Tinjauan Pustaka
ABSTRAK
Resistensi antijamur dapat menjadi masalah serius di masa yang akan datang, dengan meluasnya
infeksi jamur dan sedikitnya pilihan terapi yang tersedia. Jamur dapat mengalami resistensi secara intrinsik
terhadap obat antijamur (resistensi primer) atau resistensi dapat terjadi sebagai respons terhadap paparan
obat antijamur selama pengobatan (resistensi sekunder). The Clinical and Laboratory Standards Institute
(CLSI) telah mengeluarkan metode yang distandarisasi pemeriksaan suseptibilitas antijamur untuk ragi
(M27-A) dan jamur filamentosa (M38-A). Respons terhadap pemberian antijamur yang spesifik tergantung
pada MIC terhadap organisme yang menginfeksi, dan banyak faktor lain termasuk penetrasi, distribusi obat
serta status imunitas pejamu. Mekanisme yang dapat digunakan untuk mengatasi resistensi antijamur berupa
strategi non farmakologis dan farmakologis. Strategi non farmakologis dilakukan melalui program
antifungal-control yang bertujuan menghindari penggunaan antijamur yang luas dan tidak sesuai di rumah
sakit dan masyarakat. Strategi farmakologis dimulai dari pengembangan obat-obatan antijamur baru dengan
aktivitas antijamur dan profil farmakokinetik yang lebih baik hingga terapi kombinasi antijamur dan
imunoterapi. (MDVI 2013; 40/2:89-95)
ABSTRACT
Antifungal resistance could be a serious problem in the future with increasing fungal infection and few
available therapeutic options. In general, fungi can be intrinsically resistant to antifungal drugs (primary
resistance) or can develop resistance in response to exposure to the drug during treatment (secondary
resistance). The Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) has been standarized susceptibility
testing for yeast (document M27-A) and for filamentous fungi (document M38-A). Success or failure treatment
depends not only on the MIC of the antifungal drug, but also on many other factors, including penetration and
distribution of the drug and the state of the host’s immune system. Potential mechanism to overcome fungal
resistance include the use of several pharmacological and non-pharmacological measures. Non-
pharmacological strategy include antifungal-control programmes to avoid extensive and inappropiate use of
antifungals in hospital and community settings. Pharmacological strategy ranges from the synthetis of new
drugs with better antifungal activity and pharmacokinetic profile to antifungal combination therapy and
adjunctive immune therapy. (MDVI 2013; 40/2:89-95)
Korespondensi:
Jl. Diponegoro, Denpasar-Bali.
Telp. 0361-23993
Email : apsarirano@ yahoo.com
89
MDVI Vol. 40 No.2 Tahun 2013:89-95
90
A S Apsari dan M S Adiguna Resistensi antijamur
5-fluourasil. Tahap selanjutnya 5-fluourasil diubah menjadi melawan infeksi adalah status imunitas pejamu, lokasi
2 bentuk aktif yaitu 5-fluorouridine triphosphate yang infeksi, keparahan penyakit, terdapat alat yang terpasang
menghambat sintesis RNA, dan 5-fluorodeoxyuridine dalam tubuh pejamu (kateter, gigi palsu atau katup jantung
monophosphate yang menghambat thymidylate synthetase buatan) serta ketidakpatuhan pasien. Obat fungistatik akan
dan akhirnya menghambat pembentukan deoxythymidine lebih mempercepat resistensi dibandingkan dengan obat
triphosphate yang diperlukan untuk sintesis DNA.6 fungisidal. Dosis obat antijamur, termasuk kuantitas,
frekuensi, jadwal pemberian, dan dosis kumulatif juga dapat
Antijamur yang bekerja pada dinding sel jamur berperan dalam keberhasilan pengobatan infeksi jamur.
Pemberian obat antijamur bersamaan dengan obat lain juga
Dinding sel jamur mengandung mannoprotein,
dapat mengubah efektivitas obat anti jamur. Beberapa faktor
chitin serta alfa, dan beta-glucans yang berperan penting
dari jamur dapat berpengaruh terhadap kejadian resistensi,
sebagai proteksi, menjaga morfologi sel dan rigiditas sel,
misalnya jenis spesies atau galur serta tipe sel yang dapat
metabolisme, pertukaran ion dan filtrasi, ekspresi
mengubah efektivitas terapi.14 Beberapa jamur termasuk
antigenik, interaksi primer dengan pejamu dan pertahanan
Candida albicans dan Candida glabrata, menunjukkan
terhadap fungsi sistem imunitas selular pejamu.
mekanisme switch phenotypes sehingga mempunyai
Komposisi ini tidak selalu ditemukan pada organisme
beberapa morfologi yang dapat berubah-ubah tergantung
yang lain, namun memberikan beberapa keuntungan
lokasi infeksi yang dapat meningkatkan kemampuan
selektif dan toksik dibandingkan mekanisme kerja obat-
beradaptasi terhadap lingkingan pejamu.15 Beberapa jamur
obat antijamur lain. Contoh obat golongan ini adalah
juga mempunyai biofilm yang dapat meyebabkan jamur
echinocandins yang bekerja dengan menghambat sintesis
tersebut kurang suseptibel terhadap obat-obat antijamur.14,16
β-glucan dinding sel jamur.6 Produk echinocandins yang
Populasi bottlenecks (pengurangan secara drastis jumlah
telah disetujui penggunaannya antara lain : caspofungin,
populasi yang dapat disebabkan oleh karena berbagai
micafungin dan anidulafungin.5
kejadian misalnya bencana alam yang berakibat pada
penurunan gene pool dari populasi kerena banyak alel atau
Griseofulvin varian gen yang dulunya didapatkan pada populasi awal
Griseofulvin secara in vitro bersifat fungistatik, menjadi hilang) juga dapat mempengaruhi kepekaan
dengan spektrum aktivitas antimikotik yang sempit, dan terhadap infeksi .14,17
hanya efektif untuk infeksi dermatofita namun tidak
efektif untuk kandidiasis, infeksi jamur profunda maupun Tabel 2. Faktor yang berperan terhadap resistensi sntijamur17
pitiriasis versikolor. Griseofulvin bekerja dengan cara Faktor pejamu Faktor Obat Faktor jamur
merusak pembentukan spindel mitosis mikrotubulus · Status imun · Sifat fungistatik obat · Tipe sel
jamur sehingga mitosis berhenti pada stadium metafase.8 · Lokasi infeksi · Dosis : - Morfologi
· Derajat - Frekuensi - Kondisi sel
keparahan - Kuantitas - Serotipe
RESISTENSI DAN RESPONS KLINIS infeksi - Dosis kumulatif - Biofilm
· Adanya · Farmakokinetik · Stabilitas genomik
Resistensi antijamur didefinisikan sebagai adaptasi material benda - Absorbsi strain
asing - Distribusi · Besarnya populasi
atau penyesuaian sel jamur yang stabil, didapat akibat · Buruknya - Metabolisme · Populasi bottleneck
obat-obat antijamur, sehingga mengakibatkan sensitivitas ikatan dengan · Interaksi antar obat · MIC strain
terhadap antijamur tersebut berkurang dibandingkan regimen
dengan keadaan normal.9,10 Secara umum, jamur dapat pengobatan
mengalami resistensi secara intrinsik terhadap obat-obat
antijamur (resistensi primer) atau resistensi dapat terjadi
sebagai respons terhadap pajanan obat antijamur selama PEMERIKSAAN SUSEPTIBILITAS
pengobatan (resistensi sekunder).11-13 Kegagalan respons ANTIJAMUR
klinis merupakan kegagalan terapi yang sesuai untuk
Pemeriksaan suseptibilitas antijamur ditujukan untuk
indikasi tertentu dalam menghasilkan respons klinis.
memastikan jumlah minimal obat yang dibutuhkan untuk
Penyebab kegagalan klinis dapat berupa resistensi
menghambat pertumbuhan galur jamur pada kultur
antijamur, namun penyebab lain misalnya gangguan
(minimum inhibitory concentration atau MIC). Pemeriksaan
fungsi imunitas, bioavailabilitas yang buruk dari obat
ini secara umum digunakan untuk menentukan efektivitas
yang diberikan atau peningkatan metabolisme obat dapat
relatif berbagai obat antijamur dan mendeteksi terbentuknya
menjadi penyebab dari kegagalan terapi.9
organisme yang resisten terhadap obat.3
Komponen resistensi obat antijamur secara klinis
Korelasi in vitro dan in vivo mengenai suseptibilitas
dihubungkan dengan faktor-faktor dari pejamu, obat dan
sangat banyak dibuktikan dalam mikologi. Hal ini
jamur (Tabel 2). Faktor pejamu yang paling penting untuk
mencerminkan nilai prediksi pemeriksaan yang telah
91
MDVI Vol. 40 No.2 Tahun 2013:89-95
distandarisasi. The Clinical and Laboratory Standards Mekanisme resistensi terhadap golongan azol
Institute (CLSI) telah mengeluarkan metode yang
Terdapat mekanisme yang berbeda-beda untuk
distandarisasi untuk pemeriksaan suseptibilitas antijamur
resistensi terhadap antijamur golongan azol.9,20 Beberapa
untuk ragi (M27-A) dan metode yang distandarisasi untuk
mekanisme ini serupa dengan resistensi antibakteri.9
pemeriksaan jamur filamentosa (M38-A). Terdapat
Kadang-kadang kejadian resistensi terhadap sebuah obat
banyak penyebab keberhasilan dan kegagalan terapi in
golongan azol menyebabkan resistensi silang terhadap
vivo yang tidak berkaitan dengan bioavailabilitas obat,
obat-obat golongan azol lainnya, namun kadang-kadang
sehingga breakpoints MIC pemeriksaan tidak pernah
resistensi ini bersifat spesifik untuk satu obat saja.
dimaksudkan sebagai penentu absolut (“resistensi”
Keadaan ini tergantung dari spesifisitas mekanisme
dimaksudkan untuk menyatakan tingginya kemungkinan
resistensinya (misalnya afinitas enzim target atau efflux
kegagalan, namun tidak absolut).9
pump untuk struktur molekular tertentu).12,21 Beberapa
Tidak seperti obat-obat antibakteri, yang metode
mekanisme resistensi terhadap antijamur golongan azol
pemeriksaan suseptibilitas telah terstandarisasi dengan
antara lain : 1) overproduksi enzim target, sehingga obat
interpretive breakpoints yang telah diketahui untuk obat-obat
tidak menghambat reaksi biokimia secara lengkap, 2)
antijamur metode pemeriksaan yang disetujui dan tentative
perubahan pada target obat sehingga obat tidak dapat
breakpoints baru belakangan terakhir ini ditetapkan.
berikatan dengan target, 3) obat dipompa keluar oleh
Walaupun breakpoints ini masih terbatas pada ragi, terutama
efflux pump. 4) jalan masuk obat terhalang pada tingkat
Candida, dan flukonazol dan itrakonazol (Tabel 3). 18
membran sel atau dinding sel, 5) sel mempunyai jalur
Metode broth dilution antijamur susceptibility
bypass yang dapat mengkompensasi hilangnya fungsi
testing of conidium-forming filamentous fungi (M38-A)
penghambatan akibat aktivitas obat, 6) beberapa “enzim”
yang telah distandarisasi oleh CLSI, tidak secara eksplisit
jamur yang mengubah obat inaktif menjadi bentuk aktif
ditujukan untuk pemeriksaan suseptibilitas antijamur
terhambat, 7) sel mensekresi beberapa enzim ke medium
terhadap dermatofita. Dilaporkan juga bahwa MIC
ekstraseluler, yang mendegradasi obat.18 Mekanisme
antijamur yang diambil dengan inokula fragmen hifa
resistensi ini secara lebih jelas diterangkan pada Tabel 4.
jamur filamentosa yang lain ternyata lebih tinggi
dibandingkan dengan yang diambil dari inokula konidia.3 Tabel 4. Dasar biokimia dari resistensi azol18
92
A S Apsari dan M S Adiguna Resistensi antijamur
Candida glabrata yang menjadi resisten terhadap flu- antijamur. Secara teoritis, penggunaan antijamur dosis
konazol dan memperlihatkan resistensi silang terhadap tinggi merupakan cara potensial untuk menghindari atau
terbinafin.18 melawan resistensi antijamur pada jamur yang kurang
rentan dibandingkan penggunaan antijamur dosis rendah.1
Mekanisme resistensi terhadap flusitosin Strategi farmakologis yang dapat digunakan untuk
mengatasi resistensi antijamur dapat dilihat pada Tabel 5.
Terdapat dua mekanisme resistensi terhadap flusitosin
yang telah diketahui. Pertama, penurunan aktivitas cytosine
permease (deaminase) yang mengalami mutasi menye- OBAT-OBAT ANTIJAMUR BARU
babkan penurunan uptake atau konversi obat.9,22 Mekanisme
ini bertanggung jawab terhadap resistensi primer dan Inhibitor sintesis dinding sel jamur
intrinsik. Kedua, hilangnya aktivitas uracil phospho-
Dinding sel jamur mengandung elemen khas jamur
ribosyltransferase, sebuah enzim yang bertanggung jawab
misalnya alfa dan beta glucans, mannoproteins dan
terhadap perubahan 5-fluorouracil menjadi 5-fluorouridylic
chitin. Bahan antijamur secara langsung dapat melawan
acid.9,19
komponen dinding sel sehingga menunjukkan keuntungan
dalam 2 aspek mendasar: toksisitas selektif pada jamur
Mekanisme resistensi terhadap echinocandins
dan tidak ada resistensi silang dengan obat-obat antijamur
Data mengenai resistensi terhadap echinocandins lain. Penelitian telah dilakukan pada inhibitor sintesis
masih terbatas dan berdasarkan mutan Saccharomyces mannoprotein, chitin dan glucan, namun sampai saat ini
cerevisiae di laboratorium. Pada jamur ini, kompleks β- hanya obat-obat yang termasuk dalam kelas penghambat
glucan synthase encode oleh 2 gen dan diregulasi oleh sintesis glucan yang telah mencapai penelitian stadium
gen ke tiga. Kurtz dan Douglas menduga bahwa pada lanjut.1 Di antara penghambat sintesis glucan yaitu
Saccharomyces cerevisiae, mutasi pada satu gen, FKS1, aculeacins, papulacandins, dan echinocandins, hanya
menyebabkan resistensi terhadap echinocandins dengan echinocandins yang telah dinilai pada uji klinis.1
perubahan dari β-glucan synthase.9,23
Azol baru
Mekanisme resistensi terhadap griseofulvin
Walaupun perkembangan azol pada tahun 1980-an dan
Resistensi terhadap griseofulvin terjadi akibat dinding
awal 1990-an menunjukkan kemajuan yang berarti dalam
sel jamur yang terdiri delapan lapisan, dengan lapisan
manajemen infeksi jamur karena profil keamanan dan
bagian dalam bersifat longgar dan berlanjut ke sitoplasma.
bioavailibilitasnya yang tinggi, namun temuan terbaru
Semua struktur di dalam sitoplasma mengandung satu
menunjukkan keterbatasan obat ini, yaitu lebih bersifat
sampai tiga lapisan pembungkus yang utuh dan terdapat
fungistatik daripada fungisidal, aktivitas heterogen dalam
kromatin di dalam inti. Keadaan ini merupakan faktor yang
melawan jamur tertentu, interaksi dengan obat lain yang
berperan pada resistensi griseofulvin. Dinding sel yang
dimetabolisme oleh sitokrom P450 dan profil farmakokinetik
tebal berlapis-lapis dapat bertindak sebagai barier yang
suboptimum pada beberapa obat azol misalnya itrakonazol.
