DISUSUN OLEH:
Fauziyah Abidah, S.Ked
111 2017 2035
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Muslimin Ali, Sp. An
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Anestesi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Muslim Indonesia.
Supervisor Pembimbing
PENDAHULUAN
tahun 1910. Mulai tahun 1970an, seiring dengan berkembangnya teknologi dan
oleh Semm pada tahun 1983 dan laparoskopi kolesitektomi pertama kali dilakukan
oleh Muhe pada tahun 1985. Sejak saat itu, konsep pembedahan invasif minimal
tim dari RS Cedar Sinai California AS mengadakan live demo di RS Husada Jakarta.
beberapa rumah sakit besar di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia.
umum dalam praktek klinik. Pada mulanya laparoskopi banyak dilaksanakan oleh
bagian obstetri dan ginekologi dimana banyak dilakukan laparoskopi sterilisasi dan
tindakan diagnostik singkat. Umumnya tindakan ini dikukan pada pasien muda dan
sehat.
Teknik laparoskopi intra abdominal sekarang telah berkembang, bahkan
dilakukan pada pasien-pasien usia tua dan mungkin memiliki penyakit kardiovaskuler
dan paru. Tindakan laparoskopi ini mungkin memerlukan perubahan posisi pasien
dan membutuhkan insuflasi karbondioksida intra abdominal dalam waktu yang cukup
lama.
ekstraperitoneal, emboli gas vena, cedera sutuktur intra abdominal yang tidak
sangat penting bagi ahli anestesi untuk dapat memberikan anestesi yang optimal pada
memungkinkan deteksi dini dan pencegahan komplikasi. Demikian pula upaya untuk
pulih sadar yang cepat dan masa rawat inap yang pendek dengan efek residual
minimal membutuhkan keahlian tersendiri bagi para ahli anestesi untuk dapat
Pada referat ini akan dibahas pemilihan teknik anestesi, meliputi anestesi
umum dan regional, dimana mulai berkembang penggunaan teknik anestesi regional
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Laparoskopi
memasukkan gas CO2 ke dalam rongga peritoneum untuk membuat ruang antara
dinding depan perut dan organ viscera, sehingga memberikan akses endoskopi ke
invasive diperkirakan menjadi trend bedah masa depan. Di Indonesia, teknik bedah
laparoskopi mulai dikenal di awal 1990-an ketika tim dari RS Cedar Sinai California
pertama.
Secara umum tidakan laparoskopi dapat dibagi menjadi intra abdominal dan
a. Intra abdominal
Cholescystectomy
Appendectcomy
Colectomy
Adrenalectomy
Nephrectomy
Prostatectomy
Pancreatectomy
Splenectomy
Liver resection
b. Ginekologi
Kehamilan ektopik
Ovarian cystectomy
Salphingo-oophorectomy
Hysterectomy
Myomectomy
Lymphadenectomy
Benefit intraoperatif :
leukositosis
Berkurangnya pergeseran cairan
Berkurangnya lama rawat inap dan pemulihan aktivitas sehari-hari yang lebih
cepat
melalui jarum Veress, yang secara buta diinsersi persis di bawah umbilikus ke dalam
rongga peritoneum. Setelah memasuki peritoneum, dilakukan insuflasi gas. Pada awal
insuflasi tekanan intraperitoneum tidak boleh melebihi 8-9 mmHg. Insuflasi ditandai
dengan perkusi udara pada abdomen. Tekanan intra abdominal dipertahankan hingga
12-15 mmHg. Kemudian kanul dan trokar diinsersi untuk perlatan pembedahan dan
CO2 adalah gas pilihan untuk insuflasi karena tidak mudah terbakar, tidak
paru-paru, mudah larut dalam darah dan risiko embolisasi CO2 kecil. Level CO2
ditolelir.
