Anda di halaman 1dari 43

BAGIAN IKM-IKK REFERAT

BADAN KOORDINASI PENDIDIKAN JUNI 2019


RS IBNU SINA YW-UMI MAKASSAR

KARAKTERISTIK PASIEN DIABETES


MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TAMALATE

DISUSUN OLEH:
Muh. Nur Anshari Syakir
111 2017 2124

PEMBIMBING:
dr. Armanto Makmun, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT & KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 5

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...6

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 6

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 7

1.3. Tujuan Penelitian................................................................................ 7

1.4. Manfaat Penelitian.............................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….9

2.1. Tinjauan Umum Tentang Diabets Mellitus Tipe 2 (DM).................... 9

2.1.1 Definisi DM ............................................................................. 9

2.1.2 Epidemiologi ............................................................................. 9

2.1.3 Klasifikasi DM .......................................................................... 12

2.1.4 Patofisiologi DM ....................................................................... 13

2.1.5 Faktor Risiko ............................................................................. 13

2.1.6 Diagnosis DM ........................................................................... 19

2.1.7 Komplikasi DM ........................................................................ 21

2.1.8 Pengendalian DM...................................................................... 22

2.1.9 Kerangka Teori ......................................................................... 25

BAB III METODE PENELITIAN………………………………………………26

3.1. Desain Penelitian ................................................................................ 26

3.2. Tempat Penelitian ............................................................................... 26

ii
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 26

3.4. Teknik Sampel.................................................................................... 26

3.5. Kriteria Sampel .................................................................................. 26

3.6. Kerangka Konsep ............................................................................... 27

3.7. Definisi Operasional …………………………………………...……27

3.7. Instrumen Penelitian ........................................................................... 28

3.8. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 29

3.9. Pengolahan dan Penyajian Data ......................................................... 29

3.10. Etika Penelitian .................................................................................. 29

3.11. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 29

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN……………………….30

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………………..38

5.1. Hasil Penelitian .................................................................................. 38

5.2. Pembahasan ........................................................................................ 39

5.3. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 41

BAB VI PENUTUP…………….…………………………………………………..42

6.1. Kesimpulan......................................................................................... 42

6.2. Saran ................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 43

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muh. Nur Anshari Syakir

Stambuk : 111 2017 2124

Judul Referat : Karakteristik Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas

Tamalate

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada Bagian IKM-IKK
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Juni 2019

Mengetahui,

DPK Puskesmas Tamalate Pembimbing

dr. Zarvia Utami S.L dr. Armanto Makmun, M.Kes

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.Wr.Wb.

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Referat dengan judul “Karakteristik Pasien
DM Tipe 2 Di Puskesmas Tamalate” dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini
penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan
dan bimbingan dari dokter pembimbing bagian IKM-IKK di RS Ibnu Sina YW-
UMI Makassar dan DPK di Puskesmas Tamalate sehingga referat ini dapat
terselesaikan.

Terima kasih yang sebesar – besarnya kami ucapkan kepada berbagai pihak
yang telah membantu kami dalam penyusunan referat ini sehingga dapat selesai
tepat pada waktunya. Permohonan maaf juga kami sampaikan apabila dalam
referat ini terdapat kesalahan. Semoga referat ini dapat menjadi acuan untuk
menjadi bahan belajar berikutnya.

Tidak lupa ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya untuk kedua orang
tua tercinta, yang selalu memberikan motivasi, dukungan do’a, dan selalu sabar
dalam memberikan nasehat serta arahan kepada penyusun. Semoga apa yang telah
kita lakukan bernilai ibadah disisi Allah SWT dan kita senantiasa mendapatkan
Ridho-Nya.

Makassar , Juni 2019

PENULIS

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar
glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu
tanda khas penyakit diabetes melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan
pada beberapakeadaan yang lain. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan
adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di
berbagai penjuru dunia.
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat
pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF)
memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta
pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.1
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan
mengacu pada pola pertambahan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030
nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun.1
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah.2
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan
kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal apabila pengelolaannyatidak
tepat. Penatalaksanaan DM yang tidak tepat menyebabkan glukosa darah pasien
menjadi sulit terkontrol dan dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, seperti
neuropati diabetik, nefropati diabetik, stroke, kebutaan, dan ulkus diabetik yang
berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien.1
Kejadian infeksi lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes. Infeksi
pada pasien diabetes sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah.

6
Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang
tinggi meningkatkan kerentanan atau memperburuk infeksi.1
Faktor yang dapat digunakan dalam menilai pengendalian DM yaitu kadar
HbA1c, gula darah puasa (GDP), glukosa darah 2 jam post prandial, kolesterol,
indeks massa tubuh, dan tekanan darah.
Pengontrolan DM yang tidak optimal dapat meningkatkan jumlah penderita
dan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung dan
pembuluh darah. Jumlah penderita dan komplikasi DM di kota Banda Aceh terus
meningkat. 1

Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh 2012, DM termasuk 10


penyakit terbanyak rawat jalan di Puskesmas yaitu dengan jumlah kunjungan
dalam setahun sebanyak (3,51 %) 8562 kali. Di wilayah kerja Puskesmas Jayabaru
mempunyai penderita yang melakukan rawat jalan terbanyak di Kota Banda Aceh.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana
karakteristik penderita DM di Puskesmas Tamalate.1

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diambil rumusan masalah
penelitian adalah "Bagaimanakah gambaran karakteristik pasien Diabates
Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Tamalate ?"

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien Diabetes Mellitus
(DM) Tipe 2 di Puskesmas Tamalate.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui gambaran jenis kelamin pada pasien DM
Tipe 2 di Puskesmas Tamalate
2. Untuk mengetahui gambaran usia pada pasien DM Tipe 2 di
Puskesmas Tamalate

7
3. Untuk mengetahui gambaran indeks massa tubuh (IMT) pada
pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Tamalate

1.4 Manfaat Penelitian


A. Bagi Institusi Kesehatan
1. Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemantauan
informasi kesehatan dan penyakit DM Tipe 2
2. Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemantauan DM Tipe
2 sehingga dapat dikontrol apabila terjadi masalah dengan penyakit
DM Tipe 2 khususnya
B. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman yang sangat berharga dalam rangka
mengembangkan ilmu pengetahuan serta pengembangan terkhusus dalam
bidang penelitian.
C. Bagi Ilmu Pengetahuan
1. Menjadi acuan dalam hal pemantauan DM Tipe 2 di wilayah kerja
Puskesmas Tamalate
2. Dapat menjadi sumber informasi dan bahan bacaan bagi peneliti
berikutnya.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.1

2.2 Epidemiologi
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 melakukan
wawancara untuk menghitung proporsi diabetes melitus pada usia 15 tahun ke
atas. Didefinisikan sebagai diabetes melitus jika pernah didiagnosis menderita
kencing manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing
manis oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala sering lapar,
sering haus, sering buang air kecil dengan jumlah banyak dan berat badan turun.
Hasil wawancara tersebut mendapatkan bahwa proporsi diabetes melitus pada
Riskesdas 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007.3,8

Gambar 3. Proporsi Diabetes Melitus pada Penduduk Usia<15 Tahun


Hasil Wawancara di Indonesia Tahun 2007 dan 2013

Sumber: Riskesdas 2007, 2013, Kementerian Kesehatan

Untuk memastikan diagnosis diabetes melitus dibutuhkan


pemeriksaankadar glukosa darah. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
dan 2013melakukan pemeriksaan gula darah untuk mendapatkan data proporsi

9
penderitadiabetes melitus di Indonesia pada penduduk usia 15 tahun ke atas.
Riskesdastahun 2007 hanya meliputi penduduk di daerah perkotaan dan tidak
menganalisisuntuk GDP terganggu. Hasil yang didapatkan adalah sebagai
berikut:3
Gambar 4. Proporsi DM, TGT dan GDP terganggu pada
Penduduk Usia<15 Tahun di Indonesia

Keterangan:
Kriteria DM ditegakkan bila:
 Nilai Gula Darah sewaktu (GD5) >200 mg/dl ditambah 4 gejala khas DM positif (banyak
makan,sering kencing, sering haus dan berat badan turun).
 Nilai Gula Darah Puasa (GDP) >126 mg/dl ditambah 4 gejala khas DM positif.
 Nilai GDPP > 200 mg/di meskipun nilai GDP <126 mg/dl dan/atau keempat gejala khas DM
tidaksemuanya positif.
TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) ditegakkan bila nilai GDPP 140-199 mg/dl.
GDP Terganggu (Gula Darah Puasa Terganggu) menurutAOA (American Diabetes Association)
2011 ditegakkan bila nilai GDP 100-125 mg/dl.
Sumber: Riskesdas 2007, 2013, Kementerian Kesehatan

Dari gambar di atas terlihat bahwa dibandingkan tahun 2007, baik proporsi
diabetes melitus maupun TGT di perkotaan, hasil Riskesdas tahun2013 lebih
tinggi. Jika dibandingkan antara penduduk di perkotaan dan perdesaan, ternyata
proporsi di perdesaan tidak lagi lebih rendah dibandingkan di perkotaan.
Dari gambar di atas juga terlihat bahwa proporsi diabetes melitus di
Indonesia hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 6,9%, TGT sebesar 29,9% dan GDP
terganggu sebesar 36,6%. Jika estimasi jumlah penduduk Indonesia usia 15 tahun
ke atas pada tahun 2013 adalah 176.689.336 orang, maka dapat diperkirakan
jumlah absolutnya sebagai berikut.3,7

10
Tabel 1. Proporsi dan Perkiraan Jumlah DM, TGT dan GDP terganggu pada
Penduduk Usia<15 Tahun di Indonesia lahun 2013.

Keterangan:
Estimasi jumlah penduduk Indonesia umur 15 tahun ke atas sejumlah 176.689.336
Sumber: Riskesdas 2013, diolah oleh Pusat Data dan lnformasi Kementerian Kesehatan.

Proporsi Penderita Diabetes Menurut Karakteristik

Proporsi penderita diabetes melitus, Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)


dan Gula Darah Puasa terganggu (GDP terganggu) menurut beberapa karakteristik
lain adalah sebagai berikut.3
Gambar 5. Proporsi Penderita Diabetes Melitus, TGT dan GDP Terganggu
Menurut Kelompok Umur Tahun 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan

Gambar 6. Proporsi Penderita Diabetes Melitus, TGT dan GDP Terganggu


Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan Tahun 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan

11
Berdasarkan Gambar 5 di atas, menurut jenis kelamin, proporsi penderita
diabetes melitus dan TGT lebih tinggi pada wanita, sedangkan GDP terganggu
lebih tinggi pada laki-laki. Sedangkan menu rut pendidikan proporsi penderita
diabetes melitus, TGT dan GDP terganggu cenderung lebih tinggi pad a kelompok
dengan pendidikan lebih rendah.3
Gambar 7. Proporsi Penderita Diabetes Melitus, TGT dan GDP Terganggu
Menurut Pekerjaan dan lndeks Kepemilikan Tahun 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan

Berdasarkan Gambar 6 di atas, menurut pekerjaan proporsi penderita


diabetes melitus terendah adalah pada pegawai diikuti petani/nelayan/buruh,
wiraswasta, dan tidak bekerja. Proporsi tertinggi pada pekerjaan lainnya.
Sedangkan, menurut kuintil indeks kepemilikan proporsi diabetesmellitus
cenderung meningkat seiring meningkatnya indeks kepemilikan. Sebaliknya
proporsi GDP terganggu justru tertinggi pada indeks kepemilikan terbawah.3,7,8

2.3 Klasifikasi
Tabel2. Klasifikasi dan Etiologi DM1,5

12
2.4 Patofisiologi
Elemen penting yang merupakan karakteristik patofisiologi Diabetes
Melitus tipe 2 yaitu; (1) resistensi insulin, (2) disfungsi sel Beta pankreas, (3)
disregulasi produksi glukosa hepatik, (4) gangguan absorbsi glukosa pada saluran
pencernaan, dan (5) obesitas.
Resistensi insulindisebabkan gangguan penghantaran sinyal intraselular
setelah insulin terikat dengan reseptornya. Gangguan ini menyebabkan penurunan
aktivitas transport glukosa intraseluler. Pada masa preklinik, sel beta pankreas
akan berusaha mengkompensasi keadaan resistensi insulin dengan cara
memproduksi lebih banyak insulin (hiperinsulnemia) untuk mempertahankan
kadar glukosa darah normal. Tapi lama-kelamaan sel beta pankreas akan gagal
mengkompensasi dengan peningkatan resistensi insulin yang progresif dan pada
akhirnya hiperglikemia menjadi manifestasi klinik Diabetes Melitus.
Disfungsi sel Beta pankreasmeliputi pulsasi disritmik sekresi insulin,
peningkatan rasio proinsulin-insulin (akibat gangguan aktivitas protease),
akumulasi amyloid polipeptida pada pulau langerhans, peningkatan sekresi
glukagon dari sel alpha pankreas, dan glukotoksisitas.
Produksi glukosa hepatik berlebih (25% hingga 50% lebih tinggi dari
normal) dihasilkan dari proses glukoneogenesis yang tidak adekuat, resistensi
insulin hepatik, dan penurunan sekresi insulin dari sel beta yang rusak. Produksi
glukosa hepatik post-prandial secara jelas meningkat. Selain itu, terjadi penurunan
sintesis glikogen dan peningkatan sintesis lemak.
Hiperglikemia dengan atau tanpa keterlibatan saraf otonom juga dapat
dikaitkan dengan dismotilitas gaster dan gangguan pada laju dan waktu absorbsi
glukosa pada saluran pencernaan (biasanya meningkat).4,9

2.5 Faktor Risiko


MenurutAmerican Diabetes Association (ADA) bahwa DM berkaitan
dengan 2 faktor risiko, yaitu :2
A. Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
1. Riwayat keluarga dengan DM (first degree relative)

13
2. Umur ≥45 tahun
3. Etnik
4. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir
dengan berat badan rendah (<2,5 kg).
B. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi :
1. Obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada
wanita dan ≥90 cm pada laki-laki
2. Kurangnya aktivitas fisik
3. Diabetes Melitus Tipe II
4. Dislipidemia
5. Diet tidak sehat.

2.5.1 Indeks Massa Tubuh


Nilai Indeks Masa Tubuh (IMT) diperoleh dari pengkuruan berat
badan (BB) dalam satuan kilogram dan tinggi badan (TB) dalam
satuan meter. Selanjutnya hasil pengukuran dihitung berdasarkan
rumus IMT: BB (kg)
TB2 (m)

IMT dapat digunakan untuk mengetahui apakah berat badan


seseorang telah ideal atau belum. Untuk mengetahuinya, dapat
digunakan tabel di bawah ini:

IMT Frekuensi
Underweight <18.5
Normal 18,5-22,9
Overweight 23-24,9
Obesitas I 25-29,9
Obesitas II ≥30

14
Hasil IMT yang masuk kategori obesitas perlu diwaspadai.
Obesitas merupakan faktor risiko yang berperan penting terhadap
penyakit Diabetes Melitus. Orang dengan obesitas memiliki
masukan kalori yang berlebih. Sel beta kelenjar pankreas akan
mengalami kelelahan dan tidak mampu untuk memproduksi insulin
yang cukup untuk mengimbangi kelebihan masukan kalori.
Akibatnya kadar glukosa darah akan tinggi yang akhirnya akan
menjadi DM.

Sebuah penelitian pernah dilakukan Sanjaya pada tahun


2006 di Rumah Sakit Tabanan, Bali. Hasil penelitian didapatkan
bahwa subjek yang mempunyai berat badan lebih atau obesitas
memiliki risiko 2,7 kali lebih besar untuk menderita DM Tipe 2
dibandingkan subjek yang tidak obes. Hasil penelitian lain juga
menujukkan bahwa obesitas terlihat signifikan terhadap kejadian
DM. Penelitian yag dilakukan oleh Andi di Rumah Sakit Umum
Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, mendapatkan bahwa orang
yang obesitas memiliki risiko 6,7 kali untuk mendapatkan DM
Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas.7

2.5.2 Lingkar Perut


Lingkar perut dapat menunjukkan tingkat obesitas sentral.
Ukuran untuk menilai obesitas sentral adalah jika lingkar perut
pada pria >90 cm dan pada wanita >80 cm.

Obesitas sentral merupakan contoh penimbunan lemak


tubuh yang berbahaya karena adiposit di daerah ini sangat efisien
dan lebih resisten terhadap efek insulin dibandingkan adiposit
didaerah lain. Adanya peningkatan jaringan adipose biasanya
diikuti keadaan resistensi insulin. Resistensi insulin merupakan
suatu fase awal abnormalitas metabolik sampai terjadinya
intoleransi glukosa. Kegagalan sel pankreas menyebabkan sekresi

15
insulin tidak adekuat, sehingga terjadi transisi dari kondisi
resistensi insulin ke diabetes yang manifes secara klinis.

Penelitian Wiyardani di Rumah Sakit Sanglah Denpasar,


Bali membagi subjek ke dalam dua kelompok yaitu kasus dan
kontrol. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan
yang signifikan antara obesitas sentral terhadap DM tipe2. Obesitas
sentral lebih banyak ditemukan pada kasus dibandingkan dengan
proporsi obesitas pada kontrol. Hasil penelitian Mihardja juga
memberikan hasil yang sama. Terdapat perbedaan antara kelompok
kasus dan kontrol yang menderita obesitas sentral terhadap
kejadian diabetes.

Analisis data Riskesdas 2007 yang dilakukan oleh Irawan


mendapatkan bahwa orang yang mengalami obesitas sentral
berisiko 2,63 kali untuk menderita DM Tipe 2 dibanding dengan
orang yang normal.7

2.5.3 Riwayat DM Keluarga

Timbulnya penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 sangat


dipengaruhi oleh faktor genetik. Bila terjadi mutasi gen
menyebabkan kekacauan metabolisme yang berujung pada
timbulnya DM Tipe 2. Risiko seorang anak mendapat DM Tipe 2
adalah 15% bila salah satu orang tuanya menderita DM. Jika kedua
orang tua memiliki DM maka risiko untuk menderita DM adalah
75%. Orang yang memiliki ibu dengan DM memiliki risiko 10-
30% lebih besar dari pada orang yang memiliki ayah dengan DM.
Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan
lebih besar dari ibu. Jika saudara kandung menderita DM maka
risiko untuk menderita DM adalah 10% dan 90% jika yang
menderita adalah saudara kembar identik.

