Anda di halaman 1dari 33

23/08/2022

Arief Rahman Hakim

2
1
2
23/08/2022

Pendahuluan
 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
berkewajiban untuk menilai semua produk obat
sebelum dipasarkan, memberikan izin pemasaran, dan
selanjutnya melakukan pengawasan terhadap produk
obat tersebut setelah dipasarkan untuk memberikan
jaminan kepada masyarakat bahwa produk obat
tersebut memenuhi standar efikasi, keamanan dan
mutu yang dibutuhkan

Pendahuluan
 Untuk produk obat yang mengandung zat aktif berupa
zat kimia baru (new chemical entity = NCE)
dibutuhkan penilaian mengenai efikasi, keamanan
dan mutu secara lengkap. NCE ini yang dipatenkan
oleh pabrik penemunya disebut juga obat inovator.
 Produk “copy” hanya dibutuhkan standar mutu yang
antara lain berupa bioekivalensi dengan produk obat
innovator sebagai produk pembanding (reference
product) yang merupakan baku mutu.

4
2
4
23/08/2022

Tujuan
 Umum :
 Untuk menjamin efikasi, keamanan, dan mutu obat
yang beredar
 Khusus
 Untuk menjamin obat copy yang mendapat ijin edar
bioekivalen dengan obat komparatornya
 Untuk menentukan bioavailabilitas komparatif obat uji
dengan formulasi/ bentuk sediaan yang berbeda

Definisi
 Obat komparator
 Produk farmasi yang akan digantikan oleh obat copy
dalam praktek klinik
 Umumnya adalah produk inovator dengan efikasi,
keamanan dan mutu yang sudah terjamin
 Obat copy
 Obat yang mengandung zat aktif dengan komposisi,
kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi dan
posologi yang sama dengan obat komparator yang sudah
disetujui

6
3
6
23/08/2022

Kriteria untuk uji ekivalensi


 Obat yang memerlukan uji ekivalensi in vivo
 Uji ekivalensi in vivo dapat berupa studi
farmakokinetika, studi farmakodinamika, atau uji klinik
komparatif
1. Obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik yang
memenuhi satu atau lebih kriteria berikut :
a. Batas keamanan/indeks terapi yang sempit; kurva dosis-
respon yang curam, misal : digoksin, antiaritmia,
antikoagulan, obat-obat sitostatik, litium, fenitoin,
siklosporin, sulfonilurea, teofilin
b. Obat-obat untuk kondisi yang serius yang memerlukan
respon terapi yang pasti (critical use drugs), misal :
antituberkulosis, antiretroviral, antimalaria, antibakteri,
antihipertensi, antiangina, obat gagal jantung, antiepilepsi,
antiasma 7

Kriteria untuk uji ekivalensi


 Obat yang memerlukan uji ekivalensi in vivo
1. Obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik yang
memenuhi satu atau lebih kriteria berikut (lanjutan) :
c. Terbukti ada masalah bioavailabilitas atau bioinekivalensi
dengan obat yang bersangkutan atau obat-obat dengan
struktur kimia atau formulasi yang mirip (tidak berhubungan
dengan masalah disolusi), misal :
 Absorpsi bervariasi atau tidak lengkap
 Eliminasi presistemik yang tinggi
 Farmakokinetika nonlinear
 Sifat-sifat fisikokimia yang tidak menguntungkan (misal
kelarutan rendah, permeabilitas rendah, tidak stabil)
d. Eksipien dan proses pembuatannya diketahui mempengaruhi
bioekivalensi
8
4
8
23/08/2022

Kriteria untuk uji ekivalensi


 Obat yang memerlukan uji ekivalensi in vivo
2. Obat non-oral dan non-parenteral yang didesain untuk
bekerja sistemik, misal sediaan transdermal, supositoria,
permen karet nikotin, gel testosteron, dan kontrasepsi
bawah kulit
3. Obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja
sistemik
4. Obat kombinasi tetap untuk bekerja sistemik, yang
paling sedikit salah satu zat aktifnya memerlukan studi
in vivo

