Anda di halaman 1dari 11

1

A. IKATAN HIDROGEN
Sifat kimia fisika suatu senyawa dapat mengalami perubahan dengan adanya ikatan
hidrogen dan pada kasus tertentu, ikatan hydrogen mempunyai peran penting terhadap
aktivitas biologis obat.
Setiap gugus fungsional yang mampu menyumbangkan atau menerima ikatan hydrogen
akan berkontribusi pada kelarutan dalam air secara keseluruhan dari senyawa dan
meningkatkan sifat hidrofilik dari molekul. Sebaliknya, gugus fungsi yang tidak dapat
membentuk ikatan hydrogen tidak akan meningkatkan hidrofilisitas dan akan benar-benar
berkontribusi terhadap sifat hidrofobisitas dari molekul. Ikatan hydrogen adalah kasus
khusus dari apa yang umumnya direferensikan sebagai ikatan dipol-dipol. Agar ikatan
hydrogen terjadi, setidaknya satu dipole harus mengandung hydrogen elektro positif.
Atom hydrogen harus terlibat dalam ikatan kovalen dengan atom elektronegatif,
sepertioksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S) atau selenium (Se), dari empat elemenini,
hanya oksigen dan nitrogen yang berkontribusi secara signifikan terhadap dipole, dan
oleh karena itu kita hanya memperhatikan dengan kemampuan mengikat hydrogen dari
gugus OH dan NH.
Meskipun energi yang terlibat untuk setiap ikatan hydrogen kecil (1 - 10 kkal / mol /
ikatan), sifat aditif dari ikatan hydrogen ganda berkontribusi terhadap kelarutan dalam air.

Gambar 2.8 menunjukkan beberapa kemungkinan jenis hidrogen yang mungkin


terjadi dengan gugus fungsi organik yang berbeda dan air. Sebagai aturan umum, semakin
banyak ikatan hidrogen yang mungkin, semakin besar kelarutan dalam air dari molekul.
Setiap ikatan hydrogen intramolekul menurunkan kelarutan dalam air (dan meningkatkan
kelarutan dalam lemak).

Contoh:

1. Turunan pirazolon

N N N
HN O HN O H3C N O

H3C H H3C H H3C H


Polimer 1-fenil-3-metil-5-pirazolon 1-Fenil-2,3-dimetil-5-pirazolon
1-Fenil-3-metil-5-pirazolon, mempunyai ikatan hydrogen intermolekul dan dapat
membentuk polimer linier, menghasilkan tenaga ikat antarmolekul yang besar. Akibatnya
terjadi perubahan sifat fisik senyawa, seperti kenaikan titik lebur (t.l. 127oC) dan
berkurangnya kelarutan dalam pelarut non polar (eter). Oleh karena itu sukar menembus
membrane system saraf pusat sehingga tidak menimbulkan efek analgesic.
2

1-Fenil-2,3-dimetil-5-pirazolon (antipirin) mempunyai titik lebur 112oC dan kelarutan


dalam eter (1 : 43). Penambahan gugus metil pada posisi N2 menyebabkan hilangnya
ikatan hydrogen intermolekul dan lemahnya tenaga ikat antarmolekul. Akibatnya antipirin
mempunyai titik lebur lebih rendah dan lebih mudah larut dalam pelarut non polar
disbanding 1-Fenil-3-metil-5-pirazolon sehingga mudah menembus membrane system
saraf pusat dan menimbulkan efek analgesic.

