Anda di halaman 1dari 12

INTERAKSI OBAT-RESEPTOR

Referensi:

1. Siswandono, Soekardjo, 2000, Kimia Medisinal

2. Beale, J. M., and Block, J. H., 2011, Wilson and Gisvold’s textbook of Organic Medicinal
and Pharmaceutical Chemistry, 12th edition.

3. Lemke,T. L. and William D. A, , Foye’s . Principles of Medicinal Chemistry, sixth


edition. Lippincot Williams & Wilkins

4. Thomas, G., 2007, Medicinal Chemistry an Introduction, second edition. John Wiley & Sons,
Ltd.

Interaksiobat-reseptor → kompleks obat-reseptor, merangsang timbulnya respons biologis (agonis


atau antagonis)

Mekanisme timbulnya respons biologis → teori interaksi obat-reseptor.

A. Teori Klasik

Crum Brown dan Fraser (1869): aktivitas biologis suatu senyawa merupakan fungsi dari
struktur kimianya dan tempat obat berinteraksi pada system biologis memp sifat karakteristik.
Investigasi oleh J.N. Langley di awal 1900-an menegakkan dasar awal untuk interaksi obat dengan
komponen seluler tertentu, yang kemudian diidentifikasi dan disebut " reseptor “. Langley mencatat
bahwa senyawa seperti pilocarpine , yang bekerja menyerupai parasimpatis dari sistem saraf otonom
, sangat selektif dan juga sangat potent . Selain itu , senyawa seperti atropin mampu memblokir , agak
selektif , efek dari pilocarpine dan stimulasi sistem saraf parasimpatis. Langley menyimpulkan bahwa
kedua senyawa ini berinteraksi dengan komponen yang sama dari sel ..
Paul Ehrlich (1907), seorang ahli mikrobiologi memperkenalkan istilah reseptor dan konsep
sederhana ttg interaksi obat-reseptor → corpora non agunt nisi fixata (obat tdk akan menimbulkan
efek, tanpa mengikat reseptor). Respons biologis timbul bila ada interaksi antara tempat atau struktur
dalam tubuh yang karakteristik ataus isi reseptor, denganmolekulasing yang sesuaiatauobat, yang satu
sama lain merupakan struktur yang saling mengisi. Interaksi obat dengan reseptor analog dengan
“lock” and “key”.

Beberapa obat menghasilkan efek yang diinginkan tanpa interaksi dengan receptor specific.
Misalnya, osmotic diuretics menghasilkan efek farmakologinya secara sederhana dengan membuat
osmotic gradient in the renal tubules and, sehingga dengan demikian, terjadi penumpukan eliminasi
air didalam urine. Hal yang sama, antacids menghasilkan effectnya dengan chemically neutralizing
asam klorida yang ada di saluran cerna. Tidak ada absorpsi obat diperlukan agar efeknya terjadi.

B. Clark’s occupancy theory (TeoriPendudukan )

Clark pada 1920s memvisualisasikan interaksi obat-reseptor sebagai suatu kesetimbangan


dinamisbimolekular dengan molekul-molekul obat yang kontinyu mengikat dan meninggalkan
reseptor.

(D) + (R) ⇌ (DR) ⇒ Response

(D) = Drug (R) = receptor (DR) = Drug-Receptor Complex

Clark menyatakan bahwa intensitas respons proporsional dengan jumlah reseptor yang diduduki:
semakin banyak jumlah reseptor yang diduduki, semakin besar efek farmakologi nya.

Response effect E∝ [DR]

Menurut Clark respons maximum akan diperoleh jika semua reseptor telah diduduki.Walaupun
Clark’s occupancy theory masih merupakan dasar farmakodinamik, sejumlah assumsitidak benar.

Sekarang diketahui bahwa:


- Pembentukan dari banyak komplek obat-reseptor tidak reversible.
- the receptor sites tidak selamanya independent;
- Pembentukan komplek mungkin bukan bimolecular
- Respons maximum dapat diperoleh sebelum semua reseptor diduduki.
- Respons tidak berkaitan secara linier terhadap proporsi receptor yang diduduki, terutama
dalam hal partial agonists.

