KIMIA MEDISINAL II
NAMA : WULANDARI
NIM : F201801085
KELAS : B2
KENDARI
2020
Tugas Rangkuman
Konsep reseptor lahir pada tahun 1878, dirumuskan oleh John N- Langley, ahli
ilmu faal Inggris yang menyelidiki antagonisme atropin dan pilokarpin.
Istilah ’resaptor’ diperkenalkan pada tahun 1907 oleb Paul Ehrlich, pelopor terkenal
dalam kemoterapi dan imunokimia. Konsepnya tentang ikatan reseptor (Corpora non
agunt nisi fixata - senyawa tidak bekerja kecuali jika terikat), aktivitas hayati, indeks
terapi, dan daya tahan obat padadasarnya masih sahih, walaupun telah sangat
diperluas dan dipertepat. Sejarah awal tentang konsep reseptor dikisahkan oleh
Parascandola (1980).
Teori laju Paton, yang diubah-suai oleh Paton dan Rang, menolak anggapan
bahwa respons itu berbanding lurus dengan reseptor yang diduduki, dan sebagai
gantinya mengusulkan hubungan respons dengan laju pembentukan kompleks
obat-reseptor. Menurut pandangan ini, lamanya pendudukan reseptor menentukan
apakah molekul itu agonis, agonis parsial, atau antagonis. Dengan demikian, konsep
aktivitas intrinsik tidak diperlukan lagi.
3. Karakteristik Reseptor
1) ini dapat ditentukan dengan metode radioisotop. Penambahan obat yang nonradioaktif
Reseptor atau sisi ikatan harus tersedia pada jaringan dalam jumlah yang sepadan dengan
kadar reseptor yang ditentukan; 10-100 pmol/g adalah kadar reseptor yang biasanya didapatkan
pada daerah pusat atau pinggir (Bmaks).
2) Pengikatan obat pada reseptor harus terjenuhkan, dengan tetapan keseimbangan ikatan (KD)
dalam batas nanomolar. Tetapan ikatan adalah kadar pada waktu separuh sisi reseptor
diduduki; ('dingin') akan mengurangi derajat keterjenuhan ikatan obat bertanda radioaktif.
Akan tetapi, perlu dicamkan bahwa keterjenuhan tidak sama dengan kekhasan.
3) Kinetika ikatan harus sebanding dengan laju respons in vivo dan harus menghasilkan
tetapan keseimbangan yang sama dengan tetapan laju disosiasi dibagi dengan tetapan laju
asosiasi.
4) Sedapat mungkin ikatan harus stereo-spesifik; tapi pemenuhan kriteria ini pun bukan
merupakan bukti mutlak bahwa sisi bersangkutan adalah reseptor.
5) Reseptor harus diisolasi dari organ atau jaringan yang bersangkut-paut dengan
aktivitas yang sedang diteliti.
6) Diharapkan bahwa tata ikatan pada reseptor bagi sederetan obat yang sekeluarga
hendaklah sama dengan tata aktivitas klinis atau setidak-tidaknya aktivitas in vivo..
Sebagai penguji metodologi, harus dimasukkan juga obat tak-khas ke dalam
deretan itu.
4. Ikatan Farmakolgi
Agonis adalah zat yang berantaraksi dengan bagian khusus pada sel, yaitu
reseptor, dan memberikan respons yang dapat diamati. Agonis dapat merupakan zat
faali endogen seperti neurotransmiter atau hormon, atau dapat juga obat sintetik.
Agonis parsial yang bekerja pada reseptor yang sama seperti agonis lain pada
kelompok liganda (molekul pengikat) atau obat. Namun, berapa pun dosisnya, mereka
tidak dapat menghasilkan respons hayati tertinggi yang sama seperti agonis sempuma
(Ariens, 1983).
Dosis efektif rata-rata (ED50) adalah jumlah obat yang diperlukan untuk mencapai
efek separuh-maksimum, atau yang menghasilkan efek dalam 50% kelompok hewan
percobaan; biasanya dinyatakan dengan mg/kg bobot badan. ED50 in vitro hendaknya
dinyatakan sebagai kadar molar (EC50), bukan sebagai jumlah mutlak. Kadar
penghambat rata-rata (IC50) adalah kadar tatkala antagonis memberikan efek
separuh-maksimum.
Istilah pD2 menunjukkan logaritma negatif dosis molar agonis yang diperlukan
untuk mencapai efek separuh-maksimum. Jadi, pD2 merupakan ukuran afinitas dalam
keadaan ideal (yaitu hubungan dosis-respons linier).
pA2 adalah logaritma negatif kadar molar antagonis yang memerlukan dosis
agonis dua kali lipat untuk menangkal efek antagonis itu dan mengembalikan respons
awal. . ,
Kerumitan yang besar pada sistem hidup dan sangat jauhnya jarak antara
penyebab dan efek (yaitu pemberian obat dan kerja farmakologi) menimbulkan
banyak hal yang ruwet dalam pengkajian hubungan dosis-respons pada jaringan atau
sediaan organ.Karena itu, para ahli farmakologi molekul dan fisikawan mencari jalan
untuk menyederhanakan sistem percobaan itu. Mereka menghilangkan beberapa
faktor yang tidak perlu dan tidak ada hubungannya, seperti pengangkutan obat dan
metabolisme, serta melaksanakannya pada tingkat yang dapat terjangkau dengan
percobaan molekul dan metodefisikokimia yang saksama. Sasaran ini makin disadari
sebagai metodologi percobaan ikatan kuantitatif pada sediaan membran dan kemudian
menjadi lebih canggih, saksama, dan sederhana pada reseptor terisolasi. Senyawa
bertanda isotop dengan aktivitas sangat tinggi memungkinkan kita bekerja dengan
kadar liganda faali serendah tingkat pikomol (10-12 M). Hal ini membuka jalan untuk
melakukan percobaan langsung pada sisi reseptor dan mengembangkan beberapa
model reseptor komplementer. Ariens, Burgen, Changeux, Colquhoun, Cuatrecasas,
Hollenberg, Karlin, Seeman, Snyder, Yamamura, dan banyak rekan-rekannya
termasuk di antara ahli farmakologi molekul yang berada di garis depan dalam
kemajuan 'reseptorologi' yang hebat dan mengagumkan semenjak permulaan tahun
1970an.
1. Lipoprotein atau glikoprotein adalah jenis reseptor yang paling umum. Keduanya
biasanya terpadu kuat dalam membran plasma atau membran organel sel sebagai protein
intrinsik. Akibatnya mereka sulit diisolasi karena strukturnya (dan karena itu fungsinya)
terkungkung oleh membran sekitarnya. Isolasi molekul reseptor dapat merusak bentuk
atau melumpuhkan struktur, bahkan hingga hilang sifat khasnya untuk mengikat.
3. Protein murni sering berfungsi sebagai reseptor obat, seperti halnya enzim.
Banyak obat menimbulkan efeknya dengan secara khusus mempengaruhi enzim yang
penting dalam reaksi biokimia, dan dengan demikian mengubah fungsinya. Reseptor
meneruskan pesan pemberita pertama yaitu neurotransmiter, hormon, atau obat
melalui membran sel; reseptor itu 'digabungkan' kepada sistem efektor atau molekul.
Gabungan tadi akan mengubah kadar pemberita kedua yaitu AMPs, inositol trifosfat,
diasilgliserol, atau ion Ca 2+ yang kemudian mengaktifkan enzim atau membuka saluran
ion. Perbedaan dasar antara ikatan obat-reseptor dan subsrat-enzim adalah bahwa terjadi
perubahan kimia pada substrat setelah dia terikat pada sisi aktif enzim. sedangkan pada obat tidak
terjadi hal seperti itu, dan biasanya ia akan terdisosiasi secara utuh dari reseptor.