eksokrin, dan kedua fungsi ini saling berhubungan. Fungsi eksokrin yang utama
ANATOMI PANKREAS
Bentuk seperti huruf “J” tengkurap dengan arah ekor yang sedikit naik.
1. Caput L2
2. Collum
3. Corpus L1
4. Cauda Th 12
disebut :
1. CAPUT PANCREAS
pancreas tertutup disebelah depannya oleh pars superior duodeni. Segi bawah
menutupi pars horizontal duodeni. Segi bawah bagian kiri dari caput pancreas,
bentuknya agak menonjol kearah bawah disebut processus uncinatus. Didalam sulcus
yang dibentuk oleh duodenum dengan segi lateral kanan dan kiri segi bawah dari
caput pancreas terdapat arteri pancreatico duodenalis superior dan inferior yang
saling beranastomose.
2. COLLUM PANCREAS
pancreas. Dataran depan ditutupi oleh peritoneum dan duodenum. Dataran belakang
.
3. CORPUS PANCREAS
dan menghadap ke omentum mayus. Facies inferior tertutup oleh peritoneum. Ujung
kiri corpus pancreas menumpang pada flexura lienalis. Ujung kanan corpus pancreas
terletak pada flexura duodenojejunalis. Facies posterior tidak tertutup oleh peritoneum
a. Vena lienalis
c. Aorta
duodenale)).
4. CAUDA PANCREAS
anterior. Mulai dari tuber omentale kearah kiri. Terletak setinggi curvatura minor
gaster. Berhubungan dengan omentum minus (lembar belakang). Diatas, margo ini
FISIOLOGI PANKREAS
eksokrin, dan kedua fungsi ini saling berhubungan. Getah pankreas mengandung
enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan utama : protein, karbohidrat, dan
lemak.
secara keseluruhan dan parsial, sedangkan nuklease memecahkan dua jenis asam
menghidrolisi pati, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain secuali selulosa
menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam lemak, serta kolesterol esterase,
disekresi oleh mukosa usus waktu kimus berontak dengan mukosa. Tripsinogen juga
oleh asinus kelenjar pankreas. Sebaliknya, dua unsur penting getah pankreas lainnya,
air dan ion bikarbonat, terutama disekresi oleh sel-sel epitel duktulus-duktulus kecil
yang berasal dari asinus. Konsentrasi ion bikarbonat 145 mEq/liter menyediakan ion
alkali dalam jumlah besar dalam getah pankreas yang berperanan menetralkan asam
PANKREATITIS
Pankreatitis merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang
dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga
penyakit yang berjalan dengna cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai
pengobatan.
empedu dan diaktifkan di sana dan kemudian bersama-sama getah empedu mengalir
yang lebih berorientasi klinis; antara lain diputuskan bahwa indikator beratnya
pankreatitis akut yang terpenting adalah adanya gagal organ yakni adanya renjatan,
insufisiensi paru (PaO2 = 60 mmHg), gangguan ginjal (kreatinin > 2 mg/dl) dan
perdarahan saluran makan bagian atas (> 500 ml/24 jam). Adanya penyulit lokal
atau nekrosis pankreas, terdapat 2 kriteria dini yang harus diukur yakni kriteria
PANKREATITIS AKUT
pankreas dan ditandai oleh berbagai derajat edema, perdarahan dan nekrosis pada sel-
sel asinus dan pembuluh darah. Mortalitas dan gejala klinis bervariasi sesuai derajat
proses patologi. Bila hanya terdapat edema pankreas, mortalitas mungkin berkisar dari
sampai 80%.
ringan dan sembuh dengan sendirinya hingga penyakit yang dengan cepat menjadi
fatal serta tidak responsif terhadap berbagai terapi. Berdasarkan pada beratnya proses
pucat. Tidak didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimal
yang lebih ringan, namun pasien berada dalam keadaan sakit yang akut dan
sepsis.
perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada
nekrosis yang berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga dapat
meradang dan berdarah ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan mati.
