DISUSUN OLEH:
Muh. Nur Anshari Syakir
111 2017 2124
PEMBIMBING:
dr. Armanto Makmun, M.Kes
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...6
ii
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 26
BAB VI PENUTUP…………….…………………………………………………..42
6.1. Kesimpulan......................................................................................... 42
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Tamalate
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada Bagian IKM-IKK
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Mengetahui,
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Referat dengan judul “Karakteristik Pasien
DM Tipe 2 Di Puskesmas Tamalate” dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini
penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan
dan bimbingan dari dokter pembimbing bagian IKM-IKK di RS Ibnu Sina YW-
UMI Makassar dan DPK di Puskesmas Tamalate sehingga referat ini dapat
terselesaikan.
Terima kasih yang sebesar – besarnya kami ucapkan kepada berbagai pihak
yang telah membantu kami dalam penyusunan referat ini sehingga dapat selesai
tepat pada waktunya. Permohonan maaf juga kami sampaikan apabila dalam
referat ini terdapat kesalahan. Semoga referat ini dapat menjadi acuan untuk
menjadi bahan belajar berikutnya.
Tidak lupa ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya untuk kedua orang
tua tercinta, yang selalu memberikan motivasi, dukungan do’a, dan selalu sabar
dalam memberikan nasehat serta arahan kepada penyusun. Semoga apa yang telah
kita lakukan bernilai ibadah disisi Allah SWT dan kita senantiasa mendapatkan
Ridho-Nya.
PENULIS
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang
tinggi meningkatkan kerentanan atau memperburuk infeksi.1
Faktor yang dapat digunakan dalam menilai pengendalian DM yaitu kadar
HbA1c, gula darah puasa (GDP), glukosa darah 2 jam post prandial, kolesterol,
indeks massa tubuh, dan tekanan darah.
Pengontrolan DM yang tidak optimal dapat meningkatkan jumlah penderita
dan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung dan
pembuluh darah. Jumlah penderita dan komplikasi DM di kota Banda Aceh terus
meningkat. 1
7
3. Untuk mengetahui gambaran indeks massa tubuh (IMT) pada
pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Tamalate
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.1
2.2 Epidemiologi
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 melakukan
wawancara untuk menghitung proporsi diabetes melitus pada usia 15 tahun ke
atas. Didefinisikan sebagai diabetes melitus jika pernah didiagnosis menderita
kencing manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing
manis oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala sering lapar,
sering haus, sering buang air kecil dengan jumlah banyak dan berat badan turun.
Hasil wawancara tersebut mendapatkan bahwa proporsi diabetes melitus pada
Riskesdas 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007.3,8
9
penderitadiabetes melitus di Indonesia pada penduduk usia 15 tahun ke atas.
Riskesdastahun 2007 hanya meliputi penduduk di daerah perkotaan dan tidak
menganalisisuntuk GDP terganggu. Hasil yang didapatkan adalah sebagai
berikut:3
Gambar 4. Proporsi DM, TGT dan GDP terganggu pada
Penduduk Usia<15 Tahun di Indonesia
Keterangan:
Kriteria DM ditegakkan bila:
Nilai Gula Darah sewaktu (GD5) >200 mg/dl ditambah 4 gejala khas DM positif (banyak
makan,sering kencing, sering haus dan berat badan turun).
Nilai Gula Darah Puasa (GDP) >126 mg/dl ditambah 4 gejala khas DM positif.
Nilai GDPP > 200 mg/di meskipun nilai GDP <126 mg/dl dan/atau keempat gejala khas DM
tidaksemuanya positif.
TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) ditegakkan bila nilai GDPP 140-199 mg/dl.
GDP Terganggu (Gula Darah Puasa Terganggu) menurutAOA (American Diabetes Association)
2011 ditegakkan bila nilai GDP 100-125 mg/dl.
Sumber: Riskesdas 2007, 2013, Kementerian Kesehatan
Dari gambar di atas terlihat bahwa dibandingkan tahun 2007, baik proporsi
diabetes melitus maupun TGT di perkotaan, hasil Riskesdas tahun2013 lebih
tinggi. Jika dibandingkan antara penduduk di perkotaan dan perdesaan, ternyata
proporsi di perdesaan tidak lagi lebih rendah dibandingkan di perkotaan.
Dari gambar di atas juga terlihat bahwa proporsi diabetes melitus di
Indonesia hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 6,9%, TGT sebesar 29,9% dan GDP
terganggu sebesar 36,6%. Jika estimasi jumlah penduduk Indonesia usia 15 tahun
ke atas pada tahun 2013 adalah 176.689.336 orang, maka dapat diperkirakan
jumlah absolutnya sebagai berikut.3,7
10
Tabel 1. Proporsi dan Perkiraan Jumlah DM, TGT dan GDP terganggu pada
Penduduk Usia<15 Tahun di Indonesia lahun 2013.
Keterangan:
Estimasi jumlah penduduk Indonesia umur 15 tahun ke atas sejumlah 176.689.336
Sumber: Riskesdas 2013, diolah oleh Pusat Data dan lnformasi Kementerian Kesehatan.
11
Berdasarkan Gambar 5 di atas, menurut jenis kelamin, proporsi penderita
diabetes melitus dan TGT lebih tinggi pada wanita, sedangkan GDP terganggu
lebih tinggi pada laki-laki. Sedangkan menu rut pendidikan proporsi penderita
diabetes melitus, TGT dan GDP terganggu cenderung lebih tinggi pad a kelompok
dengan pendidikan lebih rendah.3
Gambar 7. Proporsi Penderita Diabetes Melitus, TGT dan GDP Terganggu
Menurut Pekerjaan dan lndeks Kepemilikan Tahun 2013
2.3 Klasifikasi
Tabel2. Klasifikasi dan Etiologi DM1,5
12
2.4 Patofisiologi
Elemen penting yang merupakan karakteristik patofisiologi Diabetes
Melitus tipe 2 yaitu; (1) resistensi insulin, (2) disfungsi sel Beta pankreas, (3)
disregulasi produksi glukosa hepatik, (4) gangguan absorbsi glukosa pada saluran
pencernaan, dan (5) obesitas.
Resistensi insulindisebabkan gangguan penghantaran sinyal intraselular
setelah insulin terikat dengan reseptornya. Gangguan ini menyebabkan penurunan
aktivitas transport glukosa intraseluler. Pada masa preklinik, sel beta pankreas
akan berusaha mengkompensasi keadaan resistensi insulin dengan cara
memproduksi lebih banyak insulin (hiperinsulnemia) untuk mempertahankan
kadar glukosa darah normal. Tapi lama-kelamaan sel beta pankreas akan gagal
mengkompensasi dengan peningkatan resistensi insulin yang progresif dan pada
akhirnya hiperglikemia menjadi manifestasi klinik Diabetes Melitus.
Disfungsi sel Beta pankreasmeliputi pulsasi disritmik sekresi insulin,
peningkatan rasio proinsulin-insulin (akibat gangguan aktivitas protease),
akumulasi amyloid polipeptida pada pulau langerhans, peningkatan sekresi
glukagon dari sel alpha pankreas, dan glukotoksisitas.
Produksi glukosa hepatik berlebih (25% hingga 50% lebih tinggi dari
normal) dihasilkan dari proses glukoneogenesis yang tidak adekuat, resistensi
insulin hepatik, dan penurunan sekresi insulin dari sel beta yang rusak. Produksi
glukosa hepatik post-prandial secara jelas meningkat. Selain itu, terjadi penurunan
sintesis glikogen dan peningkatan sintesis lemak.
Hiperglikemia dengan atau tanpa keterlibatan saraf otonom juga dapat
dikaitkan dengan dismotilitas gaster dan gangguan pada laju dan waktu absorbsi
glukosa pada saluran pencernaan (biasanya meningkat).4,9
13
2. Umur ≥45 tahun
3. Etnik
4. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir
dengan berat badan rendah (<2,5 kg).
B. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi :
1. Obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada
wanita dan ≥90 cm pada laki-laki
2. Kurangnya aktivitas fisik
3. Diabetes Melitus Tipe II
4. Dislipidemia
5. Diet tidak sehat.
IMT Frekuensi
Underweight <18.5
Normal 18,5-22,9
Overweight 23-24,9
Obesitas I 25-29,9
Obesitas II ≥30
14
Hasil IMT yang masuk kategori obesitas perlu diwaspadai.
Obesitas merupakan faktor risiko yang berperan penting terhadap
penyakit Diabetes Melitus. Orang dengan obesitas memiliki
masukan kalori yang berlebih. Sel beta kelenjar pankreas akan
mengalami kelelahan dan tidak mampu untuk memproduksi insulin
yang cukup untuk mengimbangi kelebihan masukan kalori.
Akibatnya kadar glukosa darah akan tinggi yang akhirnya akan
menjadi DM.
15
insulin tidak adekuat, sehingga terjadi transisi dari kondisi
resistensi insulin ke diabetes yang manifes secara klinis.
16
Sebuah penelitian pernah dilakukan oleh Fatmawati di
RSUD Sunan Kalijaga Demak. Penelitian pada tahun 2010
memakai disain studi kasus- kontrol. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa riwayat keluarga merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2. Orang
yang memiliki riwayat keluarga DM memiliki risiko 2,97 kali
untuk kejadian DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak
memiliki riwayat keluarga.
17
DM Tipe 2 dibanding laki-laki. Sementara itu, penelitian oleh
Fatmawati memberikan hasil yang berbeda. Jenis kelamin tidak
berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2. 7
2.5.5 Umur
Hasil penelitian di negara maju menunjukkan bahwa
kelompok umur yang berisiko terkena DM Tipe 2 usia 65 tahun ke
atas. Di negara berkembang, kelompok umur yang berisiko untuk
menderita DM Tipe 2 adalah usia 46-64 tahun karena pada usia
tersebut terjadi intoleransi glukosa. Proses penuaan menyebabkan
menurunnya kemempuan sel B pankreas dalam memproduksi
insulin.
Penelitian Fatmawati menunjukkan bahwa umur
merupakan variabel yang signifikan terhadap kejadian DM Tipe 2
(Fatmawati, 2010). Selain itu, hasil dari penelitian Alfiyah juga
didapatkan bahwa ada hubungan antara umur dengan Diabetes
Melitus.
Dari hasil analisis Riskesdas 2007, terlihat bahwa semakin
tua usia maka makin tinggi risiko untuk menderita Diabetes
Melitus. Orang yang berusia 26-35 tahun berisiko 2,32 kali, usia
36-45 tahun berisiko 6,88 kali, dan usia lebih dari 45 tahun
berisiko 14,99 kali untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan
dengan usia 15-25 tahun. 7
2.5.6 Pekerjaan
18
sehingga meningkatkan risiko untuk obesitas (Irawan, 2010).
Penelitian di kota Singkawang memberikan hasil bahwa distribusi
penderita DM Tipe 2 terbanyak adalah dari kelompok tidak bekerja
sebesar 46,2% . 7
2.6 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darahyang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (wholeblood), vena, atau pun angka criteria diagnostic yang berbeda
sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler dengan glucometer.7
19
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat kelu- han klasik DM
seperti di bawah ini:
- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegak- kan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat
dilihat pada bagan1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat
dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pe- meriksaan tidak memenuhi kriteria normal
atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).6
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL
(7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL. 1
20
Tabel 4. Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1
mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke
dalam air.
2.7 Komplikasi
Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan
kerusakan berbagai sistem tubuh terutama saraf dan pembuluh darah. Beberapa
konsekuensi dari diabetes yang seringterjadi adalah:
Meningkatnya risiko penyakitjantung dan stroke.
Neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus
kaki, infeksi dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki.
Retinopati diabetikum, yang merupakan salah satu penyebab utama kebutaan,
terjadi akibat kerusakan pembuluh darah kecil di retina.
Diabetes merupakan salah satu penyebab utama gaga I ginjal.
Risiko kematian penderita diabetes secara umum adalah dua kali Iipat
dibandingkan bukan penderita diabetes.
21
Dengan pengendalian metabolisme yang baik, menjaga agar kadar gula
darah berada dalam kategori normal, maka komplikasi akibat diabetes dapat
dicegah/ditunda.3
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut
maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati.
Komplikasi akut yang dapat terjadi diantaranya :
1. Ketoasidosis Diabetik
2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik
Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat diabetes tidak terkendali adalah :
1. Kerusakan saraf (Neuropati)
2. Kerusakan ginjal (Nefropati)
3. Kerusakan mata (Retinopati)
4. Penyakit jantung koroner (PJK)
5. Stroke
6. Hipertensi
7. Penyakit pembuluh darah perifer
8. Gangguan pada hati
9. Penyakit paru
10. Gangguan saluran cerna
11. Infeksi8
2.8 Pengendalian
Pengendalian diabetes melitus dan penyakit metabolik lain dapat
digambarkan pada diagram berikut.
Gambar 8. Diagram Pengendalian Diabetes Melitus dan
22
Penyakit Metabolik lainnya
23
kewaspadaan masyarakat terhadap faktor risiko baik terhadap dirinya,
keluarga dan masyarakat lingkungan sekitarnya.
3. CERDIK dan PATUH di Posbindu PTM dan Balai Gaya Hidup Sehat
Program PATUH, yaitu:
P : Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
A : Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
T : Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
U : Upayakan beraktivitas fisik dengan aman
H : Hindari rokok, alkohol dan zat karsinogenik lainnya
Program CERDIK, pesan peningkatan gaya hidup sehat yang disampaikan di
lingkungan sekolah, yaitu:
C : Cek kondisi kesehatan secara berkala
E : Enyahkan asap rokok
R : Rajin aktifitas fisik
D : Diet sehat dengan kalori seimbang
I : lstirahat yang cukup
K : Kendalikan stress
Beban penyakit diabetes sangatlah besar apalagi bila telah terjadi
komplikasi. Upaya pengendalian diabetes menjadi tujuan yang sangat penting
dalam mengendalikan dampak komplikasi yang menyebabkan beban yang sangat
berat baik bagi individu maupun keluarga juga pemerintah.7,9
24
2.9 Kerangka Teori
FAKTOR RESIKO
PASIEN TUBERCULOSIS
KARATERISTIK:
1. USIA
2. JENIS KELAMIN
3. STATUS GIZI
PENEGAKAN DIAGNOSIS:
PEMERIKSAAN KLINIS
DM Tipe 2
PENATALAKSANAAN
25
BAB III
METODE PENELITIAN
26
3.6 Kerangka Konsep
Karateristik Pasien
DM Tipe 2
Meliputi: Pasien DM Tipe 2
- Jenis Kelamin
- Umur
- BB dan TB
Variabel independent :
Variabel dependent :
27
B. Umur
Umur : dalam tahun, menurut kartu tanda penduduk (KTP). Bila 6
bulan atau lebih dibulatkan ke atas, dan bila kurang dari 6 bulan
dibulatkan ke bawah
a) 40 – 50 tahun
b) 51 – 60 tahun
c) > 60 tahun
C. Status Gizi (IMT)
Nilai Indeks Masa Tubuh (IMT) diperoleh dari pengkuruan berat
badan (BB) dalam satuan kilogram dan tinggi badan (TB) dalam
satuan meter. Selanjutnya hasil pengukuran dihitung berdasarkan
rumus IMT: BB (kg)
TB2 (m)
IMT Frekuensi
Underweight <18.5
Normal 18,5-22,9
Overweight 23-24,9
Obesitas I 25-29,9
Obesitas II ≥30
28
3.9 Tekhnik Pengumpulan Data
Berdasaran cara memperoleh data, data yang dikumpulkan adalah data
sekunder. Data sekunder diperoleh dengan cara kunjungan ke Puskesmas
Tamalate. Kemudian, melakukan pendataan sampel yang sesuai dengan
kriteria sampel.
