PENDAHULUAN
1
bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3%
diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis
kontak alergi (Hudyono, 2002). Di Bandar Lampung sendiri, sekitar 63%
kejadian dermatitis kontak menurut survailence tahunan yang dilakukan
oleh dinas kesehatan kota Badar Lampung pada tahun 2012 dan menjadi
peringkat pertama penyakit kulit yang paling sering dialami (Dinkes, 2012).
1
2
komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan
klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan
3
komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan berkesinambungan dalam
konteks pelayanan kesehatan primer.
4
1.3.5 Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut
sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (pasien)
Menambah wawasan akan diabetes melitus yang meliputi proses
penyakit dan penanganan menyeluruh sehingga dapat
memberikan keyakinan untuk menghindari faktor pencetus.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
pemerintah daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang
terlibat di dalamnya mengenai pendekatan diagnosis holistik
penderita dermatitis kontak iritan.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai Evidence
Based Medicine dan pendekatan diagnosis holistik dermatitis
kontak iritan serta dalam hal penulisan studi kasus.
5
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS
Alergen
(bahan iritan)
6
2.1.1. Konsep Mandala
Gaya Hidup
Lingkungan Psiko-Sosial-
Ekonomi
Perilaku Kesehatan
- Kondisi ekonomi pasien kurang
- Hygiene pribadi kurang - Tingkat pengetahuan tentang
- Berobat jika hanya ada penyakit kulit yang dialami
masih kurang.
keluhan
- Kecemasan dan kekhawatiran
tentang penyakit pasien
-
Pelayanan Kesehatan
- Tenaga kesehatan kurang
Pasien
1 bulan
memberi penyuluhan tentang
proteksi diri dalam bekerja - Status Generalis: Gizi
- Keterbatasan jenis obat kulit baik. Lingkungan Kerja
pada puskesmas - Gatal-gatal pada - Pasien bekerja sebagai buruh bangunan
- Pasien menggunakan fasilitas - Tidak menggunakan APD saat kerja
seluruh badan
kesehatan BPJS
- Dialami sejak 6 bulan
terakhir.
Lingkungan Fisik
Komunitas
Komunitas padat
7
2.2 Pendekatan Diagnosis Holistik Pada Pelayanan Kedokteran Keluarga
Di Layanan Primer
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis
manusia adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel
yang kompleks fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan
dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang
diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian risiko
internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.
Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku
pelayanan pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnosis Holistik:
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam
kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari risiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,
tujuannya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi
8
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu:
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
4. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
5. Melakukan anamnesis
6. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
8. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
10. Menilai aspek fungsi social
9
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif
dan terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan, dan kekhawatiran
2. Aspek Klinis : Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup
dengan diagnosis kerja dan diagnosis banding
3. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
10
4. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial:
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan
o Derajat 4: Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja, bergantung
pada keluarga
o Derajat 5: Tidak dapat melakukan kegiatan
2.3.2. Klasifikasi3
1) Dermatitis kontak iritan akut
Di tempat kerja, kasus dermatitis iritan akut sering timbul akibat
kecelakaan atau akibat kebiasaan kerja yang buruk, misalnya tidak
memakai sarung tangan, sepatu bot, atau apron bila diperlukan, atau
kurang berhati-hati saat menangani iritan. Hal ini juga disebabkan
kegagalan pekerja biasanya karena ketidak tahuan mengenali material
korosif. Dermatitis iritan akut dapat dicegah dan pekerja yang terkena
tidak perlu berpindah pekerjaan. Pendidikan kesehatan sangat penting
disini. Pemakaian sarung tangan, apro, dan sepatu bot yang kedap air
saat bekerja dapat mencegah terjadinya dermatitis iritan akut.