Etiologi
Pankreatitis akut terjadi akibat proses tercernanya organ ini oleh enzim-
enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin. Delapan puluh persen penderita pankreatitis
penderita batu empedu yang kemudian mengalami nekrosis. Batu empedu memasuki
duktus koledokus dan terperangkap dalam saluran ini pada daerah ampula Vateri,
menyumbat aliran getah pankreas atau menyebabkan aliran balik (refluks) getah
empedu dari duktus koledokus ke dalam duktus pankreastikus dan dengan demikian
akan mengaktifkan enzim-enzim yang kuat dalam pankreas. Spasme dan edema pada
pankreatitis.
b. Batu empedu
c. Pasca bedah
Patofisiologi
Pankreatitis akut merupakan penyakit seistemik yang terdiri dari dua fase.
Pertama, fase awal yang disebabkan efek sistemik pelepasan mediator inflamasi,
sepsis, tetapi tidak ada bukti-bukti infeksi. Kedua, fase lanjut merupakan kegagalan
multiorgan, yang biasanya dimulai pada awal minggu kedua. Kegagalan fungsi salah
satu organ merupakan penanda beratnya penyakit dan buruknya faktor prognosis.
Patogenesis
akut, terdapat rangkaian kejadian patofisiologis yang uniform yang terjadi pada
timbulnya penyakit ini. Kejadian ini didasarkan pada aktivasi enzim di dalam
enzim digestinya sendiri. Enzim ini disintesis sebagai zimogen yang inaktif dan
serum sehingga dapat menginaktivasi protease yang diaktivasi terlalu dini. Dalam
proses aktivasi di dalam pankreas, peran penting terletak pada tripsin yang
Hanya lipase yang aktif yang tidak terganting pada tripsin. Aktivasi zimogen
aktivasi tripsin yang kemudian mengaktivasi zimogen yang lain. Jadi diduga bahwa
aktivasi dini tripsinogen menjadi tripsin adalah pemicu bagi kaskade enzim dan
autodigesti pankreas
Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain adalah refluks isi
duodenum dan refluks cairan empedu, akticasi sistem komplemen, stimulasi, sekresi
enzim yang berlebihan. Isis duodenum merupakan campuran enzim pankreas yang
aktif, asam empedu, lisolesitin dan lemak yang telah mengalami emulsifikasi;
semuanya ini mampu manginduksi pankreatitis akut. Asam empedu mempunyai efek
detergen pada sel pankreas, meningkatkan aktivasi lipase dan fosfolipase A, memecah
lesitin menjadi lisolesitin dan asam lemak dan menginduksi spontan sejumlah kecil
proenzim pankreas yang lain. Selanjutnya perfusi asam empedu ke dalam duktus
CAIRAN EMPEDU
Aktivasi fosfolipase
Efek detergen
nekrosis keoagulasi parenkim dan poknosis inti atau kariolisis yang cepat diikut oleh
degradasi asini yang nekrotik dan absopsi debris yang timbul. Adanya edema,
Manifestasi klinis
Pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen hebat, melintang dan tembus ke
bagian punggung. Biasanya disertai muntah. Rasa nyeri dapat menjalar ke seluruh
abdomen, umumnya tidak dapat diatasi dengan obat analagesik biasa. Tidak jarang
pasien datang dengan kembung atau mengarah ke tanda-tanda ileus paralitik. Pada
fase lanjut, pasien datang dalam keadaan sindrom syok atau dengan hemodinamik
pasien dengan nyeri perut bagian atas yang timbul tiba-tiba didapatkan :
1. Kenaikan amilase serum atau urine ataupun nilai lipase dalam serum
Kriteria yang dipakai untuk menegakkan diagnosa secara klinis praktis, salah
akhir waktu 48 jam menggambarkan efek sistemik aktivitas enzim terhadap organ
Skor Mortalitas
>3 0%
3-5 10-20%
TABLE 7
Variable +4 +3 +2 +1 0 +1 +2 +3 +4
38.9
Mean arterial ≥160 130 to 110 70 to 50 to <49
BP 159 to 109 69
129
179 to 109 69 54
139
rate 49 34 24 11
499 to 70 60
349
Pao2§ >70
7.69 7.59 to to to
Serum sodium ≥180 160 155 150 130 to 120 111 ≤110
to to to 149 to to
Age Points For patients with history of severe organ system APS + AP + CHP
≤44 0 follows:
64
65 to 5
74
Scores indicating abnormal reading: on admission, >9; after 24 hours, >10; after 48 hours, >9.
Kriteria lain, yang bersifat klinis praktis yang terutama diperlukan di tempat
RSUPNCM.
