Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Sinonim biasa untuk
urtikaria adalah hives","nettle rash, biduran dan kaligata. Urtikaria adalah reaksi
vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema
setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan
kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk.Secara umum,
urtikaria dibagi menjadi bentuk akut dan kronis, berdasarkan durasi penyakit dan
bukan dari bercak tunggal. Disebut akut apabila serangan berlangsung kurang dari
6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari, bila
melebihi waktu tersebut digolongkan sebagai urtikaria kronik. Urtikaria akut lebih
sering terjadi pada anak muda, umumnya laki-laki lebih sering daripada
perempuan.1,2,3
Umur, jenis kelamin, bangsa/ras, kebersihan, keturunan dan lingkungan dapat
menjadi agen predisposisi bagi urtikaria. Berdasarkan data dari National
Ambulatory Medical Care Survey dari tahun 1990 sampai dengan 1997 di USA,
wanita terhitung 69% dari semua pasien urtikaria yang datang berobat ke pusat
kesehatan. Distribusi usia paling sering adalah 0-9 tahun dan 30-40 tahun. Paling
sering episode akut pada anak-anak adalah karena reaksi atau efek samping dari
makanan atau karena penyakit-penyakit virus. Sedangkan untuk urtikaria kronik
adalah urtikaria idiopatik atau urtikaria yang disebabkan karena autoimun. 4
Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan
angioedema dan 11% angioedema saja. Kejadian urtikaria pada populasi
umumnya antara 1% sampai 5%.1,5
Kebanyakan kasus urtikaria adalah self-limited dan durasinya pendek. Namun,
ketika urtikaria menjadi kronik, maka akan menjadi masalah bagi pasien atau

dokter yang merawat. Walaupun patogenesis dan beberapa penyebab yang


dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang
tidak memberi hasil seperti yang diharapkan.Penatalaksanaan utama urtikaria
meliputi langkah-langkah umum untuk mencegah atau menghindari faktor pemicu
dan farmakoterapi. Penatalaksanaan tersebut distratifikasikan menjadi first-line
therapy, second-line therapy, dan third-line therapy.1
1.2 Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis Holistik
Pada Penderita Urtikaria
Untuk pengendalian permasalahan Urtikaria pada tingkat individu dan
masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi dokter
Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer
(Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh
profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta
komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis,
dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.2.1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Urtikaria secara
individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik
moral dan peraturan perundangan.
1.2.2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis , sosial dan
budaya sendiri dalam penangan Urtikaria, melakukan rujukan bagi kasus
Urtikaria, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang
berlaku serta mengembangkan pengetahuan.

1.2.3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan


komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Urtikaria.
1.2.4. Pengelolaan

Informasi

(Kompetensi

4)

Mahasiswa

mampu

memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan


dalam praktik kedokteran.
1.2.5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian Urtikaria secara holistik dan
komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
1.2.6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Urtikaria dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
1.2.7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara

komprehensif,

holistik,

koordinatif,

kolaboratif

dan

berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer


1.3 TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana
masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri
dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih
berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence
based medicine).

1.3.1. Tujuan Umum:


Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan penatalaksanaan penderita urtikaria dengan pendekatan kedokteran
keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik, sesuai dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence based medicine (EBM)
pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip
penatalaksanaan penderita Urtikaria dengan pendekatan kedokteran keluarga di
Puskesmas Tamangapa tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1

Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada level

individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Urtikaria.


Untuk memanfaatkan sumber informasi terkini dan melakukan kajian ilmiah dari

data di lapangan, untuk melakukan pengendalian Urtikaria.


Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan Masyarakat
dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam

pengendalian Urtikaria.
Untuk dapat menggunakan dan menjelaskan epidemiologi, etiologi dan

patogenesis Urtikaria.
Untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, serta

mengintepretasikan hasilnya dalam mendiagnosis Urtikaria.


Untuk melakukan prosedur tatalaksana Urtikaria sesuai standar kompetensi dokter
Indonesia.
1.3.3. Manfaat Studi Kasus
1 Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2 Bagi Penderita (Pasien).

Menambah wawasan akan Urtikaria yang meliputi proses penyakit dan


penanganan menyeluruh Urtikariai sehingga dapat memberikan keyakinan untuk
menghindari faktor pencetus.
3

Bagi tenaga kesehatan.


Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah

daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya


mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita Urtikaria.
4

Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)


Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas

wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan pendekatan diagnosis


holistik Urtikaria serta dalam hal penulisan studi kasus.
1.4 INDIKATOR KEBERHASILAN TINDAKAN
Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan
penderita urtikaria dengan pendekatan kedokteran keluarga, berbasis evidence
based medicine adalah:
1.4.1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab
urtikaria.
1.4.2. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan first-line therapy
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan
tindakan pengobatan didasarkan atas kepatuhan pasien dalam mengidentifikasi
dan mengeliminasi faktor penyebab urtikaria, perbaikan gejala dapat dievaluasi
setelah pengobatan first-line therapy.

BAB II
5

ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 KERANGKA TEORITIS


Gambaran Penyebab Urtikaria
kontaktan

Inhalan
makanan

Infeksi & Infestasi

PENJAMU
PEKA

Obat
Gigitan & sengatan
serangga

Penyakit
sistemik
FAKTOR
Trauma Fisik

Sel Mas Basofil


PELEPASAN MEDIATOR
(histamin, SRSA, serotonin,
kinin, PEG, PAF)
VASODILATASI
PERMEABILITAS KAPILER

MEKANISME

URTIKARIA
2.2 URTIKARIA
2.2.1 DEFINISI
Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab,
biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit,
sekitarnya dapat dikelilingi halo.1
2.2.2