2. Turunan asam hidroksibenzoat

OH
O O
H H
O O C
O C
C
OH OH
OH

Asam orto-hidroksibenzoat Isomer dari asam para-hidroksibenzoat

Asam o-hidroksibenzoat (asamsalisilat), pKa = 3, dapat membentuk ikatan hydrogen


intramolekul. Kelarutan senyawa dalam air kecil dan koefisien partisi benzen/air 300 kali
lebih besar disbanding asam p-hidroksibenzoat sehingga mudah menembus membrane
system saraf pusat dan menimbulkan efek analgesic. Walaupun gugus hidroksil fenol
terlindung oleh ikatan hydrogen intramolekul tetapi masih mempunyai gugus karboksila
tbebas sehingga dapat menimbulkan efek antijamur dan antibakteri seperti asam benzoat.
Asam para hidroksibenzoat, pKa = 4,5, dapat membentuk ikatan hydrogen intermolekul.
Kelarutan senyawa dalam air besar sehingga sulit menembus system saraf pusat dan tidak
dapat menimbulkan efek analgesic. Adanya ikatan hydrogen intermolekul menyebabkan
derajat penggabungan antarmolekul tinggi, gugus karboksilat dan hidroksilfenol
terlindung sehingga efek antijamur dan antibakterinya lebih rendah disbanding asam orto
hidroksi benzoat.

3. Turunan ester asamhidroksibenzoat

O O
OH H H
O C O C
O OCH3
OCH3

C Dimer dari Nipagin


OCH3
Metil salisilat

Metil ester orto-hidroksibenzoat (Metilsalisilat) ,dapat membentuk ikatan hydrogen


intramolekul, gugus hidroksil fenol terlindung sehingga efek antibakterinya lemah.
Metil ester para-hidroksibenzoat (Nipagin), dapat membentuk ikatan hydrogen
intermolekul. Penggabungan melalui ikatan hydrogen dapat membentuk senyawa dimer
dengan gugus hidroksil fenol masih bebas sehingga senyawa dapat berfungsi sebagai
antibakteri.

4. Turunanbenzotiadiazin dan sulfamilbenzoat


Obat diuretic turunan benzotiadiazin, sepertiklorotiazid, hidroklorotiazid dan
hidroflumetiazid, dan turunan sulfamilbenzoat, seperti furosemid dan klortalidon, dapat
memberikan efek diuretic karena mengandung gugus sulfamil bebas, yang mampu
3

menduduki sisi aktif enzim sehingga dapat menghambat enzim karbonik anhidrase
melalui mekanisme penghambatan bersaing.
Interaksi asam karbonat dan obat diuretic dengan enzim karbonik anhidrase dapat dilihat
pada gambar 38.

Asam karbonat Obat diuretik


(H2CO3) R

O = C - OH O = S - NH

O-H O H

Enzim karbonik anhidrase Enzim karbonik anhidrase

Gambar 38. Interaksi asam karbonat dan obat diuretic dengan enzim karbonik anhidrase

Bila dilakukan substitusi atom hydrogen dari gugus amino (RSO2NHR’), missal dengan
gugus alkil, aktivitas diuretiknya akan hilang karena ikatan hidrogen yang terlibat pada
interaksi enzim-obat menjadi lebih lemah dan interaksi obat-reseptor kurang serasi.

A. PEMBENTUKAN KELAT

Kelat adalah senyawa yang dihasilkan oleh kombinasi senyawa yang mengandung gugus
electron donor dengan ion logam, membentuk suatu struktur cincin.Sebagai contoh adalah
pembentukan kelat antara etilen diamin tetra asetat (EDTA) dengan ion Ca2+, seperti yang
terlihat pada Gambar 39.

COONa COONa COONa COONa

H2C CH2 H2C CH2


2+
N - CH = CH -N + Ca N - CH = CH -N
CH2 H2C Ca CH2
H2C
COONa COONa C O O C
EDTA O O
Kelat Ca-EDTA
Gambar 39. Reaksi pembentukan kelat antara ligan EDTA dan ion logam Ca2+. Ion
Ca2+ dan EDTA dihubungkan oleh electron donor dari atom N dan O,
membentuk struktur cincin.

Ligan adalah senyawa yang dapat membentuk struktur cincin dengan ion logam karena
mengandung atom yang bersifat electron donor, seperti N, S dan O. struktur cincin yang
umum terdapat dan cukup stabil adalah struktur cincin dengan jumlah atom 5 dan 6.