Gejala Skor
Mual, muntah 1
Penialaian : Bila skor > 9, diagnosis klinis pankreatitis akut dapat ditegakkan dengan
sensitivitas 92,3%, spesifitas 64%, nilai prediktif positif 36%, dan nilai prediktif negatif 7,7%.
Penatalaksanaan
mencegah atau mengatasi komplikasi. Semua asupan per oral harus dihentikan untuk
nutrition) pada pankreatitis akut biasanya menjadi bagian terapi yang penting, khusus
pada pasien dengan keadaan umum yang buruk, sebagai akibat dari stres metabolik
yang menyertai pankreatitis akut. Pemasangan NGT dengan pengisapan (suction) isi
lambung dapat dilakukan untuk meredakan gejala mual dan muntah, mengurangi
distensi abdomen yang nyeri dan ileus paralitik serta untuk mengeluarkan asam
klorida.
1. Penanganan Nyeri. Pemberian obat pereda nyeri yang adekuat merupakan
akan mengurangi rasa nyeri dan kegelisahan yang dapat menstimulasi sekresi
pankreas.
2. Perawatan Intensif. Koreksi terhadap kehilangan cairan serta darah dan kadar
karena risiko untuk terjadinya elevasi diafragma, infiltrasi serta efusi dalam
ini akan membentuk kembali aliran pankreas dan akibatnya, akan mengurangi
rendah lemak dan protein dimulai secara bertahap. Kafein dan alkohol tidak
TINDAKAN BEDAH
2. Pada kasus pankreatitis hemoragik nekrosis yang disertai dengan rejatan yang
sukar diatasi.
3. Timbulnya sepsis.
5. Tanda-tanda peritonitis.
waktu (kebanyakan sesudah 2-3 minggu perawatan intensif) bilamana timbul penyulit
obstruksi pada duodenum atau kolon, pada perdarahan hebat retroperitoneal atau
intestinal.
PANKREATITIS KRONIS
digantikannya sel-sel pankreas yang normal oleh jaringa ikat akibat serangan
duodenum. Di samping itu akan terjadi pula atrofi epitel duktus tersebut, inflamasi
Etiologi
Konsumsi alkohol dalam masyarakat barat dan malnutrisi yang terdapat di
dalam sekret pankreas. Akibatnya akan terbentuk sumbat protein dan batu (kalkuli)
dalam duktus pankreas. Alkohol juga memiliki efek toksik yang langsung pada sel-sel
pankreas. Kemungkinan terjadinya kerusakan sel-sel ini akan lebih parah pada pasien-
pasien yang kandungan protein dalam makanannya buruk atau yang kandungan
Manifestasi klinis
Insidens pankreatitis kronis meningkat pada laki-laki dewasa dan ditandai oleh
serangan nyeri hebat di daerah abdomen bagian atas dan punggung, disertai muntah.
Serangan nyeri sering sangat hebat sehingga pemberian preparat narkotik, sekalipun
dengan dosis tinggi, tidak mampu meredakan nyeri tersebut. Resiko ketergantungan
opiat akan meningkat pada pankreatitis karena sifatnya yang kronis dan hebatnya rasa
nyeri.
Biasanya disebabkan oleh penurunan asupan makanan akibat anoreksia atau perasaan
proses pencernaan bahan makanan khususnya protein dan lemak akan terganggu.
Defekasi menjadi lebih sering dan feces menjadi berbuih (steatore) akibat gangguan
pencernaan lemak.
Evaluasi Diagnostik
pemeriksaan yang paling tepat untuk menegakkan diagnostik pankreatitis kronis. Tes
informasi ini diperlukan untuk mengambil keputusan apakah operasi reseksi pankreas
ditemukan. Berbeda dengan penderita pankreatitis akut, kadar amilase serum dan
jumlah sel darah putih mungkin tidak mengalami peningkatan yang berarti.
Penatalaksanaan
menjadi penyebab pada setiap pasien. Terapi ditujukan untuk mencegah serta
menangani serangan akut, mengurangi rasa nyeri serta gangguan rasa nyaman dan
1. Nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen diatasi dan dicegah
hipoglikemik oral.
ke dalam jejunum.
Penatalakssan bedah
Necrosis (IPN), yang apabila tidak tertangani dengan baik dapat berakibat sepsis.
