Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu
peradangan kulit diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis
kontak merupakan 50% dari semua penyakit akibat kerja terbanyak yang
bersifat nonalergi atau iritan. Penelitian survailance di Amerika
menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat kerja adalah dermatitis
kontak. Di antara dermatitis kontak, dermatitis kontak iritan menduduki
urutan pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi menduduki urutan
kedua dengan 14%-20%. Data dari United Stases Bureau of Labor Statistict
Annual Survey of Occupational Injuries and Illnesses pada tahun 1988,
didapatkan 24 % kasus penyakit akibat kerja adalah kelainan atau penyakit
kulit. Data di Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 pekerja
merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit
akibat kerja, maka lebih dari 95 % merupakan dermatitis kontak. 1
Dermatitis kontak iritan adalah dermatitis disebabkan bahan atau substansi
yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu
dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan
dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik
spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Penyakit ini ditandai
dengan peradangan kulit polimorfik yang mempunyai ciri – ciri yang luas,
meliputi: rasa gatal, eritema (kemerahan), endema (bengkak), papul
(tonjolan padat diameter kurang dari 55mm), vesikel (tonjolan berisi cairan
diameter lebih dari 55mm), crust dan skuama.1 Prevalensi dermatitis kontak
di Indonesia sangat bervariasi. Menurut Perdoski (2009) Sekitar 90%
penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun
alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak iritan
sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit
karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan

1
bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3%
diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis
kontak alergi (Hudyono, 2002). Di Bandar Lampung sendiri, sekitar 63%
kejadian dermatitis kontak menurut survailence tahunan yang dilakukan
oleh dinas kesehatan kota Badar Lampung pada tahun 2012 dan menjadi
peringkat pertama penyakit kulit yang paling sering dialami (Dinkes, 2012).
1

Menurut Orthon (2004) bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan, dermatitis


kontak dapat terjadi pada hampir semua pekerjaan. Biasanya penyakit ini
menyerang pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan
yang bersifat toksik maupun alergik, misalnya ibu rumah tangga, petani dan
pekerja yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia dan lain-lain.1

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya dermatitis kontak iritan?
2. Bagaimana tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit
dermatitis kontak iritan?
3. Bagaimana tatalaksana dan upaya pengendalian yang dapat dilakukan
pada dermatitis kontak iritan?
4. Bagaimana pencegahan untuk dermatitis kontak iritan?

1.3 Aspek Disiplin Ilmu Yang Terkait Dengan Pendekatan Diagnosis


Holistik Komprehensif Penderita Dermatitis Kontak Iritan
Untuk pengendalian masalah dermatitis kontak iritan baik pada tingkat
individu maupun masyarakat dilakukan secara komprehensif dan holistik
yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI),
maka mahasiswa program profesi dokter Universitas Muslim Indonesia
melakukan kegiatan kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer (Puskesmas)
dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh
profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta

2
komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan
klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan

Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : Untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian dermatitis kontak iritan
secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama,
etika, moral, dan peraturan perundangan.
2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisik, psikis, sosial dan
budaya sendiri dalam penanganan dermatitis kontak iritan, melakukan
rujukan sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku
serta mengembangkan pengetahuan.
3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian dermatitis kontak iritan.
4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu memanfaatkan
teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik
kedokteran.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian dermatitis kontak iritan secara holistik
dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah dermatitis kontak iritan
dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara

3
komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan berkesinambungan dalam
konteks pelayanan kesehatan primer.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah memberikan
tatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu
yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip
pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses
pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil
penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).
1.3.3 Tujuan Umum:
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah dapat
menerapkan penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dengan
pendekatan kedokteran keluarga secara komprehensif dan holistik,
sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, berbasis
evidence based medicine (EBM) pada pasien dengan
mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip
penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dengan pendekatan
diagnostik holistik di Puskesmas Tamangapa Makassar.
1.3.4 Tujuan Khusus
1. Untuk penerapan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, serta menginterpretasikan hasilnya dalam
mendiagnosis dermatitis kontak iritan.
2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi dermatitis
kontak iritan sesuai Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
3. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan
Kesehatan Masyarakat dalam melakukan upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam pengendalian dermatitis
kontak iritan.

4
1.3.5 Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut
sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (pasien)
Menambah wawasan akan diabetes melitus yang meliputi proses
penyakit dan penanganan menyeluruh sehingga dapat
memberikan keyakinan untuk menghindari faktor pencetus.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
pemerintah daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang
terlibat di dalamnya mengenai pendekatan diagnosis holistik
penderita dermatitis kontak iritan.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai Evidence
Based Medicine dan pendekatan diagnosis holistik dermatitis
kontak iritan serta dalam hal penulisan studi kasus.

1.5 Indikator Keberhasilan Tindakan


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien
dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik berbasis Kedokteran
Keluarga adalah:
1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab
dermatitis kontak iritan.
2. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah dilakukan penatalaksanaan
pada pasien dermatitis kontak iritan.
3. Perbaikan gaya hidup yang di lakukan pasien.

5
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 KERANGKA TEORI

Alergen
(bahan iritan)

Gambar 1. Gambaran penyebab dermatitis kontak iritan

6
2.1.1. Konsep Mandala

Gaya Hidup

- Aktivitas fisik banyak


- Istirahat kurang

Lingkungan Psiko-Sosial-
Ekonomi
Perilaku Kesehatan
- Kondisi ekonomi pasien kurang
- Hygiene pribadi kurang - Tingkat pengetahuan tentang
- Berobat jika hanya ada penyakit kulit yang dialami
masih kurang.
keluhan
- Kecemasan dan kekhawatiran
tentang penyakit pasien
-
Pelayanan Kesehatan
- Tenaga kesehatan kurang
Pasien
1 bulan
memberi penyuluhan tentang
proteksi diri dalam bekerja - Status Generalis: Gizi
- Keterbatasan jenis obat kulit baik. Lingkungan Kerja
pada puskesmas - Gatal-gatal pada - Pasien bekerja sebagai buruh bangunan
- Pasien menggunakan fasilitas - Tidak menggunakan APD saat kerja
seluruh badan
kesehatan BPJS
- Dialami sejak 6 bulan
terakhir.

Lingkungan Fisik

Faktor Biologi - Letak rumah berada di lorong jauh


- Keluarga pasien ada yang dari jalan raya dekat dengan tempat
menyimpan bahan bangunan seperti
memiliki alergi
pasir dan batu
- Reaksi imunitas terhadap - Ventilasi dan penerangan didalam
Kurang bersih
pajanan bahan alergen rumah kurang

Komunitas

Komunitas padat

Gambar 2. Konsep Mandala

7
2.2 Pendekatan Diagnosis Holistik Pada Pelayanan Kedokteran Keluarga
Di Layanan Primer
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis
manusia adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel
yang kompleks fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan
dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang
diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian risiko
internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.
Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku
pelayanan pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnosis Holistik:
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam
kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari risiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,
tujuannya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi

8
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu:
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
4. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
5. Melakukan anamnesis
6. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
8. Menentukan resiko individual  diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial  dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
10. Menilai aspek fungsi social

Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga di


layanan primer antara lain:
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian
dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)

9
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif
dan terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan, dan kekhawatiran
2. Aspek Klinis : Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup
dengan diagnosis kerja dan diagnosis banding
3. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.