Pada tahun 1950. Ariens and Stephenson secara terpisah memodifikasi Clark’s theory menerangkan
adanya agonists, partial agonists and antagonists.Ariens (1954) dan Stephenson (1956),
membagiinteraksiobat dan reseptordalam 2tahap:
1. pengikatan ligand terhadap reseptor, yang dikontrol oleh affinitas ligand terhadap reseptor.
2. inisiasi (menghasilkan) respons biologis.
Ariens mengatakan bahwa tahap ke II ini ditentukan oleh kemampuan komplek ligand-reseptor untuk
memulai suatu respons. Ariens menamakan kemampuan ini adalah “intrinsicactivity” (a), sedangkan
Stephenson menyebutnya sebagai “efficacy” (e) dari komplek ligand–receptor.

Proses interaksiobat-reseptor menurut Ariens-Stephenson dijelaskan sbb:

afinitas
O + R ← → Kompleks OR efikasi
→ Respons biologis
Afinitas : ukuran kemampuan obat utk mengikat reseptor
Afinitas sgt tergantung pada struktur molekul obat dan sisi reseptor.
Efikasi (aktivitasintrinsik): ukuran kemampuan komplek sobat-reseptor untuk dapat memulai
timbulnya respons biologis.
Additionally, senyawa2 yang mempunyai affinitas juga dianggap sebagai ligands.
Ariens-Stephenson, agonis dan antagonis memp afinitas yang kuat thd reseptor, →ini
memungkinkan untuk membentuk kompleks ligand-reseptor; hanya senyawa agonis yang mempunyai
aktivitas intrinsik, ;antagonis adalah obat yang terikat kuat kepada reseptor –maka, memp afinitas
yang besar thd reseptor tapi tanpa aktivitas. Memungkinkan untuk merobah agonis →antagonis
melalui modifikasi struktur yang tepat, spt pe + an atau penghilangan gugus kimia tertentu. Antagonis
biasanya lebih nonpolar.
Afinitas suatu obat dapat diperkirakan dengan membandingkan dosis yang diperlukan untuk
menghasilkan respons farmakologi dgn dosis yang diperlukan obat baku.
Gambar 2. Kurva Dosis-responskontraksi yang dihasilkan oleh asetilkolin dan garam-garam trialkil
amonium pada jejunum tikus.

Keterangan :
ACh :Asetilkolin
A : H3C - CH2 - O - CH2 - CH2 - N+(CH3)3
B : H3C - CH2 – CH2 - CH2 - CH2 - N+(CH3)3
C : H3C - CH2 - CH2 - N+(CH3)3
Asetilkolin (obat baku) dan garam trialkil ammonium akan menghasilkan bentuk kurva normal sigmoid bila
logaritma dosis diplotkan terhadap % kontraksi pada jejunum tikus, spt terlihat pada Gambar 2.

Pada Gambar 2 terlihat bahwa senyawa A, B, dan C memberikan bentuk kurva (respons) yang
sama spt asetilkolin, hanya saja untuk memperoleh efek yang sama diperlukan dosis yang
semakin besar. Maka, senyawa A, B, dan C memp aktivitas intrinsic sama dengan asetilkolin
karena sama-sama mampu menimbulkan respons maksimal, ttp afinitas thd reseptor makin
kekanan semakin rendah shg diperlukan dosis yang semakin besar untuk mencapai efek yang
sama.
Pada modifikasi struktur molekul obat kadang-kadang terjadi penurunan secara bertahap efek
maksimalnya shg akan didapat senyawa yang bersifat antagonis.
Hal ini dapat dijelaskan dengan kurva pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurvadosis-responskontraksi yang dihasilkan oleh beberapa garam


turunantrialkilamonium pada jejenumtikus

Keterangan:
A: H11C5-N(CH3)3
B: H11C5-N (CH3)2
C2H 5
C: H11C5-N (C2H5)2
CH3
D: H11C5-N(C2H5)3

Pada kurva diatas terlihat bhw pergantian gugus metil dengan gugus etil secara bertahap,
menyebabkan penurunan respons biologis, karena terjadi penurunan aktivitas intrinsic dari
senyawa-senyawa tsb. Senyawa D tidak menimbulkan respons biologis karena kehilangan
aktivitas intrinsik, tanpa terjadi penurunan bermakna dari afinitasnya thd reseptor, krn senyawa D
merupakan competitive inhibitor (antagonis) thd seri turunan diatas.
C. Teori Kecepatan (Rate Theory)

Menurut teori kecepatan bahwa jumlah interaksi obat-reseptor per unit waktu menentukan intensitas
respons. Maka, obat2 yang berasosiasi dengan dan kemudian dengan cepat terdisosiasi dari reseptor,
akan memungkinkan molekul obat lainnya selanjutnya berinteraksi dengan reseptor, diharapkan
menghasilkan respons yang sangat kuat. (Foye, )
Teori ini diusulkan oleh Paton pada 1961 sebagai alternatif the occupancy theory. Paton
menyatakan bahwa stimulus dihasilkan hanya jika ligand pertama sekali menduduki reseptor site.
Stimulasi tidak berlanjut walaupun site masih terus diduduki. Ini disebabkan reseptor mengalami
perubahan konformational yang kedua, menyebabkan inaktivasi. Juga perubahan konformational
kedua ini meningkatkan pengikatan agonist terhadap site, menghasilkan komplek obat-reseptor yang
lebih stabil.
Maka, selama ligand terikat ke reseptor, reseptor tidak mampu menghasilkan stimulus lebih
lanjut. Segera setelah ligand lepas dari reseptor maka akan kembali ke konformational awal.
Akibatya, stimulasi lebih lanjut dari reseptor sekarang dapat terjadi.
asosiasi
O + R ← → Kompleks (OR) disosiasi
 → Respons biologis
The rate theory juga memberikan penjelasan ttg desensitisasi.

Ligand dengan affinitas yang kuat terhadap reseptor akan masih terikat ketika perubahan
konformational kedua terjadi. Konformasi kedua yang inaktif ini akan dipertahankan selama agonist
menduduki receptor site. Maka, ketika reseptor2 initidak dapat me respond terhadap dosis selanjutnya
dari obat , derjat respons lebih kecil karena keseluruhan jumlah reseptor2 aktif berkurang. Namun,
jika agonist meninggalkan receptor strukturnya kembali ke konformasi semula dan receptor mampu
berfungsi secara normal.
Terlihat bahwa obat memulai kerjanya sebagai full agonist tetapi penggunaan berulang
menghasilkan partial agonistic. Phenomena ini dikenal sebagai desensitisation or tachyphylaxis.
(Thomas, 2007)
Agonis bila mempunyai kecepatan asosiasi atau sifat mengikat reseptor dan disosiasi yang
besar/cepat. Antagonis bila memp kecepatan asosiasi sangat besar, disosiasi sangat kecil. Disini
pendudukan reseptor tidak efektif karena menghalangi asosiasi senyawa agonis yang produktif.Agonis
parsial bila kecepatan asosiasi dan disosiasinya tidak maksimal.

D. Teori Kesesuaian Terimbas (induced-fit theory)


Menyatakan bahwa ketika obat mencapai reseptor, terjadi suatu perubahan konformational
didalam reseptor menghasilkan pengikatan yang efektif (Foye, ). Menurut teori ini, reseptor
normal nya tidak terdapat dalam konformasi yang tepat untuk mengikat obat. Setelah obat terdisosiasi,
reseptor kemudian dapat kembali lagi ke konfigurasi semula. Dalam teori ini, suatu antagonist dapat
menyebabkan perubahan konformational pada reseptor; namun, perubahan ini bukanlah perubahan
yang tepat yang dibutuhkan untuk memperoleh respons biologis. (Foye, )

E. The Macromolecular Pertubation Theory (Teori Gangguan Makromolekul)

Macromolecular pertubation theory, menyatakan bahwa ada dua type perubahan konformasi dan
kecepatan keberadaannya menentukan respons biologis yang dapat diamati.
Agonis adalah obat yang memp aktivitas intrinsik dan dapat mengubah struktur reseptor menjadi
bentuk specific pertubation (SCP) shg menimbulkan respons biologis.
Antagonis adalah obat yang tidak memp aktivitas intrinsik dan dapat mengubah struktur reseptor
menjadi bentuk nonspecific pertubation,(NSCP) yang tidak dapat menghasilkan respons biologis.

F. The Activation-aggregation Theory” (Teori Pendudukan –aktivasi)

The “activation-aggregation theory” menunjukkan bahwa reseptor selalu berada dalam


kesetimbangan dinamis antara keadaan aktif dan inaktif. (Foye, ). Keadaan aktif disebut dengan
relaxed atau R state, sedangkan keadaan inaktif disebut dengan keadaan kaku/regang (the tensed or T
state). Reseptor dalam keadaan R dapat memberikan rangsangan tetapi yang dalam keadaan T tidak
dapat menghasilkan rangsangan. (Thomas, 2007).

Agonist, bila keseimbangan menujuk bentuk yang teraktifkan; sedangkan antagonis ts mencegah
keadaan teraktifkan,dan agonis parsial bila terjadi bentuk R dan T
k1
T R
k-2

dimana k1, and k2adalah konstanta kecepatan for the forward and reverse processes, respectively.
In the absence of ligands tidak akan ada rangsangan reseptor walaupun beberapa reseptor dalam
keadaan R. Situasi ini dianggap bentuk ‘at rest’ dari sistem reseptor.
Tetapi jika kesetimbangan persamaan mengarah kekanan, melalui interaksi dari ligand yang
sesuai dengan reseptor, jumlah reseptor dalam keadaan R akan meningkat. Peningkatan ini
mengakibatkan rangsangan, yang diikuti oleh respons jaringan.
Conversely, ligands that cause equilibrium to move to the left will inhibit stimulationand tissue
response.
Full agonists cause maximum receptor stimulation and so will have a strong affinity for theR state.
This affinity will move the position of equilibrium to the right, with a subsequentstimulation.

IKATAN YANG TERLIBAT PADA INTERAKSI OBAT-RESEPTOR


Respons biologis merupakan akibat adanya interaksi molekul obat dengan gugus fungsional molekul
reseptor. Interaksi ini dapat berlansung karena kekuatan ikatan kimia tertentu.

Tipe ikatan kimia yang terlibat dalam interaksi obat-reseptor antara lain adalah ikatan kovalen, ikatan
ion-ion yang saling memperkuat (reinforce ion), ikatan ion (elektrostatik), ikatan hidrogen, ikatan ion-
dipol, ikatan dipol-dipol, ikatan van der Waals, dan ikatan hidrofob. Tipe-tipe ikatan kimia pada
interaksi obat-reseptor dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tipe-tipe ikatan kimia pada interaksi obat-reseptor


IKATAN PADA INTERAKSI OBAT-RESEPTOR

Umumnya ikatan obat-reseptor bersifat terpulihkan shg obat segera meninggalkan reseptor bila
kadar obat dalam cairan luar sel menurun. Untuk ini ikatan yang terlibat pada interaksi obat-reseptor
harus relative lemah tapi masih cukup kuat untuk berkompetisi dengan lain-lain ikatan dengan sisi
kehilangan.
Pada interaksi obat dengan sisi reseptor, senyawa dapat menggabungkan bbrp ikatan yang lemah,
spt ikatan hidrogen, ion, ion-dipol, dipol-dipol, dan ikatan van der Waals shg secara total
menghasilkan ikatan yang cukup kuat dan stabil.
Untuk tujuan tertentu, mis → efek yang berlansung lama dan tak terpulihkan spt pada obat
antibakteri dan antikanker, →ikatan yang lebih kuat yaitu ikatan kovalen.

A. IKATAN KOVALEN
Ikatan kovalen merupakan ikatan kimia yang paling kuat (rata-rata kekuatan ikatan 100 kkal/mol).
Dengan kekuatan ikatan yang tinggi ini, pada suhu normal ikatan bersifat tak terpulihkan dan hanya
dapat pecah bila ada pengaruh katalisator enzim tertentu. Interaksi obat-reseptor melalui ikatan
kovalen→kompleks yang cukup stabil, dan sifat ini dapat digunakan untuk tujuan pengobatan
tertentu.

Contoh obat yang mekanisme kerjanya melibatkan ikatan kovalen.

1. Turunan nitrogenmustar

Turunan nitrogen mustar adalah senyawa pengalkilasi, umumnya digunakan sebagai obat antikanker.
→metkloretamin, siklofosfamid, klorambusil dan tiotepa.

Senyawa pengalkilasi adalah kelas obat yang mampu membentuk ikatan kovalen dengan biomolekul
penting. Target utama kerja obat adalah kelompok nukleofilik yang ada pada DNA (terutamaposisi 7
guanin); namun, protein dan RNA juga dapat dialkilasi. Alkilasi DNA dianggap menyebabkan
kematian sel, walaupun mekanisme pastinya tidak pasti.

Mekanisme kerja:

Mustard seperti mechlorethamine diklasifikasikan sebagai agendialkilasi di mana satu


molekul mustard dapat mengalkilasi dua nukleofil. Reaksi awal asam-basa diperlukan untuk
melepaskan pasangan electron bebas pada nitrogen, yang kemudian menggantikan klorida untuk
menghasilkan kation aziridinium yang sangat reaktif (Skema 10.3). Serangan nukleofilik kemudian
dapat terjadi pada karbon aziridinium untuk menghilangkan regangan cincin kecil dan menetralkan
muatan pada nitrogen. Proses ini kemudian dapat diulangi asalkan ada leaving group kedua.(Wilson
&Gisvold ed 12)

Scheme 10.3 Alkylation of nucleophilic species by nitrogen mustards.


2. Turunan antibiotic aβ- lactam
Turunan penisilin dan sefalosporin mengandung cincin β- laktam, merupakan senyawa
pengasilasi kuat dengan spesifitas tinggi terhadap dinding sel bakteri. Senyawa pengasilasi ini
akan mengasilasi secara selektif enzim transpeptidase (enzim yang mengkatalisis tahap akhir
sintesis dinding sel bakteri). Reaksiasilasi ini menyebabkan kekuatan dinding sel bakteri menjadi
lemah dan mudah terjadi lisis shg bakteri mati.
Reaksi asilasi gugus amino serin dari enzim transpeptidase oleh turunan antibiotic β- laktam
dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.

3. Senyawaorganofosfat
senyawa organofosfat, suatu insektisida, dapat bereaksi dengan gugus serin, suatu bgn fungsional dari
sisi aktif enzim asetil kolinesterase.
Atom P akan berikatan dengan atom O gugus serin, melalui reaksi fosforilasi, membentuk ikatan
kovalen, dan dengan demikian memblok keterlibatan lebih lanjut dari asam amino dalam proses
katalitik. Shg fungsi enzim menjadi terganggu dan terjadi penumpukan asetikolin yang bersifat toksik
thd serangga.
Gambar dibawah ini adalah reaksi fosforilasi gugus serin enzim asetil kolinesterase oleh senyawa
organofosfat.

4. Senyawa As-organik dan Hg-organik

Senyawa As-organik, spt salvarsan dan karbarson, suatua ntibakteri, dan Hg-organik, spt
merkaptomerin dan klormerodrin, suatu diuretik, dapat mengikat gugus sulfhidril dari enzim atau sisi
reseptor, membentuk ikatan kovalen, dan menghasilkan hambatan yang bersifat takterpulihkan shg
enzim tidak dapat bekerja normal.

Berikut adalah reaksi antara senyawa As-organik dan Hg-organik dengan gugus sulfhidril enzim.

R- Hg – X + HS – R →R – Hg – S – R

5. Asametakrinat

Asam etakrinat, suatu diuretik, gugusnya mengandung α,β-keto tak jenuh, dapat membentuk ikatan
kovalen dengan gugus SH dari enzim yang bertanggung jawab thd produksi energi yang diperlukan
untuk penyerapan kembali ion Na+ di tubulus renalis. Ion Na+ yang tidak diserap kembali,
dikeluarkan dengan diikuti sejumlah air shg terjadi efek diuresis.

Mekanisme reaksi asam etakrinat dengan gugus SH enzim dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

Cl Cl Cl Cl
O O
HO O RSH HO O H2
H C S R
O O
ethacrynic acid sulfhydril conjugate of ethacrynic acid
B. INTERAKSI ION-DIPOL DAN DIPOL-DIPOL

Adanya perbedaan elektronegatifitas atom C dengan atom lain, seperti O dan N, akan membentuk
distribusi electron tidak simetrik atau dipol, yang mampu membentuk ikatan dengan ion atau dipole
lain, baik yang mempunyai daerah kerapatan electron tinggi maupun yang rendah. Gugus-gugus yang
mempunyai fungsi dipolar a.l gugus karbonil, ester, amida, eter, dan nitril. Gugus-gugus tsb sering
didapatkan pada senyawa yang berstruktur khas.
O O O

R-C-R' R-C-O-R' R-CH2-O-CH2-R' R-C-NH-R' R-CN

Contoh: turunan metadon dan meperidin, suatu narkotik analgesik, strukturnya mengandung gugus N-
basa dan karbonil yang dalam larutan dapat membentuk siklik akibat adanya daya tarik menarik dipol.
Dalam bentuk siklik inilah obat tsb berinteraksi dengan reseptor analgesik

Gambar .Bentuk siklik metadon akibat adanya interaksi dipol-dipol

Bila gugus C=O dihilangkan atau diganti dengan gugus lain, mis. CH2, aktivitas analgesiknya akan
hilang. Hal ini disebabkan hilangnya daya tarik menarik dipol-dipol dan kemampuan membentuk
siklik, shg senyawa tidak dapat berinteraksi secara serasi dengan reseptor analgesik.

C. IKATAN HIDROGEN

Ikatan hydrogen adalah ikatan antara atom H dengan atom lain yang bersifat elektronegatif dan
mempunyai sepasang electron bebas dengan oktet yang lengkap, spt O, N, dan F. kekuatan hydrogen
bervariasi antara 1 – 10 kkal/mol, rata-rata 5 kkal/mol. Ikatanhidrogenumumnyaterjadi pada senyawa
yang mempunyaigugus-gugusspt OH … O, NH … O, NH … N, OH … N, NH … F, dan OH … F.
Suatu molekul air dapat bertindak sebagai suatu dipole elektronik (yaitu hidrogen relatif positif karena
daya tarik elektron oleh oksigen) dapat dengan mudah terikat ke molekul lainnya melalui ikatan
hidrogen. Pada 2 – 5 kcal/mol, suatu single ikatan hidrogen relatif lemah dan tidak dapat diharapkan
untuk mendukung interaksi obat-reseptor, tetapi jika multiple hydrogens bonds terbentuk antara obat
dan reseptor, as typically is the case, a significant amount of stability is conferred on the drug-receptor
interaction (stabilitas dalam jumlah signifikan diberikan kepada interaksi obat-reseptor). Maka,
hydrogen bonding merupakan persyaratan esensial untuk banyak interaksi obat-reseptor. (Foye, ed 6)

Ikatan hydrogen ada 2:


a. ikatan hydrogen intramolekul: ikatan yang terjadidalam 1 molekul.
b. ikatan hydrogen intermolekul: ikatan yang terjadi antar molekul-molekul.

Kekuatan ikatan hydrogen intermolekul lebih lemah disbanding ikatan yang intramolekul. Ikatan
hydrogen dapat mempengaruhi sifat kimia fisika (titik didih, titik lebur, kelarutan dalam air,
kemampuan pembentukan kelat, dan keasaman). Perubahan sifat-sifat tsb dapat berpengaruh thd
aktivitas biologis senyawa.
Asam o-hidroksibenzoat memp ikatan hydrogen intramolekul dan secara efektif mengurangi aktivitas
gugus OH dan COOH thd molekul air →kelarutan dalam air ↓. Bentuk orto memp keasaman yang
lebih tinggi dan kemampuan membentuk kelat> meta dan para. Bentuk meta dan p- hidroksibenzoat
dapat membentuk ikatan hydrogen intermolekul→kelarutan dalam air >bentuk orto. Perubahan sifat-
sifat kimia-fisika tsb berpengaruh thd aktivitas analgesik dan antibakteri turunan hidroksi benzoat.

Ikatan hidrogen juga membantu terhadap kestabilan konformasi α –heliks peptida-peptida dan
interaksi pasangan basa khas, spt purin dan pirimidin, pada ADN.Hydrogen bonding between pcptide
units is one of the major bonding forces contributing to the formation of a stable configuration in
proteins.

Obat anti kanker tertentu, spt golongan seny pengalkilasi, dapat mengalkilasi pd basa ADN dan
mencegah pembentukan ikatan hydrogen shg replikasi normal dari ADN tidak terjadi.
D. IKATAN VAN DER WAALS

Ikatan van der Waals merupakan kekuatan tarik menarik antar molekul atau atom yang tidak
bermuatan, dan letaknya berdekatan atau jaraknya ± 4 -6 Å. Ikatan ini terjadi karena sifat

kepolarisasian molekul atau atom. Intensitas ikatan van der Waals (V) dapat dihitung melalui
persamaan sbb:
-A B A dan B: tetapan khas struktur elektronik atom
V= +
r 6 r12 r :jarak yang memisahkan 2 pusat atom

Meskipun secara individu lemah tetapi hasil penjumlahan ikatan van der Waals merupakan factor
pengikat yang cukup bermakna, terutama untuk senyawa yang mempunyai BM tinggi. Ikatan van der
Waals terlihat pada interaksi cincin benzene dengan daerah bidang datar reseptor dan pada interaksi
rantai hidrokarbon dengan makromolekul protein atau reseptor.

Contoh:
1. n-alkana dengan jumlah atom C > 80, memp kekuatan ikatan 80 kkal/mol dan ini hampir
sama dengan kekuatan kovalen.
2. Cincin benzen yang mengandung 6 atom C, memp kekuatan ikatan yang hamper sama dengan
kekuatan hidrogen.
3. Turunani satin-β-tiosemi karbazon (obat antivirus), aktivitasnya ternyata berhubungan dengan
radius van der Waals dari substituen pada posisi 5 dan 6.

Tabel :Hubungan perubahan struktur dan aktivitas antivirus turunan isatin-β-tiosemi karbazon dengan
radius van der Waals.

Substituen Radius (Å) Aktivitasrelatif

Posisi 5 Posisi 6
- 1.2 100 100
F 1.35 43.1 43.1
Cl 1.80 4.2 11.7
Br 1.95 3.1 10.5
CH3 2 0 0.3
I 2.5 0 3.9

Dari Tabel diatas terlihat bahwa makin besar radius senyawa, aktivitas antivirusnya makin rendah.
E. IKATAN ION

Ikatan ion: ikatan yang dihasilkan oleh daya tarik menarik elektrostatik antara ion-ion yang
muatannya berlawanan. The strength of this type of bond varies between 5 and 10 kcal/mol. Kekuatan
tarik menarik akan makin ber- bila jarak antar ion makin jauh dan pe - an tsb berbanding terbalik
dengan jaraknya. Kemampuan suatu obat untuk berikatan dengan reseptor via interaksi ionik akan
meningkat signifikan ketika molekul obat lebih dekat ke reseptor. Ikatan ionik tidak sekuat ikatan
kovalen ketika mencegah disosiasi komplek obat – reseptor.
Kecendrungan suatu atom mengambil bagian dalam ikatan ionik ditentukan oleh derjat
elektronegativitasnya. Hydrogen, as a standard, has an electronegativity value of 2.1 (Linus Pauling
Units). Atom fluorine and chlorine seperti halnya gugus hydroxyl, sulfhydryl, and carboxyl
membentuk ikatan ionik yang kuat karena tarik menarik elektron yang lebih kuat dibandingkan
dengan hydrogen. Sebaliknya, gugus alkil tidak berpartisipasi dalam ikatan ionik karena cenderung
lebih lemah untuk menarik elektron dibandingkan dengan hidrogen.
Obat yang mengandung gugus kation spesial, spt R3NH+, R4N+, dan R2C=NH2+, maupun anion
spesial, spt RCOO-, RSO3-, dan RCOS-, dapat membentuk ikatan ini dengan gugus-gugus reseptor
atau protein yang muatannya berlawanan. Kemampuan interaksi gugus-gugus yang muatannya
berlawanan tsb tergantung pada susunan makromolekul reseptor.

F. IKATAN HIDROFOB

ikatan hidrofob adalah ikatan yang sangat lemah yang terjadi jika bagian non-polar dari molekul obat
bergabung dengan daerah non-polar reseptor biologis. Daerah nonpolar molekulobat yang tidak larut
dalam air dan molekul-molekul air disekelilingnya, akan bergabung melalui ikatan hydrogen
membentuk struktur quasi-crystalline (icebergs).
The precise nature of hydrophobic bonding is not known but the formation of
hydrophobicbonds leads to a fall in the energy of the system and a more stable structure. Some
workersdo not believe that hydrophobic effects exist.
Pembentukan ikatan hidrofob akibat penggabungan rantai-rantai nonpolar dari molekul obat
dan reseptor dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Senyawa dengan derajat kekhasan tinggi dapat memadukan beberapa ikatan lemah, seperti ikatan-
ikatan hidrogen, ion, ion-dipol, dipol-dipol, dan ikatan van der Waals, pada interaksinya dengan
reseptor sehingga secara total akan menghasilkan ikatan yang cukup kuat dan stabil.

Contoh:

Anda mungkin juga menyukai