Risiko mortalitas dari 40-70% pankreatitis terinfeksi lebih besar 20% daripada
pankreatitis yang steril atau tidak terinfeksi. Patogen yang paling umum ditemukan
pada nekrosis pankreatitis terinfeksi adalah bakteri gram negatif, yaitu Escherichia
coli, diikuti bakteri gram positif, bakteri anaerob dan terkadang terdapat infeksi jamur
retroperitoneal atau kultur positif pada necrotic fine needle aspirates (FNA).
terdapat perburukan klinis meskipun terapi maksimal atau terjadi pankreatitis akut
fulminan.
Tabel indikasi dan kontraindikasi open necrosectomy
Timing of Surgery
khusus seperti Multi Organ Failure (MOF) yang tidak menunjukkan perbaikan
setelah awitan penyakit timbul atau selambat-lambatnya lebih dari 4 minggu, karena
diharapkan proses nekrosis sudah tidak meluas dan tampak jelas batas antara daerah
nekrosis dengan yang sehat, sehingga daerah nekrosis dapat ditentukan untuk
surgery. Debridemant yang adekuat biasanya akan memberi hasil yang baik, sehingga
cukup satu kali operasi saja. Insisi garis tengah longitudinal dapat dilakukan sehingga
seluruh ruang abdomen dapat diakses, memungkinkan irigasi seluruh ruang abdomen,
dan dapat dilakukan ileostomi diversi jika nekrosis melibatkan area gastrokolika.
dipisahkan mendekati kurvatura yang paling lebar dari perut sehingga akan tampak
pankreas. Ketika sudah dapat memfokuskan bagian yang nekrosis lalu segera
debris telah dibersihkan dari ruang retroperitoneal dengan lavage beberapa liter
normal salin.
dengan lavage terbuka pada area nekrosis. Eksplorasi manual dan inspeksi visual pada
daerah semua ruang peritoneal dilakukan melalui insisi subkostal kiri untuk
menentukan luasnya nekrosis. Setelah debridemant, lesser sac dipasang sejenis cincin
dan mencegah luka, kemudian dikemas. Kateter jejunostomi dipasang sebagai jalur
pemberian nutrisi. Abdomen dibiarkan terbuka bersama dengan drain yang telah
untuk debridemant disertai pengemasan kembali (repacking) sampai tidak ada lagi
nekrosis dan tampak jaringan granulasi sehat. Setelah itu abdomen yang sebelumnya
dibiarkan terbuka dapat ditutup, dengan atau tanpa lavage pada rongga peritoneum.
Setelah memasuki ruang peritoneal melalui insisi garis tengah secara vertikal lalu
telusuri hal-hal berikut: eksplorasi secara sistematik dan inspeksi visual seluruh
bagian pankreas serta eksplorasi untuk menentukan seberapa luas nekrosis pada kedua
sac, dapat dilakukan melalui ligamen gastrokolika ditelusuri secara manual untuk
ekstensif pada daerah yang terdapat debris lalu dinding abdomen ditutup hingga
fascia. 48 jam kemudian dilakukan reoperasi dengan teknik yang sama, dan dilakukan
lagi dengan interval 48 jam hingga nekrosis tidak ada lagi. Kemudian ditutup secara
definitif dengan terpasang drain diatasnya. Drain diletakan sepanjang dibawah hepar
dan posterior dari fleksura hepatika di sisi kanan dan posterior dari fleksura inferior
dengan suction. Debridemant pada pankreas nekrosis dilakukan dengan blunt digital
dissection.
Setelah debridemant pada lesser sac, jaringan nekrosis secara sistematis dilihat pada
lalu dibawah menuju Gerota’s fascia dan semua nekrosis dibersihkan dengan blunt
dengan normal salin. Setelah irigasi dan hemostasis, empat kateter drainase (dua
tipe double-lumen Salem ukuran 20-24 Fr dan dua tipe single-lumen karet silikon
ukuran 28-32 Fr) yang akan dipasang masing-masing sisi sejumlah dua kateter, yang
diletakkan dengan kateter tip pada kepala dan ujung ekor pankreas, dibelakang
kolon ascending dan descending. Lumen yang berukuran kecil digunakan untuk aliran
kedalam lavage sedangkan ukuran besar untuk aliran keluar. Setelah meletakan
menciptakan lavage tertutup. 35 sampai 40 Liter cairan lavage digunakan pada hari
pertama, volume dapat dikurangi tergantung pada tampilan keluaran cairan dan klinis.