3.10 Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data dilakukan secara elekronik dengan menggunakan
perangkat lunak komputer program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 22 - For
windows. Sedangkan penyajian data menggunakan tabel distribusi frekuensi
presentasi disertai dengan penjelasan tabel.
3.11 Etika Penelitian
A. Dalam melakukan penelitian perlu membawa rekomendasi dari institusi
oleh pihak lain dengan cara mengajukan permohonan izin kepada institusi
/ lembaga tempat penelitian yang dituju oleh peneliti. Setelah mendapat
persetujuan, peneliti kemudian dapat melakukan penelitian.
B. Setiap subjek akan dijamin kerahasiannya atas informasi yang diperoleh
dari rekam medik dengan tidak menuliskan identitas subjek dalam
penelitian melainkan hanya mnggunakan inisial untuk penamaan.
29
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
30
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mariso.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa.
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Mangasa Kecamatan
Tamalate.
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Maccini Sombala.
Luas tanah dan bangunan Puskesmas Tamalate adalah 2.612 M2.
31
Data Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok
Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Tahun 2018
JUMLAH PENDUDUK
No Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan
1 0-4 507 592
2 5-9 327 365
3 10-14 873 689
4 15-19 662 579
5 20-24 562 987
6 25-29 1510 667
7 30-34 1002 778
8 35-39 124 987
9 40-44 221 657
10 45-49 34 765
11 50-54 23 897
12 55-59 72 466
13 60-64 40 76
14 65-69 101 197
15 70-74 34 62
16 +75 20 23
Jumlah 60.302
Tabel 6. Data Jumlah menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di Wilayah
Kerja Puskesmas Tamalate Tahun 2018
32
4 Hindu 84 Jiwa
5 Budha 19 Jiwa
Tabel 7. Data Jumlah Menurut Agama di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate
Tahun 2018
Kelurahan
No Mata Pencaharian Balang Parang Bontoduri
Baru Tammbung
1 PNS 303 197 122
2 Pengrajin Industri 9 45 70
3 Pedagang Keliling 92 98 60
5 Dokter Swasta 2 1 0
6 Bidan Swasta 5 11 10
7 Pembantu RT 111 32 11
8 TNI 21 5 64
9 POLRI 130 84 31
10 Pengusaha Kecil 305
601 621
dan Menengah
11 Pensiunan 173
36 137
PNS,Polri,TNI
12 Pengacara 5 1 4
13 Notaris 0 1 2
14 Jasa Pengobatan 1
2 1
Alternatif
15 Dosen Swasta 29 18 31
16 Arsitektur 2 9 1
17 Karyawan 367
440 720
Perusahaan Swasta
33
18 Karyawan 39
Perusahaan 8 42
Pemerintah
19 Lain-Lain 1798 1984 1292
34
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Tamalate berdasarkan Peraturan
Walikota Makassar tentang struktur organisasi yaitu Peraturan walikota 41
Tahun 2012 tanggal 19 september 2012 dan mengacu pada peraturan
Menteri Kesehatan nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas terdiri atas :
a. Kepala Puskesmas
b. Kepala Subag Tata Usaha membawahi beberapa kegiatan
diantaranya : Sistem informasi kesehatn, Kepegawaian, Rumah
Tangga dan Keuangan
c. Penanggung jawab UKM Esensial dan Keperawatan Kesehatan
Masyarakat membawahi :
1) Pelayanan promosi kesehatan beserta UKS.
2) Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
3) Pelayanan Kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana.
4) Pelayanan Gizi.
5) Pelayanan pencegahan penyakit menular dan penyakit tdak
Menular.
6) Pelayanan keperawatan kes masyarakat.
d. Penangguang jawab UKM Pengembangan membawahi :
1) Pelayanan kesehatan jiwa
2) Pelayanan kesehatan gigi masyarakat ( UKGM )
3) Pelayanan kesehatan tradisional komlpementer
4) Pelyanan kesehatan olah raga
5) Pelayanan Kesehatan indra
6) Pelayanan Kesehatan Lansia
7) Pelayanan Kesehatan Kerja
e. Penanggung jawab UKP, kefarmasian dan Laboraterium
membawahi :
1) Pelayanan pemeriksaan umum
2) Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut
3) Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP
35
4) Pelayanan Gawat darurat
5) Pelayanan Persalina
6) Pelayanan Kefarmasian
7) Pelayanan Laboraterium
f. Penanggung jawab jaringan pelayanan puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan membawahi :
a. Puskesmas Pembantu
b. Puskesmas Keliling
c. Bidan Desa / Bidan kelurahan
d. Jejaring Fasilitas Pelayanan kesehatan
36
e. Pelayanan pencegahan penyakit menular dan penyakit tdak
menular
f. Pelayanan keperawatan kes masyarakat
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), meliputi :
a. Pelayanan kesehatan jiwa
b. Pelayanan kesehatan gigi masyarakat ( UKGM )
c. Pelayanan kesehatan tradisional komlpementer
d. Pelayanan kesehatan olah raga
e. Pelayanan Kesehatan indra
f. Pelayanan Kesehatan Lansia
g. Pelayanan Kesehatan Kerja
37
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Laki-Laki 41 40,6 %
Perempuan 60 59,4 %
Sumber : Rekam Medik Puskesmas Tamalate diolah dengan SPSS 22, 2017
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa jumlah pasien laki - laki
dengan DM Tipe 2 yaitu berjumlah 41 orang (40,6%) dan jumlah pasien
perempuan dengan DM Tipe 2 yaitu berjumlah 60 orang (59,4%).
Sumber : Rekam Medik Puskesmas Tamalate diolah dengan SPSS 22, 2017
38
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa jumlah pasien DM Tipe 2
yang pada rentang usia 40-50 tahun yaitu 28 orang (21,2%), usia 51-60 tahun
yaitu 62orang (47%), dan usia >60 tahun yaitu 42 orang (31,8%).
Table 5.3 Distribusi frekuensi pasien DM Tipe 2 berdasarkan IMT
5.2 Pembahasan
39
bermakna sejalan dengan bertambahnya usia dan kelompok usia >45 tahun
berisiko 14,55 kali.
40
Makassar, mendapatkan bahwa orang yang obesitas memiliki risiko 6,7 kali untuk
mendapatkan DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas.
41
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Karakteristik jenis kelamin pada penderita DM Tipe 2 didapatkan
jumlah pasien wanita lebih banyak dibandingkan pasien laki-laki.
6.1.2 Karakteristik usia pada penderita DM Tipe 2 didapatkan dengan
rentang usia >50 tahun lebih banyak dibandingkan dengan usia
lainnya.
6.1.2 Karakteristik IMT pada penderita DM Tipe 2 didapatkan jumlah
pasien dengan status gizi overweight jauh lebih banyak dibandingkan
status gizi yang lainnya.
6.2 Saran
6.2.1 Untuk penelitian yang akan datang dan menggunakan topik yang
sama disarankan untuk lebih menganalisis lamanya masa perawatan
untuk menurunkan tekanan darah dalam mencapai target yang
diharapkan.
6.2.3 Agar dapat meningkatkan kondisi yang telah dicapai saat ini yaitu
Puskesmas yang memiliki tingkat yang dapat dikategorikan dalam
penilaian yang baik, Puskesmas harus meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan dengan lebih menuliskan secara lengkap rekam medik
pasien agar mempermudah peneliti selanjutnya dalam
mengumpulkan sampel penelitian.
42
DAFTAR PUSTAKA
43