Dalam system biologis banyak terdapat ligan-ligan yang dapat membentuk kelat dengan
ion logam.
Contoh ligan dalam system biologis:
1. Asam amino protein, seperti glisin, sistein, histidin, histamin dan asamglutamat.
2. Vitamin, seperti riboflavin dan asamfolat.
3. Basa purin, sepertihipoxantin dan guanosin.
4. Asamtrikarboksilat, seperti asam laktat dan asam sitrat.
4

Logam yang be peran dalam system biologis: Fe, Mg, Cu, Mn, Co dan Zn.

Contoh kelat dalam sistem biologis:


1. Kelat yang mengandung Fe
Contoh: a. enzim forfirin, seperti katalase, peroksidase dan sitokrom.
b. enzim non forfirin, seperti akonitase, aldolase dan feritin.
c. molekul alihoksigen, seperti hemoglobin dan mioglobin.
2. Kelat yang mengandung Cu
Contoh: enzimoksidase, seperti asam askorbatoksidase, tirosinase, polifenoloksidase,
lakase dan sitokromoksidase.
3. Kelat yang mengandung Mg
Contoh: beberapa enzim proteolitik, fosfatase dan karboksilase.
4. Kelat yang mengandung Mn
Contoh: oksalo asetat dekarboksilase, arginase dan prolidase.
5. Kelat yang mengandung Zn
Contoh: Insulin, karbonik anhidrase dan laktat dehidrogenase.
6. Kelat yang mengandung Co
Contoh: vitamin B12 dan enzim karboksi peptidase.

Ligan mempunyai afinitas yang besar terhadap ion logam, sehingga dapat menurunkan
kadar ion logam yang toksis dalam jaringan dengan jalan membentuk kelat yang mudah
larut dan kemudian dieksresikan melalui ginjal.

Contoh ligan:
1. Dimerkaprol (British Anti-Lewisite = BAL).
Dimerkaprol mengandung gugus sulfhidril (SH), yang dapat berinteraksi dengan arsen
organic (Lewisite) membentuk kelat yang mudah larut. Senyawa ini khas untuk antidotum
keracunan arsen organic, logam Sb, Au dan Hg.Reaksi pembentukan kelat dimerkaprol
dengan arsen organic dapat dilihat pada gambar 40.
H2C - CH - CH2OH

R - As = O S S + H2 O
H2C - CH - CH2OH +
SH SH Arsen organik As
Kelat
Dimerkaprol
R
Gambar 40. Reaksi pembentukan kelat dimerkaprol dengan arsen organik.

1. (+) Penisilamin
Penisilamin adalah senyawa hasil hidrolisis penisilin dalam suasana asam, yang
digunakan untuk antidotum keracunan logam Cu, Au dan Pb. Penisilamin juga
digunakanuntukpengobatanpenyakit Wilson, suatu penyakit keturunan yang disebabkan
oleh meningkatnya kadar ion Cu dalam darah karena terjadi penurunan eksresi ion Cu
oleh berbagai macam sebab. Penisilamin dapat berinteraksi dengan ion Cu membentuk
kelat yang mudah larut dan kemudian dieksresikan.

Reaksi pembentukan kelat antara penisilamin dengan ion Cu2+dapat dilihat pada Gambar
41.
5

(H3C)2 - C - CH - COOH

CH3 CH3 S NH2


Cu2+ Cu
H3C - C - CH - COOH H3C - C - CH - COOH
SH NH2 S NH2 S NH
2

Penisilamin (H3C)2 - C - CH - COOH


Cu+
Kelat Cu-penisilamin (1:2)
Kelat Cu-penisilamin (1:1)
mudah larut dalam air
Gambar 41. Bentuk kelat penisilamin dengan ion Cu2+.

1. Etilendiamintetraasetet (EDTA)
EDTA dapat berinteraksi dengan logam, membentuk kelat yang stabil dan mudah larut
dalam air. EDTA digunakan secara luas untuk:
a. Antioksidan, untuk menstabilkan obat yang cepat terurai dengan adanya pengotoran
logam,seperti vitamin C, epinefrin dan penisilin.
b. Menghilangkan sisa-sisalogam Pb dari insektisida.
c. Menghilangkan pengorotan radioaktif.
d. Untuk titrasi penetapan kadar logam
e. Untuk antidotum keracunan logam berat, seperti Pb, Cu, Sr, Fe dan Ni.