EPIDEMIOLOGI

Umur, jenis kelamin, bangsa/ras, kebersihan, keturunan dan lingkungan dapat


menjadi agen predisposisi bagi urtikaria. Berdasarkan data dari National
Ambulatory Medical Care Survey dari tahun 1990 sampai dengan 1997 di USA,
wanita terhitung 69% dari semua pasien urtikaria yang datang berobat ke pusat
kesehatan. 2,3
Distribusi usia paling sering adalah 0-9 tahun dan 30-40 tahun. Paling sering
episode akut pada anak-anak adalah karena reaksi atau efek samping dari
makanan atau karena penyakit-penyakit virus. Sedangkan untuk urtikaria kronik
adalah urtikaria idiopatik atau urtikaria yang disebabkan karena autoimun. 4
Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan
angioedema dan 11% angioedema saja. Kejadian urtikaria pada populasi
umumnya antara 1% sampai 5%.1,5
Epidemiologi penyakit Urtikaria dapat juga digambarkan menurut Tias
Epidemiologi adalah Agent, Host dan Environment sebagai berikut :
a. Agent
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga
penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain obat, makanan, gigitan dan
sengatan serangga, inhalan, kontaktan, tauma fisik, infeksi dan infestasi, psikis,
genetik dan penyakit sistemik.
b. Host
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak
mengalami urtikaria dibanding orang muda. Umur rata-rata penderita urtikaria
adalah 35 tahun, dan jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih
dari 60 tahun. Beberapa referensi mengatakan urtikaria lebih sering mengenai
wanita dibanding laki-laki yaitu 4:1, namun perbandingan ini bervariasi pada
urtikaria yang lain.1,2
c. Environment

Letak geografis, dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitivitas


yang diperankan oleh IgE.5,6
2.2.3

ETIOLOGI

Pada penelitian ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga


penyebab urtikaria bermacam-macam, di antaranya :1
1

Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik
maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sulfonamid, analgesik dan
diuretik) menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat
yang secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan
histamin, misalnya kodein,opium dan zat kontras .1,3,6

Gambar 1 : Urtikaria akut dan berat yang disebabkan oleh allergi penisilin

Makanan
Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang,

udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka. 1,3 Terdapat dua
macam zat makanan yang diketahui dapat menyebabkan atau memprovokasi
urtikaria yaitu tartrazine, yang ditemukan dalam minuman dan permen berwarna
kuning dan jingga, dan natrium benzoat yang digunakan secara luas sebagai bahan
pengawet.7,10,12

Gigitan dan sengatan serangga.

Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini
lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).1,2

Gambar 2 : Reaksi urtikaria masif akibat sengatan serangga.

Inhala
Inhalan berupa serbuk sari bunga, spora jamur, debu, bulu binatang dan

aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe 1).1,3,10


5

Kontaktan
Lesi terbentuk hanya di daerah asal kontak, misalnya di daerah kontak dengan

air liur anjing atau rambut, atau di bibir setelah mencerna makanan berprotein
terutama pada pasien atopik.2,7,10
6

Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor

tekanan, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun
non imunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul
beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut
dermografisme atau fenomena Darier.1,3,6,10

Gambar 3: Dermographism

Infeksi dan infestasi


9

Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi


bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit.1,3,9,10
8

Penyakit sistemik
Beberapa autoimun dan penyakit kolagen; misalnya retikulosis, karsinoma, dan

dysproteinemias.1,3,9,10

2.2.4

PATHOGENESIS

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang


meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan
cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai
kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting
substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau
basofil.1,3,5,9
Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast
atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik
mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang peranan
penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin
dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa
antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik misalnya asetilkolin,
dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui
langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik
misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat langsung
merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan
alkohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.1,5,8,9
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang
kronik; biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena
adanya reseptor Fc bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi
degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak
10

pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen
juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif
menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel
mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri.1,4,5,8
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik
dan kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria
akibat kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan pengusir
serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor
secara genetik menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.1,5,8,11

11

Gambar 4 : Diagram Faktor Imunologik dan Non-Imunologik yang


Menimbulkan Urtikaria

2.2.5

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis urtikaria yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa
biduran yaitu kulit kemerahan dengan penonjolan atau elevasi berbatas tegas
dengan batas tepi yang pucat disertai dengan rasa gatal (pruritus) sedang sampai
berat, pedih, dan atau sensasi panas seperti terbakar. Lesi dari urtikaria dapat
tampak pada bagian tubuh manapun, termasuk wajah, bibir, lidah, tenggorokan,
dan telinga. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan
serangga, besarnya dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila mengenai
jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan,
maka ia disebut angioedema.1,3,8 Urtikaria dan angioedema dapat terjadi pada
lokasi manapun secara bersamaan atau sendirian. Angioedema umumnya
mengenai wajah atau bagian dari ekstremitas, dapat disertai nyeri tetapi jarang
pruritus, dan dapat berlangsung sampai beberapa hari. Keterlibatan bibir, pipi, dan
daerah periorbita sering dijumpai, tetapi angioedema juga dapat mengenai lidah
dan faring. Lesi individual urtikaria timbul mendadak, jarang persisten melebihi
24-48 jam, dan dapat berulang untuk periode yang tidak tentu.2,4,9

12

Gambar 5: A classic wheal

Gambar 6: Angioedema herediter.

Klasifikasi urtikaria paling sering didasarkan pada karakteristik klinis


daripada etiologi karena sering kali sulit untuk menentukan etiologi atau
patogenesis urtikaria dan banyak kasus karena idiopatik.1,8,9,11
1
2

Ordinary urticaria
Urtikaria fisik

Urtikaria kontak

Urtikaria akut dan kronis


1) Urtikaria adrenergik
2) Urtikaria aquagenik
3) Urtikaria kolinergik
4) Urtikaria dingin
5) Urtikaria tekanan tertunda
6) Dermografisme
7) Exercise-induced anaphylaxis
8) Utikaria panas
9) Urtikaria solar
10) Angioedema getaran
- Dipengaruhi oleh kontak secara

4
5

Vaskulitis urtikarial
Angioedema

biologis atau bahan kimia


Ditemukan pada biopsi kulit
Penyebabnya bisa idiopatik

(tanpa urtikaria)

Tabel 1 : Klasifikasi Urtikaria


2.2.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, feses rutin.

