0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
82 tayangan7 halaman
Dokumen tersebut membahas mengenai peningkatan pelayanan telemedicine di Indonesia selama pandemi COVID-19. Telemedicine memungkinkan pasien untuk melakukan konsultasi medis dan membeli obat secara online. Penggunaan telemedicine meningkat signifikan selama pandemi untuk mengurangi risiko penularan serta meminimalisir kunjungan ke rumah sakit. Pemerintah Indonesia telah mengatur pelayanan telemedicine dalam Permenkes No. 20 Tahun 2019.
Dokumen tersebut membahas mengenai peningkatan pelayanan telemedicine di Indonesia selama pandemi COVID-19. Telemedicine memungkinkan pasien untuk melakukan konsultasi medis dan membeli obat secara online. Penggunaan telemedicine meningkat signifikan selama pandemi untuk mengurangi risiko penularan serta meminimalisir kunjungan ke rumah sakit. Pemerintah Indonesia telah mengatur pelayanan telemedicine dalam Permenkes No. 20 Tahun 2019.
Dokumen tersebut membahas mengenai peningkatan pelayanan telemedicine di Indonesia selama pandemi COVID-19. Telemedicine memungkinkan pasien untuk melakukan konsultasi medis dan membeli obat secara online. Penggunaan telemedicine meningkat signifikan selama pandemi untuk mengurangi risiko penularan serta meminimalisir kunjungan ke rumah sakit. Pemerintah Indonesia telah mengatur pelayanan telemedicine dalam Permenkes No. 20 Tahun 2019.
Pelayanan Telemedicine di Indonesia Selama Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 mengubah banyak tatanan kehidupan masyarakat, terutama
pada sistem pelayanan kesehatan. Di era serba digital ini, seluruh hal dapat dilakukan secara daring, tak terkecuali kegiatan pelayanan kesehatan. Kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan secara daring disebut dengan telemedicine. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 Pasal 1 Ayat 1, layanan telemedicine diartikan sebagai pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat (1). Telemedicine memungkinkan pasien untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan , seperti berkonsultasi dengan dokter hingga membeli obat, dari jarak jauh dengan bantuan teknologi. Praktik pembatasan sosial saat ini semakin menguatkan bahwa aktivitas telemedicine menjadi sesuatu yang ideal untuk dilakukan saat ini. Praktik telemedicine dilaksanakan untuk mengurangi kontak antara pasien dan tenaga kesehatan guna mengurangi rantai penularan, menjaga ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kesehatan, dan meminimalisir lonjakan pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan. Sistem pelayanan kesehatan harus menyesuaikan cara triase, perawatan, dan evaluasi untuk pasien dengan menggunakan metode yang tidak bergantung pada layanan tatap muka (2). Layanan telemedicine membantu memberikan pelayanan kepada pasien sambil meminimalisir penularan COVID-19. Pelayanan telemedicine dapat memfasilitsi strategi mitigasi kesehatan masyarakat selama pandemi ini melalui praktik pembatasan sosial. Pelayanan kesehatan ini dapat menjadi opsi paling aman bagi tenaga kesehatan dan pasien dengan mengurangi potensi terinfeksi. Penjagaan keberlanjutan layanan setinggi mungkin dapat menghindari konsekuensi negatif lainnya dari layanan pencegahan, kronis, atau rutin yang tertunda. Telemedicine dapat meningkatkan partisipasi bagi mereka yang rentan secara medis atau sosial atau yang tidak memiliki akses langsung ke pelayanan kesehatan. Telemedicine juga dapat membantu menjaga hubungan pasien dan fasilitas kesehatan pada saat melalukan kunjungan langsung dinilai tidak praktis atau tidak memungkinkan. Selama pandemi ini, layanan telemedicine dapat digunakan untuk screening pasien yang memiliki gejala COVID-19 dari jarak jauh, memberikan pelayanan minim risiko kepada pasien non COVID-19, memberikan akses pelayanan kesehata primer hingga spesialis, memberikan arahan dan dukungan untuk pasien dengan penyakit kronis, memberikan terapi, memonitor tanda klinis dari kondisi medis tertentu, memberikan pelayanan kepada masyarakat yang kesulitan mengakses pelayanan kesehatan, memonitor pasien yang baru selesai menjalankan rawat inap, memberikan perencanaan perawatan kepada pasien, dan memberikan edukasi serta pelatihan melalui metode peer-to-peer antar tenaga kesehatan melalui konsultasi medis (2). Penggunaan layanan telemedicine dapat dibagi berdasarkan dua hal, yaitu berdasarkan waktu penyampaian informasinya dan interaksi antara individu yang terlibat, yakni antara sesama tenaga kesehatan mauapun antara tenaga kesehatan dan pasiennya. Berdasarkan waktu penyampaian informasinya, layanan telemedicine dapat dibagi menjadi metode simpan-dan-teruskan serta metode asinkronus (3). Pengaplikasian metode simpan-dan-teruskan dilakukan dengan cara pasien mengirimkan deskripsi kasus kesehatan yang dirasakannya melalui surat elektronik kepada tenaga kesehatan yang dimana nantinya surat tersebut akan dibalas oleh tenaga kesehatan terkait diagnosis dan penanganannya. Sementara itu, pengaplikasian metode sinkronus memerlukan keberadaan masing-masing individu pada waktu yang sama, sehingga pertukarannya informasinya dapat dilakukan secara langsung. Informasi dari kedua metode tersebut dapat disampaikan melalui berbagai cara, seperti melalui pesan teks, video, maupun foto. Pandemi COVID-19 menyebabkan penggunaan layanan telemedicine meningkat di seluruh dunia. Saat ini, masyarakat sangat meminimalisir kunjungannya ke rumah sakit dan memilih untuk melakukan konsultasi kesehatan secara daring. Berdasarkan data McKinsey & Company, pandemi COVID-19 memengaruhi tiga hal pada pelayanan telemedicine, yaitu konsumen, penyedia, dan peraturan. Dari sisi konsumen, terdapat peningkatan yang sangat signifikan yaitu dari hanya sekitar 11% responden yang menggunakan layanan telemedicine menjadi 76% respondern menggunakan layanan telemedicine dengan tingkat kepuasan hingga 74%. Sementara itu, penyedia layanan telemedicine melaporkan bahwa selama pandemi COVID-19, kunjungan ke aplikasi layanan kesehatan miliknya meningkat hingga 50 sampai 175 kali lipat dibandingkan sebelum terjadi pandemi, dengan keuntungan 54% lebih tinggi dari sebelum pandemi. Selama pandemi ini pula, aplikasi telemedicine telah menambah jumlah pelayanannya hingga lebih dari 80 pelayanan baru (4). Sementara itu, di Indonesia sendiri, Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Indonesia telah menyarankan masyarakat untuk tidak ke Rumah Sakit apabila tidak dalam keadaan sangat darurat dan lebih baik beralih untuk menggunakan layanan telemedicine. Saat ini sudah terdapat 12 layanan kesehatan digital yang tergabung dalam Indonesia Telemedicine Association atau Atensi, seperti Halodoc, Alodokter, klikdokter, dokter.id, dan lainnya. Selain melalui layanan tersebut, masyarakat juga dapat memanfaatkan konsultasi medis secara daring yang disediakan oleh BUMN. Dilansir dari laman Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Indonesia, saat ini sudah terdapat 300.000 masyarakat yang memanfaatkan layanan telemedicine selama pandemi (5). Menurut Katadata, salah satu aplikasi telemedicine, yakni Halodoc, mengalami peningkatan signifikan pada jumlah pengguna aktif hingga 10 kali lipat sejak pandemi