Tujuan teknik ini adalah untuk melakukan operasi cukup satu kali saja dengan
cara debridemant dan melepaskan jaringan nekrosis yang terinfeksi. Tujuan lainnya
berlanjut. Biasanya ruang peritoneal dimasuki melalui insisi garis tengah secara
vertikal yang dapat memberikan pajanan lebih baik dan penempatan drainase yang
optimal. Kolon transversum diangkat kearah depan dan mengakses lesser sac dengan
melalui mesokolon sebelah kiri. Saat nekrosis sangat luas, akan terdapat benjolan
pada sisi kiri mesokolon akibat proses nekrosis luas tersebut. Setelah menemukan
sekumpulan cairan dan jaringan nekrosis maka segera evakuasi dan kirim untuk
dilakukan kultur. Apabila nekrosis meluas hingga ke sisi kanan lesser sac, perlu
dilakukan insisi pada mesokolon sebelah kanan, pembuluh darah kolika media
diklem, dijahit dan dipisahkan. Nekrosektomi dilakukan secara tumpul dengan jari
pankreas diirigasi dengan beberapa liter normal salin. Berikutnya, Penrose drainase
digunakan untuk mengemas secara luas. Jumlah drainase ini tergantung ukuran dari
ruang kavitas pasca tindakan debrideman, dan akan dilepas 5-7 hari setelah pasca
operasi. Bila drainase dipasang dengan jumlah lebih dari satu maka dapat dilepas satu
antara pembedahan intervensi berulang dengan tingginya insidensi fistula usus besar,
fistula pankreas, obstruksi gaster, hernia insisional dan perdarahan dari kavitas yang
dengan lavage tertutup berkelanjutan pada lesser sac”, karena perbedaan utama dari
teknik-teknik yang ada bahwa evakuasi debris dan cairan inflamasi secara berulang
flouroskopi. Debrideman dibawa keluar menggunakan irigasi jet dan alat suction.
Prosedur ini diulang jika pasien gagal mengalami perbaikan dan dicurigai masih
terdapat sisa nekrosis terinfeksi, biasanya tiga sampai lima kali dibutuhkan untuk
MARPN terbukti lebih baik dalam menurunkan angka mortalitas dan kompliksi
bagian tubuh kiri di dekat titik keluar drain perkutaneus. Lalu drain menelusuri hingga
mendekati sediaan yang terinfeksi, kemudian dibersihkan dengan suction dan forsep
panjang, sebuah kamera laparoskopi digunakan melalui insisi yang telah dibuat
sebelumnya. Sistem kamera laparoskopi ini membantu sebagai penunjuk jalan dan
memberikan gambaran visual secara jelas pada bagian yang akan dinekrosektomi.
Endoskopi transluminal drainase atau nekrosektomi adalah teknik yang
dinding duodenum dipungsi atau ditembus untuk mencapai dinding yang nekrotik.
Lalu dimasukan kateter nasocystic kedalam ruangan nekrotik tersebut untuk dilakukan
irigasi berkala.
bantuan CT-Scan maupun dengan USG, namun penggunan USG sangat bergantung
dengan operator, dan gambar tampak tidak optimal sebagai penanda. Lokasi tempat
memasukan kateter PCD melalui rute retroperitoneal sebelah kiri atau kanan
tergantung kumpulan nekrosis terinfeksi berada dimana. PCD yang dilakukan secara
dini dapat meningkatkan kondisi pasien, dimana 33% pasien hanya membutuhkan
tindakan PCD dan hanya 17% berlanjut kepada nekrosektomi minimal invasif. Hasil
positif pada FNA selama 2-3 minggu pertama akan menjadi dasar untuk tindakan
PCD, walaupun PCD yang dini harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat
Terapi Antibiotik
terbukti, namun tidak meningkatkan angka harapan hidup. Bagaimana pun juga,
pemberian antibiotik dengan penetrasi yang baik, seperti carbapenem, quinolon dan
metronidazole, penting untuk mencegah infeksi pada pankreatitis tidak terinfeksi atau
steril. Lamanya pemberian antibiotik masih dalam perdebatan, secara umum antibiotik
dapat diberikan selama 2 minggu karena apabila diberikan hingga lebih dari 4 minggu
Gastroenterol 2006;101:2379-2400.
4. UK Working Party on Acute Pancreatitis. UK Guidelines for the Management
2011;1-16.
6. Vasiliadis K, dkk. The role of open necrosectomy in the current management