10
4. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial:
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan
o Derajat 4: Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja, bergantung
pada keluarga
o Derajat 5: Tidak dapat melakukan kegiatan

2.3. Dermatitis Kontak Iritan


2.3.1. Definisi
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan
nonimunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor
eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan
(kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan
penting pada penyakit ini.2

2.3.2. Klasifikasi3
1) Dermatitis kontak iritan akut
Di tempat kerja, kasus dermatitis iritan akut sering timbul akibat
kecelakaan atau akibat kebiasaan kerja yang buruk, misalnya tidak
memakai sarung tangan, sepatu bot, atau apron bila diperlukan, atau
kurang berhati-hati saat menangani iritan. Hal ini juga disebabkan
kegagalan pekerja biasanya karena ketidak tahuan mengenali material
korosif. Dermatitis iritan akut dapat dicegah dan pekerja yang terkena
tidak perlu berpindah pekerjaan. Pendidikan kesehatan sangat penting
disini. Pemakaian sarung tangan, apro, dan sepatu bot yang kedap air
saat bekerja dapat mencegah terjadinya dermatitis iritan akut.

11
2) Dermatitis kontak iritan kumulatif (kronis)
Dermatitis kontak iritan jenis ini disebabkan kontak kulit berulang
dengan iritan lemah. Iritan lemah menyebabkan dermatitis kontak
iritan pada individu yang rentan saja. Lama waktu sejak pajanan
pertama terhadap iritan dan timbulnya dermatitis bervariasi antara
mingguan hingga tahunan, tergantung sifat iritan, frekuensi kontak,
dan kerentanan pejamu. Dermatitis akibat iritan yang terakumulasi
misalnya dermatitis kronis pada tangan yang disebabkan oleh air dan
detergen di antara pencuci piring dan ibu rumah tangga, dan dermatitis
akibat cairan pemotong logam di antara pekerja logam. Pelarut seperti
bahan pengencer dan minyak tanah bila dipakai tidak semestinya
seperti sebagai pembersih kulit sering menyebabkan dermatitis akibat
iritan yang terakumulasi.

2.3.3. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita
dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak
iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya.
Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang
berobat dengan kelainan ringan.4
Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic
menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit akupasional nonfatal pada
tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin, 15,6% (38.900 kasus) adalah
penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua
penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang
sama, bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi
pekerja di Amerika, menunjukkan 90-95% dari penyakit okupasional
adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya adalah
dermatitis kontak iritan.2,5
Sebuah kusioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak
di Sweden melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama

12
tahun sebelumnya. Orang yang bekerja pada industri berat, mereka yang
bekerja bersentuhan dengan bahan kimia keras yang memiliki potensial
merusak kulit dan mereka yang diterima untuk mengerjakan pekerjaan
basah secara rutin memiliki faktor resiko. Mereka termasuk : muda, kuat,
laki-laki yang dipekerjakan sebagai pekerja metal, pekerja karet, terapist
kecantikan, dan tukang roti.6

Epidemiologi Dermatitis Kontak Iritan Berdasarkan Trias Epidemiologi:


a) Faktor Host
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk
mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan
kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya
dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon
tubuh terhadap bahan-bahan ititan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap
kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan.1 (2) Pada penelitian,
diduga bahwa faktor genetik mungkin mempengaruhi kerentanan terhadap
bahan iritan. TNF-α polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk
kerentanan terhadap kontak iritan.7
b) Faktor Agent
Pada penyakit dermatitis kontak iritan, efek sitotoksik lokal langsung dari
bahan iritan baik fisika maupun kimia yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel
epidermis dengan respon peradangan pada dermis bergantung dalam waktu dan
konsentrasi pajanan yang cukup1
c) Faktor Environment
Meliputi temperatur ruangan (kelembapan udara yang rendah serta suhu yang
dingin menurunkan komposisi air pada stratum korneum yang membuat kulit
lebih permeable terhadap bahan kimia) dan faktor mekanik yang dapat berupa
tekanan, gesekan, atau lecet, juga dapat meningkatkan permeabilitas kulit
terhadap bahan kimia akibat kerusakan stratum korneum pada kulit.
Penggunaan APD saat bekerja juga ikut memengaruhi risiko terjadinya
dermatitis kontak iritan.2

13
Variabel Epidemiologi
1) Orang
Studi di Amerika (U.S. Bureau of Labour Statistic) Prevalensi dermatitis
iritan karena pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di ICU dan 69,7% pada
pekerja yang sering terpapar (dilaporkan dengan frekuensi mencuci tangan
>35 kali setiap pergantian). Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap
10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut
(46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang
masak. Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada
perempuan dibanding laki-laki. Berdasarkan usia, DKI bisa muncul pada
berbagai usia. Seorang yang lebih tua memiliki kulit lebih kering dan tipis
yang tidak toleran terhadap sabun dan pelarut.1
2) Tempat dan Waktu
Insidensi dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 50 kasus per tahun atau
11,9% dari seluruh kasus dermatitis kontak yang didiagnosis di Poliklinik
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta, demikian juga di Makassar, prevalensi terakhir
mencapai 12,5%.2

2.3.4. Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang
dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan, yaitu:2,7
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung

14
Gambar 1 : (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a) bahan iritan fisik dan kimia memicu
pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal
bahaya tersebut. (c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi. Sitokin
utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya, dari produksi sitokin inflamasi,
banyak sel inflamasi Pada respon
termasuk iritan,
neutrofil terdapat
diserang dan komponen menyerupai
dibawa pengaruh respon imunologis
picuan inflamasi mengeluarkanyang
mediator inflamasi.
Hasilnya dapatdapat
dilihat didemonstrasikan
secara klinis pada DKI.dengan
Dikutip dari kepustakaan [12]
jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan

Gambar 3. Patogenesis DKI

Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang


dapat didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan
mediator radang, khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit)
yang mendapat rangsangan kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi
sebelumnya. Kerusakan sawar kulit menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin

15
seperti Interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, tumor necrosis factor- α (TNF- α). Pada
dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF-α hingga sepuluh kali lipat dan
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga
tiga kali lipat. TNF- α adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam
dermatitis iritan, yang menyebabkan peningkatan ekspresi Major
Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan intracelluler adhesin molecul-I
pada keratinosit.2

Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan


dermatitis kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya
adalah keterlibatan dari spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.8

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat


terjadinya kontak dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menyebabkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang,
sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali
kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah
kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.7

2.3.5. GEJALA KLINIS


Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat
memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis.
Selain itu juga banyak hal yang mempengaruhi sebagaimana yang
disebutkan sebelumnya.7

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut


Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas
kelainanya sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas.2,8 Pada beberapa
individu, gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat) mungkin hanya satu-
satunya manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam beberapa detik dari
pajanan. Spektrum perubahan kulit berupa eritma hingga vesikel dan bahan

16
pajanan bahan yang dapat membakar kulit dapat menyebabkan nekrosis. 2,7
Secara klasik, pembentukan dermatitis akut biasanya sembuh segera setelah
pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang – hal ini dikenal sebagai
“decrescendo phenomenon”. Pada beberapa kasus tidak biasa, dermatitis
kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah pajanan, diikuti dengan
resolusi lengkap.2 Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai luka bakar akibat
bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan
gambaran eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak.9

Gambar 4 : DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.


2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)
Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul
hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan. Sebaliknya, gambaran kliniknya
mirip dengan dermatitis kontak iritan akut. Contohnya adalah dermatitis yang
disebabkan oleh serangga yang terbang pada malam hari, dimana gejalanya
muncul keesokan harinya berupa eritema yang kemudian dapat menjadi
vesikel atau bahkan nekrosis.7
3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)
Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan
lemah (seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang,
biasanya lebih sering terkena pada tangan. Kelainan kulit baru muncul setelah
beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan
pajanan merupakan faktor yang paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis

17
ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala
berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi
hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.2,7

Gambar 5 : DKI kronis akibat efek korosif dari semen

Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak


iritan kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian
menyebar ke bagian dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah tangga,
biasanya dimulai dari ujung jari (pulpitis). DKI kumulatif sering berhubungan
dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan pada tangan
dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh (contohnya: tukang cuci, kuli
bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut).7

2.3.6. Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat
dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah
diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah
mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat serta
mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan
dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI.7
 Anamnesis
Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI
tergantung pada anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien.

18
Anamnesis yang dapat mendukung penegakan diagnosis DKI (gejala
subyektif) adalah:10
- Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi
kutaneus
- Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk
DKI akut. DKI lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya,
seperti benzalkonium klorida (biasanya terdapat pada cairan
disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah
pajanan.
- Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-
minggu ada DKI kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi
akibat pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang merusak kulit.
- Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa
tidak nyaman akibat pruritus yang terjadi.
 Pemeriksaan Fisis
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai
berikut: 10
- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk
vesikel
- Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh
- Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit
- Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan
 Pemeriksaan Penunjang.
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak
iritan. Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat
beberapa tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi
menyebabkan DKI. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya
merupakan hasil dari efek berbagai iritans.10,11
1. Patch Test
Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan
kontak dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Patch tes
dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk
pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam
berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka

19
dapat didiagnosis sebagai DKI. Pemeriksaan patch tes digunakan untuk
pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren.
2. Kultur Bakteri
Dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri.
3. Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada
infeksi jamur superficial infeksi candida
4. Pemeriksaan IgE
Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic
atau riwayat atopi.

2.3.7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan


melakukan dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan
iritan. Selain itu, prinsip pengobatan penyakit ini adalah dengan
menghindari bahan iritan, melakukan proteksi (seperti penggunaan sarung
tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti bahan-bahan
iritan dengan bahan lain.2

Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada


penderita dermatitis kontak iritan adalah sebagai berikut:
1. Kompres dingin dengan Burrow’s solution
Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel
dan membantu mengurangi pertumbuhan bakteri. Kompres ini diganti
setiap 2-3 jam.
2. Glukokortikoid topikal
Efek topical dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih
kontrofersional karena efek yang ditimbulkan, namun pada
penggunaan yang lama dari corticosteroid dapat menimbulkan
kerusakan kulit pada stratum korneum. Pada pengobatan untuk DKI
akut yang berat, mungkin dianjurkan pemberian prednison pada 2
minggu pertama, 60 mg dosis inisial, dan di tappering 10mg.
3. Antibiotik dan antihistamin
Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral
untuk mencegah perkembangan selulit dan untuk mempercepat

20
penyembuhan. Secara bersamaan, glukokortikoid topikal, emolien, dan
antiseptik juga digunakan. Sedangkan antihistamin mungkin dapat
mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan.
Terdapat percobaan klinis secara acak mengenai efisiensi antihistamin
untuk dermatitis kontak iritan, dan secara klinis antihistamin biasanya
diresepkan untuk mengobati beberapa gejala simptomatis.
4. Anastesi dan Garam Srontium (Iritasi sensoris)
Lidokain, prokain, dan beberapa anastesi lokal yang lain berguna untuk
menurunkan sensasi terbakar dan rasa gatal pada kulit yang
dihubungkan dengan dermatitis iritan oleh karena penekanan
nosiseptor, dan mungkin dapat menjadi pengobatan yang potensial
untuk dermatitis kontak iritan.5 Garam strontium juga dilaporkan dapat
menekan depolarisasi neural pada hewan, dan setelah dilakuan studi,
garam ini berpotensi dalam mengurangi sensasi iritasi yang
dihubungkan dengan DKI.
5. Kationik Surfaktan
Surfaktan kationik benzalklonium klorida yang iritatif dapat
meringankan gejala dalam penatalaksanaan iritasi akibat anion kimia.5
6. Emolien
Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang
sangat berguna. Menggunakan emolien ketika kulit masih lembab
dapat meningkatkan efek emolien. Emolien dengan perbandingan
lipofilik : hidrofilik yang tinggi diduga paling efektif karena dapat
menghidrasi kulit lebih baik.
7. Imunosupresi Oral
Pada penatalaksanaan iritasi akut yang berat, glukokortikoid kerja
singkat seperti prednisolon, dapat membantu mengurangi respon
inflamasi jika dikombinasikan dengan kortikosteroid topikal dan
emolien. Tetapi, tidak boleh digunakan untuk waktu yang lama karena
efek sampingnya. Oleh karena itu, pada penyakit kronik,
imunosupresan yang lain mungkin lebih berguna. Obat yang sering
digunakan adalah siklosporin oral dan azadtrioprim.

21
2.3.8. Pencegahan
Untuk dermatitis kontak iritan selalu dimulai dengan melakukan
identifikasi dan menghindari pajanan ulang dengan zat iritan alergen
penyebab. Hindari pula berbagai zat iritan atau alergen lain. Bila tetap
harus berkontak dengan zat iritan atau alergen tersebut, harus
menggunakan alat pelindung diri misalnya sarung tangan, apron, sepatu
dan pakaian kerja 12

BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1. Metodologi Studi Kasus


Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan),
dengan memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko.
Kemudian mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat subjek
dalam kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah kesehatan
untuk melakukan penerapan pelayanan dokter layanan primer secara
paripurna dan holistik terutama tentang penatalaksanaan dermatitis kontak

22
iritan dengan pendekatan diagnosis holistik di puskesmas Tamangapa pada
tanggal 26 Februari 2018.
Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan pengamatan
terhadap pasien dan keluarganya dengan cara melakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.