11
2) Dermatitis kontak iritan kumulatif (kronis)
Dermatitis kontak iritan jenis ini disebabkan kontak kulit berulang
dengan iritan lemah. Iritan lemah menyebabkan dermatitis kontak
iritan pada individu yang rentan saja. Lama waktu sejak pajanan
pertama terhadap iritan dan timbulnya dermatitis bervariasi antara
mingguan hingga tahunan, tergantung sifat iritan, frekuensi kontak,
dan kerentanan pejamu. Dermatitis akibat iritan yang terakumulasi
misalnya dermatitis kronis pada tangan yang disebabkan oleh air dan
detergen di antara pencuci piring dan ibu rumah tangga, dan dermatitis
akibat cairan pemotong logam di antara pekerja logam. Pelarut seperti
bahan pengencer dan minyak tanah bila dipakai tidak semestinya
seperti sebagai pembersih kulit sering menyebabkan dermatitis akibat
iritan yang terakumulasi.
2.3.3. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita
dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak
iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya.
Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang
berobat dengan kelainan ringan.4
Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic
menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit akupasional nonfatal pada
tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin, 15,6% (38.900 kasus) adalah
penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua
penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang
sama, bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi
pekerja di Amerika, menunjukkan 90-95% dari penyakit okupasional
adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya adalah
dermatitis kontak iritan.2,5
Sebuah kusioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak
di Sweden melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama
12
tahun sebelumnya. Orang yang bekerja pada industri berat, mereka yang
bekerja bersentuhan dengan bahan kimia keras yang memiliki potensial
merusak kulit dan mereka yang diterima untuk mengerjakan pekerjaan
basah secara rutin memiliki faktor resiko. Mereka termasuk : muda, kuat,
laki-laki yang dipekerjakan sebagai pekerja metal, pekerja karet, terapist
kecantikan, dan tukang roti.6
13
Variabel Epidemiologi
1) Orang
Studi di Amerika (U.S. Bureau of Labour Statistic) Prevalensi dermatitis
iritan karena pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di ICU dan 69,7% pada
pekerja yang sering terpapar (dilaporkan dengan frekuensi mencuci tangan
>35 kali setiap pergantian). Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap
10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut
(46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang
masak. Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada
perempuan dibanding laki-laki. Berdasarkan usia, DKI bisa muncul pada
berbagai usia. Seorang yang lebih tua memiliki kulit lebih kering dan tipis
yang tidak toleran terhadap sabun dan pelarut.1
2) Tempat dan Waktu
Insidensi dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 50 kasus per tahun atau
11,9% dari seluruh kasus dermatitis kontak yang didiagnosis di Poliklinik
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta, demikian juga di Makassar, prevalensi terakhir
mencapai 12,5%.2
2.3.4. Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang
dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan, yaitu:2,7
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung
14
Gambar 1 : (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a) bahan iritan fisik dan kimia memicu
pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal
bahaya tersebut. (c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi. Sitokin
utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya, dari produksi sitokin inflamasi,
banyak sel inflamasi Pada respon
termasuk iritan,
neutrofil terdapat
diserang dan komponen menyerupai
dibawa pengaruh respon imunologis
picuan inflamasi mengeluarkanyang
mediator inflamasi.
Hasilnya dapatdapat
dilihat didemonstrasikan
secara klinis pada DKI.dengan
Dikutip dari kepustakaan [12]
jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan
15
seperti Interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, tumor necrosis factor- α (TNF- α). Pada
dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF-α hingga sepuluh kali lipat dan
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga
tiga kali lipat. TNF- α adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam
dermatitis iritan, yang menyebabkan peningkatan ekspresi Major
Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan intracelluler adhesin molecul-I
pada keratinosit.2
16
pajanan bahan yang dapat membakar kulit dapat menyebabkan nekrosis. 2,7
Secara klasik, pembentukan dermatitis akut biasanya sembuh segera setelah
pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang – hal ini dikenal sebagai
“decrescendo phenomenon”. Pada beberapa kasus tidak biasa, dermatitis
kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah pajanan, diikuti dengan
resolusi lengkap.2 Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai luka bakar akibat
bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan
gambaran eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak.9
17
ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala
berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi
hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.2,7
2.3.6. Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat
dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah
diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah
mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat serta
mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan
dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI.7
Anamnesis
Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI
tergantung pada anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien.
18
Anamnesis yang dapat mendukung penegakan diagnosis DKI (gejala
subyektif) adalah:10
- Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi
kutaneus
- Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk
DKI akut. DKI lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya,
seperti benzalkonium klorida (biasanya terdapat pada cairan
disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah
pajanan.
- Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-
minggu ada DKI kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi
akibat pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang merusak kulit.
- Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa
tidak nyaman akibat pruritus yang terjadi.
Pemeriksaan Fisis
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai
berikut: 10
- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk
vesikel
- Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh
- Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit
- Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan
Pemeriksaan Penunjang.
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak
iritan. Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat
beberapa tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi
menyebabkan DKI. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya
merupakan hasil dari efek berbagai iritans.10,11
1. Patch Test
Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan
kontak dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Patch tes
dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk
pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam
berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka
19
dapat didiagnosis sebagai DKI. Pemeriksaan patch tes digunakan untuk
pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren.
2. Kultur Bakteri
Dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri.
3. Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada
infeksi jamur superficial infeksi candida
4. Pemeriksaan IgE
Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic
atau riwayat atopi.
2.3.7. Penatalaksanaan
20
penyembuhan. Secara bersamaan, glukokortikoid topikal, emolien, dan
antiseptik juga digunakan. Sedangkan antihistamin mungkin dapat
mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan.
Terdapat percobaan klinis secara acak mengenai efisiensi antihistamin
untuk dermatitis kontak iritan, dan secara klinis antihistamin biasanya
diresepkan untuk mengobati beberapa gejala simptomatis.
4. Anastesi dan Garam Srontium (Iritasi sensoris)
Lidokain, prokain, dan beberapa anastesi lokal yang lain berguna untuk
menurunkan sensasi terbakar dan rasa gatal pada kulit yang
dihubungkan dengan dermatitis iritan oleh karena penekanan
nosiseptor, dan mungkin dapat menjadi pengobatan yang potensial
untuk dermatitis kontak iritan.5 Garam strontium juga dilaporkan dapat
menekan depolarisasi neural pada hewan, dan setelah dilakuan studi,
garam ini berpotensi dalam mengurangi sensasi iritasi yang
dihubungkan dengan DKI.
5. Kationik Surfaktan
Surfaktan kationik benzalklonium klorida yang iritatif dapat
meringankan gejala dalam penatalaksanaan iritasi akibat anion kimia.5
6. Emolien
Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang
sangat berguna. Menggunakan emolien ketika kulit masih lembab
dapat meningkatkan efek emolien. Emolien dengan perbandingan
lipofilik : hidrofilik yang tinggi diduga paling efektif karena dapat
menghidrasi kulit lebih baik.
7. Imunosupresi Oral
Pada penatalaksanaan iritasi akut yang berat, glukokortikoid kerja
singkat seperti prednisolon, dapat membantu mengurangi respon
inflamasi jika dikombinasikan dengan kortikosteroid topikal dan
emolien. Tetapi, tidak boleh digunakan untuk waktu yang lama karena
efek sampingnya. Oleh karena itu, pada penyakit kronik,
imunosupresan yang lain mungkin lebih berguna. Obat yang sering
digunakan adalah siklosporin oral dan azadtrioprim.
21
2.3.8. Pencegahan
Untuk dermatitis kontak iritan selalu dimulai dengan melakukan
identifikasi dan menghindari pajanan ulang dengan zat iritan alergen
penyebab. Hindari pula berbagai zat iritan atau alergen lain. Bila tetap
harus berkontak dengan zat iritan atau alergen tersebut, harus
menggunakan alat pelindung diri misalnya sarung tangan, apron, sepatu
dan pakaian kerja 12
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS
22
iritan dengan pendekatan diagnosis holistik di puskesmas Tamangapa pada
tanggal 26 Februari 2018.
Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan pengamatan
terhadap pasien dan keluarganya dengan cara melakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
23
Gambar 6. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa
b. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan anak
serta masalah sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena faktor gizi yang
berhubungan dengan lingkunagan, perumahan dan sanitasi yang kotor
menyebabkan berbagai macam penyakit yang muncul. Di samping itu
kepadatan penduduk sebagai lambang perkembangan suatu daerah.
Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas Tamangapa, kepadatan
24
penduduk adalah jiwa per kilometer persegi, jumlah kepala keluarga (KK)
tahun 2017 di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa adalah 2.943 KK.
25
14. 65-69 374 923 1.297
15. 70-74 120 269 389
16 +75 90 65 155
Jumlah 6.799 6.867 13.666
f. Kegiatan Ekonomi
Tabel 3. Distribusi penduduk menurut pekerjaan di wilayah Puskesmas
Tamangapa tahun 2017
Jenis Pekerjaan
No
Karyawan Lain-
Kelurahan PNS buruh Pengangguran
Swasta lain
1 Tamangapa 161 199 188 829 249
26
2 Bangkala 215 205 150 200 235
Jumlah 376 404 338 1021 484
g. Agama
Dari 13.666 jiwa penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Tamangapa,
93,40 % beragama Islam, 6,15 % beragama krsiten, dan 0,045% beragama
Hindu dan Budha.
b. Struktur organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Tamangapa berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Nomor :800/1682/SK/IV/2010 Tanggal
21 April 2010 terdiri atas:
28
Meningkatkan pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang
kesehatan sehingga masyarakat bisa mandiri.
Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pelayanan
kesehatan.
Menjadikan Puskesmas sebagai pusat pengembangan pembangunan
kesehatan masyarakat.
Meningkatkan kesejahteraan pihak yang terkait dalam pelayanan
kesehatan.
Menjalin kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam pelayanan
kesehatan dalam pengembangan kesehatan masyarakat
29
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) dan Keluarga Berencana
(KB)
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.
5. Upaya Pencegahan Penyakit Menular ( P2M )
6. Upaya Pengobatan
30
Ruang Kepala PKM Ruang Registrasi
APOTEK
T
A
Ruan KIA dan KB Laboratorium
M
A WC WC
N
f. Alur Pelayanan
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
32
berupa semen. Keluhan gatal berkurang bila pasien istirahat kerja beberapa
hari dirumah, sehingga tidak terpapar oleh bahan banguanan. Tetapi bila
pasien kembali terpapar bahan bangunan, keluhan gatal dirasakan lagi
bahkan lebih hebat dari sebelumnya hingga dirasakan sangat mengganggu.
Kemudian pasien datang ke Puskesmas untuk memeriksakan diri dan oleh
dokter yang memeriksa disarankan untuk memakai sepatu atau pakaian
tertutup saat bekerja agar bahan bangunan tidak mengenai kulitnya, tetapi
pasien terkadang tidak mengikuti saran tersebut dikarenakan tidak leluasa
saat bekerja. Akibatnya keluhan gatal yang dialami semakin parah. Selama
ini pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap apapun, tetapi
di keluarga pasien, ada yang menderita alergi terhadap makanan dan cuaca
dingin.
4.1.2. Riwayat Penyakit
- Riwayat Penyakit Sebelumnya
33
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,0 oC
Tinggi Badan : 168 cm
Berat Badan : 56 kg
Status Generalis:
1. Kepala
Ekspresi : Biasa
Simetris muka : Simetris ki=ka
Rambut : Hitam, sulit dicabut
Mata : Eksoptalmus atau enoptalmus (-)
Kelopak mata : Dalam batas normal
Konjungtiva : Anemi (-)
Kornea : Jernih
Sklera : Ikterus (-)
Pupil : Isokor 2,5 mm
2. Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
3. Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
4. Mulut
Bibir : Kering (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Tonsil : Hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
5. Leher
34
Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-)
Kelenjar gondok : MT (-), NT (-)
6. Dada
Inspeksi : Simetris kiri=kanan
Bentuk : Normochest
Buah dada : Tidak ada kelainan
Sela iga : Tidak ada pelebaran
7. Thorax
Palpasi : Fremitus Raba : Kiri = Kanan ; Nyeri tekan: (-)
Perkusi : Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior
Batas paru belakang kiri : V Th X Sinistra Posterior
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/-;Wh -/-
8. Punggung
Inpeksi : kifosis (-)
Palpasi : MT (-), NT (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : Rh -/- ; Wh -/-
9. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni regular
Bunyi tambahan : Bising (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Ascites (-), datar, ikut gerak napas
Palpasi : MT (-), NT (-) daerah epigastrium
Hati & Limpa : Tidak teraba
35
Ginjal : Ballotement (-)
Lain-lain : (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
11. Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
12. Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
13. Ekstremitas :
Status Kulit:
Tampak makula abu-abu batas tidak jelas disertai likenifikasi pada kedua kaki
Status Neurologis
GCS : E4 M6 V5 = 15
Pupil : di tengah bulat isokor, ukuran 3mm/3mm
a. Anggota gerak atas
Kekuatan : 5/5
Tonus : (+) / (+)
Atrofi : (-) / (-)
Refleks fisiologis
Biceps :(+) / (+)
Triceps : (+)/ (+)
Refleks Patologis
Refleks Hoffman : (-) / (-)
Refleks Trommer : (-) / (-)
36
Sensibilitas
Taktil : normal/normal
Nyeri : normal/normal
Suhu : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
b. Anggota gerak bawah
Kekuatan : 5/5
Tonus : (+) / (+)
Atrofi : (-) / (-)
Refleks fisiologis
Patella : (+) / (+)
Achilles : (+) / (+)
Refleks Patologis
Babinski : (-) / (-)
Chaddock : (-) / (-)
Gordon : (-) / (-)
Oppenheim : (-) / (-)
Sensibilitas
Taktil : ↓/ ↓
Nyeri : ↓/ ↓
Suhu : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang (tidak ada)
Diagnosis
Dermatitis kontak iritan
37
- Salep betametason 3 x 1
- Edukasi
1. Menggunakan APD saat melakukan pekerjaan
2. Istirahat cukup, Rajin berolahraga
3. Menjaga kebersihan diri
4. Rutin mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter.
5. Rutin Kontrol ke Puskesmas atau Rumah Sakit
38
Pekerjaan sehari-hari pasien adalah buruh bangunan. Istrinya mengurus
rumah tangga. Kedua anaknya masih sekolah. Pendapatan setiap bulannya dirasa
belum cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari keluarganya. Pasien ini
tinggal di rumah yang terletak di Jl. Tamangapa Raya 5/263. Rumah pasien dalam
kondisi baik dengan ventilasi yang kurang dan lingkungan rumah yang padat.
39
Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)
Tabel 6. Pelayanan Kesehatan
Faktor Keterangan Kesimpulan
Cara mencapai pusat Keluarga berjalan kaki Letak puskesmas agak
pelayanan kesehatan untuk menuju ke dekat dari tempat tinggal
puskesmas. pasien, sehingga untuk
Tarif pelayanan Menurut keluarga biaya
mencapai puskesmas
kesehatan pelayanan kesehatan
keluarga pasien dapat
cukup murah.
berjalan kaki. Untuk
Kualitas pelayanan Menurut keluarga
biaya pengobatan diakui
kesehatan kualitas pelayanan
oleh keluarga pasien
kesehatan yang didapat
yaitu setiap kali datang
memuaskan.
berobat tidak dipungut
biaya dan pelayanan
puskesmas dirasakan
keluarga pasien cukup
memuaskan pasien.
40
sarapan pagi, makan siang dan makan malam, diantaranya terkadang keluarga ini
mengkonsumsi cemilan yang dibuat sendiri.
41
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian:
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit
Tabel 7. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita DKI
Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Jika obat Anda habis, apakah ada
√
anggota keluarga yang bersedia
mengantarkan Anda ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah
ada anggota keluarga yang selalu √
mengingatkan untuk konsumsi obat
secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak bekerja karena
keterbatasan anda akibat penyakit √
yang anda derita, apakah istri anda
mau mengerti dengan anda?
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas akibat
penyakit anda, apakah anggota
√
keluarga yang lain selalu
mendampingi Anda dalam mengatasi
kecemasan tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan) √
42
Anda disarankan untuk beristirahat
dirumah jika penyakit anda kambuh,
Apakah anggota keluarga yang lain
menemani anda dirumah untuk
merawat anda?
Total Skor 9
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 9 ini menunjukkan Fungsi keluarga
sehat.
2. Fungsi Patologis (SCREEM)
Aspek sumber daya patologi
- Sosial:
Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan cukup baik.
- Cultural:
Pasien dan keluarganya mengadakan acara pernikahan sesuai adat istiadat
Makassar.
- Religious:
Keluarga pasien rajin melakukan ibadah.
- Economy:
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi tercukupi.
- Education:
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA.
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari puskesmas
dan memiliki asuransi kesehatan BPJS.
43
Gambar 10. Genogram Penderita DKI
Keterangan:
: Keluarga Tn. Ar
: Laki-laki normal
: Wanita normal
Nn.H
Nn.F
44
Gambar 7. Family mapping
Keterangan:
: Ayah : Hubungan yang erat
4.3. PEMBAHASAN
4.3.1. DIAGNOSIS KLINIS
Anamnesis Holistik
- Aspek Personal
Tn. Ar, pria 48 tahun datang ke Puskesmas Tamangapa pada
tanggal 26 Desember 2018 dengan keluhan gatal-gatal pada kedua kaki.
Keluhan tersebut dirasakannya sejak 6 bulan yang lalu. Kunjungannya ke
Puskesmas kali ini adalah kunjungan yang ketiga kalinya.
Keluhan gatal ini pertama kali timbul sekitar 6 bulan yang lalu,
awalnya berupa bentol kemerahan yang semakin gatal bila berkeringat
utamanya setelah bekerja. Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti
ini sebelumnya. Pasien mengatakan kalau gatal dan kemerahan pada kulit
kakinya dirasakan setelah mencampur bahan bangunan di tempat kerjanya,
berupa semen. Keluhan gatal berkurang bila pasien istirahat kerja beberapa
hari dirumah, sehingga tidak terpapar oleh bahan banguanan. Tetapi bila
pasien kembali terpapar bahan bangunan, keluhan gatal dirasakan lagi
bahkan lebih hebat dari sebelumnya hingga dirasakan sangat mengganggu.
Kemudian pasien datang ke Puskesmas untuk memeriksakan diri dan oleh
dokter yang memeriksa disarankan untuk memakai sepatu atau pakaian
tertutup saat bekerja agar bahan bangunan tidak mengenai kulitnya, tetapi
pasien terkadang tidak mengikuti saran tersebut dikarenakan tidak leluasa
saat bekerja. Akibatnya keluhan gatal yang dialami semakin parah. Selama
ini pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap apapun, tetapi
di keluarga pasien, ada yang menderita alergi terhadap makanan dan cuaca
dingin.
45
- Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis didapatkan diagnosis
Dermatitis Kontak Iritan.
- Aspek Faktor Risiko Internal
Keluarga pasien ada yang memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan
cuaca, yaitu paman pasien. Pasien kurang rajin menggunakan APD saat
bekerja, meskipun pasien sadar kalua gatal-gatal yang dialaminya makin
parah saat bekerja.
- Aspek Faktor Risiko Eksternal
Tidak didapatkan adanya faktor risiko eksternal. Keluarga sangat
memperhatikan kebersihan lingkungan rumah dan memperhatikan kesehatan
penderita.
- Aspek Fungsional
Sejauh ini Tn.Ar tidak merasakan adanya gangguan dalam melakukan
aktivitasnya, hanya saja gatal yang ditimbulkan akibat semen setelah bekerja,
kadang dirasa sangat gatal saat malam dan mengganggu tidurnya. Tn Ar
menjalankan fungsi sosial dengan baik
Derajat Fungsional
Derajat 1 yaitu tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
46
penyebab
DKI
Aspe Memberikan obat untuk DKI Pasie Saat Keluhan kulit Tida Tidak
k untuk mengatasi keluhan n pasien berkurang k menola
klinik kulit berobat ada k
ke
Puskesm
as
Aspe Mengajarkan Pasie Saat Keluhan kulit Tida Tidak
k menganjurkan untuk n pasien tidak k menola
risiko menjaga hygenitas diri berobat bertambah ada k
inter dan menggunakan ke
nal APD saat bekerja Puskesm
as
Aspe Menganjurkan keluarga Keluar Pada Keluarga Tida Tidak
k memberi dukungan kepada ga saat memberi k menola
risiko pasien agar selalu menjaga kunjung perhatian dan ada k
exter kesehatannya dan selalu an dukungan lebih
nal mengingatkan pasien untuk rumah kepada pasien
minum obat dan ingatkan dan pasien lebih
pasien untuk pakai APD saat termotivasi
bekerja untuk sembuh
Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
meningkat-kan
komunikasi yang baik
dengan pasien
Aspe Menganjurkan untuk Pasie Pada Agar kondisi Tida Tidak
k olahraga teratur n saat tubuh selalu k menola
fung kunjung sehat dan ada k
sion an bugar
al rumah
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik. Tanda Vital: Tekanan Darah: 130/80 mmHg, Nadi : 78
x/menit, Pernapasan : 18 x/menit, Suhu : 36,0oC. Tidak didapatkan kelainan klinis
yang bermakna.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada
47
Dermatitis kontak iritan
Diagnose Psikososial:
- Kurangnya kesadaran untuk menggunakan APD saat bekerja.
- Kecemasan dan kekhawatiran tentang penyakit yang diderita
48
- DKI merupakan 2 - Edukasi mengenai penyakit - Terselenggara penyuluhan 4
penyakit yang dan pencegahannya melalui - Keluarga memahami
dipengaruhi oleh penyuluhan gaya hidup bahwa penyakit DKI dapat
imunitas diri sehat dengan makanan yg dicegah
bergizi dan olahraga teratur - Keluarga mau menerapkan
gaya hidup sehat
Faktor Perilaku
Kesehatan - Edukasi untuk - Pasien selalu memakai
- Jarang memakai menggunakan APD saat APD saat bekerja sesuai 5
APD saat bekerja 2 bekerja, dan yang disarankan dokter
memperhatikan sarankan
dokter
Faktor Psikologis - Edukasi untuk tidak cemas - Pasien berobat secara
- Kecemasan tentang 2 dan berobat teratur agar teratur dan mempu 4
penyakitnya keluhan kulit teratasi mengendalikan
penyebab timbulnya
DKI
- Keluarga yang acuh - Edukasi agar keluarga
2 memperhatikan dan - Keluarga pasien 5
terhadap pasien memberi dukunagn kepada memperhatikan dan
- pasien terhadap memberi dukungan
penyakitnya kepada pasien terhadap
penyakitnya
Total Skor 8 18
Rata-rata Skor 2 4.5
49
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-
ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat
yang akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
2.4. KESIMPULAN
2.4.1. Untuk melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, serta menginterpretasikan hasilnya
dalam mendiagnosis dermatitis kontak iritan.
Dari uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
diagnosis pasien yaitu dermatitis kontak iritan disertai dengan
kurangnya kesadaran untuk mencegah penyebab DKI dengan
menggunakan APD yang baik.
2.4.2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi dermatitis kontak
iritan sesuai standar kompetensi dokter indonesia.
Dari uraian pada bab sebelumnya telah dipaparkan mengenai
penatalaksanaan pada pasien dengan DKI berupa farmakologi yaitu
cetirizine dan salep betametason. Sedangkan edukasinya berupa
menggunakan APD saat bekerja untuk mencegah timbulnya keluhan
kulit akibat terpapar bahan iritan saat bekerja sehingga
penatalaksanaan yang diberikan pada pasien telah sesuai standar
kompetensi dokter indonesia.
2.5. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Tn. Ar, maka disarankan
untuk :
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
Dermatitis Kontak Iritan.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya menggunakan
APD dan menjaga higienitas diri. Hasil yang diharapkan keluarga dapat
memahami sehingga dapat mengupayakan pencegahan untuk penyakit
tersebut.
51
- Memberi edukasi pada pasien tentang penatalaksanaan Dermatitis Kontak
Iritan
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan
mengontrol penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.
52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN DOKUMENTASI
53
Tampak Depan Rumah Pasien
54
Ruang Tamu
Pencahayaan cukup baik dan penempatan barang yang cukup tertata rapi.
55
Kondisi WC
Wc pasien merupakan WC jongkok dan agak kurang bersih.
56