
Nyeri
fungsional pada
sendi

Gambar 2.1Pathway artritis reumatoid(suarjana,2009)


58
BAB III

Tinjauan kasus

3.1 Penkajian

Pengkajian dilakukan pada 28 November 2023 pukul 14.00 WIB di rumah

keluarga Tn. H desa Saitnihuta, dengan teknik pengumpulan data wawancara,

observasi.

I. Data Umum
1. Kepala Keluarga (KK) : Tn. H
2. Pekerjaan KK : karyawan swasta
3. Pendidikan KK : SLTA/sederajat
4. Diagnosa medis : Rhematoid Atritis

Tabel. 3.1 komposisi keluarga Tn.H


No Nama JK Hub.keluarga Umur Pendidikan
dengan KK

1. Tn. H L Suami 45 STM

2. Ny.E P Isteri 45 SLTA

3. Nn.T P Anak 20 SMK

4. Sdr.S L Anak 19 SMA

5. Sdri.R P Anak 15 SD
59
Genogram :

Tn.R Ny.k
tn. c Ny.D

NY.I Tn.H Tn.H Ny.K Ny.E Ny.S Ny.e Tn.F Ny.E Ny.y

Ket :
tn.H Ny.E
: perempuan
: Laki-laki
: meninggal
Sdr.s : tinggal serumah
nn.t Sdri.S :garis perkawinan

: garis keturunan

: klien

Gambar.3.1 genogram Tn.H

5. Tipe Keluarga : Nuclear family


6. Suku bangsa : jawa
7. Agama : Islam
8. Status social ekonomi keluarga
Jumlah pendapatan perbulan : 4.000.000
Sumber pendapatan perbulan : Uang gaji KK
Jumlah pengeluaran perbulan : 3.000.000
9. Aktivitas rekreasi keluarga
Menonton film bersama, makan malam keluarga, pergi kepemandian
umum, berwisata ke luar kota.
60

II. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga


11. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap Perkembangan keluarga Tn. H ada pada tahap ke 6 yaitu keluarga
12. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tahap Perkembangan keluarga Tn. H ada pada tahap ke 5 yaitu keluarga
dengan remaja
13. Riwayat kesehatan keluarga inti
Dalam keluarga Tn.H yaitu Ny.E mederita rematik yang bukan penyakit
keturunan dari keluarga pernah dirawat diklinik.
14. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
Dari hasil pengkajian keluarga Tn.H yang menderita penyakit yaitu
Ny.E merasakan nyeri pada lutut kanan dan pada jari kaki nya saat
bangun tidur dan harus beristirahat 15 menit sebelum dapat beraktivitas.
dulu pernah dirawat diklinik selama 5 hari kemudian 2 hari setelah
pulang nyeri kembali muncul.
III. Data lingkungan
III. Data lingkungan

1. Karakteristik rumah

Keluarga Tn. H tinggal di rumah milik sendiri dengan luas bangunan rumah

6m x 15m (90 m 2 ) dan ada pekarangan seluas 15m 2 . Jenis bangunan

rumah permanen lantai keramik, terdapat 1 ruang tamu, 3 kamar tidur, 1

ruang keluarga, 1 dapur dan 1 kamar mandi + wc. Kondisi rumah kurang

bersih, Terdapat jendela disetiap ruangan dan rumah terdapat ventilasi

danrumah di pasang flafon sehingga, .Pencahayaan rumah di siang hari

cukup dan pada malam hari penerangan memakai listik dengan bola lampu

LED sebanyak 7 buah didalam rumah untuk penerangan. Mempunyai

saluran pembuangan air limbah. Keluarga menggunakan air bersih dari

PAM tertutup untuk kebutuhan sehari-hari, jamban keluarga memenuhi


61

syarat berjenis kloset. Keluargamembuang dikernjang sampah dan dibuang

Di TPA.

2. Karakteristik tetangga dan komunitasnya

Hubungan Tn. H dengan tetangga kurang baik, keluarga juga jarang ikut

kegiatan rohani dan kegiatan RT dalam kelompok masyarakat.

3. Perkumpulan keluarga dan interaksi dalam masyarakat

Tn. H aktif berinteraksi dengan masyarakat sekitar, aktif dalam ibadat

kelompok, dan selalu ikut dalam kegiatan yang di laksanakan di RT/RW.

4. Sistem pendukung keluarga

Anggota keluarga lain dalam keluarga saling mendukung bila ada masalah.