bertanggung jawab terhadap impermeabilitas dinding sel
Lebih dari 15 azol baru sedang diteliti. Azol baru yang sering
jamur untuk griseofulvin. 24
digunakan antara lain: varikonazol, posakonazol, dan
ravukonazol.1
STRATEGI UNTUK MENGATASI
RESISTENSI ANTIJAMUR FORMULASI LIPID DAN FORMULASI BARU
Mekanisme untuk mengatasi resistensi antijamur
OBAT-OBAT ANTIJAMUR
mulai dari sintesis obat-obat baru dengan aktivitas Formulasi lipid dari amfoterisin B bersifat kurang
antijamur dan profil farmakokinetik yang lebih baik, toksik dan menunjukkan profil farmakokinetik yang lebih
sampai pada mengembangkan strategi pengobatan terbaru baik dibandingkan formulasi konvensional, sehingga
dengan obat-obat antijamur yang telah ada, serta program dapat diberikan pada dosis yang lebih tinggi. Terdapat 3
antifungal-control untuk menghindari penggunaan formulasi lipid amfoterisin B yang telah disetujui
antijamur yang luas dan tidak sesuai di rumah sakit dan pengggunaannya pada manusia : liposomal amphotericin
masyarakat. Seperti halnya pada kasus resistensi obat B, amphotericin B lipid complex, dan amphotericin B
antibakteri, penggunaan antijamur yang sesuai dan colloidal dispersion. Obat-obat ini terbukti sama atau
terseleksi untuk setiap pasien sangat penting untuk bahkan lebih efektif dibandingkan amfoterisin B
menunda dan mencegah kedaruratan resistensi antijamur.1 konvensional. Formulasi lipid juga mengakibatkan efek
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kedaruratan samping yang lebih kecil dibandingkan amfoterisin B
resistensi adalah dosis obat yang digunakan dalam terapi deoksikolat.1
93
MDVI Vol. 40 No.2 Tahun 2013:89-95
94
A S Apsari dan M S Adiguna Resistensi antijamur
9. Loeffler J, Stevens DA. Antifungal drug resistance. CID. 2003; 18. Ghannoum MA, Rice LB. Antifungal agents: mode of action,
36(1): S31-S41. mechanism of resistance, and correlation of these mechanism with
10. Bossche HV. Mechanism of antifungal resistance. Rev Iberoam bacterial resistance. Clin Microbiol Rev. 1999;12(4): 501-17.
Micol. 1997; 14: 44-9. 19. Sanglard D. Clinical relevance of mechanism of antifungal drug
11. Parea S, Patterson TF. Antifungal resistance in pathogenic fungi. resistence in yeast. Enferm Infect Microbial Clin. 2002; 20(9): 462-70.
CID. 2002: 35; 1073-80. 20. Bowyer P, Moore CB, Rautemaa R, Denning DW, Richardson MD.
12. Perlin DS. Antifungal drug resistance: do molecular methods Azole antifungal resistance today: focus on aspergillus. Curr Infect
provide a way forwards? Curr Opin Infect Dis. 2009; 22(6): 568-73. Dis Rep. 2011; 13(6):485-91
13. European Commission Health & Consumer Protection Directorate- 21. Panackal AA, Gribskov JL, Staab JF, Kirby KA, Rinaldi M, Marr
General. Azole antimycotic resistance. The Scientific Steering KA. Clinical significance of azole antifungal drug cross-resistance
Committee. 2002. in Candida glabrata. J Clin Microbiol. 2006; 44(5): 1740-3.
14. Miftah A, Kurniati, Rinasari U, Ervianti E. Resistensi dan Uji Kepekaan 22. Kanafani ZA, Perfect JR. Resistance to antifungal agents:
Antijamur Terhadap Candida spp. Berkala. 2009; 21(2): 140-8. mechanism and clinical impact. CID. 2008; 46(1): 120-8.
15. Tscherner M, Schwarzmuller T, Kuchler K. Pathogenesis and 23. Espinel-Ingroff A. Mechanism of resistance to antifungal agents:
antifungal resistance of the human fungal pathogen Candida yeast and filamentous fungi. Rev Iberoam Micol. 2008; 25: 101-6.
glabrata. Pharmaceuticals. 2011; 4: 169-86. 24. Al-Refai TA. General resistance of dermatophytes to griseofulvin.
16. Perumal P, Mekala S, Chaffin WLJ. Role for cell density in JRMS.2007; 14(1): 76-8.
antifungal drug resistance in Candida albicans biofilm. Antimicrob 25. Onyewu C, Heitman J. Unique applications of novel antifungal drug
Agents Chemother. 2007;51(7):2454-2463. combination. Anti-Infective Agents in Medicinal Chemistry.
17. White TC, Marr KA, Bowden RA. Clinical, cellular, and molecular 2007;6(1):3-15.
factors that contribute to antifungal drug resistance. Clin Microbiol
Rev. 1998; 11(2): 382-98.
95