Anda di halaman 1dari 33

PENDAHULUAN

Pankreas merupakan suatu organ yang mempunyai fungsi endokrin dan

eksokrin, dan kedua fungsi ini saling berhubungan. Fungsi eksokrin yang utama

adalah untuk memfasilitasi proses pencernaan melalui sekresi enzim-enzim ke dalam

duodenum proksimal. Sekretin dan kolesistokinin-pankreozimin (CCC-PZ)

merupakan hormon traktus gastrointestinal yang membantu dalam mencerna zat-zat

makanan dengan mengendalikan sekret pankreas. Sekresi enzim pankreas yang

normal berkisar dari 1500-2500 mm/hari.

ANATOMI PANKREAS

Gambar 1. Anatomi Pankreas.

Bentuk seperti huruf “J” tengkurap dengan arah ekor yang sedikit naik.

Panjang 12-15 cm, berat 170 gr (dewasa). Penampang bentuk segitiga.


Bagian-bagian pancreas:

1. Caput  L2

2. Collum

3. Corpus  L1

4. Cauda  Th 12

Panreas sebagai kelenjar endokrin dan eksokrin. Mempunyai saluran keluar

disebut :

1. Ductus pancreaticus wirsungi (mayor).

2. Ductus pancreaticus acesorius santorini (minor).

1. CAPUT PANCREAS

Bentuk gepeng, terletak diantara kecekungan duodenum. Segi atas caput

pancreas tertutup disebelah depannya oleh pars superior duodeni. Segi bawah

menutupi pars horizontal duodeni. Segi bawah bagian kiri dari caput pancreas,

bentuknya agak menonjol kearah bawah disebut processus uncinatus. Didalam sulcus

yang dibentuk oleh duodenum dengan segi lateral kanan dan kiri segi bawah dari

caput pancreas terdapat arteri pancreatico duodenalis superior dan inferior yang

saling beranastomose.

2. COLLUM PANCREAS

Panjang + 2 cm. Menghadap atas depan, menghubungkan caput dengan corpus

pancreas. Dataran depan ditutupi oleh peritoneum dan duodenum. Dataran belakang

berhubungan dengan Vena Mesenterica superior dan permulaan Vena Porta

.
3. CORPUS PANCREAS

Penampangnya berbentuk segitiga. Facies anterior bentuknya sedikit konkaf

dan menghadap ke omentum mayus. Facies inferior tertutup oleh peritoneum. Ujung

kiri corpus pancreas menumpang pada flexura lienalis. Ujung kanan corpus pancreas

terletak pada flexura duodenojejunalis. Facies posterior tidak tertutup oleh peritoneum

dan langsung berhubungan dengan :

a. Vena lienalis

b. Vena renalis kiri

c. Aorta

d. Kelenjar supraren dan ren kiri

e. Vassa mesenterica inferior.

Pada pangkal corpus pancreas terdapat tuber omentale (menghadap keatas,

sedikit kedepan, berhubungan langsung dengan omentum minus (Ligamentum hepato

duodenale)).

4. CAUDA PANCREAS

Terletak intraperitoneum, masuk hilus lienalis di dalam ligamentum

phrenicolienale MARGO SUPERIOR. Dibentuk oelh facies posterior dan facies

anterior. Mulai dari tuber omentale kearah kiri. Terletak setinggi curvatura minor

gaster. Berhubungan dengan omentum minus (lembar belakang). Diatas, margo ini

berhubungan arteri coelica dan arteri hepatica communis.


Tabel 1. Vaskularisasi dan Persarafan pankreas

Artery Inferior pancreaticoduodenal artery, Superior pancreaticoduodenal artery


Vein Pancreaticoduodenal veins
Nerve Pancreatic plexus, celiac ganglia, vagus

FISIOLOGI PANKREAS

Pankreas merupakan suatu organ yang mempunyai fungsi endokrin dan

eksokrin, dan kedua fungsi ini saling berhubungan. Getah pankreas mengandung

enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan utama : protein, karbohidrat, dan

lemak.

Tabel 2. Fungsi endokrin pankreas

Name of cells Endocrine product % of islet cells Representative function


beta cells Insulin and Amylin 50-80% lower blood sugar
alpha cells Glucagon 15-20% raise blood sugar
delta cells Somatostatin 3-10% inhibit endocrine pancreas
PP cells Pancreatic polypeptide 1% inhibit exocrine pancreas

Tabel 3. Fungsi eksokrin pankreas

Name of cells Exocrine secretion Primary signal


Centroacinar cells bicarbonate ions Secretin
digestive enzymes

Basophilic cells CCK


(pancreatic amylase, Pancreatic lipase,

trypsinogen, chymotrypsinogen, etc.)


Gamabar 2. (a) struktur dari pankreas, (b) atas, sel-sel pankreas yang terdiri dari sel pulau-pulau

Langerhans (Fotomikrograf 75 x) dan bawah sel asinus pankreas (Fotomikrograf 200x).

Enzim proteolitik adalah tripsin, kimotrimsin, karboksipolipetidase,

ribonuklease, dan deoksiribonuklease. Tiga enzim pertama mencernakan protein

secara keseluruhan dan parsial, sedangkan nuklease memecahkan dua jenis asam

nukleat (asam ribonukleat dan deoksiriboneukleat).

Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amilase pankreas, yang

menghidrolisi pati, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain secuali selulosa

untuk membentuk disakaridan.

Enzim-enzim untuk pencernaan lemak adalah lipase pankreas, yang sanggup

menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam lemak, serta kolesterol esterase,

yang menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol.

Enzim-enzim proteolitik waktu disintesi dalam sel-sel pankreas berada dalam

bentuk: tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase yang tidak aktif. Zat-


zat ini hanya diaktivasi setelah mereka disekresi ke dalam saluran pencernaan.