Keluarga tidak memiliki tabungan di Bank dan semua anggota keluarga

memiliki kartu BPJS untuk keperluan kesehatan

IV. Struktur keluarga

1. Struktur peran

Tn. H melakukan peran keluarga dengan sangat baik, sebagai kepala

keluarga, beliau selalu membantu dan mendukung anak dan istrinya.

2. Nilai atau norma keluarga

Dalam keluarga terdiri dari satu agama, dan tidak ada nilai-nilai tertentu dan

nilai agama yang bertentangan dengan kesehatan karena menurut keluarga

kesehatan merupakan hal yang penting.

3. Pola komunikasi keluarga

Keluarga Tn. H berkomunikasi sehari-harinya menggunakan bahasa

Indonesia. setiap masalah dalam keluarga selalu dirembukkan dan mencari

jalan keluarnya dengan cara musyawarah keluarga.

4. Struktur kekuatan keluarga

Semua anggota keluarga Tn. H meyakini bahwa kesehatan sangat penting

dan harus dijaga, sehingga keluarga membiasakan mencuci tangan sebelum


62
makan dan memperhatikan kecukupan gizi. Keluarga Tn. H juga

memegang norma-norma yang berlaku di masyarakat, jika ada anggota

keluarga yang agak menyimpang anggota keluarga lain mengingatkan

V. Fungsi keluarga

24. Fungsi afektif

Keluarga telah menjalankan fungsi kasih sayang dengan baik, saling

memperhatikan dan membantu satu sama lain. Keluarga tidak membedakan

kasih sayang diantara anggota keluarga.

25. Fungsi pendidikan

Tn. H selalu menasehati dan mendukung dan membiayai bersekolah anak

sampai keperguruan tinggi agar bisa mendapatkan pekerjaan yang layak

kedepannya.

26. Fungsi ekonomi

Yang mengatur keuangan dalam keluarga adalah Ny.E hingga tercukupi

kebutuhan pokok keluarga

27. Fungsi sosialisasi


Keluarga aktif bersosilisasi dengan tetangga disekitar rumah atau jika ada

tetangga yang datang kerumah. Interaksi keluarga Tn. H dan Ny. E dengan

anaknya terjalin sangat baik dan terlihat harmonis. Dalam mengambil

keputusan Tn. H memiliki peran yang besar namun selalu adil kepada

keluarganya. Tn. H dan Ny. E aktif dalam kegiatan kemasyarakatan seperti

arisan dan pengkajian.

28. Fungsi pemenuhan kesehatan

Keluarga Tn. H mengatakan tidak tahu definisi remathoid atritis dan

bagaimana pengobatanya. Keluarga mampu mengidentifikasi masalah

kesehatan yang terjadi bila ada anggota keluarga yang sakit. Keluarga

mampu mengambil keputusan yang tepat jika ada anggota keluarga yang

sakit dengan membawanya ke rumah sakit. Keluarga belum dapat merawat

anggota keluarga yang sakit. Keluarga belum mampu memodifikasi


63
lingkungan yang tepat untuk menunjang kesehatan keluarga. Keluarga

mampu memanfaatkan layanan fasilitas dengan tepat.

29. Fungsi rekreasi

Tn. H menjalankan fungsi rekreasi dengan rileks menonton TV dan


terkadang membawa keluarga untuk makan malam diluar bersama.
Keluarga juga berekreasi keluar kota setiap tahunnya.
IV. Pemeriksaan kesehatan tiap individu anggota keluarga
Tabel 3.1 Pemeriksaan Fisik
Komponen Tn. H Ny. E Nn. T Sdr. S Sdri.S

Berat badan 80 Kg 67 Kg 76 kg 89 kg 63 Kg

Tinggi Badan 160 cm 167 cm 165 cm 172 cm 169 kg

Tekanan Darah 130/90 mmHg 120/80 mmHg 110/80 120/80 100/70


mmHg mmHg mmhg
Suhu Tubuh 36,80C 36,50C 370C 36,40C 36,30 C

Nadi 89x/menit 85x/menit 80x/menit 84x/menit 88 x/menit

Pernafasan 19x/menit 20x/menit 18x/menit 18x/menit 21 x/menit

Kepala Rambut hitam, Rambut hitam, Rambut Rambut Rambut


ikal, bersih lurus, tidak bersih, tidak bersih, tidak bersih, tidak
dan tidak ada ada ketombe ada ketombe ada ketombe ada ketombe
pembengkan