2. Oksin (8-hidroksikuinolin)
Albert dan kawan-kawan meneliti hubungan struktur dan aktivitas antibakteri dari 7
isomer mono-hidroksikuinolin, dan mendapatkan hanya isomer 8-hidroksikuinolin yang
aktif sebagai antibakteri.
Mula-mula diduga bahwa cara kerja antibakterinya berhubungan dengan kemampuan
membentuk kelat dengan logam-logam esensial yang diperlukan untuk metabolism dan
pertumbuhan bakteri. Hal ini berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan struktur dan
aktivitas turunan oksin yang dijelaskan sebagai berikut:
a. 8-Metoksikuinolin dan oksin metoklorida tidak dapat membentuk kelat sehingga tidak
mempunyai efek antibakteri.
b. Substitusi gugus 8-OH dengan gugus merkapto (SH) akan memberikan sifat ligan
yang aktif sehingga aktif pula sebagaiantibakteri.
c. Substitusi gugus metil pada posisi 2 menghasilkan ligan yang aktif secara in vitro
tetapi relative tidak aktif sebagai antibakteri. Hal ini disebabkan gugus metil dapat
menimbulkan efek gangguan sterik dan menurunkan penetrasi senyawa kedalam sel
bakteri, sehingga interaksinya dengan reseptor sel menurun.
d. Substitusi pada posisi 5 dengan gugus yang sangat polar, missal gugus SO3H, tidak
mengubah kemampuan pembentukan kelat tetapi aktivitas antibakterinya akan hilang
karena senyawa tidak mampu menembus dinding sel bakteri.

Dari data hubungan struktur dan aktivitas diatas disimpulkan bahwa kemampuan
pembentukan kelat dan koefisien partisi lemak/air sangat berperan terhadap aktivitas
antibakteri turunan oksin. Turunan oksin yang aktif sebagai antibakteri antara lain adalah
7-klor-oksin, 5,7-diiodo-oksin (iodokuinol), 5-klor-7-iodo-oksin (vioform), 4-aza-oksin,
4-hidroksiakridin, 5,6-benzo-oksin dan 6-hidroksi-m-fenantrolin.
6

+
N N N Cl- N

OH OCH3 OH CH3 SH
8-hidroksikuinolin 8-Metoksikuinolin Oksin metoklorida 8-Merkaptokuinolin
kelat: aktif non kelat: tidak aktif non kelat: tidak aktif kelat: aktif

SO3H

N CH3
N Cl N
OH
OH OH
8-hidroksikuinolin-5-sulfonat 7-klor-8-hidroksikuinolin 2-Metil oksin
kelat: tidak aktif kelat: aktif kelat: aktivitas rendah

Cl
N

I N N N
OH OH OH
5-klor-7-iodo-oksin 4-aza-oksin 4-hidroksiakridin
kelat: aktif kelat: aktif kelat: aktif

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa turunan oksin dapat berfungsi sebagai
antibakteri karena mempunyai kemampuan membentuk kelat dengan ion-ion logam Fe
dan Cu. Kelat logam-oksin tersebut mengkatalisis oksidasi gugus tiol asam tiositat, suatu
koenzim esensial yang diperlukan oleh bakteri untuk proses oksidatif dekarboksilasi asam
piruvat. Bila tidak ada ion logam, oksin tidak bersifat toksik terhadap mikroorganisme.
Oksin (0,01 M) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus yang dibiakkan
pada media daging tetapi bila hanya disuspensikan pada air suling tidak dapat
menimbulkan efek antibakteri. Hal ini disebabkan media daging mengandung ion Fe,
yang dapat membentuk kelat tidak jenuh dengan oksin (1:1 dan 2:1), yang aktif sebagai
antibakteri. Bila kadar oksin dinaikkan menjadi 0,125 M, efek antibakterinya akan hilang
karena terbentuk kelat jenuh (1:3). Bila ditambahkan ion Fe 0,125 M, keseimbangan akan
bergeser, terbentuk kelat tidak jenuh lagi, yang aktif sebagai antibakteri. Diduga bahwa
tempat kerja turunan oksin terdapat didalam dinding sel dan pada membrane sitoplasma
bakteri. Bila tempat kerja ada didalam sel, diduga bahwa yang mampu menembus dinding
sel adalah bentuk kelat (1:3), dan didalam sel kelat akan pecah membentuk kelat (1:2) dan
(1:1) yang aktif.
Reaksi pembentukan kelat feri-oksin dapat dilihat pada Gambar 42.

N O
O N
O Oksin Fe
+
Oksin Fe
+ Fe3+ O Fe3+ O
Fe3+ N
N
N N
OH O
Fe2+
Oksin Kelat feri-oksin (1:1) Kelat feri-oksin (1:2) Kelat feri-oksin (1:3)
tidak jenuh: aktif tidak jenuh: aktif jenuh: tidak aktif
Gambar 42. Bentuk kelat oksin dengan ion logam Fe2+
7

3. Isoniazid, tiasetazon dan etambutol


Isoniazid, tiasetazon dan etam butol, obat antituberkulosis, dapat berinteraksi dengan ion
Cu2+ serum, membentuk kelat yang mudah larut dalam lemak, sehingga dengan mudah
menembus dinding sel Mycobacterium tuberculosis.
Reaksi pembentukan 4 kelat isoniazid dengan ion logam Cu2+dapat dilihat pada Gambar
43.
Cu+
H 2N H 2N
O NH2
NH NH
N N + Cu2+ N C NH2
O OH
bentuk enol Kelat mudah larut
isoniazide dalam lemak
Gambar 43. Reaksi pembentukan kelat isoniazid dengan ion logam Cu2+

CH2OH CH2OH
O S
H - C - NHCH2CH2NH - C - H
H3C - C - NH CH = N - NH - C - NH2
CH2CH3 CH2CH3
Tiasetazon Etambutol

4. Tetrasiklin
Tetrasiklin, antibiotic dengan spectrum luas, mengandung gugus-gugus hidroksil (C3) dan
amin tersier (C4) yang dapat membentuk kelat dengan ion Mg2+dari membrane sel
bakteri. Peningkatan sifat lipofilik dari kelat memudahkan penembusan kelat kedalam
membrane sel bakteri dan menyebabkan gangguan sintesis protein di ribosom. Gugus
hidroksil fenol, keton dan hidroksil pada C10, C11 dan C12 diduga juga ikut terlibat dalam
proses pembentukan kelat. Tetrasiklin juga dapat membentuk kelat dengan logam-logam
lain, sehingga aktivitasnya akan menurun bila diberikan bersama-sama dengan susu, yang
mengandung Ca2+, antasida yang mengandung ion Ca, Mg dan Al, dan sediaan yang
mengandung Fe.
Tetrasiklin dapat menyebabkan gigi berwarna kuning, terutama pada anak dibawah usia 8
tahun, karena membentuk kelat dengan dengan ion Ca2+ pada struktur gigi.

H3 C OH H H N(CH3)2
7 6 5 4 OH
OH
10 11 12 1
CONH2
OH O OH O
Tetrasiklin
Ligan-ligan yang digunakan untuk antidotum keracunan logam berat kadang-kadang
menimbulkan toksisitas cukup besar karena dapat mengikat logam lain yang justru
diperlukan untuk fungsi fisiologis normal. Oleh karena itu penggunaan ligan harus dipilih
seselektif mungkin.

Contoh:
1. Tiasetazon, difenil ditiokarbazon, oksin dan aloksan, dapat menimbulkan terjadinya
permulaan penyakit diabetes mellitus; karena obat-obat tersebut membentuk kelat
dengan Zn pada beta-sel pancreas sehingga menghambat produksi insulin.
8

2. Hidralazin (Apresolin), obat penurun tekanan darah, menimbulkan efek sampingan


karena dapat membentuk kelat dengan Fe darah.
3. Dimerkaprol dan isoniazid, cenderung menimbulkan efek sepertihistamin, diduga
karena dapat membentuk kelat dengan logam Cu yang berfungsi sebagai katalisator
enzim yang merusak histamin, yaitu enzim histaminase.

Penggunaan ligand dalam bidang farmakologi:


1. Membunuh mikroorganisme parasit, dengan cara membentuk kelat dengan logam
esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan sel (aksi bakterisida, fungisida dan
virisida).
2. Untuk menghilangkan logam yang tidak diinginkan atau yang membahayakan
organisme hidup (anti dotum keracunan logam).
3. Untuk studi fungsi logam dan metaloenzim pada media biologis.

D. POTENSIAL REDOKS

Potensial redoks adalah ukuran kuantitatif kecenderungan senyawa untuk memberi dan
menerima electron. Hubungan kadar oksidator dan reduktor ditunjukkan oleh persamaan
Nernst sebagai berikut:

Eh = Eo – 0,06/n x log (oksidator)/(reduktor)

Eh = potensial redoks yang diukur


Eo = potensial redoks baku
n = jumlah electron yang berpindah
0,06 = tetapan termodinamik pemindahan 1 elektron (30oC)

Reaksi redoks adalah perpindahan electron dari satu atom ke atom molekul yang lain. Tiap
reaksi pada organism hidup terjadi pada potensial redoks yang optimum, dengan kisaran yang
bervariasi, sehingga diperkirakan bahwa potensial redoks senyawa tertentu berhubungan
dengan aktivitas biologisnya. Pengaruh potensial redoks tidak dapat diamati secara langsung
karena hanya berlaku untuk system keseimbangan ion tunggal yang bersifat terpulihkan,
sedangreaksi pada sel hidup merupakan reaksi yang serentak, termasuk oksidasi ion dan non
ion, ada yang bersifat terpulih kan ada pula yang tak terpulihkan. Hubungan potensial redoks
dengan aktivitas biologis secara umum hanya terjadi pada senyawa dengan struktur dan sifat
fisik yang hamper sama. Pada system interaksi obat secara redoks, pengaruh system distribusi
dan factor sterik sangat kecil.

Contoh:
1. Turunankuinon
Aktivitas antibakteri turunan kuinon terhadap Staphylococcus aureus mempunyai Eo
antara (-) 0,10 sampai (+) 0,15 V, sedang aktivitas maksimum dicapai pada Eo = (+)
0,03V.
2. Sb dan As, aktivitas terhadap Trypanosoma sp.mempunyai Eo antara (-) 0,12 sampai (+)
0,06 V dan aktivitas tertinggi terjadi pada Eo = (-) 0,01 V.
3. Riboflavin
Riboflavin adalah koenzim factor vitamin; aktivitas biologisnya berdasar pada
kemampuan untuk menerima electron sehingga tereduksi menjadi bentuk dihidronya.
Reaksi ini terjadi pada Eo = (-) 0,185 V.
9

O O
H
H3C N H3C N
NH (H) NH

H3C (O) H3C


N N O N N O
H H
CH2 - (CHOH)3 - CH2OH CH2 - (CHOH)3 - CH2OH
Riboflavin Dihidroriboflavin

Perubahan system redoks dapat digunakan untuk membuat senyawa antagonis riboflavin.
Contoh:
Bila 2 gugus metildari riboflavin diganti dengan gugus Cl, senyawa yang terjadi
mempunyai Eo = (-) 0,095 V dan berfungsi sebagai antagonis riboflavin. Diduga hal ini
disebabkan bentuk dihidro-2-klor-riboflavin mempunyai sifat reduksi yang lebih lemah
disbanding dihidroriboflavin. Senyawa tsb dapa tdiserap pada tempat reseptor khas, tetapi
tidak mempunyai potensial yang cukup untuk reduksi biologis.
Analog riboflavin yang tidak bersifat redoks dapat dikembangkan sebagai obat
antikanker. Analog tsb dibuat dengan mengubah potensial redoksnya atau memodifikasi
molekul menjadi bentuk dihidro yang tidak dapat dioksidasi.
H H O H3C CH3 O
H3C H3C
NH NH

