Dosen : Lindriani.,S.Kep.,Ns.,M.Kep
OLEH : KELOMPOK IV
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh dosen
kami dengan materi “Patofisiologi Peradangan Pada Sistem Digestive Dan Asuhan
keperawatan Anak: Diare Dan Thypoid Fever”
Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, berkah dan
karunianya kepada kita semua dan memberikan imbalan yang setimpal atas semua jeri payah
dari pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada kami serta senantiasa
menambah ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan menjadikan kita sebagai hambanya yang
selalu bersyukur
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................3
BAB IV PENUTUP...............................................................................................................44
A. Kesimpulan................................................................................................................44
B. Saran...........................................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................45
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap makhluk hidup pasti perlu makanan karena merupakan sumber energi
pada makhluk hidup. Makhluk hidup memerlukan energi untuk melakukan aktivitas
seperti belajar, jalan, berbicara, tidur dan lain sebagainya. Agar makanan yang kita
makan dapat di serap di usus halus, maka makanan itu harus di ubah menjadi bentuk
sederhana melalui proses pencernaan, zat makanan yang mengalami proses
pencernaan di dalam tubuh adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan unsur-
unsur mineral, vitamin, dan air tidak mengalami proses pencernaan. Proses
pencernaan pada manusia dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu proses
pencernaan secara mekanik dan kimiawi (enzimatis). Saat mengunyah makanan
seperti nasi, roti, umbi dan pisang berarti proses pencernaan mekanik (fisik) sedang
berlangsung dan proses pencernaan mekanik adalah proses perubahan makanan dari
bentuk besar atau kasar menjadi bentuk kecil atau halus. Pada manusia dan mamalia
umumnya proses pencernaan kimiawi adalah proses perubahan makanan dari zat
yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana dengan menggunakan enzim.
Enzim adalah zat kimia yang dihasilkan oleh tubuh yang berfungsi mempercepat
reaksi-reaksi kimia dalam tubuh.
Proses pencernaan makanan pada manusia melibatkan alat-alat pencernaan
makanan yang kita makan. Alat pencernaan makanan dapat dibedakan atas saluran
pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan manusia memanjang dari
mulut sampai anus, terdiri dari mulut (kaum olis), kerongkongan (esofagus),
lambung (ventlikulus), usus halus (intestinum), usus besar (kolon), dan anus.
Kelenjar pencernaan menghasilkan enzim-enzim yang membant proses pencernaan
kimiawi. Kelenjar air liur, kelenjar getah lambung, hati (hepar), dan pankreas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem pencernaan
2. Apa saja anatomi fisiologi dalam sistem pencernaan
3. Bagaimana Mekanisme sistem pencernaan
4. Apa penyakit pada sistem pencernaan
1
C. Tujuan
1. Agar mahasisawa tahu apa yang dimaksud dengan sistem pencernaan?
2. Agar mahasiswa tahu apa saja anatomi fisiologi dalam sistem pencernaan?
3. Agar mahasiswa tahu bagaimana Mekanisme sistem pencernaan?
4. Agar mahasiswa tahu apa penyakit pada sistem pencernaan?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
B. Anatomi dan Fisiologi
Gambar 2.1
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-
zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat
dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi
1. Mulut
4
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air.
Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan
masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa
asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidu ng,
2. Tenggorokan (Faring)
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak
terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung,
5
bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian
inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut
3. Kerongkongan (Esofagus)
bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran
otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari
otot halus).
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian
yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang
6
yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein.
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam),
lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus
halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
7
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari
8
kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon
penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat
zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal
iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare.
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.
Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di
mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang
dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung
9
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian
anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnnya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari
tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi
10
2. Lipase
Enzim yang mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
3. Tripsinogen
Jika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin, yaitu enzim yang
mengubah protein dan pepton menjadi dipeptida dan asam amino yang siap
diserap oleh usus halus.
Selain itu terdapat juga empedu. Empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung
di dalam kantung empedu. Selanjutnya, empedu dialirkan melalui saluran
empedu ke usus dua belas jari. Empedu mengandung garam-garam empedu dan
zat warna empedu (bilirubin). Garam empedu berfungsi mengemulsikan lemak.
Zat warna empedu berwarna kecoklatan, dan dihasilkan dengan cara merombak
sel darah merah yang telah tua di hati. Empedu merupakan hasil ekskresi di
dalam hati. Zat warna empedu memberikan ciri warna cokelat pada feses.
Selanjutnya makanan dibawa menuju usus halus. Di dalam usus halus terjadi
proses pencernaan kimiawi dengan melibatkan berbagai enzim pencernaan.
Karbohidrat dicerna menjadi glukosa. Lemak dicerna menjadi asam lemak dan
gliserol, serta protein dicerna menjadi asam amino. Jadi, pada usus dua belas jari,
seluruh proses pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein diselesaikan.
Selanjutnnya, proses penyerapan (absorbsi) akan berlangsung di usus kosong dan
sebagian besar di usus penyerap. Karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa,
lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan gliserol, dan protein diserap dalam
bentuk asam amino. Vitamin dan mineral tidak mengalami pencernaan dan dapat
langsung diserap oleh usus halus.
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama
dengan lendir akan menuju ke usus besar menjadi feses. Didalam usus besar
terdapat bakteri Escherichia coli. Bakteri ini membantu dalam proses
pembusukan sisa makanan menjadi feses. Selain membusukkan sisa makanan,
bakteri E. coli juga menghasilkan vitamin K. Vitamin K berperan penting dalam
proses pembekuan darah. Sisa makanan dalam usus besar masuk banyak
mengandung air. Karena tubuh memerlukan air, maka sebagian besar air diserap
kembali ke usus besar. Penyerapan kembali air merupakan fungsi penting dari
usus besar. Selanjutnya sisa-sisa makanan akan dibuang melalui anus berupa
feses. Proses ini dinamakan defekasi dan dilakukan dengan sadar.
11
D. Penyakit pada Sistem Pencernaan
1. Diare
A. Pengertian
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan tinja encer
dan cair (Suriadi dan Rita, 2001).
Diare adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus
yang ditandai dengan defikasi encer lebih dari tiga kali sehari atau tanpa
darah dalam tinja yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari
tujuh kali pada anak dan bayi yang sebelumnya sehat (Dr. Henra T.
Laksamana, 2000).
Diare adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus
dan ditandai dengan muntah-muntah dan gastroenteritis yang berakibat
kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit (Betz, swoden, 2001).
Berdasarkan pengertian diatas kelompok dapat menyimpulkan bahwa
diare adalah suatu infeksi yang menyerang membrane lambung dan usus
halus ditandai dengan frekuensi buang air besar lebih dari empat kali dalam
konsistensi cair, yang mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit.
B. Etiologi
1) Faktor internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi virus, Ecoli cholera,
singela, infeksi pasif: entovirus, adeno virus, infeksi parasit, cacing,
(ascorosis, oxyuris), protozoa dan jamur.
2) Faktor paranteral adalah infeksi di luar perencanaan makanan seperti,
OMA, paringitis, keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak di
bawah dua tahun.
3) Factor malabsorbsi adalah disakarida intoleransi laktosa, mokosa, sukrosa,
monosakarida (intoleransi, glukosa, dan galaktosa).
4) Faktor makan adalah makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
12
C. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan menrangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare karena peningkatan isi lumen usus.
3. Ganguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
dapat timbul diare pula.
4. Selain itu diare juga dapat terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati tintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan
toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1) Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
2) Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
13
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligura/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan eksraseluler kedalam cairan
intraseluler
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini
terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen
dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga
40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran
dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
D. Manifestasi Klinis
Mula pasien cengeng, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang,
kemudian timbul diare. Tinja cair bercampur dengan lendir dan darah, di anus
dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi, berat badan
menurun, turgor kulit kurang elastis, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, kulit tampak kering dan anorexia.
14
E. Komplikasi
Akibat diare, kehilangan air dan elektrolit secara mendadak dapat
terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut: Dehidrasi (ringan, sedang, berat,
hipotenik, isotonik, atau bhiper tonik). Renjatan hipovolemik, hipokalimia
(dengan gejala hipotonik otot, lemah, brakardi, meteorismus). Hipoglikemia,
intoleransi sekunder akibat kerusakan vilimukosa usus dan defisiensi enzim
lactose.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan tinja meliputi nakrokopis: karena feces biasanya di mulai
dengan warna coklat muda sampai kuning bercampur lendir, darah atau
yang mana konsestennya cair atau encer.
2. Mikroskopis: jumlah sel efitel leokosit dan eritrosit meningkat.
3. Tes resisten terhadap antibiotik
4. Kultur tinja.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada klien diare dengan memperhatikan derajat
dehidrasi dan keadaan umum. Terdiri dari: cairan peroral, pada klien
dehidrasi ringan dan dehidrasi sedang cairan di berikan cairan peroral
berupa cairan yang berisikan NaCl, NaHCO3, KCL, dan glukosa, untuk
gastroenteritis akut dan kolera pada anak di atas 9 bulan dengan dehidrasi
ringan/sedang kadar Na 50-60 mEq/1. Formula lengkap adalah garam dan
gula (NaCl dan Sukrosa) atau air tajin di beri garam dan gula.
Cairan parentral, sebenarnya ada beberapa jenis cairan (riger laktat)
yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan tubuh klien seberapa banyak
yang di berikan tergantung dari berat atau ringannya dehidrasi, yang
15
diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badan.
2. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah umur satu tahun dengan berat badan
kurang dari 7 Kg, jenis makanan: susu (ASI dan susu formula yang
mengandung laktosa renda dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM),
makanan setengah pada (bubur), makanan padat (nasi tim)).
3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah pengantian cairan yang hilang
melalui tinja atau dengan muntah, dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain(gula, air, tajin, tepung beras
dsb).
Obat anti sekresi: klorpamazin (dosis 0,5 mg/kgBB/hari),
opium, loperami, antibiotic. Pada umumnya anti biotik tidak di perlukan
untuk mengatasi gastreonteritis akut, kecuali jika penyebabnya jelas,
seperti kliera diberi tetrasklin 25-30 mg/KgBB/hari, campiobacter
diberikan eritromisin 40-50 mg/KgBB/hari.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian bersifat sistematis meliputi pengumpulan data, dan penentuan
masalah.
a. Identitas klien
b. Riwayat klien
c. Awal serangan: awalnya anak cengen, gelisah. Suhu tubuh meningkat,
anorexia kemudia timbul gastreonteritis.
d. Keluhan utama: feses semakin cair, muntah, bila banyak kehilangan
banyak air elektrolit dan terjadilah dehidrasi, berat badan turun, pada
bayi ubun-ubun cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput
lender dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari empat kali dengan
konsestensi encer.
e. Riwayat masa lalu, riwayat penyakit yang diderita riwayat pemberian
imunisasi
16
f. Riwayat psikososial keluarga: dirawat akan menjadi stresor bagi anak
itu sendiri dan keluarga. Kecemasan meningkat bila orang tua tidak
mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari
kesehatan anaknya, maka mereka akan beraksi dengan rendah merasa
bersalah.
g. Kebutuhan dasar
1. Pola eliminasi: akan mengalami penurunan yaitu BAB lebih dari
empat kali sehari, BAK sedikit dan jarang.
2. Pola nutris: di awali dengan mual, muntah dan anorexia.
Menyebabkan penurunan berat badan klien.
3. Pola tidur dan istirahat: akan tergantung akan adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
4. Pola hygiene: kebiasaan biasa mandi setiap hari
5. Aktivitas: akan tergantung dengan kondisi tubuh yang lemah dan
adanya rasa nyeri akibat distensi abdomen
h. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisiologis: keadaan umum tampak; lemah, kesadaran
kompos mentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan
lemah, pernafasan agak cepat.
2. Pemeriksaan sistemik
1) Inspeksi: mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir dan
bibir kering, berat badan turun dan anus kemerahan
2) Perkusi: adanya distensi abdomen
3) Palpasi: turgor kulit elastic
4) Auskusltasi: terdengar bising usus
i. Pemeriksaan tingakt pertumbuhan dan perkembangan: pada anak
gastreonteritis mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga
berat badan menurun
j. Tes diagnostik
a. Pemeriksaan tinja
Mikroskopis: warna feses dimulai berwarna coklat muda sampai
warna kuning yang bercampur dengan lendir, darah atau pus yang
mana konsestensinya encer.
17
Mikroskopis: jumlah sel eitel leukosit dan eritrosit terdiri dari PH
feses, biasanya menurun yang menunjukan keadaan feses yang
asam dan kadar gula yang di duga (ada sugar intoleran)
b. Pemeriksaan darah
Darah lengkap: PH cadangan alkali dan elektrolit untuk
menentukan gangguan untuk keseimbangan asam basa.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan urutan prioritas menurut Dona L. Wong hal 196-198
adalah:
1. Kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
gastreonteritis berlebihan melalui feses atau amisis
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui gastreonteritis, masukan yang tidak
adekuat.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya buang air
besar.
4. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan
mikoorganisme yang menembus gastreonteritis.
5. Cemas atau takut berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,
lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stres.
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang
pengetahuan
3. Perencanaan Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan gastreontestinal
berlebihan melalui feses atau emisis.
Tujuan : klien akan memperlihatkan tanda-tanda dan
mempertahankan hidrasi adekuat
Kriteria Hasil : keseimbangan cairan dipertahankan dalam
batas normal yang ditandai dengan pengeluaran
urine sesuai, pengisian kembali kapiler
(capillary repel) kurang dari dua detik, turgor
kulit elastis, membrane mukosa lembab, bibir
18
tidak pecah-pecah, ubun-ubun tidak cekung,
produksi urine meningkat.
Perencanaan
(mandiri)
a. Kaji status dehidrasi (turgor kulit elastis, ubun-ubun cekung,
produksi urine menurun, membrane mukosa kering, rasa haus
menurun, bibir pecah-pecah)
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
Rasional : hipotensi (termasuk postural), takikardi,
demam dapat menurunkan hasil terhadap efek
kehilangan cairan.
c. Monitor tetesan infus tiap 4 jam
Rasional : memberikan keseimbangan cairan masukan
dari pengeluaran
d. Anjurkan ibu untuk memberikan susu LLM, oralit dan banyak
minum.
Rasional : memberikan keseimbangan cairan masukan
dengan pengeluaran
e. Catat intake dan output
Rasional : memberikan informasi tentang keseimbangan
cairan dan fungsi ginjal untuk pengantian
cairan.
f. Cairan parenteral
Rasional : memberikan istirahat usus memerlukan
pengantian cairan untuk memperbaiki
kehilangan.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kehilangan cairan melalui gastreonteritis, masukan tidak
adekuat.
Tujuan : klien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat
untuk mempertahankan berat badan yang sesuai
dengan usia.
19
Kriteria Hasil : anak akan toleran dengan diet yang sesuai
dengan peningkatan berat badan dalam batas
normal sesuai dengan berat badan ideal (rumus
= 2x BB lahir), klien tidak mual, muntah, nafsu
makan meningkat, turgor kulit elastis,
konjungtiva tidak anemis, kebutuhan kalori
sesuai berat badan (rumus = 30-50
kalori/kg/BB/hr)
Perencanaan
(mandiri)
a. Nilai status nutrisi anak dilihat dari sebelum sakit dan berat
badan sekarang.
Rasional : mengkaji toleransi pemberian makanan.
b. Kaji keluhan rasa mual klien.
Rasional : mengetahui nafsu makan klien serta
menentukan tindak adekuat
c. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi
Rasional :mengurangi kehebatan dan nurtrisi penyakit.
d. Anjurkan pada orangtua untuk memberikan makan dengan teknik
porsi kecil tapi sering.
Rasional : meningkatkan kepatuhan terhadap program
terapeutik
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang
menembus saluran pencernaan gastrointestinal
Tujuan : klien (orang lain) tidak menunjukan infeksi.
Kriteria Hasil : infeksi tidak menyebar ke orang lain
Perencanaan
(mandiri)
a. Penatalaksanaan isolasi suptansi tubuh atau praktik pengendalian
infeksi rumah sakit, termasuk pembuangn feses, dan pencucian
yang tepat, serta penanganan specimen yang tepat.