Mata Sklera tidak Sklera tidak Sklera tidak Sklera tidak Sklera tidak
ikterus ikterus ikterus ikterus ikterus
Konjungtiva Konjungtiva Konjungtiva Konjungtiva Konjungtiva
tidak anemis tidak anemis tidak anemis tidak anemis tidak anemis
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
peradangan peradangan peradangan peradangan peradangan

Hidung Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
sekret Tidak sekret Tidak sekret Tidak sekret Tidak sekret Tidak
ada kelainan ada kelainan ada kelainan ada kelainan ada kelainan

Mulut Terdapat Terdapat Tidak Tidak Tidak


karang gigi karang gigi terdapat terdapat terdapat
Graham kiri Graham kiri karang gigi, karang gigi, karang gigi,
atas caries bawah tanggal Gigi Gigi Gigi
Graham kanan lengkap lengkap lengkap
bawah tanggal

Telinga Bersih, tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ada serumen, serumen serumen serumen serumen
fungsi Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
pendengaran luka, fungsi luka, fungsi luka, fungsi luka, fungsi
baik pendengaran pendengaran pendengaran pendengaran
baik baik Baik baik
64
Leher/ Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Tenggorokan benjolan, tidak benjolan, tidak benjolan, benjolan, benjolan,
ada bekas ada bekas tidak ada tidak ada tidak ada
luka, tidak ada luka, tidak ada bekas luka, bekas luka, bekas luka,
pelebaran vena pelebaran tidak ada tidak ada tidak ada
jugularis, tidak vena jugularis, pelebaran pelebaran pelebaran
ada tidak ada vena vena vena
jugularis, jugularis, jugularis,
tidak ada tidak ada tidak ada
Dada Pergerakan Pergerakan Pergerakan Pergerakan Pergerakan
dada simetris dada simetris dada dada dada
Suara nafas Suara nafas simetris simetris simetris
vesikuler vesikuler Suara nafas Suara nafas Suara nafas
Perkusi sonor Perkusi sonor vesikuler vesikuler vesikuler
Tidak ada Tidak ada Perkusi Perkusi Perkusi
ronkhi Tidak ronkhi Tidak sonor Tidak sonor Tidak sonor Tidak
ada stridor ada stridor ada ronkhi ada ronkhi ada ronkhi
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
wheezing wheezing stridor stridor stridor
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
suara suara wheezing wheezing wheezing
tambahan tambahan Tidak ada Tidak ada Tidak ada
suara suara suara
tambahan tambahan tambahan

Jantung BJ 1 dan 2: BJ 1 dan 2: BJ 1 dan 2: BJ 1 dan 2: BJ 1 dan 2:


tunggal tunggal tunggal tunggal tunggal
Intensitas kuat Intensitas kuat Intensitas Intensitas Intensitas
Tidak ada Tidak ada kuat Tidak kuat Tidak kuat Tidak
bunyi jantung bunyi jantung ada bunyi ada bunyi ada bunyi
tambahan tambahan jantung jantung jantung
tambahan tambahan tambahan
Abdomen Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
nyeri tekan, nyeri tekan, nyeri tekan, nyeri tekan, nyeri tekan,
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
massa massa massa Massa massa
Ekstremitas Tidak ada Ny.E Tidak ada Tidak ada Tidak ada
kelainan mengatakan kelainan kelainan kelainan
Pergerakan Nyeri pada Pergerakan Pergerakan Pergerakan
bebas bagian siku bebas bebas bebas
tangan kanan
dan nyeri pada
sela jari
Kulit Warna kulit Warna kulit Warna kulit Warna kulit Warna kulit
sawo matang sawo matang sawo sawo sawo
Turgor kulit Turgor kulit matang matang matang
baik Tidak ada baik Tidak ada Turgor kulit Turgor kulit Turgor kulit
lesi lesi baik Tidak baik Tidak baik Tidak
ada lesi ada lesi ada lesi
Kuku Pendek dan Pendek dan Pendek dan Pendek dan Pendek dan
bersih CRT < bersih CRT < bersih CRT bersih CRT bersih CRT
2 detik 2 detik < 2 detik < 2 detik < 2 detik

V. Harapan keluarga
Keluarga berharap pada petugas kesehatan agar meningkatkan mutu
pelayanan dan membantu masalah Tn. H dengan memberi edukasi dan
bimbingan tentang perawatan pasien rematik kepada Ny.E sehingga dapat
sembuh dan menjalankan kegiatan seperti biasanya.
65

3.2 Analisa Data


Tabel 3.2 Analisa Data

No Data Masalah
1. DS : 1. Ny.E mengatakan “saya sering merasa sakit pada Gangguan
lutut kanan dan jari dikaki kanan” mobilitas fisik
2. Ny.E mengatakan jika sakitnya parah,
susah berjalan.
3. Ny.E mengatakan “kalau ketika saya berjalan
tiba-tiba nyeri lutut, langsung berhenti dulu duduk
mba sampai sakitnya hilang”
4. Ny.E mengatakan “ biasanya saya Cuma
minum obat yang di berikan di puskesmas dan
sedikit di pijat-pijat saya tidak tau cara lain
untuk mengurangi nyerinya”

DO : 1. nampak kesulitan berdiri,berjalan pincang.