Kerugian utamanya adalah fakta bahwa CO2 lembam. Hal ini menyebabkan
iritasi peritoneal langsung dan rasa sakit selama laparoskopi karena CO2 membentuk
asam karbonat saat kontak dengan permukaan peritoneum. CO2 tidak terlalu larut
pada darah bila terjadi kekurangan sel darah merah, oleh karena itu CO2 bisa tersisa di
pada bahu. Hiperkarbia dan respiratory acidosis terjadi saat kapasitas CO2 dalam
darah melampaui batas. Selain itu, CO2 dapat menimbulkan efek lokal maupun
karena insisi yang kecil dan nyeri pasca operasi yang lebih ringan. Fungsi paru pasca
operasi tidak terganggu dan sedikit kemungkinan terjadi atelektasis setelah prosedur
laparoskopi. Setelah operasi fungsi pencernaan pasien pulih lebih cepat, masa rawat
inap rumah sakit pendek, serta lebih cepat kembali beraktivitas. Keuntungan ini
maupun tidak langsung karena kebutuhan insuflasi CO2 untuk membuat ruang
operasi. CO2 masuk kedalam pembuluh darah secara cepat. Gas yang tidak larut
Emboli CO2 yang masif bisa dideteksi dengan murmur precordial, transesofugeal
echocardiografi, dan end tidal CO2 monitoring (CO2 meningkat secara sementara
hiperventilasi dengan 100% O2 dan resusitasi cairan, merubah posisi pasien right side
CO2 akhir (end tidal CO2) meningkat mencapai level tinggi dan terdapat krepitus
yang biasanya dapat sembuh tanpa intervensi. Hal serius lain adalah pneumothorak,
jika gas masuk ke dalam rongga thorax melalui luka atau insisi yang dibuat sewaktu
pembedahan atau dari jaringan cervikal subkutan. Intervensi tidak selalu harus,
laparoskopi ini adalah insuflasi CO2. Insuflasi CO2 ke dalam rongga peritoneum
menjadi turun sementara tekanan darah meningkat. Posisi pasien bisa merubah respon
ini. Pada saat posisi tredelenburg penurunan preload dan peningkatan afterload tidak
CO2 memegang peranan utama. Setelah insiflasi CO2 terjadi hiperkapnia selama
beberapa menit dimana kenaikan CO2 biasanya mencapai 30%, namun keadaan ini
akan menjadi stabil kembali selama satu jam sewaktu operasi. Hiperkapnia ini dapat
menimbulkan stimulasi simpatis dan berpotensi untuk terjadi disritmia dan respiratori
asidosis. Hal ini dapat dikoreksi dengan meningkatkan ventilasi. Pengaruh tambahan
dari pneumoperitoneum adalah efek mekanik dari peningkatan tekanan intra abdomen
jarum Veress yang diinsersi melalui insisi subumbilikal. Karena insersi dilakukan
yang tidak terkontrol akibat cederanya pembuluh darah besar oleh instrumen
tersembunyi dapat diketahui pada masa pasca operasi dengan adanya penurunan
hematokrit. Cedera pada kandung kencing dapat dihindari dengan pengosongan buli
selama laparoskopi, dan mungkin disebabkan oleh reaksi vasovagal yang hebat,
gas pada vena, asidosis respiratorik berat, tamponade kardiak, IAP yang tinggi dan
agen anestesi. Perlu dilakukan evaluasi rutin (kedalaman anestesi dan volume
intravaskuler), IAP tidak boleh lebih dari 15 mmHg. Bila berlebihan perlu dilakukan
deflasi abdomen. Pasien dengan penurunan cardiak output yang signifikan dan SVR
dan hiperkarbi yang berat. Diagnosis banding dari disfungsi pulmoner meliputi
absorbsi CO2, hipoventilasi (obstruksi jalan napas, kebocoran pada ventilator atau
sirkuit), bertambahnya dead space (berkaitan dengan distensi abdomen, posisi pasien,
Peralatan monitoring harus tersedia untuk dapat mengenali komplikasi sejak dini.
Perlu dipertimbangan pula adanya kemungkinan pembedahan berubah menjadi
laparotomi. Demikian pula diupayakan pemulihan yang cepat, efek samping minimal
Anestesi umum dengan intubasi endotrakeal dan pelumpuh otot masih menjadi
mendukung bahwa teknik tersebut merupakan teknik yang paling aman untuk
laparoskopi adalah
2. Pasien cemas
3. Posisi trendelenburg yang dapat mengganggu respirasi dan sesak pada pasien
sadar yang bernapas spontan dengan penekanan isi abdomen. Demikian pula
4. Pada pasien sadar sulit untuk memasang pipa nasogastrik, yang dibutuhkan
menyatakan bahwa terjadi pelebaran lumen intestinal lebih dari 200% setelah
pemberian napas dengan N2O. Lomie dan Harper melaporkan bahwa kejadian PONV
berkurang dari 49% hingga 17% pada tindakan laparoskopi tanpa penggunaan N2O.
mapping, laparoskopi untuk infertilitas dan ligasi tuba dapat dilakukan dengan
anestesi lokal atau regional. Prosedur ini mulai sering digunakan. Regional anestesi
laparoskopi adalah bila anestesi umum tidak direkomendasikan, yaitu dalam hal :
1. Pasien menolak
5. Pada kasus tertentu dimana ahli bedah ingin berkomunikasi dengan pasien
Pada kasus-kasus tersebut diatas perlu adanya komunikasi yang baik antara operator
dan ahli anestesi akan kepentingan anestesi, prosedur operasi dan kemungkinan
dilakukannya anestesi umum bila anestesi regional yang dilakukan tidak maksimal.
dengan Lidokain 0,5 % dengan sedasi dalam pada tindakan laparoskopi ligasi tuba.
Teknik ini mungkin dilakukan, namun memerlukan kecepatan dan ketrampilan teknik
kejadian PONV yang rendah, diagnosis dini terhadap komplikasi dan perubahan
hemodinamik minimal. Namun perlu diingat bahwa teknik ini akan menimbulkan
kecemasan, nyeri dan rasa tidak nyaman pada manipulasi organ pelvis dan abdomen.
desaturasi oksigen arterial. Insuflasi gas IAP harus diatur serendah mungkin agar
dapat mengurangi rasa nyeri dan gangguan ventilasi bila memungkinkan tekanan
lokal, namun tidak banyak ahli laparoskopi yeng memilih teknik anestesi ini.
manipulasi organ, posisi kemiringan yang ekstrim dan pneumoperitoneum yang besar
namun untuk laparoskopi kolesistektomi yang memerlukan waktu lebih lama dan
diseksi jaringan yang lebih besar hal ini dinyatakan kurang baik
dengan posisi kepala lebih rendah dapat digunakan untuk laparoskopi ginekologi
tanpa gangguan bermakna pada ventilasi. Secara umum, anestesi epidural dan spinal
lebih baik. Respon metabolik yang ditimbulkan akan lebih rendah pada anestesi
regional. Prosedur laparoskopi dengan teknik anestesi rogional sebaiknya tidak
digunakan pada tindakan yang membutuhkan waktu lama dan keberhasilan teknik
hal ini sangat dipengaruhi kondisi pasien yang kooperatif, ahli laparoskopi yang
abdomen tidak dapat diatasi secara penuh dengan teknik epidural murni. Laparoskopi
membutuhkan blok sensorik yang cukup luas (T4-L5) dan mungkin dapat
pneumoperitoneum.
Selain adanya resiko kegagalan dan potensi toksisitas akan obat anestesi lokal,
problem berikut :
memperoleh kualitas blok yang baik. Nyeri perut akibat iritasi peritoneum
setinggi T4.
2. Blok simpatis setinggi T4-L5, pnumoperitoneum (dapat menyebabkan
kompresi vena cava bila tekanan insuflasi gas mencapai 10 mmHg atau lebih)
dan posisi pasien dapat menyebabkan penurunan venous return dan cardiac
output.
Blokade sensorik T4-L5 akan diikuti paralisis otot intercostal dalam berbagai
monitoring dan kontak dengan pasien dengan prosedur laparoskopi itu sendiri
sehingga waktu operasi secara keseluruhan selesai dalam waktu yang relatif
beberapa hal :
a. Hipovolemi
b. Gangguan perdarahan
c. Infeksi pada daerah puncture
Secara umum sebelum memulai anestesi, dilakukan terlebih dulu anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Karena perubahan tekanan hemodinamik dan respirasi terjadi pada
mengidentifikasi pasien dengan penyakit paru berat dan gangguan fungsi jantung.
respirasi dan perubahan posisi. Dalam situasi tertentu, monitor pengukuran tekanan
arteri sebaiknya dilakukan. Indikasi tindakan monitor tekanan arteri secara invasif
antara lain: penyakit paru berat, end tidal CO2. arteri yang sangat tinggi, dan fungsi
ventrikel yang menurun. Sama halnya dengan monitor pengukuran tekanan vena
sentral, pemasangan kateter arteri paru atau transesofageal echocardiografi bisa
berguna untuk pasien dengan gangguan fungsi jantung atau hipertensi paru.
Akses untuk memasukkan obat secara intravena harus memadai pada prosedur
laparoskopi, seperti pada keadaan kehilangan darah. Akses untuk memasukkan obat
secara intravena yang adekuat adalah kunci dari resusitasi cairan yang tepat untuk
keadaan pendarahan yang tidak terkontrol atau emboli gas. Akses ke vena sentral
Untuk mencegah aspirasi paru dan menjaga jalan nafas, perlu pemasangan pipa
endotrakeal. Pemasangan sebuah pipa orogastrik atau nasogastrik setelah jalan nafas
gaster, dan memperbaiki visualisasi selama operasi. Pada saat tekanan intraabdomen
memberikan tekanan ventilasi yang positif untuk mencegah hipoksemia dan untuk
menyebabkan perubahan posisi pipa endotrakeal pada pasien dengan trakea yang
pendek, dimana ketika carina bergerak ke atas pipa endotrakeal bisa masuk ke salah
trakea dan disarankan untuk lebih sering mengecek posisi pipa endotrakeal pada
pasien.
Obat anestesi yang digunakan biasanya berupa volatile agent, opioid intravena,
dan obat pelumpuh otot. Ada studi yang mengatakan bahwa N2O sebaiknya dihindari
selama prosedur laparoskopi karena ini akan meningkatkan pelebaran usus dan resiko
mual pasca operasi. Penggunaan klinis N2O ini masih menjadi perdebatkan.
Dua tujuan utama selama pemeliharaan pasien selama bedah laparoskopi dengan
setelah insuflasi CO2.. Untuk menormalkan kembali CO2 ini, ventilasi ditingkatkan
tetap. Jika hiperkapnia memburuk, misalnya pada kasus sulit prosedur bedah diubah
laparoskopi. Jika tekanan darah meningkat maka pemberian kadar obat anestesi
inhalasi dapat ditingkatkan dan dapat ditambahkan dengan pemberian obat seperti
perubahan hemodinamik, namun pasien dengan fungsi jantung yang buruk bisa
dipengaruhi menjadi lebih buruk. Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan monitor
prosedur berlangsung.
Pada ruang pemulihan pasca anestesi, hiperkapnia bisa tetap terjadi selama 45
menit setelah prosedur selesai. Insiden mual muntah pasca operasi laparoskopi
dilaporkan cukup tinggi yaitu mencapai 42%. Mual muntah pasca operasi setelah
pneumoperitoneum, dan karakteristik pasien. Beberapa obat baik itu tunggal maupun
dan muntah pasca operasi dapat dilakukan dengan meminimalkan dosis opioid dan
laparoskopi direncanakan pada pasien rawat jalan, evaluasi pada saat pasien akan
menghilangkan nyeri yang bisa terjadi karena insisi, visceral, atau akibat gas residu
dengan NSAID intravena membantu agar pasien nyaman pada akhir dari prosedur.
Infiltrasi dari anestesi lokal, seperti bupivacaine pada port sites kulit dan peritoneum
secara intermiten atau medikasi nyeri peroral. Pada beberapa pasien bisa dilakukan
dengan pemasangan sebuah kateter epidural untuk manajemen nyeri pasca operasi.
pada pasien yang dikelola dengan anestesi lokal, regional maupun umum. Standar
tersebut meliputi :
1. Ahli anestesi yang selalu waspada. Hal ini adalah yang paling penting
false alarm yang disebabkan oleh elektro kauter dan gerakan, sangat penting untuk
secara kontinyu memantau warna kulit pasien. Mesin-mesin anestesi juga memiliki
fungsi analisa konsentrasi gas-oksigen terinspirasi dan alarm ventilator, hal ini
Capnography
Capnograph merupakan alat yang paling awal dapat mendeteksi emboli gas vena dari
kelima monitor standar di atas. Hal ini ditandai dengan respon bifasik dengan
Ahli anestesi harus waspada terhadap hubungan antara perubahan pada monitor
pada saat awal insuflasi gas ke ruang peritoneal bisa disebabkan emboli gas (tanda
lanjut) sedangkan penurunan saturasi pada saat lebih lanjut dapat disebabkan
atelektasis paru basal yang dapat disebabkan tekanan pneumoperitoneum yang terlalu
Penurunan lambat secara kontinyu saturasi oksigen dapat terjadi selama laparoskopi
dan dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi oksigen inspirasi. Perlu dilakukan
Produksi Urine
medula renal yang mengakibatkan penurunan GFR, ekskresi natrium dan klirens
kreatinin. Akumulasi gas pada kantung kateter mungkin menunjukkan cedera pada
kandung kemih.
Secara umum pemantauan anestesi selama laparoskopi tidak berbeda dengan teknik
fisiologis yang terjadi pada tubuh untuk memberikan interpretasi yang tepat pada
hasil monitoring selama laparoskopi. Hasil monitoring juga akan menentukan dalam
KESIMPULAN
menjadi pilihan untuk beberapa prosedur bedah karena mempunyai keuntungan pasca
operasi meliputi trauma yang minimal, nyeri yang minimal, disfungsi paru yang
minimal, pulih sadar yang lebih cepat, dan waktu tinggal di rumah sakit yang lebih
singkat. Keselamatan pasien dan kebutuhan pembedahan akan teknik anestesi yang
pemilihan teknik anestesi umum atau regional. Monitoring selama laparoskopi dan
pengelolaan post operatif yang baik pasca laparoskopi akan memberikan manfaat
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang)
yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia
tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
http://imadeharyoga.wordpress.com/2008/06/26/anestesi-pada-laparoskopi-
cholesistektomi/
4. IK, Michaels. 2005. Laparoscopy in :Reed AP, Yudkowitz FS, editors. Clinical
5. JL, Joris. 2005. Anesthesia for laparoscopic surgery in Miller: Miller’s anesthesia,
http://www.gfmer.ch/Books/Endoscopy_book/Ch04_Anaesthesia.html
Whelan LR, Fleshman JW, Fowler DL editors : The sages manual : perioperative
http://www.laparoscopyhospital.com/Laparoscopic_anesthesia_special_consedera
tion.htm
12. WB, Murray. 2005, Monitoring devices and anesthesia for laparoscopic surgery.
cholecystectomy in a patient with severe lung disease : case report, British Journal