Tripsinogen diaktifkan olehs suatu enzim yang dinamakan enterokinase, yang

disekresi oleh mukosa usus waktu kimus berontak dengan mukosa. Tripsinogen juga

dapat diaktifkan oleh tripsin menjadi kimotripsin, dan prokarboksipeptidase diaktifkan

dengan cara yang sama.

Sekresi ion Bikarobonat. Enzim-enzim getah pankreas seluruhnya disekresi

oleh asinus kelenjar pankreas. Sebaliknya, dua unsur penting getah pankreas lainnya,

air dan ion bikarbonat, terutama disekresi oleh sel-sel epitel duktulus-duktulus kecil

yang berasal dari asinus. Konsentrasi ion bikarbonat  145 mEq/liter menyediakan ion

alkali dalam jumlah besar dalam getah pankreas yang berperanan menetralkan asam

dalam kimus yang dimasukkan ke dalam duodenum dari lambung.

PANKREATITIS

Pankreatitis adalah reaksi pradangan pankreas (inflamasi pankreas).

Pankreatitis merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang

dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga

penyakit yang berjalan dengna cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai

pengobatan.

Terdapat beberap teori tentang penyebab dan mekanisme terjadinya

pankreatitis yang umumnya dinyatakan sebagai otodigesti pankreas. Umumnya semua

teori menyatakan bahwa duktus pankreatikus tersumbat, disertai oleh hipersekresi

enzim-enzim eksokrin dari pankreas tersebut. Enzim-enzim ini memasuki saluran

empedu dan diaktifkan di sana dan kemudian bersama-sama getah empedu mengalir

balik (refluks) ke dalam duktus pankreatikus sehingga terjadi pankreatitis.


Klasifikasi

Berdasarkan The Second International Symposium on the Classification of

Pancreatitis (Marseilles, 1980), pankreatitis dibagi atas:

a. Pankreatitis akut (fungsi pankreas kembali normal lagi).

b. Pankreatitis kronik (terdapat sisa-sisa kerusakan yang permanen).

Penyempurnaan klasifikasi dilakukan tahun 1992 dengan sistem klasifikasi

yang lebih berorientasi klinis; antara lain diputuskan bahwa indikator beratnya

pankreatitis akut yang terpenting adalah adanya gagal organ yakni adanya renjatan,

insufisiensi paru (PaO2 = 60 mmHg), gangguan ginjal (kreatinin > 2 mg/dl) dan

perdarahan saluran makan bagian atas (> 500 ml/24 jam). Adanya penyulit lokal

seperti nekrosis, pseudokista atau abses harus dimasukkan sebagai komponen

sekunder dalam penentuan beratnya pankreatitis. Sebelum tumbulnya gagal organ

atau nekrosis pankreas, terdapat 2 kriteria dini yang harus diukur yakni kriteria

Ranson dan APACHE II.

PANKREATITIS AKUT

Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan akut yang mengenai

pankreas dan ditandai oleh berbagai derajat edema, perdarahan dan nekrosis pada sel-

sel asinus dan pembuluh darah. Mortalitas dan gejala klinis bervariasi sesuai derajat

proses patologi. Bila hanya terdapat edema pankreas, mortalitas mungkin berkisar dari

5% sampai 10%, sedangkan perdarahan masif nekrotik mempunyai mortalitas 50%

sampai 80%.

Klasifikasi Pankreatitis Akut


Pankreatis akut memiliki keparahan yang berkisar dari kelainan yang relatif

ringan dan sembuh dengan sendirinya hingga penyakit yang dengan cepat menjadi

fatal serta tidak responsif terhadap berbagai terapi. Berdasarkan pada beratnya proses

peradangan dan luasnya nekrosis parenkim dapat dibedakan:

 Pankreatitis akut tipe intersitial

Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan tampak

pucat. Tidak didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimal

sekali. Secara mikroskopik, daerah intersitial melebar karena adanya edema

ekstraselular, disertai sebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN).

Saluran pankreas dapat terisi dengan bahan-bahan purulen. Tidak didapatkan

destruksi asinus. Meskipun bentuk ini dianggap sebagai bentuk pankreatitis

yang lebih ringan, namun pasien berada dalam keadaan sakit yang akut dan

berisiko mengalami syok, gangguan keseimbangan cairan serta elektrolit dan

sepsis.

 Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik,

Secara makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan

perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada

jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan pembuluh-pembuluh

darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan dapat mengisi ruangan

retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses atau daerah-daerah

nekrosis yang berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga dapat

menimbulkan abses yang purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya

nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong infiltrat yang

meradang dan berdarah ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan mati.

Pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah yang nekrotik


menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi peri vaskular, vaskulitis yang

nyata sampai nekrosis dan trombosis pembuluh-pembuluh darah.

Etiologi

Pankreatitis akut terjadi akibat proses tercernanya organ ini oleh enzim-

enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin. Delapan puluh persen penderita pankreatitis

akut mengalami penyakit pada duktus billiaris; meskipun demikian, hanya 5%

penderita batu empedu yang kemudian mengalami nekrosis. Batu empedu memasuki

duktus koledokus dan terperangkap dalam saluran ini pada daerah ampula Vateri,

menyumbat aliran getah pankreas atau menyebabkan aliran balik (refluks) getah

empedu dari duktus koledokus ke dalam duktus pankreastikus dan dengan demikian

akan mengaktifkan enzim-enzim yang kuat dalam pankreas. Spasme dan edema pada

ampula Vateri yang terjadi akibat duodenitis kemungkinan dapat menimbulkan

pankreatitis.

Tabel 4. Etiologi pankreatitis akut


a. Alkohol

b. Batu empedu

c. Pasca bedah

d. Pasca ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography)

e. Trauma terutama trauma tumpul

f. Metobolik (hipertrigliseridemia, hiperkalsemia, gagal ginjal)

g. Infeksi (virus parotitis, hepatitis, koksaki, askaris, mikoplasma)

h. Berhubungan dengan obat-obatan (azatioprin, 6 merkaptopurin, sulfonamid,


tiazid, furosemid, tetrasiklin)

i. Penyakit jaringan ikat (lupus eritematosus sistemik)

j. Lain-lain, seperti gangguan sirkulasi, stimulasi vagal

Patofisiologi

Pankreatitis akut merupakan penyakit seistemik yang terdiri dari dua fase.

Pertama, fase awal yang disebabkan efek sistemik pelepasan mediator inflamasi,

disebut sindrom respons inflamasi sistemik atau systemic inflamatory response

syndrome (SIRS) yang berlangsung sekitar 72 jam. Gambaran klinisnya menyerupai

sepsis, tetapi tidak ada bukti-bukti infeksi. Kedua, fase lanjut merupakan kegagalan

sistem pertahanan tubuh alami yang menyebabkan keterlibatan sampai kegagalan

multiorgan, yang biasanya dimulai pada awal minggu kedua. Kegagalan fungsi salah

satu organ merupakan penanda beratnya penyakit dan buruknya faktor prognosis.

Patogenesis

Sebagai kontras adanya berbagai fakror etiologi yang menyertai pankreatitis

akut, terdapat rangkaian kejadian patofisiologis yang uniform yang terjadi pada

timbulnya penyakit ini. Kejadian ini didasarkan pada aktivasi enzim di dalam

pankreas yang kemudian mengakibatkan autodigesti organ.

Dalam keadaan normal pankreas pankreas terlindung dari efek enzimatik

enzim digestinya sendiri. Enzim ini disintesis sebagai zimogen yang inaktif dan

diaktivasi dengan pemecahan rantai peptid secara enzimatik.


Selain itu terdapat inhibitor di dalam jaringan pankreas, cairan pankreas dan

serum sehingga dapat menginaktivasi protease yang diaktivasi terlalu dini. Dalam

proses aktivasi di dalam pankreas, peran penting terletak pada tripsin yang

mengaktivasi semua zimogen pankreas yang terlihat dapam proses autodigesti

(kimotripsin, proelastase, fosfolipase A).

Hanya lipase yang aktif yang tidak terganting pada tripsin. Aktivasi zimogen

secara normal dimulai oleh enterokinase di duodenum. Ini mengakibatkan mulanya

aktivasi tripsin yang kemudian mengaktivasi zimogen yang lain. Jadi diduga bahwa

aktivasi dini tripsinogen menjadi tripsin adalah pemicu bagi kaskade enzim dan

autodigesti pankreas
Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain adalah refluks isi

duodenum dan refluks cairan empedu, akticasi sistem komplemen, stimulasi, sekresi

enzim yang berlebihan. Isis duodenum merupakan campuran enzim pankreas yang

aktif, asam empedu, lisolesitin dan lemak yang telah mengalami emulsifikasi;

semuanya ini mampu manginduksi pankreatitis akut. Asam empedu mempunyai efek

detergen pada sel pankreas, meningkatkan aktivasi lipase dan fosfolipase A, memecah

lesitin menjadi lisolesitin dan asam lemak dan menginduksi spontan sejumlah kecil

proenzim pankreas yang lain. Selanjutnya perfusi asam empedu ke dalam duktus

pankreatikus yang utama menambah permeabilitas sehingga mengakibatkan

perubahan struktural yang jelas. Perfusi 16,16 dimetil prostaglandin E2 mengubah

penemuan histologik pankrataitis tipe edema ke tipe hemoragik.

CAIRAN EMPEDU

Asam empedu lesitin

Aktivasi fosfolipase

Substrat untuk pembentukan

Lisolesitin oleh fosfolipase A

Efek detergen

Gambar 4. Efek Cairan Empedu pada Pankreas


Kelainan histologis utama yang ditemukan pada pankreatitis akut adalah

nekrosis keoagulasi parenkim dan poknosis inti atau kariolisis yang cepat diikut oleh

degradasi asini yang nekrotik dan absopsi debris yang timbul. Adanya edema,

perdarahan dan trombosis menunjukkan kerusakan vaskular yang terjadi bersamaan.

Manifestasi klinis

Pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen hebat, melintang dan tembus ke

bagian punggung. Biasanya disertai muntah. Rasa nyeri dapat menjalar ke seluruh

abdomen, umumnya tidak dapat diatasi dengan obat analagesik biasa. Tidak jarang

pasien datang dengan kembung atau mengarah ke tanda-tanda ileus paralitik. Pada

fase lanjut, pasien datang dalam keadaan sindrom syok atau dengan hemodinamik

yang tidak stabil.

Diagnosis Pankratitis Akut

Diagnosis pankreatitis akut pada umumnya dapat ditetgakkan bilamana pada

pasien dengan nyeri perut bagian atas yang timbul tiba-tiba didapatkan :

1. Kenaikan amilase serum atau urine ataupun nilai lipase dalam serum

sedikitnya tiga kali harga normal tertinggi.

2. Atau penemuan utrasonografi yang sesuai dengan pankreatitis akut.

3. Atau dengan penemuan operasi/autopsi yang sesuai dengan pankretitis akut.

Kriteria yang dipakai untuk menegakkan diagnosa secara klinis praktis, salah

satunya adalah kriteria Ranson.


Tabel 5. Kriteria Ranson

Awal Dalam waktu 48 jam

Umur > 55 tahun Ht menurun > 10%

Leukosit > 16.000/mm3 BUN naik > 5 mg/dl

Glukosa > 200 mg/dl Ca2+ < 8 mg/dl

LDH > 350 IU/L PaO2 < 60 mmHg

SGOT > 250 UI/L Base deficit > 4 mEq/L

Interpretasi klinik kriteria Ranson

Kriteria awal menggambarkan beratnya proses inflamasi. Sedangkan kriteria

akhir waktu 48 jam menggambarkan efek sistemik aktivitas enzim terhadap organ

target, seperti paru dan ginjal.

Tabel 6. Penilaian kriteria Ranson

Skor Mortalitas

>3 0%

3-5 10-20%

>5 > 50%, biasanya sesuai dengan pankreatitis nekrotikans

TABLE 7

APACHE II Scoring System

Feature Acute physiology score (APS)

Variable +4 +3 +2 +1 0 +1 +2 +3 +4

Temperature ≥41 30 - 38.5 36 to 34 to 32 to 30 to ≤29.9

40.9 to 38.4 35.9 33.9 31.9

38.9
Mean arterial ≥160 130 to 110 70 to 50 to <49

BP 159 to 109 69

129

Heart rate ≥180 140 to 110 70 to 55 to 40 to ≤39

179 to 109 69 54

139

Respiratory ≥50 35 to 25 to 12 to 10 to 6 to 9 <5

rate 49 34 24 11

A-aPo2* ≥500 350 to 200 <100 61 to 55 to <55

499 to 70 60

349

Pao2§ >70

Arterial pH ≥7.7 7.6 to 7.5 to 7.33 7.25 7.15 <7.15

7.69 7.59 to to to

7.49 7.32 7.24

Serum ≥52 41 to 32 to 23 to 18 to 15 to <15

bicarbonate¥ 51.9 40.9 31.9 21.9 17.9

Serum sodium ≥180 160 155 150 130 to 120 111 ≤110

to to to 149 to to

179 159 154 129 119

Serum ≥7 6 to 5.5 to 3.5 to 3 to 2.5 to <2.5

potassium 6.9 5.9 5.4 3.4 2.9

Serum ≥3.5 2 to 1.5 to 0.6 to <0.6

creatinine 3.4 1.9 1.4

Hematocrit ≥60 50 to 46 to 30 to 20 to <20

59.9 49.9 45.9 29.9

WBC count ≥40 20 to 15 to 3 to 1 to <1

39.9 19.9 14.9 2.9


BP = blood pressure; A-aPo2 = alveolar-arterial oxygen pressure; Pao2 = partial pressure of oxygen in arterial

blood; WBC = white blood cell.

*--Use if percentage of inspired oxygen (Fio2) >50 percent.

§--Use if Fio2 <50 percent.

¥--Use only if no arterial blood gas measurements are available.

Age points (AP) Chronic health problems (CHP) Scoring

Age Points For patients with history of severe organ system APS + AP + CHP

insufficiency or immunocompromise, assign points as = total score

≤44 0 follows:

Nonoperative or emergency postoperative: 5


45 to 2
points
54
Elective postoperative: 2 points
55 to 3

64

65 to 5

74

Scores indicating abnormal reading: on admission, >9; after 24 hours, >10; after 48 hours, >9.
Kriteria lain, yang bersifat klinis praktis yang terutama diperlukan di tempat

dengan sarana diagnostik terbatas dirancang oleh subbagian Gastroenterologi

RSUPNCM.

Tabel 7. Kriteria penilaian pankreatitis akut

Gejala Skor

Nyeri epigastrium menetap > 5 jam 1

Mual, muntah 1

Nyeri peri umbilikal 2

Keadaan umum sedang-berat 1

Nadi > 90 x/menit 1

Suhu aksila > 37,5ºC 1

Nyeri hipogastrium kiri/kanan 1

Leukositosis > 10.000/ul 1

Penialaian : Bila skor > 9, diagnosis klinis pankreatitis akut dapat ditegakkan dengan

sensitivitas 92,3%, spesifitas 64%, nilai prediktif positif 36%, dan nilai prediktif negatif 7,7%.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pankreatitis akut bersifat simtomatik dan ditujukan untuk

mencegah atau mengatasi komplikasi. Semua asupan per oral harus dihentikan untuk

menghambat stimulasi dan sekresi pankreas. Pelaksanaan TPN (total parental

nutrition) pada pankreatitis akut biasanya menjadi bagian terapi yang penting, khusus

pada pasien dengan keadaan umum yang buruk, sebagai akibat dari stres metabolik

yang menyertai pankreatitis akut. Pemasangan NGT dengan pengisapan (suction) isi

lambung dapat dilakukan untuk meredakan gejala mual dan muntah, mengurangi

distensi abdomen yang nyeri dan ileus paralitik serta untuk mengeluarkan asam

klorida.
1. Penanganan Nyeri. Pemberian obat pereda nyeri yang adekuat merupakan

tindakan yang esensial dalam perjalanan penyakit pankreatitis akut karena

akan mengurangi rasa nyeri dan kegelisahan yang dapat menstimulasi sekresi

pankreas.

2. Perawatan Intensif. Koreksi terhadap kehilangan cairan serta darah dan kadar

albumin yang rendah diperlukan untuk mempertahankan volume cairan serta

mencegah gagal ginjal akut.

3. Perawatan Respiratorius. Perawatan respiratorius yang agresif diperlukan

karena risiko untuk terjadinya elevasi diafragma, infiltrasi serta efusi dalam

paru dan atelektasis cenderung tinggi.

