Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Diare merupakan masalah kesehatan terutama pada balita baik di tingkat
global, regional maupun nasional. Pada tingkat global diare menyebabkan 16%
kematian. Sedangkan pada tingkat regional (Negara berkembang), diare
menyumbang sekitar 18% kematian balita dari 3.070 juta balita. Di Indonesia
diare menjadi penyebab utama kematian pada balita, yaitu 25,2%. Hal ini tentu
menjadi masalah serius untuk Indonesia dalam rangka mencapai tujuan keempat
dari pembangunan millenium atau Millennium Development Goals (MDGs) yaitu
penurunan angka kematian bayi menjadi 2/3 dalam kurun waktu 25 tahun (19902015).1
Pada tahun 2013 Dinas kesehatan Makassar melaporkan kasus Diare di 39
puskesmas se-Kota Makassar sampai dengan desember 2013 sebanyak 28.908
kasus. Angka kesakitan (IncidenceRate/IR) penyakit diare pada tahun 2013
sebesar 21,3 per 1.000 penduduk, angka ini menurun dari tahun 2012 sebesar 21,6
per 1.000 penduduk dengan jumlah kasus 29.265. Data dari 10 penyakit terbanyak
di Puskesmas Minasa Upa pada bulan Juni 2016 terdapat 108 kasus diare yang
terjadi, dimana sekitar 80% terjadi pada balita.
Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus
penyebanya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri
atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare
akut, termasuk sindroma malabsorbsi. Diare juga erat hubunganya dengan
kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat menyebabkan kekurangan gizi
oleh karena adanya anorexia dan berkurangnya kemapuan menyerap sari
makanan, sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan berdampak pada
pertumubuhan dan kesehatan anak2,3

Peran dokter dalam mengatasi penyakit diare sangatlah penting. Tenaga


medis, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan
adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan
kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama
bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi
serangan, dan bagaimana cara mencegah terjadinya diare pada anak.4
1.2 RUMUSAN MASALAH
- Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya diare akut pada balita?
- Apakah hygiene yang kurang dapat menjadi salah satu faktor resiko
-

penyebab diare akut pada balita?


Bagaimana tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit diare

akut pada balita?


Bagaimana hasil dari terapi yang diberikan kepada penderita diare akut pada
balita?

1.3 ASPEK DISIPLIN ILMU YANG TERKAIT DENGAN PENDEKATAN


DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF PENDERITA DIARE
AKUT PADA BALITA
Untuk pengendalian masalah diare akut pada balita baik pada tingkat
individu maupun masyarakat dilakukan secara komprehensif dan holistik yang
disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka
mahasiswa program profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan
kegiatan kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Kedokteran Komunitas di layanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk
meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur,
mawas diri dan pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu
kompetensi mempunyai landasan berupa pengelolaan informasi, landasan
ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah
kesehatan.

Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.3.1

Profesionalitas

yang

luhur

(Kompetensi

1)

Untuk

mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian


diare akut pada balita secara individual, masyarakat maupun pihak terkait
ditinjau dari nilai agama, etika moral dan peraturan perundangan.
1.3.2
Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa
mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisik, psikis, sosial
dan budaya sendiri dalam penanganan diare akut pada balita, melakukan
rujukan sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku
serta mengembangkan pengetahuan.
1.3.3 Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian diare akut pada balita.
1.3.4 Pengelolaan

Informasi

(Kompetensi

4)

Mahasiswa

mampu

memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan


dalam praktik kedokteran.
1.3.5 Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian diare akut pada balita secara holistik
dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
1.3.6 Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah diare akut pada balita
dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri,
dan keselamatan orang lain.
1.3.7 Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara

komprehensif,

holistik,

koordinatif,

kolaboratif

dan

berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah memberikan
tatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang
utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan
penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter
keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu
kedokteran terkini (evidence based medicine).
1.4.1 Tujuan Umum :
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah dapat menerapkan
penatalaksanaan diare akut pada balita dengan pendekatan kedokteran keluarga
secara komprehensif dan holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI), berbasis evidence based medicine (EBM) pada pasien dengan
mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan
diare akut pada balita dengan pendekatan diagnostik holistik di Puskesmas Minasa
Upa Makassar.
1.4.2 Tujuan Khusus
-

Untuk penerapan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang,


serta menginterpretasikan hasilnya dalam mendiagnosis diare akut pada

balita.
Untuk melakukan prosedur tatalaksana diare akut pada balita sesuai Standar

Kompetensi Dokter Indonesia.


Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada
tingkat individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian

diare akut pada balita.


Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif dalam pengendalian diare akut pada balita.


Untuk memanfaatkan sumber informasi terkini dan melakukan kajian ilmiah
dari data di lapangan untuk melakukan pengendalian diare akut pada balita.

1.4.3 Manfaat Studi Kasus


1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
1.4.3.2 Bagi Penderita (pasien)
Menambah wawasan akan diare akut pada balita yang meliputi proses
penyakit dan penanganan menyeluruh sehingga dapat memberikan
keyakinan untuk menghindari faktor pencetus.
1.4.3.3 Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita diare akut pada balita.
1.4.3.4 Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai Evidence Based
Medicine dan pendekatan diagnosis holistik diare akut pada balita serta
dalam hal penulisan studi kasus.
1.5 INDIKATOR KEBERHASILAN TINDAKAN
Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien
dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik berbasis Kedokteran
Keluarga adalah :
1.5.1 Pasien mampu mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab diare
akut.
1.5.2 Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah rehidrasi cairan dan minum obat
anti diare.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan
tindakan pengobatan didasarkan atas berkurangnya atau tidak ada lagi keluhan
dari pasien, perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan rehidrasi cairan
dan minum obat anti diare.
5

INFEKSI

Invasi Jaringan

BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS
2.1 KERANGKA TEORI
Gambaran Penyebab Diare

Faktor Risiko Diare

Mekanisme Diare

Pendekatan Konsep Mandala

Perilaku Kesehatan
- Hygiene Pribadi dan
Lingkungan Kurang
- Berobat jika hanya ada
keluhan berat

Gaya Hidup
-Kebiasaan Ibu jarang
Lingkungan Psiko-Sosio-Ekonomi
mencuci tangan
Pendapatan
keluarga
tergolong
dengan sabun
rendah
sebelum menyuapi Kehidupan sosial dengan lingk. Baik
anaknya makan - Pendidikan terakhir orangtuanya
adalah SMP
-Keluarga masih
Kekhawatiran oramgtuanya bahwa
kurang peduli
penyakit
anaknya
tak
kunjung
terhadap perilaku
sembuh
hidup bersih dan
7

Family
Pasien
Status Generalis : Gizi
Baik
BAB
Pelayanan Kesehatan
-Jarak rumah dengan
puskesmas dekat BAB
-keluarga memiliki
asuransi kesehatan
Jamkesda

encer
berupa cairan berwarna
kuning, ada ampas,
disertai
lendir
dan
tanpa disertai darah,
disertai panas badan
yang
tidak
begitu tinggi, hilang timbul.

Faktor Biologi
Seluruh Anggota Keluarga
Pernah Menderita hal yang
Pasien tidak rewel dan masih
sama, dan beresiko untuk
mau minum.
terkena lagi.

Lingkungan Kerja
-Pasien biasa bermain
tanah/pasir di halaman
sekitar rumah
Lingkungan Fisik
Sumur berdekatan dengan
jamban keluarga
Ventilasi dan sinar matahari
kurang
Rumah Jarang dibersihkan

Komunitas
- Pemukiman Padat dengan Sanitasi
yg Buruk
- Warga kurang menerapkan PHBS

Gambar 1. Konsep Mandala

2.2

PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK PADA PELAYANAN


KEDOKTERAN KELUARGA DI LAYANAN PRIMER
Pengertian

holistik

adalah

memandang

manusia

sebagai

mahluk

biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis manusia


adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang
kompleks fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan
dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang
diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan

fisik,

hasil

pemeriksaan

penunjang,

penilaian

risiko

internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.


Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan
pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnosis Holistik :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat


Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
Pembatasan kecacatan lanjut
Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
Jangka waktu pengobatan pendek
Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
Terproteksi dari risiko yang ditemukan
Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan

terapi, tujuannya yakni :


1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011)
9

Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :


1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
4.
5.
6.
7.

penyaring
Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
Melakukan anamnesis
Melakukan pemeriksaan fisik
Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,

prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi


8. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
10. Menilai aspek fungsi social
Dasar-dasar

dalam

pengembangan

pelayanan/pendekatan

kedokteran

keluarga di layanan primer antara lain :


1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika
kedokteran.

10

Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan


bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif
dan terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Comprehensive care and holistic approach


Continuous care
Prevention first
Coordinative and collaborative care
Personal care as the integral part of his/her family
Family, community, and environment consideration
Ethics and law awareness
Cost effective care and quality assurance
Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat
dari beberapa aspek yaitu :
I.
II.

Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran


Aspek Klinis : Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan

III.

diagnosis kerja dan diagnosis banding


Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,

IV.
V.

pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.


Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
Derajat Fungsi Sosial :
o Derajat 1 : Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2 : Pasien mengalami sedikit kesulitan
11

o Derajat 3 : Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa


dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan
o Derajat 4 : Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja,
bergantung pada keluarga
o Derajat 5 : Tidak dapat melakukan kegiatan
2.3

DIARE

2.3.1 DEFINISI
World Health Organization (WHO) mendefinisikan diare sebagai suatu
kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair,
bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali
atau lebih) dalam satu hari.4
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat
disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare , tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada
seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair,
keadaaan ini sudah dapat disebut diare.3
2.3.2 ETIOLOGI
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :5,6
2.3.2.1 Faktor Infeksi
12

Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan


penyebab utama diare). E.coli patogen merupakan penyebab utama diare.
Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa
agen penting, yaitu : Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterophatogenic E. coli
(EPEC), Enteroadherent E. coli (EAEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC),
Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)
- Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
- Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
- Infeksi parasit : cacing (Ascaris), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Tricomonas hominis dan jamur (Candida albicans).
- Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti : OMA (Otitis
Media Akut), tonsilitis, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan
sebagainya (sering terjadi pada bayi dan umur dibawah 2 tahun).
2.3.2.2 Faktor Malabsorpsi
-

Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan

sukrosa) atau monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa)


Malabsorbsi lemak
Malabsorbsi protein

2.3.2.3 Faktor Makanan


-

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

2.3.2.4 Faktor Lain


-

Imunodefisiensi
Gangguan psikologis (cemas dan takut)
Faktor-faktor langsung (kurang kalori protein, kesehatan pribadi dan
lingkungan, sosio-ekonomi).

