Anda di halaman 1dari 30

I.

TUJUAN PERCOBAAN
Mengisolasi senyawa tunggal dari simplisia cabe jawa dengan beberapa tahapan,
yaitu skrining fitokimia, ekstraksi, pemantauan ekstrak, fraksinasi, pemantauan

fraksi, pemurnian, uji kemurnian, karakterisasi, dan identifikasi isolat.


Melakukan uji skrining fitokimia pada simplisia cabe jawa yang terdiri dari
skrining tannin dan polifenol, flavonoid, antrakuinon, monoterpen dan

seskuiterpen, steroid dan triterpenoid, saponin, dan alkaloid.


Menghitung nilai rendemen ekstrak cabe jawa
Mengekstraksi simplisia cabe jawa menggunakan dengan metode refluks
Melakukan fraksinasi terhadap ekstrak cabe jawa dengan metode Ekstraksi Cair-

Cair
Melakukan fraksinasi terhadap ekstrak cabe jawa dengan metode Kromatografi

Cair Vakum
Melakukan pemantauan fraksi cabe jawa dengan metode Kromatografi Lapis Tipis
Melakukan pemantauan ekstrak cabe jawa dengan pengujian Kromatografi Lapis

Tipis
Melakukan pemurnian fraksi cabe jawa dengan metode Kromatografi Lapis Tipis

Preparatif
Melakukan pemurnian bercak pita yang terdapat pada plat KLT Preparatif dengan

metode Kristalisasi
Melakukan uji kemurnian senyawa target dengan metode pengujian titik leleh
Melakukan uji kemurnian senyawa target dengan pengujian Kromatografi Lapis
Tipis Dua Dimensi

II. TEORI DASAR


I.A.1. Skrining fitokimia
Skrinning fitokimia atau penapisan fitokimia merupakan tahap awal dalam
mengidentifikasi kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan karena pada tahap ini

dapat ditentukan golongan senyawa kimia yang di kandung. Metode ini merupakan salah satu
pendekatan yang lazim digunakan untuk mencari komponen senyawa kimia tumbuhan yang
memiliki aktivitas biologi. Penapisan fitokimia dilakukan menurut metode Cuiley (1984).
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui komponen kimia pada tumbuhan tersebut
secara kualitatif. Misalnya : identifikasi tannin dilakukan dengan menambahkan 1-2 besi (III)
klorida pada sari alcohol. Terjadinya warna biru kehitaman menunjukkan adanya tannin galat
sedang warna hijau kehitaman menunjukan adanya tannin katekol.
Penapisan fitokimia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui informasi awal
golongan senyawa sehingga memudahkan proses pengisolasiannya. Selain itu juga bertujuan
untuk mengetahui apakah suatu jenis tumbuhan tersebut potensial untuk dimanfaatkan.
Metode-metode dasar penapisan fitokimia harus memenuhi syarat-syarat sederhana, cepat,
limit deteksi rendah dan tegas. (Harbone, 1977)
Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa kimia
atau biasa disebut dengan skrining fitokimia yang terkandung dalam tanaman. Metode ini
digunakan untuk mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat,
tannin, saponin, kumarin, quinon, steroid / terpenoid (Teyler. V. E, 1988).Skrining fitokimia
adalah metode analisis untuk menentukan jenis metabolit sekunder yang terdapat dalam
tumbuh tumbuhan

karena sifatnya yang dapat bereaksi secara khas dengan pereaksi

tertentu. Skrining fitokimia dilakukan melalui serangkaian pengujian dengan menggunakan


pereaksi tertentu.
Metode yang digunakan untuk penapisan fitokimia harus memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut: sederhana dan cepat, menggunakan peralatan sesedikit mungkin,
selektif untuk sekelompok senyawa tertentu dan dapat memberikan informasi tambahan
mengenai keberadaan suatu senyawa tertentu dan kelompok senyawa yang sedang diperiksa.

I.A.2.Penentuan golongan

Identifikasi suatu kandungan tumbuhan, setelah kandungannya diisolasi dan


dimurnikan pertama-tama harus ditentukan dulu golongannya kemudian baru ditentukan jenis
senyawanya. Golongan senyawa biasanya dapat ditentukan dengan uji warna, penentuan
kelarutan, bilangan Rf dan ciri spektrum UV. Identifikasi dengan X-ray dapat menentukan
struktur kimia dan stereokimianya. (Harbone, 1977)
Golongan senyawa kimia dapat ditentukan dengan cara:

uji warna

penentuan kelarutan

bilangan Rf

ciri spektrum UV

namun secara umum penentuan golongan senyawa kimia dilakukan denga cara uji
warna dengan menggunakan pereaksi yang spesifik karena dirasakan lebih sederhana.

I.A.3.Golongan senyawa
A. Alkaloid
Pengertian Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa organik yang mengandung nitrogen dari tumbuhan
murni, berupa senyawa heterolitik yang kopleks struktur dan hampir semuanya
mempunyai kereaktifan farmakologi yang hebat. Setelah diekstraksi alkaloid bebas
dapat diperoleh dengan pengolahan lanjutan dengan basa dalam air. Berapi cincin
lima/enam yang mempunyai atom IV. (Fessenden, 1999)

Sifat Alkaloid
Umumnya kristal padat (ada juga yang cair), memutar bidang polarisasi clevo,

larut air tetapi ada juga yang tidak larut, bersifat basa N, pahit, membentuk endapan
bila ditambahkan dengan asam tamat dan fosfomolibdat yang merupakan cara
pemisahan dan pemurnian serta sebagai antidetum. (Leswara, 2005)

Identifikasi Alkaloid

Identifikasi biasanya dilakukan dengan menggunakan larutan-larutan pereaksi


yang khas yang pada umumnya merupakan pereaksi-pereaksi yang dapat membentuk
endapan dengan alkaloid, misaknya pereaksi Mayer dan pereaksi Dragendorff.
(Rahway, 1960)
Sebagian besar alkaloid alami yang bersifat sedikit asammemberikan enda
pan dengan reaksi yang terjadi dengan reagent Mayer (Larutan KaliumMercuri
Iodida); reagent Wangner (larutan Iodida dalamKalium Iodida); dengan larutan a
sam tanat,reagent Hager (saturasi denganasam pikrat); atau dengan reagent Drag
endroff (larutan Kalium BismuthIodida). Endapan ini berbentuk amorf atau terdir
i dari kristal dari berbagaiwarna. Cream (Mayer),Kuning (Hager),coklat kemerah
merahan (Wagner dan Dragendroff). (Teyler.V.E,1988)

Pereaksi Alkaloid
Untuk pereaksi Dragendrof dibuat dua larutan persediaan : (1) 0,6 g bismut

subnitrat dalam 2 ml HCl pekat dan 10 ml air ; (2) 6 g Kalium iodida dalam 10 ml air.
Larutan

persediaan

ini

dicampur

dengan

ml

HCl

pekat

dan

15 ml air. Untuk menyemprot kertas dengan pereaksi iodoplatinat, 10 ml


larutan platina klorida 5% dicampur dengan 240

ml

Kalium iodide 2% dan

diencerkan dengan air sampai 500 ml. untuk menyemprot pelat, campurkan 10
ml platina klorida 5%, 5 ml HCl pekat, dan 240 ml Kalium iodide 2%.
(Teyler.V.E,1988)
B. Flavonoid
Flavonoid terdapat secara univesal pada tanaman sebagai kelompok tunggal
senyawa cincin oksigen yang terbesar. Terdapat dalam berbagai warna pada jaringan
tanaman dan retenoid misalnya, memiliki sifat insektisidal, kerangka dasarnya
terdapat pada flavon. (Herbert, 1995)

Senyawa-senyawa flavonoid
Senyawa-senyawa polifenol yang empunyai 15 atom kabon, terdiri dari 2
cincin benzen yang dihubungkan menjadi 1 rantai oleh rantai linier yang tediri dari 3

atom karbon.Kerangka ini dapat ditulis sebagai cincin C 6-C3-C6, jadi senyawa
flavonoid adalah senyawa 1,3 diarilpropana, senyawa isoflavonoid adalah senyawa
1,2 biarilpropana, sedang senyawa neoflavonoid adalah 1,1 diarilpropana. (Manitto,
1981)
Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi yang
paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok
senyawa-senyawa ini. (Manitto, 1981)

Sifat kelarutan Flavonoid


Sifat fisika dan kimia senyawa flavonoid antara lain adalah larut dalam air

sedangkan dalam bentuk glikosida yang termetilasi larut dalam eter. Sebagai glikosida
ataupun aglikan senyawa flavonoid tidak dapat lsrut dalam petroleum eter. Dari
tumbuhan gllikosida dapat ditarik dengan pelarut organik yang bersifat polar, misal :
metanol dan etanol.(Rahway, 1960)
Flavonoid merupakan senyawa yang larut air, dapat diekstrasi dengan etanol
70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak
bumi. Flavonoid berupa senyawa fenil oleh karakter itu warnanya berubah bila
ditambah basa atau amonia. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang
terkonjungsi sehingga kan menunjukan pita serapan yang kuat pada sinar UV(ulta
violet) dan sinar tampak (Harbone 1987)

Identifikasi Flavonoid

Identifikasi dapat dilakukan dengan reaksi sianidin-wistater dimana freaksi ini


terutama akan diberikan oleh senyawa flavon, merah sampai merah tua oleh flavanol
atau flavonon dan warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon dan glikosida.Uji
warna flavanon dan dihidroflavonol : uji shinoda (Mg/HCl). Larutkan sedikit hablur
flavonoid dalam tetes EtOH, tambahkan serbuk Mg dan 1 tetes HCl 5M. Flavonon
menjadi warna merah lembayung.(Markham, 1988)

C. Saponin
Merupakan golongan senyawa glikosida. Sifat khas dari saporin adalah bahwa
apabila dikocok maka saponin menimbulkan busa. Saponin dapat menimbulkan

terjadinya hemolisis terhadap butir darah merah binatang berdarah dingin. Saponin
pada umumnya berasa pahit, larut dalam pelarut organik seperti kloroform karena
senyawa ini merupakan senyawa glikosida maka hidrolisisnya menghasilkan aglikon
dan bagian senyawa gula. (Rahway, 1960)

Uji Identifikasi Saponin


Salah satu cara untuk mengidentifikasi saponin adalah dengan mengocoknya

kuat-kuat. Bila mengandung saponin maka akan menimbulkan gelembung atau busa.
(Linder,1985)
D. Tannin
Pengertian Tanin
Tanin adalah satu kelas substansi polisiklik yang terutama banyak teradapat
dalam daun teh, bayam yang dapat diekstrak dengan air dan larutan alkalin. Warnanya
kuning cokelat. Secara tradisional digunakan dalam menyamak kulit. Tingginya zatzat tersebut menghambat penyerapan Fe.(Asterik akan menjadi gelap bila
Fe3+ ditambahkan). (Linder, 1985)

Sifat Tanin
Tanin berbentuk amorf dan tidak dapat dikristalkan, dalam larutan air
membentuk larutan koloiadal, bereaksi dengan asam, dapat membentuk ikatan

silangyang stabil dengan protein dan binpolimer. (Manitto, 1981)


Identifikasi Tanin
Dapat dilakukan dengan menggunakan larutan gelatin 1%, dikenali
dengan terbentuknya endapan.(Rahway, 1960)