13

Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang
tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglubulin dan cold hemolysin
perlu diperiksa pada urtikaria dingin.1,2 Pemeriksaan-pemeriksaan seperti
komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati dan urinalisis
akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis.3 Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4
komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.5,8,10

Tes Alergi
Pada prinsipnya tes kulit(prick test) dan RAST(radioallergosorbant tests),
hanya bisa memberikan informasi adanya reaksi hipersensitivitas tipe I. Untuk
urtikaria akut, tes-tes alergi mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila urtikaria
muncul sebagai bagian dari reaksi anafilaksis.1,2, Untuk mengetahui adanya faktor
vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies, tes injeksi intradermal
menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat
dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana.5
Tes Eliminasi Makanan
Tes ini dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk
beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu. 1,3
Tes Foto Tempel
Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel. 1
Injeksi mecholyl intradermal
Injeksi mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria
kolinergik 1
Tes fisik
14

Tes fisik lainnya bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat apabila
dicurigai adanya alergi pada suhu tertentu.1,2
B. Pemeriksaan Histopatologik
Perubahan histopatologik tidak terlalu nampak dan tidak selalu diperlukan
tetapi dapat membantu diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran
kapiler di papila dermis, geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen
membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi selular dan pada
tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama disekitar pembuluh darah.1,8,9

Gambar 7: Histologi dari wheal yang terjadi tiba-tiba menunjukkan pelebaran dermis, pelebaran
pembuluh darah dan sedikit infiltrasi sel perivaskular olehlimfosit, neutrofil dan eosinofil.
2.2.7

Diagnosis

Mendiagnosis urtikaria dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti dan


terarah,melakukan pemeriksaan klinis secara seksama,melihat manifestasi klinis
yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa biduran yaitu kulit kemerahan
dengan penonjolan atau elevasi berbatas tegas dengan batas tepi yang pucat
disertai dengan rasa gatal (pruritus) sedang sampai berat, pedih, dan atau sensasi
panas seperti terbakar. Lesi dari urtikaria dapat tampak pada bagian tubuh
manapun, termasuk wajah, bibir, lidah, tenggorokan, dan telinga. 1,3,4
15

2.2.8 Diagnosa Banding


1. Purpura Anakfilatoid
Purpura Henoch-Schonlein (PHS) yang dinamakan juga purpura anafilaktoid
atau purpura nontrombositopenik adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh
vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi kulit spesifik
berupa purpura nontrombositopenik, artritis atau artralgia, nyeri abdomen atau
perdarahan gastrointestinalis, dan kadang-kadang nefritis atau hematuria.1,15
Tanda dari penyakit ini adalah ruam, dimulai dengan makulopapul merah
muda yang awalnya melebar pada penekanan dan berkembang menjadi peteki
atau purpura, dimana karakteristik klinisnya adalah purpura yang dapat dipalpasi
dan berkembang dari merah ke ungu hingga kecoklatan sebelum akhirnya
memudar. Lesi cenderung untuk timbul pada interval yang bervariasi dari
beberapa hari hingga 3-4 bulan. Kurang dari 10% pada anak-anak, dapat timbul
kembali ruam yang mungkin tidak sembuh hingga akhir tahun, dan

bisa juga

muncul setelah beberapa tahun.15

Gambar 8: Purpura anafilaktoid berupa makulopapul bewarna kemerahan.

2. Pitiriasis Rosea
Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya,
dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian
disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan,lengan dan paha atas yang tersusun
sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.
Gejala kontitusi pada umumnya tidak terdapat, sebagian penderita mengeluh gatal
ringan, lesi pertama (herald patch) umumnya di badan, soliter, berbentuk oval dan

16

anular, diameternya kira-kira 3 cm. Ruam terdiri atas eritema dan skuama halus di
pinggir. Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu.1
Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama,memberi gambaran yang
khas sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil,susunannya sejajar dengan kosta,
hingga menyerupai pohon cemara terbalik. Lesi tersebut timbul serentak atau
dalam beberapa hari.Tempat predileksi pada badan,lengan atas bagian proksimal
dan paha atas,sehingga seperti pakaian renang wanita jaman dahulu.1

Gambar 9 : Pitiriasis rosea dengan eritema dan skuama halus.

3.

Erythema Multiforme
Secara klinis erythema multiforme lesinya berbentuk mulai dari makula,

papul,atau lesi urtika.Yang umumnya pertama kali menyebar didaerah ekstremitas


bagian bawah, Lesi dapat juga terdapat pada telapak tangan dan punggung.
Kebanyakan dari erythema multiforme menyerang usia muda.9
Dari gambaran klinisnya kemungkinan pemicunya bermacam-macam, Namun
diperkirakan faktor utamanya adalah alergi, yaitu antara lain disebabkan oleh
HLA(Human Leukocyte Agent ). Pengobatan simtomatik dapat kita berikan untuk
bentuk papul.sedangkan untuk kasus yang berat dapat kita gunakan kortikosteroid,
prednisolone dosis awal 30-60 mg/perhari yang kemudian diturunkan selama 1
sampai 4 minggu.9

17

Gambar 10: Erythema multiforme yang terdapat pada tangan*

2.2.9

Penatalaksanaan

Pengobatan yang paling ideal tentu saja mengobati penyebab atau bila
mungkin menghindari penyebab yang dicurigai. Bila tidak mungkin paling tidak
mencoba mengurangi penyebab tersebut, sedikit-dikitnya tidak menggunakan dan
tidak berkontak dengan penyebabnya.1
Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja
antihistamin telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin pada
reseptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H 1 (antihistamin 1, AH1)
dan reseptor H2 (AH2).1,3,4,8
Nama golongan antihistamin
Kelas

Contoh

Nama

unsur

Klasik

Chlorpheniramine

kimia
Alkylamine

4 mg tid (up to 12 mg

Hydroxyzine

Piperazine

at night)
1025 mg tid (up to

Diphenhydramine

Ethanolamine

75 mg at night)
1025
mg
pada

Doxepin

Tricyclic

malam hari
1050
mg

Acrivastine
Cetirizine

antidepressant
Alkylamine
Piperazine

malam hari
8 mg tid
10 mg dd

(efek sedasi)

Generasi ke 2

Dosis

pada

18

Newer

second-

Loratadine
Mizolastine
Desloratadine

Piperidine
Piperidine
Piperidine

10 mg dd
10 mg dd
5 mg dd

Fexofenadine
Levocetirizine
Cimetidine
Ranitidine

Piperidine
Piperazine

180 mg dd
5 mg once dd
400 mg bid
150 mg bid

generation
H2 antagonists

Tabel 2 : Pengobatan lini 1 dengan menggunakan antihistamin

Beberapa obat lini kedua untuk urtikaria kronik dan urtikaria fisis
Nama

Kelas Obat

Route

Dosis

Generik

Prednisone

Epinephrine

Montelukast

Nifedipine

spesial/

Penyakit tertentu

Corticosteroid

Sympathomimetic

Leukotriene

Oral

0.5

Severe exacerbations

mg/kg qd

(days only)

sc, im (self-

300500

Angioedema

administered)

mg

throat/anaphylaxis

Oral

10 mg qd

Urtikaria

receptor antagonist
Thyroxine

Indikasi

Thyroid hormone

Calcium antagonist

of

sensitive

aspirin
Oral

Oral

50150

Penyakit

mg qd

Autoimmnune tiroid

1040

Hipertensi

mg
modified
-release
qd
Colchicine

Neutrophil inhibitor

Oral

0.61.8

Neutrophilic

mg qd

infiltrates in lesional
biopsy specimens

19

Sulfasalazine

Aminosalicylates

Oral

24 g qd

Delayed

pressure

urtikaria

Tabel 3 : Beberapa obat lini kedua untuk urtikaria kronik dan urtikaria fisis.

Sedangkan pengobatan lini ke 3 untuk pasien dengan urtikaria yang tidak


merespon pada pengobatan lini 1 dan 2. Umumnya melalui pengobatan
immunomodulatory agent antara lain Cyclosporine 3-5 mg/kg/day, tacrolimus,
methotrexate, cyclophosphamide, mycophenolate mofetil dan intravenous
immunoglobulins. Sedangkan obat lain yang termasuk dalam obat generasi lini ke
3 diluar immunomodulatory agent antara lain plasmaharesis, colchicines, dapsone,
albuterol(salbotamol),

tranexamic

acid,

terbutaline,

sulfasalazine,

hydroxychloroquine dan warfarin.5


2.2.10 Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat
diatasi, urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.1
2.3 Pendekatan Diagnose Holistik Pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di
Layanan Primer
Pengertian

holistik

adalah

memandang

manusia

sebagai

mahluk

biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai mahluk biologis manusia


adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang
kompleks fungsionalnya.
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan
dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang
diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan

fisik,

hasil

pemeriksaan

penunjang,

penilaian

risiko

internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.


Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
20

maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan
pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnostik Holistik :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat


Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
Pembatasan kecacatan lanjut
Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
Jangka waktu pengobatan pendek
Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
Terproteksi dari resiko yang ditemukan
Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,

tujuannya yakni
1.
2.
3.
4.
5.

Menentukan kedalaman letak penyakit


Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011)
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :

1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,


pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan sarinagn (Triage), data diisikan dengan lembaran
3.
4.
5.
6.

penyaring
Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
Melakukan anamnesis
Melakukan pemeriksaan fisik
Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,

prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi


7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.

21

Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga


di layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian
dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation)

dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)

dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang disediakan
dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang melaksanakan
pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan
pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Comprehensive care and holistic approach


Continuous care
Prevention first
Coordinative and collaborative care
Personal care as the integral part of his/her family
Family, community, and environment consideration
22

g. Ethics and law awareness


h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
I.
II.

Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.


Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan

III.

diagnosis kerja dan diagnosis banding.


Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,

IV.
V.

pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.


Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
DerajatFungsi Sosial :
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan.
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan
diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
o Derajat 4: Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja, tergantung
pada keluarga.
o Derajat 5: Tak dapat melakukan kegiatan
BAB III
METODOLOGI STUDI KASUS

3.1 Jenis Studi Kasus


Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan
memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian
mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak subjek
dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah
kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter layanan primer secara
23

paripurna dan holistik terutama tentang penatalaksanaan penderita Urtikaria


dengan pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas Tamangapa pada tahun
2015.
3.2 Lokasi dan Waktu melakukan Studi Kasus
3.2.1 Waktu Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di
puskesmas Tamangapa pada tanggal 29 April 2015. Selanjutnya dilakukan home
visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
3.2.2 Lokasi Studi Kasus
Studi kasus bertempat di Puskesmas Tamangapa Kota Makassar
3.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
3.3.1

Keadaan Geografis
Puskesmas Tamangapa berada dalam wilayah Kecamatan Manggala,

dengan wilayah kerja meliputi dua kelurahan yaitu Kelurahan Tamangapa dan
Kelurahan Bangkala. Kelurahan Tamangapa terdiri dari 7 RW dan 30 RT, dengan
luas wilayah 662 ha. Sedangkan Kelurahan Bangkala terdiri dari 14 RW dan 97
RT, dengan luas wilayah 430 ha.
Gambar 11. Peta wilayah kerja Puskesmas Tamangapa

Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Tamangapa adalah:


a.
b.
c.
d.

Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Antang


Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gowa
Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Panakukang
24

3.3.2

Keadaan Demografis

Berdasarkan survey tahun 2010, jumlah penduduk dalam wilayah kerja


Puskesmas Tamangapa adalah 25.649 orang, terdiri dari 7.488 orang di Kelurahan
Tamangapa. Yang secara terperinci dijelaskan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4. Distribusi penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa.

3.3.3

Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian

Tingkat pendidikan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa


Kelurahan

Rumah

KK

Pria

Wanita

Jumlah

Tamangapa

1.715

1.794

3.690

3.798

7.488

bervariasi mulai dari tingkat Perguruan Tinggi, SLTA, SLTP, tamat SD, tidak
tamat SD, hingga tidak sekolah. Adapun mata pencaharian penduduk sebagian
besar berturut-turut adalah pegawai negeri sipil (PNS), pegawai swasta,
wiraswasta, TNI, petani dan buruh.
3.3.4

Upaya Kesehatan

Puskesmas Tamangapa memiliki 12 ruangan yang terdiri atas Ruang


Periksa/Ruang

Dokter,

Ruang

Tindakan,

Ruang

Kepala

Puskesmas,

Apotek,/Kamar Obat, Ruang Gizi dan PSM, Poliklinik Gigi, Ruang P2 dan
Kesling, Ruang Tata Usaha, Ruang KIA dan KB, Ruang Laboratorium dan 2 buah
WC.

25

Gambar 12. Denah Puskesmas Tamangapa

3.3.5

Visi dan Misi Puskesmas Tamangapa

Visi Puskesmas Tamangapa


Puskesmas Tamangapa menjadi pusat pelayanan kesehatan dasar yang
bermutu, terjangkau dan berorientasi kepada keluarga dan masyarakat agar
tercapai Indonesia Sehat 2015.
Misi Puskesmas Tamangapa

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan bermutu, paripurna dan


terjangkau oleh seluruh masyarakat.

Meningkatkan pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang


kesehatan sehingga masyarakat bisa mandiri.

Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam


pelayanan kesehatan.

Menjadikan Puskesmas sebagai pusat pengembangan pembangunan


kesehatan masyarakat.

Meningkatkan kesejahteraan pihak yang terkait dalam pelayanan


kesehatan.

Menjalin kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam


pelayanan kesehatan dalam pengembangan kesehatan masyarakat.
Visi dan misi tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan :
26

a). Enam Upaya Kesehatan Wajib, yaitu :


1.

Upaya Promosi Kesehatan

2.

Upaya Kesehatan Lingkungan

3.

Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga


Berencna

4.

Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

5.

Upaya pencegahan dan Pemberantasan Penyakit


Menular

6.

Upaya Pengobatan

b). Lima Upaya Kesehatan Pengembangan, yaitu :

3.3.6

1.

Upaya Kesehatan Sekolah

2.

Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

3.

Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut

4.

Upaya Kesehatan Usia Lanjut

5.

Unit Pembinaan Pengobatan Tradisional


10 Penyakit Utama Penyebab Kematian Terbanyak di Indonesia

Setiap tahunnya, jutaan manusia meninggal karena banyak hal. Salah satunya
adalah penyakit yang diderita. Berikut ini, Data Departemen Kesehatan RI
menunjukkan

peningkatan

jumlah

penderita

10

penyakit

utama

yang

menyebabkan kematian terbanyak di Indonesia, yaitu :


1

Jantung Koroner
Jantung Koroner adalah satu dari 10 Penyakit Terbanyak di Indonesia
yang menyebabkan kematian. Penderita umumnya mengalami nyeri dada,
gagal jantung, hingga serangan jantung karena jantung gagal memompa

darah.
Tuberkolosis (TBC)
10 Penyakit Terbanyak di Indonesia yaitu TBC. Ya, Indonesia termasuk
peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TBC. Terapi
pengobatan TBC selama 6 bulan tanpa putus efektif menghindarkan

penderita dari kematian.


Diabetes Mellitus (Kencing Manis)

27

Penyakit gangguan metabolisme karena terganggunya produksi Insulin dan


tingginya kandungan gula darah. Diabetes dapat menyebabkan kematian
4

dengan berbagai komplikasi yang dibutuhkan.


Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi
Penyakit ini disebabkan oleh konsumsi makanan berlemak/berkolesterol
tinggi berlebihan serta kurangnya aktivitas fisik/olahraga. Hipertensi
membahayakan karena menyebabkan stroke, gagal jantung, serangan

jantung.
Stroke
Di Indonesia diperkirakan ada 300.000 kasus Stroke setiap tahunnya.
Sayangnya, pasien sering datang ke rumah sakit sudah dengan tingkat

keparahan tinggi sehingga terlambat ditangani.


Kanker
Beberapa dekade yang lalu, jumlah penderita kanker tidaklah sebanyak
pada dekade ini. Penyakit ini semakin menggejala karena faktor
meningkatnya konsumsi makanan cepat saji, polusi udara, tingkat stres

tinggi.
Penyakit Paru Kronis
Tingginya angka penderita penyakit ini terjadi karena kondisi lingkungan
yang buruk terutama di kawasan industri/perkotaan padat penduduk serta

kebiasaan merokok masyarakat Indonesia.


Diare
Separuh penduduk Indonesia masih tinggal di kawasan kumuh dan tidak
memiliki sanitasi yang baik. Sayangnya, penanganan Diare sering tidak
serius sehingga banyak menyebabkan kematian pada anak dan balita.

Infeksi Saluran Pernafasan/Pneumonia


Iklim tropis dengan kelembaban tinggi diduga menjadi penyebab
banyaknya penyakit ini di Indonesia yang banyak menyerang anak dan balita

di daerah dataran tinggi/pegunungan.


10 HIV/AIDS
Penggunaan jarum suntik bersama-sama, transfusi darah, dan hubungan
seksual tanpa pengaman meningkatkan angka penderita penyakit ini setiap
28

tahun. Karena itu, Pendidikan Kesehatan Reproduksi/Penanggulangan


HIV/AIDS harus terus dilakukan.
10 Penyakit diatas umumnya disebabkan oleh kebiasaan gaya hidup yang
tidak sehat, dan kurangnya tindakan pencegahan penyakit secara dini yaitu checkup kesehatan secara rutin. Apalagi 10 penyakit ini sebagian besar termasuk
golongan penyakit kronik
Adapun 10 (sepuluh) jenis penyakit penyebab utama kematian di Kota
Makassar tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5: 10 jenis penyakit utama penyebab kematian

3.3.7

Organisasi Puskesmas Tamangapa

Gambar 13 Organisasi Puskesmas Tamangapa


a. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi masyarakat
yang terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Tamangapa turut berperan dalam
peningkatan status derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas
Tamangapa.

29

Jenis sarana kesehatan yang terdapat diwilayah kerja Puskesmas


Tamangapa tahun 2014 terdiri dari

Rumah Sakit Bersalin

: 1 buah

Puskesmas

: 1 buah

Puskesmas Pembantu

: 1 buah

Dokter Praktek

: 9 orang

Bidan Praktek Swasta ( BPS )

: 4 orang

Posyandu

: 20 buah

b. Tenaga dan Struktur Organisasi


1. Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Tamangapa tahun 2014
sebanyak 20 orang dengan berbagai spesifikasi, yang terdiri dari

Dokter Umum

: 2 orang

Dokter Gigi

: 2 orang

Perawat

: 9 orang

Bidan

: 3 orang

Sanitarian

: 1 orang

Nutrisionis

: 1 orang

Pranata Laboratorium

: 1 orang

Asisten Apoteker

: 2 orang

Perawat Gigi

: 1 orang

Rekam Medik

: 2 orang

Sarjana Kesehatan Masyarakat :

- Epidemiologi

: 1 orang

- Promkes

: 1 orang

- AKK

: 1 orang

c. Struktur Organisasi

30

Struktur Organisasi Puskesmas Tamangapa berdasarkan Surat Keputusan


Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Nomor :800/1682/SK/IV/2010 Tanggal
21 April 2010 terdiri atas :

Kepala Puskesmas

Kepala Subag Tata Usaha

Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas

Unit Kesehatan Masyarakat

Unit Kesehatan Perorangan

Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas

Unit Puskesmas Pembantu ( Pustu )

Unit Puskesmas Keliling ( Puskel )

Unit Bidan Komunitas


Pembagian kerja setiap Unit dapat dilihat pada Bagan Struktur Organisasi

Puskesmas Tamangapa Tahun 2014.

3.3.8

Alur Pelayanan Puskesmas Tamangapa


Berikut adalah alur pelayanan rawat jalan di Puskesmas Tamangapa :

31

3.4 Pengumpulan data /informasi


Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan
penderita informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi personal
dengan pasien dan atau keluarganya dan analisis data.
3.5 Cara Pengumpulan data/informasi
Dilakukan dengan komunikasi personal dengan pasien/keluarganya secara
langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan
how.

32

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL STUDI KASUS


A. PASIEN
1

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. H

Umur

: 38 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Bangsa/suku

: Makassar

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Antang

Tanggal Pemeriksaan

: 29 April 2015

ANAMNESIS

Keluhan utama

Anamnesis Terpimpin :

: Gatal-gatal

Pasien mengeluh gatal-gatal sejak 4 hari yang lalu. Gatal-gatal disertai


bercak kemerahan. Awalnya muncul di wajah kemudian menyebar ke
punggung dan telapak tangan. Gatal dan bercak kemerahan hilang timbul
dan kumat-kumatan sejak 6 bulan ini. Menurut pasien gatal muncul jika
pasien mengkonsumsi udang dan terasi, memburuk saat berkeringat.
Untuk meringankan gejala pasien minum jamu seduh namun justru

33

bertambah parah, gatal dan kemerahan semakin memberat. Gatal membaik


saat dikompres es. Tidak didapati bengkak pada wajah
3

Riwayat penyakit dahulu:


-

Riwayat asma (-)

Bersin-bersin saat dingin dan terkena debu (-)

biduren (+)

sakit berkemih (-)

Riwayat keluarga: Pada keluarga Ayah dan adik pernah mengalami biduran

Riwayat pengobatan: Dalam 1 bulan ini pasien mengkonsumsi


dexametason dan ciprofloxacin namun tidak membaik.

3.
-

PEMERIKSAAN FISIS
Tinggi Badan
: 155 cm
Berat Badan
: 54 kg
Tanda Vital :
1

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,7 oC

Status Dermatologis
Lokasi

: Wajah, Tangan,leher, punggung

Distribusi

: tersebar

Ruam

: Plak urtika, ireguler, berbatas tegas, multipel, diaskopi (-)

34

Status Generalis
1

Kepala

- Ekspresi
- Simetris muka
- Rambut
2. Mata
- Eksoptalmus atau enoptalmus
- Tekanan bola mata
- Kelopak mata
- Konjungtiva
- Kornea
- Sklera
- Pupil

3. Telinga
- Tophi
- Pendengaran
- Nyeri tekan di prosesus mastoideus

: Biasa
: Simetris ki=ka
: Hitam, sulit dicabut
: (-)
: Tidak dilakukan pemeriksaan
: Dalam batas normal
: Anemi (-)
: Jernih
: Ikterus (-)
: Isokor 2,5 mm

: (-)
: Dalam batas normal
: (-)

35

4. Hidung
-

Perdarahan
Sekret

: (-)
: (-)

5. Mulut
-

Bibir
Gigi geligi
Gusi
Tonsil

: Kering (-)
: Karies (-)
: Perdarahan (-)
: Hiperemis (-)

6. Leher
-

Kelenjar getah bening


Kelenjar gondok
DVS
Kaku kuduk
Tumor

: MT (-), NT (-)
: MT (-), NT (-)
: R-2 cmH2O
: (-)
: (-)

7. Dada
-

Inspeksi
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
Sela iga

: Simetris ki=ka
: Normochest
: Bruit (-)
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada pelebaran

8. Thorax
-

Palpasi

: Fremitus Raba
Nyeri tekan

Perkusi

: Paru kiri
Paru kanan
Batas paru hepar

: Ki=Ka
: (-)
: Sonor
: Sonor

: ICS VI Dextra Anterior

Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior


Batas paru belakang kiri

: V Th X Sinistra Posterior
36

Auskultasi

: Bunyi pernapasan

: vesikuler

Bunyi tambahan : Rh

-/-

Wh -/-

9. Punggung
-

Inpeksi
Palpasi
Nyeri ketok
Auskultasi

: skoliosis (-), kifosis (-)


: MT (-), NT (-)
: (-)
: Rh -/Wh -/-

10. Cor
-

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Ictus kordis tidak tampak


: Ictus cordis tidak teraba
: Pekak,batas jantung kesan normal
: BJ I/II murni regular
Bunyi tambahan

: Bising (-)

11. Abdomen
-

Inspeksi
Palpasi
o Hati
o Limpa
o Ginjal
- Perkusi
- Auskultasi

: Datar, ikut gerak napas


: MT (-), NT (-)daerah epigastrium
: Tidak teraba
: Tidak teraba
: Ballotement (-)
: Timpani
: Peristaltik (+), kesan normal

12. Alat Kelamin


13. Anus dan rectum

: Tidak dilakukan pemeriksaan


: Tidak dilakukan pemeriksaan

14. Ekstremitas
- Edema
- Kulit

: (-)
: Peteki (-)

37

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan
B. KELUARGA
Profil Keluarga
a Karakteristik Demografi Keluarga
o Identitas Kepala keluarga
o Identitas Pasangan
o Alamat
o Bentuk Keluarga

: Tn. H
: Ny. M
: Antang
: Nuclear Family

Tabel 6: Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah


N
o
1.

Nama

Kedudukan
dalam
keluarga

Gende
r

Umur

Pendidika
n

Pekerjaan

Tn. H

Kepala

38 th

SMA

Pekerja Bengkel

Keluarga
2.

Ny. M

Istri

36 th

SMA

Ibu Rumah Tangga

3.

An. L

Anak

15 th

SMP

Pelajar

4.

An. I

Anak

13 th

SMP

Pelajar

Pasien tersebut tinggal bersama istri dan 2 orang anaknya. Istrinya berumur
36 tahun merupakan Ibu Rumah Tangga. Anak-anaknya terdiri 2 perempuan.
Anak pertamanya yang merupakan berumur 15 tahun masih SMP kelas 3, anak
keduanya yaitu berumur 13 tahun juga msih SMP kelas 1.
b Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
- Lingkungan tempat tinggal
Lingkungan Tempat Tinggal
Status kepemilikan rumah : milik sendiri
Daerah perumahan : padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan
Luas rumah : 12 x 9 m2

Kesimpulan
Keluarga Tn. H tinggal di
38

Jumlah penghuni dalam satu rumah : 5 orang


Luas halaman rumah : Tidak bertingkat
Lantai rumah dari : keramik
Dinding rumah dari : tembok
Jamban keluarga : ada
Tempat bermain : tidak ada
Penerangan listrik : 450 watt
Ketersediaan air bersih : ada
Tempat pembuangan sampah : ada

rumah dengan kepemilikian


milik sendiri. Tn. H tinggal
dalam

rumah

dengan

yang

lingkungan

sehat
rumah

yang padat dan ventilasi yang


memadai yang dihuni oleh 5
Orang.

Dengan

penerangan

listrik 450 watt. Air PAM


umum

sebagai

sarana

air

bersih keluarga.

DAPUR
KAMAR
MANDI

KAMAR

RUANG
KELUARGA

12 METER
KAMAR

RUANG TAMU

9
c

METER

Kepemilikan barang barang berharga


Tn.H memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara

lain yaitu, dua buah televisi berwarna yang terletak di ruang


39

tamu dan kamar, diga buah kipas angin yang terletak di masingmasing kamar tidur, satu buah kompor gas yang terletak di
dapur. Tn. H juga memiliki dua buah sepeda motor.
d Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Pekerjaan sehari-hari pasien adalah seorang pekerja di bengkel mobil dan Istri
hanya ibu rumah tangga. Pendapatan keluarga Tn.H setiap bulannya cukup dan
bisa untuk membiayai kebutuhan sehari-hari keluarganya dan biaya sekolah
anaknya. Pasien ini tinggal di rumah pribadi yang terletak di Antang Rumah
pasien dalam kondisi baik, tertata rapi serta terawat. Rumah terdiri dari 3 kamar
dan 1 kamar mandi. Sekitar rumah yaitu bagian samping kiri dan kanannya
berbatasan dengan rumah batu, dan berada di lingkungan perumahan yang cukup
padat.

Pola Konsumsi Makanan Keluarga


Pola konsumsi keluarga tersebut cukup baik sesuai dengan kebutuhan asupan

gizi. Akan tetapi, makanan seharian lebih sering udang kiriman dari keluarga.
f

Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga


Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga yang

lainnya, baik yang tinggal didalam rumah maupun yang tidak. Dengan seluruh
anggota keluarga, terjalin komunikasi yang baik dan cukup lancar.
g

Kebiasaan
Pasien jarang berolahraga secara teratur. Pasien sering mengkonsumsi kopi

pada pagi hari dan juga pasie merokok.


h Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal sudah cukup baik. Tata pemukiman di sekitar
rumah pun tertata dengan baik dan rapi. Kebersihan lingkungan rumah terjaga,
40

begitu juga dengan lingkungan rumah para tetangga disekitar rumah Tn.H.
Jalanan di depan rumah dalam kondisi baik dan teraspal, sehingga meminimalkan
terbawanya debu oleh aktifitas jalanan. Di pintu masuk komplek perumahan ini
juga terdapat petugas keamanan yang berjaga secara bergantian, sehingga
menciptakan psikologi aman bagi penghuni komplek.
4.2 PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis secara holistic
yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek resiko internal, dan aspek resiko
eksternal

serta

pemeriksaan

penunjang

dengan

melakukan

pendekatan

menyeluruh dan pendekatan diagnosis holistik.

1.

Anamnese
Aspek Personal
Pasien datang ke Puskesmas Tamangapa dengan keluhan utama gatak-gatal.
Pasien mengeluh gatal-gatal sejak 4 hari yang lalu. Gatal-gatal disertai bercak
kemerahan. Awalnya muncul di wajah kemudian menyebar ke punggung dan
telapak tangan. Gatal dan bercak kemerahan hilang timbul dan kumat-kumatan
sejak 6 bulan ini. Menurut pasien gatal muncul jika pasien mengkonsumsi udang
dan terasi, memburuk saat berkeringat.
Kekhawatiran: Takut sakit kulit, Takut penyakitnya tidak sembuh, Takut
penyakitnya akan bertambah parah.Harapan: Tidak menderita penyakit kulit.
Aspek Klinik

1 Gatal-gatal sejak 4 hari sebelum ke Puskesmas Tamangapa. Gatal-gatal disertai


bercak kemerahan

41

2 Gatal dan bercak kemerahan hilang timbul dan kumat-kumatan sejak 6 bulan ini
Mual kadang-kadang dirasakan tetapi tidak sampai muntah.
3 Gatal muncul jika pasien mengkonsumsi udang dan terasi, memburuk saat
berkeringat
Aspek Faktor Resiko Internal
1 Kurangnya pengetahuan tentang urtikaria
2 Mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab urtikaria kurang
3 Sering mengkonsumsi udang yang merupakan faktor pencetus urtikaria pasien
Aspek Faktor Resiko Eksternal
1
2

Ayah penderita menderita urtikaria


Anggota keluarga kurang mengetahui penyebab urtikaria pasien
Aspek Psikososial Keluarga
Di dalam keluarga terdapat faktor-faktor yang dapat
menghambat dan mendukung kesembuhan pasien. Di
antara faktor-faktor yang dapat menghambat kesembuhan
pasien yaitu, kurangnya pengetahuan keluarga tentang
penyakit yang diderita pasien sehingga tidak ada upaya
pencegahan faktor pencetus penyebab urtikaria pasien.
Sedangkan faktor yang dapat mendukung kesembuhan
pasien yaitu adanya dukungan dan motivasi dari semua
anggota keluarga baik secara moral dan materi.
Aspek Fungsional
Secara aspek fungsional, pasien tidak ada kesulitan dan masih
mampu dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam
maupun di luar rumah.
Derajat Fungsional
Tn H masih dapat bekerja dengan baik tanpa bantuan siapapun
(derajat 1 minimal)
42

2. Pemeriksaan Fisik
Tinggi Badan : 155 cm, Berat Badan

: 54 kg Tanda Vital :Tekanan Darah:

120/80 mmHg, Nadi : 88 x/menit, Pernapasan : 20 x/menit, Suhu : 36,7


3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

2.

Genogram(Pohon Keluarga)

Tn.
H

Tn.
H

Gambar 14. Genogram pasien


Keterangan:
: Ayah dari Istri penderita,istri penderita tidak
menderita Urtikaria
43

: Ibu penderita, istri penderita tidak menderita Urtikaria


: Penderita, ayah penderita,menderita Urtikaria
: Anak perempuan, beresiko menderita urtikaria
3.

Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)


Diagnose Klinis: Urtikaria
Diagnose Psikososial: kecemasan akan penyakitnya memburuk, kekhawatiran
penyakit kulit yang diderita tidak sembuh-sembuh.

4.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga
pasien).
Pencegahan Primer
Promosi kesehatan dengan pendekatan perilaku hidup sehat

1 Menghindari faktor pencetus


2 Menghindari mengaruk untuk mencegah luka dan infeksi
Pencegahan Sekunder
Terapi untuk pasien
1 Pengobatan farmakologi berupa :
-

Loratadine 1 dd 1 pagi

Cetrizine 1dd 1 malam

2 Pengobatan non farmakologis


-

Mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab urtikaria


Menghindari mengaruk untuk mencegah luka dan infeksi
Jika ingin mengetauhi faktor pemicu yang pasti dapat dilakukan test
prick
44

Terapi untuk keluarga


Terapi untuk keluarga hanya berupa membatasi faktor pencetus urtikaria.

Gambar 15.Kondisi halaman depan rumah

Gambar 16.Status dermatologi


45

Gambar 17. Kondisi ruang tamu

Gambar 18. Kondisi kamar mandi yang cukup bersih

Gambar 19. Kondisi meja makan

46

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus Urtikaria yang dilakukan di Puskesmas
Tamangapa mengenai penatalaksanaan penderita urtikaria dengan pendekatan
kedokteran keluarga, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1

Diagnose Klinis : Tn.H menderita penyakit kulit urtikaria dengan hasil


anamnesis berupa gatal-gatal disertai bercak kemerahan dan dari hasil
pemeriksaan fisis ditemukan ruam eritem berbatas tegas dan bentuk
papul dengn ukuran berpariasi. Dengan penatalaksanaan first-line
therapi,yaitu memberikan edukasi pasien tentang penyakit urtikaria

(penyebab dan prognosis) dan terapi farmakologi sederhana


Diagnose Psiko-sosial: kecemasan akan penyakitnya memburuk,

kekhawatiran penyakit kulit yang diderita tidak sembuh-sembuh.


Gambaran dari Genogram: Bapak Tn.H menderita urtikaria, istri Tn.H
tidak menderita urtikaria dan kedua anak Tn.H beresiko terkena
urtikaria.

47

Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan dengan didapatkan


berkurangnya gejala.

V.1 Saran
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Th.H berupa : penyakit
Urtikaria, diet dan lifestyle yang kurang baik maka disarankan untuk:
1

Mengidentifikasi

faktor-faktor

yang

mencetukaskan

timbulnya

urtikaria;
Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit

urtikaria;
Penatalaksanaan urtikaria sebaiknya menggunakan stratifikasi terapi
yaitu first-line therapy, second-line therapy, dan third-line therapy.

48

DAFTAR PUSTAKA
1

Aisah S. Urtikaria. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Buku Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed. 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2005. p. 169-175.

Hunter J, Savin J, Dahl M. Reactive erythema and vasculitis. Clinical


Dermatology. 3rd ed. Blackwell Publishing; 2002. p. 94-9.

Habif TP. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th
ed. London: Mosby; 2004.p. 59-129

Soter N. A, Kaplan A.P. Urticaria and Angioedema. In : Freedberg IM, Eisen


AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fitzpatricks
Dermatology In Genereal Medicine 6th ed. New York : McGraw-Hill Inc;
2003. p. 1129-38.

Poonawalla T, Kelly B. Urticaria A Review. Am J Clin Dermatol. 2009; 10


(1): 9-21

Burkhart C.G. Patient-Oriented Treatment for Urticaria: A Three-Step


Approach with Informational/Instructional Sheets. Open Dermatol J. 2008;
2 ( ): 57-63

MacKie RM. Disorders of the vasculature :Urticaria. Clinical Dermatology.


4th ed. United States : Oxford medical publications; 1997. p. 182-184.

Grattan C, Black AK. Urticaria and Angioedema. In : Bolognia JL, Jorizzo


JL, Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd edition. USA: Mosby Elsevier;
2008.
49

Grattan C.E.H., Black A.K, Urticaria and Mastocytosis. In : Burns T,


Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks Textbook Of Dermatology.
7th ed. USA: Blackwell Publishing Company; 2004. p. 47.1- 37

10 Buxton PK, Urtikaria. ABC Of Dermatology.4th ed. BMJ PublishingGroup


Ltd; 2003. p. 38l.
11 Gawkrodger DJ. Dermatology: An Illustrated Colour Text. 3rd ed. Elsevier
Science Limited; 2002. p. 72-3
12 Boucher M. Urticaria or Hives Causes and Symptoms and Natural Treatment
for Urticaria. Article from Free Online Library. 2010
13 Chang MW. All That Forms Rings Is Not Erythema Multiforme. New Eng
Jour Med. 2007
14 Dahl MV. Whealy Doses. New Eng Jour Med. 2010

50

Anda mungkin juga menyukai