Anda di halaman 1dari 7

Nadia Putri Salsabila

1806204726
Tata Kelola Pelayanan Kesehatan

Pelayanan Telemedicine di Indonesia Selama Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 mengubah banyak tatanan kehidupan masyarakat, terutama


pada sistem pelayanan kesehatan. Di era serba digital ini, seluruh hal dapat dilakukan
secara daring, tak terkecuali kegiatan pelayanan kesehatan. Kegiatan pelayanan
kesehatan yang dilakukan secara daring disebut dengan telemedicine.  Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 Pasal 1 Ayat 1, layanan
telemedicine diartikan sebagai pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh
profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi,
meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan
cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan
kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat (1).
Telemedicine memungkinkan pasien untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan ,
seperti berkonsultasi dengan dokter hingga membeli obat, dari jarak jauh dengan
bantuan teknologi. Praktik pembatasan sosial saat ini semakin menguatkan bahwa
aktivitas telemedicine menjadi sesuatu yang ideal untuk dilakukan saat ini. Praktik
telemedicine dilaksanakan untuk mengurangi kontak antara pasien dan tenaga
kesehatan guna mengurangi rantai penularan, menjaga ketersediaan Alat Pelindung
Diri (APD) bagi tenaga kesehatan, dan meminimalisir lonjakan pasien pada fasilitas
pelayanan kesehatan. Sistem pelayanan kesehatan harus menyesuaikan cara triase,
perawatan, dan evaluasi untuk pasien dengan menggunakan metode yang tidak
bergantung pada layanan tatap muka (2). Layanan telemedicine membantu
memberikan pelayanan kepada pasien sambil meminimalisir penularan COVID-19.
Pelayanan telemedicine dapat memfasilitsi strategi mitigasi kesehatan masyarakat
selama pandemi ini melalui praktik pembatasan sosial. Pelayanan kesehatan ini dapat
menjadi opsi paling aman bagi tenaga kesehatan dan pasien dengan mengurangi
potensi terinfeksi. Penjagaan keberlanjutan layanan setinggi mungkin dapat
menghindari konsekuensi negatif lainnya dari layanan pencegahan, kronis, atau rutin
yang tertunda. Telemedicine dapat meningkatkan partisipasi bagi mereka yang rentan
secara medis atau sosial atau yang tidak memiliki akses langsung ke pelayanan
kesehatan. Telemedicine juga dapat membantu menjaga hubungan pasien dan fasilitas
kesehatan pada saat melalukan kunjungan langsung dinilai tidak praktis atau tidak
memungkinkan. Selama pandemi ini, layanan telemedicine dapat digunakan untuk
screening pasien yang memiliki gejala COVID-19 dari jarak jauh, memberikan
pelayanan minim risiko kepada pasien non COVID-19, memberikan akses pelayanan
kesehata primer hingga spesialis, memberikan arahan dan dukungan untuk pasien
dengan penyakit kronis, memberikan terapi, memonitor tanda klinis dari kondisi
medis tertentu, memberikan pelayanan kepada masyarakat yang kesulitan mengakses
pelayanan kesehatan, memonitor pasien yang baru selesai menjalankan rawat inap,
memberikan perencanaan perawatan kepada pasien, dan memberikan edukasi serta
pelatihan melalui metode peer-to-peer antar tenaga kesehatan melalui konsultasi
medis (2).
Penggunaan layanan telemedicine dapat dibagi berdasarkan dua hal, yaitu
berdasarkan waktu penyampaian informasinya dan interaksi antara individu yang
terlibat, yakni antara sesama tenaga kesehatan mauapun antara tenaga kesehatan dan
pasiennya. Berdasarkan waktu penyampaian informasinya, layanan telemedicine
dapat dibagi menjadi metode simpan-dan-teruskan serta metode asinkronus (3).
Pengaplikasian metode simpan-dan-teruskan dilakukan dengan cara pasien
mengirimkan deskripsi kasus kesehatan yang dirasakannya melalui surat elektronik
kepada tenaga kesehatan yang dimana nantinya surat tersebut akan dibalas oleh
tenaga kesehatan terkait diagnosis dan penanganannya. Sementara itu, pengaplikasian
metode sinkronus memerlukan keberadaan masing-masing individu pada waktu yang
sama, sehingga pertukarannya informasinya dapat dilakukan secara langsung.
Informasi dari kedua metode tersebut dapat disampaikan melalui berbagai cara,
seperti melalui pesan teks, video, maupun foto.
Pandemi COVID-19 menyebabkan penggunaan layanan telemedicine meningkat
di seluruh dunia. Saat ini, masyarakat sangat meminimalisir kunjungannya ke rumah
sakit dan memilih untuk melakukan konsultasi kesehatan secara daring. Berdasarkan
data McKinsey & Company, pandemi COVID-19 memengaruhi tiga hal pada