4. Drainase Bilier. Pemasangan drainase bilier dalam duktus pankreatikus

melalui endoskopi telah dilakukan dengan keberhasilan yang terbatas. Terapi

ini akan membentuk kembali aliran pankreas dan akibatnya, akan mengurangi

rasa sakit serta menaikkan berat badan.

5. Penatalaksanaan Pasca-akut. Antasid dapat diberikan ketika gejala akut

pankreatitis mulai menghilang. Pemberian makanan makanan per oral yang

rendah lemak dan protein dimulai secara bertahap. Kafein dan alkohol tidak

boleh terdapat dalam makanan pasien.

6. Pertimbangan Gerontik. Pankreatitis akut dapat mengenai segala usia;

meskipun demikian, angka mortalitas pankreatitis akut meningkat bersamaan

dengan pertambahan usia.

TINDAKAN BEDAH

Tindakan segera untuk eksplorasi bedah pada umumnya tidak dilakukan,

kecuali pada kasus-kasus berat di mana terdapat:


1. Perburukan sirkulasi dan fungsi paru sesudah beberapa hari terapi intensif.

2. Pada kasus pankreatitis hemoragik nekrosis yang disertai dengan rejatan yang

sukar diatasi.

3. Timbulnya sepsis.

4. Gangguan fungsi ginjal yang progresif.

5. Tanda-tanda peritonitis.

6. Bendungan dari infeksi saluran empedu.

7. Perdarahan intestinal yang berat.

Tindakan bedah juga dapat dilakukan sesudah penyakit berjalan beberapa

waktu (kebanyakan sesudah 2-3 minggu perawatan intensif) bilamana timbul penyulit

seperti pembentukan pseudokista atau abses, pembentukan fistel, ileus karena

obstruksi pada duodenum atau kolon, pada perdarahan hebat retroperitoneal atau

intestinal.

PANKREATITIS KRONIS

Pankreatitis kronis merupakan kelainan inflamasi yag ditandai oleh

kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif pada pankreas. Dengan

digantikannya sel-sel pankreas yang normal oleh jaringa ikat akibat serangan

pankreatitis yang berulang-ulang, maka tekanan dalam pankreas akan meningkat.

Hasil akhirnya adalah obstruksi mekanis duktus pankreatikus, koledokus dan

duodenum. Di samping itu akan terjadi pula atrofi epitel duktus tersebut, inflamasi

dan destruksi sel-sel pankreas yang melaksanakan fungsi sekresi.

Etiologi
Konsumsi alkohol dalam masyarakat barat dan malnutrisi yang terdapat di

seluruh dunia merupakan penyebab pankreatitis kronis. Pada alkoholisme, insiden

pankreatitis 50 kali lebih tinggi dibandingkan insidens dalam populasi bukan

peminum. Konsumsi alkohol dalam waktu lama menyebabkan hipersekresi protein

dalam sekret pankreas. Akibatnya akan terbentuk sumbat protein dan batu (kalkuli)

dalam duktus pankreas. Alkohol juga memiliki efek toksik yang langsung pada sel-sel

pankreas. Kemungkinan terjadinya kerusakan sel-sel ini akan lebih parah pada pasien-

pasien yang kandungan protein dalam makanannya buruk atau yang kandungan

lemaknya terlampau tinggi atau rendah.

Manifestasi klinis

Insidens pankreatitis kronis meningkat pada laki-laki dewasa dan ditandai oleh

serangan nyeri hebat di daerah abdomen bagian atas dan punggung, disertai muntah.

Serangan nyeri sering sangat hebat sehingga pemberian preparat narkotik, sekalipun

dengan dosis tinggi, tidak mampu meredakan nyeri tersebut. Resiko ketergantungan

opiat akan meningkat pada pankreatitis karena sifatnya yang kronis dan hebatnya rasa

nyeri.

Penurunan berat badan merupakan masalah utama pada pankreatitis kronis.

Biasanya disebabkan oleh penurunan asupan makanan akibat anoreksia atau perasaan

takut bahwa makan akan memicu serangan berikutnya. Malabsorbsi mengakibatkan

proses pencernaan bahan makanan khususnya protein dan lemak akan terganggu.

Defekasi menjadi lebih sering dan feces menjadi berbuih (steatore) akibat gangguan

pencernaan lemak.
Evaluasi Diagnostik

ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography) merupakan

pemeriksaan yang paling tepat untuk menegakkan diagnostik pankreatitis kronis. Tes

toleransi glukosa dapat mengevaluasi fungsi sel-sel pulau Langerhans pankreas;

informasi ini diperlukan untuk mengambil keputusan apakah operasi reseksi pankreas

diperlukan. Hasil abnormal yang merupakan indikasi penyakit diabetes dapat

ditemukan. Berbeda dengan penderita pankreatitis akut, kadar amilase serum dan

jumlah sel darah putih mungkin tidak mengalami peningkatan yang berarti.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pankreatitis kronis bergantung pada kelaian yang mungkin

menjadi penyebab pada setiap pasien. Terapi ditujukan untuk mencegah serta

menangani serangan akut, mengurangi rasa nyeri serta gangguan rasa nyaman dan

menangani insufisiensi eksokrin serta endokrin yang terdapat pada pankreatitis.

1. Nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen diatasi dan dicegah

dengan cara seperti yang dalakukan pada pankreatitis akut.

2. Diabetes mellitus yang terjadi akibat disfungsi sel-sel pulai Langerhans

pankreas dapat diatasi dengan diet, pemberian insulin atau obat-obat

hipoglikemik oral.

3. Pembedahan umumnya dilakukan untuk mengurangi nyeri abdomen serta

gangguan rasa nyaman, memulihkan drainase sekresi pankreas dan

mengurangi frekuensi serangan pankreatitis akut.


4. Pankreatikojejunostomi dengan anastomosis side-to-side atau penyambungn

duktus pankreatikus dengan jejunum memungkinkan drainase sekresi pankreas

ke dalam jejunum.

5. Ototransplantsi atau implantasi sel-sel pulau Langerhans dari pasien sendiri

pernah diupayakan untuk memelihara fungsi endokrin pankreas.

Penatalakssan bedah

Berdasarkan beberapa literatur, 15-30% dari semua pankreatitis dapat

berkembang menjadi nekrosis pankreatitis terinfeksi atau Infected Pancreatitis

Necrosis (IPN), yang apabila tidak tertangani dengan baik dapat berakibat sepsis.

Risiko mortalitas dari 40-70% pankreatitis terinfeksi lebih besar 20% daripada

pankreatitis yang steril atau tidak terinfeksi. Patogen yang paling umum ditemukan

pada nekrosis pankreatitis terinfeksi adalah bakteri gram negatif, yaitu Escherichia

coli, diikuti bakteri gram positif, bakteri anaerob dan terkadang terdapat infeksi jamur

terutama pada pasien dengan riwayat penggunaan antibiotik jangka panjang.

Diagnosis IPN dapat ditegakkan dengan CT Scan berdasarkan keberadaan gas

retroperitoneal atau kultur positif pada necrotic fine needle aspirates (FNA).

Penanganan gold standard pada IPN adalah tindakan pembedahan. Tindakan

pembedahan terbukti menurunkan angka mortalitas hingga 20%. Sedangkan pada

nekrosis pankreatitis steril, terapi pilihan yaitu manajemen konservatif kecuali

terdapat perburukan klinis meskipun terapi maksimal atau terjadi pankreatitis akut

fulminan.
Tabel indikasi dan kontraindikasi open necrosectomy

Timing of Surgery

Tindakan pembedahan harus memperhatikan waktu-waktu tertentu, yaitu tidak

direkomendasikan sebelum 14 hari setelah awitan penyakit, kecuali ada indikasi

khusus seperti Multi Organ Failure (MOF) yang tidak menunjukkan perbaikan

meskipun dengan terapi maksimal dan apabila terdapat sindrom kompartemen

abdomen. Waktu pembedahan yang direkomendasikan adalah diatas 2-3 minggu

setelah awitan penyakit timbul atau selambat-lambatnya lebih dari 4 minggu, karena

diharapkan proses nekrosis sudah tidak meluas dan tampak jelas batas antara daerah

nekrosis dengan yang sehat, sehingga daerah nekrosis dapat ditentukan untuk

direseksi dan dapat membantu menurunkan risiko perdarahan.


Tindakan Pembedahan

Terdapat empat prinsip teknik dalam tindakan pembedahan (open

necrosectomy) pada pankreatitis terinfeksi, yatiu:

1. Nekrosektomi dikombinasikan dengan Open Packing

2. Relaparotomi bertahap terencana dengan lavage berulang

3. Lavage tertutup berkelanjutan pada lesser sac dan retroperitoneum

4. Teknik closed packing

Nekrosektomi secara klasik harus dilakukan secara open

surgery. Debridemant yang adekuat biasanya akan memberi hasil yang baik, sehingga

cukup satu kali operasi saja. Insisi garis tengah longitudinal dapat dilakukan sehingga

seluruh ruang abdomen dapat diakses, memungkinkan irigasi seluruh ruang abdomen,

dan dapat dilakukan ileostomi diversi jika nekrosis melibatkan area gastrokolika.

Setelah memasuki ruang abdomen, ligamen gastrokolika dan duodenokolikan

dipisahkan mendekati kurvatura yang paling lebar dari perut sehingga akan tampak

pankreas. Ketika sudah dapat memfokuskan bagian yang nekrosis lalu segera

dilakukan debridemant. Tindakan nekrosektomi terbuka (open necrosectomy) harus

menghindari kesalahan dalam pengangkatan jaringan yang masih vital dan

mengurangi komplikasi perdarahan yang berlebih. Setelah semua dilakukan, pastikan

debris telah dibersihkan dari ruang retroperitoneal dengan lavage beberapa liter

normal salin.

A. Teknik Nekrosektomi Dikombinasikan dengan Open Packing


Teknik ini dilakukan berdasarkan prinsip reoperasi berkelanjutan,

dengan lavage terbuka pada area nekrosis. Eksplorasi manual dan inspeksi visual pada

daerah semua ruang peritoneal dilakukan melalui insisi subkostal kiri untuk

menentukan luasnya nekrosis. Setelah debridemant, lesser sac dipasang sejenis cincin

dengan bahan non-adherent untuk melindungi permukaan intestinal yang berdekatan

dan mencegah luka, kemudian dikemas. Kateter jejunostomi dipasang sebagai jalur

pemberian nutrisi. Abdomen dibiarkan terbuka bersama dengan drain yang telah

terpasang dan pasien kembali lagi ke kamar operasi tiap 24 – 48 jam

untuk debridemant disertai pengemasan kembali (repacking) sampai tidak ada lagi

nekrosis dan tampak jaringan granulasi sehat. Setelah itu abdomen yang sebelumnya

dibiarkan terbuka dapat ditutup, dengan atau tanpa lavage pada rongga peritoneum.