H3C H3C
N N O N N O
H H
CH2 - (CHOH)3 - CH2OH CH2 - (CHOH)3 - CH2OH

Mengubah potensial redoks Bentuk dihidro yang tidak dapat dioksidasi

E. AKTIVITAS PERMUKAAN

Surfaktan adalah suatu senyawa yang karena orientasi dan pengaturan molekul pada
permukaan larutan, dapat menurunkan tegangan permukaan, struktur surfaktan terdiri dari 2
bagian yang berbeda, yaitu bagian yang bersifat hidrofil atau polar dan bagian lipofil atau
nonpolar, sehingga surfaktan dikatakan bersifat ampifil. Bila surfaktan dimasukkan ke air
maka pada permukaan akan teratur sedemikian rupa sehingga bagian nonpolar, missal rantai
hidrokarbon ,berorientasi ke fase uap, sedang bagian polar, missal gugus-gugus COOH, OH,
NH2 dan NO2, berorientasi ke fase air.Bila surfaktan dimasukkan kedalam campuran pelarut
polar dan nonpolar, maka pada batas cairan polar dan nonpolar, bagian nonpolar berorientasi
kepelarut nonpolar, sedanggugus polar berorientasi kepelarut polar. Pada orientasi ini terlibat
ikatan van der Waals, ikatan hydrogen dan ikatan ion-dipol.

Contoh: asamoleat (C18H36 – COOH), biladimasukkanke air dapat membentuk lapisan


monomolekul. Rantai hidrokarbon cenderung tegak lurus pada permukaan, sedang gugus
COOH mengarah ke fasa air. Bila kemudian ditambahkan minyak, rantai hidro karbon akan
berorientasi ke fasa minyak sedang gugus COOH tetap kontak dengan air.
Orientasi asam oleat pada fasa uap, fasa air dan fasa minyak dapat dilihat pada Gambar 44.

Gambar 44. Orientasi asam oleat pada fasa uap, fasa air dan fasa minyak.
10

Asam oleat cenderung membentuk perubahan dari fasa nonpolar ke fasa polar secara
perlahan-lahan sehingga energy bebas pada permukaan menjadi lebih kecil. Aktivitas
permukaan surfaktan ditentukan oleh keseimbangan gugus hidrofil dan lipofil
(hidrophyllipophyl balance = HLB).

Berdasarkan sifat gugus yang dikandungnya, surfaktan dibagi menjadi empat kelompok
yaitu:
1. Surfaktan anionic
Surfaktan anionic mengandung gugus hidrofil yang bermuatan negative, dan dapat berupa
gugus karboksil, sulfat, sulfonat atau fosfat.
Contoh: sabun K, sabun Na, natrium stearat, natrium laurilsulfat dan natrium
laurilsulfoasetat.
2. Surfaktankationik
Surfaktan kationik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan positif, dan dapat berupa
gugus ammonium kuarterner, sulfonium, fosfonium dan iodonium.
Contoh: turunan ammonium kuarterner (setilpiridiniumklorida, benzetoniumklorida,
benzalkonium klorida dan setavlon)
3. Surfaktan non-ionik
Surfaktan ini tidak terionisasi dan mengandung gugus hidrofil dan lipofil yang lemah
sehingga larut atau dapat terdispers idalam air, biasanya adalah gugus poli oksietilen eter
dan polyester alcohol.
Contoh: polisorbat 80, span 80 dan gliserilmonostearat.
4. Surfaktanamfoterik
Surfaktan amfoterik mengandung dua gugus hidrofil yang bermuatan positif (kationik)
dan negative (anionic).
Contoh: N-lauril-β-aminopropionat dan miranol.

Dalam larutan encer, surfaktan menunjukkan sifat elektrik dan osmotic yang sama dan
didistribusikan dalam bentuk monomer. Bila kadar surfaktan ditambah terus, akan dicapai
suatu titik kritis, terjadi penggabungan molekul monomer menjadi suatu polimer, terdiri dari
50 atau lebih monomer, yang disebut misel. Kadar pada waktu mulai terbentuk molekul
polimer dinamakan kadar misel kritis (critical micelle concentration = CMC). Pada kadar
diatas CMC terbentuk polimer yang besar dan kemudian menjadi koloid. Proses yang terjadi
bersifat terpulihkan sehingga bila diencerkan polimer akan menjadi bentuk monomer
kembali.

Aktivitas anthelmintik heksil resorsinol dipengaruhi oleh perbandingan jumlah surfaktan (Na-
oleat) dan obat (heksilresorsinol). Bila kadar Na oleat dipertahankan dibawah CMC, terjadi
penggabungan surfaktan-fenol (1:1), penetrasi heksil resorsinol pada membrane cacing akan
meningkat sehingga aktivitas anthelmintiknya juga meningkat. Bila kadar surfaktan diatas
CMC, terbentuk misel-misel yang menyelubungi heksil resorsinol sehingga penetrasi ke
membrane cacing menurun dan aktivitasnya menurun pula. Surfaktan juga dapat
mempengaruhi penyerapan obat.

Aktivitas surfaktan terhadap penyerapan obat tergantung pada:


a. Kadar surfaktan.
b. Struktur kimia surfaktan.
c. Efek surfaktan terhadap membrane biologis.
d. Efek farmakologis surfaktan.
e. Adanya interaksi surfaktan dengan bahan-bahan pembawa atau bahan obat.
11

Contoh:
Pengaruh surfaktan polisorbat 80 terhadap penyerapan sekobarbital Na pada ikan emas yang
dapat dilihat pada Gambar 45.

Gambar 45. Pengaruh surfaktan polisorbat 80 terhadap penyerapan larutan 0,02%


sekobarbital Na(pH = 5,9 dan t. 20oC) pada ikan emas.

Pada kadar rendah, surfaktan akan meningkatkan penyerapan seko barbital karena dapat
mempengaruhi permeabilitas membrane biologis sehingga penetrasi seko barbital kemembran
menjadi lebih besar. Pada kadar tinggi, surfaktan menyebabkan partisi obat kedalam fasa air
dan misel. Obat yang berada dalam fasa misel sukar menembus membrane sehingga
kecepatan penyerapan seko barbital menurun.
Surfaktan mempunyai aktivitas yang nyata terhadap permeabilitas membrane sel bakteri.
Surfaktan dengan aktivitas ringan, diadsorpsi satu lapis pada permukaan membrane sel
bakteri sehingga menghalangi penyerapan bahan-bahan yang dibutuhkan oleh membran
sel.Surfaktan dengan aktivitas kuat, dapat mengubah struktur dan fungsi membran,
menyebabkan denaturasi protein membrane sehingga membrane sel bakteri menjadi rusak
dan lisis. Surfaktan pada umumnya tidak berguna secara in vivo karena mudah diadsorpsi
oleh protein dan menyebabkan ketidak teraturan membrane sel serta hemolisis sel darah
merah. Surfaktan hanya terbatas untuk penggunaan setempat yaitu untuk desin fektan kulit
dan sterilisasi alat-alat.
Turunan ammonium kuarterner, seperti benzalkonium klorida dan dekualiniumklorida,
mempunyai kation hidrofil dan gugus non polar yang panjang. Senyawa ini termasuk
golongan antibakteri yang bersifat tidak khas. Karena termasuk surfaktan yang bersifat
kationik, aktivitas antibakterinya akan turun secara drastic bila dikombinasi dengan sabun
anionic.
Aktivitas antibakteri senyawa turunan ammonium kuarterner tergantung pada:
a. Kerapatan muatan atom N asimetrik (kationhidrofil).
b. Ukuran dan panjang rantai non polar yang terikat pada atom N.
Makin panjang rantai nonpolar, aktivitas senyawa makin meningkat, sampai pada harga
HLB yang dapat memberikan aktivitas permukaan optimal.

Anda mungkin juga menyukai