16
Sebuah penelitian pernah dilakukan oleh Fatmawati di
RSUD Sunan Kalijaga Demak. Penelitian pada tahun 2010
memakai disain studi kasus- kontrol. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa riwayat keluarga merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2. Orang
yang memiliki riwayat keluarga DM memiliki risiko 2,97 kali
untuk kejadian DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak
memiliki riwayat keluarga.

Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Alfiyah di


Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang. Dari hasil
penelitian membuktikan bahwa ada hubungan antara riwayat
keluarga dengan DM. Orang yang memiliki riwayat keluarga DM
memiliki risiko sebesar 3 kali untuk menderita DM dibandingkan
yang tidak.7

2.5.4 Jenis Kelamin


Jika dilihat dari faktor risiko, wanita lebih berisiko
mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus
bulanan (premenstrual syndrome) dan pasca-menopouse yang
membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi.
Selain itu, pada wanita yang sedang hamil terjadi
ketidakseimbangan hormonal. Hormon progesteron menjadi tinggi
sehingga meningkatkan sistem kerja tubuh untuk merangsang sel-
sel berkembang. Selanjutnya tubuh akan memberikan sinyal lapar
dan pada puncaknya menyebabkan sistem metabolisme tubuh tidak
bisa menerima langsung asupan kalori sehingga menggunakannya
secara total sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah saat
kehamilan.
Analisis data Riskesdas 2007 yang dilakukan oleh Irawan
mendapatkan bahwa perempuan lebih berisiko untuk menderita

17
DM Tipe 2 dibanding laki-laki. Sementara itu, penelitian oleh
Fatmawati memberikan hasil yang berbeda. Jenis kelamin tidak
berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2. 7

2.5.5 Umur
Hasil penelitian di negara maju menunjukkan bahwa
kelompok umur yang berisiko terkena DM Tipe 2 usia 65 tahun ke
atas. Di negara berkembang, kelompok umur yang berisiko untuk
menderita DM Tipe 2 adalah usia 46-64 tahun karena pada usia
tersebut terjadi intoleransi glukosa. Proses penuaan menyebabkan
menurunnya kemempuan sel B pankreas dalam memproduksi
insulin.
Penelitian Fatmawati menunjukkan bahwa umur
merupakan variabel yang signifikan terhadap kejadian DM Tipe 2
(Fatmawati, 2010). Selain itu, hasil dari penelitian Alfiyah juga
didapatkan bahwa ada hubungan antara umur dengan Diabetes
Melitus.
Dari hasil analisis Riskesdas 2007, terlihat bahwa semakin
tua usia maka makin tinggi risiko untuk menderita Diabetes
Melitus. Orang yang berusia 26-35 tahun berisiko 2,32 kali, usia
36-45 tahun berisiko 6,88 kali, dan usia lebih dari 45 tahun
berisiko 14,99 kali untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan
dengan usia 15-25 tahun. 7

2.5.6 Pekerjaan

Jenis pekerjaan juga erat kaitannya dengan kejadian DM.


Pekerjaan seseorang mempengaruhi tingkat aktivitas fisiknya.
Riskesdas 2007 mendapatkan prevalensi diabetes melitus tertinggi
pada kelompok yang tidak bekerja dan ibu rumah tangga. Selain
itu, orang tidak bekerja memiliki aktivitas fisik yang kurang

18
sehingga meningkatkan risiko untuk obesitas (Irawan, 2010).
Penelitian di kota Singkawang memberikan hasil bahwa distribusi
penderita DM Tipe 2 terbanyak adalah dari kelompok tidak bekerja
sebesar 46,2% . 7

2.5.7 Kadar Kolesterol


Kadar kolesterol yang tinggi berisiko terhadap penyakit
DM Tipe 2. Kadar kolesterol tinggi menyebabkan meningkatnya
asam lemak bebas (free fatty acid) sehingga terjadi lipotoksisity.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel beta yang
akhirnya mengakibatkan DM Tipe 2. Kadar kolesterol total
berisiko untuk diabetes jika hasilnya > 190 mm/dL (kolesterol
tinggi) sedangkan kadar normal adalah ≤190 mm/Dl.
Sebuah penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Hasil penelitian menujukan
bahwa kolesterol tinggi memiliki hubungan dengan DM Tipe 2.
Orang dengan kolesterol tinggi memiliki risiko 13,45 kali untuk
menderita DM Tipe 2 dibandingkan yang kadar kolesterolnya
normal. 7

2.6 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darahyang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (wholeblood), vena, atau pun angka criteria diagnostic yang berbeda
sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler dengan glucometer.7

19
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat kelu- han klasik DM
seperti di bawah ini:
- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegak- kan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat
dilihat pada bagan1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat
dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pe- meriksaan tidak memenuhi kriteria normal
atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).6
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL
(7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL. 1

20
Tabel 4. Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1
mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau

2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0


mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam
Atau

3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke
dalam air.

*Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi


salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang
telah terstandardisasi dengan.1

2.7 Komplikasi
Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan
kerusakan berbagai sistem tubuh terutama saraf dan pembuluh darah. Beberapa
konsekuensi dari diabetes yang seringterjadi adalah:
 Meningkatnya risiko penyakitjantung dan stroke.
 Neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus
kaki, infeksi dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki.
 Retinopati diabetikum, yang merupakan salah satu penyebab utama kebutaan,
terjadi akibat kerusakan pembuluh darah kecil di retina.
 Diabetes merupakan salah satu penyebab utama gaga I ginjal.
 Risiko kematian penderita diabetes secara umum adalah dua kali Iipat
dibandingkan bukan penderita diabetes.

