SINDROM CHUSING
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
SINDI K.18.01.025
SURIANTI K.18.01.028
\\
BAB I
KONSEP MEDIS
B. Etiologi
Sindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di
dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam
pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak dalam makanan.
Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di dalam
tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing
latrogenik yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi
dalam waktu lama. Obat ini memiliki efek yang sama seperti kortisol pada tubuh.
Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol di
dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan pada
salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon ACTH (hormon yang
mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini dapat
disebabkan oleh :
1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-80% wanita
lebih sering menderita sindroma chusing.
2) Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang
menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi kelenjar
adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi, dimana
tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian tumor
menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan
biasanya ditemukan pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor
karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler
tiroid), atau thymus (tumor thymus).
4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi kortisol
secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat adanya tumor
jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor ganas pada kelenjar
adrenal (adrenocortical carcinoma).
5) Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol mampu
menaikkan kadar kortisol.
6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks yang
sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang adenoma
benigna.
C. Patofisiologi
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun
dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome.
Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah
sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan
perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti
dibawah ini:
1) Metabolisme protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid
menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk
mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan
mungkin juga ke sel ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan
konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga sintesis protein juga menurun.
Sintesis protein yang menurun memicu peningkatan terjadinya proses katabolisme
protein yang sudah ada di dalam sel. Proses katabolisme protein ini dan proses
kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan
tubuh kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot,
pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh
karena itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan
mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis
pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot
mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan
melemahnya jaringan penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul
luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan
osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan
asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino tersedia
dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga
pembentukan glukosa meningkat.
2) Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain
oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat.
Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan
glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh
kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-
adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus
dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi
pemakaian glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa
oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa darah
yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin ini
menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika kondisi
normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan,
terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada
ambilan dan pemakaian glukosa.
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada
sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada
seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek
dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk
meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi
insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan
menimbulkan manifestasi klinik DM.
3) Metabolisme lemak
α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan
mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat tidak
ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi
oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak
berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah
sentral tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa
supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas trunkus
dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan
penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
4) Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi humoral
oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya
tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna pada
jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T dan
antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap sebagian
besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan menghambat
pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti
gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini
yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag,
Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi
peradangan,dan menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
5) Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum.
Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan
menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan
edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
6) Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan
pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan
faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
7) Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai
dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi
singkat.
8) Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi
jaringan limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan
peningkatan eritropoiesis.
D. Manifestas Klinis
Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang
dengan gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat,
peningkatan lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-
anak cenderung untuk menjadi gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat.
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing syndrome antara
lain :
a. Rambut tipis
b. Moon face
c. Penyembuhan luka buruk
d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e. Petekie
f. Kuku rusak
g. Kegemukan dibagian perut
h. Kurus pada ekstremitas
i. Striae
j. Osteoporosis
k. Diabetes Melitus
l. Hipertensi
m. Neuropati perifer
Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk
(a) Kelelahan yang sangat parah
(b) Otot-otot yang lemah
(c) Tekanan darah tinggi
(d) Glukosa darah tinggi
(e) Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan
(f) Mudah marah, cemas, bahkan depresi
(g) Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu
(National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008)
c. Glukosa Positif
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang Hasil
a. Foto Rontgen tulang a. Osteoporosis terutama pelvis,
Kranium, kosta, vertebra
b. Pielografi b. Pembesaran adrenal (Karsinoma)
Laminografi Lokalisasi tumor adrenal
c. Arteriografi c. Hiperplasi
d. Scanning d. Tumor
e. Ultrasonografi e. Hiperplasi
f. Foto Rontgen Kranium f. Tumor Hipofisis
G. Prognosis
Sindrom Chusing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh
karena gangguan kardiovaskuler dan sepsis. Setelah pengobatan radikal kelihatan
membaik, bergantung kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskuler
irreversibel.
Pengobatan sustitusi permanen memberikan risiko pada waktu klienmengalami stres
dan dipelrukan perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau yang lainnya cepat
menjadi fatal oleh karena kakeksia dan atau metastasis. ( )
H. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir , umur, pendidikan,
agama, alamat, tanggal masuk RS. Lebih lazim sering terjadi pada wanita dari
pada laki-laki dan mempunyai insiden puncak antara usia 20 dan 30 tahun.
2) Keluhan Utama
Adanya memar pada kulit, klienmengeluh lemah, terjadi kenaikan berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klienpernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid dalam
jangka waktu yang lama.
4) Riwayat Kesehatan keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom atau kelainan
kelenjar adrenal lainnya.
Pengumpulan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek
pada tubuh dari hormon korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada
kemampuan korteks adrenal untuk berespons terhadap perubahan kadar kortisol
dan aldosteron. Riawayat kesehatan mencakup informasi tentang tingkat
aktivitas klien dan kemampuan untuik melakukan aktivitas rutin dan perawatan
diri. Detailnya pengkajian keperawatan untuk klien ini mencakup:
1. Kaji kulit klien terhadap trauma, infeksi, lecet-lecet, memar, dan edema.
2. Amati adanya perubahan fisik dan dapatkan respons klien tentang perubahan
ini.
3. Lakukan pengkajian fungsi mental klien, termasuk suasana hati, respons
terhadap pertanyaan, kewaspadaan terhadap lingkungan, dan tingkat depresi.
Keluarga klien merupakan sumber terbaik untuk mendapatkan informasi
tentang perubahan ini.
5) Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan dada
simetris
Palpasi : Vocal premitus teraba, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas
tambahan.
B2 (Blood)
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD meningkat.
B3 (Brain)
Composmentis dengan GCS 456, kelabilan alam perasaan depresi sampai
insomnia
B4 (Bladder)
Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.
B5 (Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung, terdapat striae di
daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara redup.
B6 (muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis,
penyembuhan luka lambat, kelemahan otot, osteoporosis, moon face, punguk
bison, obesitas tunkus.
6) Analisa Data
Data Pendukung Etiologi Masalah
Kadar kortisol dalam darah
meningkat
DS :
Merasa seluruh badannya
Sintesis protein menurun
lemah
DO :
Produk protein di otot dan
Kemampuan berdiri dari Intoleransi Aktivitas
tulang menurun
posisi duduk terbatas
aktivitas dibantu keluarga
Pembentukan energy
dan perawat
meningkat
tirah baring /imobilisasi
Intoleransi aktivitas
Sekresi kortisol meningkat
DS :
Klien mengatakan ada
Kadar kortisol dalam darah
memar dan lukanya sulit
meningkat
sembuh
Kerusakan integritas
Sintesis protein menurun
DO : kulit
Ada memar dan luka yang
Protein di kulit hilang
belum sembuh
Kelembapan kulit menurun
Mudah memar dan tipis
Perubahan pigmentasi
Perubahan turgor
Kerusakan integritas kulit
Kadar kortisol dalam darah
DS :
meningkat
Penolakan terhadap
berbagai perubahan aktual
Mobilisasi asam lemak
Perasaan negatif mengenai
bagian tubuh (perasaan
Asam lemak dalam plasma
tidak berdaya)
meningkat Gangguan citra tubuh
Keputusasaan atau tidak
ada kekuatan
Distribusi jaringan adipose
DO :
menumpuk di sentral
Ada moon face, buffalo
hump, obesitas
Moon face, buffalo hump
perubahan struktur dan
atau fungsi secara aktual
Gangguan citra tubuh
DS : Kadar kortisol dalam darah Kelebihan volume
Perubahan haluaran urine meningkat cairan
DO : Retensi natrium
Haluaran urine dan adanya
glukosuria Penumpukan cairan
Gangguan keseimbangan
cairan
DS : Pemakaian obat
Melaporkan nyeri baik glukokortikoid dalam jangka
secara verbal maupun panjang
nonverbal
DO : Kadar kortisol dalam darah
Posisi untuk mengurangi
Nyeri
nyeri Sekresi asam lambung
tingkah laku ekspresif meningkat
(gelisah, meringis, dan
mengeluh) Ulkus mukosa lambung
Perubahan dalam nafsu
makan Nyeri
Kadar kortisol dalam darah
DS :
Keterbatasan kemampuan
Produksi protein
untuk melakukan
ketramppilan motorik
Protein di tulang hilang Resiko tinggi Cedera
halus
Atropi otot
DO:
Keterbatasan ROM
Resiko tinggi cedera
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan
sindrom cushing adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol
dalam darah meningkat
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot
menurun
3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot sehingga terlihat kelemahan
dan perubahan metabolisme protein
4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan proses
penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit
5. Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan perubahan suasana hati,
insomnia mudah terangsang, dan depresi.
6. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik,
kerusakan fungsi seksual, dan penurunan tingkat aktivitas
7. Risiko infeksi berhubungan dengan respons inflamatori
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 3x24 jam volume cairan dalam batas normal
Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat badan
stabil, TTV rentang normal
Intervensi Rasional
Menunjukan status volume sirkulasi,
Observasi masukan dan haluaran, catat
terjadinya perbaikan atau perpindahan cairan,
keseimbangannya.
peningkatan BB sering menunjukkan retensi
Timbang berat badan tiap hari
cairan lanjut
Peningkatan tekanan darah biasanya
berhubungan dengan kelebihan volume cairan
Pantau tekanan darah
tetapi mungkin tidak terjadi karena
perpindahan cairan keluar area vaskuler
Perpindahan cairan pada jaringan sebagai
Observasi derajat perifer atau sentral yang akibat retensi natrium dan air, penurunan
albumin dan penurunan ADH.
mengalami edema dependen
Menentukan derajat edema yang sedang
dialami agar intervensi dapat dilakukan
dengan tepat
Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi Natrium mungkin dibatasi untuk
meminimalkan retensi cairan dalam area
ekstravaskuler
Tindakan kolaboratif pemberian obat Menekan produksi kortisol sehingga sintesis
protein dapat ditingkatkan, mengurangi
retensi natrium, edema dapat diminimalisir
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot
menurun
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit (mobilisasi)
Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai berjalan secara
bertahap
Intervensi Rasional
Menurunkan permintaan untuk metabolisme
Batasi aktivitas klien pembentukan energi oleh tubuh saat
beraktivitas
Menilai kadar kortisol yang ada di dalam
Observasi kadar kortisol klien dengan
darah, sehingga mempunyai acuan untuk
pemeriksaan laboratorium darah
menurunkan kadar kortisol
Tindakan kolaboratif pemberian obat Menekan produksi kortisol sehingga sintesis
protein dapat ditingkatkan, mengurangi
retensi natrium, edema dapat diminimalisir
Latih klien untuk bergerak secara bertahap
Perlu dilatih untuk meningkatkan kekuatan
dari posisi berbaring, miring ke kanan dan
otot klien dan menilai sejauh mana gerakan
ke kiri dilanjutkan posisi duduk, berdiri
yang dapat dilakukan
dan berjalan
Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot ditandai dengan kelemahan dan
perubahan metabolisme protein
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam sintesis protein, distribusi protein ke tulang
dan kelemahan dapat diatasi
Kriteria hasil : Cedera tidak terjadi sehingga klien bebas dari cedera jaringan lunak atau
fraktur, klien tidak mengalami suhu tubuh yang naik, kemerahan, nyeri atau
tanda infeksi dan inflamasi.
Intervensi Rasional
Efek antiinflamasi kortikosteroid dapat
Observasi tanda-tanda ringan infeksi mengaburkan tanda-tanda umum inflamasi
dan infeksi
Menciptakan lingkungan yang protektif,
Mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya
dengan cara media yang membahayakan
pada tulang dan jaringan lunak
dapat diminimalisir
Membantu klien saat ambulasi (yaitu Mencegah terjatuh atau terbentur pada sudut
bergerak dari satu tempat ke tempat lain furniture yang tajam.
tanpa tongkat atau kruk
Berikan diet tinggi protein, kalsium, dan Meminimalkan penipisan massa otot dan
vitamin D osteoporosis
Kolaborasi dalam pemberian matras busa. Mencegah iritasi dermal langsung dan
meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
D. Evaluasi
Setelah melaksanakan tindakan keperawatan, kita sebagai perawat perlu
untuk menilai kembali hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan, seperti menilai:
(a) Kemampuan klien dalam mobilisasi diri
(b) Ukur derajat edema, apakah sudah ada volume cairan sudah dalam batas normal
(c) Kondisi kulit yang menjadi lebih baik, tidak mengalami iritasi, infeksi, dan
turgor kembali baik
(d) Kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri
(e) Skala nyeri
Kita juga dapat melaporkan hasil evaluasi keperawatan dalam susunan
sebagai berikut:
a) S (data subjektif)
Informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan
b) O (data objektif)
Informasi yang didapatkan berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran
yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
c) A (Analisis)
Kesimpulan yang dibuat perawat dari hasil membandingkan antara informasi
subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil. Kesimpulan berupa
masalah teratasi, teratasi sebagian, dan tidak teratasi.
d) P (Planning)
Rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.
BAB II
KASUS KELOLAAN
A. PENGKAJIAN
B. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
a. Identitas
Nama : Ny. C
Umur : 36 Tahun
Alamat : Kamanre, Luwu
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk : 25 Mei 2020
Tanggal pengkajian : 26 Mei 2020
b. Keluhan utama : Px mengeluh kepalanya pusing
2. Data Objektif
Keadaan Umum : tampak lemah
Kesadaran : compos mentis
A. Pemeriksaan Sekunder
a. Riwayat Penyakit
1. Riwayat Penyakit Sekarang : Ny. C usia 36 tahun datang ke rumah
sakit dengan keluhan merasa tubuhnya lemas ,semakin gemuk, akhir-akhir
ini wajah timbul jerawat, cepat lelah., asmanya juga sering kambuh akhir-
akhir ini
2. Riwayat Penyakit Dahulu : Ny. C penderita asma
3. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak mempunyai keturunan darah
tinggi dan diabetes mellitus
4. Riwayat Pengobatan : Obat racikan dari dokter dalam bentuk
kapsul beberapa tahun lalu (curiga pemakaian steroid) untuk mengobati
asma
- Pengkajian Head to Toe
a. Kepala : kulit kepala kotor, berketombe, rambut tipis
b. Wajah : muka merah, berjerawat dan berminyak, moon face
c. Mata : konjungtiva anemis, Sklera ikterik, pupil tidak dilatasi
d. Hidung : simetris kiri dan kanan, sekret tidak ada
e. Mulut : membran mukosa pucat, bibir kering
f. Leher : tidak ada pembesaran tiroid, vena jugularis distensi
g. Integument : turgor kulit buruk, kulit kemerahan, terdapat bulu halus,
striae.
h. Thorak
Paru-paru
Inspeksi : tidak terlihat retraksi intercosta hidung, pergerakan
dada simetris
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak ada suara tambahan
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS 4 – 5 midelavicula
Perkusi : pekak
Auskultasi : irama teratur
i. Abdomen :
Inspeksi : tidak simetris, dan edema, striae
Palpasi : nyeri tekan
Perkusi : suara redup
Auskultasi: bising usus meningkat
j. Ekstremitas : atrofi otot ekstremitas, tulang terjadi osteoporosis, otot lemah
k. Genetalia : klitoris membesar, amenore
C. Data Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Pemeriksaan tambahan:
Darah lengkap
Elektrolit darah seperti Na, K
Kadar gula darah (sewaktu, puasa, post prandial) : untuk mengetahui adanya DM
Kadar kortisol plasma dan urine 24 jam
Test Supresi Dexametason
Urin lengkap : untuk tahu fungsi ginjal
Pemeriksaan penunjang tambahan :
D. ANALISA DATA
Poliuria ↓
Intoleransi aktivitas
DS: Penolakan terhadap Kadar kartisol dalam darah meningkat Gangguan citra tubuh
berbagai perubahan aktual
Perasaan negatif mengenai
bagian tubuh (perasaan Mobilisasi asam lemak
tidak berdaya)
Keputusasaan atau tidak
Asam lemak dalam plasma meningkat
ada kekuatan
DO: Ada moon face,
buffalo hump obesitas Distribusi jaringan adipose
perubahan struktur dan
atau fungsi secara aktual
Menumpuk disentral
B. Diagnosa Keperawatan
a) Kelebihan Volume Cairan b.d retensi Na+ akibat kortisol dalam darah meningkat
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot
menurun
c) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan obesitas, jerawat dan moon face
C. Intervensi
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam
darah meningkat
Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat badan
stabil, TTV rentang normal
Intervensi Rasional
Observasi derajat perifer atau sentral yang Perpindahan cairan pada jaringan sebagai
akibat retensi natrium dan air, penurunan
albumin dan penurunan ADH.
mengalami edema dependen Menentukan derajat edema yang sedang
dialami agar intervensi dapat dilakukan
dengan tepat
Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi Natrium mungkin dibatasi untuk
meminimalkan retensi cairan dalam area
ekstravaskuler
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot
menurun
Tujuan: Dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit (mobilisasi)
Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai berjalan
secara bertahap
Intervensi Rasional
Latih klien untuk bergerak secara bertahap Perlu dilatih untuk meningkatkan
dari posisi berbaring, miring ke kanan dan ke kekuatan otot klien dan menilai sejauh
kiri dilanjutkan posisi duduk, berdiri dan
berjalan mana gerakan yang dapat dilakukan
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan obesitas, jerawat dan moon face
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu mengeskpresikan diri dan
mampu menerima kondisi
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh, klien mampu berkoordinasi atau bekerjasama dengan
perawat dalam tindakan keperawatan, klien dapat membicarakan diri
sendiri secara positif
Intervensi Rasional
Dengan hubungan saling percaya, klien
Bina hubungan saling percaya
akan dapat mengungkapkan perasaannya
dan masalahnya
Observasi tingkat pengetahuan pasien Mengidentifikasi luas masalah dan
tentang kondisi dan pengobatan perlunya intervensi
Beberapa pasien memandang situasi
Diskusikan arti perubahan pada pasien
sebagai tantangan, beberapa sulit
menerima perubahan hidup/penampilan
peran dan kehilangan kemampuan control
tubuh sendiri
Menyampaikan harapan bahwa klien
mampu untuk menjalani situasi, tidak
Anjurkan orang terdekat memperlakukan akan ada yang berubah perhatiannya
pasien secara normal dan memberi dukungan
suportif (tidak merendahkan) kepada klien dan membantu untuk
mempertahankan perasaan harga diri dan
tujuan hidup
Jelaskan apa yang menyebabkan
Penting sebagai edukasi agar klien
pertambahan berat badan, jerawat dan moon
mampu mengubah pola pikirnya
face yang sedang dialami
Hindari faktor risiko pemicu kenaikan Kenaikan kortisol semakin membuat
kortisol kondisi klien menurun
DAFTAR PUSTAKA
__.2013.Cushing’s Syndrome. www.medicinenet.com/cushings_syndrome/article.htm.
Diakses tanggal 7 Maret 2014
Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol. 3. Jakarta :
EGC
Guyton, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 11. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. Halaman 999-1003
http://medicastore.com/penyakit/3052/Cushing’s_Syndrome.html
J. Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta : EGC
Pierce A. Grace and Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta : EMS
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 16, 87-90
Rumahorbo, Hotma. 2003. Asuhan Keperawatan Klien denga Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta:EGC.
Sumber : http://endocrine.niddk.nih.gov
Sylvia A. Price; Patofisiologi, halaman 1090-1091
Tjokroprawiro, Askandar.2000. Garis besar kuliah ADRENAL: PATOGENESIS,
DIAGNOSIS, DAN TERAPI. Surabaya: Lab.-SMF Penyakit Dalam FK.UNAIR-RSUD Dr.
Soetomo. Halaman 2
Wilkinson, Judith M. Ahern, Nancy R. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan: diagnosis
NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL NOC. Ed.9. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
Sylvia A. Price. 1994. Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC