Seperti diketahui bahwa sifat kimia fisika dapat mempengaruhi aktivitas biologis obat karena
mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh dan interaksi obat dengan reseptor. Sifat kimia fisika
tersebut antara lain adalah kelarutan, ionisasi, ikatan hydrogen, pembentukankelat, potensialredoks
dan aktivitaspermukaan.
2. IONISASI
Untuk dapat menimbulkan aktivitas biologis, pada umumnya obat dalam bentuk tidak terionisasi,
tetapi ada pula yang aktif adalah bentuk ionnya. Ionisasi sangat penting dalam hubungannya dengan
proses pengangkutan obat dan interaksi obat-reseptor.
Perhitungan menunjukkan bahwa 80% dari molekul adalah dalam bentuk asam, sisa 20%
dalam bentuk basa konjugat (terionisasi).
Jika berkaitan dengan suatu basa, siswa harus menyadari bahwa asam konjugat
adalah bentuk terionisasi dari obat. Maka, seperti yang diharapkan, basa berperilaku dengan
cara yang berlawanan dengan asam. Gambar 2.7 menunjukkan perhitungan persentase
ionisasi untuk dekongestan phenylpropanolamine. Sangat penting untuk menyadari bahwa
untuk suatu basa, pKa mengacu pada asam konjugat atau bentuk terionisasi dari senyawa.
Contoh:
Perhitungan menunjukkan bahwa 99% dari molekul terdapat dalam bentuk asam
(bentukterionisasi).
3
Atau persentase ionisasi dapat juga dihitung dengan cara dibawah ini:
Menghitung persentase ionisasi (Wilson &Gisvold, ed 12),
Pada cara ini, asam dibagi menjadi 2 tipe, asam HA dan BH+, berdasarkan bentuk
ionic dariasam (atau conj. basa) asam-asam HA adalah asam yang tidak terionisasi
menghasilkan basa konjugat yang terionisasi (polar).
Asam BH+ (polar) yang terionisasi menghasilkan basa konjugat yg tidak terionisasi
(nonpolar).
Memungkinkan untuk menghitung persentase ionisasi dari obat dengan menggunakan pers.
13 untuk asam HA dan pers. 14 untuk asam BH+.
Contoh:
1. Berapa persentase ionisasi indomethasin (pKa 4,5) didalam usus yang di buffer pada pH
8,0 (gunakan pers 13 karena ini adalah asam HA).
2. Berapa persentase ionisasi ephedrine HCl (pKa 9.6) dalam saluran cerna yang dibuffer pada
pH 8.0. (gunakan persamaan 14 karena ini adalah asam BH+ ).
CH3 CH3
+
NH2 (Cl-) HN
CH2 CH2
+ H2 O H3O+ (Cl-) +
OH OH
basa
Efedrin HCl (asam) conj.asamEfedrin ----- conj.basa
Hanya 0.4% ephedrine terdapat sebagai basa konjugat yang tidak terionisasi.
4
Suatu molekul dapat mengandung beberapa gugus fungsional, oleh karena itu,
mempunyai sifat sebagai asam dan juga sebagai basa. Contohnya, ciprofloxacin, suatu
antibiotik fluoroquinolon, mengandung satu alkilamine sekunder, dua arilamine tertier (amine
menyerupai anilin), dan satu asam karboksilat. Kedua arilamine adalah basa lemah dan,
karena itu tidak berkontribusi signifikan terhadap sifat asam basa dari ciprofoloxacin.
Tergantung pada pH larutan (atau jaringan), molekul ini akan menerima satu proton
(alkilamine sekunder), menghasilkan satu proton (asam karboksilat), atau keduanya. Maka,
cioprofloxacin adalah amfoter (mempunyai siat asam dan basa).
Pada Gambar 2.5 menunjukkan sifat asam-basa dari ciprofloxacin pada dua lokasi
berbeda dari saluran cerna (GIT). Pada pH tertentu (mis. pH 1,0 – 3.5), hanya satu dari gugus
fungsional (alkilamine) yang terionisasi. Untuk dapat membuat prediksi ini, maka kita harus
mengerti kekuatan relatif asam-basa dari asam2 dan basa2. Maka, kita perlu tahu dalam suatu
molekul yang mempunyai beberapa gugus fungsi yang mana asam atau basa terkuat dan asam
atau basa mana yang paling lemah. Konsep pKa tidak hanya menunjukkan kekuatan asam
basa relatif dari gugus fungsional organik tetapi juga memungkinkan seseorang untuk
menghitung, untuk suatu pH tertentu, tepatnya berapa banyak molekul dalam bentuk
terionisasi dan tidak terionisasi, yang karenanya memungkinkan memprediksi kelarutan
relatif dalam air, penyerapan, dan eksresiuntuksenyawatertentu. (Foye ed 7)
5
Perhitungan persen ionisasi fenobarbital (pKa = 7,4) pada berbagaimacam pH dapat dilihat padaTabel
14.
Table 14. Persen perhitungan bentuk terionisasi dan takterionisasi fenobarbital pada berbagai
macam pH.
pH % Takterionisasi % Terionisasi
2,0 100,0 0,00
4,0 99,96 0,04
6,0 96,17 3,83
6
Hubungan antara pH dan pKa dan tingkat ionisasi diberikan oleh Persamaan untuk asam
lemah dan basa lemah, masing-masing. Oleh karena itu, sebagian besar obat asam lemah
sebagian besar dalam bentuk tidak terionisasi pada pH cairan lambung yang lebih rendah dan,
oleh karena itu, diserap dari lambung serta dari usus.
Beberapa obat asam yang sangat lemah, seperti fenitoin dan banyak barbiturat, yang nilai
pKa-nya lebih besar dari 8,0, pada dasarnya tidak terionisasi pada semua nilai pH. Oleh
karena itu, untuk obat asam lemah ini, transport lebih cepat dan tidak bergantung pada pH,
asalkan bentuk takterionisasi adalah lipofilik atau nonpolar. Selain itu, penting untuk dicatat
bahwa fraksi yang tidak terionisasi berubah secara dramatis hanya untuk asam lemah dengan
nilai pKa antara 3 dan 7. Oleh karena itu, untuk asam lemah, diharapkan terjadi perubahan
laju transport dengan pH, seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 3.11. Meskipun
pengangkutan asam lemah dengan nilai pKa kurang dari 3.0 secara teoritis bergantung pada
pH, fraksi yang tidak terionisasi sangat rendah sehingga pengangkutan melintasi membran
usus menjadi lambat bahkan di bawah kondisi yang paling asam.
Gambar 3.11. utk asam-asam yang sangat lemah, nilai pKa> 8,0 terutama tidak terionisasi pada semua nilai
pH diantara 1,0 – 8,0. Perubahan besar pada fraksi tidak terionisasi terjadi dgn pH utk suatu asam dimana
nilai pKa terdapat dalam kisaran 2,0 – 8,0. Meskipun fraksi yang tidak terionisasi dari bahkan asam-asam
kuat meningkat dengan konsentrasi ion hydrogen, nilai absolute tetap rendah pada sbgn besar nilai pH yang
terlihat.
Sebagian besar basa lemah diserap dengan buruk, di lambung, karena sebagian besar terdapat
dalam bentuk terionisasi pada pH 1 sampai 2. Kodein, basa lemah dengan pKa sekitar 8, akan
memiliki sekitar 1 dalam setiap 1 juta molekul dalam bentuk tak terionisasi pada pH lambung 1,0.
Obat basa lemah dengan pKa kurang dari 4, seperti dapson, diazepam, dan chlor diazepoxide, pada
dasarnya tidak terionisasi melalui usus. Basa kuat, yang memiliki nilai pKa antara 5 dan 11,
menunjukkan penyerapan yang bergantung pada pH. Basa yang lebih kuat, seperti guanethidine
(pKa> 11) terionisasi di seluruh saluran pencernaan dan cenderung diserap dengan buruk.
Bukti pentingnya disosiasi dalam absorpsi obat ditemukan pada hasil studi dimana pH di tempat
absorpsi berubah (Tabel 3.1 dan 3.2). Tabel 3.2 jelas menunjukkan penurunan absorpsi asam lemah
pada pH 8,0 dibandingkan dengan pH 1,0 (13). Namun, peningkatan ke pH 8,0 meningkatkan
penyerapan basa lemah dengan praktis tidak ada yang diserap pada pH 1,0. Data pada Tabel 3.2 juga
memungkinkan perbandingan absorpsi obat asam dan basa usus dari larutan buffer mulai dari pH 4,0
hingga 8,0 (Foye, ed 7)
7
Perubahan pH dapat berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan koefisien partisi obat.
Bentuk garam dari asam atau basa lemah, bentuk tidak terionisasinya mudah diserap oleh
saluran cerna, dan aktivitas biologisnya sesuai dengan kadar obat bebas yang terdapat dalam
cairan tubuh.
Pada obat yang bersifat asam lemah, dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi bertambah
besar, bentuk tak terionisasinya bertambah kecil, sehingga jumlah obat yang menembus
membrane biologis juga semakin kecil. Akibatnya, kemungkinan obat untuk berinteraksi
dengan reseptor semakin rendah dan aktivitas biologisnya semakin menurun.
Pada obat yang bersifat basa lemah, dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi bertambah
kecil, bentuk tak terionisasinya semakin besar, sehingga jumlah obat yang menembus
membrane biologis bertambah besar pula. Akibatnya, kemungkinan obat untuk berinteraksi
dengan reseptor bertambah besar dan aktivitas biologisnya semakin meningkat.
Hubunganperubahan pH dengan aktivitas biologis senyawa yang bersifat asam dan basa
lemah dapat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35. Hubungan perubahan pH dengan aktivitas biologis senyawa yang bersifat asam dan
basa lemah.
Contoh:
1. Asam aromatic lemah, seperti asam benzoat, asam salisilat dan asam mandelat, aktivitas
antibakterinya bertambah besar bila dalam media asam.
Contoh: pada pH = 3, aktivitas antibakteri asam benzoat 100 kali lebih besar disbanding
aktivitasnya pada suasana netral.
8
Sedikit perubahan struktur dapat menyebabkan perubahan yang bermakna dari sifat ionisasi
asam atau basa dan mempengaruhi aktivitas biologis obat.
Contoh:
Golongan 5,5-disubstitusi dari turunan asam barbiturate mempunyai nilai pKa 7 – 8,5,
contoh: asam 5,5-dietilbarbiturat (fenobarbital) mempunyai nilai pKa = 7,4. Pada pH
fisiologis, lebihdari 50% fenobarbital terdapat dalam bentuk tidak terionisasi, sehingga
dengan mudah menembus jaringan lemak dan menunjukkan aktivitas sebagai penekan system
sarafpusat.
Golongan 5-substitusi barbiturate, bersifatlebihasam, contoh: asam5-etil barbiturate
mempunyai nilai pKa = 4,4, pada pH fisiologis mudah terionisasi (99,9%), sehingga kurang
efektif dalam menembus sawar membrane lipofil system saraf pusat, dan tidak dapat
menimbulkan efek penekan system saraf pusat. Proses ionisasi dari 5-substitusi dan 5,5-
disubstitusi barbiturate dapat dilihat pada Gambar 36.
OH OH
O
H H5C2
H5C2
NH tautomeri N OH- N
H5C2
H+
HO N OH HO N O-
O N O
H
5-etil barbiturate (keto) (enol) ion 5-etil barbiturat
O O
H5C2 H5C2
NH OH- NH
H5C2 H5C2
+
H
O N O O N O-
H
Perubahan pH juga mempengaruhi reaktifitas gugus asam atau basa pada permukaan sel
atau dalam sel mikroorganisme. Pada titik isoelektrik, kation dan anion yang potensial
didalam protein atau sel berbentuk sebagai “zwitter ion”.
NH3+
H3C - C - COOH
H+
NH2 NH3+ H Kation
Dengan meningkatnya pH atau bertambah basanya media, kadar anion sel akan
bertambah besar sehingga meningkatkan aktivitas obat yang bersifat kation aktif.
Sebaliknya, dengan menurunnya pH atau bertambah asamnya media, kadar kation sel
akan bertambah besar sehingga meningkatkan afinitas anion aktif.
Beberapa senyawa akan menunjukkan aktivitas biologis yang semakin meningkat bila
derajat ionisasinya meningkat. Karena kesulitan bentuk ion untuk menembus membrane
biologis maka diduga bahwa senyawa tipe ini memberikan efek biologis di luar sel.
Gambar 37. Hubungan antara aktivitas antibakteri (log1/C) terhadap Escherichia coli (pada pH =
7) dan nilai pKa dari turunan sulfonamide.
Menurut Cowles (1942), sulfonamide dapat menembus membrane sel bakteri dalam
bentuk tidak terionisasinya, dan sesudah mencapai reseptor yang bekerja kemungkinan
adalah bentuk ionnya.
Contoh obat yang aktif dalam bentuk ion antara lain adalah akridin dan turunan
amonium kuarterner.
Albert dan kawan-kawan (1945), telah melakukan penelitian mengenai aktivitas
antibakteri turunan akridin, dan mendapatkan bahwa pada pH fisiologis (7,4) dan suhu
37oC, akridin terdapat dalam bentuk terionisasi 60%, dan aktif sebagai antibakteri. Disini
bentuk kation akridin dianggap bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakterinya.
Bentuk tak terionisasi, bentuk anion dan bentuk ion zwitter, mempunyai aktivitas
antibakteri rendah.
10
Penambahan sustituen amin pada struktur molekul akridin, dapat mempengaruhi sifat
kebasaan dan aktivitas antibakteri. Bila posisi gugus amin pada atom C3, C6, dan C9,
terjadi stabilisasi resonansi, delokalisasi muatan positif kation meningkat sehingga sifat
kebasaan senyawa akan meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar kation obat
sehingga aktivitas antibakterinya akan meningkat pula.
Substitusi pada posisi C1 dan C2, tidak menyebabkan stabilisasi resonansi sehingga sifat
kebasaannya rendah dan aktivitas antibakterinya juga rendah.
Bila posisi gugus amin pada atom C4, terbentuk ikatan H intramolekul yang menurunkan
sifat kebasaan senyawa sehingga aktivitas antibakterinya rendah. Senyawa diamino
akridin, seperti proflavin (3,6-diaminoakridin), sifat ionisasinya lebih besar disbanding
senyawa mono aminnya seperti 3-aminoakridin atau 6-aminoakridin, sehingga bentuk
kation aktifnya lebih besar dan aktivitas antibakterinya juga lebih besar.
NH2+
8 9 1
7 2 4
N
--
6 3 N
N N H
H
5 4 H
10 H
Struktur umum Akridin 4-aminoakridin Ion 9-aminoakridin
+
N NH2 N NH2+
H
H H
Ion-ion 3-aminoakridin
Total permukaan bidang datar senyawa juga berpengaruh terhadap aktivitas antibakteri
turunan akridin. Bila total luas permukaan bidang datar senyawa lebih kecil dari 38 Å
kuadrat maka sebagian besar aktivitas antibakterinya akan hilang. Hal ini disebabkan
diperlukan luas permukaan bidang datar tertentu, dengan kekuatan van der Waals
tertentu, untuk menunjang ikatan antara kation obat dengan anion reseptor.
NH2 NH2
N N
9-aminotetrahidroakridin 4-aminokuinolin
Contoh:
9-aminotetrahidroakridin mempunyai total permukaan bidang datar lebih besar dari 38Å
kuadrat dan kadar antibakterinya 1 : 5000, sedang 4-aminokuinolin mempunyai total
permukaan bidang datar lebih kecil dari 38Å kuadrat sehingga kadar antibakterinya turun
lebih rendah dari 1 : 5000.
Beberapa zat warna basa turunan trifenil metan, seperti malachite green dan
gentianviolet, serta turunan akridin, seperti akriflavin, aminakrin dan proflavin,
mempunyai aktivitas antibakteri karena bentuk kationnya dapat berinteraksi dengan
gugus anion esensial sel bakteri, missal gugus karboksilat, membentuk garam yang sukar
terdisosiasi dan mempunyai tetapan kestabilan yang relative tinggi.
11
Mekanisme interaksi bentuk kation obat dengan gugus anion sel bakteri dapat dijelaskan
sebagai berikut.
O- H O- H
Sel - C +
+
H-N -R Sel - C H - N+ - R
O H O H
anion sel bakteri Kation obat Garam stabil
Makin tinggi tetapan kestabilan garam makin lebih baik kation tersebut berkompetisi
dengan ion-ion hydrogen dalam interaksinya dengan gugus anion esensial sel bakteri.
Akibatnya terjadi pemblokan gugus fungsional sel, metabolism sel dihambat sehingga
bakteri mengalami kematian (efek bakteriostatik).
Protein sel bakteri pada umumnya mempunyai pH isoelektrik ± 4, sehingga pada pH
fisiologis protein sel bersifat sebagai anion. Oleh karena itu hanya bentuk kation obat
yang efektif sebagai antibakteri.