Anda di halaman 1dari 32

Optimasi Pengembangan

Metode Analisis
Hilda Aprilia, M.Si., Apt
OPTIMASI
• Hampir semua pengembang metode analisis
melakukan optimasi antara respon metode
analisis (variabel tak bebas) sebagai fungsi
faktor eksperimental (faktor bebas). Optimasi
ditujukan untuk menentukan aras faktor
eksperimantal yang optimum dengan cara
menyesuaikan faktor bebas untuk
mendapatkan hasil analisis yang optimum
Cara optimasi yang umum dilakukan
• Memaksimalkan hasil analisis sebagai fungsi
waktu
• Memaksimalkan spesifisitas analitik metode
sebagai fungsi dari pH, pereaksi, konsentrasi,
suhu, dll
• Memaksimalkan stabilitas hasil analisis
• Mencari tingkat kombinasi faktor optimum
dalam pemisahan maupun pengukuran
Pemilihan faktor yang akan dioptimasi
Desain percobaan yang dioptimasikan sangat tergantung
pada faktor dan level yang terlibat dalam proses analisis.
Makin banyak faktor dan level, makin banyak jumlah
percobaan yang akan dilakukan.
Pendekatan yang dipakai :
• Menetukan faktor dan level yang terlibat dalam proses
(tahapan ini menjadi tantangan bagi pengembang
• Membuat rancangan percobaan yang akan
dioptimasikan berdasarkan analisis numerik (faktor
tunggal), optimasi faktorial dan optimasi simpleks (bagi
analisis dengan faktor banyak)
• Bila faktor yang satu dapat dibuat tetap maka faktor
yang lain dapat diubah-ubah  percobaan menjadi
banyak
Jumlah percobaan yang akan
dioptimasikan
Faktor Optimasi Faktorial Optimasi
simpleks
Aras 2 Aras 3
1 2 3 2
2 4 9 3
3 8 27 4
4 16 81 5
5 32 243 6
n 2n 3n n+1
Pelaksanaan Optimasi
Optimasi dapat dilakukan manual dan dengan
bantuan komputer
• Pendekatan manual hasilnya lambat, lama dan
mahal. Karena biasanya dilakukan terhadap
satu faktor saja sedangkan faktor yang lain
dianggap tetap (tidak berpengaruh)
• Pendekatan dengan bantuan komputer
hasilnya lebih baik, cepat dan efisien
(contohnya menggunakan software analisis)
Optimasi Simpleks
• Simpleks merupakan gambaran geometri yang
menpunyai n + 1 puncak (verteks). Bila suatu
respon dioptimasi terhadap faktor sejumlah n.
Jika faktor ada 2, maka simpleksnya berupa
segitiga dengan tiga titik P1, P2 dan P3. Jika faktor
ada 3 maka membutuhkan 4 verteks berupa
tetrahedran
• Koordinat setiap titik menggambarkan kondisi
operasional percobaan. Dalam setiap percobaan
selalu diukur responnya. Respon Y yang jelek
harus dibuang dan simpleks yang baru harus
dibuat dan diukur responnya serta dibandingkan
terhadap respon yang lain.
Contoh cara perhitungan
Analisis kromatografi menggunakan tiga faktor yang
berpengaruh yaitu suhu kolom, laju alir fase gerak dan
panjang kolom. Berarti dibutuhkan 4 verteks. Keempat verteks
diukur responnya berupa resolusi, waktu retensi atau luas
area kromatogram. Dari keempat percobaan dinilai respon
verteks mana yang paling jelek lalu dibuang dan digantikan
verteks yang baru. Cara menghitung verteks baru adalah
sebagai berikut :
1. Jumlahkan semua koordinat puncak yang dipertahankan
(berarti hanya n-1 faktor)
2. Jumlahkan koordinat dibagi dengan n-1 faktor diperoleh
harga P
3. Harga P dikurangi dengan koordinat puncak yang dibuang
(P – buang)
4. Koordinat baru adalah P + (P – buang)
Optimasi Faktorial
• Salah satu rancangan yang perlu dikembangkan adalah
rancangan faktorial dengan level 2 dimana semua faktor diuji
pada kedua level tersebut. Rancangan ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh faktor pada respon dan menghitung
adanya interaksi.
• Bila terdapat 2 faktor dengan 2 level berarti ada 4 kombinasi.
Jika level tinggi dinyatakan dengan + dan level rendah
dinyatakan dengan – maka diperoleh rancangan berikut :
Kombinasi Faktor A Faktor B Respon
1 - - Y1
A + - Y2
B - + Y3
AB + + Y4
Optimasi dengan analisis numerik
• Bila faktor oengaruh pada analisis 1 dan lainnya tetap, maka optimasi
dapat dilakukan dengan perhitungan analisis numerik sederhana.
Optimasi ini berdasarkan pada perhitungan Xoptimum (faktor optimum)
pada kurva polinomial yang dapat dibuat dari minimal 3 titik
Y-Values
3.5
3
2.5
2
1.5 Y-Values

1
0.5
0
0 1 2 3
Evaluasi Optimasi
• Hasil optimasi harus dievaluasi terhadap keberhasilan
metode memperoleh hasil yang sama atau melebihi
kriteria kinerja yang telah ditetapkan
• Jika kinerjanya lebih baik maka perlu pengulangan
untuk membuktikan hasil yang ajeg (dapat diulang
dengan baik)
• Jika tidak berhasil maka diperlukan pengulangan dari
tahap awal lagi untuk mendesain percobaan yang lebih
baik lagi
• Hasil evaluasi akan menentukan juga selektivitas
metode
Pengembangan Metode dengan
Spektrofotometri
Hilda Aprilia, M.Si., Apt
Senyawa/Sediaan
farmasi

Struktur analit??

Kromofor?? No Kromofor

Campuran A,B, C Ditambahkan


Senyawa A
(Multikomponen) Kromotag
Senyawa/Sediaan
farmasi

Mengandung unsur
logam??

Analisis dengan uji


Analisis dengan AAS?
batas

Campuran A,B, C
Senyawa A
(Multikomponen)
Prinsip Dasar
 Pengukuran suatu interaksi antara radiasi
elektromagnetik dengan molekul atau
atom dari suatu zat kimia
 Daerah pengukuran serapan :
UV = 190-380 nm
Vis = 380-800nm
 Absorpsi eksitasi elektron
Spektrum Elektromagnetik (1)
Spektrum Elektromagnetik (2)
Prinsip Dasar Spektrofotometri
 Serapan molekul berkaitan dengan :
• - Eksitasi elektron sigma (σ): memerlukan
energi yang relatif besar (daerah UV jauh;
panjang gelombang 100-200 nm).
- Elektron phi () :elektron pada ikatan rangkap
dua atau tiga;
- Elektron n (non bonding) : dapat dieksitasi pada
daerah UV dekat (panjang gelombang 200-380
nm)
Transisi Elektron
Kriteria Senyawa Yang Dapat Dianalisis
Adanya kromofor pada suatu struktur
senyawa kimia zat yang akan dianalisis

Kromofor :
Ikatan atau gugus fungsi spesifik dalam
molekul yang bertanggung jawab atas
penyerapan cahaya pada panjang gelombang
tertentu.

 ikatan rangkap terkonjugasi


 gugus karbonil
 gugus anorganik
Ikatan Rangkap Terkonjugasi
Dua ikatan rangkap terkonjugasi akan
memberikan gugus kromofor.
Panjang gelombang serapan maksimum
dan koefisien ekstingsi molar akan
bertambah dengan bertambahnya jumlah
ikatan rangkap terkonjugasi
Auksokrom
 Gugus fungsi dalam suatu molekul yang
mempunyai elektron bebas, seperti : OH; -
O; -CH3
 Terikatnya gugus auksokrom pada gugus
kromofor akan mengakibatkan:
* pergeseran pita absorbsi menuju panjang
gelombang lebih besar (pergeseran
batokromik)
*peningkatan intensitas absorbsi radiasi
(efek hiperkromik)
PENETAPAN KADAR SENYAWA TUNGGAL

• Membuat satu seri larutan  diukur pada


λ, suhu dan pelarut sama  catat
absorbansi
• Membuat grafik absorban terhadap C 
tentukan regresi liniernya  kurva
kalibrasi
• Memenuhi hukum Lambert-Beer
A = mC dengan m = gradien
Hukum Lambert-Beer
 Peningkatan Konsentrasi ~ Peningkatan absorbansi
• Rumus untuk menghitung banyaknya cahaya
hamburan :

• Rumus untuk menghitung absorbansi :


• Dimana Hukum Beer dapat ditulis sebagai :

2/22/11
• Keterangan :
• A= absorbansi
• b = tebal kuvet (umumnya 1 cm)
• c = konsentrasi larutan yang diukur
• ε = tetapan absorptivitas molar (jika
konsentrasi larutan dalam molar)
• a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi
larutan dalam ppm)

2/22/11
Hukum Lambert-Beer

2/22/11
KURVA KALIBRASI
PENETAPAN KADAR SENYAWA TUNGGAL

• Menghitung berdasarkan absorbtivitas molar


yang diketahui :
Cu =Au
a.b
Au = absorban larutan uji
b = tebal kuvet
a = absorbtivitas molar/absorbtivitas jenis
PENETAPAN KADAR SENYAWA TUNGGAL
• Metode one point
• Larutan uji dibandingkan terhadap larutan
baku (kadar dan Kemurniannya diketahui)
• Syarat : λmaks, suhu, pelarut, alat harus
sama
Cu = Au . Cb
Ab
PENENTUAN KADAR SENYAWA
MULTIKOMPONEN

• Dapat dilakukan bila spektrum absorpsi kedua


komponen berbeda  λmaks beda

• Kadar masing-masing dihitung dengan


mengukur absorban campuran pada kedua
λmaks

• Pada λ1  A1 = A1x + A1y


Penetapan Kadar Multikomponen
• Metode simultan
• Metode Q absorbansi
• Metode derivatif
• Metode Ekstraksi pelarut
PENENTUAN KADAR SENYAWA
MULTIKOMPONEN

Anda mungkin juga menyukai