2. nampak tidak menggunakan alat bantu
3. Skala nyeri 3
4. TTV :
Tekanan darah : 120/80
mmHg Suhu : 36,8 ºC
RR : 20
x/menit Nadi : 80
x/ menit

2. Ds : 1. Ny.E mengatakan nyeri saat berjalan Nyeri akut


2. Ny. E mengatakan nyeri dirasakan saat beraktivitas
pagi hari (P)
3. Nyeri terasa seperti terbakar dan cekot-cekot (Q)
4. Klien mengatakan nyeri di lutut dan jari-jari tangan
(R)
5. Klien mengatakan skala nyeri 3 (S)
6. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)
7. Aktivitas menjadi terganggu
8. Tidur malam : 5 jam
Do : 1. KU : Composmentis
2. TTV :
Tekanan darah : 120/80 mmHg,
Suhu : 36,8°C
RR : 20 x/menit
Nadi : 80
x/menit
3. Ekspresi wajah meringis
66
3.4 Skoring

Tabel 3.4 Skoring Prioritas Masalah keperawatan keluarga Gangguan mobilitas fisik
b.d gangguan musculo skletsal.

No. Kriteria Skala Bobot Skore Pembenaran


1. Sifat masalah : Ny. E kesulitan
 Aktual 3 berjalansemenjak 8
 Resiko 2 hari.
 Potensial 1 1 3/3x1=1

2. Kemungkinan Dengan menggunakan


masalah yang alat bantu jalan
dapatdiubah : 2 2 2/2x2=2 kemungkinan dapat
 Mudah 1 berjalan dengan lebih
 Sebagian 0 baik.
 Tidak dapat
3. Potensial Rasa nyeri saat berjalan
masalah dapat dikurangi dengan
3 1 3/3x1=1
untuk dengan pengobatan dan
2
dicegah : perbaikan gaya hidup
1
 Tinggi yangtepat.
 Cukup
 Rendah
4. Menonj Ny. E sudah 8hari
olnya mengeluh sering nyeri
2 1 2/2x1=1
masalah padakedua lutut dan
1
: kedua jari tangan.
 Segera
0
 Tidak
perlu
segera
 Tidak
dirasakan
Total 5
67

Tabel 3.3 Skoring Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga Nyeri Kronis b.d Kondisi
musculoskeletal kronis
No. Kriteria Skala Bobot Skore Pembenaran
1. Sifat masalah : Ny. E sudah 4 bulan
 Aktual 3 mengalami nyeri pada sendi
 Resiko 2 1 3/3x1=1 lutut dan jari-jari tangan.
 Potensial 1

2. Kemungkinan Dengan mengkonsumsi


masalah yang dapat obat dan Teknik relaksasi
diubah : kemungkinan nyeri dapat
 Mudah 2 1 2/2x1=1 hilang
 Sebagian 1
 Tidak dapat 0

3. Potensial masalah Rasa nyeri dapat dikurangi


untuk dicegah : dengan dengan pengobatan
 Tinggi 3 1 3/3x1=1 dan perbaikan gaya hidup
 Cukup 2 yang tepat.
 Rendah 1

4. Menonjolnya masalah Ny. E sudah 4 bulan


: mengeluh sering nyeri pada
 Segera 2 1 2/2x1=1 kedua lutut dan kedua jari
 Tidak perlu segera 1 tangan.
 Tidak dirasakan
0

total 4
68

3.3 Diagnosa Keperawatan

Tabel 3.3 Diagnosa keperawatan.