pelayanan telemedicine, yaitu konsumen, penyedia, dan peraturan. Dari sisi
konsumen, terdapat peningkatan yang sangat signifikan yaitu dari hanya sekitar 11%
responden yang menggunakan layanan telemedicine menjadi 76% respondern
menggunakan layanan telemedicine dengan tingkat kepuasan hingga 74%. Sementara
itu, penyedia layanan telemedicine melaporkan bahwa selama pandemi COVID-19,
kunjungan ke aplikasi layanan kesehatan miliknya meningkat hingga 50 sampai 175
kali lipat dibandingkan sebelum terjadi pandemi, dengan keuntungan 54% lebih tinggi
dari sebelum pandemi. Selama pandemi ini pula, aplikasi telemedicine telah
menambah jumlah pelayanannya hingga lebih dari 80 pelayanan baru (4).
Sementara itu, di Indonesia sendiri, Satuan Tugas Penanganan COVID-19
Indonesia telah menyarankan masyarakat untuk tidak ke Rumah Sakit apabila tidak
dalam keadaan sangat darurat dan lebih baik beralih untuk menggunakan layanan
telemedicine. Saat ini sudah terdapat 12 layanan kesehatan digital yang tergabung
dalam Indonesia Telemedicine Association atau Atensi, seperti Halodoc, Alodokter,
klikdokter, dokter.id, dan lainnya. Selain melalui layanan tersebut, masyarakat juga
dapat memanfaatkan konsultasi medis secara daring yang disediakan oleh BUMN.
Dilansir dari laman Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Indonesia, saat ini sudah
terdapat 300.000 masyarakat yang memanfaatkan layanan telemedicine selama
pandemi (5). Menurut Katadata, salah satu aplikasi telemedicine, yakni Halodoc,
mengalami peningkatan signifikan pada jumlah pengguna aktif hingga 10 kali lipat
sejak pandemi merebak, jika dibandingkan dengan data pengguna aktif pada kuartal
IV 2019 (6). Aplikasi telemedicine lainnya yang mengalami peningkatan signifikan
adalah GrabHealth yang didukung oleh Good Doctor. Melalui websitenya, Danu
Wicaksana, Managing Director Good Doctor Technology Indonesia, mengatakan
bahwa pada Maret 2020, permintaan konsultasi kesehatan meningkat hingga 400%
dan permintaan tanya jawab tentang COVID-19 meningkat hingga 20 kali lipat (7).
Pelayanan telemedicine di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine antar Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Di dalam Permenkes ini diatur mengenai serba-serbi pelayanan
telemedicine, mulai dari definisi, jenis, fasyankes penyelenggara, syarat pelaksanaan,
ketentuan registrasi, keahlian, biaya, hak dan kewajiban fasyankes penyelenggara,
pendanaan, hingga pembinaan dan pengawasan. Jenis layanan yang diberikan dalam
telemedicine terdiri dari pelayanan tereladiologi, teleelektrokardiografi,
teleultrasonografi, telekonsultasi klinis, dan pelayanan telemedicine lainnya yang
sesuai dengan perkembangan zaman nantinya. Penyelenggara layanan telemedicine
terdiri dari fasyankes pemberi konsultasi, yakni rumah sakit milik Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi syarat serta fasyankes peminta
konsultasi, yakni rumah sakit, fasyankes tingkat pertama, dan fasyankes lainnya.
Fasyankes pemberi konsultasi bertugas untuk menentukan sumber daya manusia
pelayanan telemedicine, menentukan standar operasional prosedur telemedicine,
mendokumentasikan pelayanan telemedicine dalam rekam medis, serta merespon
segala saran dan kritik dari fasyankes peminta konsultasi. Sedangkan fasyankes
peminta konsultasi bertugas untuk menentukan sumber daya manusia pelayanan
telemedicine, menentukan standar operasional prosedur telemedicine,
mendokumentasikan pelayanan telemedicine dalam rekam medis, dan memberikan
jasa pelayanan telemedicine sesuai dengan perjanjian kerja sama. Seluruh fasyankes
penyelenggara telemedicine harus memiliki SDM, sarana, prasarana, peralatan, serta
aplikasi yang memadai. Biaya layanan telemedicine dibebankan kepada fasyankes
peminta konsultasi dan pengajuan klaim biaya dapat dilakukan melalui aplikasi.
Pendanaan layanan telemedicine dapat bersumber dari APBN, APBD, dan sumber
lainnya. Pembinaan dan pengawasan layanan telemedicine dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing (1).
Peningkatan pelayanan telemedicine saat ini memicu banyak tanggapan
yang membahas mengenai nasib pelayanan ini setelah pandemi mereda. Ada beberapa
yang berpendapat bahwa layanan ini akan tetap populer meski pandemi sudah
berakhir, namun ada pula yang beranggapan bahwa masih banyak tantangan yang
harus dihadapi untuk menerapkan telemedicine saat ini. Menurut survei McKinsey &
Company, penggunaan telemedicine akan tetap populer meski pandemi sudah
berakhir. Hal ini terlihat dari hasil surveinya yang menunjukan bahwa terdapat 57%
penyedia layanan kesehatan yang merasa telemedicine lebih menguntungkan dan 64%
diantaranya cukup nyaman untuk menggunakannya (4). Namun, menurut World
Bank, saat ini telemedicine belum bisa menjadi sebuah inovasi yang diterapkan untuk
semua orang. Meski teknologi untuk melakukan konsulasi dan diagnosis terus
berkembang, penyedia layanan kesehatan masih harus melakukan tatap muka dengan
pasiennya (8). Tenaga kesehatan masih khawatir mengenai keamanan, integrasi alur
kerja, sistem reimburse telemedicine kedepannya, dan keefektifan layanannya. Survei
juga menunjukan kesenjangan antara masyarakat yang tertarik menggunakan
telemedicine dan masyarakat yang benar-benar menggunakan layanan telemedicine.
Survei menunjukan bahwa terdapat 76% masyarakat yang tertarik menggunakan
layanan telemedicine, namun hanya 46% yang benar-benar menggunakannya (9).
Terdapat tujuh lingkup yang harus ditingkatkan dari pelayanan telemedicine agar tetap
digunakan meski nantinya pandemi telah selesai. Pertama, layanan telemedicine harus
bisa membetuk alurnya, telemedicine harus melakukan standarisasi prosedur rujukan
dan pemulangan, serta mengklarifikasi durasi penggunaan telemedicine pasien. Ini
untuk memberikan kejelasan tentang pasien mana yang cocok untuk telehealth, dan
untuk mengatasi kekhawatiran bahwa beberapa pasien tidak lagi membutuhkan
telehealth tetapi menjadi bergantung pada layanan. Kedua, meningkatkan penilaian
dan ulasan pasien untuk untuk mengidentifikasi pasien mana yang dapat dikeluarkan
dari pelayanan, data apa yang harus diambil untuk meninjau pasien, dan cara
menyempurnakan kriteria rujukan dan tinjauan yang ada. Ketiga, meningkatkan
pemberian layanan agar semua orang dapat merasakan manfaatnya dengan efektif.
Keempat, meningkatkan pembagian data dan akses untuk memastikan rekam medis
pasien diperbarui dengan pengawasan informasi, sehingga tenaga kesehatan lain yang
melayani pasien tersebut dapat melihat rekam medisnya. Kelima, meningkatkan
kesadaran akan adanya telemedicine untuk menambah jumlah pengguna. Keenam,
meningkatkan evaluasi telemedicine untuk memahami lebih lanjut mengenai hasil
layanan tersebut. Terakhir, mengamankan investasi finansial telemedicine. (10)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa selama ini terjadi peningkatan pada
pelayanan telemedicine. Hal ini disebabkan karena telemedicine dianggap menjadi
metode paling aman untuk melakukan pelayanan kesehatan di masa pandemi ini
untuk mengurangi risiko penularan COVID-19. Menurut saya, sejalan dengan
perkembangan teknologi saat ini, pelayanan telemedicine akan tetap populer meski
pandemic ini berakhir nantinya. Meski begitu, perlu dilakukan banyak pengembangan
pada layanan telemedicine ini agar lebih efektif dan dapat dimanfaatkan oleh banyak
masyarakat, tidak hanya kalangan tertentu saja.
Referensi:
1. Undang-undang kementrian kesehatan N 41. Berita Negara. Menteri Kesehat
Republik Indones Peratur Menteri Kesehat Republik Indones. 2015;Nomor
6588(879):2004–6.
2. Using Telehealth to Expand Access to Essential Health Services during the
COVID-19 Pandemic. Center for Diseases Control and Prevention. 2020.
3. Ho K, Cordeiro J, Hoggan B, Lauscher H, Grajeles F, Oliveira L, et al.
Telemedicine: Opportunities and Development in Member States. 2nd ed.
Geneva: World Health Organization; 2010.
4. Bestsennyy O. Telehealth: A quarter-trillion-dollar post-COVID-19 reality?
McKinsey&Company. 2020.
5. Melalui Layanan Telemedicine, Masyarakat Tak Perlu ke Rumah Sakit. Satuan
Tugas Penanganan COVID-19. 2020.
6. Annur C. Layanan Telemedicine Diprediksi Tetap Berkibar Usai Pandemi
Berakhir. Katadata. 2020.
7. GrabHealth powered by Good Doctor Dipercaya Kementerian Kesehatan untuk
Melaksanakan Screening COVID-19 Resmi via Telekonsultasi. Grab. 2020.
8. Mrazek M, Shukla R. After coronavirus, telemedicine is here to stay. Wolrd
Bank. 2020.
9. Henry T. After COVID-19, $250 billion in care could shift to telehealth.
American Medical Association. 2020.
10. Taylor J, Coates E, Wessels B, Mountain G, Hawley M. Implementing
solutions to improve and expand telehealth adoption: participatory action
research in four community healthcare settings. BMC Heal Serv Res.
2015;15(529).
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tugas ini adalah hasil karya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama: Nadia Putri Salsabila


NPM: 1806204726
Tanda Tangan:

Tanggal: 7 Oktober 2020

Anda mungkin juga menyukai