merebak, jika dibandingkan dengan data pengguna aktif pada kuartal IV 2019 (6). Aplikasi telemedicine lainnya yang mengalami peningkatan signifikan adalah GrabHealth yang didukung oleh Good Doctor. Melalui websitenya, Danu Wicaksana, Managing Director Good Doctor Technology Indonesia, mengatakan bahwa pada Maret 2020, permintaan konsultasi kesehatan meningkat hingga 400% dan permintaan tanya jawab tentang COVID-19 meningkat hingga 20 kali lipat (7). Pelayanan telemedicine di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Di dalam Permenkes ini diatur mengenai serba-serbi pelayanan telemedicine, mulai dari definisi, jenis, fasyankes penyelenggara, syarat pelaksanaan, ketentuan registrasi, keahlian, biaya, hak dan kewajiban fasyankes penyelenggara, pendanaan, hingga pembinaan dan pengawasan. Jenis layanan yang diberikan dalam telemedicine terdiri dari pelayanan tereladiologi, teleelektrokardiografi, teleultrasonografi, telekonsultasi klinis, dan pelayanan telemedicine lainnya yang sesuai dengan perkembangan zaman nantinya. Penyelenggara layanan telemedicine terdiri dari fasyankes pemberi konsultasi, yakni rumah sakit milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi syarat serta fasyankes peminta konsultasi, yakni rumah sakit, fasyankes tingkat pertama, dan fasyankes lainnya. Fasyankes pemberi konsultasi bertugas untuk menentukan sumber daya manusia pelayanan telemedicine, menentukan standar operasional prosedur telemedicine, mendokumentasikan pelayanan telemedicine dalam rekam medis, serta merespon segala saran dan kritik dari fasyankes peminta konsultasi. Sedangkan fasyankes peminta konsultasi bertugas untuk menentukan sumber daya manusia pelayanan telemedicine, menentukan standar operasional prosedur telemedicine, mendokumentasikan pelayanan telemedicine dalam rekam medis, dan memberikan jasa pelayanan telemedicine sesuai dengan perjanjian kerja sama. Seluruh fasyankes penyelenggara telemedicine harus memiliki SDM, sarana, prasarana, peralatan, serta aplikasi yang memadai. Biaya layanan telemedicine dibebankan kepada fasyankes peminta konsultasi dan pengajuan klaim biaya dapat dilakukan melalui aplikasi. Pendanaan layanan telemedicine dapat bersumber dari APBN, APBD, dan sumber lainnya. Pembinaan dan pengawasan layanan telemedicine dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing (1). Peningkatan pelayanan telemedicine saat ini memicu banyak tanggapan yang membahas mengenai nasib pelayanan ini setelah pandemi mereda. Ada beberapa yang berpendapat bahwa layanan ini akan tetap populer meski pandemi sudah berakhir, namun ada pula yang beranggapan bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk menerapkan telemedicine saat ini. Menurut survei McKinsey & Company, penggunaan telemedicine akan tetap populer meski pandemi sudah berakhir. Hal ini terlihat dari hasil surveinya yang menunjukan bahwa terdapat 57% penyedia layanan kesehatan yang merasa telemedicine lebih menguntungkan dan 64% diantaranya cukup nyaman untuk menggunakannya (4). Namun, menurut World Bank, saat ini telemedicine belum bisa menjadi sebuah inovasi yang diterapkan untuk semua orang. Meski teknologi untuk melakukan konsulasi dan diagnosis terus berkembang, penyedia layanan kesehatan masih harus melakukan tatap muka dengan pasiennya (8). Tenaga kesehatan masih khawatir mengenai keamanan, integrasi alur kerja, sistem reimburse telemedicine kedepannya, dan keefektifan layanannya. Survei juga menunjukan kesenjangan antara masyarakat yang tertarik menggunakan telemedicine dan masyarakat yang benar-benar menggunakan layanan telemedicine. Survei menunjukan