Anda di halaman 1dari 53

TEORI RESEPTOR

PENDAHULUAN
❖ Pada permulaan 1978, Langley, dalam
mempelaiari efek antagonistik dari atropin dan
pilokarpin, mengemukakan reseptor adalah
sesuatu substansi yang beriteraksi dengan
obat yang dapat menimbulkan tanggapan
hayati.
❖ Keduanya ( obat-reseptor) membentuk
persenyawaan sesuai dengan beberapa aturan
masa relatifnya dan afinitas kimia untuk
substansi itu merupakan suatu faktor" .
❖ Obat dalam sistem kehidupan akan mengalami
berbagai peristiwa seperti tergambar dalam
slide berikut 1
❖ Obat yang masuk dengan berbagai cara, dari
berbagai bentuk sediaan akan diserap dan diikat
oleh protein sebagian dan didistribusikan. dan
akhirnya tempat aksi obat.
❖ Setelah obat beraksi mengalami metabolisme
dan dikeluarkan sebagai metabolit, atau mungkin
tanpa mengalami metabolisme.
❖Bahkan lebih awal, Cruum Brown dan Fraser
menyarankan bahwa untuk beberapa molekul obat
aksi fisiologis dapat mempunyai hubungann
dengan aturan kimia.
❖Konsep hubungan struktur dan aksi obat dan
mencari reseptor yang mungkin berikatan
dikembangkan oleh pusat kerja Paul Ehrlich yang
pada tahun 1900 menulis sebagai berikut:
2
Perjalanan obat

3
❖Hubungan dari gugus yang beriktan itu,
misalnya grup bahan makanan tambahan itu
dengan sel harus spesifik.
❖Grup ini hams menyesuaikan satu dengan yang
lain, misal seperti skrup jantan dan betina
(Pasteur) atau kunci dengan gemboknya (E.
Fisher).
❖Toksin mempunyai gugus haptofore (ikatan)
yang berhubungan dengan makanan cadangan
itu. Sepanjang gugus haptofore
mengkondisikan kesatuannya pada
protoplasma.
❖Toksinmempunyai gugus kedua toksiforik yang
tujuannya untuk mengarah terhadap sel : tidak
saja tidak berguna bahkan sangat menentukan
aksinya.
4
❖Pengaruh antagonis dari atropin dan pilokarpin,
membuat Ehrlich untuk menduga bahwa interaksi
antara alkaloida dengan reseptomya bebas dan
reversibel (bolak-balik),

❖ Skrup jantan dan betina Kunci dan gembok


Senyawa yang aktif, maupun senyawa antago
nisnya mempunyai gugus pengikat (anchoring)
yang sama.
5
• Tetapi gugus farmakopor dan gugus toksiforik
nya berbeda. Seperti alkaloid tergambar
dalam rumus berikut:

6
•Pilokarpin mempunyai aksi terhadap otot polos,
karena mempengaruhi reseptor asetil kolin,
sedangkan atropin mengikat reseptor
kolinergik.diotot halus
❖Anchoring yang dimaksud sangat berbeda,
anchoring pada atropin adalah amina tertiemya,
sedangkan pilokarpin adalah N sikliknya
❖Reseptor merupakan senyawa biopolimer yang
dimurnikan dipelajari interaksinya dengan ligan
kecil seeara sterik dan elektronik (rangkaian
secara jelas).
❖Maka dari hubungan struktur dan aksi molekul
baik induksi maupun efek biologis dipelajari
dengan kurva.
• 7.
7
PENEMUAN RESEPTOR

❖ Reseptor merupakan senyawa biopolimer yang dimurnikan


dipelajari interaksinya dengan ligan kecil seeara sterik dan
elektronik (rangkaian secara jelas).
❖ Maka dari hubungan struktur dan aksi molekul baik induksi
maupun efek biologis dipelajari dengan kurva.
❖ A. J. Clark yang terutama dianjurkan bahwa kurva itu
menyatakan obat yang dapat dibagi dalam klas-klas sebagai
berikut:
❖ Bentuk kurva yang terjadi:
❖ 1. Kurva yang berhubungan dengan waktu dan produk dari
aksi yang ditimbulkan secara tingkat-tingkat.
❖ 2. Kurva yang berhubungan dengan waktu dan kejadian ada
atau tidak ada efek.
❖ 3. Kurva yang berhubungan dengan konsentrasi waktu
munculnya beberapa aksi yang terpilih.

8
Kurva percobaan
• 4. Kurva yang berhubungan dengan konsentrasi dan sejumlah
tingkatan aksi bila waktu dibiarkan untuk mencapai
keseimbangan.
• 5. Kurva yang berhubungan dengan konsentrasi dan kejadian dari
semua atau tidak ada efek
• Contoh percobaan deperti slide berikut:

9
Persyaratan dan fungsi reseptor
1.Ada gugus aktif yang bersifut stereospesifik.
2. Mempunyai jatidiri susunan kimia sebagai berikut:
a Lipoprotein dan glikoprotein, biasanya terpadu kuat pada
membran plasma dan juga dalam membran organel. Sehingga sulit
untuk diisolasi dan dimurnikan, sebagian besar reseptor
mempunyai sususnan kimia seperti ini(untuk reseptor umum).
b. Lipid, merupakan reseptor obat yang aktivitasnya tak
spesifik,seperti anestisi lokal, ionofor, kolinergik, dan obat yang
biasanya bersifat amfifilik.
c. Protein murni, ditemukan sebagai enzim, efektor, (adenilat
siklase, fosfutidal inositol tirosin fosforilase).
d. Asam nukleat: reseptor pada obat antikanker, antibiotik.
3. Jumlah satuan reseptor:
a Sisi aktif mempunyai kadar antam 10 sampai 100 piko gram tiap
gram protein.
b. Ikatan obat serta turunanya dengan reseptor harus terjenuhkan,
dengan tetapan keseimbangan 1<0.

10
c. Kinetika ikatan harus sebanding dengan laju respon in vivo
dengan tetapan: kesimbangan yang konsisten :
KD = Kdis/ Kas;
d. Ikatan harus stereospesiftk, walaupn tak mutlak tetapipenting
e. Reseptor harus dapat diisolasi dari jaringan dan dapat
dibuktikan kebenarannya.
f. Tata ikatan reseptor dengan obat dan turunan nya harus
sejenis.
4. Ikatan farmakologis
a. Agonis adalah zat kimia yang berinteraksi secara khusus
dengan resptomya, dan menim bulkan respon hayati. (obat
sintetik maupun endogen)
b. Agonis parsial: obat yang dapat berinteraksi dengan reseptor
yang sarna tetapi tidak dapat menimbulkan respon yang
maksimal, walaupun kadar obat dinaikkan.
c. Afinitas adalah kemampuan obat untuk berinter aksi de ngan
reseptor, bila afinitas rendah maka diperlukan ka dar obat
yang tinggi untuk menca pai respon maksi mal yang sarna
dengan obat yang mempunyai afinitas tinggi.
11
d. Antagonis: Penghambat efek agonis, tetapi tak punya efek
tertentu, atau disebut pesaing. Terjadi secara kompetitif
(menduduki reseptor nya), atau non kompetitif aksinya
berlawanan, atau bersifat alosterik
e. Metagonis: Peristiwa pembahan aktivitas resepor baik
dalam `keadaan aktif maupun tak aktif seperti addiktif dan
toleransi.
f. Dosis efektif : dosis purata (ED5O), dosis obat yang diperlukan
untuk mencapai aksi sebesar 50% dari dari aksi maksimum,
biasanya dinyatakan mg/Kg berat badan.
ED5O in vivo, dinyatakan molair (EC50), dalam tiap kg berat
badan Kadar penghambatan purata adalah Inhibition 50 %
(IC50),
➢ pD2 adalah log. negatif dosis efektif sustu agonis pada ED 50
pA2 adalah logaritma negatif dari kadar obat yang dapat
menghambat 50 %, atau IC50

12
➢I. TEORI PENDUDUKAN
➢Molekul obat bergabung secara reversibel dengan reseptor pada
kecepatan yang sebanding antara kadar obat dan sejumlah
reseptor yang tak diduduki.
➢ Ini memberikan hubungan yang sederhana
➢ Kx= Y/ (100-y) x = kadar obat dalam larutao
➢ y = persentase reseptor yang didudukidan
➢ K = Konstante afinitas kompleks obat reseptor.
➢ Apabila ini diterima, K berhubungan dengan kadar obat yang
menginduksi setengah dari respon maksimal.
➢ Penerimaan dari rumus ini melahirkan asumsi sebagai berikut:
➢ a. Intensitas dati respon secara langsung dihubungkan dengan
jumlah reseptor yang diduduki oleh obat aktif (agonis).
➢ b. Pada tiap reseptor suatu obat sama menimbulkan respon
atau tidak sama sekali.

13
c. Obat dan reseptor dalam keadaan sangat erat hubungannya
bagai kunci dan gemboknya.
d.Pendudukan dari satu reseptor tidak mengubah
kecenderungannya dari reseptor lain untuk diduduki
Asumsi ini diketahui bahwa agonis dan antagonis menduduki
reseptor yang identik, membuat Achild memperkenalkan
harga pAx untuk mengkarak terisasi afinitas reseptor reaktif
dari agonis dan antagonis.

• Jadi pA mungkin dikarakterisasi sebagai logaritma negatif


dari dosis antagonis.Bila obat A dan B kompetitif terhadap
reseptor yang sama terikat dengan tetapan asosiasi masing-
masing KA dan KB

• Maka pA2 adalah proporsional terhadap logaritma negatif


dari KB tetapi tak tergantung akan efek aslinya yang
dihasilkan agonis. (Slide 21)

14
• Nickerson mengamati bahwa praperIakuan dengan agen
alkilat menyebabkan pergeseran yang progre sif dari kurva
kadar respon yang sesungguhnya.
• Pergeseran ke arab kanan dengan dua unit log berarti (100
kali lip at di gambar 4).ebelum menyebabkan penunman yang
bennakna dalam slope atau kurva maksimum akan diinduksi
bila hanya 1% dari reseptor yang ada diduduki.
• Dalam tahun 1937 Raventos pada pengamatan aksi
antagonistik dari seri amonium kuatener mendapat kan tidak
semua senyawa dapat menghasilkan respon maksimal yang
sama (Slide 21)
• Aries dan Stepherson menyatakan pengamatan ini, sedang
kan Stepherson menghitung "partial agonis" untuk
merancang agen yang tak dapat menginduksi respon
maksimal dari setiap tingkat.

15
❖Stepherson dan Aries perlu dibedakan antara kemampuan
suatu agonis untuk bergabung dengan reseptor afinitas dan
kemampuan untuk menginduksi respon sebagai hasil dari
reseptor yang telah diduduki, dinamakan aktivitas dasar atau
kemanjuran
❖Senyawa a,b, c dan d, mempunyai kemampuan bergabung
sama besar (afinitas)
❖Kemajurannya d paling lemah, sedangkan a paling kuat
walaupun lebih lemah dari asetilkolin.
❖Obat c yang dua metil diganti etil sudah merupakan obat
parsial atau agonis parsial, sedangkan obat d, dapat menjadi
antagonis yang komptitif.
❖Kejadian diatas dapat terjadi pada senyawa dengan struktur
yang mirif, tetapi gugus C5H11, yang diganti menjadi: C4H9 ;
C6H13:, C7H15: C8H17; C9H19, dan C10H21. (Slide berikut)

16
Aktivitas Derivat Amina kuaterner

C5H11- N-(CH3)3 =a; C5H11-N-(CH3)2 =b.


(C2H5)
C5H11-N – CH3 = c C5H11- N-(C2 H5)3 = d
(C2H5)2
(CH3)3-N- R; R= butil,; pentil; heksil, heptil;
Oktil, nonil, dan desil. (CH3)3- N-CH2-CH2-O-CO-CH3
asetilkolin

10-4 10-3 10-2 10-1 10-7 10-6 10-5 10-4 10-210-1


Percobaan ini dilakukan pada ilium marmot`
Dicoba pada ilium marmot.
17
▪ Arien mempertahankan asumsi Clark bahwa respon agonis
adalah proporsional/sebanding dengan fraksi reseptor yang
diduduki dan istilahnya aktivitas intrinsik.
▪ Atau merupakan senyawa yang mempunyai tetapan reaksi
kompleks farmakoreseptor per unit.
Stepherson berasumsi bahwa anggota yang paling kuat dari
golongan agonis mungkin dapat menginduk si respon
maksimal, walaupun hanya fraksi kecil reseptor yang diduduki.
▪ Kemudian untuk tiap stimulus (S), menggunakan hubungan
sebagai berikut:
S = eY

Dan e = kemanjuran dari obat Y fraksi reseptor yang diduduki,
respon diasumsikan merupakan fungsi dari stimulus ini,
kemudian tanpa dipikirkan bahwa fungsi ini harus linier.
▪ Slide 15 memberikan contoh dari kurva log dosis respon untuk
agonis, antagonis dan agonis partial.

18
❑Cara itu tidak cukup untuk mengetahui dosis pada bagian dari
pengaruh maksimal yang diberikan walaupun dosis ini diinduksi
secara luas. yang diasumsikan untuk mewakili tetapan afinitas
dari agen yang diteliti.

❑ Untuk menggunakan definisi Stepherson agonis harus


mempunyai kemanjuran yang tinggi pada suatu reseptor,
antagonis kompetitifnya harus mempupyai efikasi nol sedang
partial agonis menunjukkan afikasi antara.

❑Karena itu agonis parsial adanya senyawa yang mengin duksi


respon sub maksimum bahkan menduduki sebagian besar dari
reseptor yang ada, tapi kemanjuran nya rendah,
❑Mereka menurunkan aksi agonis dengan efikasi yang rendah
bila ini ditambahkan secara bersama-sama. Reseptor total RT
Reseptor dan sebagaian diduduki obat

19
❖ Seperti aslinya dianjurkan oleh Stepherson antagonis iriversibel
adalah untuk mereduksi kadar 1reseptor dari volume mula-
mula RT menjadi RT (1-Y1).

❖ Y1 merupakan fraksi reseptor yang dihalangi secara iriversibel


oleh antagonis atau diduduki oleh agonis.
Dosis respon untuk agonis kemudian dibandingkan sebelum dan
sesudah perlakuan dengan agen penghalang yang bersifat
ireversibel. Maka didapat kurva sebagai berikut:

20
➢ Keterangan. (a) Obat A dan B merupakan agonis; mereka
mempunyai efikasi sama, tetapi A mempunyai afinitas 10 kali
B,

➢b). Obat C merupakan kompetitif antagonis terhadap A.


Mereka mempunyai afinitas yang tinggi, tetapi menunjukkan
efikasi yang diabaikan. Tingkat pergantian kurva bagi A dengan
adanya C tergantung kadar relatif C terhadap tetapan disosiasi.

21
➢(c). Obat D adalah agonis partial. la mempunyai suatu afinitas
yang mempunyai besaran dari order aganis A, tetapi afikasinya
lebih kecil daripada A. Kurva yang ditengah adalah hasil bila
dosis A dan D diberikan dalam bentuk campuran.
➢Bentuk yang tepat dan posisinya kurva tergantung pada rasio
kadar A dan D. Dari H. G. Mautner Pharmacol Rev., 19, 107
(1967)..
➢ Kurang tetapnya dalam menentukan tetapan afinitas dan
kemanjuran obat, beberapa tambahan asumsi diperlukan
didalam postulat bahwa efek obat dihubungkan dengan
pendudukan reseptor.
❖a. Interaksi bimolekuler terjadi antara tempat reseptor dan
obat.
❖b.Respon yang ditentukan berhubungan dengan keseimbangan
pendudukan reseptor.
❖c. Hasil respon yang teramati dari pemacu mempunyai
hubungan secara linier dengan jumlah reseptor yang diduduki

22
❖d.Tanpa memperhatikan sejumlah obat yang diambil oleh
jaringan maka jumlah obat yang tak terikat dalam sekitar
reseptor dapat diduga dari jumlah obat mula-mula yang
terdapat dalam larutan (diluar).
❖e. Senyawa antagonis yang tepat, spesifik, ireversibel semua
atau non kompetitif dapat membuat reseptor tidak aktif tanpa
terjadinya modifikasi pemacu respon yang selaras dengan
reseptor yang tinggal (sisa).
❖Maka dapat digambarkan dengan kurva kebalikannya karena
atas dasar persamaan:
❖ RT (1-Y1) = RT – RTY1
❖Bila RT, (Reseptor total) diduduki secara sempurna, maka akan
menghasilkan efek Emak (efek maksimum).
❖ RTY1  menimbulkan efek E
❖ Y1 adalah bagian reseptor yang diduduki oleh obat (D)
❖ Y
❖Kx = ⎯⎯⎯⎯ K = tetapan,
❖ 1OO-Y
❖Y= bagian reseptor yang diduduki x = kadar obat
23
Gambar persamaan

• Kurva (1), senyawa tunggal dengan titik potong sebagai intersep =


1/Emaks
• (2), Merupakan dua kurva aktivitas obat dengan kemanjuran yang
berbeda
• (3). Campuran agonis dan antagonis yang kompetitif
• (4). Campuran agonis dan antagonis non kompetitif.

24
II. TEORI KECEPATAN

❖Tentang teori pendudukan dan aksi obat dengan efek


terkait dengan reseptor yang diduduki merupakan suatu
imaginasi alternatif dikemukakan oleh Paton.
❖Dalam teori kecepatannya dinyatakan bahwa respon
yang terjadi dari obat tak akan sepadan dengan jumlah
reseptor yang diduduki reseptornya tak terpilih.
❖ Interaksi antara obat dan reseptor sebagai hasil
kuantum tunggal eksitasi baik obat beraksi sebagai
agonis, agonis parsial, maupun antagonis tergantung
pada kecepatan komplek dan disosiasi yang terjadi dari
obat-reseptor
❖Waktu pendudukan reseptor oleh molekul akan
ditentukan oleh jenis molekul yang beraksi sebagai
agonis, agonis parsial, maupun antagonis, untuk
menentukan parameter aktivitas.
25
❖Diperkirakan bahwa antagonis harus dapat menginduksi agen
penghalang. Kekurangan dari respon seperti itu telah diketahui
karena rendahnya kecepatan difusi dari antagonis mencapai
tempat aktif.
❖ Seperti ditunjukkan oleh Arien dan Simonis, maka difusi lambat
tidak dapat dibuat sebagai alasan bahwa kekurangan lembah
dalam aksi agonis.
❖Paton dan Rang telah memperbaharui teori kinetik yang asli
dari pada aksi obat dengan menganjurkan bahwa reseptor
dapat memindahkan molekul obat kepada sistem tempat
ikatan.
❖Sehingga secara keseluruhan proses itu merupakan hubungan
yang tidak langsung dari pendudukan reseptor dan kecepatan
reaksi.

26
• Pengurangan kepekaan dari reseptor mula-mula diamati oleh
Barsoum dan Gaddum, yang mencatat bahwa penggunaan
kadar tinggi dari agonis terjadi dapat menekan atau
mengurangi efek pemberian agonis berikutnya.
• Untuk menerangkan gejala ini, Katz dan Thesleff mengenalkan
model dan telah mengumpulkan rekaman yang mendukung
percobaannya dalam tahun terakhir:
• R + A Cepat RA

• Lambat lambat
• R’ + A cepat R’A

27
• Model ini memberikan postulat pemben tukan cepat komplek
RA (RD) dari reseptor R dan agonis A,(D) kemudian diikuti
perubahan lambat dengan desentisasi R'A kompleks. R'A
kemudian mengalami disosiasi dengan cepat, menghasilkan
desentisasi reseptor R’ yang berubah dengan lambat menjadi
reseptor mula-mula.
• Maksud ini dibuat untuk menggabungan dari teori pendudukan
dan teori kecepatan interaksi terutama dalam teori inaktivasi
reseptor dari Gosselin.
• Dalam uji coba efektivitas obat, berbagai kadar obat baik yang
digunakan sebagai penginduksi respon maupun untuk
menghalangi suatu tingkatan respon. Bila obat merupakan
suatu agonis atau agonis parsial, serta antagonis perlu untuk
mengukur respon maksimal yang dapat diinduksi.

28
✓ Keterangan itu dapat digunakan untuk menghitung tetapan
afinitas, dan apakah parameter itu terkait dengan kemanjuran
maupun aktivitas dasar yang ditentukan pada keadaan yang
tepat.
✓ Pendekatan yang klasik diasumsikan bahwa agen yang
berinteraksi dengan cara yang identik, tidak tergantung pada
tempat ikatan dan menginduksi suatu respon hanya berakhir
selama reseptor diduduki.
✓ Kesimpulan dari asumsi ini telah dipostulatkan sebagai
hubungan kunci dan gembok untuk interaksi obat tempat aktif.
✓ Salah satu problem yang berkaitan dengan asumsi itu terletak
dalam menentukan suatu yang komplek dari setiap peristiwa
yang terjadi antara pemberian obat dan pengukuran respon.
✓ Walaupun hanya bekerja dengan sel tunggal namun
kekompleksan ini (yang dikerjakan) sangat menga gum kan hasil
kinerjanya.

29
III. TEORI USIKAN MAKROMOLEKUL
✓ Selanjutnya obat tidak diberikan ke dalam sistem seimbang
tetapi tidak steady,obat yang berikatan dengan reseptor
kemudian dapat mempengaruhi seluruh urutannya, aktivitas
secara fungsional.
✓ Gerakan biopolimer mobil secara konformasional sama dengan
stimuli sederhana yang disatukan dengan gerakan komplek
Rube Goldberg Contraction
✓ Alat rekaan itu dilukiskan dalam slide 36 mewakili penya tuan
petunjuk-petunjuk penting, tiap komponen yang bergerak dari
energi tinggi ke energi rendah selama alat itu beroperasi.
Untuk aksi sebuah mesin tenaga potensial yang menyimpan
proses yang berbeda-beda dari mereka yang terlibat dalam
fungsinya dari mesin tersebut.
Yang penting dari faktor-faktor entropi dalam sistem tersebut
menjadi jelas. Ekstrapolasi dari konformasi ligan pada
topografi dari tempat aktif kepada obat yang terikat, mungkin
berbahaya seperti ekstrapolasi dari bentuk tetesan air, bentuk
lubang kunci digambarkan dalam model itu (Slide 35).
30
• 31 Contoh

31
• Bentuk T (Afinitas lamban bagi substrat)
• Bentuk R (Afinitas tinggi bagi substrat)

32
❖Slide 38, baik aktivator maupun inhibitor, yang strukturnya
mungkin tak berkaitan dengan substrat, dapat berikatan pada
tempat allosterik kedua dan mungkin mempengaruhi pergeseran
kesetimbangan konformasional dari sub unit (Slide 38).
❖Pemindahan konformasional dari sub unit yang berbeda dari
biopolimer adalah berurutan, tetapi tidak selaras, yang
memungkinkan adanya oligomer yang tidak semua sub unit
dalam konformasi yang sama (Slide 36, 38)
❖ Kekomplekan yang telah diketahui dari struktur sub unit yang
kompleks sering melibatkan hubungan nya dengan enzim.
❖Struktur kuaterner dan tertier dari agregat seperti diharapkan
sangat peka untuk mekakukan perubahan tetapan dielektrik,
kadar garam, atau pH dari lingkungannya. Sebagai contoh
keterlibatan enzim adalah gambar berikut
`

33
34
❖Teori kecepatan juga sangat berguna untuk
menerangkan gejala-gejala dari beberapa
agonis yang menghasilkan efek yang
menaikkan puncak dan lembah walaupun
obat masih ada.
❖Lembah disebut kejadian kecepatan, sebab
awal kece patan tinggi dari pendudukan
reseptor bebas, diikuti oleh perubahan
kecepatan yang lebih rendah, dan gejala ini
sama dengan "ledakan awal tampak dalam
reaksi beberapa enzim".
❖ Seperti slide 40, menunjukkan bahwa
reseptor melibat kan enzim adenilat siklase.
yang mensintesis siklik adeno sin mono
fosfat. (CAMP) dari adenintrifosfat (ATP).
35
❖Ketika reseptor berikatan dengan obat
neurotransmiter, maka dilepaskan CAMP,
yang berinteraksi dengan protein kinase.
❖Ikatan itu menyebabkan terjadianya peng
ambatan pada sub unit, dan memindahkan
gugus fosfat dari ATP ke salah satu gugus
protein, dari sel membran.
❖Substitusi gugus fosfat itu menyebabkan
perubahan konformasi protein membran,
sehingga terjadi pembukaan saluran ion
anorganik untuk masuk kedalam membran.
❖Bila senyawa neurotransmiter terdisosiasi
dari reseptor, maka CAMP, berhenti dan
membran menutup kembali.
36
IV. TEORI INDUCE FIT
➢ Telah diketahui bahwa obat reseptor interaksinya bagai
gembok dan kunci, gambar berikut dapat digunakan untuk
mempermudah pengertian teori itu. Sebab banyak faktor yang
berpengaruh agar pasangan gembok dan kunci itu terjadi dan
mempu nyai efek optimal.

➢Dari model yang berbeda-beda telah diutarakan pemindahan


konformasional dari sub unit yang berbeda dari biopolimer adalah
berurutan, tetapi tidak selaras, yang mengijinkan adanya oligo-mer
di mana tidak semua sub unit dalam konformasi yang sama.
36
37
PERISTIWA INDUCE FIT

1.Obat-reseptor membentuk kompleks, yang bagai kunci dan


gembok.
2.Obat harus punya struktur stereo spisifik, sehingga mempunyai
struktur yang ideal agar dapat menduduki reseptor sesuai butir 1.
CH3 O CH3 O
CH3-N-CH2CH2-O-C-CH3 CH3N-CH2CH2CH3-O-C-CH3
CH3 CH3
Asetilkolin Asetil propiltrimetilamin
❖Kedua struktur hanya berbeda satu metil dari etil menjadi propil.
Secara obat tersebut akan mengurangi aktivitasnya
❖ Percobaan menunjukkan makin panjang rantai alkil yang
berikatan dengan asetil, ternyata makin kecil aktivitasnya, Bila
konforma sinya sama akan terjadi reaksi yang fit, dan menstimulir
(induce organ untuk menimbulkan respon).

38
❖Reseptor yang disebut muskarinik reseptor atau opiate reseptor,
bila keadaan ini sama pada seluruh sistem kehidupan, dan
reseptor itu berada tak perlu didiskusikan
❖ Konsep isoreseptor juga akan berguna untuk menerangkan
mengapa obat menunjukkan spesifisitas yang bermacam-macam
atau bahkan organ spesifik obat melakukan aksinya.
❖Interpretasi dari kompetisi agonis dan antagonis dapat juga
menjadi rumit dengan kemungkinan garam yang mempunyai
perbedaan efek pada pengikatan ligan yang berbeda (gambar 15,
17). Misalnya, ditunjukkan adanya garam natrium, reseptor opiat
menunjukkan kenaikan afinitas antagonis tetapi terjadi penurunan
afinitas agonis.

39
❖IV. HUBUNGAN DOSIS-RESPON DAN MOLEKUL RESEPTOR YANG
DIMURNIKAN
❖ Telah diamati inter aksi dari molekul-molekul yang kecil (tentang
.konfigurasi konformasi dan stabilitas) konformasi hanya sedikit
diketahui).
❖ Sifat alami reseptor sama sekali tak diketahui). Jadi hal itu
mungkin, pada belakangan ini sekitar tahun 1964, de Jongh
menyatakan bahwa; kebanyakan para ahli Farmakologi modern;
reseptor adalah bagaikan keindahan sorang gadis yang dapat
digerakkan dan dipelajari.
❖ Harus ada pertimbangan yang menyatakan kurang komplek
dibanding dengan interaksi ligan-enzim, situasi demikian masih
membingungkan sampai 25 tahun yang lalu.
❖Bila interpretasi diturunkan dari kinetik dan teknik kimia fisika lain
mulai menghasilkan informasi dari data difraksi sinar X, lebih dini
lagi informasi dari teknik spektroskopi resonansi magnetik inti.

40
❖ Untuk membantu pemecahan masalah yang belum jelas itu,
banyak laboratorium terjun bersama melakukan penelitian
dengan tujuan isolasi dan karakterisasi reseptor biopolimer
yang telah dimurnikan.
❖ Riset ini sangat komplek, sebab molekul reseptor seperti itu
menggunakan fungsi yang tidak dapat diukur, tidak lebih
daripada menerima ligan senyawa yang bertanda.
❖ Beda denga kemurnian molekul enzim dapat diikuti secara baik
dengan mengukur aktivitas enzim per besaran protein.
❖ Pemurnian reseptor hanya dapat diikuti dengan kenaikan
sejumlah ikatan tanda per berat protein. Bila ikatan yang
bertanda pada biopolimer digunakan sebagai kriteria untuk
pemurnian biopolimer berikut, hal itu penting bahwa ikatan dari
tanda ini dapat dispesifikasi secara komplit.

41
➢Penandaan penting untuk menunjukkan spesifisitas dan
stereositas struktural besar manfaatnya. Selama ikatan mereka
dapat diba yangkan sebagian polimer reseptor tidak relevan
dengan ikatan ligan yang terlibat dalam fungsi reseptor normal.
➢Menggunakan molekul yang besar seperti toksin polipep-tida
untuk memberi tanda reseptor, yang dapat dibandingkan memberi
tanda rumah dengan garase, sebagai alternatif mendapatkan kunci
yang cocok dalam lubang kunci yang telah ada. Sayangnya struktur
spesifik yang kecil dan ligan yang stereospesifik sering sukar untuk
menemukannya.
➢ Afinitas ligan bertanda untuk biopolimer reseptor juga penting
untuk dipertimbangkan. Suatu ligan terikat yang mudah lepas,
terbatas digunakan untuk mempelajari ikatan relatif dari agonis
dan antagonis, yang mungkin mengalami kesulitan untuk
menunjukkan ikatan ligan dan mungkin terikat sangat kuat atau
tidak reversibel.

42
❖ Kebanyakan molekul reseptor dan enzim beraksi in vivo, sementara mereka
berlekatan pada membran, dan hal itu diketahui dengan baik bahwa sifat-sifat
dari kebanyakan enzim dan terutama biopolirner reseptor-dimodifikasikan oleh
penggabungan itu. Racker telah menganggap pekerjaan itu sebagai alotropi
untuk menggambarkan modifikasi seperti itu.

CH3 O
CH3 – N+ – CH2-CH2 –O – C
CH3 CH3
Jadi, itu sangat penting untuk menetapkan bahwa kemampuan molekul reseptor
terisolasi untuk mengikat ligan yang antagonistik secara paralel dengan
kemampuan reseptor untuk mengikat ligan in-situ. Paling tidak satu reseptor,
(reseptor asetilkholin nikotinik seperti gambar):

43
Tujuan pengambaran untuk mempelajari aksi agonis kolinergik dan antagonis
pada reseptor terisolasi, dan dalam fragmen membran dapat mengalami
eksitasi atau mikrosaks.

44
❖ Hubungan kadar dan aktivitas
❖ Sel tunggal (elektroplaks) yang telah diisolasi suatu sel yang sehat
dari organ elektrik sel dari belut elektrik. Elektro-phorus
elektrikis dapat digunakan untuk mendapatkan kurva efek-kadar
untuk agonis dan antagonis untuk mengukur keadaan setimbang
potensial membran.
❖ Kurva ikatan agonis dan antagonis telah dapat diperoleh pada
kesetimbangan, dengan menggunakan reseptor protein yang
larut (Slide 48).
❖ Analisis dari efek-kurva kadar dengan agonis pada membran
pos-sinapsis dari otot udang sungai, atau otot serangga,
menunjukkan bentuk kurva ini menjadi lebih sigmoid daripada
kurva sederhana hiperbola seperti yang diduga dari teori
reseptor yang klasik (gambar 20).

45

❖ Perbandingan kurva efek kadar dan kurva ikatan yang didapat dari
dekametonium in vivo dan in vitro. Kurva terputus-putus keadaan yang
mantap dari depolarisasi elektroplaks terisolasi, persegi hitam = kenaikan per,
stabilitas terhadap 22Na+, dari mikrosaks; bulatan putih + persegi putih
menyatakan penurunan kecepatan terhadap ikatan N. nigricotlis 3H-toksin
terhadap fragmen membran. Dari J. P. Changeux dalam Drug Reseptor, H. P.
Rang, Ed., University Park Press, Baltimore, 1973, p. 277, dengan seijin.
45
46
Reseptor dan enzim yang beraksi in vivo, dalam
keadaan berlekatan pada membran.
Maka sifat-sifat dari bio- polirner reseptor-
dimodifikasikan oleh penggabungan itu, Racker
telah menganggap pekerjaan itu sebagai allotopi
untuk menggambarkan modifikasi itu.
❖Sebagai ligan tambahan, baik aktivator maupun
inhibitor, yang mungkin strukturnya tak
berkaitan dengan substrat, dapat terikat pada
tempat allosterik.
❖Sehingga keduanya mungkin mempengaruhi
pergeseran kesetimbangan konformasional dari
sub unit
47
V MEMPELAJARI IKATAN LIGAN BERRTANDA

• Penyediaan makromolekul reseptor murni, dengan kemajuan cara-cara


pemurnian yang diikuti dengan senyawa bertanda radioaktif atau dengan
kadang-kadang, ligan berfluoresensi. Untuk dipelajari.
• Ikatan ligan seperti itu, digunakan setelah pemurnian "makromolekul
reseptor" ikattan ynag terjadi, harus dipenuhi kriteria berikut:
• 1. Ikatan harus secara struktural spesifik dan stereo spesifik.
• 2. Ikatan harus menjadi jenuh dan ada kecenderungan reversibel.
• 3. Harus bersifat paralel kemampuan pengikatan ligan antara in vivo dan in
vitro dan paralel dalam kemampuan antagonis untuk bersaing dengan ikatan
seperti itu.
• Beberapa faktor yang melengkapi persyaratan itu, misalnya kemampuan
keduanya baik reseptor dan ligan bisa lentur, interpretasi stereo spesifik
menjadi agak kompleks.

48
➢ Lebih berasumsi tiga hal gabungan daripada ligan yang tegar pada reseptor
tegar dapat dibayangkan dua titik atau bahkan satu titik yang bergabung pada
reseptor dari tempat yang aktif menghasilkan perubahan konformasi.

➢ Denah yang merupakan "tiga titik ikatan" dari molekul kecil kepada reseptor
dan "dua titik ikatan" kepada reseptor yang lentur. Dari H. G. Mautner,
Pharmacol. Rev., 19, 129 (1967), dengan seijin.
➢ Komformasi baik dalam ligan maupun reseptor, yang mungkin baik menolong
atau menyembunyikan dengan bagian dari ligan atau polimer yang tidak
terlibat dalam penggabungan mula-mula pada tempat yang berafinitas.

➢ `

49
❖ Ini juga beralasan diharapkan bahwa perbedaan agonis dan parsial agonis
mungkin mempengaruhi atau mengalami perubahan konformasi pada tingkat
yang berbeda-beda.
❖ Hal ini akan menerangkan mengapa dalam beberapa senyawa obat yang
stereospesifik, radioaktifitas relatif dan enantiomer lebih lamban ketika
struktur molekul dimodifikasi.
❖ Ternyata bahwa stereo-spesifisitas dari reseptor maupun obat merupakan hal
penting pada berbagai tingkatan pengaruh terhadap konformasi
Biosterik struktur

• `

50
• Contoh reaksi

51
Senayawa enantiomer
• (Isomer)

52
Senyawa muskarin dengan berbagai bentuk isomer
H3C CH2N+(CH3)3 H3C CH2N(CH3)3

53

Anda mungkin juga menyukai