21
Dengan pengendalian metabolisme yang baik, menjaga agar kadar gula
darah berada dalam kategori normal, maka komplikasi akibat diabetes dapat
dicegah/ditunda.3
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut
maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati.
Komplikasi akut yang dapat terjadi diantaranya :
1. Ketoasidosis Diabetik
2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik
Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat diabetes tidak terkendali adalah :
1. Kerusakan saraf (Neuropati)
2. Kerusakan ginjal (Nefropati)
3. Kerusakan mata (Retinopati)
4. Penyakit jantung koroner (PJK)
5. Stroke
6. Hipertensi
7. Penyakit pembuluh darah perifer
8. Gangguan pada hati
9. Penyakit paru
10. Gangguan saluran cerna
11. Infeksi8

2.8 Pengendalian
Pengendalian diabetes melitus dan penyakit metabolik lain dapat
digambarkan pada diagram berikut.
Gambar 8. Diagram Pengendalian Diabetes Melitus dan

22
Penyakit Metabolik lainnya

Sumber: Dit. Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan

Program Pengendalian diabetes melitus dilaksanakan secara terintegrasi


dalam program pengendalian penyakit tidak menular terintegrasi yaitu antara lain:
1. Pendekatan faktor risiko penyakit tidak menular terintegrasi di fasilitas layanan
primer (Pandu PTM)
 Untuk peningkatan tatalaksana faktor risiko utama (konseling berhenti
merokok, hipertensi, dislipidemia, obesitas dan lainnya) di fasilitas
pelayanan dasar (puskesmas, dokter keluarga, praktik swasta)
 Tata laksana terintegrasi hipertensi dan diabetes melalui pendekatan faktor
risiko
 Prediksi risiko penyakit jantung dan stroke dengan charta WHO
2. Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit TidakMenular)
Pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kewaspadaan dini
dalam memonitoring faktor risiko menjadi salah satu tujuan dalam
program pengendalian penyakit tidak menular termasuk diabetes melitus.
Posbindu PTM merupakan program pengendalian faktor risiko penyakit
tidak menular berbasis masyarakat yang bertujuan meningkatkan

23
kewaspadaan masyarakat terhadap faktor risiko baik terhadap dirinya,
keluarga dan masyarakat lingkungan sekitarnya.
3. CERDIK dan PATUH di Posbindu PTM dan Balai Gaya Hidup Sehat
Program PATUH, yaitu:
P : Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
A : Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
T : Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
U : Upayakan beraktivitas fisik dengan aman
H : Hindari rokok, alkohol dan zat karsinogenik lainnya
Program CERDIK, pesan peningkatan gaya hidup sehat yang disampaikan di
lingkungan sekolah, yaitu:
C : Cek kondisi kesehatan secara berkala
E : Enyahkan asap rokok
R : Rajin aktifitas fisik
D : Diet sehat dengan kalori seimbang
I : lstirahat yang cukup
K : Kendalikan stress
Beban penyakit diabetes sangatlah besar apalagi bila telah terjadi
komplikasi. Upaya pengendalian diabetes menjadi tujuan yang sangat penting
dalam mengendalikan dampak komplikasi yang menyebabkan beban yang sangat
berat baik bagi individu maupun keluarga juga pemerintah.7,9

24
2.9 Kerangka Teori

FAKTOR RESIKO
PASIEN TUBERCULOSIS

KARATERISTIK:
1. USIA
2. JENIS KELAMIN
3. STATUS GIZI

GEJALA KLINIK PASIEN


DM Tipe 2

PENEGAKAN DIAGNOSIS:
PEMERIKSAAN KLINIS

DM Tipe 2

PENATALAKSANAAN

25
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan
menggunakan pendekatan observasional untuk melihat gambaran
karakteristik pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Tamalate.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Puskesmas Tamalate. Penelitian
ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2019.

3.3 Populasi dan Sample Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan DM Tipe 2 di
Puskesmas Tamalate yang berjumlah 101 orang.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah pasien dengan DM Tipe 2 di
Puskesmas Tamalate yang berjumlah 101 orang.
3.4 Teknik Sampel
Menggunakan teknik total sampling. Seluruh sampel yang masuk dalam
kriteria sample dijadikan sebagai sampel untuk penelitian ini.
3.5 Kriteria Sampel
A. Pasien dengan DM Tipe 2
B. Terdaftar sebagai pasien rujuk balik di Puskesmas Tamalate
C. Telah mendapat diagnosa keluar pada resume medis oleh dokter dengan
DM Tipe 2
D. Telah mendapatkan terapi farmakologik yang tertera pada catatan
terintegrasi dalam rekam medik.

26
3.6 Kerangka Konsep

Karateristik Pasien
DM Tipe 2
Meliputi: Pasien DM Tipe 2
- Jenis Kelamin
- Umur
- BB dan TB

Variabel independent :

Variabel dependent :

3.7 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


3.7.1 Definisi Operasional
A. DM Tipe 2
DM Tipe 2 adalah suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
B. Karakteristik
Karakteristik yang digunakan disini adalah gambaran kriteria
pasien DM Tipe 2 berupa jenis kelamin, usia, dan IMT DM Tipe
2.
3.7.2 Kriteria Objektif
A. Jenis Kelamin
Jenis kelamin pada pasien DM tipe 2 dapat dilihat pada rekam
medis atau data sekunder pasien.
a) Laki – Laki
b) Perempuan

27
B. Umur
Umur : dalam tahun, menurut kartu tanda penduduk (KTP). Bila 6
bulan atau lebih dibulatkan ke atas, dan bila kurang dari 6 bulan
dibulatkan ke bawah
a) 40 – 50 tahun
b) 51 – 60 tahun
c) > 60 tahun
C. Status Gizi (IMT)
Nilai Indeks Masa Tubuh (IMT) diperoleh dari pengkuruan berat
badan (BB) dalam satuan kilogram dan tinggi badan (TB) dalam
satuan meter. Selanjutnya hasil pengukuran dihitung berdasarkan
rumus IMT: BB (kg)
TB2 (m)

IMT dapat digunakan untuk mengetahui apakah berat badan


seseorang telah ideal atau belum. Untuk mengetahuinya, dapat
digunakan tabel di bawah ini:

IMT Frekuensi
Underweight <18.5
Normal 18,5-22,9
Overweight 23-24,9
Obesitas I 25-29,9
Obesitas II ≥30

3.8 Instrumen Penelitian


Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah data rekam medik
pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Tamalate.