3.2. Lokasi dan Waktu Studi Kasus


3.2.1. Waktu Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di
Puskesmas Tamangapa pada tanggal 26 Februari 2018. Selanjutnya
dilakukan home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari
penderita.
3.2.2. Lokasi Studi Kasus
Studi kasus bertempat di Puskesmas Tamangapa Kota Makassar,
Provinsi Sulawesi Selatan.

3.3. Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus


3.3.1 Letak Geografi
Puskesmas Tamangapa berada dalam wilayah Kecamatan Manggala, dengan
wilayah kerja meliputi dua kelurahan yaitu Kelurahan Tamangapa dan Kelurahan
Bangkala. Kelurahan Tamangapa terdiri dari 7 RW dan 35 RT, dengan luas
wilayah 662 ha. Sedangkan Kelurahan Bangkala terdiri dari 14 RW dan 97 RT,
dengan luas wilayah 430 ha.

23
Gambar 6. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa

3.2.2 Keadaan Demografi


Puskesmas Tamangapa terletak di kelurahan Tamangapa kecamatan Manggala
dengan berbatasan wilayah:
Sebelah Barat: Kelurahan Bangkala Kecamatan Manggala Kota Makassar
Sebelah Utara: Kelurahan Manggala Kecamatan Manggala Kota Makassar
Sebelah Timur: Kabupaten Maros
Sebelah Selatan: Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa

Jumlah Penduduk Kelurahan Tamangapa adalah ±13.000 jiwa. Terdiri dari


Laki-laki 5.601 jiwa dan Perempuan 5.242 jiwa sampai Januari 2017 dengan
jumlah Kepala Keluarga 2.943 KK

a. Pertumbuhan penduduk / jumlah penduduk


Dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dilaksanakan melalui
tingkat kelahiran dan penurunan angka kematian (bayi, anak balita dan ibu)
dimana pertumbuhan yang tinggi akan menambah beban pembangunan.

b. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan anak
serta masalah sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena faktor gizi yang
berhubungan dengan lingkunagan, perumahan dan sanitasi yang kotor
menyebabkan berbagai macam penyakit yang muncul. Di samping itu
kepadatan penduduk sebagai lambang perkembangan suatu daerah.
Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas Tamangapa, kepadatan

24
penduduk adalah jiwa per kilometer persegi, jumlah kepala keluarga (KK)
tahun 2017 di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa adalah 2.943 KK.

c. Struktur penduduk menurut umur dan sex rasio


Berdasakan komponen umur dan jenis kelamin maka karakteristik
penduduk dari suatu negara dapat debedakan menjadi 3 macam yaitu:
1) Ekspansif, jika sebagian besar penduduk berada dalam kelompok umur
termuda.
2) Konstruktif, jika penduduk berada dalam kelompok termuda hampir sama
besarnya
3) Stasioner, jika banyaknya penduduk sama dalam tiap kelompok umur
tertentu.

Tabel 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Penggolongan Usia


No Kelompok Jumlah Penduduk
. Umur (Tahun) Laki-Laki Perempuan LakiLaki+Perempuan
1. 0-4 662 407 1.069
2. 5-9 451 92 543
3. 10-14 423 112 535
4. 15-19 192 258 450
5. 20-24 610 923 1.533
6. 25-29 672 699 1.371
7. 30-34 595 627 1.222
8. 35-39 484 521 1.005
9. 40-44 867 797 1.664
10. 45-49 993 815 1.808
11. 50-54 143 108 251
12 55-59 811 579 1.390
.13 60-64 425 171 596

25
14. 65-69 374 923 1.297
15. 70-74 120 269 389
16 +75 90 65 155
Jumlah 6.799 6.867 13.666

d. Perkawinan dan Fertilitas


Rata-rata kawin pertama dari tahun ketahun datanya belum ditemukan
pada wilayah kerja puskesmas, namun berdasarkan profil kesehatan tahun
1997 propinsi Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dari
umur 19,4 Tahun.

e. Tingkat pendidikan penduduk


Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia terampil dan produktif
sehingga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat.

Tabel 2. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan di wilayah kerja


Puskesmas Tamangapa tahun 2017
Tingkat Pendidikan Ke
No Kelurahan TK SD SMP SMA Sarjana
t
1 Tamangapa 197 1147 218 255 100
2 Bangkala 123 746 224 163 142
Jumlah 320 1893 442 418 242

f. Kegiatan Ekonomi
Tabel 3. Distribusi penduduk menurut pekerjaan di wilayah Puskesmas
Tamangapa tahun 2017

Jenis Pekerjaan
No
Karyawan Lain-
Kelurahan PNS buruh Pengangguran
Swasta lain
1 Tamangapa 161 199 188 829 249

26
2 Bangkala 215 205 150 200 235
Jumlah 376 404 338 1021 484

g. Agama
Dari 13.666 jiwa penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Tamangapa,
93,40 % beragama Islam, 6,15 % beragama krsiten, dan 0,045% beragama
Hindu dan Budha.

3.3.3 Sarana Kesehatan


a. Sumber Daya Tenaga
Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi masyarakat
yang terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Tamangapa turut berperan
dalam peningkatan status derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah
kerja Puskesmas Tamangapa.
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Tamangapa tahun
2017 sebanyak 44 orang dengan berbagai spesifikasi, yang terdiri dari:
 Dokter Umum : 2 orang
 Dokter Gigi : 2 orang
 Perawat : 15 orang
 Bidan : 4 orang
 Sanitarian : 1 orang
 Nutrisionis : 2 orang
 Pranata Laboratorium : 1 orang
 Apoteker : 1 orang
 Asisten Apoteker : 1 orang
 Perawat Gigi : 3 orang
 Rekam Medik : 4 orang
 Sarjana Kesehatan Masyarakat : 3 orang
 Security : 1 orang
 Cleaning service : 2 orang
 Sopir : 1 orang
27
 Manajemen : 1 orang

b. Struktur organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Tamangapa berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Nomor :800/1682/SK/IV/2010 Tanggal
21 April 2010 terdiri atas:

Gambar 7. Struktur Organisasi


c. Visi dan Misi Puskesmas
Visi
Puskesmas Tamangapa menjadi pusat pelayanan kesehatan dasar yang
bermutu, terjangkau dan berorientasi kepada keluarga dan masyarakat agar
tercapai Indonesia Sehat
Misi
 Menyelenggarakan pelayanan kesehatan bermutu, paripurna dan
terjangkau oleh seluruh masyarakat.

28
 Meningkatkan pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang
kesehatan sehingga masyarakat bisa mandiri.
 Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pelayanan
kesehatan.
 Menjadikan Puskesmas sebagai pusat pengembangan pembangunan
kesehatan masyarakat.
 Meningkatkan kesejahteraan pihak yang terkait dalam pelayanan
kesehatan.
 Menjalin kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam pelayanan
kesehatan dalam pengembangan kesehatan masyarakat

d. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Tamangapa


Sepuluh penyakit umum terbanyak yang tercatat di Puskesmas Tamangapa
per Januari 2018 adalah:
1. ISPA : 315 Kasus
2. Hipertensi : 85 Kasus
3. Dermatitis : 70 Kasus
4. Diare : 50 Kasus
5. Gastritis : 41 kasus
6. Arthritis : 37 Kasus
7. Cephalgia : 36 Kasus
8. Batuk : 35 Kasus
9. Vulnus : 332 Kasus
10. Typhoid : 28 Kasus

e. Upaya Kesehatan Puskesmas Tamangapa


Upaya kesehatan di Puskesmas Tamangapa terbagi atas 2 ( dua ) upaya
Kesehatan Yaitu :
a) Upaya Kesehatan Wajib, meliputi :
1. Upaya Promosi Kesehatan ( Promkes )
2. Upaya Kesehatan Lingkungan ( Kesling )

29
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) dan Keluarga Berencana
(KB)
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.
5. Upaya Pencegahan Penyakit Menular ( P2M )
6. Upaya Pengobatan

b) Upaya Kesehatan Pengembangan, meliputi :


1. Upaya Kesehatan Sekolah
2. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
3. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
4. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
5. Unit Pembinaan Pengobatan Tradisional

Puskesmas Tamangapa memiliki beberapa ruangan yang terdiri dari :


1. Ruangan pengambilan kartu/loket
2. Ruang pemeriksaan dokter/kamar periksa
3. Ruang pemeriksaan gigi dan mulut
4. Ruang KIA dan KB
5. Ruangan Tindakan/UGD
6. Ruang P2M dan laboratorium
7. Ruang imunisasi dan PKL
8. Ruang pengambilan obat/apotek
9. Ruang tata usaha
10. Ruang administrasi/ruang rapat
11. Ruang kepala puskesmas
Gambar 8. Denah Puskesmas Tamangapa

30
Ruang Kepala PKM Ruang Registrasi

Tata Usaha Ruang Tindakan

Poliklinik Gigi Ruang Periksa

Ruang P2 dan Kesling Ruang Gizi dan Pam

APOTEK
T
A
Ruan KIA dan KB Laboratorium
M
A WC WC
N

f. Alur Pelayanan

Gambar 9. Alur Pelayanan PKM Tamangapa

31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL STUDI KASUS


4.1.1. Identitas dan Anamnesis Pasien
Nama : Tn. Ar
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Bangsa/suku : Indonesia/Makassar
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh bangunan
Tanggal Pemeriksaan : 26 Februari 2018
- Anamnesis (Autoanamnesis)
Tn. Ar, pria 48 tahun datang ke Puskesmas Tamangapa pada
tanggal 26 Februari 2018 dengan keluhan gatal-gatal pada kedua kaki.
Keluhan tersebut dirasakannya sejak 6 bulan yang lalu. Kunjungannya ke
Puskesmas kali ini adalah kunjungan yang ketiga kalinya.
Keluhan gatal ini pertama kali timbul sekitar 6 bulan yang lalu,
awalnya berupa bentol kemerahan yang semakin gatal bila berkeringat
utamanya setelah bekerja. Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti
ini sebelumnya. Pasien mengatakan kalau gatal dan kemerahan pada kulit
kakinya dirasakan setelah mencampur bahan bangunan di tempat kerjanya,

32
berupa semen. Keluhan gatal berkurang bila pasien istirahat kerja beberapa
hari dirumah, sehingga tidak terpapar oleh bahan banguanan. Tetapi bila
pasien kembali terpapar bahan bangunan, keluhan gatal dirasakan lagi
bahkan lebih hebat dari sebelumnya hingga dirasakan sangat mengganggu.
Kemudian pasien datang ke Puskesmas untuk memeriksakan diri dan oleh
dokter yang memeriksa disarankan untuk memakai sepatu atau pakaian
tertutup saat bekerja agar bahan bangunan tidak mengenai kulitnya, tetapi
pasien terkadang tidak mengikuti saran tersebut dikarenakan tidak leluasa
saat bekerja. Akibatnya keluhan gatal yang dialami semakin parah. Selama
ini pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap apapun, tetapi
di keluarga pasien, ada yang menderita alergi terhadap makanan dan cuaca
dingin.
4.1.2. Riwayat Penyakit
- Riwayat Penyakit Sebelumnya

a. Riwayat sakit yang serupa : Dialami sejak 6 bulan yang lalu


b. Riwayat penyakit jantung : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat diabetes melitus : disangkal
e. Riwayat gastritis : disangkal
f. Riwayat trauma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal

- Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat diabetes : disangkal
3. Riwayat alergi : ada (om pasien)

4.1.3. Pemeriksaan Fisis


- Keadaan Umum:
Pasien tampak sakit sedang, gizi baik, kesadaran compos mentis
- Vital Sign:

33
 Tekanan Darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 78 x/menit
 Pernapasan : 18 x/menit
 Suhu : 36,0 oC
 Tinggi Badan : 168 cm
 Berat Badan : 56 kg

Status Generalis:
1. Kepala
Ekspresi : Biasa
Simetris muka : Simetris ki=ka
Rambut : Hitam, sulit dicabut
Mata : Eksoptalmus atau enoptalmus (-)
Kelopak mata : Dalam batas normal
Konjungtiva : Anemi (-)
Kornea : Jernih
Sklera : Ikterus (-)
Pupil : Isokor 2,5 mm
2. Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
3. Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
4. Mulut
Bibir : Kering (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Tonsil : Hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
5. Leher
34
Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-)
Kelenjar gondok : MT (-), NT (-)
6. Dada
Inspeksi : Simetris kiri=kanan
Bentuk : Normochest
Buah dada : Tidak ada kelainan
Sela iga : Tidak ada pelebaran
7. Thorax
Palpasi : Fremitus Raba : Kiri = Kanan ; Nyeri tekan: (-)
Perkusi : Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior
Batas paru belakang kiri : V Th X Sinistra Posterior
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/-;Wh -/-
8. Punggung
Inpeksi : kifosis (-)
Palpasi : MT (-), NT (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : Rh -/- ; Wh -/-
9. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni regular
Bunyi tambahan : Bising (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Ascites (-), datar, ikut gerak napas
Palpasi : MT (-), NT (-) daerah epigastrium
Hati & Limpa : Tidak teraba

35
Ginjal : Ballotement (-)
Lain-lain : (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
11. Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
12. Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
13. Ekstremitas :

Status Kulit:
Tampak makula abu-abu batas tidak jelas disertai likenifikasi pada kedua kaki

Status Neurologis
GCS : E4 M6 V5 = 15
Pupil : di tengah bulat isokor, ukuran 3mm/3mm
a. Anggota gerak atas
Kekuatan : 5/5
Tonus : (+) / (+)
Atrofi : (-) / (-)
Refleks fisiologis
Biceps :(+) / (+)
Triceps : (+)/ (+)
Refleks Patologis
Refleks Hoffman : (-) / (-)
Refleks Trommer : (-) / (-)

36
Sensibilitas
Taktil : normal/normal
Nyeri : normal/normal
Suhu : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
b. Anggota gerak bawah
Kekuatan : 5/5
Tonus : (+) / (+)
Atrofi : (-) / (-)
Refleks fisiologis
Patella : (+) / (+)
Achilles : (+) / (+)
Refleks Patologis
Babinski : (-) / (-)
Chaddock : (-) / (-)
Gordon : (-) / (-)
Oppenheim : (-) / (-)
Sensibilitas
Taktil : ↓/ ↓
Nyeri : ↓/ ↓
Suhu : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
 Pemeriksaan Penunjang (tidak ada)
 Diagnosis
Dermatitis kontak iritan

4.1.4. PENATALAKSANAAN DAN EDUKASI


- Penatalaksanaan
Farmakologis:
- Cetirizine 10 mg 1 x 1

37
- Salep betametason 3 x 1

- Edukasi
1. Menggunakan APD saat melakukan pekerjaan
2. Istirahat cukup, Rajin berolahraga
3. Menjaga kebersihan diri
4. Rutin mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter.
5. Rutin Kontrol ke Puskesmas atau Rumah Sakit

4.2. PENDEKATAN SECARA HOLISTIK KAKI DIABETIK


 Profil Keluarga
Pasien Tn. Ar tinggal serumah bersama IstrinyaNy. E, 44 tahun dua orang
anaknya (Nn. H, 16 tahun) dan (Nn. F, 12 tahun

 Karakteristik Demografi Keluarga


- Identitas kepala keluarga : Tn. Ar
- Identitas Pasangan : Ny. E
- Alamat : Jl. Tamangapa Raya 5/263
- Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Tabel 4. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah
Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala Buruh
1 Tn.Ar Laki-laki 48tahun SMA
keluarga Bangunan
2 Ny. E Istri Perempuan 44tahun SMA IRT

3 Nn. H Anak Perempuan 16tahun SMA Siswa

4 Nn. F Anak Perempuan 12tahun SD Siswa

 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup

38
Pekerjaan sehari-hari pasien adalah buruh bangunan. Istrinya mengurus
rumah tangga. Kedua anaknya masih sekolah. Pendapatan setiap bulannya dirasa
belum cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari keluarganya. Pasien ini
tinggal di rumah yang terletak di Jl. Tamangapa Raya 5/263. Rumah pasien dalam
kondisi baik dengan ventilasi yang kurang dan lingkungan rumah yang padat.

Tabel 5. Lingkungan Tempat Tinggal


Status kepemilikan rumah : Milik Sendiri
Daerah perumahan : Padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
2
Luas rumah : 15 x 8 m Keluarga Tn. Ar tinggal di rumah
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 4
pribadi sejak 30 tahun lalu. Tn. Ar
orang
tinggal dalam rumah yang cukup
Luas halaman rumah : 1 x 2 m2
Tidak bertingkat sehat dengan lingkungan rumah yang
Lantai rumah dari : tegel padat dan ventilasi yang belumcukup
Dinding rumah dari : tembok
Jamban keluarga : ada memadai dan dihuni oleh 4 Orang.
Tempat bermain : tidak ada Dengan penerangan listrik 900 watt.
Penerangan listrik : 900 watt
Ketersediaan air bersih : ada Air PDAM sebagai sarana air bersih
Tempat pembuangan sampah : ada keluarga.

 Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga


- Jenis tempat berobat : Puskesmas
- Balita :-
- Asuransi / Jaminan Kesehatan : BPJS

39
 Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)
Tabel 6. Pelayanan Kesehatan
Faktor Keterangan Kesimpulan
Cara mencapai pusat Keluarga berjalan kaki Letak puskesmas agak
pelayanan kesehatan untuk menuju ke dekat dari tempat tinggal
puskesmas. pasien, sehingga untuk
Tarif pelayanan Menurut keluarga biaya
mencapai puskesmas
kesehatan pelayanan kesehatan
keluarga pasien dapat
cukup murah.
berjalan kaki. Untuk
Kualitas pelayanan Menurut keluarga
biaya pengobatan diakui
kesehatan kualitas pelayanan
oleh keluarga pasien
kesehatan yang didapat
yaitu setiap kali datang
memuaskan.
berobat tidak dipungut
biaya dan pelayanan
puskesmas dirasakan
keluarga pasien cukup
memuaskan pasien.

 Pola Konsumsi Makanan Keluarga


Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan yang
biasa dihidangkan Ny. E terdiri dari pagi hari ialah kue manis atau biskuit serta
teh, siang dan malam hari nasi, sayur, dan lauk yang biasanya dimasak sendiri.
Sayur yang dikonsumsi cukup bervariasi antara lain sayuran hijau baik direbus
atau ditumis. Lauk yang dihidangkan bervariasi seperti ayam, daging sapi, ikan,
telur, tahu maupun tempe. Sedangkan untuk buah-buahan yang sering dimakan
adalah pisang dan pepaya. Pola makan keluarga ini tiga kali sehari, terdiri dari

40
sarapan pagi, makan siang dan makan malam, diantaranya terkadang keluarga ini
mengkonsumsi cemilan yang dibuat sendiri.

 Pola Dukungan Keluarga


- Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Fasilitas yang telah tersedia cukup memudahkan keluarga Tn. Ar untuk
melaksanakan pola hidup sehat. Akses sarana transportasi umum yang
memadai dan jarak yg dapat ditempuh dengan berjalan kaki memudahkan
pasien untuk menjangkau Puskesmas dan instansi pelayanan kesehatan
terdekat. Selain itu, Tn. Ar selalu mendapat dukungan dari keluarga.

- Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga


Tn. Ar merasa faktor yang menghambat ialah terkadang masih tidak patuh
dalam menggunakan APD saat bekerja sehingga keluhan gatal sering kali
muncul dan bertambah parah tergantung lamanya ia bekerja

 Analisa Kedokteran Keluarga (Family Assesment Tools)


1. Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain:
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
dibutuhkan.
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua
anggota keluarga.

41
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.

Penilaian:
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit
Tabel 7. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita DKI
Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Jika obat Anda habis, apakah ada

anggota keluarga yang bersedia
mengantarkan Anda ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah
ada anggota keluarga yang selalu √
mengingatkan untuk konsumsi obat
secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak bekerja karena
keterbatasan anda akibat penyakit √
yang anda derita, apakah istri anda
mau mengerti dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat
penyakit anda, apakah anggota

keluarga yang lain selalu
mendampingi Anda dalam mengatasi
kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan) √

42
Anda disarankan untuk beristirahat
dirumah jika penyakit anda kambuh,
Apakah anggota keluarga yang lain
menemani anda dirumah untuk
merawat anda?
Total Skor 9
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 9 ini menunjukkan Fungsi keluarga
sehat.
2. Fungsi Patologis (SCREEM)
Aspek sumber daya patologi
- Sosial:
Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan cukup baik.
- Cultural:
Pasien dan keluarganya mengadakan acara pernikahan sesuai adat istiadat
Makassar.
- Religious:
Keluarga pasien rajin melakukan ibadah.
- Economy:
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi tercukupi.
- Education:
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA.
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari puskesmas
dan memiliki asuransi kesehatan BPJS.

3. Fungsi Keturunan (Genogram)


a. Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah keluarga inti (nuclear family). Keluarga terdiri
dari Tn. Ar sebagai kepala keluarga, Ny. E sebagai istri, Nn. H dan Nn. F sebagai
Anak. Seluruh anggota keluarga ini tinggal dalam satu rumah.
b. Tahapan siklus keluarga
Tahapan siklus keluarga Tn. Ar dan Ny. E termasuk ke dalam Tahap
keluarga dengan anak dan cucu.

43
Gambar 10. Genogram Penderita DKI

Keterangan:
: Keluarga Tn. Ar

: Laki-laki normal

: Wanita normal

: Laki-Laki yang sakit

c. Hubungan Anggota Keluarga


Tn. Ar dan Ny. E merupakan pasangan suami istri. Sedangkan Nn.H dan
Nn. F merupakan anak kandung dari keduanya. Hubungan ayah, ibu, dan
anak ini sangat baik karena bila sedang berada di rumah, Nn.H sering
membersihkan rumah, sering berkumpul dan berkomunikasi.
Tn.K Ny. E

Nn.H
Nn.F
44
Gambar 7. Family mapping
Keterangan:
: Ayah : Hubungan yang erat

: Ibu / Anak Perempuan

4.3. PEMBAHASAN
4.3.1. DIAGNOSIS KLINIS
 Anamnesis Holistik
- Aspek Personal
Tn. Ar, pria 48 tahun datang ke Puskesmas Tamangapa pada
tanggal 26 Desember 2018 dengan keluhan gatal-gatal pada kedua kaki.
Keluhan tersebut dirasakannya sejak 6 bulan yang lalu. Kunjungannya ke
Puskesmas kali ini adalah kunjungan yang ketiga kalinya.
Keluhan gatal ini pertama kali timbul sekitar 6 bulan yang lalu,
awalnya berupa bentol kemerahan yang semakin gatal bila berkeringat
utamanya setelah bekerja. Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti
ini sebelumnya. Pasien mengatakan kalau gatal dan kemerahan pada kulit
kakinya dirasakan setelah mencampur bahan bangunan di tempat kerjanya,
berupa semen. Keluhan gatal berkurang bila pasien istirahat kerja beberapa
hari dirumah, sehingga tidak terpapar oleh bahan banguanan. Tetapi bila
pasien kembali terpapar bahan bangunan, keluhan gatal dirasakan lagi
bahkan lebih hebat dari sebelumnya hingga dirasakan sangat mengganggu.
Kemudian pasien datang ke Puskesmas untuk memeriksakan diri dan oleh
dokter yang memeriksa disarankan untuk memakai sepatu atau pakaian
tertutup saat bekerja agar bahan bangunan tidak mengenai kulitnya, tetapi
pasien terkadang tidak mengikuti saran tersebut dikarenakan tidak leluasa
saat bekerja. Akibatnya keluhan gatal yang dialami semakin parah. Selama
ini pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap apapun, tetapi
di keluarga pasien, ada yang menderita alergi terhadap makanan dan cuaca
dingin.

45
- Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis didapatkan diagnosis
Dermatitis Kontak Iritan.
- Aspek Faktor Risiko Internal
Keluarga pasien ada yang memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan
cuaca, yaitu paman pasien. Pasien kurang rajin menggunakan APD saat
bekerja, meskipun pasien sadar kalua gatal-gatal yang dialaminya makin
parah saat bekerja.
- Aspek Faktor Risiko Eksternal
Tidak didapatkan adanya faktor risiko eksternal. Keluarga sangat
memperhatikan kebersihan lingkungan rumah dan memperhatikan kesehatan
penderita.
- Aspek Fungsional
Sejauh ini Tn.Ar tidak merasakan adanya gangguan dalam melakukan
aktivitasnya, hanya saja gatal yang ditimbulkan akibat semen setelah bekerja,
kadang dirasa sangat gatal saat malam dan mengganggu tidurnya. Tn Ar
menjalankan fungsi sosial dengan baik

 Derajat Fungsional
Derajat 1 yaitu tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri

 Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)


- Pertemuan ke-1: PKM Tamangapa 26 Februari 2018 pukul 08.30 WITA.
- Pertemuan ke-2: Rumah pasien, 27 Februari 2018 pukul 10.30 WITA.

Tabel 8 : Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)


Aspe Sasar Hasil yang Biay
Kegiatan Waktu Ket.
k an diharapkan a
Aspe Memberikan edukasi kepada Pasie Saat Pasien dapat Tida Tidak
k pasien mengenai penyakit n pasien sadar dan k menola
pers DKI dan memberikan berobat mengerti ada k
onal informasi mengenai ke akan
perkembangan penyakitnya. Puskesm pentingnya
as menghindari

46
penyebab
DKI
Aspe Memberikan obat untuk DKI Pasie Saat Keluhan kulit Tida Tidak
k untuk mengatasi keluhan n pasien berkurang k menola
klinik kulit berobat ada k
ke
Puskesm
as
Aspe Mengajarkan Pasie Saat Keluhan kulit Tida Tidak
k menganjurkan untuk n pasien tidak k menola
risiko menjaga hygenitas diri berobat bertambah ada k
inter dan menggunakan ke
nal APD saat bekerja Puskesm
as
Aspe Menganjurkan keluarga Keluar Pada Keluarga Tida Tidak
k memberi dukungan kepada ga saat memberi k menola
risiko pasien agar selalu menjaga kunjung perhatian dan ada k
exter kesehatannya dan selalu an dukungan lebih
nal mengingatkan pasien untuk rumah kepada pasien
minum obat dan ingatkan dan pasien lebih
pasien untuk pakai APD saat termotivasi
bekerja untuk sembuh

Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
meningkat-kan
komunikasi yang baik
dengan pasien
Aspe Menganjurkan untuk Pasie Pada Agar kondisi Tida Tidak
k olahraga teratur n saat tubuh selalu k menola
fung kunjung sehat dan ada k
sion an bugar
al rumah

 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik. Tanda Vital: Tekanan Darah: 130/80 mmHg, Nadi : 78
x/menit, Pernapasan : 18 x/menit, Suhu : 36,0oC. Tidak didapatkan kelainan klinis
yang bermakna.

 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada

 Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)


Diagnose Klinis:

47
Dermatitis kontak iritan
Diagnose Psikososial:
- Kurangnya kesadaran untuk menggunakan APD saat bekerja.
- Kecemasan dan kekhawatiran tentang penyakit yang diderita

4.3.2. PENATALAKSANAAN DAN EDUKASI


Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi pencegahan
primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga pasien).
Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita dermatitis
kontak iritan antara lain:
- Mencegah timbulnya keluhan kulit akibat bahan iritan
 Memakai APD saat bekerja
 Menjaga kebersihan diri
Pencegahan Sekunder
Pengobatan farmakologi berupa:
- Cetirizine
- Salep betametason
Terapi Untuk Keluarga
Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama yang
berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien. Dimana anggota
keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan dukungan dan motivasi
kepada pasien untuk berobat secara teratur dan membantu memantau terapi pasien
serta pentingnya menjaga hygiene baik dari orang tua maupun pasien.

4.2.3 PENDEKATAN HOLISTIK


Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien Dermatitis Kontak Iritan

Tabel 9. Skoring Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam


Penyelesaian Masalah dalam keluarga
Skor Resume Hasil Akhir Skor
Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Perbaikan Akhir
Faktor biologis

48
- DKI merupakan 2 - Edukasi mengenai penyakit - Terselenggara penyuluhan 4
penyakit yang dan pencegahannya melalui - Keluarga memahami
dipengaruhi oleh penyuluhan gaya hidup bahwa penyakit DKI dapat
imunitas diri sehat dengan makanan yg dicegah
bergizi dan olahraga teratur - Keluarga mau menerapkan
gaya hidup sehat
Faktor Perilaku
Kesehatan - Edukasi untuk - Pasien selalu memakai
- Jarang memakai menggunakan APD saat APD saat bekerja sesuai 5
APD saat bekerja 2 bekerja, dan yang disarankan dokter
memperhatikan sarankan
dokter
Faktor Psikologis - Edukasi untuk tidak cemas - Pasien berobat secara
- Kecemasan tentang 2 dan berobat teratur agar teratur dan mempu 4
penyakitnya keluhan kulit teratasi mengendalikan
penyebab timbulnya
DKI
- Keluarga yang acuh - Edukasi agar keluarga
2 memperhatikan dan - Keluarga pasien 5
terhadap pasien memberi dukunagn kepada memperhatikan dan
- pasien terhadap memberi dukungan
penyakitnya kepada pasien terhadap
penyakitnya
Total Skor 8 18
Rata-rata Skor 2 4.5

Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah


Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya
oleh provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian
besar oleh provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung
pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga
Dengan hasil yang didapatkan pada tabel di atas berarti bahwa pasien dan
keluarga pasien dapat menyelesaikan masalah kesehatannya secara mandiri.

 Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, Dan Penatalaksanaan Selanjutnya


Pertemuan ke 1 : 26 Februari 2018
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu:

49
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-
ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat
yang akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis

50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

2.4. KESIMPULAN
2.4.1. Untuk melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, serta menginterpretasikan hasilnya
dalam mendiagnosis dermatitis kontak iritan.
Dari uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
diagnosis pasien yaitu dermatitis kontak iritan disertai dengan
kurangnya kesadaran untuk mencegah penyebab DKI dengan
menggunakan APD yang baik.
2.4.2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi dermatitis kontak
iritan sesuai standar kompetensi dokter indonesia.
Dari uraian pada bab sebelumnya telah dipaparkan mengenai
penatalaksanaan pada pasien dengan DKI berupa farmakologi yaitu
cetirizine dan salep betametason. Sedangkan edukasinya berupa
menggunakan APD saat bekerja untuk mencegah timbulnya keluhan
kulit akibat terpapar bahan iritan saat bekerja sehingga
penatalaksanaan yang diberikan pada pasien telah sesuai standar
kompetensi dokter indonesia.

2.5. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Tn. Ar, maka disarankan
untuk :
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
Dermatitis Kontak Iritan.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya menggunakan
APD dan menjaga higienitas diri. Hasil yang diharapkan keluarga dapat
memahami sehingga dapat mengupayakan pencegahan untuk penyakit
tersebut.

51
- Memberi edukasi pada pasien tentang penatalaksanaan Dermatitis Kontak
Iritan
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan
mengontrol penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. E, Putri. 2015. Dermatitis Kontak Iritan. Semarang: Jurnal Kedokteran FK


Universitas Diponegoro. Available from: Eprints.undip.ac.id (diakses 28
Februari 2018)
2. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw –
Hill; 2008.p.396-401
3. Buxton, Paul K. ABC Of Dermatology 4 th ed. London: BMJ Books;
2003.p.19-21
4. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar
H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p.130-33
5. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis
Of Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw – Hill; 2005.
6. Gould Dinah. Occupational Irritan Dermatitis in Healthcare Workers –
Meeting the Challenge of Prevention.[Online] 2003 [cited 2011 January 9]:[5
screens]. Available from : URL:http://ssl-international.com
7. Wilkinson SM, and Beck MH. Rook’s Textbook Of Dermatology 7 th ed.
Australia: Blackwell Publishing. 2004.chapter 19
8. Rustenmeyer T, Ingrid MW, B.Mary E, Sue G, Rik JS, editors. In: Johansen
JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th ed. New York:
Springer.2011.p.43-8
9. Grand SS. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact Dermatitis.
[Online].2008. [cited 2011 January 9]:[30 screens]. Available from:
URL:http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm
10. Hogan D J. Contact Dermatitis, Irritant. [Online] 2009 [cited 2011 January 8]:
[4 screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape/
article/1049352-overview.htm
11. Anonim. Contact Dermatitis. [Online] 2009 [cited 2011 January 9]:[1 screen].
Available from: URL: http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article /
000869..htm
12. Denig NI. Hoke AW, Maibach HI. Irritan contact dermatitis clues to causes,
clinical characteristic, and control. Postgraduate medicine 1998; 103; 199-213

LAMPIRAN DOKUMENTASI
53
Tampak Depan Rumah Pasien

Kondisi Kamar Tidur

54
Ruang Tamu
Pencahayaan cukup baik dan penempatan barang yang cukup tertata rapi.

Dapur dan Tempat Cuci Piring


Pencahayaan cukup pada tempat cuci piring dan cukup tertata rapi.

55
Kondisi WC
Wc pasien merupakan WC jongkok dan agak kurang bersih.

56

Anda mungkin juga menyukai