Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit arthritis gout adalah salah satu penyakit inflamasi sendi yang
paling sering ditemukan, ditandai dengan penumpukan kristal monosodium urat di
dalam ataupun di sekitar persendian.1 Angka kejadian penyakit arthritis gout
cenderung memasuki usia semakin muda yaitu usia produktif dimana diketahui
prevalensi asam urat di Indonesia yang terjadi pada usia di bawah 34 tahun yaitu
sebesar 32% dengan kejadian tertinggi pada penduduk Minahasa sebesar 29,2%.
Hal ini merupakan pengaruh dari pola hidup yang buruk, yang nantinya berdampak
pada penurunan produktivitas kerja. Kondisi ini dapat menurunkan kualitas hidup
dari masing-masing penderita.2
Arthritis gout terjadi sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada
jaringan atau supersaturasi asam urat didalam cairan ekstarseluler.3 Terdapat dua
faktor risiko seseorang menderita athritis gout, yaitu faktor yang tidak dapat
dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah usia dan jenis kelamin. Di lain pihak, faktor risiko yang dapat
dimodifikasi adalah terkait dengan pengetahuan, sikap dan perilaku penderita
mengenai artritis gout, kadar asam urat, dan penyakit-penyakit penyerta lain seperti
diabetes melitus (DM), hipertensi, dan dislipidemia yang membuat individu
tersebut memiliki risiko lebih besar untuk terserang penyakit arthritis gout.4
Pengelolaan gout sering sulit dilakukan karena berhubungan dengan kepatuhan
perubahan gaya hidup.5 Sikap dan perilaku memainkan peran penting karena
mempengaruhi respon seseorang sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit,
pengetahuan tentang gejala dan penyebab penyakit, dan sebagainya.6 Tanpa adanya
sikap dan perilaku, modifikasi pola hidup akan sulit tercapai.
Prevalensi artritis gout semakin meningkat. Prevalensi penyakit sendi
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan di Indonesia 11,9 persen. Prevalensi
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Bali (19,3%), diikuti Aceh

1
(18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%). Menurut daftar rekam medis
Puskesmas Minasa Upa, Kecamatan Rappocini, Makassar Provinsi Sulawesi
Selatan pada Maret 2018, Arthritis menempati posisi ke 10 dari 10 daftar penyakit
terbanyak di Balai Pengobatan.
Diagnosis dan penatalaksanaan Gout Arthritis harus dilakukan secara dini
agar tidak terjadi kerusakan yang dapat menimbulkan cacat yang permanen ataupun
komplikasi lain. Sehingga sangat penting bagi dokter umum yang memiliki
kompetensi 4A dalam kasus ini untuk mempelajari cara mendiagnosis dan
penatalaksanaan Gout Arthritis agar dapat meningkatkan keberhasilan terapi.7

1.2 Rumusan Masalah


- Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya Gout Arthritis pada
pasien?
- Bagaimanakah menegakkan diagnosa secara klinis dan diagnosa
psikososial?
- Bagaimanakah tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit
Gout Arthritis?
- Bagaimanakah hasil dari terapi yang telah diberikan kepada penderita
Gout Athritis?
- Bagaimana upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita Gout
Athritis?

1.3 Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis Holistik
Komprehensif pada Gout Arthritis
Untuk pengendalian permasalahan Gout Arthritis pada tingkat
individu dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa
program profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan
kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran
Komunitas dilayanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan
kompetensi yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan

2
pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi
mempunyai landasan berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu
kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.3.1 Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Gout Arthritis secara
individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama,
etik moral dan peraturan perundangan.
1.3.2 Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa
mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis,
sosial dan budaya sendiri dalam penatalaksanaan penyakit Gout
Arthritis, melakukan rujukan bagi kasus Gout Arthritis, sesuai dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku serta
mengembangkan pengetahuan.
1.3.3 Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Gout Arthritis.
1.3.4 Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi
kesehatan dalam praktik kedokteran.
1.3.5 Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian Gout Arthritis secara holistik dan
komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil
yang optimum.
1.3.6 Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Gout Arthritis dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
1.3.7 Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat

3
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif, dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah
menatalaksanakan masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai
individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip
pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses
pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil
penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).
1.4.1 Tujuan Umum:
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan penatalaksanaan penderita Gout Arthritis dengan pendekatan
kedokteran keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik, sesuai
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis Evidence
Based Medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko
dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan penderita Gout Arthritis
dengan pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas Minasa Upa tahun
2018.
1.4.2 Tujuan Khusus:
1. Untuk mengidentifikasi faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya
Gout Arthritis di Puskesmas Minasa Upa tahun 2018.
2. Untuk mengetahui cara penegakan diagnosis klinis dan diagnosis
psikososial pada penyakit Gout Arthritis di Puskesmas Minasa Upa
tahun 2018.
3. Mengidentifikasi permasalahan yang didapatkan dalam keluarga dan
lingkungan social yang berkaitan dengan penyakit Gout Arthritis di
Puskesmas Minasa Upa tahun 2018.
4. Untuk mengetahui upaya penatalaksanaan penyakit Gout Arthritis di
Puskesmas Minasa Upa tahun 2018.

4
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada
penyakit Gout Arthritis di Puskesmas Minasa Upa tahun 2018.

1.4.3 Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (Pasien).
Menambah wawasan akan Gout Arthritis yang meliputi proses penyakit dan
penatalaksanaan menyeluruh Gout Arthritis sehingga dapat memberikan
keyakinan untuk tetap berobat secara teratur.
3. Bagi tenaga kesehatan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita Gout Arthritis
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based medicine
dan pendekatan diagnosis holistik Gout Arthritis serta dalam hal penulisan
studi kasus.

1.5 Indikator Keberhasilan Tindakan


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan
penderita Gout Arthritis dengan pendekatan diagnostik holistik, berbasis
kedokteran keluarga dan evidence based medicine adalah:
a. Kepatuhan pasien datang berobat di layanan primer (puskesmas)
b. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan Gout Arthritis dan
dengan dilakukannya pencegahan terhadap penyakit tersebut.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Penilaian
keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada Gout Arthritis dan
gejala yang dikeluhkan. Hal ini disebabkan pengobatan Gout Arthritis

5
umumnya bersifat cepat asal berobat teratur. Selain itu, kepatuhan untuk
menghindari faktor resiko juga merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan.

6
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 Kerangka Teori

Yang tidak dapat


dimodifikasi
P

E
Jenis Kelamin
N G

Y O
Umur
Inflamasi
E U

B Genetik T

A
Yang dapat
B dimodifikasi

Obesitas

Pola makan

Penyakit penyerta :
DM, hipertensi,
dislipidemia

Gambar 1 . Gambaran Penyebab Gout Arthritis

7
2.2 Pendekatan Konsep Mandala

Gaya Hidup
- Kebiasaan pasien
mengkonsumsi makanan
tinggi purin, makanan yang
digoreng serta kacang -
kacangan
- Kurang aktifitas fisk
- Istirahat yang kurang

Bio-Psiko-Sosio-Ekonomi
Perilaku Kesehatan - Kekhawatiran keluarga pasien jika
- Pasien tidak patuh atas keadaan sakitnya makin memburuk
edukasi dokter untuk - Kondisi ekonomi menengah
- Kehidupan sosial dengan
mengikuti senam prolanis
lingkungan cukup baik
- Tidak berobat secara - Kurangnya pengetahuan mengenai
teratur Gout Arthritis
- Pola hidup bersih dan - Dukungan gaya hidup sehat dari
sehat (PHBS) kurang keluarga kurang
KELUARGA

PASIEN
Pelayanan Lingkungan
Kesehatan Bengkak dan nyeri pada ibu jari
- Jarak rumah dengan Pekerjaan
puskesmas cukup kaki kanan dialami sejak 1 minggu - Pasien bekerja
dekat yang lalu. Nyeri dan keram-keram
- Pasien memiliki BPJS sebagai ibu rumah
- Penyuluhan oleh juga dirasakan pada sendi yang tangga
petugas kesehatan berdekatan dengan daerah yang
tentang gout arthritis
belum maksimal bengkak. Pasien merasakan sangat
kesakitan bila berjalan. Nyeri ulu hati
(+). Riwayat keluhan yang sama
sebelumnya (+). Riwayat penyakit
rematik dan dalam keluarga (+).

Lingkungan fisik
Faktor biologi
-Genetik
- Kebersihan lingkungan
-Perempuan (menopause) cukup baik
-Riwayat DM -Ventilasi dan penerangan
-Hiperurisemia didalam rumah cukup baik

Komunitas
Pemukiman yang cukup padat dan sanitasi lingkungan yang baik

Gambar 2. Pendekatan Konsep Mandala

8
2.3 Pendekatan Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di
Layanan Primer
Pendekatan secara holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural-spiritual pada ekosistemnya. Sebagai mahluk biologis
manusia adalah merupakan sistem organ yang terbentuk dari jaringan serta sel-
sel yang kompleks fungsionalnya.
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta
kegawatan yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat
penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian
risiko internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta
keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan
Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai
pelaku pelayanan pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnostik Holistik :
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan
terapi, tujuaanya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interval kunjungan terapi.

9
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran
keluarga di layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian
dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)

10
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang
disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang
melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus
demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan pasien
pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas program
dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik dari formal
maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
I. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
II. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding.

11
III. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
IV. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
V. Derajat Fungsi Sosial :
- Derajat 1 :Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
- Derajat 2 :Pasien mengalami sedikit kesulitan.
- Derajat 3 :Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
- Derajat 4 :Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja, tergantung
pada keluarga.
- Derajat 5 : Tak dapat melakukan kegiatan

2.4 GOUT ARTHRITIS


2.4.1 DEFINISI
Arthritis gout merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi
kristal monosodium urat pada jaringan atau supersaturasi asam urat di dalam
cairan ekstarseluler.3 Arthritis gout merupakan salah satu penyakit inflamasi
sendi yang paling sering ditemukan, yang ditandai dengan penumpukan
kristal monosodium urat di dalam ataupun di sekitar persendian. Monosodium
urat ini berasal dari metabolisme purin. Hal penting yang mempengaruhi
penumpukan kristal adalah hiperurisemia dan saturasi jaringan tubuh
terhadap urat. Apabila kadar asam urat di dalam darah terus meningkat dan
melebihi batas ambang saturasi jaringan tubuh, penyakit arthritis gout ini
akan memiliki manifestasi berupa penumpukan kristal monosodium urat
secara mikroskopis maupun makroskopis berupa tophi.1

12
2.4.2 EPIDEMIOLOGI4
2.4.2.1 Epidemologi Gout Arthritis Berdasarkan Trias Epidemologi
a. Agent
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang
menjadi lebih mudah untuk terkena penyakit arthritis gout. Secara
garis besar, terdapat dua faktor risiko untuk pasien dengan penyakit
arthritis gout, yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor
yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
adalah usia dan jenis kelamin. Sedangkan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi adalah pekerjaan, Glomerular Filtration Rate (GFR),
kadar asam urat, dan penyakit-penyakit penyerta lain seperti
Diabetes Melitus (DM), hipertensi, dan dislipidemia yang membuat
individu tersebut memiliki risiko lebih besar untuk terserang
penyakit arthritis gout.4
b. Host (Pejamu)
Tekanan darah yang tinggi secara tidak langsung berhubungan
dengan insiden terjadinya gout dikarenakan penurunan aliran darah
renal sehingga menyebabkan peningkatan resistensi vaskular ginjal
dan sistemik, yang akhirnya menyebabkan ekskresi urat melalui
ginjal menurun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
konsentrasi asam urat dapat menentukan progresifitas penyakit
ginjal, stroke, serta meta analisis melaporkan bahwa asam urat
berhubungan dengan adanya hipertensi, diabetes, serta sindrom
metabolik.8
c. Environment

Penyakit gout arthritis dapat menyerang di lingkungan mana


saja.

13
2.4.2.2 Epidemologi Gout Arthritis Berdasarkan Variabel Epidemologi
a. Distribusi menurut orang (person)
- Distribusi menurut umur
Prevalensi di AS penyakit gout arthritis diikuti dengan
meningkatnya usia, khususnya pada laki-laki. Sekitar 90% pasien
gout primer adalah laki-laki yang umumnya yang berusia lebih dari
30 tahun, sementara gout pada wanita umumnya terjadi setelah
menopause.9 Prevalensi asam urat di Indonesia terjadi pada usia di
bawah 34 tahun sebesar 32%.2
- Distribusi menurut jenis kelamin
Prevalensi dari gout arthritis lebih sering menyerang laki-laki
dibanding perempuan.9
- Distribusi menurut etnik
Suku bangsa yang paling tinggi prevalensi nya pada suku maori
di Australia. Prevalensi suku Maori terserang penyakit asam urat
tinggi sekali sedangkan Indonesia prevalensi yang paling tinggi pada
penduduk pantai dan yang paling tinggi di daerah Manado-Minahasa
karena kebiasaan atau pola makan dan konsumsi alkohol.7

b. Distribusi menurut tempat


- Lingkungan
Penyakit gout arthritis dapat menyerang di lingkungan mana saja.
- Kondisi Sosial Ekonomi
Penyakit gout arthritis dapat menyerang siapa saja baik dari
kalangan menengah atas maupun menengah bawah.
- Distribusi menurut waktu
Penyakit gout arthritis dapat menyerang kapan saja tanpa
mengenal waktu.

14
2.4.3 PATOGENESIS
Penyakit arthritis gout merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang
paling sering ditemukan, ditandai dengan adanya penumpukan kristal
monosodium urat di dalam ataupun di sekitar persendian.2 Asam urat
merupakan kristal putih tidak berbau dan tidak berasa lalu mengalami
dekomposisi dengan pemanasan menjadi asam sianida (HCN) sehingga
cairan ekstraseslular yang disebut sodium urat. Jumlah asam urat dalam darah
dipengaruhi oleh intake purin, biosintesis asam urat dalam tubuh, dan
banyaknya ekskresi asam urat.10

Gambar 3. Sintesis dan Pemecahan Asam Urat10

Kadar asam urat dalam darah ditentukan oleh keseimbangan antara


produksi (10% pasien) dan ekskresi (90% pasien). Bila keseimbangan ini
terganggu maka dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar asam urat
dalam darah yang disebut dengan hiperurisemia.11

2.4.4 MANIFESTASI KLINIS


Gangguan metabolisme yang mendasari gout adalah hiperurisemia yang
didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 mg/dl dan 6,0
mg/dl.3

15
Gejala-gejala klinik hiperuresemia dibagi dalam 4 stadium,yaitu:

 Stadium I

Tidak ada gejala yang jelas. Keluhan umum, sukar berkonsentrasi. Pada
pemeriksaan darah ternyata asam urat tinggi.

 Stadium II

Serangan-serangan arthritis pirai yang khas, arthritis yang akut dan hebat,
90% lokalisasi di jari empu (podagra), tetapi semua persendian dapat
diserang, kadang-kadang lebih dari satu sendi yang diserang (migratory
polyarthritis). Sendi tersebut menjadi bengkak dalam beberapa jam, menjadi
panas, merah, sangat nyeri. Kemudian pembengkakan ini biasanya menjalar
ke sekitar sendi dan lebih menyolok daripada arthritis yang lain. Kadang-
kadang terjadi efusi di sendi-sendi besar. Tanpa terapi keluhan dapat
berkurang sendiri setelah 4 sampai 10 hari. Pembengkakan dan nyeri
berkurang, dan kulit mengupas sampai normal kembali.

 Stadium III

Pada stadium ini di antara serangan-serangan arthritis akut, hanya terdapat


waktu yang pendek, yang disebut fase interkritis.

 Stadium IV

Pada stadium ini penderita terus menderita arthritis yang kronis dan tophi
sekitar sendi, juga pada tulang rawan dari telinga. Akhirnya sendi-sendi dapat
rusak, mengalami destruksi yang dapat menyebabkan cacat sendi.12

Arthritis gout ditandai dengan serangan-serangan nyeri hebat dan


kemerahan pada bagian bawah sendi dari ibu jari kaki, yang terjadi pada
waktu tengah malam. Serangan berkurang dalam beberapa hari tetapi
berulang kembali. Lama kelamaan, sendi dirusak oleh endapan kristal asam

16
urat didalam sinovia dan tulang rawan. Asam urat didalam serum meningkat.
Penyakit ini dianggap sebagai suatu penyakit orang berada yang memakan
makanan yang kaya akan DNA, yang memproduksi banyak asam urat.13
Berdasarkan American College of Rheumatology pada tahun 2012 mengenai
pedoman penatalaksanaan gout, derajat Arthritis Gout berdasarkan beratnya
serangan akut seperti dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Intensitas serangan arthritis gout berdasarkan derajat nyeri (0-10


skala analog visual).

Derajat Skala
Ringan ≤4
Sedang 5-6
Berat ≥7
Sumber: American College of Rheumatology, 2012

Subkomite The American Rheumatism Association menetapkan bahwa


kriteria diagnostik untuk gout adalah:3
1. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi.
2. Tofi terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan kimiawi
dan mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
3. Diagnosis lain, seperti ditemukan 6 dari beberapa fenomen aklinis,
laboratoris, dan radiologis sebagai tercantum dibawah ini:
- Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut.
- Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari.
- Serangan artrtis monoartikuler.
- Kemerahan di sekitar sendi yang meradang.
- Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau
membengkak.
- Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki).
- Serangan unilateral pada sendi MTP 1.

17
- Dugaan tophus (deposit besar dan tidak teratur dari natrium urat) di
kartilago artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula sendi.
- Hiperurisemia, yaitu pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi
tubuh saja).

2.4.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium
Seseorang dikatakan menderita asam urat apabila pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar asam urat dalam darah diatas 6 mg/dL
untuk pria dan lebih dari 5,5 mg/dL untuk wanita. Bukti adanya kristal urat
dari cairan sinovial atau dari topus melalui mikroskop polarisasi sudah
membuktikan, bagaimanapun juga pembentukan topus hanya setengah dari
semua pasien dengan gout.
Pemeriksaan gula darah dilakukan untuk mendeteksi ada dan tidaknya
penyakit diabetes mellitus. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mengetahui
normal dan tidaknya fungsi ginjal.Sementara itu pemeriksaan profil lemak
darah dijadikan penanda ada dan tidaknya gejala aterosklerosis.

2. Pemeriksaan Cairan Sendi


Pemeriksaan cairan sendi dilakukan di bawah mikroskop. Tujuannya
ialah untuk melihat kristal urat atau monosodium urate (kristal MSU) dalam
cairan sendi. Untuk melihat perbedaan jenis arthritis yang terjadi perlu
dilakukan kultur cairan sendi. Dengan mengeluarkan cairan sendi yang
meradang maka pasien akan merasakan nyeri sendi yang berkurang. Dengan
memasukkan obat ke dalam sendi, selain menyedot cairan sendi tentunya,
maka pasien akan lebih cepat sembuh. Mengenai metode penyedotan cairan
sendi ini, ketria mengatakan bahwa titik dimana jarum akan ditusukkan
harus dipastikan terlebih dahulu oleh seorang dokter. Tempat penyedotan
harus disterilkan terlebih dahulu, lalu jarum tersebut disuntikkan dan cairan
disedot dengan spuite.15

18
Pada umumnya, sehabis penyedotan dilakukan, dimasukkan obat anti-
radang ke dalam sendi. Jika penyedotan ini dilakukan dengan cara yang
tepat maka pasien tidak akan merasa sakit. Jarum yang dipilih juga harus
sesuai kebutuhan injeksi saat itu dan lebih baik dilakukan pembiusan pada
pasien terlebih dahulu. Jika lokasi penyuntikan tidak steril maka akan
mengakibatkan infeksi sendi. Perdarahan bisa juga terjadi jika tempat
suntikan tidak tepat dan nyeri hebat pun bisa terjadi jika teknik penyuntikan
tidak tepat. Selain memeriksa keadaan sendi yang mengalami peradangan,
dokter biasanya akan memeriksa kadar asam urat dalam darah. Kadar asam
urat yang tinggi adalah sangat sugestif untuk diagnosis gout arthritis.
Namun, tidak jarang kadar asam urat ditemukan dalam kondisi normal.
Keadaan ini biasanya ditemukan pada pasien dengan pengobatan asam urat
tinggi sebelumnya. Karena, kadar asam urat sangat bervariasi dan
dipengaruhi oleh pengobatan maka kadar standar atau kadar normal di
dalam darah adalah berkisar dari 3,5 – 7 mg/dL.15
Pemeriksaan cairan sendi ini merupakan pemeriksaan yang terbaik.
Cairan hasil aspirasi jarum yang dilakukan pada sendi yang mengalami
peradangan akan tampak keruh karena mengandung kristal dan sel-sel
radang. Seringkali cairan memiliki konsistensi seperti pasta dan berkapur.
Agar mendapatkan gambaran yang jelas jenis kristal yang terkandung maka
harus diperiksa di bawah mikroskop khusus yang berpolarisasi. Kristal-
kristal asam urat berbentuk jarum atau batangan ini bisa ditemukan di dalam
atau di luar sel. Kadang bisa juga ditemukan bakteri bila terjadi septik
arthritis.
3. Foto Polos
Perubahan radiologis hanya terjadi setelah bertahun-tahun timbulnya
gejala. Terdapat predileksi pada sendi MTP pertama, walaupun pergelangan
kaki, lutut, siku, dan sendi lainnya juga dapat terlibat. Foto polos dapat
memperlihatkan:
1. Efusi dan pembengkakan sendi

19
2. Erosi: hal ini cenderung menimbulkan penampakan “punched out”,
yang berada terpisah dari permukaan artikular. Densitas tulang tidak
mengalami perubahan.
3. Tofi: mengandung natrium urat dan terdeposit pada tulang, jaringan
lunak, dan sekitar sendi. Kalsifikasi pada tofi juga dapat ditemukan, dan
tofi intraoseus dapat membesar hingga menyebabkan destruksi sendi.14

Gambar 4.Tampak pembengkakan jaringan lunak dengan erosi


yang sangat berbatas tegas dan asimetris pada penderita gout

Gambar 5.Gout yang mengenai sendi metatarsofalang pertama.

Terjadi pembengkakan jaringan lunak yang disertai erosi luas (tanda panah)

20
2.4.6 PENATALAKSANAAN
Secara umum penanganan arthritis gout adalah memberikan edukasi,
pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan dini
agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain.3 Tujuan terapi
meliputi terminasi serangan akut; mencegah serangan di masa depan;
mengatasi rasa sakit dan peradangan dengan cepat dan aman; mencegah
komplikasi seperti terbentuknya tophi, batu ginjal, dan arthropati destruktif.
Pengelolaan gout sebagian bertolakan karena adanya komorbiditas;
kesulitan dalam mencapai kepatuhan terutama jika perubahan gaya hidup
diindikasikan; efektivitas dan keamanan terapi dapat bervariasi dari pasien
ke pasien.5
Pengobatan gout bergantung pada tahap penyakitnya (patofisiologi
gout). Skema pengobatan gout seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 6. Patofisiologi Arthritis Gout dan Kerja Obat-obatnya


(-) = menghambat, (+) = meningkatkan, (#) = pengobatan5

21
Terapi pada gout biasanya dilakukan secara medik (menggunakan obat-
obatan). Medikamentosa pada gout termasuk:

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

OAINS dapat mengontrol inflamasi dan rasa sakit pada penderita gout
secara efektif. Efek samping yang sering terjadi karena OAINS adalah iritasi
pada sistem gastroinstestinal, ulserasi pada perut dan usus, dan bahkan
pendarahan pada usus. Penderita yang memiliki riwayat menderita alergi
terhadap aspirin atau polip tidak dianjurkan menggunakan obat ini. Contoh
dari OAINS adalah indometasin. Dosis obat ini adalah 150-200 mg/hari
selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100 mg/hari sampai minggu berikutnya.3

Kolkisin

Kolkisin efektif digunakan pada gout akut, menghilangkan nyeri dalam


waktu 48 jam pada sebagian besar pasien. Dosis efektif kolkisin pada pasien
dengan gout akut berhubungan dengan penyebab keluhan gastrointestinal.
Obat ini biasanya diberikan secara oral pada awal dengan dosis 1 mg, diikuti
dengan 0,5 mg setiap dua jam atau dosis total 6,0 mg atau 8,0 mg telah
diberikan. Kebanyakan pasien, rasa sakit hilang 18 jam dan diare 24 jam;
Peradangan sendi reda secara bertahap pada 75-80% pasien dalam waktu 48
jam.5

Kortikosteroid

Kortikosteroid biasanya berbentuk pil atau dapat pula berupa suntikan


yang lansung disuntikkan ke sendi penderita. Efek samping dari steroid
antara lain penipisan tulang, susah menyembuhkan luka dan juga penurunan
pertahanan tubuh terhadap infeksi. Steroids digunakan pada penderita gout
yang tidak bisa menggunakan OAINS maupun kolkisin.3 Prednison 20-40
mg per hari diberikan selama tiga sampai empat hari.Dosis kemudian
diturunkan secar bertahap selama 1-2 minggu. ACTH diberikan sebagai
injeksi intramuskular 40-80 IU, dan beberapa dokter merekomendasikan

22
dosis awal dengan 40 IU setiap 6 sampai 12 jam untuk beberapa hari, jika
diperlukan.5

Urikosurik dan Xanthine Oxidase Inhibitor

Gout dapat dicegah dengan mengurangi konsentrasi asam urat serum <
6,0 mg/dL. Penurunan kurang dari 5,0 mg/dL mungkin diperlukan untuk
reabsorpsi dari tophi. Terapi dengan obat yang menurunkan konsentrasi
asam urat serum harus dipertimbangkan, ketika semua kriteria sebagai
berikut: penyebab hiperurisemia tidak dapat dikoreksi atau, jika diperbaiki,
tidak menurunkan konsentrasi serum asam urat kurang dari 7,0 mg/dL;
pasien memiliki dua atau tiga serangan pasti gout atau memiliki tophi; dan
pasien dengan kebutuhan untuk minum obat secara teratur dan permanen.
Dua kelas obat yang tersedia: obat urikosurik (misalnya Probenesid) dan
xanthine oxidase inhibitor (misalnya Allopurinol).5

Penatalaksaan arthritis gout tidak hanya dapat diselesaikan secara


farmakologis.1 Karena kebutuhan akan obat yang menurunkan konsentrasi
asam urat serum mungkin akan seumur hidup, penting untuk
mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap hiperurisemia yang
mungkin diperbaiki. Beberapa faktor tersebut adalah obesitas, diet purin
tinggi, konsumsi alkohol secara teratur, dan terapi diuretic.5

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hiperurisemia.


Obesitas didefinisikan sebagai kondisi dimana terjadi kelebihan lemak
tubuh. Pada orang obesitas terjadi peningkatan asam urat terutama karena
adanya peningkatan lemak tubuh, disamping itu juga berhubungan dengan
luas permukaan tubuh sehingga pada orang gemuk akan lebih banyak
memproduksi urat dari pada orang kurus. Penelitian epidemiologi di Kin
Hu, Kinmen,menyimpulkan obesitas sentral merupakan faktor prediktor
independen hiperurisemia pada usia pertengahan (40 -59 tahun).16

23
Mengontrol berat badan, membatasi konsumsi daging merah dan latihan
sehari-hari, merupakan rekomendasi dasar gaya hidup yang penting untuk
pasien dengan gout atau hiperurisemia. Alkohol harus dihindari karena
meningkatkan produksi asam urat dan merusak ekskresinya. Dehidrasi dan
trauma berulang yang mungkin terjadi dalam latihan atau pekerjaan tertentu
harus dihindari, dan obat-obatan yang dikenal untuk berkontribusi untuk
hiperurisemia, termasuk thiazide dan diuretik loop, salisilat dosis rendah,
siklosporin, niacin, etambutol, dan pirazinamid harus dihilangkan, jika
memungkinkan.5

Edukasi pasien dan pemahaman mengenai dasar terapi diperlukan untuk


menjamin keberhasilan terapi gout. Menghindari faktor-faktor yang dapat
memicu serangan juga merupakan bagian yang penting dari strategi
penatalaksanaan gout. Risiko terjadinya gout lebih besar terjadi pada lelaki
yang tidak memiliki aktivitas fisik dan kardiorespiratori fitness
dibandingkan dengan lelaki yang aktif secara fisik dan kardiorespiratori.
Penelitian lain menyebutkan bahwa serum asam urat dapat diturunkan
dengan melakukan olah raga rutin dan teratur, namun jika olah raga tersebut
hanya dilakukan secara intermiten justru akan meningkatkan kadar serum
asam urat. Untuk mencegah kekakuan dan nyeri sendi, dapat dilakukan
latihan fisik ringan berupa latihan isometrik, latihan gerak sendi dan latihan
fleksibiltas yang keseluruhan itu tercakup dalam stabilisasi sendi.1

Tujuan diet arthritis gout adalah untuk mencapai dan mempertahankan


status gizi optimal serta menurunkan kadar asam urat dalam darah dan urin.
Syarat-syarat diet penyakit gout arthritis adalah:

1. Energi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Bila berat badan berlebih atau
kegemukan, asupan energi sehari dikurangi secara bertahap sebanyak
500-1000 kkal dari kebutuhan energi normal hingga tercapai berat badan
normal.17 Penderita gangguan asam urat yang kelebihan berat badan,
berat badannya harus diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah

24
konsumsi kalori. Asupan kalori yang terlalu sedikit juga bisa
meningkatkan kadar asam urat karena adanya badan keton yang akan
mengurangi pengeluaran asam urat melalui urine.18
2. Protein cukup, yaitu 1,0-1,2 g/kg BB atau 10-15% dari kebutuhan energi
total.17 Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan
kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan yang mengandung
protein hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal, otak dan
limpa. Asupan protein yang dianjurkan adalah sebesar 50-70 g/hari atau
0.8-1 g/kg berat badan/hari. Sumber protein yang disarankan adalah
protein nabati yang berasal dari susu,keju, dan telur.18
3. Hindari bahan makanan sumber protein yang mempunyai kandungan
purin >150 mg/100 gr.17 Apabila telah terjadi pembengkakan sendi, maka
penderita gangguan asam urat harus melakukan diet bebas purin. Namun,
karena hampir semua bahan makanan sumber protein mengandung
nukleoprotein, maka hal ini hampir tidak mungkin dilakukan. Tindakan
yang harus dilakukan adalah membatasi asupan purin menjadi 100-150
mg purin per hari (diet normal biasanya mengandung 600-1000 mg purin
per hari).18
4. Lemak sedang, yaitu 10-20% dari kebutuhan energi total. Lemak
berlebih dapat menghambat pengeluaran asam urat atau purin melalui
urin.17 Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15% dari total kalori.18
5. Karbohidrat dapat diberikan lebih banyak, yaitu 65-75% dari kebutuhan
energi total. Karena kebanyakan pasien gout arthritis mempunyai berat
badan lebih, maka dianjurkan untuk menggunakan sumber karbohidrat
kompleks. Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi
sangat baik dikonsumsi oleh pasien gangguan asam urat karena akan
meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urine. Konsumsi
karbohidrat kompleks ini sebaiknya tidak kurang dari 100 gram per hari.
Karbohidrat sederhana jenis fruktosa seperti gula, permen, arum manis,
gulali, dan sirup sebaiknya dihindari karena fruktosa akan meningkatkan
kadar asam urat dalam darah.18

25
6. Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan.18 Memperbanyak
konsumsi sumber makanan berpotasium tinggi, seperti pisang, avokad,
kentang, susu, dan yoghurt. Memperbanyak konsumsi buah-buahan yang
mengandung banyak vitamin C, seperti tomat, stroberi dan jeruk.
Memperbanyak konsumsi buah-buahan yang berkhasiat sebagai diuretik
karena kaya air, seperti jambu air, blewah, melon dan semangka.
Dianjurkan mengonsumsi tanaman herbal dan buah-buahan yang
berkhasiat mengatasi penyakit asam urat, seperti daun salam, sidaguri,
sirsak, labu siam, kentang, apel dan suka apel.19
7. Cairan disesuaikan dengan urin yang dikeluarkan setiap hari.17 Konsumsi
cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat melalui urine.
Oleh karena itu, disarankan untuk menghabiskan minum minimal
sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari.18

Diet rendah purin memegang peranan penting untuk mengatasi


hiperurisemia. Pada hiperurisemia asimtomatik, biasanya tidak perlu
diberikan pengobatan kecuali bila kadar asam urat darah lebih dari 9 mg/dL.
Diet rendah purin dengan pembatasan purin 200-400 mg/hari dapat
menurunkan kadar asam urat serum sebanyak 1 mg/dL.20

2.4.7 KOMPLIKASI
 Penyakit Ginjal
Komplikasi asam urat yang paling umum adalah gangguan - gangguan
pada ginjal. Gangguan pada ginjal terjadi akibat dari penangan pada
penderia asam urat akut terlambat menangani penyakitnya. Pada penderita
asam urat ada dua penyebab gangguan pada ginjal yaitu terjadinya batu
ginjal (batu asam urat) dan risiko kerusakan ginjal.batu asam urat terjadi
pada penderita yang memiliki asam urat lebih tinggi dari 13 mg/dl.
Asam urat merupakan hasil buangan dari metabolisme tubuh melalui
urine. Seperti yang telah diketahui, urine di proses di ginjal. Oleh sebab itu,
jika kadar di dalam darah terlalu tinggi maka asam urat yang berlebih akan

26
membentuk kristal dalam darah. Apabila jumlahnya semakin banyak, akan
mengakibatkan penumpukkan dan pembentukkan batu ginjal.
Batu ginjal terbentuk ketika urine mengandung substansi yang
membentuk kristal, seperti kalsium, oksalat dan asam urat. Pada saat yang
sama, urine mungkin kekurangan substansi yang mencegah kristal menyatu.
Kedua hal ini menjadikannya sebua lingkungan yang ideal untuk
terbentuknya batu ginjal. Batu ginjal tidak menampakan gejala sampai batu
ginjal tersebut bergerak di dalam ginjal atau masuk ke saluran kemih
(ureter), suatu saluran yang menghubungkan ginjal dan kandungan kemih.21
Sekitar 20-40% penderita gout minimal mengalami albuminuri sebagai
akibat gangguan fungsi ginjal. Terdapat tiga bentuk kelainan ginjal yang
diakibatkan hiperurisemia dan gout :22
1. Nefropati urat yaitu deposisi kristal urat di interstitial medulla dan
pyramid ginjal, merupakan proses yang kronik, ditandai dengan adanya
reaksi sel giant di sekitarnya.
2. Nefropati asam urat yaitu presipitasi asam urat dalam jumlah yang besar
pada duktur kolektivus dan ureter, sehingga menimbulkan keadaan gagal
ginjal akut. Disebut juga sindrom lisis tumor, dan sering didapatkan pada
pasien leukemia dan limfoma pasca kemoterapi.
3. Nefrolitiasis yaitu batu ginjal yang didapatkan pada 10-25% dengan gout
primer.
 Penyakit Jantung
Kelebihan asam urat dalam tubuh (hiperurisemia) membuat seseorang
berpotensi terkena serangan jantung. Pada orang yang menderita
hiperurisemia terdapat peningkatan risiko 3 - 5 kali munculnya penyakit
jantung koroner dan stroke. Hubungan antara asam urat dengan penyakit
jantung adalah adanya kristal asam urat yang dapat merusak endotel atau
pembuluh darah koroner. Hiperurisemia juga berhubungan dengan
sindroma metabolik atau resistensi insulin, yaitu kumpulan kelainan -
kelainan dengan meningkatnya kadar insulin dalam darah, hipertensi,
sclerosis.21

27
 Penyakit Diabetes Mellitus
Berdasarkan hasil studi baru Eswar Krishnan yang merupakan asisten
Profesor Rheumatology di Stanford University dengan hasil penelitian yang
dipresentasikan di pertemuan tahunan American College of Rheumatology
didapati kesimpulan bahwa, kadar asam urat yang tinggi dalam darah
berkaitan dengan risiko peningkatan diabetes hampir 20% dan risiko
peningkatan kondisi yang mengarah pada perkembangan penyakit ginjal
dari 40%.
Para peneliti meninjau catatan dari sekitar 2.000 orang dengan gout
dalam database Veterans Administration. Pada awal penelitian, semua
peserta penelitian tidak menderita diabetes atau penyakit ginjal. Selama
periode tiga tahun, 9% laki - laki dengan gout yang memiliki kadar asam
urat tidak terkontrol berada pada kondisi yang mengarah pada
perkembangan diabetes dibandingkan dengan 6% dari mereka dengan kadar
asam urat yang terkontrol. Pada penderita diabetes ditemukan 19% lebih
tinggi dengan kadar asam urat yang tidak terkontrol. Kadar asam urat dalam
darah yang lebih tinggi dari angka 7 mg/dl dianggap tidak terkontrol.
Penelitian kedua dilakukan oleh peneliti yang sama menggunakan
database yang sama. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lebih
dari 3 tahun dengan periode gout pada pria yang memiliki kadar asam urat
yang tidak terkontrol memiliki risiko 40% lebih tinggi untuk penyakit ginjal
dibandingkan dengan pria dengan kadar asam urat terkontrol. Penelitian
tersebut tidak membuktikan bahwa kadar asam urat yang tidak terkontrol
menyebabkan masalah kesehatan, tetapi menunjukkan hubungan
peningkatan kadar tersebut dengan masalah kesehatan.21

2.4.8 DIAGNOSIS BANDING23


Osteoarthritis
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit
ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai
oleh adanya deteorisasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan

28
tulang baru pada permukaan persendian. Gambaran klinis osteoartritis
umumnya berupa nyeri sendi, terutama apabila sendi bergerak atau
menanggung beban. Nyeri tumpul ini berkurang bila sendi digerakkan atau
bila memikul beban tubuh. Dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi
tersebut tidak digerakkan beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan
menghilang setelah digerakkan. Kekakuan pada pagi hari, jika terjadi,
biasanya hanya bertahan selama beberapa menit, bila dibandingkan dengan
kekakuan sendi di pagi hari yang disebabkan oleh artritis reumatoid yang
terjadi lebih lama.

Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis adalah penyakit inflamasi kronis progresif
yang mempengaruhi sendi-sendi kecil dari tangan, kaki, pergelangan tangan
dan pergelangan kaki secara simetris. Kehadiran erosi pada x-ray adalah
patognomonik untuk diagnosis RA. Kekakuan terlihat pada RA aktif yang
terburuk paling sering terjadi di pagi hari. Ini dapat berlangsung satu sampai
dua jam (atau bahkan sepanjang hari). Kekakuan untuk waktu yang lama di
pagi hari adalah petunjuk bahwa Anda mungkin memiliki RA, karena
beberapa penyakit rematik lainnya berperilaku seperti ini. Misalnya,
osteoarthritis paling sering tidak menyebabkan kekakuan pagi
berkepanjangan.

2.4.9 PROGNOSIS
Prognosis artritis gout sering dikaitkan dengan morbiditas yang
cukup besar, dengan episode serangan akut yang sering menyebabkan
penderita cacat. Namun, artritis gout yang diterapi lebih dini dan benar akan
membawa prognosis yang baik jika kepatuhan penderita terhadap
pengobatan juga baik.24

29
BAB III

METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 Metodologi
Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan),
dengan memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko.
Kemudian mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat subjek
dalam kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah kesehatan untuk
melakukan penerapan pelayanan dokter layanan primer secara paripurna dan
holistik terutama tentang penatalaksanaan pasien gout arthritis dengan
pendekatan diagnosis holistik di Puskesmas Minasa Upa pada tanggal 16 Mei
2018.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara dan observasi terhadap pasien dan keluarganya dengan cara
melakukan home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan pasien.

3.2 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

3.2.1 Waktu studi kasus

Studi kasus dilakukan pertama kali saat pasien datang berobat di


Puskesmas Minasa Upa pada tanggal 16 Mei 2018. Selanjutnya dilakukan
home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari pasien.

3.2.2 Lokasi Studi Kasus

Studi kasus bertempat di Puskesmas Minasa Upa Kota Makassar,


Provinsi Sulawesi Selatan.

30
Gambar 7. Puskesmas Minasa Upa

3.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


3.3.1 Letak Geografis
Puskesmas Minasa Upa terletak di Jalan Minasa Upa Raya No.18,
Tamarunang, Merupakan salah satu Puskesmas yang ada dipuskesmas yang
ada di Kecamatan Makassar Kota Makassar. Wilayah kerja puskesmas
minasa upa terdiri dari kelurahan gunung sari dengan 18 RW dan karunrung
dengan 1 RW dengan batasan sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan RW XIV kelurahan Karunrung
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Keluarahan Mangasa
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Somba Opu Kabupaten
Gowa
4. Sebelah barat berbatasan dengan RW II Kelurahan Gunung Sari

Gambar 8. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Minasa Upa

Wilayah kerja Karunrung sebagian besar wilayah kerja Puskesmas


Minasa Upa berada dalam wilayah Kelurahan Gunung Sari dengan luas 2,31

31
km2 dan Kelurahan Karunrung 1,52 km2. Serta total jumlah penduduk dan
wilayah kerja adalah 55.719 jiwa. Oleh karena berada didepan jalan poros
maka Puskesmas Minasa Upa terjangkau oleh kendaraan umum.
3.3.2 Keadaan Demografi
Jumlah Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa pada tahun
2016 sebanyak 55.719 jiwa dengan perincian laki-laki 27.689 orang dan
perempuan 28.030.
Tabel 2. Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Minasa Upa
Pria (Jiwa) Wanita (Jiwa) Jumlah (Jiwa)
27.689 28.030 55.719

Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelurahan


Kelurahan Jumlah Penduduk (Jiwa)
Gunung Sari 41.609
Karunrung 14.110
Total 55.719
3.3.4 Pertumbuhan Penduduk/Jumlah Penduduk
Jumlah pertumbuhan penduduk adalah 683 jiwa per tahun 2016.Dalam
upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dilaksanakan melalui tingkat
kelahiran dan penurunan angka kematian (bayi, anak balita dan ibu) dimana
pertumbuhan yang tinggi akan menambah beban pembangunan.
3.3.5 Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa adalah
sebanyak 26.960 jiwa per km2. Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi
tingkat kesejahteraan anak serta masalah sosial ekonomi. Hal ini terjadi
karena faktor gizi yang berhubungan dengan lingkungan, perumahan dan
sanitasi yang kotor menyebabkan berbagai macam penyakit yang muncul.
3.3.6 Struktur Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin
Berdasakan komponen umur dan jenis kelamin maka karakteristik
penduduk dari suatu negara dapat debedakan menjadi 3 macam yaitu:
1. Ekspansif, jika sebagian besar penduduk berada dalam kelompok umur
termuda.

32
2. Konstruktif, jika penduduk berada dalam kelompok termuda hampir
sama besarnya
3. Stasioner, jika banyaknya penduduk sama dalam tiap kelompok umur
tertentu

Tabel 4. Distribusi Penduduk berdasarkan Penggolongan Usia


Kelompok Jumlah Penduduk
No.
Umur (thn) Laki-Laki Perempuan Laki-Laki+Perempuan
1. 0-4 2338 2340 4678
2. 5-9 1879 2242 4121
3. 10-14 1902 2224 4126
4. 15-19 2052 2078 4130
5. 20-24 2132 2396 4528
6. 25-29 2408 2258 4666
7. 30-34 2344 2184 4528
8. 35-39 1950 2178 4128
9. 40-44 1768 2012 3780
10. 45-49 1906 1754 3660
11. 50-54 1628 1460 3088
12. 55-59 1626 1502 3128
13. 60-64 1328 1196 2524
14. 65-69 1060 1136 2196
15. 70-74 764 624 1388
16. +75 604 446 1050
Jumlah 27.689 28.030 55.719

3.3.7 Perkawinan dan Fertilitas


Rata-rata kawin pertama dari tahun ke tahun berdasarkan profil
kesehatan propinsi Sulawesi Selatan mengalami kenaikan dari umur 19,4
tahun.

3.3.8 Tingkat Pendidikan Penduduk


Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia terampil dan
produktif sehingga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

33
Tabel 5. Distribusi Sarana Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Minasa
Upa
No Sarana Pendidikan Jumlah
1 Taman Kanak-kanak 7 buah
2 SD Neg/Inpres 9 buah
3 SMP 1 buah
4 SMA 1 buah
5 Akademi 1 buah
3.3.9 Kegiatan Ekonomi
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Wilayah
Kerja Puskesmas Minasa Upa
Pekerjaan Jumlah Penduduk
PNS 2012 orang ( 51.2%)
ABRI 75 orang ( 1,9 %)
Pensiunan ABRI 228 orang (5,8%)
Pedagang 1466 orang ( 37,3 %)
Buruh 149 orang ( 3,8%)
3.3.10 Agama
Jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas Minasa Upa sebagian
beragama Islam sebanyak 45.657 orang, beragama Protestan 2.588 orang,
beragama Khatolik 1.286 orang, beragama Hindu 113 orang, selebihnya
beragama Budha 173 orang
Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Wilayah Kerja Puskesmas
Minasa Upa
No Agama Jumlah
1 Islam 45.657 Jiwa
2 Protestan 2.588 Jiwa
3 Katholik 1286 Jiwa
4 Hindu 113 Jiwa
5 Budha 173 Jiwa

34
3.4 Sarana Kesehatan
3.4.1 Data Dasar Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang selanjutnya disebut
PUSKESMAS adalah fasilitas pelayananan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya.
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama esensial dan pengembangan, dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama berupa rawat jalan, pelayanan gawat darurat, one day care,
dan home care berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan.

3.4.2 Sarana Pelayanan Kesehatan


1. Gedung Puskesmas
Terdiri dari 1 (satu) gedung bertingkat, lantai 1 digunakan untuk
pelayanan pasien rawat jalan dan lantai 2 digunakan untuk pelayanan
pasien rawat inap.
2. Kendaraan
Satu unit kendaraan beroda empat yang sampai saat ini masih dalam
keadaan baik dan terpakai, yakni mobil Home Care (Dottoro’ta).
Ruangan medis terdiri dari ruang poliklinik umum, laboratorium, ruang
poliklinik gigi, apotek,/kamar obat, ruang rawat inap, dapur umum,
gudang, WC, ruang kepegawaian, ruang KIA dan imunisasi, ruang KB
dan IMS, ruang kepala puskesmas, ruang keuangan, ruang P2M dan
kesling.

35
3.4.3 Struktur Organisasi

Gambar 9. Struktur Organisasi PKM Minasa Upa (Permenkes No.75 Thn 2014)

Struktur Organisasi Puskesmas Minasa Upa terdiri atas:


a. Kepala Puskesmas
b. Kepala Tata Usaha :
- Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial dan Keperawatan Kesehatan
Masyarakat
- Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan
- Upaya Kesehatan Masyarakat Perorangan Kefarmasian dan
Laboratorium
- Jaringan Pelayanan Puskesmas dan Jejaring.

36
3.4.4 Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Minasa Upa
sebanyak 37 orang dengan berbagai spesifikasi, yang terdiri dari:
Tabel 8. Tenaga Kesehatan Puskesmas Minasa Upa
No Tenaga Kesehatan Jumlah
1 Dokter umum 3 Orang
2 Dokter Gigi 2 Orang
3 Apoteker 2 Orang
4 Perawat 11 Orang
5 Bidan 6 Orang
6 Perawat Gigi 2 Orang
7 Nutrisionist 2 Orang
8 Epidemiologi 1 orang
9 Sanitarian 2 Orang
10 Laboratorium 1 orang
11 Asisten apoteker 1 Orang
12 Bendahara 1 Orang
13 Tata Usaha 1 Orang
14 Staf 1 Orang
15 Juru Masak 1 Orang

3.4.5 Visi Dan Misi Puskesmas


A. Visi Puskesmas Minasa Upa
“Terwujudnya Puskesmas Minasa Upa Sebagai Sentra Pelayanan
Kesehatan Yang Berkualitas”.
B. Misi Puskesmas Minasa Upa
- Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau
- Mengembangkan sarana dan prasarana yang mengedepankan
kualitas pelayanan
- Meningkatkan akses dan keterjangkauan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan
- Mendorong pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan
paradigma sehat
- Meningkatkan pembangunan yang berwawasan kesehatan.

37
3.4.6 Upaya Kesehatan
Puskesmas Minasa Upa sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Dinas Kesehatan Kota Makassar yang bertanggung jawab terhadap
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan
menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar
memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Dengan demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan
masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Upaya kesehatan di Puskesmas Minasa Upa terbagi atas dua upaya
kesehatan yaitu :
1. Upaya kesehatan wajib puskesmas
- Upaya Promosi Kesehatan
- Upaya Kesehatan Lingkungan
- Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta Keluarga Berencana
- Upaya Perbaikan Gizi
- Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Menular
- Upaya Pengobatan
2. Upaya kesehatan pengembangan
- Upaya Kesehatan Sekolah
- Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
- Upaya Kesehatan Kerja
- Upaya Kesehatan Gigi Dan Mulut
- Upaya Kesehatan Jiwa
- Upaya Kesehatan Usia Lanjut

Berikut adalah penjabaran upaya kesehatan wajib puskesmas:


Upaya promosi kesehatan
1. Pembinaan dan pelayanan di posyandu
2. Penyegaran kader

38
3. Survei mawas diri
4. Musyawarah masyarakat kelurahan
5. Pemantauan PHBS rumah tangga
6. Pendataan Indikator Keluarga Sehat
Upaya kesehatan lingkungan
1. Pendataan TTU, dan TPM
2. Pemicu sanitasi total masyarakat
3. Inspeksi sanitasi
4. Pendataan dan pemantauan lingkungan pemukiman
5. Abatesasi
6. Penyuluhan kesehatan lingkungan
7. Pemantauan jentik
8. Penyuluhan tentang stop BAB sembarangan
9. Pemicu stop BAB sembarangan
10. Pemantauan kualitas air (damicu, SGL, S.bor)
Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana
1. Pemeriksaan ibu hamil (pemeriksaan, penjaringan ibu hamil,
kunjungan rumah bumil DO, kunjungan rumah ibu hamil RESTI)
2. Kelas ibu hamil
3. Pelaksanaan program perencanaan persalinan dan komplikasi
4. Skrining HIV
5. Penjemputan data ibu bersalin di RS, RSB, dan RSIA
6. PMT ibu hamil KEK
7. Pemeriksaan IVA
8. Pelacakan kasus kematian ibu termaksud otopsi
9. Pemantauan kesehatan ibu nifas
10. Pelayanan nifas termasuk KB
11. Pemeriksaan neonatus
12. Pemantauan kesehatan neonatus termasuk neonatus resiko tinggi
13. Pelacakan kematian neonatus termasuk otopsi verbal
14. Pemeriksaan bayi

39
15. Pemantauan bayi resti
16. Pelayanan dan konseling keluarga berencana
Upaya perbaikan kesehatan gizi masyarakat
1. Pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di posyandu setiap bulan
2. Pemantauan status gizi
3. Pelacakan bayi/ balita rawan gizi
4. Pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan gizi pada balita
gizi kurang dan gizi buruk
5. Pemberian PMT penyuluhan
6. Edukasi pendidikan kesehatan
7. Pemantauan garam beryodium
8. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita.
9. Pemberian TTD pada anak remaja putri usia 12 – 18 tahun
Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular
1. Sosialisasi dan penyuluhan penyakit TB MDR, HIV/AIDS, IMS,
malaria, DBD, kecacingan, dan tuberculosis
2. Penemuan kasusu secara dini
3. Pelacakan kasusu kontak
4. Pengobatan dan pencegahan (individu, keluarga, dan masyarakat)
5. Kunjungan rumah untuk follow up tata laksana
6. Pengembalian dan pengiriman specimen
7. Monitoring dan evaluasi
8. Screening TB-HIV
9. Penemuan kasus baru
10. Pelacakan penderita mangkir
11. Pemeriksaan kontak kusta
12. Penanganan reaksi pemeriksaan anak sekolah
Upaya pengobatan
1. Pemeriksaan: umum dan gigi
2. Pemeriksaan penunjang
3. Pemberian obat

40
3.4.7 Sepuluh Penyakit Utama di Puskesmas Minasa Upa
Tabel 9. Daftar 10 Penyakit Terbesar di Puskesmas Minasa Upa
Nama Penyakit Jumlah
Common cold 176
Hipertensi 175
Dermatitis dan penyakit lainnya 99
Diabetes mellitus 96
Batuk 67
Demam yang tidak diketahui penyebabnya 67
ISPA 59
Gangguan jaringan lunak lainnya 52
Penyakit sistemik pencernaan tidak spesifik 49
Arthritis 44

3.4.8 Alur Pelayanan

PASIEN

LOKET

KAMAR RUJUK
PERIKSA

- Poli Umum
- Poli Gigi
- Poli KIA/KB LABORATORIUM

RUANG TINDAKAN

APOTEK
Gambar 10. Alur Pelayanan Puskesmas Minasa Upa

41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Studi Kasus
4.1.1 Identitas Pasien
Nama Penderita : Ny. A B
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 22 Mei 1948 (69 tahun)
Alamat : Jl. Minasa Upa Blok A6/ 17
Tanggal Pemeriksaan : 16/05/2018
Anamnesis : Autoanamnesis
4.1.2 Keluhan Utama : Bengkak dan nyeri pada ibu jari kaki kanan
Anamnesis Terpimpin:
Bengkak dan nyeri pada ibu jari kaki kanan dialami sejak 1 minggu yang lalu.
Nyeri dan keram-keram juga dirasakan pada sendi yang berdekatan dengan daerah
yang bengkak. Pasien merasakan sangat kesakitan bila berjalan. Demam (-), nyeri
kepala (-), batuk (-) batuk darah (-), sesak nafas (-), nyeri dada (-), mual (-), muntah
(-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan biasa. Buang air besar saat ini lancar 1 kali sehari
berwarna kuning konsistensi lunak. Buang air kecil lancar berwarna kuning jernih.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (+). Riwayat penyakit rematik dan dalam
keluarga (+)
Riwayat DM (+) sejak 5 tahun yang lalu berobat teratur (metformin 3 x 1).
Riwayat DM pada keluarga (+). Riwayat jika mendapatkan luka sukar sembuh (+)
Riwayat Hipertensi (-).
Riwayat penyakit jantung (-). Riwayat penyakit jantung pada keluarga (-)
Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-)
Riwayat minum obat diuretik (-)
Riwayat minum kopi (-)
Riwayat merokok (-)
Riwayat penyakit maag (+)
Riwayat minum minuman beralkohol (-)
Riwayat penyakit kuning (-)

42
4.1.3 Pemeriksaan Fisis
 Status Present:
Sakit Sedang/Gizi Cukup/ Compos mentis
BB= 50 kg; TB= 157 cm; LLA=22 cm; IMT=20,28 kg/m2 (normal)
 Tanda Vital:
Tensi : 110/60 mmHg
Nadi : 82 kali/ menit (Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 20 kali/ menit (Thoracoabdominal)
Suhu : 36,7oC (axilla)
 Kepala:
Ekspresi : Normal
Simetris Muka : Simetris kiri dan kanan
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
 Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)
Gerakan : Kesegala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-)
Kornea : Jernih, reflex kornea (+)
Pupil : Bulat, isokor, ∅2,5mm/2,5mm, RCL +/+,
RCTL +/+
 Telinga:
Tophi : (-)
Pendengaran : Tidak ada kelainan
Nyeri Tekan di Proc. Mastoideus : (-)
 Hidung:
Perdarahan: (-)
Sekret : (-)

43
 Mulut:
Bibir : Kering (-), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Farings : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
 Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
DVS : R+2 cmH2O
Pembuluh Darah : Bruit (-)
Kaku Kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Dada:
- Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
- Bentuk : Normothoraks
- Pembuluh Darah : Bruit (-)
- Buah Dada : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran
- Lain-lain : Barrel chest (-), pigeon chest (-),
massa tumor (-)
 Paru:
o Palpasi:
 Fremitus Raba : Kiri = Kanan
 Nyeri Tekan : (-)
o Perkusi:
 Paru Kiri : Sonor
 Paru Kanan : Sonor
 Batas Paru Hepar : ICS V-VI anteriordextra
 Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal X dextra

44
 Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal XI sinistra
o Auskultasi:
 Bunyi Pernapasan :Vesikuler
 Bunyi Tambahan :
Ronkhi - - Wheezing - -
- - - -
- - - -
 Jantung:
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung
kanan:linea parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea
midclavicularis sinistra)
o Auskultasi :
 BJ I/II : Murni reguler
 Bunyi Tambahan : Bising (-)
 Perut:
o Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
o Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan epigastrik (-)
 Hati : Tidak teraba
 Limpa : Tidak teraba
 Ginjal : Ballotement (-)
 Lain-lain : Kulit tidak ada kelainan
o Perkusi : Timpani (+) , Shifting dullness (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
 Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
o Palpasi : Gibbus (-)
o Nyeri Ketok : (-)
o Auskultasi : Rh -/- Wh -/-

45
o Gerakan : Dalam batas normal
 Ekstremitas
- Tampak benjolan pada MTP – 1 (metatarsophalangeal – 1) dextra.
Nyeri tekan pada benjolan (+), tampak merah (+), teraba hangat (+).
4.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Tes Kimia darah :
1. Asam urat : 8,6 mg/dl (meningkat)
2. GDS : 156 mg/dl (normal)
4.1.5 Diagnosis
Gout Arthritis
4.1.6 Penatalaksanaan Awal dan Edukasi
A. Medikamentosa
- Natrium Diclofenac 50 mg/24jam/oral
- Allopurinol 300 mg/24jam/oral (diminum setelah fase akut)
- Omeprazole 20 mg/24jam/oral ac
B. Non-medikamentosa
- Melakukan olahraga ringan secara rutin.
- Kurangi aktivitas berat.
- Memperbaiki pola makan yang teratur dan gizi yang cukup.
- Menghindari makan-makanan yang mengandung tinggi purin
seperti kacang-kacangan, sayur bayam, dll.
- Mengurangi konsumsi kopi, makanan yang pedas, dan makanan
yang merangsang peningkatan asam lambung lainnya.
- Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga.
4.1.7 Anjuran Pemeriksaan :
- Kontrol Darah Rutin
- Foto Radiologi
- Pemeriksaan Cairan Sendi
4.1.8 Prognosis
Ad Vitam : Dubia et bonam
Ad Functionem : Dubia et bonam

46
Ad Sanationem : Dubia et bonam

4.2 Pendekatan Holistik


4.2.1 Profil Keluarga
Pasien Ny.A B adalah seorang istri. Ny. A B tinggal bersama seorang anak,
menantu dan cucunya. Pekerjaan sehari-hari Ny. A B adalah mengurus rumah
tangga.
4.2.2 Karakteristik Demografi Keluarga
- Identitas kepala keluarga : Alm. Tn. C
- Identitas pasangan : Ny. A B
- Alamat : Jl. Minasa Upa Blok A6/ 17
- Bentuk Keluarga : Extended Family

Tabel 10. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah

Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala
1 Tn. C Laki- laki Alm. SMP -
keluarga
69
2 Ny. A B Istri Perempuan SMP IRT
tahun
Anak 39 Kuli
3. Tn. I Laki- laki SMP
pertama tahun Bangunan
Asisten
35
4. Ny. D Menantu Perempuan SD Rumah
tahun
Tangga

5. An. R Cucu Laki- laki 8 tahun SD Pelajar

47
4.2.3 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
Tabel 11. Keadaan Rumah Pasien di Jalan Minasa Upa Blok A6/ 17 Tahun 2018
Status kepemilikan rumah : Milik Pribadi
Daerah perumahan : kurang tertata rapih dan kurang bersih
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 4 x 6 m2 Keluarga Ny.A B tinggal di rumah
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 4 orang dengan kepemilikian rumah
Luas halaman rumah : tidak ada pribadi. Ny.A B tinggal dalam
Lantai rumah dari : tegel rumah yang kurang sehat dengan
Dinding rumah dari : tembok lingkungan rumah yang cukup
Jamban keluarga : ada padat dan ventilasi yang cukup
Tempat bermain : tidak ada memadai dan dihuni oleh 4 Orang.

Penerangan listrik : 1200 watt Dengan penerangan listrik 1200

Ketersediaan air bersih : ada watt. Air PDAM sebagai sarana

Tempat pembuangan sampah : ada air bersih keluarga.

4.2.4 Kepemilikan Barang-barang Berharga


Keluarga Ny. A B memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara
lain yaitu, satu buah televisi dan kipas angin yang terletak di ruang keluarga, satu
buah rice cooker di dapur.
4.2.5 Penilaian Perilaku Kesehatan
- Jenis tempat berobat : Puskesmas
- Asuransi / Jaminan Kesehatan: JKN
4.2.6 Pola Konsumsi Keluarga
Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan yang biasa
dihidangkan menantu dari Ny.A B terdiri dari nasi, sayur, dan lauk yang digoreng
yang biasanya dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi cukup bervariasi antara lain
sayuran hijau, terutama kangkung dan bayam baik direbus atau ditumis dan cukup
jarang mengonsumsi buah. Lauk yang dihidangkan bervariasi seperti telur, tahu
maupun tempe. Untuk buah-buahan sangat jarang dikonsumsi oleh keluarga ini.
Pola makan keluarga ini tiga kali sehari, terdiri dari sarapan pagi, makan siang dan
makan malam, diantaranya terkadang keluarga ini mengkonsumsi gorengan yang

48
di buat sendiri sebagai cemilan. Di dalam sehari, Ny.A B, memiliki kebiasaan
makan sebanyak dua sampai tiga kali sehari.
4.2.7 Pola Dukungan Keluarga
A. Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah Dalam Keluarga
Pasien masih memiliki anak dan menantu yang membantu pasien dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.
B. Faktor Penghambat Terselesaikaanya Masalah Dalam Keluarga
Di antara yang merupakan faktor penghambat terselesaikannya masalah
dalam keluarga yaitu kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit yang
diderita pasien sehingga tidak ada upaya pencegahan faktor penyebab gout
arthritis, disertai dukungan gaya hidup sehat yang kurang dari keluarga.
4.2.8 Fungsi Fisiologis (Skor APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain:
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
dibutuhkan.
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota
keluarga.
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian:
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:

49
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

Tabel 12. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita


Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No. Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Jika obat Anda habis / jadwal kontrol
laboratorium tiba apakah ada anggota √
keluarga yang bersedia mengantarkan Anda
ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah ada

anggota keluarga yang selalu mengingatkan
untuk konsumsi obat secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak memasak karena
keterbatasan anda akibat penyakit yang anda √
derita, apakah anak anda mau mengerti
dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat penyakit
anda, apakah anggota keluarga yang lain √
selalu mendampingi Anda dalam mengatasi
kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan)
Anda disarankan untuk mengurangi
konsumsi makanan yang tinggi purin dan

makanan yang digoreng. Apakah anggota
keluarga yang lain mengkonsumsi menu
yang sama dan makan bersama?
Total Skor 6

50
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 6 ini menunjukkan Fungsi keluarga
kurang sehat.
4.2.9 Fungsi Patologis (SCREEM)
Aspek sumber daya patologi
- Social:
Pasien baik dalam bermasyarakat dengan tetangga.
- Cultural:
Pasien memiliki pola makanan yang kurang sehat. Bahasa bugis sebagai
bahasa sehari – hari yang digunakan pasien.
- Religious:
Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu dan puasa.
- Economy:
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi belum tercukupi.
- Education:
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMP.
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari
puskesmas dan memiliki asuransi kesehatan BPJS.

A. Genogram (Fungsi Genogram)


Dalam keluarga pasien hanya pasien yang menderita Gout Arthritis

Gambar 11. Genogram keluarga Ny. A B

51
Keterangan :
: Keluarga Ny.A B
: Laki-laki meninggal
: Laki-laki normal
: Wanita meninggal
: Wanita normal
: Wanita gout arthritis
B. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga ini adalah Extended Family yaitu keluarga besar yang terdiri
atas ayah, ibu, anak-anak serta cucu. Pasien sehari-hari melakukan aktivitas dalam
rumah.
C. Hubungan Anggota Keluarga
Hubungan antara anggota keluarga kurang baik, mereka jarang berkumpul dan
berkomunikasi.

4.3 Pembahasan
Diagnosis pada pasien ini adalah Gout Arthritis, didapatkan berdasarkan
anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek risiko internal,
dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan
pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.

52
4.3.1 Analisa Kasus
Tabel 13. Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien post Gout Arthritis.
Skor Resume Hasil Akhir Skor
Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Perbaikan Akhir
Faktor biologis
- Gout merupakan 2 - Edukasi mengenai - Terselenggara 4
penyakit penyakit dan penyuluhan
peradangan pada pencegahannya - Keluarga memahami
sendi melalui penyuluhan bahwa penyakit gout
gaya hidup sehat arthritis memerlukan
pengobatan yang lama
dan teratur
- Keluarga mau
menerapkan gaya
hidup sehat
Faktor ekonomi dan
pemenuhan
kebutuhan
- Kondisi ekonomi 4 - Motivasi mengenai - Keluarga 4
menengah ke perlunya memiliki menyisihkan
bawah sehingga tabungan pendapatan untuk
tidak memiliki tabungan
tabungan
- Kehidupan sosial 3 - Mengingatkan untuk - Memiliki rasa 4
dengan tetap bertawakkal Tawakkal kepada
lingkungan cukup kepada Allah, dan Allah, dan menjalin
baik yakinkan bahwa hubungan yang baik
semua akan baik-baik dengan tetangga
saja. Serta tetap
menjaga silaturahmi
dengan tetangga.
Faktor perilaku
kesehatan

53
- Higiene pribadi 3 - Edukasi tentang - Anggota keluarga 4
yang kurang dan pentingnya PHBS paham akan
lingkungan yang dirumah untuk pentingnya PHBS
kurang bersih mencegah infeksi. dan mau
mengaplikasikan
dengan baik PHBS
dilingkungan dan
rumah mereka
- Berobat tidak 2 - Edukasi untuk berobat - Pasien berobat 5
teratur secara teratur serta secara teratur dan
minum obat sesuai minum obat sesuai
anjuran dokter anjuran dokter
Faktor Psikososial
- Kurangnya 2 - Menyarankan kepada - Anggota keluarga 4
perhatian anggota keluarga bersedia memberi
keluarga pasien untuk lebih perhatian perhatian lebih
terhadap penyakit dengan kondisi pasien kepada pasien
yang diderita
pasien
- Motivasi untuk 2 - Memotivasi pasien - Pasien termotivasi 4
sembuh kurang serta menjelaskan untuk sembuh
kepada pasien bahwa
penyakitnya dapat
sembuh apabila
pasien berobat secara
teratur
Total Skor 15 29
Rata-rata Skor 2,1 4,1
Tabel 10. Klasifikasi Skor Kemampuan Menyelesaikan Masalah
Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnyaoleh
provider.

54
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian
besar oleh provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung
pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

4.3.2 Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, dan Penatalaksanaan Selanjutnya


Pertemuan ke 1 : 16 Mei 2018
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-ekonomi
dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat yang
akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis.

A. Anamnesis Holistik
a. Aspek Personal
Saat kami mendatangi rumah pasien, pasien sedang duduk di ruang tamu.
Kemudian pasien diberitahu oleh anak pasien bahwa petugas dari puskesmas
telah datang. Pasien baru pertama kali mendapat kunjungan dari pihak pukesmas
untuk mengontrol keadaan pasien, disamping itu pasien sangat begitu senang
karena ada teman berbagi cerita. Pasien masih memiliki harapan untuk bisa
beraktifitas seperti sedia kala.

55
b. Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, didapatkan diagnosis Gout Arthritis.
c. Aspek Faktor Risiko Internal
Dulunya pasien sering lupa dan malas ke puskesmas. Pasien kurang
menerapkan pola hidup sehat berupa pola makan yang baik.
d. Aspek Faktor Risiko Eksternal
Tidak ada pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu rumah.
Keluarga pasien kurang memerhatikan kondisi penyakit pasien, dikarenakan
kesibukan dari anak dan menantunya sebagai keluarga sehingga tidak
mengingatkan untuk berobat.
e. Aspek Fungsional
Tn.C sudah meninggal dunia. Tn. I yang merupakan satu-satunya anak dari
Ny. A B bekerja sebagai kuli bangunan dan Ny.D banyak menghabiskan waktu
untuk berkerja membantu pekerjaan rumah tangga tetangganya sebagai
penghasilan tambahan untuk keluarganya.
f. Derajat Fungsional
Derajat 3 yaitu ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
g. Rencana Pelaksanaan
- Pertemuan ke-1: Rumah pasien Jalan Minasa Upa Blok A6/ 17, 16 Mei 2018
pukul 11.00 WITA.
- Pertemuan ke-2: Rumah pasien Jalan Minasa Upa Blok A6/ 17, 17 Mei 2018
pukul 10.00 WITA

56
Tabel 14. Anamnesis Holistik Pasien Gout Arthritis
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Memberikan edukasi Pasien Pada Pasien dapat Tidak Tidak
personal kepada pasien mengenai saat sadar dan ada menol
penyakit Gout Arthritis kunjung mengerti akan ak
dan komplikasi serta an pentingnya
memberikan informasi rumah pola hidup
mengenai perkembangan sehat
penyakitnya.
Aspek Memberikan obat gout Pasien Pada Keluhan yang Tidak Tidak
klinik arthritis untuk mengontrol saat dirasakan ada menol
serangan penyakit dan kunjung pasien ak
untuk mengurangi gejala an berkurang,
rumah Peradangan
pada jari
berkurang,
melakukan
fisioterapi
Aspek Mengajarkan bagaimana Pasien Pada Keluhan yang Tidak Tidak
risiko pola makan yang baik, saat dirasakan ada menol
internal menganjurkan untuk kunjung pasien ak
menjaga hygenitas diri an berkurang,
rumah Peradangan
pada jari
berkurang.
Aspek Menganjurkan keluarga Keluarga Pada Keluarga Tidak Tidak
risiko selalu memberi dukungan saat memberi ada menol
external kepada pasien agar selalu kunjung perhatian dan ak
menjaga kesehatannya an dukungan
dan selalu mengingatkan rumah lebih kepada
pasien untuk minum obat, pasien dan
pasien lebih

57
dan mendukung pola diet termotivasi
pasien. untuk sembuh
Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
tetap meningkatkan
komunikasi yang baik
dengan pasien
Aspek Menganjurkan untuk Pasien Pada Agar kondisi Tidak Tidak
fungsio menghindari hal-hal yang saat tubuh selalu ada menol
nal bisa mencederai pasien. kunjung sehat dan ak
an bugar, agar
rumah kelemahan
pada tubuh
pasien bisa
berkurang

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik, Tanda Vital: Tekanan Darah: 110/60 mmHg, Nadi : 82
x/menit, Pernapasan : 20 x/menit, Suhu : 36,7oC. Tampak benjolan dan kemerahan
pada jempol kaki kanan, ada nyeri tekan serta teraba hangat.

C. Pemeriksaan Penunjang
Tes Kimia darah :
1. Asam urat : 8,6 mg/dl (meningkat)
2. GDS : 156 mg/dl (normal)

D. Diagnosis Holistik
- Diagnose Klinis:
Diagnosis pada pasien ini adalah Gout Arthritis, didapatkan berdasarkan
anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek risiko internal,
dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan
pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik. Menurut Subkomite

58
The American Rheumatism Association menetapkan bahwa kriteria diagnostik
untuk gout adalah:3

1. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi.


2. Tofi terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan kimiawi
dan mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
3. Diagnosis lain, seperti ditemukan 6 dari beberapa fenomen aklinis,
laboratoris, dan radiologis sebagai tercantum dibawah ini:
 Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut.
 Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari.
 Serangan artrtis monoartikuler.
 Kemerahan di sekitar sendi yang meradang.
 Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau
membengkak.
 Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki).
 Serangan unilateral pada sendi MTP 1.
 Dugaan tophus (deposit besar dan tidak teratur dari natrium urat) di
kartilago artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula sendi.
 Hiperurisemia, yaitu pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi
tubuh saja).

- Diagnose Psikososial:
 Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga pola makan.
 Kurangnya perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi kesehatan
pasien.
 Tidak ada pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu rumah.
Keluarga pasien kurang memerhatikan kondisi penyakit pasien, kurangnya
komunikasi antara pasien dan anggota keluarga dikarenakan kesibukan
dari suami dan anak-anaknya sebagai keluarga sehingga tidak
mengingatkan untuk berobat.

59
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga
pasien).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit
Gout Arthtritis antara lain:
- Mengontrol kesehatan
- Mengatur pola makan
- Mengontrol diet
2. Pencegahan Sekunder
a. Pengobatan Farmakologi
- Natrium Diclofenac 50 mg/24jam/oral
- Allopurinol 300 mg/24jam/oral (diminum setelah fase akut)
- Omeprazole 20 mg/24jam/oral ac
b. Pengobatan Non Farmakologi
- Melakukan olahraga ringan secara rutin
- Kurangi aktifitas berat
- Memperbaiki pola makan yang teratur dan gizi yang cukup
- Menghindari makan-makanan yang mengandung tinggi purin seperti
kacang-kacangan, sayur bayam, dll.
- Menghindari makan-makanan yang berlemak
- Mengurangi konsumsi kopi, makanan yang pedas, dan makanan yang
merangsang peningkatan asam lambung lainnya.
- Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga
3. Pencegahan Tersier
Pada pasien belum ditemukan adanya tanda – tanda komplikasi seperti
destruksi sendi yang membutuhkan pencegahan tersier (rehabilitasi).

60
F. Terapi Untuk Keluarga
Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama yang
berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien. Dimana anggota
keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan dukungan dan motivasi
kepada pasien diit rendah purin. Selain itu apabila kita kembali mengingat bahwa
silsilah keluarga ini dengan resiko penyakit metabolik yang tinggi sehingga, penting
mengingatkan ke anggota keluarga untuk menjaga pola makan serta melakukan
kebiasaan hidup yang sehat.

61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
- Diagnosa klinis:
Diagnosis pada pasien ini adalah Gout Arthritis, didapatkan berdasarkan
anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek risiko
internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan
melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.
- Diagnosis psikososial:
Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga pola makan serta
kurangnya perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi kesehatan
pasien.
- Prinsip kedokteran keluarga yang memandang pasien secara holistik harus
senantiasa dijalankan dalam praktik sehari-hari karena ternyata banyak
faktor baik dari internal maupun eksternal pasien yang dapat memengaruhi
perjalanan suatu penyakit.
- Dengan mengetahui faktor-faktor resiko yang ada, maka pencegahan dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien
5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny.A B, maka disarankan
untuk :
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mencetuskan penyakit Gout arthritis.
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit Gout
Arthritis serta komplikasi yang ditimbulkan pada saat tidak teratur
mengonsumsi obat.
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan
mengontrol penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.

62
DAFTAR PUSTAKA

1. Zahara R. 2013. Artritis Gout Metakarpal dengan Perilaku Makan Tinggi


Purin Diperberat oleh Aktifitas Mekanik Pada Kepala Keluarga dengan
Posisi Menggenggam Statis. Medula, Volume 1, Nomor 3, Oktober 2013.
2. Pratiwi VF. 2013. Gambaran Kejadian Asam Urat (Gout) Berdasarkan
Kegemukan dan Konsumsi Makanan (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas
Kalisat Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember). Skripsi. Bagian Gizi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember:
Jember.
3. Anastesya W. 2009. Artritis Pirai (Gout) dan Penatalaksanaannya.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana: Jakarta.
4. Festy P, Rosyiatul AH, Aris A. 2009. Hubungan Antara Pola Makan
dengan Kadar Asam Urat Darah pada Wanita Postmenopause di Posyandu
Lansia
5. Azari RA. 2014. Journal Reading: Artritis Gout. Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung: Semarang.
6. Notoatmojo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta:
Jakarta.
7. Kent PD and Matteson EL, editors. Clinical Feature and Differential
Diagnosis. In: St.Clair EW, Pisetsky DS, and haynes BF, editors. Gout
Arthritis 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.
8. Cerezo C, Ruilope LM. 2012. Uric acid and cardiovascular risk considered:
an update. E-journal of the ESC Council for cardiology Practice, Volume
No. 10 (21) Maret 2012.
9. Dufton J. 2011. The Pathophysiology and Pharmaceutical Treatment of
Gout. Pharmaceutical Education Consultants. Inc: Maryland.
10. Kumalasari TS, Saryono, Purnawan I. 2009. Hubungan Indeks Massa
Tubuh dengan Kadar Asam Urat Darah pada Penduduk Desa Banjaranyar.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing),
Volume 4, No.3, November 2009.

63
11. Manampiring AE, Bodhy W. 2011. Laporan Penelitian Itek dan Seni
(Lembaga Penelitian): Prevalensi Hiperurisemia pada Remaja Obese di
Kota Tomohon. Universitas Sam Ratulangi: Manado.
12. Syukri M. 2007. Asam Urat dan Hiperuresemia. Majalah Kedokteran
Nusantara Volume 40 No. 1 Maret 2007.
13. Sibuea WH, Panggabean MM, Gultom SP. 2009. Ilmu Penyakit Dalam.
Rineka Cipta: Jakarta.
14. Patel PR. 2007. Lecture Notes Radiologi. Edisi Kedua. Erlangga Medical
Series: Jakarta.
15. Wortmann RL. Gout and hyperuricemia. Kelley`s Textbook of
Rheumatlogy. 8th ed.Philadeplhia:Saunders;2001.p.1481-506.
16. Hensen, Tjokorda Raka Putra. 2007. Hubungan Konsumsi Purin dengan
Hiperurisemia pada Suku Bali di Daerah Pariwisata Pedesaan. J Peny
Dalam, Volume 8 Nomor 1 Januari 2007.
17. Almatsier S. 2005. Penuntun Diet. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto
Mangunkusumo Dan Asosiasi Dietsien Indonesia: Jakarta.
18. Helmi ZN. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Salemba Medika:
Jakarta.
19. Noormindharwati L. 2014. Tahukah Anda Makanan Berbahaya untuk Asam
Urat. Dunia Sehat: Jakarta.
20. Reppie MR, Asdie HAH, Astuti H. 2007. Pengaruh Konseling Gizi dengan
Buku Saku Diet pada Pasien Hiperurisemia Rawat Jalan di RSUD Noongan
Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Gizi Klinik Indonesia Volume 4, No.1, Juli
2007: 35 – 42.
21. Noviyanti. 2015. Hidup Sehat Tanpa Asam Urat.Yogyakarta, Notebook.
Hal. 21-72.
22. Hidayat, Rudy. 2009. Gout Dan Hiperurisemia. Medicinus: Vol 22 No. 1-2.
Diaskes pada tanggal 04 Maret 2015; www.dexamedica.com
23. Waugh A and Grand A, editors. Rose and Wilson Anatomy and Physiology
in Health and Illness 9th ed. Edinburg: Churchill Livingstone; 2001.p.414-5
24. Rotschild, BM 2013, Gout and Pseudogout, Emedicine Medscape,

64
diakses 10 Mei 2018,http://www.emedicine. medscape.
com/article/329958-author

65
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Gambar 12. Tampak Depan Rumah Pasien

Gambar 13. Ruang keluarga

66
Gambar 14. Kondisi Kamar Tidur

Gambar 15. Kondisi WC

67
Gambar 16 . Kondisi Dapur

68

Anda mungkin juga menyukai