NO TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL TT


MUNCUL TERATASI
1. 13 November Gangguan mobilitas fisik b.d 15 November
2023 gangguan musculo skletsal. 2023
2. 13 November Nyeri Kronis b.d Kondisi 14 November
2023 musculoskeletal kronis 2023
3.4 Intervensi
NO Diagnosa keperawatan SLKI SIKI
1. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Luaran Utama Intervensi Utama
gangguan muskuloskeletsal Mobilitas fisik Dukungan mobilisasi
Setelah dilakukan intervensi selama 3 x dalam 30 Observasi
menit, maka tingkat mobilitas fisik meningkat - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
dengan kriteria hasil: fisik lainnya Terapeutik
1. Pergerakan ekstremitas meningkat - Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
2. nyeri menurun, perlu.
3. kecemasan menurun, dari 1 (sedang) menjadi - Libatkan keluarga untuk membantu
0 (tidak ada gangguan) pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi

Tabel 3.4 intervesi keperawatan

Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (berjalan dari rumah ke warung)

2. Nyeri kronis b.d Kondisi Luaran utama Intervensi utama


musculoskeletal kronis Tingkat nyeri Manajemen nyeri
Setelah dilakukan intervensi selama 2 x 30 Observasi
menit, maka tingkat nyeri menurun dengan - Identifikasi lokasi, durasi, frekuensi,
kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri
1. Kemampuan menuntaskan aktivitas - Identifikasi skala nyeri
meningkat, dari aktivitas terganggu menjadi - Identifikasi respons nyeri non verbal
tidak terganggu - Identifikasi faktor yang
2. keluhan nyeri menurun, memberatkan dan memperingan
3. meringis menurun nyeri
4. kesulitan tidur menurun, dari sering bangun - Monitor keberhasilan terapi
menjadi nyenyak komplementer yang sudah diberikan
5. pola tidur membaik, dari 5 jam menjadi
8 jam Terapeutik
- Berikan teknik non farmakologis

69
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis.terapi pijat, aromaterapi,
kompres hangat atau dingin)
- Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
- Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri dengan
Teknik relaksasi nafas dalam

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

70
71

3.5 Implementasi keperawatan


Tabel 3.5 implementasi

No Hari, Implementasi
tanggal/jam
1. 13 1. membina hubungan saling percaya
Novemb 2. mengidentifikasi adanya
er 2023 nyeri atau keluhan fisik
14.00 P : nyeri sendi
Q: nyeri cekot-cekot
R:dilutut kanan dan jari
kaki S : Skala 3
T : saat berjalan dan bangun
tidur Respon : klien menjawab
dengan kooperatif
3. mengukur TTV
14.15 TD : 120/80
mmhg N : 88
x/menit RR :
20 x/menit
S : 36,7 ºC
Respon : pasien mau
melakkan pemeriksaan
14.30 4. Menjelaskan tujuan mobilisasi
5. Mengajarkan pasien
tentang ROM pasif
6. menganjurkan untuk
menggunakan alat bantu
jalan seperti krug atau
walker.
7. Melibatkan keluarga
untuk membantu klien
2. 14 dalam meningkatkan
November pergerakan.
2023 1. mengidentifikasi adanya nyeri
14.00 atau keluhan fisik
P : nyeri sendi
Q: nyeri cekot-cekot
R:dilutut kanan dan jari
kaki
S : Skala 2
14.17 T : saat berjalan dan bangun
14.35 tidur Respon : klien menjawab
dengan kooperatif
2. klien cemas saat mengerakan lutut
3. mengukur TTV
TD : 110/70
mmhg N : 82
x/menit RR :
20 x/menit
S : 36,5 ºC
Respon : pasien mau
melakukan pemeriksaan
4. klien mengetahui tujuan mobilisasi
5. klien berolahraga dipagi hari dengan melakukan
72
gerakan pemanasan ringan sebelum beraktivitas
6. klien menggunakan alat bantu jalan walker.
73

7. Melibatkan keluarga untuk


membantu klien dalam
meningkatkan pergerakan.

3. 15 1. mengidentifikasi adanya
November nyeri atau keluhan fisik
2023 P : nyeri sendi
Q: nyeri cekot-cekot
R:dilutut kanan dan jari
kaki
S : Skala 2
T : bangun tidur
Respon : klien menjawab dengan
kooperatif
4. mengukur TTV
TD : 120/70
mmhg
N : 89 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,8 ºC
Respon : pasien mau
melakukan pemeriksaan
5. klien mengetahui tujuan mobilisasi
6. klien melakukan ROM psif
dipagi hari dengan
melakukan gerakan
pemanasan ringan sebelum
beraktivitas
7. klien menggunakan alat bantu
jalan walker.
8. Melibatkan keluarga
untuk membantu klien
dalam
meningkatkan pergerakan.
1. 13 1. Mengkaji nyeri secara
November 2023 komprehensif. P: nyeri sendi.
Q:nyeri cekot-cekot dan terbakar.
14.35 R: Di lutut dan jari tangan.
S: Skala 3
T: Saat beraktifitas berat dan bangun tidur.
Respon : klien menjawab dengan kooperatif
14.45 2. Mengukur TTV
TD : 110/80
mmhg N : 80
x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,6 ◦C
Respon : Klien mau untuk dilakukan
14.50 pemeriksaan
3. Monitor faktor yang memberatkan
dan memperingan nyeri
Respon : Nyeri bertambah saat melakukan
14.55 aktivitas berat
4. Menganjurkan kompres hangat atau dingin
untuk mengurangi rasa nyeri
Respon : klien mengikuti hal yang dianjurkan
15.00 perawat
5. menganjurkan klien untuk istirahat saat
nyeri timbul
74
Respon : klien mengikuti hal yang dianjurkan
75

15.05 perawat
5. menganjurkan teknik relaksasi napas dalam
Respon : klien mengikuti hal yang
15.10 dianjurkan perawat
6. menganjurkan klien minum OAINS secara
tepat dan teratur (Natrium Diclofenac 50 mg)
Respon : klien mengikuti hal
yang dianjurkan perawat

2. 14 1. Mengkaji nyeri secara


November 2023 komprehensif. P: nyeri sendi.
Q:nyeri cekot-cekot dan terbakar.
14.35 R: Di lutut dan jari tangan.
S: Skala 2
T: Saat beraktifitas berat dan bangun tidur.
Respon : klien menjawab dengan kooperatif
14.45 2. Mengukur TTV
TD : 110/80
mmhg N : 80
x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,6 ◦C
14.50 Respon:Klien mau untuk dilakukan
pemeriksaan
3. Memonitor faktor yang memberatkan dan
memperingan nyeri
Respon : Nyeri bertambah saat melakukan
aktivitas berat
14.55
4. Menganjurkan kompres hangat atau dingin untuk
mengurangi rasa nyeri
Respon : klien mengikuti hal yang dianjurkan
15.00 perawat
5. menganjurkan klien untuk istirahat saat nyeri
timbul
Respon : klien mengikuti hal yang dianjurkan
15.05 perawat
6. menganjurkan teknik relaksasi napas dalam
Respon:klien mengikuti hal yang
dianjurkan Perawat
15.10 7. menganjurkan klien minum OAINS secara tepat
dan teratur (Natrium Diclofenac 50 mg)
Respon : klien mengikuti hal yang dianjurkan
perawat
76

3.6 Evaluasi
Tabel 3.6 evaluasi
No Tanggal Daiagnosa Evaluasi
keperawatan
1 13 Gangguan S:
Novembe mobilitas b.d P : klien mengatakan sering
r 2023 ketidakmampua merasa sakit pada lutut
n keluarga kanan dan jari dikaki kanan
merawat Q : nyeri terasa cekot-cekot R :
keluarga yang nyeri di lutut kanan dan
sakit jari kaki kanan
T : saat berjalan dan bangun
tidur
O:
1. TTV :
TD :110/80 mmhg
Nadi : 88 x/menit RR
:20 x/menit
S : 36,7ºC
2. Berjalan nampak pincang
3. Klien merasa cemas saat
menggerakan kaki nya.
4. Skala nyeri 5
5. K/U composmentis
6. Klien nampak lemas
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervesi 2,3,4,5,6,7

2. 13 Nyeri kronis S:
Novembe b.d Kondisi P: klien mengatakan masih nyeri pada lutut
r 2023 musculoskeleta dan jari tangannya
l kronis Q: nyeri terasa cekot-cekot dan terbakar
R: nyeri di lutut dan jari tangan
T: hilang timbul
O:
1. TTV:
TD: 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR: 20x/menit
S :36,5°C
1. Tidur menjadi tidak nyenyak
2. S: skala nyeri 3
3. Aktivitas menjadi terganggu
4. Ekspresi wajah meringis
A: Masalah nyeri kronis belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi 6,7,8,9
77

3. 14 Gangguan S:
November Mobilitas Fisik P : klien mengatakan sakit pada
2023 b.d gangguan lutut kanan dan jari dikaki
musculoskelet kanan berkurang sedikit
Q : nyeri terasa cekot-cekot R :
al
nyeri di lutut kanan danjari kaki
kanan

T : saat berjalan dan bangun


tidur
O:
1. TTV :
TD : 120/70 mmhg
Nadi : 89 x/menit RR
:20 x/menit
S : 36,8ºC
2. Klien berjalan
menggunakan walker
3. Klien merasa cemas
saat menggerakan kaki
nya.
4. Skala nyeri 2
5. K/U composmentis

A : masalah teratasi sebagian


P: lanjutkan intervensi 1,2
4. 14 Nyeri kronis S:
November b.d Kondisi P: klien mengatakan masih nyeri pada lutut
2023 musculoskeleta dan jari tangannya berkurang
l kronis Q: nyeri terasa cekot-cekot dan terbakar
R: nyeri di lutut dan jari tangan
T: jarang
O:
1. TTV:
TD: 110/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR: 20x/menit
S :36,6°C
5. Tidur nyenyak
6. skala nyeri 2
7. tidak ada gangguan aktivitas
8. Ekspresi wajah biasa
A: Masalah nyeri kronis teratasi sebagian
P: Hentikan Intervensi
78

5. 15 Gangguan S:
Novemb Mobilitas Fisik P : klien mengatakan sakit pada
er 2023 b.d gangguan lutut kanan dan jari dikaki
musculoskelet kanan berkurang
Q : nyeri terasa cekot-cekot R :
al
nyeri di lutut kanan dan
jari kaki kanan
T : saat berjalan dan bangun
tidur
O:
1. TTV :
TD : 120/70 mmhg Nadi
: 89 x/menit RR :20
x/menit
S : 36,8ºC
2. Klien berjalan
menggunakan walker
3. Klien tidak cemas saat
menggerakan kaki nya.
• Skala nyeri 2
K/U composmentis
79
BAB IV

PENUTUP

Setelah penulis melakukan pengamatan dan melaksanakan asuhan

keperawatan secara langsung pada Klien dengan diagnosa medis Artritis

Reumatoid di Desa kemantren rejo Kabupaten Pasuruan, maka penulis dapat

menarik beberapa kesimpulan sekaligus saran yang dapat bermanfaat dalam

meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada Klien dengan diagnosa medis

Artritis Reumatoid.

5.1 Simpulan

Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan

pada Klien dengan diagnosa medis Artritis Reumatoid, maka penulis dapat

mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1.1.1 Pengkajian

Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan data Ny. E tampak

meringis dan juga pincang saat berjalan karena terjadi nyeri pada sendi

lutut dan jari kaki, nyeri cekot-cekot hilang timbul dengan skala nyeri 5,

aktivitas klien terganggu Klien mengatakan bahwa dari keluarga tidak ada

yang memiliki Riwayat penyakit rematik.

1.1.2 Diagnosa Keperawatan

gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal,

dan defisit pengetahuan tentang rhematoid atritis berhubungan dengan kurang

terpapar informasi.

1.1.3 Intervensi Keperawatan


80

Identifikasi adanya nyeri atau kleuhan fisik lainya mengunkan skala nyeri

klien (0-10), skala nyeri dapat menentukan kualitas nyeri yang klien

rasakan.fasilitasi pergerakan,libattkan keluarga membantu klien dalam

membantu pasien meningkatkan pergerakan,Anjurkan klien untuk

menggunakan alat bantu jalan,jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi,

ajarkan mobilisasi sederhana (melakukan gerakan pemanasan ringan

dipagi hari)

1.1.4 Implemetasi Keperawatan

Beberapa Tindakan mandiri pada klien Artritis Reumatoid seperti

menganjurkan klien untuk beristirahat saat nyeri timbul, menganjurkan

klien untuk diam sekitar 30 menit saat bangun tidur pagi hari,

menganjurkan klien untuk mobilisasi sederhana (berjalan dari warung ke

rumah), menganjurkan keluarga untuk berolahraga Bersama

klien,menganjurkan klien untuk menggunakan alat bantu jalan walker .

1.1.5 Pada akhir evaluasi semua tujuan dapat tercapai karena adanya Kerjasama

yang baik antara klien, keluarga dan tim Kesehatan. Hasil evaluasi pada

Ny. E sesuai dengan harapan karena masalah teratasi Sebagian dan

intervensi dihentikan.

1.2 Saran

Penulis memberikan saran sebagai berikut:

1.2.1 untuk pencapaian hasil keperawatan yang diharapkan, diperlukan

hubungan yang baik dan keterlibatan klien, keluarga, dan tim Kesehatan

lainnya.
81

1.2.2 Perawat sebagai petugas pelayanan Kesehatan hendaknya mempunyai

pengetahuan, keterampilan yang cukup serta bekerjasama dengan tim

Kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien

dengan Artritis Reumatoid.