2.3.3 EPIDEMIOLOGI
Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui
bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia.
Penyebab utama kematian akibat diare adalah tatalaksana yang tidak tepat baik di
rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare
perlu tatalaksana yang cepat dan tepat.2

13

Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia pada


tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5
episode setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate
(CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian
diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini
ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di
negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare
merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan
kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.7
Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan
penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan
berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke3 setelah TB dan Pneumonia.2
Pada tahun 2013 Dinas kesehatan Makassar melaporkan kasus Diare di 39
puskesmas se-Kota Makassar sampai dengan desember 2013 sebanyak 28.908
kasus. Angka kesakitan (IncidenceRate/IR) penyakit diare pada tahun 2013
sebesar 21,3 per 1.000 penduduk, angka ini menurun dari tahun 2012 sebesar 21,6
per 1.000 penduduk dengan jumlah kasus 29.265.8
2.3.3.1 Epidemiologi penyakit Diare juga dapat digambarkan Menurut Trias
Epidemiologi
a

Agent
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain

melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan
tinja penderita. Penyakit diare bisa disebabkan oleh karena infeksi bakteri, virus
atau parasit. Penyebab lainnya yaitu adanya malabsorbsi, keracunan makanan atau
alergi terhadap makanan.5,8
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan risiko terjadinya diare, perilaku tersebut antara lain:5,8
-

Tidak memberikan ASI (Air Susi Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan, bayi yang tidak diberi ASI beresiko untuk menderita diare lebih

14

besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita
-

dehidrasi berat juga lebih besar.


Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pertumbuhan

kuman jika tidak dicuci dengan bersih.


Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan

berkembang biak.
Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, pencemaran dirumah dapat
terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan

tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja

anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.


Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering
beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Sementara itu tinja

binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.


Host (Pejamu)
Umur merupakan faktor terpenting dari host pada diare. Episode diare

banyak terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi pada golongan
umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Terdapat perbedaan
pada saluran cerna bayi dan dewasa. Sistem pertahanan saluran cerna pada bayi
masih belum matang. Sekresi asam lambung belum sempurna saat lahir dan
membutuhkan waktu hingga beberapa bulan untuk dapat mencapai kadar
bakteriosidal dimana pH < 4. Begitu pula barrier mukosa berkembang sesuai
dengan bertambahnya usia.4,5
Prevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8%)
dibandingkan dengan anak perempuan (12,5%) dan lebih tinggi pada balita di
pedesaan (14,9%) dibandingkan dengan perkotaan (12,0%). Bayi yang diberi ASI
lebih terlindungi terhadap penyakit infeksi terutama diare. Hal ini dikarenakan
adanya faktor peningkatan pertumbuhan sel usus sehingga vilus dinding usus
cepat mengalami penyembuhan setelah rusak karena diare. ASI mengandung
Immunoglobulin yang dapat melumpuhkan bakteri E.Coli dan berbagai virus

15

dalam saluran cerna. ASI biasanya dapat diserap dan dicerna pada saat diare.
Anak-anak yang tetap diberi ASI selama diare, pengeluaran tinja berkurang dan
diare lebih pendek dibanding anak yang tidak diberi ASI.4,5
Kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang kemungkinan
terpapar bakteri tinja dari kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang
pada saat bayi mulai merangkak akan memperbesar risiko. Episode diare persisten
berhubungan dengan kegagalan pemberian ASI eksklusif.5
Diare pada anak dengan malnutrisi cenderung lebih berat, lebih lama dan
angka kematiannya lebih tinggi dibandingkan dengan diare pada anak dengan gizi
baik. Adanya defisiensi Fe memperpanjang mekanisme penyembuhan luka pada
saluran cerna menyebabkan abnormalitas morfologi mukosa. Defisiensi vitamin A
pada malnutrisi akan mengganggu respon imun terhadap saluran cerna. Hal ini
dikarenakan terganggunya respon antibodi dan cell-mediated. Di sisi lain, keadaan
malnutrisi menyebabkan atrofi vili, aktivitas enzim disakaridase terganggu,
gangguan absorbsi monosakarida, motilitas usus abnormal dan perubahan flora
usus.5
c

Environment
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.

Ada dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi
dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu melalui makanan dan
minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.5,8
Hygiene sanitasi buruk dapat berakibat masuknya bakteri secara berlebihan
ke dalam usus, sehingga dapat mengalahkan pertahanan tubuh normal. Adanya
keterbatasan dalam sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap kepadatan
lingkungan tempat tinggal, penyediaan sumber air bersih, keadaan hygiene
sanitasi lingkungan yang berhubungan dengan transmisi infeksi enterik,
khususnya di negara berkembang.5

16

2.3.3.2 Epidemiologi Penyakit Diare Dapat Juga Digambarkan Menurut


Variabel Epidemiologi
Distribusi Menurut Orang (Person)
-

Distribusi Menurut Umur


Penyakit diare dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria, wanita,

tua, muda, anak-anak, kaya dan miskin serta dimana saja. Sebagian besar
penderita diare di negara berkembang. Episode diare banyak terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Insidensi tertinggi pada golongan umur 6-11 bulan.4,5
-

Distribusi Menurut Jenis Kelamin


Prevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8%)

dibandingkan dengan anak perempuan (12,5%) dan lebih tinggi pada balita di
pedesaan (14,9%) dibandingkan dengan perkotaan (12,0%).4
-

Distribusi Menurut Etnik


Suku bangsa atau golongan etnik adalah sekelompok manusia dalam suatu

populasi yang memiliki kebiasaan atau sifat biologis yang sama. Walaupun
klasifikasi penyakit berdasarkan suku bangsa sulit dilakukan baik secara praktis
maupun secara konseptual, tetapi karena terdapat perbedaan yang besar dalam
frekuensi dan beratnya penyakit diantara suku bangsa maka dibuat klasifikasi
walaupun kontroversi. Pada umumnya penyakit yang berhubungan dengan suku
bangsa berkaitan dengan faktor genetik atau faktor lingkungan, misalnya :
(Penyakit sickle cell anemia, Hemofilia dan Kelainan biokimia seperti glukosa 6
fosfatase).5
Distribusi Menurut Tempat
-

Lingkungan
Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang di tularkan

melalui fecal oral. Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi


penyebaran diare salah satunya adalah lingkungan yang kumuh dan kotor.
Penderita diare lebih banyak terdapat pada masyarakat yang menetap pada
lingkungan yang kumuh dan kotor.4,5
-

Kondisi Sosial Ekonomi


17

Sebagian penderita diare adalah dari kalangan menengah ke bawah. Data


WHO menyatakan bahwa angka kematian akibat diare sebagian besar berada di
negara berkembang yang relatif miskin.4,5
Distribusi Menurut Waktu
Penyakit diare dapat menyerang siapa saja, dimana saja dan kapan saja
tanpa mengenal waktu. Kejadian diare paling banyak terjadi ketika musim
penghujan. Apabila kuman telah masuk ke dalam tubuh maka pada saat itu kuman
akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya diare.5
2.3.4 KLASIFIKASI
Pengelompokkan diare dapat berdasarkan banyak hal. Secara klinis, diare
dapat

dibedakan

menjadi

dua

kelompok

yaitu

diare

cair

dan

diare

berdarah/disentri, masing-masing menggambarkan patogenesis yang berbeda.6


Klasifikasi diare lain berdasarkan adanya invasi barier usus oleh
mikroorganisme tersering penyebab diare, dapat dikelompokkan sebagai diare
infeksi dan diare non infeksi. Diare infeksi adalah bila penyebabnya infeksi,
sedangkan diare noninfeksi bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada
kasus tersebut.6
Berdasarkan patomekanisme terjadinya diare, dapat dibedakan menjadi
diare sekretorik dan diare osmotik. Diare sekretorik akibat rangsangan tertentu
(misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan
elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus. Diare osmotik akibat terdapatnya makanan atau zat
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare. 5,6,8
Diare dapat juga diklasifikasikan berdasarkan derajat dehidrasinya yaitu
diare tanpa dehidrasi, diare dehidrasi ringan/sedang, diare dehidrasi berat.9

18

Berdasarkan waktu terjadinya diare meliputi diare akut dan kronik. Diare
akut adalah diare yang terjadi kurang dari 14 hari sedangkan diare kronik adalah
diare yang terjadi > 14 hari.5,6,8
2.3.5 PATOFISIOLOGI
Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan
osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik
lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna, begitu pula kedua mekanisme
tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.3,10

2.3.5.1 Diare Osmotik


Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus
dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen
usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah jejenum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus.
Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini
akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena
ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa
di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorsi kolon, sehinga terjadi diare.
Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung
sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang sama.3
2.3.5.2 Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus yang terjadi akibat gangguan absorsi natrium oleh vilus saluran cerna,
sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini
menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare

19

sekretorik cenderung disebabkan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada


mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. Cholera.11
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. Beda
osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium
(Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas
diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan
angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare,
maka perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai
kadar Na+ rendah (<50 mEq/L) dan beda osmotiknya bertambah besar (>160
mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90
mEq/L), dan perbedaan osmotik kurang dari 20 mOsm/L.12
Tabel 1 : Perbedaan Diare Osmotik dan Sekretorik 12

Volume tinja
Puasa
Na+ tinja
Reduksi
pH tinja

Osmotik

Sekretorik

<200 ml/hari
Diare berhenti
<70 mEq/L
(+)
<5

>200 ml/hari
Diare berlanjut
>70 mEq/L
(-)
>6

Bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri


dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama
bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++
yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase
akan menyebabkan fosforilase membran protein sehingga megakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain terjadi
peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama
Cl-.3
2.3.5.3 Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas

20

Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi


perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorsi. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorsi.
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat
inflamasi,

dekonjugasi

garam

empedu

dan

malabsorbsi.

Diare

akibat

hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan
berbagai peyakit lain.3
2.3.5.4 Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada
beberapa keadaan
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit,
mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare
lain seperti diare osmotik dan sekretorik.3,13
2.3.6 GAMBARAN KLINIS
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologis.
Gejala gastrointestinal berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.3
Tabel 2 : Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab3
Rotavir
us

Shigella

Salmonel
la

ETEC

EIEC

Kolera

Gejala
klinis :
Masa Tunas
Demam
Mual,
muntah
Nyeri perut

17-72

24-48 jam

6-72 jam

6-72 jam

6-72 jam

48-72 jam

jam

++

++

++

Jarang

Sering

Sering

Sering

Tenesmus,

Tenesmus

Tenesmus,

Kramp

Tenesmu

kramp

, kolik

kramp
-

21

Nyeri
kepala

>7hari

3-7 hari

2-3 hari

Variasi

3 hari

Sedang

Sedikit

Sedikit

Banyak

Sedikit

Banyak

5-

>10x/hari

Sering

Sering

Sering

Terus

10x/hari

Lembek

Lembek

Cair

Lembek

menerus

Cair

Kadang

Cair

5-7 hari

lamanya
sakit
Sifat tinja:
Volume
Frekuensi
Konsistensi
Darah
Bau
Warna
Leukosit
Lain-lain

Busuk

Langu

Merah-

Kehijauan

Tak

Merah-hijau

Amis khas

Kuning

hijau

hijau

berwarna
+

anorexia

Kejang +

Seperti air
-

cucuian

Infeksi

beras

Meteorism

sistemik +

Sepsis +

us

2.3.7 PEMERIKSAAN FISIK


2.3.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing : biasa, berkurang, jarang atau
tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan
selama diare. Adakah demam atau penyakit lain yang menyertai seperti : batuk,
pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare
: memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obatobatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.3
2.3.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda tambahan lainya ; mata : cekung atau tidak, ada atau tidak adanya air
mata; bibir : mukosa mulut dan lidah kering atau basah. Pernapasan yang cepat
dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak
ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian derajat

22

dehidrasi dapat ditentukan dengan cara : objektif yaitu dengan membandingkan


berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan menggunakan criteria
WHO dan MMWR.3

Tabel 3 : Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR


20033
Symptom

Kesadaran

Denyut jantung

Minimal atau tanpa

Dehidrasi

dehidrasi,

sedang,

kehilangan BB<3%

BB 3%-9%

Baik

Normal,

Normal

ringan
kehilangan

lelah,

Dehidrasi

berat,

kehilangan BB>9%

Apatis, letargi, idak

gelisah, irritable

sadar

Normal meningkat

Takikardi, bradikardi,
(kasus berat)

Kualitas nadi

Normal

Normal melemah

Lemah,

kecil

tidak

teraba
Pernapasan

Normal

Normal-cepat

Dalam

Mata

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Air mata

Ada

Berkurang

Tidak ada

Basah

Kering

Sangat kering

Cubitan kulit

Segera kembali

Kembali<2 detik

Kembali>2detik

Cappilary refill

Normal

Memanjang

Memanjang, minimal

Ekstremitas

Hangat

Dingin

Dingin,mottled,

Mulut

dan

lidah

sianotik

23

Kencing

Normal

Berkurang

Minimal

Tabel 4 : Skor Dehidrasi WHO3


Keadaan
umum
Mata
Mulut
Pernapasan
Turgor
Nadi

Baik

Lesu / haus

Tidak cekung
Biasa
<30x / menit
Baik
< 120x /

Agak cekung
Kering
30-40x / menit
Kurang
120-140x /

menit

menit

3
Gelisah, lemas,
ngantuk
Sangat cekung
Sangat kering
>40x / menit
Jelek
>140x / menit

Penilaian :
<6
: Tidak dehidrasi
7-12 : Dehidrasi ringan sampai sedang
>13

: Dehidrasi berat

2.3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada pasien yang mengalami dehidrasi berat atau toksisitas berat atau diare
berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaannya antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin,
hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan
kreatinin, pemeriksaan tinja, pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay
(ELISA) mendeteksi Giardiasis dan Tes Serologi Amobiasis, dan foto x-ray
abdomen. Pasien dengan diare karena virus, biasanya mempunyai jumlah dan
hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri

24

terutama bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan


darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis.14,15
Elektrolit diperiksa untuk mengetahui adanya kekurangan volume cairan
dan mineral tubuh. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mengetahui adanya
gangguan pada ginjal akibat dehidrasi 15
Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien
yang toksik, pasien dengan diare berdarah atau pasien dengan diare akut persisten.
Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai pemeriksaan
awal.15
Pada

pasien

dengan

AIDS

yang

mengalami

diare,

kolonoskopi

dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma di daerah


kolon kanan.15
-

Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita

dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang


watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus,
protozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang
mengandung darah atau mucus biasa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin bakteri enterovasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan
E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan
Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.16
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja,
adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu banyak
berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adanya
warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada
keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau
obat yang dapat menyebabkan warna merah

dalam tinja seperti rifampisin.

Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya
gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri. 16
25

Pemeriksaan Mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar

leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan


leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan
diberi tetes eosin atau NaCl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya.5
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan sudan
III yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai
secara mikroskopis dengan pembesaran 40 kali dicari butiran lemak dengan warna
kuning atau jingga.16
2.3.9 DIAGNOSIS BANDING
2.3.9.1 Typhoid
Diare akut adalah penyakit yang disebabkan oleh Samonella typhi atau
Salmonella paratyphi. Tanda klinis klasik yang muncul pada penderita berupa
demam, malaise, nyeri perut, dan konstipasi. Diare akut yang tidak segera
ditangani akan memberat dan mengakibatkan delirium, perdarahan intestinal,
perforasi usus, dan kematian dalam jangka waktu 1 bulan.17,18
Gejala klinis demam turun naik terutama sore dan malam hari (demam
intermiten). Keluhan disertai dengan sakit kepala (pusing-pusing) yang sering
dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia dan mual
muntah. Selain itu, keluhan dapat pula disertai gangguan gastrointestinal berupa
konstipasi dan meteorismus atau diare, nyeri abdomen dan BAB berdarah. Pada
anak dapat terjadi kejang demam. Demam tinggi dapat terjadi terus menerus
(demam kontinu) hingga minggu kedua.18
Pada Pemeriksaan Fisik bisa ditemukan :18
a.
b.
c.
d.

Suhu tinggi
Bau mulut karena demam lama
Bibir kering dan kadang pecah-pecah
Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue), jarang ditemukan

pada anak
e. Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor
f. Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri ulu hati)
g. Hepatosplenomegali

26

h. Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh


peningkatan frekuensi nadi).
2.3.9.2 Kolera
Kolera adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholera yang
ditandai dengan buang air besar seperti air cucian beras, nyeri kram otot perut;
menunjukkan hilangnya elektrolit yang mendasari. Pada uji kultur feses
ditemukan Vibrio cholera.18,19
2.3.9.3 Disentri
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan
kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri atau parasit yang menyebabkan terjadinya Shigellosis atau
Amoeba (disentri amoeba).18
Gejala klinis berupa sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar
encer secara terus menerus bercampur lendir dan darah, muntah-muntah, sakit
kepala. Bentuk yang berat (Fulminating Cases) biasanya disebabkan oleh S.
dysentriae dengan gejalanya timbul mendadak dan berat, dan dapat meninggal
bila tidak cepat ditolong.18
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan febris, nyeri perut pada penekanan
di bagian sebelah kiri, terdapat tanda-tanda dehidrasi.18
Pemeriksaan Penunjang ditemukan Leukosit 10/LPB disentri basiler
pada pemeriksaan feses didapatkan lekosit(+), bakteri(-), amoeba (+).19
2.3.9.4 Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang terjadi selama 14 hari atau lebih yang
disertai dengan adanya infeksi penyakit lain seperti TB paru, HIV/AIDS.20
2.3.9.5 Invaginasi
Invaginasi ditandai dengan dominan darah dan lendir dalam tinja. Adanya
massa intra abdominal (abdominal mass) dan tangisan keras dan kepucatan pada
bayi.20

27

2.3.10 PENATALAKSANAAN
Pada umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh cepat dengan
sendirinya melalui rehidrasi dan obat antidiare, sehingga jarang diperlukan
evaluasi lebih lanjut.18
Terapi dapat diberikan dengan : 18
a.
-

Memberikan cairan dan diet adekuat.18


Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang adekuat untuk rehidrasi.
Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi laktase transien.
Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau kafein, karena dapat
Meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak mengandung gas, dan
mudah dicerna.

b.

Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat anti diare untuk
mengurangi gejala dan antimikroba untuk terapi definitif. Pemberian terapi
antimikroba empiris diindikasikan pada pasien yang diduga mengalami
infeksi

bakteri

invasif,

Travellers

Diarrhea,

dan

Imunosupresi.

Antimikroba: pada GE akibat infeksi diberikan antibiotik atau antiparasit,


atau anti jamur tergantung penyebabnya. 17,18
Obat anti diare, antara lain: 18
-

Turunan opioid : Loperamide, Difenoksilat Atropine, Tinktur Opium. Obat


ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang disertai
demam, dan penggunaannya harus dihentikan apabila diare semakin berat

walaupun diberikan terapi.


Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien Immunocompromised, seperti HIV,

karena dapat meningkatkan risiko terjadinya Bismuth Encephalopathy.


Obat yang mengeraskan tinja : Atapulgit 4x2 tablet/ hari atau Smectite 3x1

sachet diberikan tiap BAB encer sampai diare stop.


Obat anti sekretorik atau anti Enkefalinase : Hidrasec 3x 1/ hari.

Antimikroba, antara lain : 18


-

Golongan kuinolon yaitu Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 5-7 hari

(untuk anak dosisnya berdasarkan BB).


Trimetroprim/Sulfamethoxazole 160/800 2x 1 tablet/hari (untuk anak
dosisnya berdasarkan BB).

28

Apabila diare diduga disebabkan oleh Giardia, Metronidazole dapat


digunakan dengan dosis 3x500 mg/ hari selama 7 hari (untuk anak dosisnya

c.

berdasarkan BB).
Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi disesuaikan dengan etiologi.
Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan derajat dehidrasinya, pasien
ditangani dengan langkah sebagai berikut : 18

Menentukan jenis cairan yang akan digunakan 18


Pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit yang hipotonik
dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2.5 g Natrium bikarbonat dan
1.5 KCl setiap liter. Cairan ini diberikan secara oral atau lewat selang
nasogastrik. Cairan lain adalah cairan ringer laktat dan NaCl 0,9% yang
diberikan secara intravena.

Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan 21


Prinsip dalam menentukan jumlah cairan inisial yang dibutuhkan adalah :
BJ plasma dengan rumus :
Defisit cairan

BJ plasma 1,025
0,001

Kebutuhan cairan
-

Skor
15

X Berat badan X 4 ml

X 10% X kgBB X 1 liter

Menentukan jadwal pemberian cairan : 18


Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan cairan
menurut BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini
agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
Satu jam berikutnya atau jam ke-3 (tahap ke-2) pemberian diberikan
berdasarkan kehilangan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial
sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor daldiyono kurang dari 3 dapat
diganti cairan per oral.
Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan
melalui tinja dan insensible water loss.
Kondisi yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada diare akut apabila
ditemukan : 18

29

Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus dianalisa lebih

lanjut
Pasien dengan tanda-tanda toksik (dehidrasi, disentri, demam 38.5C,

nyeri abdomen yang berat pada pasien usia di atas 50 tahun


Pasien usia lanjut
Muntah yang persisten
Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable.
Terjadinya outbreak pada komunitas
Pada pasien yang immunocompromised

d.

Konseling dan Edukasi


Pada kondisi yang ringan, diberikan edukasi kepada keluarga untuk
membantu asupan cairan. Edukasi juga diberikan untuk mencegah
terjadinya GE dan mencegah penularannya.18
Kriteria Rujukan 18

e.
-

Tanda dehidrasi berat


Terjadi penurunan kesadaran
Nyeri perut yang signifikan
Pasien tidak dapat minum oralit
Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas pelayanan

2.3.11 PENCEGAHAN
Diare pada balita di daerah tropis biasanya disebabkan oleh infeksi usus.
Tindakan pencegahan terhadap diare yang dapat dilakukan antara lain :21
2.3.11.1 Pemberian Air Susu Ibu (ASI) :21
-

Berikan air susu ibu selama 4-6 bulan pertama kemudian berikan ASI

bersama makanan lain sampai kurang lebih anak berusia satu tahun.
Untuk menyusui dengan nyaman dan aman, harusnya jangan beri cairan
tambahan seperti air, air gula atau susu bubuk, terutama dalam hari-hari
awal kehidupan anak, memulai pemberian ASI segera setelah bayi lahir,
menyusukan sesuai keperluan (peningkatan pengisapan meningkatkan
penyediaan susu), keluarkan susu secara manual untuk mencegah
pembendungan payudara selama masa pemisahan dari bayi, jika ibu bekerja
diluar rumah dan tidak mungkin membawa bayinya, maka berikan ASI
sebelum meninggalkan rumah, sewaktu kembali dimalam hari dan pada
kesempatan dimana ibu berada bersama bayi, ibu seharusnya terus

30

memberikan ASI sewaktu bayinya sakit dan setelah sakit. Hal ini sangat
penting jika bayi menderita diare.
2.3.11.2 Perbaikan Cara Menyapih21
-

Pada usia 4-6 bulan bayi harus diperkenalkan dengan makanan penyapih

yang bergizi dan bersih. Pada tahap awal sebaiknya makanan saring lunak.
Kemudian diet anak seharusnya menjadi semakin bervariasi dan mencakup
makanan pokok di masyarakat (biasanya sereal atau umbi), kacang atau
kacang polong, sejumlah makanan dari hewan, sebagai contoh produk susu,

telur dan daging, serta sayuran hijau atau sayuran jingga.


Anak juga harus diberikan buah-buahan atau sari buah dan minyak atau

lemak yang ditambahkan ke dalam makanan penyapih.


Anggota keluarga seharusnya mencuci tangan sebelum menyiapkan

makanan penyapih dan sebelum memberi makan bayi.


Makanan harus dipersiapkan di tempat bersih, menggunakan wadah dan

peralatan yang bersih.


Makanan yang tidak dimasak harus dicuci dengan air bersih sebelum

dimakan.
Makanan yang dimasak harus dimakan sewaktu masih hangat atau panaskan

dahulu sebelum dimakan.


Makanan yang disimpan harus ditutup dan jika mungkin masukkan ke
dalam lemari es.

2.3.11.3 Penggunaan Banyak Air Bersih


Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia, sumber air harus
dilindungi dengan menjauhkan dari hewan, melokasi kakus agar jaraknya lebih
dari 10 meter dari sumber air, serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas
sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber, air harus dikumpulkan dan
disimpan dalam wadah bersih dan gunakan gayung bersih bergagang panjang
untuk mengambil air, air untuk masak dan minum untuk anak harus dididihkan.21
2.3.11.4 Cuci Tangan
Semua anggota keluarga seharusnya mencuci tangan baik setelah
membuang tinja anak, setelah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum makan maupun sebelum memberi makan anak. 21

31

2.3.12 KOMPLIKASI
2.3.12.1 Hipoglikemia
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada Shigellosis dibanding penyebab
disentri lain. Hipoglikemia sangat berperan dalam menimbulkan kematian
hipoglikemia terjadi karena gagalnya proses glukoneogenesis secara klasik
menifestasi klinis hipoglikemia adalah kaki tangan berkeringat dingin, takikardi
dan letargi. Hipoglikemia berat dapat menimbulkan perubahan kesadaran dan
kejang. Tetapi gejala ini akan tersamar kalau ditemukan komplikasi lain jadi pada
tiap disentri dengan komplikasi harus diperiksa kadar glukosa darahnya.
Diagnosis ditegakkan melalui pengukuran kadar gula darah.21
2.3.12.2 Hiponatremia
Komplikasi ini juga banyak terjadi pada Shigellosis dibanding penyebab
lain. Hiponatremia muncul akibat gangguan reabsorsi natrium di usus, kematian
pasien dengan hipoglikemia sering dibanding hiponatremia. Manifestasi klinis
hiponatremia adalah hipotonia dan apatis. Kalau berat dapat menimbulkan kejang.
tetapi gejala ini juga akan tersamar kalau di temukan komplikasi lain, jadi pada
tiap disentri dengan komplikasi harus diperiksa kadar natrium darahnya.
Seyogyanya sekaligus diperiksa juga kadar kalium darah.21
2.3.12.3 Sepsis
Komplikasi ini paling sering menyebabkan kematian dibandingkan
komplikasi lainnya. Data dari ICCDR menunjukkan 28,8%dari 239 kasus
kematian akibat Shigellosis meninggal karena sepsis. Pengertian sepsis saat ini
telah berubah. Sebelumnya sepsis didefinisikan sebagai bakteriemia yang disertai
gejala klinis, sekarang bakteriemia tidak lagi merupakan persyaratan diagnosis
sepsis. Jika ditemukan manifestasi umum infeksi yang disertai gangguan fungsi
organ multipel sudah cukup untuk dikategorikan sepsis, gangguan fungsi organ
multipel dapat ditimbulkan mediator kimiawi, endotoksin, eksotoksin atau
septikemianya sendiri manifestasi umum/ganguan fungsi organ multipel ini dapat

32

berupa hiperpireksi, cutis marmoratae (akibat distensi kapiler), menggigil, gaduh


gelisah, proteinuria dan lain sebagainya. 21
2.3.12.4 Kejang dan Ensefalopati
Kejang yang muncul pada disentri tentu saja dapat berupa kejang deman
sederhana (KDS), tetapi kejang dapat merupakan bagian dari ensefalopati, dengan
kumpulan gejala hiperpireksi penurunan kesadaran dan kejang yang dapat
membedakannya dengan KDS, ensefalopati muncul akibat toksin, diagnosis
ditegakkan berdasarkan temuan klinis.21
2.3.12.5 Sindrom Uremik Hemolitik
Sindrom ini ditandai dengan trias yaitu anemia hemolitik akibat
mikroangiopati, gagal ginjal akut dan trombositopeni. Anemia hemolitik akut
ditandai dengan ditemukannya fragmentosit pada sediaan hapus, gagal ginjal akut
ditandai oleh oliguria, perubahan kesadaran dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin. Trombositopenia dapat meninbulkan gejala perdarahan spontan.
Manifestasi perdarahan juga disebabkan oleh mikroangiopati, yang dapat
berlanjut menjadi Dissemination Intravasculair Coagulation (DIC). Kematian
dapat disebabkan oleh terjadinya gagal ginjal akut dan gagal jantung.21
2.3.13 PROGNOSIS
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya
komplikasi, dan pengobatannya, sehingga umumnya prognosis adalah dubia ad
bonam. Bila kondisi saat datang dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi
dubia ad malam.19
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS
3.1. METODOLOGI STUDI KASUS
Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan
memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian
mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak subjek

33

dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah


kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter layanan primer secara
paripurna dan holistik terutama tentang penatalaksanaan diare akut pada balita
dengan pendekatan diagnosis holistik di Puskesmas Minasa Upa pada September
Tahun 2016.
Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan pengamatan
terhadap pasien dan keluarganya dengan cara melakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
3.2. WAKTU DAN LOKASI MELAKUKAN STUDI KASUS
3.2.1. Waktu Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di
puskesmas Minasa Upa pada tanggal 3 September 2016. Selanjutnya dilakukan
home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
3.2.2. Lokasi Studi Kasus
Studi kasus bertempat di Puskesmas Minasa Upa Kota Makassar, Provinsi
Sulawesi Selatan.
3.2.3

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI KASUS

3.2.3.1. Letak Geografis


Wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa terdiri dari kelurahan Gunung Sari dengan 18
RW dan kelurahan Karunrung dengan 1 RW dengan batas-batas sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.

Sebelah Utara
Sebelah Timur
Sebelah Barat
Sebelah Selatan

: RW XIV Kelurahan Karunrung


: Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa
: RW II Kelurahan Gunung Sari
: Kelurahan Mangasa

Sebagian besar wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa berada dalam wilayah
kelurahan Gunung Sari dengan luas 26.372 km dan kelurahan Karunrung 10,6 km.

Tabel 5. Luas Wilayah, Jumlah RW/RT menurut kelurahan di wilayah kerja


Puskesmas Minasa Upa tahun 2015
NO
1

KELURAHAN
Gunung Sari

LUAS (km2)
26,372

RW

RT

18

62

34

Karunrung

10,6

25

Jumlah

4,76

19

87

Gambar 2. Peta wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa


3.2.3.2. Keadaan Demografis
Kependudukan merupakan permasalahan yang dihadapi dewasa ini, bukan hanya
menyangkut jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan arus urbanisasi dengan segala
dampak sosial ekonomi, dan keamanan menjadi keharusan untuk mengendalikan angka
kelahiran dan kematian.
Pembahasan mengenai kependudukan mencakup masalah pertumbuhan penduduk
dan struktur penduduk menurut kelompok umur.
Dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dilaksanakan melalui tingkat
kelahiran dan penurunan angka kematian (bayi, anak balita dan ibu) dimana pertumbuhan
yang tinggi akan menambah beban pembangunan. Jumlah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Minasa Upa pada tahun 2015 disajikan dalam tabel berikut

Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan & Jenis Kelamin Wilayah


Kerja Puskesmas Minasa Upa Tahun 2015
No

Kelurahan

Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk

35

Laki-laki

Perempuan

Gunung Sari

8.734

8.431

17.165

Karunrung

2.680

2.623

5.303

Jumlah

11.414

11.054

22,468

Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan serta masalah


sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena faktor gizi yang berhubungan dengan lingkunagan,
perumahan dan sanitasi yang kotor menyebabkan berbagai macam penyakit yang muncul.
Di samping itu kepadatan penduduk sebagai lambang perkembangan suatu daerah.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesma Minasa Upa, kepadatan penduduk adalah
jiwa per kilometer persegi, jumlah kepala keluarga (KK) tahun 2015 di wilayah kerja
Puskesmas Minasa Upa adalah 4.250 KK melebihi jumlah rumah yang ada 2.998 rumah.
Berdasakan komponen umur dan jenis kelamin maka karakteristik penduduk dari
suatu negara dapat debedakan menjadi 3 macam yaitu:
-

Ekspansif, jika sebagian besar penduduk berada dalam kelompok umur termuda.
Konstruktif, jika penduduk berada dalam kelompok termuda hampir sama besarnya.
Stasioner, jika banyaknya penduduk sama dalam tiap kelompok umur tertentu.

Komposisi umur di wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa dapat dilihat seperti berikut:

Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Golongan Umur di Wilayah Kerja


Puskesmas Minasa Upa tahun 2015
No

Kelurahan

Golongan Umur (tahun)


0-1

1-4

5-15

16-45

>45

Jumlah

Gunung Sari

668

1.267

4.420

9.165

1.645

17.165

Karunrung

280

567

1.753

2.198

505

5.303

948

1.834

6.173

11.363

2.150

22,468

Jumlah

36

Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia terampil dan produktif


sehingga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tabel 8. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah kerja


Puskesmas Minasa Upa tahun 2015
No

Jumlah Penduduk

Kelurahan

Ket

TK

SD

SMP

SMA

Sarjana

Gunung Sari

186

689

473

399

201

Karunrung

62

214

173

112

94

248

903

646

511

295

Jumlah

Pendapatan dan pengeluaran perkapita. rata-rata pengeluaran perkapita penduduk


wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa belum terdata. Mata pencaharaian penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9. Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan di Wilayah Puskesmas


Minasa Upa tahun 2015
Mata Pencaharian

Distribusi (Persentase)

PNS

4.892

(36,2%)

ABRI

257

(1,9%)

Pensiunan ABRI

784

(5,8%)

Buruh bangunan

2.540

(18,8%)

Pedagang/ Dll

5.040

(37,3%)

Jumlah

13,513 (100%)

37

3.2.3.3. Sarana Kesehatan


Sarana kesehatan milik pemerintah, swasta dan partisipasi masyarakat yang
terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Minasa Upa turut berperan dalam peningkatan
status derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas.
Jenis sarana kesehatan yang tersedia berupa:
Fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah:

1. Puskesmas

: 1 buah

2. Puskesmas Pembantu

: 1 buah

Fasilitas pelayanan kesehatan swasta:

1. Dokter praktek swasta

: 6 buah

2. Bidan praktek swasta

: 1 buah

3. Toko obat berizin

: 2 buah

Fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat:

Posyandu

: 16 buah

3.2.3.4. Tenaga dan Struktur Organisasi


1 Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Minasa Upa :

Tabel 10. Jumlah Tenaga Kesehatandi Wilayah Puskesmas Minasa Upa


Tahun 2015
NO

JENIS PENDIDIKAN

DPB

DPK

PTT

JUMLAH

1.

Dokter Umum

2.

Dokter Gigi

3.

SKM

Sarjana Keperawatan

KET

38

Sarjana Farmasi

Sarjana Ekonomi

AKPER

Bidan

SPK

SPRG

10

S PAG

11

SMF

12

SPPH

Jumlah

37

37

Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Minasa Upa berdasarkan Surat Keputusan Kepala

Dinas Kesehatan Kota Makassar Nomor :800/1682/SK/IV/2010 Tanggal 21 April 2014


terdiri atas:
o
o
o

Kepala Puskesmas
Kepala Subag Tata Usaha
Kelompok Jabatan Fungsional
- Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
- Jaringan Pelayanan Puskesmas
- Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
o Unit Kesehatan Masyarakat
o Unit Kesehatan Perorangan
- Jaringan Pelayanan Puskesmas
o Unit Puskesmas Pembantu
o Unit Puskesmas Keliling
o Unit Bidan/Komunity

39

Gambar 3. Stuktur Organisasi Puskesmas Minasa Upa

3.2.3.5.

Visi dan Misi Puskesmas Minasa Upa

1. Visi
Visi Puskesmas Minasa Upa adalah untuk mewujudkan Puskesmas Minasa Upa
sebagai Pusat Pelayanan Prima dan Informasi Kesehatan Terdepan.

2. Misi
Misi Puskesmas Minasa Upa sebagai berikut :
a. Perubahan perilaku petugas dan disiplin kerja dan peningkatan sumber daya
manusia (SDM)
b. Berupaya setiap saat memberikan pelayanan prima sesuai dengan perkembangan
dan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat
c. Berupaya menanamkan pengalaman perilaku hidup sehat yang mandiri melalui
promosi kesehatan.
3.2.3.6. Upaya Kesehatan

40

Dari visi

dan misi tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan 6 upaya

kesehatan wajib puskesmas dan upaya pengembangan kesehatan.


1

Upaya kesehatan wajib puskesmas tersebut adalah:


-

Upaya Promosi Kesehatan

Upaya Kesehatan Lingkungan

Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta Keluarga Berencana

Upaya Perbaikan Gizi

Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Menular

Upaya Pengobatan

Upaya kesehatan pengembangan


-

Upaya Kesehatan Sekolah

Uapaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

Upaya Kesehatan Kerja

Upaya Kesehatan Gigi Dan Mulut

Upaya Kesehatan Jiwa

Upaya Kesehatan Usia Lanjut

3.2.3.7. Alur Pelayanan Puskesmas Minasa Upa

41

Gambar 4. Bagan Alur Pelayanan Puskesmas Minasa Upa


3.2.3.8.

Hasil Kegiatan
Sepuluh penyakit umum terbanyak yang tercatat di Puskesmas minasa Upa di

bulan Juni tahun 2016 adalah:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

ISPA
Trauma
Hipertensi
Penyakit Infeksi Lain
Dispepsia
Common Cold
Demam
Diabetes Melitus
Diare
Batuk

: 91
: 143
: 192
: 175
: 91
: 89
: 79
: 30
: 108
: 99

Kasus
Kasus
Kasus
Kasus
Kasus
Kasus
Kasus
Kasus
Kasus
Kasus

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 LAPORAN KASUS
4.1.1 Pasien
4.1.1.1
Identitas Pasien
Nama

: An. J

Umur

: 4 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Bangsa/suku

: Makassar

Agama

: Islam

Pekerjaan

: -

Alamat

: Jalan Jipang Raya 5b

Tanggal Pemeriksaan : 3 September 2016


42

4.1.1.2.1

Anamnesis

Alloanamesis kepada ibu pasien tanggal 3 September 2016


Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke puskesmas dengan keluhan
BAB encer sejak 3 hari sebelum datang ke puskesmas. BAB encer kurang lebih >
3 kali/hari. BAB cair menyemprot, ada ampas dan berwarna kuning. BABnya ada
sedikit bercampur dengan lendir, darah (-). Bau tinjanya seperti biasa tidak berbau
asam maupun berbau busuk. Ada nyeri perut, tidak ada mual dan muntah. Selain
itu juga pasien demam yang timbul tiba-tiba dan naik turun. Demamnya tidak
terlalu tinggi, tidak menggigil dan tidak sampai membuat pasien kejang. Buang
air kecil masih ada, waktu terakhir pasien BAB encer. Orang tua pasien belum
mengobati keluhan-keluhannya ini tetapi langsung membawa ke puskesmas.
-

4.1.1.2.2
Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut ibunya, pasien belum pernah menderita sakit seperti ini
sebelumnya.
Campak (-)
DBD (-)
Typhoid (-)
4.1.1.2.3
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga pernah menderita hal serupa, baik ibu ataupun bapak

pasien.
4.1.1.2.4

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang anak dari Tn. S dan Ny. T dengan pekerjaan bapak
sebagai penjual kacang dan ibu sebagai ibu rumah tangga dengan rata-rata
pendapatan yang tidak menentu setiap bulan. Sosial ekonomi keluarga ini
termasuk keluarga dengan sosial ekonomi menengah kebawah.
-

4.1.1.2.5
Riwayat Kebiasaan
Diakui oleh Ny.T bahwa anaknya yaitu An. J memiliki pola makan

yang cukup yaitu 3 kali sehari


Ny.T juga memiliki kebiasaan jarang mencuci tangan dengan sabun
sebelum menyuapi anaknya makan. Tetapi selalu menjaga kebersihan
peralatan makan secara benar, seperti mencuci peralatan makan dengan

sabun dan air yang mengalir.


Ny.T juga mengakui keluarga sekitar masih kurang peduli terhadap
perilaku hidup bersih dan sehat.
43

Ny. T membiarkan anaknya setiap hari bermain pasir tanpa batas di

halaman depan rumah bersama saudarinya.


4.1.1.2.6
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah menjalani terapi sebelumnya.
4.1.1.2.7
Riwayat Alergi
Alergi obat atau makanan (-)
Riwayat alergi orang tua pasien (-)
4.1.1.2.8
Riwayat Kehamilan
Selama hamil ibu pasien memeriksakan kehamilan ke bidan 1 kali

per tiga bulan. Ibu hamil An. J pada usia 30 tahun.


Ini adalah kehamilan kedua kalinya.
Selama hamil ibu tidak menderita hipertensi, diabetes melitus,

eklampsia atau penyakit berat lainnya.


Ibu makan dan minum sesuai anjuran bidan.

4.1.1.2.9
Riwayat Kelahiran
By.J lahir cukup bulan (38 Minggu) di rumah ditolong oleh bidan.

Pasien merupakan anak kedua dari pasangan Tn. S dan Ny. T.


Pasien lahir spontan dan langsung menangis.
Berat lahir 3000 gram, panjang lahir 47 cm dan lingkar kepala ibu

lupa. Warna air ketuban ibu juga tidak tahu.


Diakui ibu tidak terdapat penyulit saat persalinan.
4.1.1.2.10
Riwayat Pemberian Makanan
- 6 bulan : ASI eksklusif
- > 6 bulan - 2 tahun : ASI + MPASI (bubur saring
Kesan

dan makanan lunak)


> 2 tahun
: Susu formula + makanan pokok.

: pemberian makanan sesuai dengan usia.

4.1.1.2.11
Riwayat Perkembangan
Motorik kasar :
Usia 3 bulan sudah bisa mengangkat kepala
Usia 8 bulan sudah bisa merangkak
Usia 11 bulan sudah bisa berdiri namun masih suka terjatuh
Usia 12 bulan sudah dapat berjalan
Usia 17 bulan sudah dapat berlari
Usia 22 belajar makan sendiri
Motorik halus :
Usia 6 bulan sudah bisa menggapai benda
Usia 10 memukulkan 2 benda (saling disentuhkan)

44

Usia 16 bulan membedakan beberapa benda


Usia 20 bulan menggambar garis di kertas atau pasir
Bahasa : sudah bisa mengoceh dan bisa menyebutkan beberapa
kata

Sosial : berespon terhadap orang yang baru dikenal, dan sudah bisa
tersenyum.
Kesan : perkembangan sesuai usia.
4.1.1.2.12

Riwayat imunisasi

Tabel 11 : Riwayat Imunisasi An.H


0

bulan

bulan

bulan

Vaksin
BCG
DPT
Polio

Umur
4

18

bulan

bulan

bulan

bulan

Campak
Hepatitis
B

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia.


4.1.1.3 PEMERIKSAAN FISIK
4.1.1.3.1 Keadaan Umum
Sakit Sedang/Gizi baik/Compos mentis.
1.

4.1.1.3.2 Vital Sign


Tekanan darah : tidak diperiksa.
Pernapasan : 26x /menit (Axilla)
Suhu
: 37,9oC
Nadi
: 115x / menit reguler, kuat angkat
Berat Badan : 18 kg
Tinggi Badan : 105 cm
4.1.1.3.3
Status Generalis
Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
Pucat

: (-)

45

2.

3.

4.

5.

Sianosis

: (-)

Ikterus

: (-)

Perdarahan

: (-)

Oedem umum

: (-)

Turgor

: Menurun

Kepala
Bentuk

: Bulat, simetris

UUB

: Cekung (-)

Rambut

: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Kulit

: Turgor kulit menurun.

Mata
Palpebra inferior

: Tidak cekung.

Konjugtiva palpebra

: Tidak hiperemis.

Sklera

: Tidak ikterik.

Air mata

: (+)

Telinga
Bentuk

: Normal.

Hiperemis

: (-)

Serumen

: (-)

Membran timpani

: intak.

Hidung
Bentuk

: Normal.

Septum nasi

: Deviasi (-)

46

6.

7.

8.

Pernafasan cuping hidung

: (-)

Sekret

: (-)

Perdarahan

: (-)

Mulut
Mukosa bibir

: Basah.

Lidah

: Bersih.

Faring

: Tidak hiperemis.

Tonsil

: T1-T1, tidak hiperemis

Leher
Bentuk

: Simetris.

Trachea

: Di tengah.

KGB

: Tidak membesar.

Retraksi

: (-)

Paru
Inspeksi

:Pergerakan dinding thorax kiri kanan


simetris, tidak ada bekas luka, tidak
ada benjolan, retraksi ICS (-)

Palpasi

: Nyeri Tekan (-/-), Massa Tumor


(-/-)

Perkusi
Paru Kiri

: Sonor

Paru Kanan

: Sonor

Batas Paru-Hepar

: ICS V Dextra
47

Batas bawah paru belakang kanan

: Setinggi CV Th X

dextra
Batas bawah paru belakang kiri

Setinggi

CVTh

XI

sinistra
Auskultasi

: Suara nafas vesikuler diseluruh


lapang paru kiri-kanan. Ronkhi (-/-),
wheezing (-/-).

9.

Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak nampak.

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi

:Batas

atas

sela

iga

II

garis

parasternal sinistra.
Batas jantung kanan sela iga IV garis
parasternal dextra.
Batas jantung kiri sela iga IV garis
midklavikula sinistra.
Auskultasi

:Bunyi jantung I/II murni reguler,


murmur(-), gallop (-).

10.

Perut
Inspeksi

: Datar, simetris, ikut gerak napas

Palpasi

:Turgor kembali cepat, hepar dan lien


tidak teraba membesar.

Perkusi

: Hipertimpani (+)

48

Auskultasi

11.

: Peristaltik (+) kesan meningkat.

12.

Genitalia eksterna
Kelamin

: Laki-laki, tidak ada kelainan.

Anus

: Eritema natum (+)

Ekstermitas
Akral hangat
Edema (-)
Wasting (-)
Capilary Refill Time < 2 detik.

4.1.1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan pemeriksaan
4.1.1.5 PENATALAKSANAAN
-

Oralit
Zinc syrup 20 mg 1x1 cth
Paracetamol syrup 3x1 cth
Cotrimokszole syrup 2x2 cth

4.1.1.6 ANJURAN
-

Istirahat cukup
Banyak minum air
Cuci tangan sebelum makan dan sehabis bermain
Botol susu dan peralatan makanan lainnya di cuci bersih
Makan makanan bergizi untuk meningkatkan imunitas
Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter
Pemeriksaan penunjang yaitu darah rutin dan pemeriksaan feses untuk
mengetahui penyebab diare akut pada anak dan untuk menentukan terapi
antibiotik yang sesuai dengan penyebab diare tersebut.

4.1.2 KELUARGA
4.1.2.1
Profil Keluarga

49

Pasien An.J merupakan anak kedua dari pasangan Tn. S dan Ny. T yang
dikarunia 2 anak, anak pertama umur 10 tahun perempuan, ayah pasien berumur
36 tahun bekerja sebagai buruh dan ibunya berumur 34 tahun merupakan ibu
rumah tangga.
4.1.2.2 Karakteristik Demografi Keluarga
- Identitas kepala keluarga
: Tn. S
- Identitas pasangan
: Ny. T
- Alamat
: Jl. Jipang Raya 5b
- Bentuk Keluarga
: Nuclear Family
Tabel 12 : Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah
No

Nama

Sompa

Jenis

Keluarga
Kepala

Kelamin

keluarga

Tina
Sutrisna

Jumraeni

Laki-laki

Usia
36tahu

Perempua

n
34tahu

Anak

n
Perempua

n
10tahu

pertama
Anak

n
Perempua

kedua

Istri

4.1.2.3

Status

4 tahun

Pendidika
n
SMP
SMP
Sekolah

Pekerjaan
Penjual
Kacang
Ibu Rumah
Tangga
Tidak

Belum

bekerja
Tidak

sekolah

bekerja

Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup

Pekerjaan sehari-hari suami pasien adalah seorang penjual kacang.


Pendapatan setiap bulannya cukup dan bisa untuk membiayai kebutuhan seharihari keluarganya. Pasien ini tinggal di rumah pribadi yang terletak di Jipang raya.
Rumah pasien dalam kondisi kurang baik, dengan ventilasi yang tidak memadai
dan lingkungan rumah yang padat, serta tempat pembuangan sampah tidak ada.

50

Tabel 13 : Lingkungan Tempat Tinggal


Status kepemilikan rumah : Milik sendiri
Daerah perumahan : Padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan
Kesimpulan
Luas rumah : 10 x 5 m2
Keluarga Tn. S tinggal di rumah
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 4
dengan kepemilikian milik sendiri.
orang
Tn. S tinggal dalam rumah yang
Luas halaman rumah : kurang sehat dengan lingkungan
Tidak bertingkat
Lantai rumah dari : semen
rumah yang padat dan ventilasi yang
Dinding rumah dari : tembok kombinasi
tidak memadai dan dihuni oleh 4
papan
Orang. Dengan penerangan listrik
Jamban keluarga : ada
Tempat bermain : tidak ada
450 watt. Air sumur sebagai sarana
Penerangan listrik : 450 watt
air
bersih
keluarga,
tapi
Ketersediaan air bersih : ada
Tempat pembuangan sampah : tidak ada
berkedekatan dengan jamban.

4.1.2.4
Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
- Jenis tempat berobat
: Puskesmas
- Balita
: KMS
- Asuransi / Jaminan Kesehatan : Jamkesda

51

4.1.2.5

Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Tabel 14 : Pelayanan Kesehatan


Faktor

Keterangan

Cara mencapai pusat Keluarga


pelayanan kesehatan

Kesimpulan

menggunakan Letak puskesmas tidak

kendaraan pribadi berupa jauh dari tempat tinggal


motor atau naik angkutan pasien, sehingga untuk
umum untuk menuju ke mencapai
puskesmas.

Tarif
kesehatan

keluarga

pasien

dapat

sarana
pelayanan Menurut keluarga biaya menggunakan
pelayanan
kesehatan angkutan umum atau
membawa sepeda motor

cukup murah.
Kualitas

puskesmas

pelayanan Menurut

kesehatan

kualitas

keluarga
pelayanan

kesehatan yang didapat


memuaskan.

pribadi.

Untuk

biaya

pengobatan diakui oleh


keluarga

pasien

yaitu

setiap kali datang berobat


tidak dipungut biaya dan
pelayanan

puskesmas

dirasakan keluarga pasien


memuaskan pasien.

4.1.2.6
Pola Konsumsi Makanan Keluarga
- Kebiasaan makan : Keluarga Tn. S dan Ny. T memiliki kebiasaan makan
antara 2-3 kali dalam sehari, sedangkan anaknya yaitu An. J biasa diberi
-

makan 3 kali dalam sehari.


Penerapan pola gizi seimbang : Keluarga Tn. S selalu menerapkan pola
makan dengan gizi yang seimbang. Mereka makan dengan lauk-pauk seperti
nasi, ikan dan tempe serta sayuran, dengan bahan yang dibeli langsung dari
pasar sekitar rumah dan mengolahnya di dapur.

4.1.2.7
Pola Dukungan Keluarga
4.1.2.7.1
Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah dalam
Keluarga
52

Dengan seluruh anggota keluarga, terjalin komunikasi yang baik dan cukup
lancar. Kedua orang tua pasien sangat peduli terhadap anaknya yang sakit dengan
membawanya ke tempat pelayanan kesehatan terdekat (puskesmas/posyandu)
untuk berobat.
4.1.2.7.2

Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah dalam

Keluarga
Walaupun suasana kekeluargaan dalam keluarga ini cukup rukun, namun
kedua orangtua belum paham betul tentang diare, tentang PHBS, akhirnya karena
kasih sayang mereka pada anaknya dengan terlalu memberi kebebasan, maka
mereka terkadang membiarkan anaknya setiap hari bermain pasir tanpa batas di
halaman depan rumah bersama saudarinya.
Lingkungan tempat tinggal kurang baik dimana lingkungan sekitar rumah
cukup padat dan lembab dan mendapatkan pencahayaan yang kurang. Sanitasi
lingkungan kurang bagus. Kebersihan lingkungan rumah jarang dibersihkan,
begitu juga dengan lingkungan rumah para tetangga di sekitar rumah Tn. S,
mereka kurang memperhatikan kebersihan lingkungan.
4.1.2.8 Analisa Kedokteran Keluarga (Family Assesment Tools)
4.1.2.8.1
Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain :
-

Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan

yang dibutuhkan.
Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi

dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.


Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan

semua anggota keluarga.


Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta

interaksi emosional yang berlangsung.


Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
53

Penilaian
Hampir Selalu

= skor 2

Kadang-kadang

= skor 1

Hampir tidak pernah

=0

Total Skor
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

Tabel 15 : Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita Diare


No

Pertanyaan

Penilaian
Hampir
Selalu

KadangKadang

Hampir
Tidak
Pernah

54

(2)
1.

Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan keluarga saya
karena dapat membantu memberikan
solusi terhadap permasalahan yang
saya hadapi

3.

Growth (Pertumbuhan)
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki

4.

Affection (Kasih Sayang)


Saya puas dengan kehangatan/kasih
sayang yang diberikan keluarga saya

5.

(0)

Adaptasi
Saya puas dengan keluarga saya
karena
masing-masing
anggota
keluarga
sudah
menjalankan
kewajiban sesuai dengan seharusnya

2.

(1)

Resolve (Kebersamaan)
Saya puas dengan waktu yang
disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan

Total Skor

Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 8 ini menunjukkan Fungsi keluarga
sehat.

4.1.2.8.2

Fungsi Patologis (SCREEM)

Aspek sumber daya patologi


-

Sosial : Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan baik.


Cultural : Keluarga pasien percayakan adanya hal-hal gaib.

55

Religious : Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu, juga sering ikut

kegiatan pengajian dan tausiah.


Economy : Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi belum tercukupi.
Education : Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA.
Medication : Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan
dari puskesmas dan memiliki asuransi kesehatan Jamkesda.
4.1.2.8.3

Fungsi Keturunan (Genogram)

4.1.2.8.3.1 Bentuk keluarga


Bentuk keluarga ini adalah nuclear family yang terdiri dari Tn.S sebagai
kepala keluarga dan Ny.T sebagai seorang istri dan ibu dari anaknya. Dari hasil
pernikahan Tn. S dan Ny. T mereka dikarunai dua orang anak, anak pertama
perempuan belum sekolah umur 10 tahun, anak kedua Perempuan yang masih
kecil dan belum bersekolah bernama An. J 4 tahun. Seluruh anggota keluarga ini
tinggal dalam satu rumah.
4.1.2.8.3.2 Tahapan siklus keluarga
An. J terlahir dari pasangan Tn. S dan Ny. T. An. J adalah anak kedua,
diakui oleh ibunya bahwa penyakit yang diderita An. J pernah juga dialami
seluruh penghuni rumah mulai dari Ny. T sendiri dan Tn. S.
4.1.2.8.3.3 Family map

Gambar 5. Genogram Penderita Diare


Keterangan :
: Kepala keluarga (ayah penderita)
: Istri (ibu penderita)
: Anak ke-1
(sehat)
56

: Anak ke-2 (penderita Diare)

4.2 PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini adalah Diare tanpa dehidrasi yang didapatkan
berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek
risiko internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan
melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.

4.2.1

Analisa Kasus

Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien Diare Akut.


Tabel 16 : Skoring Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam
Penyelesaian Masalah dalam keluarga

57

No

Masalah

Faktor biologis
- Seluruh anggota
keluarga
1.
pernah
menderita hal
serupa.
Faktor ekonomi
dan pemenuhan
kebutuhan
- Pendapatan
keluarga
tergolong
rendah

2.

Skor
Awal
2

- Tidak
punya
tabungan

- Kehidupan sosial
dengan
lingkungan
baik

- Pendidikan
terakhir
orangtua
pasien adalah
SMP

- Kekhawatiran
orangtuanya
bahwa anaknya
tak
kunjung
sembuh
3. Faktor Perilaku
Kesehatan

Upaya
Penyelesaian

Resume Hasil
Akhir Perbaikan

- Edukasi mengenai - Terselenggara


penyakit dan
penyuluhan
pencegahannya - Keluhan berkurang
melalui
penyuluhan
Pengobatan
- Motivasi
untuk - Berniat
menambah
memanfaatkan
penghasilan
waktu
luang
dengan
untuk
memanfaatkan
memperoleh
waktu luang
penghasilan
tambahan
- Motivasi
- Keluarga berniat
mengenai
menyisihkan
perlunya
pendapatan
memiliki
untuk tabungan
tabungan
- Memiliki
rasa
- Nasehat
untuk
Tawakkal
bertawakkal
kepada Allah
kepada Allah,
dan yakinkan
bahwa semua
akan baik-baik
saja
- Memberikan
- Orangtuanya mulai
pengetahuan
mengerti tentang
dan
edukasi
PHBS
dan
tentang PHBS
penanganan awal
dan Diare
diare

- Memberikan
penjelasan
kepada
orangtuanya
tentang penyakit
anaknya

- Orangtuanya mulai
tenang dan yakin
bahwa anaknya
akan sembuh

Skor
Akhi
r
4

- Edukasi tentang - Semua


anggota
pentingnya
keluarga mulai
58

- Higiene pribadi
dan lingkungan
kurang
- Berobat
jika
hanya
ada
keluhan berat
Faktor lingkungan
Rumah
- Sumur
berdekatan
dengan jamban
keluarga
- Ventilasi
dan
sinar matahari
4.
kurang
- Rumah
jarang
dibersihkan

Total Skor
Rata-rata Skor

PHBS di rumah
untuk
mencegah
berbagai
penyakit infeksi
- Memindahkan
Jamban
keluarga
agar
jauh dari sumur.
- Memperbaiki
ventilasi
dan
penerangan
dengan
membuka pintu
rumah
pada
siang hari dan
- Menjelaskan
kepada keluarga
tentang
pentingnya
kebersihan
rumah

mengaplikasikan
dengan
baik
PHBS
dilingkungan
dan
rumah
mereka
Pintu rumah belum
dibuka
dan
rumah
masih
kurang ventilasi
dan penerangan,
jamban keluarga
masih
seperti
sebelumnya,
rumahnya mulai
sering
dibersihkan

17
2,1

29
3,67

Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah


Skor 1

: Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.

Skor 2

: Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber


(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya
oleh provider.

Skor 3

: Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang


belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian
besar oleh provider.

Skor 4

: Keluarga

mau

melakukan

namun

tak

sepenuhnya,

masih

tergantung pada upaya provider.


Skor 5

: Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

59

4.2.2

Diagnosis

Holistik,

Tanggal

Intervensi,

Dan

Penatalaksanaan

Selanjutnya
Pertemuan ke 1 : 3 September 2016
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1

Memperkenalkan diri dengan pasien.

Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.

Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien

Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosioekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.

Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat


yang akan dipergunakan.

Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.

Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.

Membuat diagnosis holistik pada pasien.

Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis.

4.2.2.1

Anamnesis Holistik

4.2.2.1.1 Aspek Personal


Pasien datang ke Puskesmas Minasa Upa dibawah oleh orang tua pasien
dengan keluhan BAB encer sejak 3 hari yang lalu. Harapan setelah berobat ke
puskesmas adalah agar pasien dapat sembuh. Ibu pasien khawatir jika diare pada
anaknya tidak kunjung sembuh maka akan menyebabkan anak akan menjadi
lemas dan berat badan anak menurun.
4.2.2.1.2 Aspek Klinik
-

BAB encer dialami sejak tiga hari sebelum datang ke puskesmas. frekuensi
BAB kemarin sebanyak > 3 kali dan hari ini BAB sebanyak 2 kali sebelum

dibawah ke puskesmas.
BAB berupa cairan berwarna kuning, ada ampas, disertai lendir dan tanpa

disertai darah.
Keluhan mencret disertai panas badan yang tidak begitu tinggi, hilang
timbul.

60

Pasien tidak rewel dan masih mau minum.

4.2.2.1.3 Aspek Faktor Risiko Internal


-

Pasien

masih

balita,

belum

mampu

untuk

mengidentifikasi

mengeliminasi faktor penyebab terjadinya diare


Kurangnya pengetahuan orang tua tentang PHBS dan diare
Pasien sering bermain tanah/pasir di halaman rumahnya

dan

4.2.2.1.4 Aspek Faktor Risiko Eksternal


-

Kondisi rumah yang kurang ventilasi dan pencahayaan.


Sumber air berdekatan dengan jamban (kurang bersih).
Keluarga kurang memperhatikan kebersihan lingkungan rumah.

4.2.2.1.5 Aspek Psikososial Keluarga


Di dalam keluarga terdapat faktor-faktor yang dapat menghambat dan
mendukung kesembuhan pasien. Di antara faktor-faktor yang dapat menghambat
kesembuhan pasien yaitu, kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit yang
diderita pasien sehingga tidak ada upaya pencegahan faktor pencetus penyebab
diare pasien. Sedangkan faktor yang dapat mendukung kesembuhan pasien yaitu
adanya dukungan dan motivasi dari semua anggota keluarga baik secara moral
dan materi.
4.2.2.1.6 Aspek Fungsional
Sebelumnya An. J masih dapat menjalankan aktivitas biasa seperti bermain
bersama ibunya, saudarinya, dan anak tetangganya, akan tetapi dari hari ke hari
aktifitas fisik yang dilakukan An. J semakin berkurang dikarenakan sakit yang
dideritanya. Bahkan sejak An. J BAB encer sudah tidak mampu sama sekali
bermain, hanya tinggal dirumah untuk istirahat.
4.2.2.1.7 Derajat Fungsional
Derajat 1 yaitu tidak ada kesulitan. Dapat melakukan aktifitas, tapi
bergantung keluarga.
4.2.2.1.8 Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)
-

Pertemuan ke-1: Puskesmas Minasa UPA, 3 September Juni 2016 pukul

10.00 WITA.
Pertemuan ke-2: Rumah pasien Jl. Jipang Raya 5b, 5 September 2016 pukul
11.00 WITA

Tabel 17 : Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)


61

Aspek

Aspek
personal

Aspek
klinik

Kegiatan

Sasara
n

Hasil yang
Waktu

diharapka

Biay
a

Ket.

Menginform Pasien
asikan
kepada
keluarga
pasien baik
kepada Tn.
S atau Ny.
T untuk
memberi
minum An. J
dengan
obat yang
sudah diberi
sesuai
anjuran
dokter
puskesmas.
Disamping
itu rutin
memeriksak
an An. J ke
puskesmas
walaupun
kesehatann
ya sudah
membaik.

Saat

Pasien

Tida

Tidak

pasie

dapat

menol

n ke

sembuh

ada

ak

PKM

dengan

dan

sempurna

saat

dan dapat

home

melakukan

visit

aktifitas

ke

sehari-hari

ruma

dengan

baik

Menganjurk
an agar
orang tua
pasien
memperhati
kan secara
khusus
keadaan

- Saat

Diare

Tida

Tidak

pasie

pasien

menol

n ke

dapat

ada

ak

PKM
- Saat

sembuh

Pasien

pasie
n

home
visit
62

Aspek
risiko
internal

pasien,
konsumsi
obat secara
teratur, dan
kontrol
kembali di
PKM jika
keluhan
belum
membaik.

ke

- Memberi
Pasien
informasi
kepada
orang tua
pasien agar
mencuci
tangan
pasien
setelah
bermain
tanah/pasir,
menkonsum
si obat yang
teratur,
memperhati
kan
kebersihan
mencuci
tangan
dengan
sabun saat
menyuapi
anak
makan.

Saat

Untuk

Tida

Tidak

pasie

menjaga

menol

n ke

agar

ada

ak

PKM

penyakit

dan

yang

saat

diderita

home

pasien

visit

tidak

ke

kambuh

ruma

lagi dan

menjaga

pasie

higienitas

pasien.

ruma
h
pasie
n

63

Aspek
risiko
external

Memberi
informasi
kepada
orang tua
pasien
untuk selalu
menjaga
kebersihan
lingkungan
rumah, dan
selalu
membuka
jendela dan
pintu
rumah.
Memberitah
u kan
kepada
orang tua
pasien
tentang
syarat air
bersih.

Orangt

Saat

Untuk

Tida

Tidak

ua

datan

menjaga

menol

g ke

agar

ada

ak

PKM

penyakit

dan

yang

saat

diderita

home

pasien

visit

tidak

ke

kambuh

ruma

lagi
Menjaga

h
pasie
n

hygienitas
lingkunga
n dan
pasien.
Agar siklus
udara dan
pencahay
aan rumah
cukup.
Agar
syarat air
bersih
terpenuhi.

Aspek
psikososi
al
keluarga

Menganjurk
an agar
orang tua
pasien tidak
menelantar
kan
anaknya

Seluruh

Saat

Menjaga

Tida

Tidak

Keluarg

home

kondisi

menol

visit

kesehatan

ada

ak

ke

mental

ruma

dan fisik

64

saat
bermain,
dan
berusaha
menjadi
sahabat
yang baik
untuk
keluarga
kapanpun
dan
dimanapun.
Aspek
fungsion
al

Menganjurk
an agar
setelah
sembuh
pasien
dapat
melakukan
aktifitas
bermain
seperti
sedia kala
dan tentu
memperhati
kan
kebersihan
anak dan
kebersihan
lingkungan
sekitar
tempat
anak
bermain.

keluarga

pasie

agar tetap

sehat.
Menghind
ari efek
kemungki
nan
terburuk
saat
bermain.

Pasien

Saat

Agar

Tida

Tidak

home

kondisi

menol

visit

tubuh

ada

ak

ke

anak tetap

ruma

sehat dan

membuat

pasie

anak lebih

aktif.

4.2.2.2 Pemeriksaan Fisik

65

Keadaan umum baik. Tanda Vital: Tekanan Darah: tidak dilakukan


pengukuran, Nadi : 115 x/menit, Pernapasan : 26 x/menit, Suhu : 37,9oC. Mata
tidak cekung, turgor kulit baik. perkusi abdomen: Hypertimpani, Auskultasi
:Peristaltik meningkat.
4.2.2.3 Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan.
4.2.2.4 Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)
Diagnose Klinis : Diare akut tanpa dehidrasi pada anak
Diagnose Psikososial : Orangtua pasien khawatir terhadap penyakit
anaknya yang tidak kunjung sembuh, kebiasaan pasien yang sering
bermain tanah serta hygiene pribadi dan lingkungan kurang. Keluarga
kurang menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan
keluarga pasien).
4.2.2.5 Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak terinfeksi penyakit
diare antara lain :
-

Menghindari faktor pencetus


Menghindari bermain tanah/pasir untuk mencegah terjadinya diare
Mencuci tangan dengan sabun sehabis bermain, sebelum makan, sehabis

buang air kecil maupun buang air besar


Menjaga asupan makanan yang bergizi
Memasak makanan dan minuman
Mencuci bersih botol susu pasien

4.2.2.6 Pencegahan Sekunder

66

Pengobatan farmakologi berupa :

Oralit

Zinc syrup 1x1

Paracetamol 3x1 cth

Cotrimoksazole syrup 2x2 cth

Pengobatan non farmakologis berupa :

Mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab diare

Menghindari bermain tanah/pasir untuk mencegah terjadinya diare

Menjaga asupan makanan yang bergizi

4.2.2.7 Terapi Untuk Keluarga


Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama yang
berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien. Dimana anggota
keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan dukungan dan motivasi
kepada pasien untuk berobat secara teratur dan membantu memantau terapi pasien
serta pentingnya menjaga hygiene baik dari orang tua maupun pasien.

67

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
- Diagnosa klinis

: Diare akut tanpa dehidrasi pada anak.

Diagnosis psikososial : Orangtua pasien khawatir terhadap penyakit


anaknya yang tidak kunjung sembuh, kebiasaan pasien yang sering
bermain tanah serta hygiene pribadi dan lingkungan kurang. Keluarga
kurang menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat.
-

Gambaran dari Genogram: Seluruh Anggota keluarga pernah menderita


hal yang sama dan beresiko untuk terkena lagi.

5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada An. J berupa penyakit
diare akut tanpa dehidrasi pada anak, lifestyle yang kurang baik maka disarankan
untuk :

68

Mengidentifikasi faktor-faktor yang mencetuskan timbulnya diare.


Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit diare.
Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang perilaku hidup bersih dan
sehat. Hasil yang diharapkan keluarga dapat memahami sehingga dapat

mengupayakan pencegahan untuk penyakit tersebut.


Memberi edukasi pada pasien tentang penatalaksanaan anak saat diare
Menganjurkan pasien meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan

memperhatikan dan memperbaiki makanan.


Menjelaskan kepada orangtua pasien agar selalu rajin kontrol kesehatan

dan rutin meminumkan obat pada pasien.


Menganjurkan kepada orangtua pasien untuk kontrol kembali ke
puskesmas jika keluhan belum berkurang/bertambah berat setelah
intervensi pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
1 Kementrian Kesehatan RI. Situasi Diare Di Indonesia. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2011;2.
2

Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.


Jakarta : Sagung Seto. 2007 : 1-24

Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar GastroenterologiHepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta : Badan penerbit UKK GastroenterologiHepatologi IDAI. 2010 : 87-110

Jane. Soepardi. Situasi Diare Di Indonesia. Buletin Jendela Data Dan


Informasi Kesehatan Volume 2. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. 2011.
Hal : 1-12.

Setiawan B, Diare akut karena infeksi, Dalam : Sudoyo A, Setyohadi B,


Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta.
Departemen IPD FK UI Juni 2006

Loeheri S, Nariswanto H. Mikrobiologi Penyebab gastroenteritis akut pada


orang dewasa yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta : Acta Medica Indonesiana. 30.
69

Santoso B. Patogenesis dan Patofisiologi Diare Akut pada Anak. Balai


Penerbit UNDIP Semarang.

Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology


and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced
Based Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in
Europe. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46 : S81184.2008

Sugihanto Eko.Penelitian : Etiologi Diare akut infektif di Puskesmas


Mranggen Dan Karangawen Kabupaten Demak. Bagian Penyakit dalam
Fakultas Kedokteran Undip RSUP Dr Kariadi. Semarang. 2006

10 Philip D. Smith. Infection Diarrhoea in Patients With AIDS. In


Gastroenterology Clinics of North America. XXII (3). Philadelphia. WB
Saunders.
11 Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta :
Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia. 2005
12 Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition.
United Stated of Amrica, Lippincot wiliams
13 Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens : effect on
the tight junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam
http:www.glut.bmj.com.
14 Parmayanti A. Etiologi Diare Akut Infektif Dan Sensivitas kuman Di
Bangsal Penyakit Dalam RS Dr Kariadi Dan Rsu Kota Dati II Semarang.
Bagian Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Undip RSUP Dr Kariadi. 2004
15 Yoga. Tjandra. Buku saku petugas kesehatan lintas diare. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen
Kesehatan RI. 2011. Hal : 1-33
16 Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta :
Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia. 2005.
17 Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus
dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta : Sagung Seto. 2007 :
100-111.

70

18 Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Primer.. 2014.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5.
19 Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 2014. Makassar. Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal :
25-31.
20 Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Department Of
Child And Adolescent Health And Development (CAH) World Health
Organization. 2009. Hal : 131-136, 146.
21 Sunoto, Sutoto, Suparto, dkk, Dalam: Buku Ajar Diare. Ditjen PPM dan
PLP. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Lampiran

Wawancara dengan ibu pasien

71

Kondisi dalam rumah

Kondisi diluar rumah

72

Anda mungkin juga menyukai