E. Quinon
Pengertian Kuinon
Merupakan senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzokuinon yang terdiri atas 2 guguskarbonil yang berkonjugasi
dengan R ikatan rangkap karbon.(Manitto, 1981)
Sifat fisik dan kimia kuinon

Senyawa yang berbentuk kristal, berwarna kuning, mudah terbakar, berbau


tajam, beracun, dapat menyebabkan iritasi pada kulit, sedikit larut dalam air dan larut
dalam alkali, eter dan alkohol. (Basri, 1996)
Sifat kimia kuinon adalah kecendrungannya untuk menambah nukleofil,
kuinon yang terbentuk dalam jumlah besar oleh mikroorgaanisme tanah. (Manitto,
1981)

Uji Identifikasi Kuinon


Suatu zat yang mengandung kuinon akan memberikan hasil positif berupa

larutan berwarna kuning bila ditambah dengan NaOH.(Linder,1985)


Uji antrakuinon dilakukandengan uji Brontrager dan uji Brontrager
termodifikasi (Marliana, dkk,2005)

F. Steroid / Triterpenoid
Kolesterol merupakan steroid hewani yang terdapat paling meluas dan dijumpai
dalam hampir semua jaringan hewan. Kolesterol merupakan zat antara yang diperlukan
dalam biosintesis hormon steroid. (Fessenden, 1999)
Triterpeoid adalah seyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprane dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C3O a siklik yaitu skulen.
Senyawa ini berstruktur siklik yang hisbi rumit kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau
sama karbohidrat

Identifikasi steroid dan tritepernoid

Suatu zat yang mengandung steroid akan meberikan hasil positif berupa larutan
berwarna hijau bila ditambah dengan CH3COOH dan akan berwarna merah saat
penambahan asam sulfat pekat.(Linder, 1985)

Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Lieberman-Buchard (aldehida asetat


H2S04 pekat) yang dengan kebanyakan triterpen dan sterol memberikan warna hijaubiru ( Harbone, 1987)
I.B. Simplisia yang digunakan

I.B.1. Uraian Tanaman Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl)


A. Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman cabe jawa (Piper retrofractum Vahl)
adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Magnoliopsida/ Dicotyledonae

Ordo

: Piperales

Famili/ Suku : Piperaceae


Genus/ Marga: Piper
Species

: Piper retrofractum Vahl

Nama Umum : Cabe Jawa (Hutapea, 1994).


Sinonim

: P. officinarum (Miq.) DC., P.chaba Hunter., Chavica officinarum Miq., C.


maritima Miq., C. retrofracta (Vahl.) Miq.

Nama Daerah : Sumatera: Lada panjang, cabai jawa, cabai panjang; Jawa: Cabean, cabe alas,
cabe areuy, cabe jawa, cabe sula; Madura: Cabhi jhamo, cabe ongghu, cabe
solah; Sulawesi: Cabia (Makassar).
Nama Asing

: Inggris: Javanese long pepper, Perancis: Poivre long de java (BPOM

RI.2010:19).

B. Deskripsi
B.1. Tanaman
Tanaman cabe jawa (Piper retrofractum Vahl) merupakan tumbuhan menahun,
percabangan tidak teratur, tumbuh memanjat, melilit, atau melata dengan akar lekatnya,
panjangnya dapat mencapai 10m. Percabangan dimulai dari pangkalnya yang keras dan
menyerupai kayu. Daun tunggal, bertangkai, bentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal

seperti jantung atau membulat, ujung agak runcing atau meruncing, tepi rata, pertulangan
menyirip, permukaan atas licin, permukaan bawah berbintik-bintik, helaian daun seperti
daging, warna hijau, panjang 8,5-30cm, lebar 3-13cm, tangkai daun 0,5-3cm. Bunga
berkelamin tunggal, tersusun dalam bulir yang tumbuh tegak atau sedikit merunduk; ibu
tangkai bunga 0,5-2cm; daun pelindung bentuk bulat telur sampai elips, 1-2mm, berwarna
kuning selama perkembangan bunga; bulir betina 1,5-3cm; kepala putik 2-3cm, pendek,
tumpul.
Buah majemuk, termasuk tipe buah batu, keras, berlekatan atau bergerombol teratur
dan menempel pada ibu tangkai buah, bentuk bulat panjang sampai silindris dengan bagian
ujung menyempit, warna buah merah cerah; biji diameter 2-3 mm2 (BPOM RI.2010: 20).
B.2. Simplisia
Buah majemuk berupa bulir, bentuk bulat panjang sampai silindris, bagian ujung agak
mengecil, permukaan tidak rata, bertonjolan teratur, panjang 2-7cm, garis tengah 4-8mm,
bertangkai panjang, berwarna hijau coklat kehitaman atau hitam, keras. Biji bulat pipih,
keras, coklat kehitaman. Bau khas, aromatis, rasa pedas (BPOM RI. 2010:20) .
C. Habitat
Cabe jawa merupakan tumbuhan asli Indonesia, ditanam di pekarangan, ladang, atau
tumbuh liar ditempat-tempat yang tanahnya tidak lembab dan berpasir seperti didekat pantai
atau di hutan sampai ketinggian 600m. Tempat tumbuh tanaman merambat pada tembok,
pagar, pohon lain, atau rambatan yang yang dibuat khusus. Cocok ditanam di tanah yang
tidak lembab dan porus (banyak mengandung pasir). Perbanyakan tanaman dilakukan dengan
stek batang yang sudah cukup tua atau melalui biji (BPOM RI. 2010:21) .

D. Keamanan
Penggunaan simplisia relatif cukup aman, tetapi sebaiknya tidak digunakan selama masa
kehamilan dan menyusui (Munim.2011:50).
E. Kandungan Kimia Buah Cabe Jawa
Piperin, kavisin (isomer piperin), piperidin, piperitin, piperanin, piperilin, asarinin,
pellitorin,

isobutildeka-trans-2-trans-4-dienamida,

saponin,

polifenol,

minyak

atsiri

(piperonal,

eugenol,

kariofelen,

bisabolen,

pentadekana),

asam

palmitat,

asam

tetrahidropiperat, 1-undesilenil-3, 4-metilendioksibenzena, dan sesamin (Munim. 2011: 51) .


F. Khasiat dari Buah Cabe Jawa
Buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus) berkhasiat sebagai penurun panas, peluruh air
seni, peluruh keringat, pereda kejang, dan mengatasi gangguan pencernaan. Efek farmakologi
yaitu mempunyai banyak aktivitas antara lain kardiovaskuler, antiamuba (Entamoeba
histolytica), antimikroba (beberapa bakteri patogen seperti S.thypi, E.coli, P.aeruginosa),
antiulser, antidiabetes, analgesik (induksi asam asetat), antiinflamasi (induksi Karagenan),
efek terhadap saluran pernafasan dan preventif terhadap hati ( Munim.2011:52) .
G. Toksisitas dari Buah Cabe Jawa
Termasuk kataori toksisitas sedang. Uji toksisitas akut ekstrak etanol cabe jawa yang
diberikan secara oral pada mencit menunjukan LD50 sebesar 3,32 (BPOM.2010:22).
I.C. Ekstraksi
I.C.A. Tujuan Ekstraksi
Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik bahan atau zat-zat yang dapat larut dalam
bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair (Tobo, 2001).Ekstraksi didasarkan
pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai
terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi ke dalam pelarut dan setelah pelarut
diuapkan maka zat aktifnya akan diperoleh (Adrian, 2000).Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian
komponen kimia atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis
hewan termasuk biota laut. Komponen kimia yang terdapat pada tanaman, hewan dan
beberapa jenis ikan pada umumnya mengandung senyawa-senyawa yang mudah larut dalam
pelarut organik (Adrian, 2000).

Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah pelarut organik
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat
aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar
sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan
zat aktif di dalam dan di luar sel (Adrian, 2000).

I.C.B.Jenis-jenis Ekstraksi
Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah (Tobo, 2001) :
a.

Secara panas seperti refluks dan destilasi uap air karena sampel langsung dipanaskan

dengan pelarut; dimana umumnya digunakan untuk sampel yang mempunyai bentuk dan
dinding sel yang tebal.
b.

Secara dingin misalnya maserasi, perkolasi, dan soxhlet. Dimana untuk maserasi

dilakukan dengan cara merendam simplisia, sedangkan soxhlet dengan cara cairam penyari
dipanaskan dan uap cairan penyari naik ke kondensor kemudian terjadi kondensasi dan turun
menyari simplisia.
I.C.C. Cara-cara Ekstraksi
1.

Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur
kamar terlindung dari cahaya (Adrian, 2000). Metode maserasi digunakan untuk menyari
simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak
mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Adrian, 2000).
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : memasukkan simplisia yang sudah
diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian ke dalam bejana maserasi yang
dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan
dibiarkan selama 3 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang
diaduk. Setelah 3 hari, disaring kedalam dalam bejana penampung, kemudian ampasnya
diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi
hingga diperoleh sari 100 bagian.

Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2
hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Adrian, 2000).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan
yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Adrian, 2000).Kerugian cara maserasi
adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Adrian, 2000).

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya (Adrian, 2000):


1.

Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu

40 50oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan
terhadap pemanasan. Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain kekentalan
pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas, daya
melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai
pengaruh yang sama dengan pengadukan, koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu
absolut dan berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh
pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.
2.

Maserasi dengan mesin pengaduk


Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus- menerus, waktu proses maserasi

dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.


3.

Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari

pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari
yang kedua.
4.

Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak

dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan
melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

Keuntungan cara ini :


1). Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.
2).

Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga akan memperkecil

kepekatan setempat.

3). Waktu yang diperlukan lebih pendek.

5.

Maserasi melingkar bertingkat


Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena

pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatas
dengan maserasi melingkar bertingkat.

2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari
melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara
lain : gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya gesekan (friksi) (Tobo, 2001).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk
menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator
disebut sari/perkolat, sedang sisa setelah dilakukannnya penyarian disebut ampas atau sisa
perkolasi(Tobo, 2001).
Kecuali dinyatakan lain, perkolasi dilakukan sebagai berikut : 10 bagian simplisia
atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dibasahi dengan 2,5 bagian sampai
5 bagian cairan penyari, lalu dimasukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya
selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali
ditekan hati-hati, dituangi dengan cairan penyari secukupnya sambil cairan mulai menetes
dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Lalu perkolator ditutup dan
dibiarkan selama 24 jam (Tobo, 2001).

Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena (Tobo, 2001) :
a.

Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan

larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan


konsentrasi.

b.

Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan

penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk
mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka cara
perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang
dihasilkan tidak dalam kadar yang maksimal (Tobo, 2001).
Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator berbentuk tabung, perkolator
berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong. Pemilihan perkolator bergantung pada
jenis serbuk simplisia yang akan disari. Serbuk kina yang mengandung sejumlah besar zat
aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat
akan segera menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair,
jumlah cairan penyari yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut,
pembuatan sediaan digunakan perkolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi (Tobo,
2001).
3. Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari
dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul cairan oleh
pendingin balik dan turun menyari simplisia di dalam klonsong dan selanjutnya masuk
kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa siphon, proses ini berlangsung hingga
proses penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang
melalui pipa siphon tersebut atau jika diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan noda lagi
(Adrian, 2000).

Keuntungannya cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan lebih pekat.
Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa menambah volume cairan penyari.
Kerugiannya : larutan dipanaskan terus-menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan
pemanasan kurang cocok (Adrian, 2000).

Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas namun proses
ekstraksinya secara dingin, sehingga metode soxhlet digolongkan dalam cara dingin (Tobo,
2001).
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa
(tinggi sampel dalam klonsong tidak boleh lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat
diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating
mantel dan diklem dengan kuat kemudian klonsong yang telah diisi sampel dipasang pada
labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk
membasahkan sampel yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi sirkulasi). Setelah
itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan kuat. Aliran air dan
pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses ekstraksi zat aktif sampai sempurna (biasanya 20
25 kali sirkulasi). Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor
(Adrian, 2000).
4.

Refluks
Metode refluks merupakan metode berkesinambungan dimana cairan penyari secara

kontinu akan menyari zat aktif di dalam simplisia. Cairan penyari dipanaskan sehingga
menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga mengalami
kondensasi menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke dalam labu alas bulat
sambil menyari simplisia, proses ini berlangsung secara berkesinambungan dan dilakukan 3
kali dalam waktu 4 jam (Adrian, 2000).
Keuntungan metode refluks (Adrian, 2000) :
a.

Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil yang

lebih pekat.

b.

Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni, sehingga dapat menyari zat aktif

lebih banyak.

Simplisia yang biasa diekstraksi dengan cara ini adalah simplisia yang mempunyai
komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras seperti
akar, batang, buah/biji dan herba (Adrian, 2000). Serbuk simplisia atau bahan yang akan
diekstraksi secara refluks ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan
ditambahkan pelarut organik misalnya metanol sampai serbuk simplisia terendam kurang
lebih 2 cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari volume labu kemudian labu alas bulat
dipasang kuat pada statif pada water bath atau heating mantel lalu kondensor dipasang pada
labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem pada statif. Aliran air dan pemanasan (water
bath) dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 3 jam dilakukan
penyaringan filtratnya ditampung dalam wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi
pelarut dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 4 jam.

Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor, kemudian
dilakukan pengujian selanjutnya (Adrian, 2000).
5.

Destilasi Uap Air


Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang

mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal. Pada
pemanasan biasa kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal
tersebut maka penyarian dilakukan dengan destilasi uap (Tobo, 2001).
Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap zat kandungan
akan diturunkan menjadi sama dengan tekanan bagian di dalam suatu sistem, sehinggga
produk akan terdestilasi dan terbawa oleh uap air yang mengalir. Destilasi uap bukan sematamata suatu proses penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses perpindahan massa ke
suatu media yang bergerak. Uap jenuh akan membasahi permukaan bahan, melunakkan
jaringan dan menembus ke dalam melalui dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke rongga
uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang bergerak melalui antar
fase. Proses ini disebut hidrodifusi (Tobo, 2001).

I.C.D. Prosedur Kerja (Anonim, 2012)


1.

Maserasi

Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia dengan derajat halus
tertentu sebanyak 10 bagian kedalam bejana maserasi (toples), kemudian ditambah 75 bagian
cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada temperatur kamar terlindung dari
cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari, disaring kedalam bejana penampung,
kemudian ampas diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian
disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan
pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 3 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan
dan filtratnya dipekatkan.
2.

Perkolasi
Simplisia atau bahan yang dikstraksi secara perkolasi diserbuk dengan derajat halus

yang sesuai dan ditimbang kemudian dirnaserasi selama 3 jam, kemudian massa dipindahkan
ke dalam perkolator dan cairan penyari ditambahkan hingga selapis di atas diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan kemudian dilakukan pengujian.
3.

Refluks
Bahan yang akan diekstraksi direndam dalam cairan penyari dalam labu alas bulat

yang dilengkapi dengan pendingin tegak, kemudian dipanaskan sampai mendidih cairan
penyari akan menguap, uap tersebut diembunkan oleh pendingin tegak dan turun kembali
menyari zat aktif dalam simplisia demikian seterusnya. Ekstraksi secara refluks biasanya
dilakukan selama 3 - 4 jam.
4. Soxhlet
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu disebukkan dan ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa
(tinggi sample dalam klonsong tidak boleh lebih tinggi dari pipa siphon). Selanjutnya labu
alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai, kemudian ditempatkan di atas water bath
atau heating mantel dan diklem dengan kuat, kemudian klonsong yang telah diisi sample
dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem, dan cairan penyari ditambahkan

untuk membasahi sample yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi sirkulasi).
Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor.

5.

Destilasi Uap Air


Sampel yang telah diekstraksi direndam di dalam gelas kimia selama 3 jam, setelah

itu dimasukkan ke dalam bejana II, bejana I diisi dengan air dan pipa penyambung serta
kondensor dan penampung corong pisah dipasang dengan kuat. Api bunsen pada bejana I
dinyalakan sehingga airnya mendidih dan diperoleh uap air yang selanjutnya masuk ke dalam
bejana II melalui pipa penghubung untuk menyari sampel dengan adanya bantuan api kecil
pada bejana II, minyak menguap yang telah terisi selanjutnya menguap ini mengalami
kondensasi menjadi molekul molekul minyak menguap yang menetes ke dalam corong pisah
penampung yang telah berisi air. Lapisan minyak menguap dan air dipisahkan dan dilakukan
pengujian berikutnya.

I.D. Fraksinasi
I.D.1 EKSTRAKSI CAIR-CAIR (ECC)
Ekstraksicair-cairadalah proses pemisahanzat terlarut di dalam dua macam zat pelarut
yang tidak salingbercampur (perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik
danpelarut air). Hal tersebutmemungkinkan karena adanya sifatsenyawa yang
dapatterlarutdalam air danadapula senyawa yang dapat larut dalam pelarut organik
(Mirwan, Ariono, 2010: 100).
Prinsip dari ekstraksi cair-cair adalah pemisahan senyawa berdasarkan tingkat
kepolarannya menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur. Prinsip ini
dikenaldengan like dissolve like, artinya pelarut akan melarutkan senyawa yang tingkat
kepolarannya sama dengan pelarut tersebut (Mirwan, Ariono, 2010: 100).

Gambar 1.Corongpisah.
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran
dipisahkan dengan bantuan pelarut.Ekstraksi cair-cair terutama digunakan apabila
pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena
pembentukan azeotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis.
Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap,
yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua
fase cair itu sesempurna mungkin (Mirwan, Ariono, 2010: 100).
Ekstraksicair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute dipisahkan dari cairan
pembawa (diluen) menggunakansolvencair. Campurandiluen dan solven ini adalah
heterogen (immiscible, tidaksalingcampur), jika dipisahkan terdapat dua fase, yaitufase
diluen (rafinat) danfasesolven (ekstrak). Perbedaan konsentrasi solut di dalam
suatufasadengankonsentrasipadakeadaansetimbangmerupakan

pendorong

terjadinya

pelarutan (pelepasan) solute darilarutanyang ada.


Gaya dorong (driving force) yang menyebabkanterjadinya proses ekstraksi dapat
ditentukan dengan mengukur jarak system dari kondisi setimbang (Mirwan, Ariono, 2010:
100).
Fase rafinat = fase residu yang berisidiluendansisasolut.
Faseekstrak = fase yang berisisolutdansolven.

Gambar2. Proses ekstraksicair-cair.


Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang digunakan harus
memenuhi criteria sebagai berikut (Martunus&Helwani, 2004;2005):
1. Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.
2. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali.
3. Perbedaan berat jenis antara ekstrak dan rafinat lebih besar.
4. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.
5. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.
6. Tidak merusak alat secara korosi.
7. Tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.

I.D.2. KROMATOGRAFI CAIR VAKUM (KCV)


Kromatografi Cair Vakum (KCV) merupakan salah satu metode fraksinasiya itu
dengan memisahkan crude extract menjadi fraksi-fraksi yang lebih sederhana. Pemisahan
tersebut memanfaatkan kolom yang berisi fasa diam dan aliran fasa geraknya dibantu
dengan pompa vakum .Fasa diam yang digunakan dapat berupa silika gel atau alumunium
oksida (Sastrohamidjojo, 1996).
Prinsipnya yaitu adsorpsi dan partisi yang dipercepat dengan bantuan pompa vakum.
Keuntungan dar metode ini adalah prosesnya cepat dan senyawa tertarik secara sempurna.
Kerugiannya adalah pemisahanya tidak sempurna karena senyawa yang ditampung
bercampur dalam suatu penampungan tidak seperti pada kolom konvensional yang
dipisahkan berdasarkan warna, sehingga pemisahannya lebih maksimal(Sastrohamidjojo,
1996).

Gambar 3.Kromatograficairvakum.

Kromatografi cair vakum dilakukan untuk memisahkan golongan senyawa metabolit


sekunder secara kasar dengan menggunakan silika gel sebagai absorben dan berbagai
perbandingan pelarut n-heksana, etilasetat, dan methanol. Elusi gradient dan
menggunakan pompa vakum untuk memudahkan penarikan eluen(Sastrohamidjojo,
1996).
Adapun cara Kerja kromatografi cair vakum yaitu kolom kromatografi dikemas
kering, biasanya dengan penjerap mutu dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan
kemasan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan
kepermukaan penjerap lalu divakumkanlagi. Kolom dipisah sampai kering dan sekarang
siap dipakai (Sastrohamidjojo, 1996).

Fasa diam yang digunakan dikemas dalam kolom yang digunakan dalam KCV. Proses
penyiapan fasa diam dalam kolom terbagi menjadi dua macam, yaitu (Sastrohamidjojo,
1996):
a. Cara Basah
Preparasi fasa diam dengan cara basah dilakukan dengan melarutkan fasa diam dalam
fase gerak yang akan digunakan. Campuran kemudian dimasukkan kedalam kolom
dan dibuat merata. Fase gerak dibiarkan mengalir hingga terbentuk lapisan fase diam
yang tetap dan rata, kemudian aliran dihentikan.
b. Cara kering
Preparasi fasa diam dengan cara kering dilakukan dengan cara memasukkan fase diam
yang digunakan kedalam kolom kromatografi. Fase diam tersebut selanjutnya
dibasahi dengan pelarut yang akan digunakan.
Preparasi sampel saat akan dielusi dengan KCV juga memiliki berbagai metode
seperti preparasi fasa diam. Metode tersebut yaitu cara basah dan cara kering. Preparasi
sampel cara basah dilakukan dengan melarutkan sampel dalam pelarut yang akan
digunakan sebagai fasa gerak dalam KCV.

Larutan dimasukkan dalam kolom

kromatografi yang telah terisi fasa diam. Bagian atas dari sampel ditutupi kembali dengan
fasa diam yang sama. Sedangkan cara kering dilakukan dengan mencampurkan sampel
dengan sebagian kecil fase diam yang akan digunakan hingga terbentuk serbuk.
Campuran tersebut diletakkan dalam kolom yang telah terisi dengan fasa diam dan
ditutup kembali dengan fase diam yang sama (Sastrohamidjojo, 1996).
I.D.3. KROMATOGRAFI KOLOM
Kromatografi kolom merupakan suatu metode pemisahan preparatif. Metode ini
memungkinkan untuk melakukan pemisahan suatu sampel yang berupa campuran dengan
berat beberapa gram.Pada prinsipnya, kromatografi kolom adalah suatu teknik pemisahan
yang didasarkan pada peristiwa adsorpsi. Sampel yang biasanya berupa larutan pekat
diletakkan pada ujung atas kolom. Eluen atau pelarut dialirkan secara kontinyu kedalam
kolom. Dengan adanya gravitasi atau karena bantuan tekanan, maka eluen pelarut akan
melewati kolom dan proses pemisahanakan terjadi. Pelarut fase gerak yang paling cocok
untuk pemisahan harus ditentukan melalui cara kromatografi lapis tipis terlebih dahulu.
Kecepatan pergerakan suatu component tergantung pada kemampuan nya untuk tertahan

atau terhambat oleh penyerap di dalam kolom. Jadi suatu senyawa yang diserap
lemahakan bergerak lebih cepat dari pada yang diserap kuat (Sastrohamidjojo, 1985).

Gambar 4.Kromatografikolom
Kecepatan elusi sebaiknya dibuat konstan.Jika kecepatan elusi terlalu kecil maka
senyawa-senyawa akan terdifusi kedalam eluen dan akan menyebabkan pita makin
melebar yang akibatnya pemisahan tidak dapat berlangsung dengan baik. Pada
kromatografi kolom, tahap pengisian kolom dengan adsorben biasanya merupakan
tahapan yang paling sulit.Pengisian ini harus sehomogen mungkin dan harus benar-benar
bebas dari gelembung udara. Permukaan adsorben harus benar-benar horizontal, hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya cacat yang dapat terjadi selama proses elusi
berjalan (Sastrohamidjojo, 1985).
Pelarut pengelusi dibiarkan mengalir melalui kolom hingga terbentuk jalur-jalur
serapan

atau

pita

dari

senyawa-senyawa

yang

merupakan

komponen

suatu

campuran.Setiap pita yang terlihat dikumpulkan dalam wadah yang terpisah-pisah.Jika


pita tidak kelihatan maka semua fraksinya harus ditampung pada selang waktu yang
teratur. Setiap fraksi dianalisis secara kromatografi kertas atau kromatografi lapis tipis
untuk menentukan fraksi mana yang dapat digabung (Sastrohamidjojo, 1985).

I.E. Isolasi
A. Pengertian isolasi
Isolasi adalah proses pemisahan komponen kimia yang terdapat dalam suatu ekstrak. Hal
ini dilakukan ketika ingin mengambil bahan aktif dari ekstrak kasar (crude extract) (SkalikaWozniak et al, 2008). Pada dasarnya isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah sebuah
usaha bagaimana caranya memisahkan senyawa yang bercampur sehingga kita dapat

menghasilkan senyawa tunggal yang murni. Tumbuhan mengandung ribuan senyawa yang
dikategorikan sebagai metabolit primer dan metabolit sekunder. Biasanya proses isolasi
senyawa dari bahan alami ini mentargetkan untuk mengisolasi senyawa metabolit sekunder,
karena senyawa metabolit sekunder diyakini dan telah diteliti dapat memberikan manfaat
bagi kehidupan manusia. Antara lain manfaatnya dalam bidang pertanian, kesehatan dan
pangan.
B. Tahap isolasi
Dalam tahap isolasi dapat menggunakan KCV (kromatografi cair vakum) atau kolom
konvensional, bergantung kebutuhan. KCV menggunakan vakum untuk membantu suatu
senyawa turun lebih cepat untuk melewati kolom silica namun karena terlalu cepat
kelemahannya adalah waktu kontak dengan silica akan semakin cepat juga sehingga
pemisahan yang terjadi kurang baik. Jika dengan menggunakan kolom konvensional
pemisahan akan lebih sempurna karena waktu kontak akan lebih lama karena hanya
memanfaatkan gravitasi bumi untuk eluen turun sehingga eluen yang membawa senyawa
akan turun lebih lama dan mengakibatkan pemisahan yang sempurna juga. Senyawa-senyawa
yang turun kemudian dipisahkan dan dilakukan klt untuk mengetahui bercak-bercak sehingga
dapat mengetahui pada vial keberapa senyawa yang diinginkan akan turun.
C. Tujuan isolasi
Tujuan dari Isolasi yaitu senyawa yang tidak diketahui sama sekali dengan aktivitas
tertentu dapat diketahui, kemudian memurnikan senyawa untuk karakterisasi penuh atau
parsial dan menyediakan material yang cukup untuk menerima/membantah proposal struktur.
D. Arah isolasi
Untuk arah isolasi terlebih dahulu dilakukan ekstraksi dengan prinsip polaritas. Ekstraksi
ini yakni proses penarikan suatu zat terlarut dari pelarut di dalam air atau suatu pelarut lain
yang tidak dapat bercampur dengan air.Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan
secara cepatdan bersih baik untuk zat organic maupun zat anorganik (Soebagio, 2002)

E. Teknik-teknik Isolasi
Untuk mengisolasi suatu senyawa kimia dari bahan alam hayati pada dasarnya
menggunakan metode yang sangat bervariasi, seperti yang diaplikasikan dalam proses
industri.
Metode ini umum digunakan karena senyawa organik yang diperoleh dengan
kuantitas yang cukup banyak. Tetapi berbeda dengan senyawa bahan alam hasil proses
metabolit sekunder lainnya yang pada umumnya dengan kandungan yang relatif kecil, maka
metode-metode dalam proses tersebut tidak dapat digunakan.
Berdasarkan hal di atas maka metode umum dalam isolasi senyawa metabolit
sekunder dapat digunakan. Metode standar laboratorium dengan kuantitas sampel terbatas
dan perlunya menetukan metode yang paling sesuai dengan maksud tersebut (Darwis, 2000).
Dari identifikasi awal, maka dapat diamati kandungan senyawa dari tumbuhan
sehingga untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu senyawa yang lebih dominan dan salah
satu usaha mengefektifkan isolasi senyawa tertentu maka dapat dimanfaatkan pemilihan
pelarut organik yang akan digunakan pada isolasi tersebut, dimana pelarut polar akan lebih
mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa non polar lebih mudah larut dalam
pelarut non polar (Harborne, 1987).
F. Uji kemurnian
Uji kemurniaan yaitu untuk mengetahui apakah hanya terdapat satu senyawa dalam
hasil percobaan dapat dilakukan kromatografi dua dimensi. Metode ini dilakukan hampir
sama seperti KLT seperti biasa namun pada saat eluen mulai mencapai garis finis dilakukan

pembalikkan pelat KLT. Apalabila ketika dibalikkan hanya ada satu spot becak KLT maka
senyawa tersebut dapat dikatakan murni.
G. KLT 2 Dimensi
KLT 2 arah atau 2 dimensi bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika
komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya
nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase
gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan sehingga memungkinkan untuk
melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda. Sampel
ditotolkan pada lempeng lalu dikembangkan dengan satu sistem fase gerak sehingga
campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah satu sisi. Lempeng diangkat,
dikeringkan dan diputar 90 dan diletakkan dalam bejana kromatografi yang berisi fase gerak
kedua sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan pertama terletak dibagian bawah
sepanjang lempeng, lalu dikromatografi lagi. Tujuan: uji kemurniaan

H. KLT Preparatif
KLT Preparatif dapat digunkaan untuk memisahkan bahan dalam jumlah gram, namun
sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram (Kristanti, 2008). Seperti
halnya KLT secara umum, KLT Preparatif juga melibatkan fase diam dan fase gerak.
Dimana fase diamnya adalah sebuah plat dengan ukuran ketebalan bervariasi. Untuk
jumlah sampel 10-100 mg, dapat dipisahkan dengan mengunakan KLT Preparatif dengan
adsorben silika gel atau aluminium oksida, dengan ukuran 20x20 cm dan tebal 1 mm, jika
tebalnya di dua kalikan, maka banyaknya sampel yang dapat dipisahkan bertambah 50%,

seperti halnya KLT biasa, adsorben yang paling umum digunakan pada KLT Preparatif
adalah silika gel (Kristanti, 2008).
Sebelum ditotolkan pada plat KLT Preparatif, sampel dilarutkan terlebih dahulu dalam
sedikit pelarut. Pelarut yang baik adalah pelarut yang mudah menguap, misalnya nheksana, diklorometana atu etil asetat. Karena jika pelarut yang digunakan tidak mudah
menguap, maka akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi sampel juga sebaiknya hanya 510%. Sampel yang ditotolkan harus berbentuk pita yang sesempit mungkin karena baik
tidaknya pemisahan juga bergantung pada lebarnya pita (Kristanti, 2008).
Setelah plat KLT Preparatif dielusi, pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok
dari plat. Selanjutnya senyawa harus diekstraksi dari adsorben dengan pelarut yang sesuai
(5 ml pelarut untuk 1 gram adsorben). Diupayakan untuk menggunakan pelarut yang
paling nonpolar yang mungkin. Harus diperhatikan bahwa makin lama senyawa kontak
dengan adsorben, maka makin besar kemungkinan senyawa tersebut mengalami
peruraian. Selanjutnya ekstrak yang diperoleh disaring menggunakan corong berkaca
masir atau menggunakan membran.
Kelebihan dari penggunaan KLT Preparatif adalah biaya yang digunakan murah dan
memakai peralatan paling dasar. Sementara kekurangannya antara lain : adanya
kemungkinan senyawa yang diambil dari plat adalah senyawa beracun, waktu yang
diperlukan dalam proses pemisahan cukup panjang ,adanya pencemar setelah proses
ekstraksi senyawa dari adsorben dan biasanya rendemen yang diperoleh berkurang dari
40%-50% dari bahan awal (Kristanti, 2008).

III. ALAT DAN BAHAN


A. Skrining Fitokimia
Alat
Penangas air panas
Corong sari kaca
Timbangan
Pipet tetes
Water bath

Bahan
Akuadest panas
NaCl 10%
Fecl3
Garam gelatin
Heksana

Cawan porselin
Batang pengaduk
Tabung reaksi
Gelas ukur
Kertas saring
Label

Etanol
HCl pekat
Logam Mg
Benzena
KOH
Hidrogen peroksida
Asam asetat
Amonia 25%
Vanillin 10%
Na2SO4 anhidrat
Asam asetat glasial
Kloroform
HCl 2M

B. Ekstraksi
Alat
Alat maserator
Alat soxhlet
Tabung berpori
Labu destilasi
Kondensor
Alat refluks
Timbangan
Kertas saring
Vacum rotary evapator

Bahan
Etanol
Batu didih
Pelarut refluks
Pelarut soxhlet
Simplisia
Pelarut maserator

C. Pemantauan ekstrak
Alat
Bejana
Kertas saring
Pelat silika gel
GF254

Bahan
Asam sulfat 10% dalam
etanol
Ekstrak kental
Pelarut tunggal atau campuran

Pipa kapiler

Silika gel
Sinar tampak
ultra violet
254 nm dan
366nm
Kertas whatman
n0.1

D. Fraksinasi
Alat
Cororng pisah
Gelas ukur
Timbangan
Botol vial
Kapas lemak
Penangas air
Kapas bebas lemak
Mortir
Kolom KCV
Vakum
Kolom kromatografi
Kertas saring

Bahan
Etanol teknis
Aquadest
N-Hekasan
Etil asetat
Ekstrak kental
Serbuk penjerap
Silika gel 60
metanol

E. Teknik Pemisahan dan Pemurnian


Alat
Sinar UV 254nm dan
365nm
Kertas saring
cawan uap
mealting blok
pipa kapiler
gelas chamber
termometer
bunsen gas

Bahan
N-Hekasan
Etil asetat
Hasil fraksinasi
Akuadest
Es batu

Gelas kimia
Erlenmeyer
Plat KLT preparativ
Plat KLT

Anda mungkin juga menyukai