B. Teknik relaparotomi bertahap terencana dengan lavage berulang

Setelah memasuki ruang peritoneal melalui insisi garis tengah secara vertikal lalu

telusuri hal-hal berikut: eksplorasi secara sistematik dan inspeksi visual seluruh

bagian pankreas serta eksplorasi untuk menentukan seberapa luas nekrosis pada kedua

saluran parakolika, bagian akar usus besar mesenterika di bawah mesokolon

transversum dan jaringan suprapanreatic retroperitoneum. Memasuki lesser omental

sac, dapat dilakukan melalui ligamen gastrokolika ditelusuri secara manual untuk

mengidentifikasi kavitas apakah mengandung nekrosis di dalam lesser sac. Setelah

ruang nekrosis terpapar, dilakukan nekrosektomi kemudian diikuti dengan irigiasi

ekstensif pada daerah yang terdapat debris lalu dinding abdomen ditutup hingga

fascia. 48 jam kemudian dilakukan reoperasi dengan teknik yang sama, dan dilakukan

lagi dengan interval 48 jam hingga nekrosis tidak ada lagi. Kemudian ditutup secara

definitif dengan terpasang drain diatasnya. Drain diletakan sepanjang dibawah hepar
dan posterior dari fleksura hepatika di sisi kanan dan posterior dari fleksura inferior

splenic hingga sisi kiri limpa.

C. Teknik Lavage tertutup berkelanjutan pada lesser sac dan retroperitoneum

Setelah memasuki ruang peritoneal melalui insisi garis tengah secara

vertikal, lesser sac dibuka dengan memisahkan ligamen duodenokolika dan

gastrrokolika mendekati kurvatura terbesar perut dibagian inferior dari pembuluh

darah gastroepiploika. Semua cairan yang terkumpul dibuka dan dievakuasi

dengan suction. Debridemant pada pankreas nekrosis dilakukan dengan blunt digital

dissection.

Setelah debridemant pada lesser sac, jaringan nekrosis secara sistematis dilihat pada

daerah retroperitoneum di belakang kolon transversum, ascending dan descending,

lalu dibawah menuju Gerota’s fascia dan semua nekrosis dibersihkan dengan blunt

dissection. Setelah nekrosektomi, area panrkeas dan ruang retroperitoneal diirigasi

dengan normal salin. Setelah irigasi dan hemostasis, empat kateter drainase (dua

tipe double-lumen Salem ukuran 20-24 Fr dan dua tipe single-lumen karet silikon

ukuran 28-32 Fr) yang akan dipasang masing-masing sisi sejumlah dua kateter, yang

langsung berhubungan dengan sisi kontralateral dari ruang peripankreatik dan

diletakkan dengan kateter tip pada kepala dan ujung ekor pankreas, dibelakang

kolon ascending dan descending. Lumen yang berukuran kecil digunakan untuk aliran

kedalam lavage sedangkan ukuran besar untuk aliran keluar. Setelah meletakan

drainase, lalu ligamen duodenokolika dan gastrrokolika dijahit bersama untuk

menciptakan lavage tertutup. 35 sampai 40 Liter cairan lavage digunakan pada hari

pertama, volume dapat dikurangi tergantung pada tampilan keluaran cairan dan klinis.

Drainase dapat dilepas dalam 2-3 minggu berikutnya.


D. Teknik dengan Closed Packing

Tujuan teknik ini adalah untuk melakukan operasi cukup satu kali saja dengan

cara debridemant dan melepaskan jaringan nekrosis yang terinfeksi. Tujuan lainnya

adalah meminimalisir kebutuhan operasi berulang dan drainase pankreas yang

berlanjut. Biasanya ruang peritoneal dimasuki melalui insisi garis tengah secara

vertikal yang dapat memberikan pajanan lebih baik dan penempatan drainase yang

optimal. Kolon transversum diangkat kearah depan dan mengakses lesser sac dengan

melalui mesokolon sebelah kiri. Saat nekrosis sangat luas, akan terdapat benjolan

pada sisi kiri mesokolon akibat proses nekrosis luas tersebut. Setelah menemukan

sekumpulan cairan dan jaringan nekrosis maka segera evakuasi dan kirim untuk

dilakukan kultur. Apabila nekrosis meluas hingga ke sisi kanan lesser sac, perlu

dilakukan insisi pada mesokolon sebelah kanan, pembuluh darah kolika media

diklem, dijahit dan dipisahkan. Nekrosektomi dilakukan secara tumpul dengan jari

atau dengan spons. Setelah seluruhnya dilakukan nekrosektomi/ debridemant,

pankreas diirigasi dengan beberapa liter normal salin. Berikutnya, Penrose drainase

digunakan untuk mengemas secara luas. Jumlah drainase ini tergantung ukuran dari

ruang kavitas pasca tindakan debrideman, dan akan dilepas 5-7 hari setelah pasca

operasi. Bila drainase dipasang dengan jumlah lebih dari satu maka dapat dilepas satu

hari satu drain hingga seterusnya. Kemudian insisi di abdomen ditutup.


Gambar open necrosectomy

Keuntungan dan Kekurangan Teknik-Teknik Open Necrosectomy

Teknik operasi “Open Packing” dan “relaparotomi bertahap terencana

dengan lavage berulang” dihubungkan dengan penurunan secara signifikan angka

rekurensi sepsis abdominal pasca tindakan operasi tersebut dibandingkan

dengan single necrosectomy. Namun bagaimanapun juga kedua teknik itu

memanipulasi secara berulang sebelum penutupan dinding abdomen sehingga

meningkatkan insidensi komplikasi pasca operasi secara signifikan. Terdapat korelasi

antara pembedahan intervensi berulang dengan tingginya insidensi fistula usus besar,

fistula pankreas, obstruksi gaster, hernia insisional dan perdarahan dari kavitas yang

dilakukan debridemant berulang sehingga terjadi komplikasi iatrogenik dibandingkan

dengan teknik lavage tertutup berkelanjutan dan teknik “closed packing”

Teknik operasi yang paling sering dilakukan adalah “nekrosektomi

dengan lavage tertutup berkelanjutan pada lesser sac”, karena perbedaan utama dari

teknik-teknik yang ada bahwa evakuasi debris dan cairan inflamasi secara berulang

hingga bersih dapat meningkatkan keberhasilan sehingga reoperasi dapat jarang

dilakukan dan menurunkan insidensi fistula.


Tindakan Pembedahan Nekrosektomi Minimal Invasif

Terdapat dua tindakan pembedahan dengan cara minimal invasif,

yaitu minimal access retroperitoneal pancreatic necrosectomy (MARPN) dan video-

assisted retroperitoneal debrideman (VARD). Kedua prosedur tersebut dilakukan

dengan bantuan secara radiologi dalam menggunakan kateter drainase.

Pada MARPN, nephroscope dimasukan menuju sediaan yang terinfeksi

setelah dilakukan pelebaran jalur drainase hingga ukuran 30 Fr dengan bantuan

flouroskopi. Debrideman dibawa keluar menggunakan irigasi jet dan alat suction.

Prosedur ini diulang jika pasien gagal mengalami perbaikan dan dicurigai masih

terdapat sisa nekrosis terinfeksi, biasanya tiga sampai lima kali dibutuhkan untuk

mencapai nekrosektomi yang adekuat. Beberapa literatur dengan studi kohort,

MARPN terbukti lebih baik dalam menurunkan angka mortalitas dan kompliksi

dibandingkan dengan nekrosektomi terbuka.

Teknik VARD dilakukan dengan cara membuat insisi 5 cm di subcostal pada

bagian tubuh kiri di dekat titik keluar drain perkutaneus. Lalu drain menelusuri hingga

mendekati sediaan yang terinfeksi, kemudian dibersihkan dengan suction dan forsep

panjang, sebuah kamera laparoskopi digunakan melalui insisi yang telah dibuat

sebelumnya. Sistem kamera laparoskopi ini membantu sebagai penunjuk jalan dan

memberikan gambaran visual secara jelas pada bagian yang akan dinekrosektomi.
Endoskopi transluminal drainase atau nekrosektomi adalah teknik yang

dikembangkan berdasarkan teknik diatas. Dengan bantuan endoskopi, gaster atau

dinding duodenum dipungsi atau ditembus untuk mencapai dinding yang nekrotik.

Lalu dimasukan kateter nasocystic kedalam ruangan nekrotik tersebut untuk dilakukan

irigasi berkala.

Percutaneus catheter drainage (PCD), merupakan langkah pertama pada

pendekatan penanganan pankreatitis terinfeksi sebelum melangkah ke langkah

selanjutnya, yaitu nekrosektomi minimal invasif. Kateter dimasukan dapat dengan

bantuan CT-Scan maupun dengan USG, namun penggunan USG sangat bergantung

dengan operator, dan gambar tampak tidak optimal sebagai penanda. Lokasi tempat

memasukan kateter PCD melalui rute retroperitoneal sebelah kiri atau kanan

tergantung kumpulan nekrosis terinfeksi berada dimana. PCD yang dilakukan secara

dini dapat meningkatkan kondisi pasien, dimana 33% pasien hanya membutuhkan

tindakan PCD dan hanya 17% berlanjut kepada nekrosektomi minimal invasif. Hasil
positif pada FNA selama 2-3 minggu pertama akan menjadi dasar untuk tindakan

PCD, walaupun PCD yang dini harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat

menyebabkan kondisi steril pankreatitis menjadi terinfeksi.

Terapi Antibiotik

Penggunaan antibiotik spektrum luas untuk mengurangi angka infeksi cukup

terbukti, namun tidak meningkatkan angka harapan hidup. Bagaimana pun juga,

pemberian antibiotik dengan penetrasi yang baik, seperti carbapenem, quinolon dan

metronidazole, penting untuk mencegah infeksi pada pankreatitis tidak terinfeksi atau

steril. Lamanya pemberian antibiotik masih dalam perdebatan, secara umum antibiotik

dapat diberikan selama 2 minggu karena apabila diberikan hingga lebih dari 4 minggu

dapat menyebabkan terjadinya infeksi jamur.

Algoritma Penanganan Pankreatitis Terinfeksi


DAFTAR PUSTAKA
1. Suharjo JB, Cahyono B. Tatalaksana Terkini Pankreatitis Akut. Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada bagian Gastroenterohepatologi. Vol. 27

No.2. Yogyakarta. 2014;p43-50.


2. Tenner S,et al. American College of Gastroenterology Guideline :

Management of Acute Pancreatitis. Am J Gastroenterol. America. 2013:p1-16.


3. Banks et al. Practice Guideline in Acute Pancreatitis. America. Am J

Gastroenterol 2006;101:2379-2400.
4. UK Working Party on Acute Pancreatitis. UK Guidelines for the Management

of Acute Pancreatitis. Gut 2005;54:1-9.


5. Soetikno RD. Severe Acute Pancreatitis. Bagian Radiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Padjajaran Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin Bandung.

2011;1-16.
6. Vasiliadis K, dkk. The role of open necrosectomy in the current management

of acute necrotizing pancreatitis: a review article. Hindawi Publishing

Corporation. 2013; 32(4):1-10.


7. Da Costa, dkk. Staged multidisciplinary step-up management for

necrotizing pancreatitis. BJS. 2014; 101: 65-79.


8. Nilesh, Agarwal P, Gandhi V. Management of severe acute pancreatitis. Indian

J Surg. 2012; 74(1):40-6.


9. Wronski M, dkk. Ultrasound-guided percutaneous drainage of infected

pancreatic necrosis. Surg Endosc. 2013; 27:2841-8.


10. George HS, dkk. Current trends in the management of infected necrotizing

pancreatitis. Bentham Science Publishers. 2010; 10: 9-145

Anda mungkin juga menyukai