28
3.9 Tekhnik Pengumpulan Data
Berdasaran cara memperoleh data, data yang dikumpulkan adalah data
sekunder. Data sekunder diperoleh dengan cara kunjungan ke Puskesmas
Tamalate. Kemudian, melakukan pendataan sampel yang sesuai dengan
kriteria sampel.
3.10 Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data dilakukan secara elekronik dengan menggunakan
perangkat lunak komputer program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 22 - For
windows. Sedangkan penyajian data menggunakan tabel distribusi frekuensi
presentasi disertai dengan penjelasan tabel.
3.11 Etika Penelitian
A. Dalam melakukan penelitian perlu membawa rekomendasi dari institusi
oleh pihak lain dengan cara mengajukan permohonan izin kepada institusi
/ lembaga tempat penelitian yang dituju oleh peneliti. Setelah mendapat
persetujuan, peneliti kemudian dapat melakukan penelitian.
B. Setiap subjek akan dijamin kerahasiannya atas informasi yang diperoleh
dari rekam medik dengan tidak menuliskan identitas subjek dalam
penelitian melainkan hanya mnggunakan inisial untuk penamaan.

3.12 Keterbatasan Penelitian


A. Peneliti masih dalam proses pembelajaran.
B. Waktu penelitian terbatas sehingga hasil penelitian yang didapatkan
kurang sempurna.

29
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Profil Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Tamalate tepatnya berlokasi di Jalan Dg Tata I BTN Tabaria


Blok GV no 8 RW 5 Kelurahan Bontoduri Kecamatan Tamalate, jarak dan
waktu tempuh menuju Puskesmas Tamalate di tempuh warga dengan
trasportasi cukup lancar baik oleh kendaraan pribadi maupun kendaraan
umum sekitar 5-15 menit dari pemukiman penduduk di wilayah kerjanya.
Wilayah kerja Puskesmas Tamalate terdiri atas 3 ( tiga ) Kelurahan , 26 ORW
dan 165 ORT dengan luas wilayah 9,38 Km2, dengan batas wilayah sebagai
berikut :

Gambar 10. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate

30
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mariso.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa.
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Mangasa Kecamatan
Tamalate.
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Maccini Sombala.
Luas tanah dan bangunan Puskesmas Tamalate adalah 2.612 M2.

Luas wilayah kerja Puskesmas Tamalate yang terdiri dari :


No Kelurahan Luas (km²) RT RW Penduduk
1 Balang Baru 7,34 55 10 19.058
2 Parang Tambung 1,03 66 9 24.167
3 Bontoduri 1,01 40 7 18.229
Jumlah 9,38 161 26 61.454
Tabel 4. Luas wilayah, Jumlah kelurahan, Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas
Tamalate Tahun 2018

Adapun jumlah Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate pada


tahun 2018 adalah 61.454 jiwa dengan jumlah Rumah Tangga sebanyak
11.330. Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan golongan umur
dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate tahun 2018 dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini:

N0 KELURAHAN KK PENDUDUK JUMLAH


L P
1 Balang Baru 3.776 9.181 9.877 19.058
2 Parang Tambung 4.786 11.617 12.550 24.167
3 Bontoduri 2.768 7.739 10.490 18.229
Jumlah 11.330 28.537 32.917 61.454
Tabel 5. Jumlah penduduk dan kepala keluarga diwilayah kerja Puskesmas Tamalate
Tahun 2018

31
Data Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok
Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Tahun 2018
JUMLAH PENDUDUK
No Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan
1 0-4 507 592
2 5-9 327 365
3 10-14 873 689
4 15-19 662 579
5 20-24 562 987
6 25-29 1510 667
7 30-34 1002 778
8 35-39 124 987
9 40-44 221 657
10 45-49 34 765
11 50-54 23 897
12 55-59 72 466
13 60-64 40 76
14 65-69 101 197
15 70-74 34 62
16 +75 20 23
Jumlah 60.302
Tabel 6. Data Jumlah menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di Wilayah
Kerja Puskesmas Tamalate Tahun 2018

Data Jumlah Penduduk Menurut Agama di Wilayah Kerja


Puskesmas Tamalate Tahun 2018
No Agama Jumlah
1 Islam 41.858 Jiwa
2 Kristen 18.289 Jiwa
3 Katolik 808 Jiwa

32
4 Hindu 84 Jiwa
5 Budha 19 Jiwa
Tabel 7. Data Jumlah Menurut Agama di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate
Tahun 2018

Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan dan Kegiatan


Ekonomi di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Tahun 2018

Kelurahan
No Mata Pencaharian Balang Parang Bontoduri
Baru Tammbung
1 PNS 303 197 122
2 Pengrajin Industri 9 45 70
3 Pedagang Keliling 92 98 60
5 Dokter Swasta 2 1 0
6 Bidan Swasta 5 11 10
7 Pembantu RT 111 32 11
8 TNI 21 5 64
9 POLRI 130 84 31
10 Pengusaha Kecil 305
601 621
dan Menengah
11 Pensiunan 173
36 137
PNS,Polri,TNI
12 Pengacara 5 1 4
13 Notaris 0 1 2
14 Jasa Pengobatan 1
2 1
Alternatif
15 Dosen Swasta 29 18 31
16 Arsitektur 2 9 1
17 Karyawan 367
440 720
Perusahaan Swasta

33
18 Karyawan 39
Perusahaan 8 42
Pemerintah
19 Lain-Lain 1798 1984 1292

Tabel 8. Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan dan Kegiatan Ekonomi


Kerja Puskesmas Tamalate Tahun 2018

Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi masyarakat yang


terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Tamalate turut berperan dalam
peningkatan status derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas
Tamalate.
Jenis sarana kesehatan yang terdapat diwilayah kerja Puskesmas Tamalate
tahun 2018 terdiri dari :
- Rumah Sakit Umum : 2 buah
- Rumah Sakit Bersalin : 1 buah
- Puskesmas : 1 buah
- Puskesmas Pembantu : 1 buah
- Balai / Klinik Pengobatan : 1 buah
- Dokter Praktek : 11 orang
- Bidan Praktek Swasta ( BPS ) : 5 orang
- Apotek : 10 buah
- Posyandu : 23 buah

34
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Tamalate berdasarkan Peraturan
Walikota Makassar tentang struktur organisasi yaitu Peraturan walikota 41
Tahun 2012 tanggal 19 september 2012 dan mengacu pada peraturan
Menteri Kesehatan nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas terdiri atas :
a. Kepala Puskesmas
b. Kepala Subag Tata Usaha membawahi beberapa kegiatan
diantaranya : Sistem informasi kesehatn, Kepegawaian, Rumah
Tangga dan Keuangan
c. Penanggung jawab UKM Esensial dan Keperawatan Kesehatan
Masyarakat membawahi :
1) Pelayanan promosi kesehatan beserta UKS.
2) Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
3) Pelayanan Kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana.
4) Pelayanan Gizi.
5) Pelayanan pencegahan penyakit menular dan penyakit tdak
Menular.
6) Pelayanan keperawatan kes masyarakat.
d. Penangguang jawab UKM Pengembangan membawahi :
1) Pelayanan kesehatan jiwa
2) Pelayanan kesehatan gigi masyarakat ( UKGM )
3) Pelayanan kesehatan tradisional komlpementer
4) Pelyanan kesehatan olah raga
5) Pelayanan Kesehatan indra
6) Pelayanan Kesehatan Lansia
7) Pelayanan Kesehatan Kerja
e. Penanggung jawab UKP, kefarmasian dan Laboraterium
membawahi :
1) Pelayanan pemeriksaan umum
2) Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut
3) Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP

35
4) Pelayanan Gawat darurat
5) Pelayanan Persalina
6) Pelayanan Kefarmasian
7) Pelayanan Laboraterium
f. Penanggung jawab jaringan pelayanan puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan membawahi :
a. Puskesmas Pembantu
b. Puskesmas Keliling
c. Bidan Desa / Bidan kelurahan
d. Jejaring Fasilitas Pelayanan kesehatan

Visi Dan Misi Puskesmas


Visi
“ Mewujudkan Masyarakat Tamalate Sehat ”.
Misi
- Memelihara, meningkatkan kesehatan individu , keluarga,
- Masyarakat serta lingkungan.
- Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
- Meningkatkan kerja sama lintas sector dan lintas program.
- Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Upaya Kesehatan
Upaya Kesehatan di Puskesmas Tamalate terbagi atas 2 (dua) Upaya
Kesehatan Yaitu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) sesuai peraturan Menteri Kesehatan No.75
tahun 2014 tentang Puskesmas.
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), meliputi :
a. Pelayanan promosi kesehatan beserta UKS
b. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
c. Pelayanan Kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana
d. Pelayanan Gizi

36
e. Pelayanan pencegahan penyakit menular dan penyakit tdak
menular
f. Pelayanan keperawatan kes masyarakat
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), meliputi :
a. Pelayanan kesehatan jiwa
b. Pelayanan kesehatan gigi masyarakat ( UKGM )
c. Pelayanan kesehatan tradisional komlpementer
d. Pelayanan kesehatan olah raga
e. Pelayanan Kesehatan indra
f. Pelayanan Kesehatan Lansia
g. Pelayanan Kesehatan Kerja

37
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian


Karakteristik sampel berikut ini menjelaskan mengenai distribusi frekuensi
dari setiap variabel terkait mengenai jenis kelamin, usia, dan IMT DM Tipe 2 di
Puskesmas Tamalate. Adapun hasil analisis data tersebut sebagai berikut:

Table 5.1 Distribusi frekuensi pasien DM Tipe 2 berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-Laki 41 40,6 %

Perempuan 60 59,4 %

Total 101 100 %

Sumber : Rekam Medik Puskesmas Tamalate diolah dengan SPSS 22, 2017
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa jumlah pasien laki - laki
dengan DM Tipe 2 yaitu berjumlah 41 orang (40,6%) dan jumlah pasien
perempuan dengan DM Tipe 2 yaitu berjumlah 60 orang (59,4%).

Table 5.2 Distribusi frekuensi pasien DM Tipe 2 berdasarkan umur


Umur Jumlah Persentase

40-45 tahun 18 17,8 %

45-50 tahun 35 34,7 %

>50 tahun 48 47,5 %

Total 101 100 %

Sumber : Rekam Medik Puskesmas Tamalate diolah dengan SPSS 22, 2017

38
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa jumlah pasien DM Tipe 2
yang pada rentang usia 40-50 tahun yaitu 28 orang (21,2%), usia 51-60 tahun
yaitu 62orang (47%), dan usia >60 tahun yaitu 42 orang (31,8%).
Table 5.3 Distribusi frekuensi pasien DM Tipe 2 berdasarkan IMT

IMT Frekuensi Persentase


Normal 0 0%
Overweight 49 48,5 %
Obesitas I 41 40,6 %
Obesitas II 11 10,9 %
Total 101 100 %
Sumber : Rekam Medik Puskesmas Tamalate diolah dengan SPSS 22, 2017
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa jumlah pasien DM Tipe 2
dengan IMT yang normal sebanyak 0 orang (0%), overweight sebanyak 49 orang
(48,5%), obesitas I sebanyak 41 orang (40,6%), dan obesitas II sebanyak 11 orang
(10,9%).

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase pasien DM


Tipe 2 meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. Dari hasil penelitian, usia
>50 tahun merupakan presentase DM Tipe 2 terbanyak dibandingkan dengan usia
di bawahnya, yaitu sebesar 47,5%. Dari hasil analisis Riskesdas 2007, terlihat
bahwa semakin tua usia maka makin tinggi risiko untuk menderita Diabetes
Melitus. Orang yang berusia 26-35 tahun berisiko 2,32 kali, usia 36-45 tahun
berisiko 6,88 kali, dan usia lebih dari 45 tahun berisiko 14,99 kali untuk menderita
DM Tipe 2 dibandingkan dengan usia 15-25 tahun. Penelitian ini juga sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa usia > 45 tahun
merupakan usia dimana terjadi peningkatan kejadian DM Tipe 2. Usia juga
merupakan salah satu faktor risiko DM Tipe 2 dan mempunyai hubungan yang
bermakna dengan DM Tipe 2. Dengan bertambahnya usia, risiko terkena DM Tipe
2 lebih besar sehingga prevalensi DM Tipe 2 dikalangan usia lanjut meningkat.
Hal ini sejalan dengan penelitian lainnya bahwa risiko DM Tipe 2 meningkat

39
bermakna sejalan dengan bertambahnya usia dan kelompok usia >45 tahun
berisiko 14,55 kali.

Berdasarkan jenis kelamin, pasien DM Tipe 2 wanita lebih banyak (59,4%)


dibandingkan pria (40,6%). Dari hasil Analisis data Riskesdas 2007 yang
dilakukan oleh Irawan mendapatkan bahwa perempuan lebih berisiko untuk
menderita DM Tipe 2 dibanding laki-laki. Karena dilihat dari faktor risiko, wanita
lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan
(premenstrual syndrome) dan pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak
tubuh menjadi mudah terakumulasi. Selain itu, pada wanita yang sedang hamil
terjadi ketidakseimbangan hormonal. Hormon progesteron menjadi tinggi
sehingga meningkatkan sistem kerja tubuh untuk merangsang sel-sel berkembang.
Selanjutnya tubuh akan memberikan sinyal lapar dan pada puncaknya
menyebabkan sistem metabolisme tubuh tidak bisa menerima langsung asupan
kalori sehingga menggunakannya secara total sehingga terjadi peningkatan kadar
gula darah saat kehamilan. Sementara itu, penelitian oleh Fatmawati memberikan
hasil yang berbeda. Jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian Diabetes
Melitus Tipe 2 . Pada wanita yang obesitas dan menggunakan kontrasepsi oral
lebih tinggi risiko untuk menderita DM Tipe 2.24

Berdasarkan IMT, pasien DM Tipe 2 dengan status gizi overweight lebih


banyak yaitu 48,5 % dibandingkan yang normal karena obesitas merupakan salah
satu faktor risiko terjadinya DM Tipe 2 berkaitan dengan penumpukan lemak
yang bisa saja terjadi di lumen pembuluh darah dan memudahkan terjadinya
vasokonstriksi pada vaskuler. Sel beta kelenjar pankreas akan mengalami
kelelahan dan tidak mampu untuk memproduksi insulin yang cukup untuk
mengimbangi kelebihan masukan kalori. Akibatnya kadar glukosa darah akan
tinggi yang akhirnya akan menjadi DM. Berdasarkan penelitian lain juga
menujukkan bahwa obesitas terlihat signifikan terhadap kejadian DM. Penelitian
yag dilakukan oleh Andi di Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo,

40
Makassar, mendapatkan bahwa orang yang obesitas memiliki risiko 6,7 kali untuk
mendapatkan DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas.

5.3 Keterbatasan Penelitian


Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah data
sekunder dari rekam medik. Pada penelitian ini terdapat keterbatasan penelitian
yang didapatkan, yaitu :
a. Masa perawatan yang berbeda pada masing-masing pasien dikarenakan oleh
beberapa faktor, seperti penyakit penyerta pada pasien akan memberikan
pengaruh pada frekuensi pemberian terapi yang menjadi penentu efektifitas
dari terapi itu sendiri.
b. Faktor - faktor lain yang berada diluar kendali peneliti.

41
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
6.1.1 Karakteristik jenis kelamin pada penderita DM Tipe 2 didapatkan
jumlah pasien wanita lebih banyak dibandingkan pasien laki-laki.
6.1.2 Karakteristik usia pada penderita DM Tipe 2 didapatkan dengan
rentang usia >50 tahun lebih banyak dibandingkan dengan usia
lainnya.
6.1.2 Karakteristik IMT pada penderita DM Tipe 2 didapatkan jumlah
pasien dengan status gizi overweight jauh lebih banyak dibandingkan
status gizi yang lainnya.

6.2 Saran
6.2.1 Untuk penelitian yang akan datang dan menggunakan topik yang
sama disarankan untuk lebih menganalisis lamanya masa perawatan
untuk menurunkan tekanan darah dalam mencapai target yang
diharapkan.
6.2.3 Agar dapat meningkatkan kondisi yang telah dicapai saat ini yaitu
Puskesmas yang memiliki tingkat yang dapat dikategorikan dalam
penilaian yang baik, Puskesmas harus meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan dengan lebih menuliskan secara lengkap rekam medik
pasien agar mempermudah peneliti selanjutnya dalam
mengumpulkan sampel penelitian.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Adi, S. et al., 2015. Konsensus Pengolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta, 2015. Pengurus Besar Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI).
2. Aru W. Sudoyo. 2009. Editor. Buku Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.
3. INFODATIN. 2014. Waspada Diabetes Eat Well Live Well, Situasi dan
Analisis Diabetes. Jakarta Selatan : Kementerian Kesehatan RI.
4. Andreoli, T.E. 2010. Diabetes Mellitus, in Andreoli and Carpenter’s Cecil
Essentials Of Medicine.
5. Shahab, Alwi. 2006. Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus
(Disarikan dari Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia :
Perkeni 2006). Subbagian Endokrinologi Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit
Dalam, Fk Unsri/ Rsmh Palembang, Palembang.
6. GustavianiR. 2006.
DiagnosisdanKlasifikasiDiabetesMelitus.Didalam:Sudoyo AW,
SetiyohadiB,AlwiI,SimadibrataM, SetiatiS,Editor. BukuAjar Ilmu
PenyakitDalam.EdisiIV. JilidIII.Jakarta : Pusat Penerbitan DepartemenIlmu
PenyakitDalam FK UI. Hal 1879– 1881.
7. Fitriyani, 2012, Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2; Jakarta:FK UI.
8. Departemen KesehatanIndonesia. 2006. Diabetes MelitusMasalah
Kesehatan MasyarakatyangSerius. http://www.depkes.go.id/index[5 April
2016].
9. DepartemenKesehatanRepublikIndonesia. 2009.
PrevalensiDiabetesMelitusDi Indonesia Mencapai 21,3 Juta OrangTahun
2030. http://www.depkes.go.id/index.
10. Ganong, W. F. 1999. Fisiologi Kedokteran Edisi ke-4. Jonathan Oswari.
Terjemahan: Petrus Andrianto. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran E.G.C.

43

Anda mungkin juga menyukai