bahwa terdapat 76% masyarakat yang tertarik menggunakan layanan telemedicine, namun hanya 46% yang benar-benar menggunakannya (9). Terdapat tujuh lingkup yang harus ditingkatkan dari pelayanan telemedicine agar tetap digunakan meski nantinya pandemi telah selesai. Pertama, layanan telemedicine harus bisa membetuk alurnya, telemedicine harus melakukan standarisasi prosedur rujukan dan pemulangan, serta mengklarifikasi durasi penggunaan telemedicine pasien. Ini untuk memberikan kejelasan tentang pasien mana yang cocok untuk telehealth, dan untuk mengatasi kekhawatiran bahwa beberapa pasien tidak lagi membutuhkan telehealth tetapi menjadi bergantung pada layanan. Kedua, meningkatkan penilaian dan ulasan pasien untuk untuk mengidentifikasi pasien mana yang dapat dikeluarkan dari pelayanan, data apa yang harus diambil untuk meninjau pasien, dan cara menyempurnakan kriteria rujukan dan tinjauan yang ada. Ketiga, meningkatkan pemberian layanan agar semua orang dapat merasakan manfaatnya dengan efektif. Keempat, meningkatkan pembagian data dan akses untuk memastikan rekam medis pasien diperbarui dengan pengawasan informasi, sehingga tenaga kesehatan lain yang melayani pasien tersebut dapat melihat rekam medisnya. Kelima, meningkatkan kesadaran akan adanya telemedicine untuk menambah jumlah pengguna. Keenam, meningkatkan evaluasi telemedicine untuk memahami lebih lanjut mengenai hasil layanan tersebut. Terakhir, mengamankan investasi finansial telemedicine. (10) Sehingga dapat disimpulkan bahwa selama ini terjadi peningkatan pada pelayanan telemedicine. Hal ini disebabkan karena telemedicine dianggap menjadi metode paling aman untuk melakukan pelayanan kesehatan di masa pandemi ini untuk mengurangi risiko penularan COVID-19. Menurut saya, sejalan dengan perkembangan teknologi saat ini, pelayanan telemedicine akan tetap populer meski pandemic ini berakhir nantinya. Meski begitu, perlu dilakukan banyak pengembangan pada layanan telemedicine ini agar lebih efektif dan dapat dimanfaatkan oleh banyak masyarakat, tidak hanya kalangan tertentu saja. Referensi: 1. Undang-undang kementrian kesehatan N 41. Berita Negara. Menteri Kesehat Republik Indones Peratur Menteri Kesehat Republik Indones. 2015;Nomor 6588(879):2004–6. 2. Using Telehealth to Expand Access to Essential Health Services during the COVID-19 Pandemic. Center for Diseases Control and Prevention. 2020. 3. Ho K, Cordeiro J, Hoggan B, Lauscher H, Grajeles F, Oliveira L, et al. Telemedicine: Opportunities and Development in Member States. 2nd ed. Geneva: World Health Organization; 2010. 4. Bestsennyy O. Telehealth: A quarter-trillion-dollar post-COVID-19 reality? McKinsey&Company. 2020. 5. Melalui Layanan Telemedicine, Masyarakat Tak Perlu ke Rumah Sakit. Satuan Tugas Penanganan COVID-19. 2020. 6. Annur C. Layanan Telemedicine Diprediksi Tetap Berkibar Usai Pandemi Berakhir. Katadata. 2020. 7. GrabHealth powered by Good Doctor Dipercaya Kementerian Kesehatan untuk Melaksanakan Screening COVID-19 Resmi via Telekonsultasi. Grab. 2020. 8. Mrazek M, Shukla R. After coronavirus, telemedicine is here to stay. Wolrd Bank. 2020. 9. Henry T. After COVID-19, $250 billion in care could shift to telehealth. American Medical Association. 2020. 10. Taylor J, Coates E, Wessels B, Mountain G, Hawley M. Implementing solutions to improve and expand telehealth adoption: participatory action research in four community healthcare settings. BMC Heal Serv Res. 2015;15(529). HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tugas ini adalah hasil karya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar