Anda di halaman 1dari 25

1.

Anatomi sendi yang terkait


Knee joint adalah salah satu sendi kompleks dalam tubuh manusia. Femur,
tibia, fibula, dan patella disatukan menjadi satu kelompok yang kompleks oleh
ligament.
Sendi merupakan pertemuan antara dua atau beberapa tulang dari
kerangka.Terdapat tiga jenis utama berdasarkan kemungkinan gerakannya yaitu
sendi fibrus, sendi tulang rawan dan sendi synovial.


Gambar IIA.1 Anatomi Knee
Joint kanan dari sisi Anterior
view dan Posterior view
(Nucleus Medical Art, 1997-
2007)












Gambar IIA.2 Anatomi
Knee Joint Kanan dari sisi
Lateral view dan Medial.




Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis
proksimalis, tulang tibia dan tulang patella, serta mempunyai beberapa sendi yang
terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar tulang femur dan patella
disebut articulatio patella femoral, antara tulang tibia dengan tulang femur
disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang tibia dengan tulang fibula
proximal disebut articulatio tibio fibular proxsimal.
Sendi lutut merupakan suatu sendi yang disusun oleh beberapa tulang ,
ligament beserta otot, sehingga dapat membentuk suatu kesatuan yang disebut
dengan sendi lutut atau knee joint. Anatomi sendi lutut terdiri dari:
1. Tulang pembentuk sendi lutut antara lain:
a. Tulang Femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang
kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan acetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut caput femoris. Di sebelah atas dan
bawah dari columna femoris terdapat taju yang disebut trochantor mayor
dan trochantor minor, di bagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat
dua buah tonjolan yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis, di
antara kedua condylus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang
tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fosa condylus.
b. Tulang Tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada
os fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal
kaki dan terdapat taju yang disebut os maleolus medialis.
c. Tulang Fibula
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya.
Terdapat tonjolan yang disebut os maleolus lateralis atau mata kaki luar.
d. Tulang Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang
femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang
berubah hanya jarak patella dengan femur. Fungsi patella di samping
sebagai perekatan otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi
lutut. Pada posisi flexi lutut 90 derajat, kedudukan patella di antara kedua
condylus femur dan saat extensi maka patella terletak pada permukaan
anterior.

2. Ligamentum pembentuk sendi lutut


Gambar IIA.3 Susunan Ligamen Sendi Lutut Anterior View.

Keterangan Gambar A.3 Susunan Ligamen Sendi Lutut yaitu :
1. Ligamen cruciatum anterior
2. Meniscus lateralis
3. Ligament collateral fibula
4. Ligament capitis fibula posterior
5. Caput fibula
6. Femur, condylus medial
7. Ligament meniscofemorale posterior
8. Ligament collateral tibia
9. Ligament popliteum obliqum
10. Ligament cruciatum posterior


Gambar IIA.4 Susunan Ligamen Sendi Lutut Lateral View.

Keterangan Gambar A.4 Susunan Ligamen Sendi Lutut, yaitu :
1. Ligamen patella
2. Meniscus medialis
3. Ligament collateral tibia

Stabilitas sendi lutut yang lain adalah ligamentum. Ada beberapa
ligamentum yang terdapat pada sendi lutut antara lain :
a. Ligamentum crusiatum anterior, yang berjalan dari depan eminentia
intercondyloidea tibia, ke permukaan medial condylus lateralis femur,
fungsi menahan hiperekstensi dan menahan bergesernya tibia ke depan.
b. Ligamentum crusiatum posterior, berjalan dari facies lateralis condylus
medialis femoris, menuju fossa intercondyloidea tibia, berfungsi menahan
bergesernya tibia, ke arah belakang.
c. Ligamentum collateral lateralle yang berjalan dari epicondylus lateralis ke
capitulum fibulla, yang berfungsi menahan gerakan varus atau samping luar.
d. Ligamentum collateral mediale tibia (epicondylus medialis tibia), yang
berfungsi menahan gerakan valgus atau samping dalam dan eksorotasi, dan
secara bersamaan ligament collateral juga berfungsi menahan bergesernya
ke depan pada posisi lutut fleksi 90 derajat.
e. Ligamentum popliteum abligum, berasal dari condylus lateralis femoris
menuju ke insertio musculus semi membranosus melekat pada fascia
musculus popliteum.
f. Ligamentum transversum genu, membentang pada permukaan anterior
meniscus medialis dan lateralis. Semua ligament tersebut berfungsi sebagai
fiksator dan stabilisator sendi lutut. Tranversum genu di samping ligament
ada juga bursa pada sendi lutut. Bursa merupakan kantong yang berisi cairan
yang memudahkan terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan
dibatasi oleh membran synovial. Ada beberapa bursa yang terdapat pada
sendi lutut antara lain : (a) bursa popliteus, (b) bursa supra patellaris, (c)
bursa infra patellaris, (d) bursa subcutan prapatellaris, (e) bursa sub
patellaris, (f) bursa prapatellaris.


OSSA TARSALIA


Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk articulasi dengan fibula dan
tibia di proksimal dan dengan metatarsal di lateral. Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu:
calcaneus, talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1,2,3).
- Os. Calcaneus berperan sebagai tulang penyanggah berdiri, berarticulatio
dengan os. Cubodea (artic. Calcaneocuboidea).
- Os. Talus berarticulatii dengan os. Naviculare dan os. Calcaneus (artic.
Talocalcaneonaviculare).
- Os. Navicular beraticulatio dengan os. Cuneiform (artic.
Cuneonavicularis).
- Os. Cuneiform berarticulatio dengan os. Cuboideum ( artic.
Cuneocuboidea) dan articulatioo antara os. Cuneiform 1,2,3 (artic.
Intercuneoformes).
OSSA METATARSALIA
Terdiri : caput, corpus, basis
Beda dengan metacarpal : basis lebih besar dari caput.
Metatarsal merupakan 5 tulang yang berarticulatio dengan tarsal di
proksimal dan dengan phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari)
terdapat 2 tulang sesamoid). Metatarsal beraticulatio dengan tarsal (artic.
Tarsometatarsalis) dan beratticulatio dengan phalangs proksimal (artic.
Metatarsophalangeae).
Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki terdapat 2 tulang phalangs di ibu
jari dan 3 phalangs di masing-masing sisanya. Karena tidak ada sendi pelana di
ibu jari kaki, menyebabkan kari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan. Phalang
terbagi atas 2, yaitu: Phalangs proksimal (artic. Proksimal interphalangeae),
Phalangs distal (artic. Interphalangeae pedis).

































2. Metabolisme asam urat dalam tubuh
A. Metabolisme Purin
Purin adalah molekul yang terdapat di dalam sel yang berbentuk
nukleotida. Nukleotida ini berperan luas dalam berbagai proses biokimia didalam
tubuh. Bersama asam amino, nukleotida merupakan unit dasar dalam proses
biokimiawi penurunan sifat genetik. Nukelotida mempunyai peran yang penting
dalam menjadi penyandi asam nukleat yang bersifat essensial dalam pemeliharaan
dan pemindahan informasi genetik. Adapun asam amino merupakan unit
pembangun protein yang dibutuhkan untuk ekspresi informasi genetik.
Nukleotida yang paling dikenal karena peranannya adalah nukleotida purin
dan pirimidin. Kedua nukleotida yang berfungsi sebagai prazat monomerik
(pembentuk) asam ribonukleat (RNA) dan asam deoksiribonukleat (DNA). Pada
tulisan ini hanya akan dibahas nukleotida purin yang berhubungan dengan gout.
Basa-basa purin yang terpenting adalah adenin, guanin, hipoxantin, dan xantin.
Di dalam bahan pangan, purin terdapat dalam asam nukleat berupa
nukleoprotein. Di usus, asam nukleat dibebaskan dari nukleoprotein doleh enzim
pencernaan. Selanjutnya, asam nukleat ini akan di pecah lagi menjadi
mononukleotida. Mononukleotida dihidrolisis menjadi nukelosida yang dapat
secara langsung diserap oleh tubuh dan sebagian dipecah lebih lanjut menjadi
purin dan pirimidin. Purin teroksidasi menjadi asam urat.
Asam urat dapat di absorbsi melalui mukosa usus dan di ekskresikan
melalu urin. Pada manusia, sebagian besar purin dalam asam nukleat yang
dimakan langsung diubah menjadi asam urat, tanpa terlebih dahulu digabung
dengan asam nukleat tubuh. Dengan demikian, pembentuk urin tersedia dalam
jumlah yang mencukupi didalam tubuh dan purin bebas dari bahan pangan tidak
berfungsi sebagai pembentuk asam nukleat jaringan tubuh.
Asam urat merupakan produk akhir yang di ekskresikan dari pemecahan
purin pada manusia dan hewan primata. Pada banyak hewan lainnya, asam urat
mengalami degradasi lanjutan menjadi alantonin. Pada manusia normal, 18-20%
dari asam urat yang hilang dipecah oleh bakteri menjadi CO
2
dan amonia (NH
3
) di
usus dan di ekskresikan melalui fases.
Tidak semua bahan pangan yang mengandung purin meningkatkan asam
urat. Sebagai contoh kopi, teh, dan cokelat mengandung komponen purin berupa
kafein, theophyline, dan theobromin yang kemudian dimetabolisme menjadi metil
urat yang tidak membentuk tofi atau tidak meningkatnya kadar asam urat dalam
darah. Oleh karena itu, kopi, teh, dan cokelat aman bagi penderita gout.

B. Pembentukan Purin di dalam tubuh
Mamalia dan sebagian besar hewan vertebrata yang lebih rendah mampu
mensintesis nukleotida purin didalam tubuhnya yang disebut sebagai
*prototrofik*. Oleh karena itu, sintesis nukleotida purin tersebut tidak tergantung
pada sumber-sumber eksogen asam nukleat dan nukleotida dari bahan pangan.
Sintesa purin pada manusia dan mamalia bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan terhadap pembentukan asam nukleat. Selain itu, nukleotida purin ini
juga berperan dalam adenosit tripospat (ATP), adenosit monophospat siklik
(cAMP), dan guanosin monophospat siklik (cGMP) sebagai koenzim pada flavin
adenin dinukleotida (FAD), nikotinamida adenin dinukleotida phospat (NADP).
Pada beberapa organisme, seperti burung, amfibi, dan reptilia, sintesa
purin mempunyai fungsi tambahan yaitu bertugas sebagai alat pembuangan sisa-
sisa pemecahan asam amino atau nitrogen dalam bentuk asam urat. Organisme
tersebut disebut *urikotelik*. Adapun organisme yang membuang sisa-sisa
pemecahan nitrogen dalam bentuk urea disebut *ureotelik* (misalnya manusia).
Organisme urikotelik mensintesis nukleotida purin dengan kecepatan relatif lebih
besar daripada organisme ureotelik.
Zat gizi yang digunakan dalam pembentukan purin didalam tubuh ini yaitu
glutamin, glisin, format, aspartat, dan CO
2
. Hati adalah tempat terpenting dalam
sintesa purin.

C. Pembentukan Asam Urat
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, asam urat merupakan hasil akhir dari
metabolisme purin, baik purin yang berasal dari bahan pangan maupun dari hasil
pemecahan purin asam nukleat tubuh. Dalam serum, urat terutama berada dalam
bentuk natrium urat, sedangkan dalam saluran urin, urat dalam bentuk asam urat.

Pada orang normal, jumlah pool asam urat kurang lebih 1.000 mg dengan
kecapatan turn over 600 mg/hari. Berdasarkan pool asam urat ini, penderita gout
dapat dibedakan 2 group. Group pertama terdiri dari penderita gout yang
mengalami sedikit kenaikan dari besarnya total pool yaitu 1.300 mg dengan turn
over normal 650 mg/hari. Group kedua, penderita gout dengan kenaikan yang
jelas dari besarnya pool 2.400 mg dengan turn over 1.200 mg.
Kandungan normal natrium urat di dalam serum kurang dari 7 mg.dl.
berdasarkan peneltian laboratorium klinis, kadar asam urat normal untuk wanita
berkisar 2,4-5,7 mg/dl dan untuk pria berkisar 3,4-7 mg/dl. Jika kadar asam urat
serum melebihi standar di atas maka disebut hiperurisemia.
Enzim penting yang berperan dalam sintesis asam urat ini adalah xantin
oksidase yang sangat aktif bekerja dalam hati, usus halus, dan ginjal. Tanpa
bantuan enzim ini, asam urat tidak dapat dibentuk. Mekanisme turn over dari
asam urat dapat dilihat pada turn over asam urat.
(Turn Over Asam Urat)
Peningkatan kadar asam urat dalam serum dapat disebabkan oleh
meingkatnya produksi asam urat atau menurunnya pengeluaran asam urat.
Apabila produksi asam urat meningkat, akan terjadi peningkatan pool asam urat,
hiperurisemia, dan pengeluaran asam urat melalui urin meningkat. Peningkatan
produksi asam urat dapat disebabkan oleh tingginya konsumsi bahan pangan yang
mengandung purin atau meningkatnya sintesa purin dalam tubuh. Penurunan
pengeluaran asam urat dapat menyebabkan peningkatan pool asam urat dan
hiperurisemia. Terjadinya penurunan pengeluaran asam urat biasanya disebabkan
adanya gangguan ginjal atau pengaruh pemberian obat atau pengaruh beberapa
jenis zat gizi yang dapat menghambat pengeluaran asam urat.
Bahan pangan yang tinggi kandungan purinnya dapat meningkatkan kadar
asam urat dalam urin antara 0,5-0,75 g/ml purin yang dikonsumsi. Konsumsi
lemak atau minyak tinggi (seperti makanan yang digoreng, santan, margarin, atau
mentega) dan buah-buahan yang mengandung lemak tinggi (seperti durian dan
alpukat) dapat mengganggu pengeluaran asam urat. Konsumsi alkohol dapat
meningkatkan kadar asam urat serum karena menurunkan pengeluaran asam urat
dari ginjal. Keadaan kelaparan menyebabkan meningkatnya keton bodies.
Mengonsumsi karbohidrat sederhana seperti gula, permen, harum manis, dan
gulali juga dapat meningkatkan kadar asam urat serum.
Produksi asam urat di dalam tubuh selain sebagai jalur pembuangan hasil
pemecahan purin, pada kadar tertentu dibutuhkan juga oleh tubuh sebagai
antioksidan.

3. Mekanisme nyeri dan inflamasi
Pada proses inflamasi, misalnya pada arthritis, proses nyeri terjadi karena
stimulus nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama
proses inflamasi terjadi. Inflamasi terjadi akibat rangkaian reaksi imunologik
yang dimulai oleh adanya antigen yang kemudian diproses oleh antigen presenting
cells (APC) yang kemudian akan diekskresikan ke permukaan sel dengan
determinan HLA yang sesuai. Antigen yang di ekspresikan tersebut akan diikat
oleh sel T melalui reseptor sel T pada permukaan sel T membentuk kompleks
trimokuler. Kompleks trimokuler tersebut akan mencetuskan rangkaian reaksi
imunologik dengan pelepasan berbagai sitokin (IL-1, IL-2) sehingga terjadi
aktifasi mitosis dan poliferasi sel T tersebut. Sel T yang teraktifasi juga akan
menghasilkan berbagai limfokin dan mediator inflamasi yang bekerja merangsang
makrofag untuk meningkatkan aktifitas fagositosisnya dan merangsang poliferasi
sel B untuk memproduksi antibody. Antibody yang dihasilkan akan membentuk
kompleks imun yang akan menendap pada organ target dan mengaktifkan sel
radang untuk melakukan fagositosis yang diikuti oleh pembebasan metabolit asam
arakidonat, radikal oksigen bebas, enzim prates yang pada akhirnya akan
menyebabkan kerusakan pada organ target tersebut. Prostaglandin berperan dalam
meninbulkan nyeri pada proses inflamasi dapat memprovokasi nyeri secara
langsung, tetapi harus ada kerjasama sinergistik dengan mediator inflamasi yang
lain seperti histamine dan bradikinin. Pada proses inflamasi, terjadi interaksi 4
sistem yaitu system pembekuan darah, system kinin, system fibrinolisis dan
system complement, yang akan membebaskan berbagai protein inflamatif baik
amin vasoaktif amupun zat kemotaktik yang akan menarik lebih banyak sel
radang ke daerah inflamasi.

Klasifikasi Nyeri
1. Nyeri nosiseptik
Adalah nyeri yang timbul akibat perangsangan pada nosiseptor ( serabut a-
delta dan
serabut c) oleh rangsang mekanik,termal atau kemikal. Nyeri ini di bagi
lagimenjadi
2 yaitu:

Nyeri somatic
Adalah nyeri yang timbul pada organ non visceral, misal nyeri pasca
bedah, nyeri
metastatik, nyeri tulang, nyeri artritik.

Adalah nyeri yang berasal dari organ visceral, biasanyaakibat distensi
organ yang
berongga,misalnya usus, kandung empedu, pancreas, jantung.

2. Nyeri non- nosiseptif
Dibagi menjadi 2 yaitu

Timbul akibat iritasi atau trauma pada saraf. Nyeri sering kali persisten,
walaupun
penyebabnya sudah tidak ada, biasanya pasien merasakan seperti rasa
tebakar,
tersengan listrik atau alodini dan disestesia.

Yaitu nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatik dan nyeri
neuropati dan
memenuhi kriteria untuk depresi atau kelainan psikosomatik.
4. Mengapa terjadi pada sendi lutut dan kaki?









5. Differensial diagnosis dan epidemiologinya
a. Osteoarthritis
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana
keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan
kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta
sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otototot
yang menghubungkan sendi. (Felson, 2008)

I. Epidemiologi Osteoartritis
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling
umum di dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa
memiliki tanda-tanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA
yang paling umum dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari
Joern et al (2010) menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64
tahun sebanyak 22% . Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai
23% menderita OA. pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati
menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi
merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri
sebanyak 24,7%.

II. Patogenesis Osteoartritis
Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer
dan OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki
penyebab yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh penyakit
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda
dengan OA primer, merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan
sistem endokrin, metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), dan
immobilisasi yang terlalu lama. Kasus OA primer lebih sering dijumpai pada
praktik sehari-hari dibandingkan dengan OA sekunder ( Soeroso, 2006 ).
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui ( Soeroso, 2006 ). Kerusakan tersebut
diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa
mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera ( Felson, 2008 ).
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu :
Kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya .
Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak
(Range of motion) sendi (Felson, 2008).
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada
permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat
gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan
sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan
apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi (Felson, 2008).
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu
mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik
yang dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan
tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak (Felson, 2008).
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi.
Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan
akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya.
Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan
cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang
diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan
dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap
goncangan yang diterima (Felson, 2008).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh
cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi
ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai
penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum
timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui
lebih lanjut tentang kartilago (Felson, 2008).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe
dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul
molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul
proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan
pada kartilago (Felson, 2008).
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruh
elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim
pemecah matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)},
dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan
merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul
matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh
sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson, 2008).
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah
kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang
dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari
MPM menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago (Felson,
2008).
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi
pergantian matriks, namun stimulaso IL-1 yang berlebih malah memicu proses
degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin
(PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis
dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses pembentukan
tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan
meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada
proses awal timbulnya OA (Felson, 2008).
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks
yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi.
Namun, pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme
yang sangat aktif (Felson, 2008).
Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan
aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi.
Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan
mudah mengendur (Felson, 2008).
Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi
akan meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi (Felson, 2008).

III. Diagnosis Osteoartirits
Diagnosis OA didasarkan pada gambaran klinis yang dijumpai dan hasil
radiografis ( Soeroso, 2006 ).

IV. Tanda dan Gejala Klinis
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini (secara
radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai
sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat
konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris (salah satu arah gerakan
saja) ( Soeroso, 2006 )..
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri
yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago (Felson, 2008). Pada penelitian
dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga
berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang
( Felson, 2008).
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke
kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan
nyeri (Felson, 2008).
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat
sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan
sindrom iliotibial band (Felson, 2008).

b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri ( Soeroso, 2006 ).



c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang
cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari( Soeroso, 2006 ).

d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu ( Soeroso, 2006 )..

e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar ( Soeroso, 2006 ).

f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga
bentuk permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).

g. Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena
adanya synovitis. Biasanya tanda tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut
( Soeroso, 2006 ).

h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut
usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat
badan terutama pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).

V. Pemeriksaan Diagnostik
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang
terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik ( Soeroso,
2006 ). Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada bagian
yang menanggung beban seperti lutut ).
b. Peningkatan densitas tulang subkondral ( sklerosis ).
c. Kista pada tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi.
Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat diberikan
suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis dikenal sebagai kriteria
Kellgren dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga
tingkat berat. Perlu diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi
masih terlihat normal ( Felson, 2006 ).

VI. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas batas normal. Pemeriksaan imunologi
masih dalam batas batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat
dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai
protein ( Soeroso, 2006 ).

VII. Penatalaksanaan Osteoartritis
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya
OA yang diderita ( Soeroso, 2006 ). Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
Terapi non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar
penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap
terpakai ( Soeroso, 2006 ).

b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih
pasien untuk melindungi sendi yang sakit. ( Soeroso, 2006 ).

c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh
karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan
untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih ( Soeroso,
2006 ).

Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang
timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-
manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi ( Felson, 2006 ).
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2
(COX-2), dan Asetaminofen. Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul
pada OA lutut, penggunaan obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih
efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas
obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi
obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain
untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara
mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2 ( Felson,
2006 ).


b. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat obatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya ( Felson,
2006 ).

Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari hari.

o Berat badan dan Osteoartritis
Berat badan sering dihubungkan dengan berbagai macam penyakit,
termasuk OA. Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan
meningkatnya risiko seseorang menderita OA pada kemudian hari, baik
wanita maupun pria (Soeroso, 2006). Menurut penelitian dari Grotle
(2008), selain umur, berat badan yang berlebih terutama obesitas turut
berperan dalam patogenesis dan patofisiologi dari OA, lutut terutama
dalam perkembangan penyakit ke derajat yang lebih tinggi. Peran faktor
metabolik dan hormonal pada kaitannya antara OA dan obesitas juga
disokong dengan adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung
koroner, diabetes mellitus dan hipertensi ( Soeroso, 2006 ).

b. Artritis Reumatoid
I. Epidemiologi
Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian
masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8% . Di China, Indonesia, dan Philipina
prevalensinya kurang dari 0,4% baik di daerah urban maupun rural. Prevalensi AR
lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan
rasio 3:1dan dapat terjadi pada semua kelompok umur dengan angka kejadia
tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan ke lima.

II. Etiologi
Etiologi dari AR tidak diketahui secara pasti. Faktor genetik berperan
penting terhadap kejadian AR, dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit
sebesar 60 % . faktor genetik juga berperan penting dalam terapi AR karena
aktivitas enzim sepertu methylenetetra hydrofolate reducetase dan thiopurine
methyltransferase untul metabolisme methotrexata dan azathioprine ditentukan
oleh faktor genetik . Pada kemar monosigot mempunyai angka kesesuaian untuk
berkembangnya AR lebih dari 30 % dan pada orang kulit putih dengan AR yang
mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka kesesuaian
sebesar 80 %.
Pada observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan gejala AR selama
kehamilan diduga karena : 1.Adanya antibodi dalam sirkulasi maternal tang
menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan fungsi epitop HLA-DR yang
menyebabkan perbaikan penyakit . 2.Adanya perbahan profil hormon . Pada AR
RESPON Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek
yang berlawanan terhadap perkembangan AR .
III. Patogenesis
Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblas
sinovial setelah adanya faktor pencetus berupa autoimun atau infeksi . Limfosit
menginiltrasi daerah perivaskuler dan terjadi proliverasi sel-sel endotel yang
selanjutnya terjadi neovaskularisasi , Pembulah darah pada sendi yang terlibat ,
mengalami oklusi oleh bekuan-beuan kecil oleh bekean-bekuan kecil atau sel-sel
inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang iregular pada jaringa sinovial yang
mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi
dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin , interleukin,
proteinase dan faktor pertumbuhan dilepaskan , sehingga mengakibatkan destruksi
sendi dan komplikasi sistemik .

IV. Manifestasi Klinis
Gejala muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi).
Artritis sering kali diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung
selama satu jam atau lebih . beberapa penderita juga mengalami gejala
konstitusional berupa kelemahan, kelelahan, anoreksia dan demam ringan.
Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada
banyak sendi . Pada umumnya sendi yang terkena adalah persendian tangan, kaki,
dan vertebra servikal tetapi persendian besar seperti bahu dan lutut juga bisa
terkena. Sinovitis akan menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi
deformitas dan kehilangan fungsi . Sendi yang terlibat pada AR antara lain ;
MCP, pergelangan tangan, PIP, lutut, MTP, pergelangan kaki, bahu tarsus,
panggul, siku, acromioclavicular, vertebra servikal, temporomandibular,
sternoclaviculare.

V. Pemeriksaan Penunjang
The American College of Rheumatolgy Subcommittee on Rheumatoid
Arthritis (ACRSRA) merekomendasikan pemeriksaan laboratorium dasar untuk
evaluasi antara lain : darah perifer lengkap, faktor reumatoid (RF), CRP.
Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal juga direkomendasikan karena akan membantu
untuk pemilihan terapi. Bila hasil pemeriksaan RF dan anti-CCP negatif bisa
dilanjutkan dengan pemeriksaan anti-RA33 untuk membedakan penderitaa AR
yang mempunyai resiko tinggi mengalami prognosis buruk.
Pemeriksaan pencitraan (imaging) yang bisa digunakan antara lain foto
plos dan MRI . Foto polos bermanfaat dalam membantu menentukan prognosis,
menilai kerusakan sendi, secara longitudinal, dan bila diperlukan terapi
pembedahan. Pemeriksaan MRI dapat mendeteksi adanya erosi lebih awal bila
dibandingkan dengan pemeriksaan radiografi konvensional dan mampu
menampilkan struktur seindi secara rinci, tetapi membutuhkan biaya yang lebih
tinggi.

VI. Penatalaksanaan
Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi
puasa , suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan menunjukkan
hasil yang baik. Pembedahan harus dipertimbangkan bila: 1. Terdapat nyeri berat
yang berhubungan denga kerusakan sendi yang ekstensif , 2. Keterbatasan gerak
yang yamg bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat, 3. Ada ruptur tendon.
Farmakoterapi untuk penderita AR pada umumnya meliputi obat anti-
inflamasi non steroid (OAINS) untukmengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis
rendah atau intraartikular dan DMARD . OAINS digunakan sebagai terapi awal
untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan . penderita AR mempunyai risiko dua
kali lebih sering mengalami komplikasi serius akibat penggunaan OAINS
dibandingkan dengan penderita osteoatritis. Glukokortikoid merupakan steroid
dengan dosis ekuivalen dengan dengan predindon kurang dari 10 mg per hari
ukup efektif untuk meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi.
Dosis steroid harus diberikan dalam dosis minimal karena resiko tinggi
mengalami efek samping. ACR merekomendasikan bahwa penderita yang
mendapat terapi glukokortikoid harus disertai dengan pemberian kalsium 1500 mg
dan vitamin D 400-800 IU per hari. DMARD yang paling umum digunakan
adalah MTX, hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomide,
infliximab, dan etanercept. Sulfasalazin, atau hidroksiklorokuin atau klorokuin
fosfat sering digunakan sebagai terapi awal, tetapi pada kasus yang lebih berat
MTX atau kombnasi terapi mungkin digunakan sebagai terapi lini pertama.
Kombinasi DMARD lebih efektif dibandingkan dengan terapi tunggal.
Leflunomide bekerja sebagai kompetitif inhibitor terhadap enzim intraseluler yang
diperlukan untuk sintesis pirimidin dalam limfosit yang teraktivasi.

VII. Prognosis
Prognosis buruk pada stadium dini AR antara lain : skor fungsional yang
rendah, status sosial ekonomi yag rendah, tingkat pendidikan rendah, ada riwayat
keluarga dekat menderita AR, melibatkan banyak sendi m nilai CRP atau LED
tinggi saat permulaan penyakit, RF atau anti-CCP positif, ada perubahan
radiologis pada awal penyakit . Penderita dengan penyakit lebih ringan
memberikan respon yang baik dengan terapi.

c. Gout Arthritis
I. EPIDEMIOLOGI
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Hippocrates bahwa Gout jarang pada pria sebelum masa remaja
(adolescens) sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause.

II. PATOLOGI GOUT
Histopatoligi dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir
Kristal monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi dikelilingi Kristal terutama
terdiri dari sel mononuclear dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks tulang
terjadi disekitar tofus. Kapsul fibrosa biasanya prominen di sekeliling tofi. Kristal
dalam tofi berbentuk jarum (needle shape) dan sering membentuk kelompok kecil
secara radier.
Komponen lain yang penting dalam tofi adalah lipid glikosaminoglikan
dan plasma protein. Pada artiris gout akut cairfan sendi juga mengandung Kristal
monosodium urat monohidrat pada 95% kasus. Pada cairan aspirasi dari sendi
yang diambil segera saat inflamasi akut akan ditemukan banyak Kristal didalam
lekosit. Hal ini disebabkan terjadi proses fagositosis.

III. PATOGENESIS ARTRITIS GOUT
Onset serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat
serum, meninggi ataupun menurun. Pada kadar urat serum yang stabil, jarang
mendapatkan serangan. Pengobatan dini dengan Alopurinol yang menurunkan
kadar asam urat serum dapat mempresipitasi serangan gout akut. Pemakaian
alkohol berat oleh pasien gout dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi urat
serum.
Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan Kristal monosodium
urat dari depositnya dalam tofi (crystal shadding). Pada beberapa pasien gout atau
yang dengan hiperurisemia asimptomatik Kristal urat ditemukan pada sendi
metatarsofalangeal dan lutut yang sebelumnya tidak pernah mendapat serangan
akut. Dengan demikian gout, seperti juga pseudogout, dapat timbul pada keadaan
asimptomatik. Pada penelitian penulis didapat 21% pasien gout dengan asam urat
normal. Terdapat peranan temperature, PH dan kelarutan urat untuk timbul
serangan gout akut, menurunya kelarutan sodium urat pada temperature lebih
rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa
Kristal MSU diendapkan pada kedua tempat tersebut.
Penelitian Simkin didapatkan kecepatan difusi molekul urat dari ruang
sinovia kedalam plasma hanya setengah kecepatan air. Dengan demikian
konsentrasi urat dalam cairan sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat
sdalam plasma pada siang hari selanjutnya bila cairan sendi diresorbsi waktu
berbaring, akan terjadi peningkatan kadar urat local. Fenomena ini dapat
menerangkan terjadinya onset gout akut pada malam hari pada sendi yang
bersangkutan.
Peradangan pada arthritis gout akut adalah akibat penumpukan agen
peneyebab yaitu Kristal monosodium urat pada sendi. Mekanisme peradangan ini
belum diketahui secara pasti. Hal ini diduga oleh peranan mediator kimia dan
selular. Penegeluaran berbagai mediator peradangan akibat aktivasi melalui
berbagai jalur antara lain aktifasi komplemen(C) dan selular.
Aktifasi Komplemen
Kristal urat dapat mengaktifkan system komplemen melalui jalur klasik
dan jalur alternative. Melalui jalur klasik, terjadi aktifasi komplemen C1 tanpa
peranan immunoglobulin. Pada kadar MSU meninggi, aktivasi system komplemen
melalui jalur alternative terjadi apabila jalur klasik terhambat. Aktifasi C1q
melalui jalur klasik menyebabkan aktivasi kolikrein dan berlanjut dengan
Hageman faktor (faktor XII) yang penting dalam reaksi kaskade koagulasi.
Ikatan partikel dengan C3 aktif (C3a) merupakan proses opsonisasi. Proses
opsonisasi partikel mempunyai peranan penting agar partikel tersebut mudah
dikenal, yang kemudian difagositosis dan dihancurkan oleh netrofil, monosit atau
makrofag. Aktivasi komplemen C5 (C5a) menyebabkan peningkatan aktivasi
proses kemotaksis sel neutrofil, vasodilatasi serta penegeluaran sitokin IL-1 dan
TNF. Aktifasi C3a dan C5a menyebabkan pembentukan membrane attack
complex (MAC). MAC merupakan komonen akhir proses aktivasi komplemen
yang berperan dalam ion channel yang bersifat sitotoksik pada sel pathogen
maupun sel host. Hal ini membuktikan bahwa melalui jalur aktivasi komplemen
cascade,Kristal urat menyebabkan proses peradangan melalui mediator IL-1 dan
TNF serta sel radang neutrofil dan makrofag.
Aspek selular artritis gout
Berbagai sel dapat berperan dalam proses peradangan, antara lain sel
makrofag, neutrofil sel synovial dan sel radang lainnya. Makrofag pada sinovium
merupakan sel utama dalam proses peradangan yang dapat menghasilkan mediator
kimiawi antara lain IL-1, TNF, IL6 dan GM-CSF (Granulosyte-Macrophage-
Colony-Stimulating Factor). Mediator ini menyebabkan kerusakan jaringan dan
mengaktifkan berbagai sel radang. Kristal urat mengaktivasi sel radang dengan
berbagai cara sehingga menimbulkan respon fungsional sel dan gen expression.
Respon fungsional sel radang tersebut antara lain berupa degranulasi, aktivasi
NADPH oksidase gene expression sel radang melalui jalur signal transduction
pathway dan berakhir dengan aktivasi transcription factor yang gen berekspresi
mengeluarkan berbagai sitokin dan mediator kimiawi lain. Signal transduction
pathway melalui 2 cara yaitu, dengan mengadakan ikatan dengan reseptor (cross-
link) atau dengan langsung menyebabkan gangguan non spesifik pada membrane
sel.
Ikatan dengan reseptor (cross-link) pada sel membrane akan bertambah
kuat apabila Kristal urat berikatan sebelumnya dengan opsonisasi. Kristal urat
mengadakan ikatan cross-link dengan berbagai reseptor, seperti reseptor
adhesionmolecule (integrin), non tyrosin kinase, reseptor FC, komplemen dan
sitokin. Aktivasi reseptor melalui tirosin kinase dan secong messenger akan
aktifkan transcription factor. Transkripsi sel radang ini akan mengeluarkan
berbagai mediator kimiawi antara lain IL-1. Telah dibuktikan neutrofil yang
diinduksikan oleh Kristal urat menyebabkan peningkatan mikrokristal fosfolipase
D yang penting dalam jalur transduksi signal. Ppengeluaran mediator akan
menimbulkan reaksi radang local mauppun sistemik dan menimbulkan kerusakan
jaringan.



IV. MANIFESTASI KLINIK
Stadium Artritis Gout Akut
Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat cepat
dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi
terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat mono artikuler
dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala
sistemik beruapa demam, menggigigil dan merasa lelah. Lokasi yang paling
sering pada MTP-1yang biasa disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut
dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut dan siku.
Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma local, diet tinggi
purin, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaina obat diuretik atau
penurunan dan peningkatan asam urat darah secara mendadak dengan alopurinol
atau obat urikasosurik dapat menimbulkan kekambuhan.
Stadium Interkritikal
Merupakan lanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik
asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda radang akut. Namun
pada aspirasi sendi ditemukan Kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses
peradangan tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan. Keadaan ini dapat terjadi
satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut.
Apabila tanpa penanganan yang baik dan pengaturan asam urat yang tidak benar
maka dapat timbul serangan akut lebih sering yang dapat mengenai beberapa
sendi dan biasanya lebih berat. Manajemen yang tidak baik, maka keadaan
interkritik akan berlanjut menjadi stadium menahun dengan pembentukan tofi.
Stadium Artritis Gout Menahun
Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobatai sendiri (self
medication) sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur pada dokter.
Arthritis menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan terdapat poliartikular.
Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang-kadang dapat timbul
infeksi sekunder. Pada tofus yang besar dapat dilakukan ekstirpasi, namun
hasilnya kurang memuaskan. Lokasi tofi yang paling sering pada cuping telinga,
MTP-1, olekranon, tendon Achilles dan jari tangan. Pada stadium ini kadang-
kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.
DIAGNOSIS
Dengan menemukan Kristal urat dalam tofi merupakan diagnosis spesifik
pada gout. Akan tetapi tidak semua pasien mempunyai tofi. Sehingga tes
diagnostic ini kurang sensitive. Oleh karena itu kombinasi pertemuan-pertemuan
dibawah ini dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis:
Riwayat inflamasi klasik arthritis monoartikuler khusus pada snedi MTP-1
Diketahui oleh stadium intekritik dimana bebas symptom
Resolusi sinovitis yang cepat dengan pengobatan kolkisin
Hiperurisemia
Kadar asam urat normal tidak dapat menghindari diagnosis gout. Walaupun
hiperurisemia dan gout mempunyai hubungan kausal, keduanya mempunyai
fenomena yang berbeda. Kriteria untuk penyembuhan akibat pengobatan dengan
kolkisin adalah hilangnya gejala objektif inflamasi pada setiap sendi dalam 7 hari.
Bila hanya ditemukan arthritis pada pasien dengan hiperurisemia tidak bisa
didiagnosa gout. Pemeriksaan radiografi pada serangan pertama arthritis gout akut
adalah non spesifik. Kelainan utama radiografi pada kronik gout adalah inflamasi
asimetri, artritis erosive yang kadang-kadang disertai nodul jaringan lunak.
PENATALAKSANAAN ERTRITIS GOUT
Secara umum penangan arthritis gout adalah memberikan edukasi,
pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini
agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal.
Pengobatan artritis gout akut bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan
peradangan dengan obat-obatan, antara lain kolkisin, obat antiinflamasi non
steroid (OAINS), kortikosteroid, atau hormone ACTH. Obat penurun asam urat
seperti alopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut.
Namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat, sebaiknya
tetap diberikan. Pemberian kolkisin dosis standar untuk artris gout akut secara oral
3-4 kali, 0,5-0,6 mg perhari dengan dosis maksimal 6 mg. p[emberian OAINS
yang banyak dipakai pada arthritis gout akutadalah indometasin. Dosis obat ini
adalah 150-200 mg/hari selama 2-3 hari dan dianjurkan 75-100 mg/hari sampai
minggu berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan berkurang. Kortikosteroid
dan ACTH diberikan apabila kolkisin dan OAINS tidak efektif ataupun
merupakan kontra indikasi. Pemakain kortikosteroid pada gout dapat diberikan
oral maupun parenteral. Indikasi pemberian adalah pada arthritis gout akut yang
mengenai banyak sendi (poliartikular). Pada stadium interkritik dan menahun,
tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan kadar asam urat, sampai kadar
normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar asam urat dilakukan
dengan pemberian diet rendah purin dan pemakain obat allopurinol bersama obat
urikosurik yang lain.

Referensi : Sudoyo, Aru W dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Artritis Pirai (Artritis
Gout). Jilid 3 ed. V hal 2556-2560






6. Konseling
Diet Bagi Penderita Asam Urat
Asupan makanan yang mengandung purin dalam jumlah berlebihan
merupakan salah satu penyebab penyakit asam urat. Karena itu, untuk mencegah
munculnya serangan serta mengembalikan dan menjaga kadar asam urat penderita
diperlukan pengaturan pola makan optimal seta menurunkan kadar asam urat
dalam darah normal (<7,5 mg/dzl).
Diet rendah purin terdiri atas dua jenis, yaitu diet rendah purin I (1500
kkal) dan diet rendah purin II (1.700 kkal). Jenisnya disesuaikan dengan
kebutuhan energy masing-masing penderita berdasarkan berat dan tinggi badan,
usia, serta aktivitas.
Terdapat tiga kelompok bahan makanan berdasarkan kadar purin dan
anjuran mengonsumsi.
o Kelompok I
Bahan makanan yang harusd ihindari 100-1000 mg purin per 100 gram
bahan makanan. Misalnya otak, hati, jantung, ginjal, jeruan, kaldu, bebek, sarden,
kornet, makarel, kerang, remis, alcohol, bir, durian dan tape.
o Kelompok II
Bahan makanan yang dibatasi untuk dikonsumsi karena mengandung 10-
99 mg purin per 100 gram bahan makanan misalnya daging sapi, ayam, iakan (
kecuali yang terdapat dalam kelompok I) dan udang maksimum 50-705 gram 1- 1

potong per hari.
Selain itu, bahan makanan lain yang harus dibatasi adalah bayam,
asparagus, kembang kol, brokoli, daun singkong, kangkung, serta daun dan biji
melinjo. Maksimum 100 gram atau satu mangkuk per hari. Perhatikan juga
konsumsi kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tahu dan tempe.
Maksimum 1- 1
1/
2
potong per hari.
o Kelompok III
Bahan makanan yang bebas dikonsumsi. Misalnya nasi, ubi, singkong,
jagung, roti, mi, bihun, tepung beras, cake, kue kering, pudding, susu, keju, telur,
minyak dan gula. Buah dan sayur seperti sawi, wortel, kemangi, mentimun,
oyong, labusiam, dan kacang panjang bebas dikonsumsi.

Contoh Bahan Makanan Per Hari Untuk Diet Rendah Purin.

Anda mungkin juga menyukai