1.2.3 Dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang professional

alangkah baiknya diadakan suatu seminar atau suatu pertemuan yang

membahas tentang masalah Kesehatan yang ada pada klien.

1.2.4 Pendidikan dan pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu

ditingkatkan baik secara formal dan informal.

1.2.5 Kembangkan dan tingkatkan pemahaman perawat terhadap konsep

manusia secara komprehensif sehingga mampu menerapkan asuhan

keperawatan dengan baik.


82

DAFTAR PUSTAKA

Andri, Juli DKK. Jurnal Tingkat Pengetahuan Terhadap Penanganan Penyakit


Rheumatoid Artritis pada Lansia. https://doi.org/10.31539/jka.v2i1.1139
Diakses pada tanggal 30 Januari 2021 pada pukul 23.30 WIB.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Kesehatan Dasar


(RISKESDAS).

Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Friedman, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan keluarga : Riset, Teori, dan Praktek.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC.

Haryono R dan Setianingsih S. 2013. Awas Musuh-musuh Anda Setelah Usia 40


Tahun. Yogyakarta: Goysen Publishing

Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Penerbit: pustaka Pelajar.


Yogyakarta

Helmi, Zairin Noor, 2014, Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta :


Salemba Medika.

Iqbal Mubarak, Wahit. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsep dan Aplikasi
dalam Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Lahemma, A. 2019. Pengaruh Terapi Back Massage terhadap Penurunan Tingkat


Nyeri Pada Penderita Rheumatoid Arthritis, 1–7

LeMone, Pricilla DKK, 2016, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah :


gangguan musculoskeletal. Jakarta : EGC.

Lukman dan Nurma.2012. asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Musculoskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Lutfiyah, L.D., 2019. Asuhan Keperawatan Keluarga pada Keluarga Bapak S


dengan Masalah Artritis Rheumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas Gulai
Bancah Kota Bukittinggi.
http://repo.stikesperintis.ac.id/833/1/12%20LIKA%20DWI%20LUTFIYA
H.pdf. Diakses pada tanggal 22 Januari 2021 pada pukul 09.00 WIB.

Junaidi, I, 2013, Rematik Dan Asam Urat. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.

Mawarni, T., & Despiyadi, D. 2018. Pengaruh Pemberian Stimulus Kutaneus


Slow Stroke Back Massage (SSBM) terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Rematik pada Lansia di Panti Sosial Tahun 2018. Caring Nursing Journal.
83

Nugraha, dedy setya. 2017. Gambaran Karakteristik Responden, Riwayat


Penyakit pada Lansia di Wilayah kerja Puskesmas Bungkal Ponorogo.
Gambaran Karakteristik Responden, Riwayat Penyakit Reumatik pada
Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas bungkal ponorogo.

Nurwulan, E. 2017. Pengaruh Senam Rematik terhadap Tingkat Nyeri Sendi pada
Lansia Penderita Rheumatoid Arthritis, 1–15

Padila, P. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika

Meliny, D. 2018. Analisis Faktor Risiko Rematik Usia 45-54 Tahun di Wilayah
Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari Tahun 2017. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat,2(2), 1-7.

PPNI, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indicator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindikan


Keperawatan, Edisi 1.Jakarta : DPP PPNI.

PPNI, 2018, Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Putri, I. R. R., & Priyanto, S. 2019. Penerapan Terapi Back Massage terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri pada Keluarga dengan Rheumatoid Arthritis.
Universitas Muhammadiyah Magelang.

Ridha, M. R. & Putri, M. E., 2015. Pengaruh Latihan ROM Aktif Terhadap
Kekuatan Otot Ekstremitas Bawah Pada Lansia Dengan Osteoarthritis Di
Wilayah Kerja Puskesmas Koni Kota Jambi. Jurnal Akademika
Baiturrahim, 4(2), pp. 45-52.

Rohmah, Nikmatur, Walid & Saiful. 2012. Proses Keperawatan Teori dan
Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Widayati, D., & Hayati, F. 2017. PENINGKATAN KENYAMANAN LANSIA


DENGAN NYERI RHEUMATOID ARTHRITIS MELALUI MODEL
Comfort Food For The Soul. Jurnal Ilmu Keperawatan (Journal of Nursing
Science) 5(1), 6-15.

Syam,Suir. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Rematik pada


Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiangin Tahun 2012. Jurnal
Kesehatan Masyarakat STIKes Prima Nusantara Bukittinggi; 2012

Anda mungkin juga menyukai