Kriteria untuk uji ekivalensi


 Obat yang memerlukan uji ekivalensi in vivo
5. Obat bukan larutan untuk penggunaan non-sistemik (oral, nasal,
okular, dermal, rektal, vaginal atau bentuk sediaan lainnya) dan
dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak untuk diabsorpsi
sistemik). Bioekivalensi harus ditunjukkan dengan studi klinik atau
farmakodinamik, dermatofarmakokinetika komparatif dan/atau
studi in vitro. Pada kasus tertentu, pengukuran kadar obat dalam
darah masih diperlukan dengan alasan keamanan untuk melihat
adanya absorpsi yang tidak diinginkan
Nomor 1-4, pengukuran kadar obat dalam plasma vs waktu biasanya
cukup untuk membuktikan efikasi dan keamanan. Jika tidak, studi
klinik atau farmakodinamika dapat digunakan untuk membuktikan
ekivalensi

10
5
10
23/08/2022

DESAIN DAN PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI

 Uji bioekivalensi (BE) adalah studi bioavailabilitas (BA)


atau farmakodinamik komparatif atau uji klinik
komparatif yang dirancang untuk menunjukkan
bioekivalensi antara obat copy dengan produk obat
komparator
 Caranya dengan membandingkan profil kadar obat
dalam darah/urin atau profil farmakodinamik atau hasil
uji klinik antara obat yang dibandingkan pada subyek
manusia.
 Desain dan pelaksanaan uji BE harus mengikuti
Pedoman CUKB, termasuk harus lolos Kaji Etik dan
mendapat informed consent dari setiap subyek sebelum
dilakukan seleksi. 11

11

DESAIN DAN PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Kaji Etik
 Oleh karena studi BA/BE dilakukan pada subyek
manusia (suatu uji klinik) maka protokol studi harus
lolos kaji etik setempat
 Persetujuan Protokol Uji BE
 Sebelum pelaksanaan uji BE, protokol uji BE harus
mendapat persetujuan dari Badan POM terlebih dahulu

12
6
12
23/08/2022

13

13

DESAIN DAN PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Desain
 Studi biasanya dilakukan pada subyek yang sama
(dengan desain menyilang) untuk menghilangkan
variasi biologik antar subyek (karena setiap subyek
menjadi kontrolnya sendiri), hal ini sangat memperkecil
jumlah subyek yang dibutuhkan
 Pemberian produk obat yang pertama harus dilakukan
secara acak agar efek urutan pemberian obat (sequence
effect) maupun efek waktu (period effect), bila ada,
dibuat seimbang
 Kedua perlakuan dipisahkan oleh periode washout yang
cukup untuk eliminasi produk obat yang pertama
diberikan (5 x waktu paruh terminal dari obat atau
metabolit yang diukur)
14
7
14
23/08/2022

Desain Crossover (Menyilang)


Subyek Uji Periode I Periode II
1 A B
2 B A
3 A B
4 B A
5 A B
6 B A
7 A B
8 B A
9 A B
10 B A
11 A B
12 B A
15

15

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Desain
Studi Farmakokinetik
 Umumnya menggunakan studi dosis tunggal namun
dapat dilakukan studi dalam keadaan tunak (steady-
state) untuk :
 obat dengan kinetik yang non-linear (eliminasinya bergantung
pada dosis atau mengalami kejenuhan pada dosis terapi), misal :
difenilhidantoin, fluoksetin, paroksetin;
 obat dengan kinetik yang bergantung pada waktu pemberian
obat (kronofarmakologi), misal: kortikosteroid, siklosporin,
teofilin;
 beberapa bentuk sediaan lepas lambat/terkendali, studi dosis
tunggal lebih sensitive untuk membuktikan tujuan utama uji BE

16
8
16
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Desain
 Studi dalam keadaan tunak (steady-state) dapat
dipertimbangkan untuk (lanjutan) :
 obat dengan kadar plasma atau kecepatan eliminasi intra-subyek
yang sangat bervariasi sehingga tidak memungkinkan untuk
menunjukkan bioekivalensi dengan studi dosis tunggal,
sekalipun pada jumlah subyek yang cukup banyak, dan variasi ini
berkurang pada keadaan tunak
 obat yang metode penetapan kadarnya dalam plasma tidak
cukup sensitif untuk mengukur kadarnya dalam plasma pada
pemberian dosis tunggal (sebagai alternatif dari penggunaan
metode penetapan kadar yang lebih sensitif ), misal loratadin
 Pada studi keadaan tunak, jadwal pemberian obat harus
mengikuti aturan dosis lazim yang dianjurkan

17

17

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Desain
 Studi Farmakodinamik
 Tidak dianjurkan untuk obat oral yang bekerja sistemik
dan kadarnya dapat diukur untuk uji BE secara
farmakokinetik, karena :
 Variabilitas parameter farmakodinamik selalu lebih besar dibandingkan
variabilitas parameter farmakokinetik
 Parameter farmakodinamik seringkali mengandung efek placebo
 Diperlukan jumlah subyek yang sangat besar untuk mencapai power yang
cukup secara statistic
 Diperlukan jika :
 Analisis kuantitatif zat aktif dan/atau metabolit dalam plasma/urin tidak
dapat dilakukan dengan akurat dan sensitif
 Pengukuran kadar zat aktifnya tidak dapat digunakan sebagai surrogate
endpoint untuk membuktikan efikasi dan keamanan obat
 Obat didesain untuk bekerja local (topikal, dan inhalasi)
18
9
18
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Subyek
 Kriteria seleksi
 Kriteria inklusi dan eksklusi harus dinyatakan dengan jelas
dalam protokol :
 Subyek sehat (untuk mengurangi variasi antar subyek);
 Sedapat mungkin pria dan wanita (jika wanita pertimbangkan
risiko pada wanita usia subur);
 Umur antara 18 – 55 tahun ;
 Berat badan dalam kisaran normal (BMI = 18-25);
 Kriteria sehat berdasarkan uji laboratorium klinis yang baku
(hematologi rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah, dan
urinalisis), riwayat penyakit,dan pemeriksaan fisik;

19

19

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Subyek
 Kriteria seleksi (lanjutan)
 Jika zat aktif mempunya efek samping atau resiko yang tidak
dapat ditoleransi oleh subyek sehat (misal : sitostatik,
antiaritmia), maka perlu digunakan penderita dengan indikasi
yang sesuai;
 Pemeriksaan khusus mungkin harus dilakukan sebelum,
selama dan setelah studi selesai, bergantung pada kelas terapi
dan profil keamanan obat yang diteliti. Misalnya, untuk obat
dari kelas fluorokuinolon yang diketahui dapat
memperpanjang interval QT, harus dilakukan pemeriksaan
EKG;

20
10
20
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Subyek
 Kriteria seleksi (lanjutan)
 Sebaiknya bukan perokok. Jika perokok sedang (<10 batang
sehari) diikutsertakan, harus disebutkan dan efeknya pada
hasil studi harus didiskusikan;
 Tidak mempunyai riwayat ketergantungan pada alkohol atau
penyalahgunaan obat;
 Tidak kontraindikasi atau hipersensitif terhadap obat yang
diuji;
 Uji serologis terhadap Hepatitis B (HBsAg), Hepatitis C (anti-
HCV) dan HIV (anti-HIV)
 Tidak mengikuti uji klinik/BE lain atau menjadi pendonor
darah dalam waktu 3 bulan sebelum uji BE
 Tidak mengalami pendarahan bermakna secara klinik dalam
waktu 3 bulan sebelum uji BE
21

21

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Subyek
 Jumlah Subyek
 Jumlah subyek yang dibutuhkan dihitung berdasarkan
parameter bioavailabilitas yang utama (AUC), yang
menunjukkan jumlah obat yang masuk peredaran darah
sistemik.
 Untuk desain menyilang 2-way, jumlah subyek yang
dibutuhkan ditentukan oleh :
 Rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T / (AUC)R = 1.00 dengan
90% CI = 0.80 – 1.25
 Batas kemaknaan  5% (2 arah)
 Power (probabilitas untuk menerima BE) 80% (1 arah)
 CV intrasubyek AUC diperkirakan dari percobaan
pendahuluan, studi sebelumnya atau terpublikasi
22
11
22
23/08/2022

CV Intrasubyek (%) Jumlah subyek


≤15,0 12
15,0<CV≤17,5 14
17,5<CV≤20,0 16
20,0<CV≤22,5 20
22,5<CV≤25,0 24
25,0<CV≤27,5 28
27,5<CV≤30,0 32

23

23

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Subyek
 Jumlah Subyek (lanjutan)
 Withdrawal yang terjadi setelah kadar obatnya diukur
hasilnya harus dilaporkan
 Semua subyek yang dilibatkan dalam studi termasuk
cadangan harus diperlakukan sama (diberi obat, diukur
kadar obatnya, analisis statistik)
 Keputusan untuk mengeluarkan subyek dari studi harus
dilakukan sebelum bioanalisis
 Alasan untuk mengeluarkan subyek dari studi harus
dicantumkan dalam protokol

24
12
24
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Subyek
 Jumlah Subyek (lanjutan)
 Subyek dikeluarkan dari studi jika :
 subyek muntah pada atau sebelum 2x median tmaks pada uji
BE obat lepas cepat,
 subyek muntah setelah minum obat selama pengambilan
sampel darah bentuk sediaan modified release,
 subyek diare selama pengambilan sampel darah

25

25

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Subyek
 Jumlah Subyek (lanjutan)
 Alasan untuk mengeluarkan subyek tidak
diperbolehkan jika hanya berdasarkan farmakokinetik
atau analisis statistik, kecuali :
 Kadar obat komparator tidak terukur atau sangat rendah
 Subyek dinyatakan mempunya kadar obat dalam plasma
sangat rendah jika AUCnya <5% dari geometric mean AUC
komparator
 subyek yang mempunyai nilai kadar baseline (t0) >5% Cmaks

26
13
26
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Subyek
 Standardisasi Kondisi studi
 Kondisi studi harus dibakukan (untuk mengurangi variabilitas
berbagai faktor) :
 Uji BE dilakukan dalam kondisi puasa
 Jika dalam informasi produk direkomendasikan penggunaan obat
hanya dengan makanan, maka uji BE harus dilakukan dalam
kondisi dengan makanan standar. Makanan harus dimulai
dimakan 30 menit sebelum pemberian obat dan harus habis dalam
waktu30 menit
 Lama puasa pada malam sebelum pemberian obat minimal 8 jam.
Untuk studi keadaan tunak, puasa hanya diperlukan pada malam
terakhir sebelum pengambilan darah
 Volume air yang diminum bersama produk harus konstan (antara
150 – 240 ml) karena dapat mempengaruhi pengosongan lambung;
27

27

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Subyek
 Kondisi studi (lanjutan)
 Semua makanan dan minuman yang dikonsumsi setelah
pemberian produk harus dibakukan komposisi dan waktu
pemberiannya selama periode pengambilan sampel darah :
 Air boleh diminum kapan saja kecuali 1 jam sebelum dan 2 jam
sesudah pemberian produk;
 Makanan standar diberikan tidak kurang dari 4 jam setelah
pemberian produk;
 Subyek tidak boleh makan obat lain apapun (termasuk obat
bebas dan obat tradisional) selama beberapa waktu sebelum
penelitian (minimal 1 minggu) dan selama penelitian. Dalam
keadaan darurat, penggunaan obat apapun harus dilaporkan
(dosis dan waktu penggunaan);

28
14
28
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Subyek
 Kondisi studi (lanjutan)
 Subyek tidak boleh mengkonsumsi makanan dan
minuman yang dapat berinteraksi dengan fungsi
sirkulasi, saluran cerna, hati atau ginjal (misal :
merokok, minum alkohol, kopi, teh, kola, coklat atau
jus buah) selama 24 jam sebelum penelitian dan
selama periode pengambilan sampel darah;
 Posisi tubuh dan aktivitas fisik juga harus
distandardisir sepanjang hari penelitian karena akan
mempengaruhi motilitas dan aliran darah saluran
cerna.

29

29

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Obat uji (Test product)
 Obat uji yang digunakan dalam uji BE harus dibuat sesuai
CPOB, dan catatan batchnya harus dilaporkan
 Bets obat uji yang digunakan pada UDT harus sama dengan
uji BE
 Obat uji yang digunakan dalam studi BE untuk tujuan
registrasi harus identik dengan produk obat yang akan
dipasarkan
 Spesifikasi/sumber/produsen bahan baku, formula, proses
produksi, spesifikasi peralatan yang digunakan, lingkungan
produksi dan kontrol pengawasan produksi termasuk
kualifikasi personel harus sama dengan produksi rutin obat
tersebut

30
15
30
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Obat uji (Test product)
 Idealnya, obat uji harus mewakili obat yang akan dipasarkan.
Batch obat uji harus minimal 1/10 skala produksi atau 100.000
unit
 Lab uji BE harus menyimpan sampel dari semua obat yang
diteliti dalam studi (dalam jumlah yang cukup) selama 2
tahun setelah selesainya studi atau sampai keluarnya izin edar
agar dapat dilakukan pemeriksaan ulang oleh BPOM

31

31

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Obat komparator
 Harus diseleksi sesuai kriteria yang ditetapkan oleh BPOM :
 Harus obat inovator yang memiliki izin edar di Indonesia
 Bila obat inovator berasal dari tempat produksi yang berbeda
dengan tempat produksi yang terdaftar di Indonesia, maka harus
dilakukan UDT
 Jika obat komparator yang diatas tidak tersedia, maka dipilih :
 Obat yang telah terdaftar di negara yang tergabung dalam ICH
(international on harmonization) dan negara asosiasinya
 Obat copy yang telah terbukti bioekivalen terhadap obat innovator

 Batch obat komparator yang digunakan pada UDT harus


sama dengan yang akan diuji BE

32
16
32
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Kemasan Obat
 Obat uji dikemas sesuai dengan kemasan primer yang akan
dipasarkan, karena berkaitan dengan stabilitas obat
 Obat uji dan obat komparator dikemas secara individual
dalam kemasan primer untuk setiap subyek
 Untuk setiap periode dikemas dalam kemasan sekunder
(dalam pot/amplop)

33

33

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Dosis obat uji
 Dosis obat uji dapat berupa :
 satu unit bentuk sediaan dengan kekuatan yang tertinggi;
 jika perlu untuk alasan analitik, dapat digunakan beberapa
unit dengan kekuatan tertinggi, asalkan total dosis tunggal ini
tidak melebihi dosis maksimal dari regimen dosis.

34
17
34
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Uji Disolusi in vitro
 Dianjurkan bahwa potensi/kandungan dan
karakteristik UDT dari obat uji dan obat
komparator dipastikan terlebih dahulu sebelum
dilakukan uji BE
 Hasilnya harus dilaporkan sebagai profil persen
obat yang terlarut terhadap waktu
 Disolusi dilakukan pada pH yang berbeda (pH 1,2;
4,5; dan 6,8)
 Similaritas uji disolusi harus ditunjukkan pada
semua kondisi

35

35

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Pengambilan sampel darah
 Dalam keadaan normal harus digunakan sampel darah,
 Biasanya kadar obat atau metabolit diukur dalam serum atau
plasma. Dalam keadaan tertentu, kadar obat diukur dalam
darah (misal sulfa);
 Sampel darah harus diambil pada waktu-waktu tertentu
sehingga dapat menggambarkan fase absorpsi, distribusi, dan
eliminasi obat;

36
18
36
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Pengambilan sampel darah (lanjutan)
 Untuk kebanyakan obat diperlukan 12-18 sampel darah,
yakni :
 1 sampel sebelum obat : pada waktu nol (t0) ;
 2-3 sampel sebelum kadar maksimal (Cmax) ;
 4-6 sampel sekitar Cmax ;
 5-8 sampel setelah Cmax, sampai sedikitnya ≥ 3 x t1/2
 Akan diperoleh AUCt sedikitnya 80% dari AUC∞
 Estimasi waktu paruh eliminasi harus diperoleh dari
sedikitnya 3-4 sampel selama fase log linear terminal;

37

37

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Pengambilan sampel urin (untuk kasus tertentu)
 Hanya digunakan bila kadar obat dalam darah terlalu
kecil untuk dapat dideteksi dan eliminasi obat utuh
lewat ginjal ≥40%
 Urin dikumpulkan secara periodic sampai minimal 3xt1/2
eliminasi
 Untuk studi 24 jam, sampel diambil dengan periode 0-2, 2-4,
4-8, 8-12, dan 12-24 jam
 Volume urin harus diukur dan dilaporkan
 Dibuat kurva jumlah obat kumulatif yang diekskresi terhadap
waktu
 Waktu pengambilan urin boleh hanya sampai 72 jam

38
19
38
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Analit yang diukur
 Secara prinsip uji BE harus berdasarkan pada kadar senyawa
induk, karena Cmax senyawa induk biasanya lebih sensitive
untuk mendeteksi perbedaan laju absorpsi antara kedua
formulasi daripada Cmax metabolit
 Untuk prodrug yang inaktif, pembuktian BE dianjurkan
menggunakan senyawa induk, metabolit aktif tidak perlu
diukur
 Beberapa prodrug mempunyai kadar plasma rendah dan
cepat dieliminasi sehingga sulit diukur, maka pembuktian BE
menggunakan metabolit aktif

39

39

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Metode bioanalitik
 Bagian bioanalitik dari studi BE harus dilaksanakan dengan
mengikuti prinsip-prinsip Good Laboratory Practice (GLP).
 Metode bioanalitik yang digunakan harus memenuhi
persyaratan (1) stabilitas dalam sampel biologik pada
kondisi analisis dan selama waktu penyimpanan, (2)
spesifisitas untuk obat yang diteliti, sehingga hasilnya valid
(sahih) dan dapat dipercaya, (3) akurasi (ketepatan), (4)
limit of quantification (LOQ), (5) presisi (ketelitian), dan (6)
reprodusibilitas.
 Metode yang digunakan umumnya cara kimiawi, kecuali
untuk antibakteri dapat digunakan cara mikrobiologis.

40
20
40
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Metode bioanalitik (lanjutan)
 Kurva kalibrasi harus dibuat untuk setiap zat yang harus diukur
setiap kali dilakukan pengukuran kadar dalam sampel.
 Validasi metode bioanalitik dan penanganan sampel biologik
juga diperlukan
 Metode yang digunakan harus dijelaskan, divalidasi, dan
didokumentasi. Hasil validasi harus dilaporkan :
 Validasi sebelum dan selama studi
 Kisaran kalibarasi harus sesuai dengan kadar dalam sampel
 Jika ada modifikasi metode sebelum dan selama analisis sampel, maka
diperlukan revalidasi dan harus dilaporkan
 Jika penetapan kadar dilakukan ditempat lain, harus divalidasi
disetiap tempat dan dilakukan perbandingan antar tempat
 Penetapan kadar yang tidak digunakan secara teratur perlu revalidasi
 LoQ yang diperoleh harus 1/20 Cmax atau lebih rendah
41

41

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Pengulangan analisis
 Harus ditetapkan terlebih dahulu dalam protokol studi (SOP)
 Dilakukan jika :
 Penolakan run disebabkan oleh kegagalan QC sampel/ kurva kalibrasi
 Ada perbedaan respon internal standar yang signifikan dari sampel
studi vs QC sampel/kurva kalibrasi, jika kriteria telah ditetapkan
sebelumnya dalam SOP
 Kesalahan injeksi/kerusakan instrument
 Kromatogram yang tidak bagus
 Kadar dalam sampel lebih tinggi dari ULOQ atau lebih rendah dari
LLOQ

42
21
42
23/08/2022

Guideline in Bioanalytical
 Guideline on Bioanalytical Method
Validation, EMA, 21 July 2011
 Bioanalytical Method Validation,
Guidance for Industry, US-FDA, May
2018
 ICH Guideline M10 on Bioanalytical
Method Validation - Step 2b, 14 March
2019 (Draft)

43

43

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Parameter farmakokinetik
 Parameter bioavailabilitas dari sampel darah
 Untuk studi dosis tunggal
 AUC0-t (metode trapezoid)
 AUC0-inf (AUC0-t + (Ct/k))
 Cmax (teramati)
 tmax (teramati)
 t1/2 (0,693/k)
 Pada studi dengan pengambilan sampel sampai 72 jam, AUC0-inf dan
area residual tidak perlu dilaporkan, cukup AUC0-72, parameter  dan
t1/2 dapat dilaporkan

44
22
44
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Parameter farmakokinetik
 Parameter bioavailabilitas dari sampel darah
 Untuk studi kadar tunak
 AUC0-t (AUC selama satu interval dosis
(τ)pada keadaan tunak)
𝐶

𝑡

45

45

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Parameter farmakokinetik
 Parameter bioavailabilitas dari sampel urin
 Untuk studi dosis tunggal
 Ae0- (jumlah kumulatif obat utuh)
 dAe/dt (kecepatan ekskresi obat dalam urin)
 (dAe/dt)max
 Untuk studi keadaan tunak
 Ae0- (jumlah kumulatif obat utuh selama satu interval dosis pada
keadaan tunak)

46
23
46
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Analisis data
 Tujuan utama penilaian bioekivalensi adalah untuk
menghitung perbedaan bioavailabilitas antara produk
uji dan produk pembanding, dan untuk menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna secara klinik
 Semua data subyek harus dimasukkan dalam analisis
statistik kecuali jika kadar obat komparator tidak
terukur atau sangat rendah (jika AUCnya <5% geometric
mean AUC komparator)
 Observasi yang merupakan outliers tidak boleh dibuang
jika tidak ada alasan yang kuat bahwa telah terjadi
kesalahan teknis. Analisis data harus dilakukan dengan
dan tanpa nilai tersebut dan harus dikaji dampaknya
terhadap kesimpulan studi
47

47

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Analisis statistik
 Data darah
 Parameter bioavailabilitas yang dibandingkan untuk penilaian
bioekivalensi adalah AUC0-t, Cmax dan tmax
 Data yang bergantung pada kadar, yakni AUC dan Cmax,
harus ditransformasi logaritmik (ln) terlebih dulu sebelum
dilakukan analisis statistik karena kinetik obat mengikuti
kinetic first order sehingga dalam skala logaritmik akan
diperoleh distribusi yang normal dan varians yang homogen.

48
24
48
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Analisis statistik
 Data darah
 Selanjutnya nilai-nilai ln AUC ke-2 produk dibandingkan
menggunakan analisis varians (ANOVA) untuk desain
menyilang 2-way yang memperhitungkan sumber-sumber
variasi berikut : obat yang dibandingkan (Test dan
Reference), periode pemberian obat (I dan II), subyek, dan
urutan (TR dan RT)
 ln Cmax ke-2 produk dibandingkan dengan cara yang sama.

49

49

50
25
50
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Analisis statistik
 Dari data darah
 Hasil berikut juga harus dipresentasikan :
 Perbedaan (different) = rata – rata In T - rata-rata ln R

 Rasio rata-rata geometrik T/R = anti ln difference x


100%
 (90% CI)diff = difference ± t0.10 (n-2) x SEdiff
 (90% CI)ratio = anti ln (90% CI)diff x 100%

51

51

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Analisis statistik
 Data darah
 Untuk tmax biasanya hanya dilakukan statistik deskriptif.
Jika perlu dibandingkan, digunakan statistik non-
parametrik pada data yang asli (tidak ditransformasi)
dengan α = 5%
 Perlu dihitung statistik ringkasan seperti nilai rata-rata
(aritmatik) dan geometric untuk AUC dan Cmax, atau
median (untuk t) serta nilai minimum dan maksimum
 Untuk parameter t1/2 jika hendak dibandingkan dapat
digunakan statistik parametrik atau non-parametrik
tergantung ditribusinya normal atau tidak

52
26
52
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Analisis statistik
 Dari data urin
 Parameter yang dibandingkan Ae dan (dAe/dt)max

53

53

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Kriteria bioekivalen
 Ditetapkan berdasarkan parameter AUC0-t dan Cmax
 Obat uji (test = T) dan obat komparator (reference = R)
dikatakan bioekivalen jika :
 Rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T / (AUC)R = 1.00 dengan
90% Cl = 80 – 125%. Untuk obat–obat dengan indeks terapi
yang sempit, interval ini mungkin perlu dipersempit (90-
111%).

54
27
54
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Kriteria bioekivalen
 Rasio nilai rata-rata geometrik (Cmax)T / (Cmax)R juga=
1.00 dengan 90% CI = 80-125%.
 Umumnya CV Cmax lebih besar dibanding AUC, variabilitas
Cmax dinilai tidak begitu relevan secara klinik, maka kriteria
penerimaan dapat diperlebar hingga 69.84-143.19%
 Berlaku untuk obat dengan variabilitas tinggi dengan CV
intrasubyek Cmax atau AUC >30%

55

55

CV intrasubyek Batas bawah Batas atas


(%)
30 80,00 125,00
35 77,23 129,48
40 74,62 134,02
45 72,15 138,59
≥50 69,84 143,19

56
28
56
23/08/2022

PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


 Kriteria bioekivalen
 Perbandingan tmaks dilakukan hanya jika ada klaim yang
relevan secara klinik mengenai pelepasan zat aktif dari
formulasinya atau kerja yang cepat atau adanya tanda-
tanda yang berhubungan dengan efek samping obat.

57

57

Contoh Hasil Uji BE

58
29
58
23/08/2022

59

59

60
30
60
23/08/2022

61

61

Daftar obat copy wajib uji bioekivalensi

62
31
62
23/08/2022

63

63

64
32
64
23/08/2022

65

65

66
33
66

Anda mungkin juga menyukai