Rasional : untuk mencegah penyebaran infeksi
b. Pertahankan pencucian tangan yang tepat
20
Rasional : untuk mencegah penyebaran infeksi
c. Pakai popok yang tepat
Rasional : untuk mengurangi kemungkinan penyebaran
feses
d. Gunakan popok sekali pakai
Rasional : super absorben untuk menampung feses dan
menurunkan kemungkinan terjadinya dermatitis
e. Upaya untuk mempertahankan bayi dan anak kecil dari
menempatkan tangan dan objek dalam area terkontaminasi,
ajarkan anak bila mungkin tindakan perlindungan
Rasional : untuk mencegah penyebaran infeksi seperti,
pencucian tangan setelah menggunakan toilet.
f. Intruksikan anggota keluarga dan pengunjung dalam praktik
isolasi, khususnya dalam mencuci tangan.
Rasional : untuk mencegah penyebaran infeksi
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan seringnya buang air besar.
Tujuan : kulit klien tetap utuh
Kriteria Hasil : klien tidak mengalami bukti-bukti kerusakan
kulit (mis: tidak mengalami lecet pada daerah
anus pada defekasi).
Perencanaan
(mandiri)
a. Ganti popok dengan sering.
Rasional : untuk menjaga agar tetap bersih dan kering
b. Bersihkan bokong perlahan-perlahan dengan sabun lunak non
alkalin dan air atau celupkan anak dalam bak untuk
membersihkan yang lembut.
Rasional : karena feses diare sangat mengiritasi kulit.
c. Berikan salep seperti seng oksida.
Rasional : untuk melindungi kulit dari iritasi
d. Pajankan dengan ringan kulit utuh yang kemerahan pada udara
jika mungkin.
Rasional : untuk meningkatkan penyembuhan.
e. Berikan salep pelindung pada kulit yang sangat teriritasi
21
Rasional : untuk memudahkan penyembuhan
f. Hindari penggunaan tisu basah yang dijual bebas yang
mengandung alkohol pada kulit yang terekskorisasi.
Rasional : karena akan menyebabkan rasa menyengat
g. Observasi bokong dan prerinium akan adanya infeksi
Rasional : kandida, sehingga terapi yang tepat dapat
dimulai (kolaborasi)
h. Berikan obat anti jamur yang tepat
Rasional : untuk mengobati infeksi jamur kulit
5. Cemas atau takut berhubungan dengan orang tua, lingkungan tidak
dikenal, prosedur yang menimbulkan stres.
Tujuan : klien menunjukkan tanda-tanda kenyamanan.
Kriteria Hasil : klien menunjukkan tanda-tanda disetres fisik
atau emosional yang minimal, keluarga
berpartisipasi dalam perawatan anak
Perencanaan
(mandiri)
a. Beri perawatan mulut dan empeng pada bayi
Rasional : untuk memberikan rasa aman
b. Dorong kunjungan dan partisipasi keluarga dalam perawatan
sebanyak yang mampu dilakukan keluarga.
Rasional : untuk mencegah terjadinya stres yang
berhubungan dengan perpisahan
c. Sentuh dan gendong pada anak sebanyak mungkin
Rasional : untuk memberikan rasa nyaman dan
menghilangkan stres
d. Beri simulasi sensori dan penglihatan sesuai dengan tingkat
perkembangan anak dan kondisiny
Rasional : untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi,
kurangnya pengetahuan.
Tujuan : keluarga memahami tentang penyakit anak
dan pengobatannya
22
Kriteria Hasil : keluarga menunjukkan kemampuan untuk
merawat anak, khusus di rumah
Perencanaan
(mandiri)
a. Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit anak tindakan
terapeutik.
Rasional : untuk mendorong kepatuhan terhadap
program dan terapeutik khususnya jika sudah
ada di rumah.
b. Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan
pada anak.
c. Ijinkan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan
anak sebanyak mereka inginkan
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan anak dan
keluarga
d. Instruksikan keluarga untuk pencegahan
Rasional : untuk mencegah penyebaran infeksi
e. Atur perawatan pasca hospitalisasi
Rasional : untuk menjamin pengkajian dan pengobatan
yang kontinue.
f. Rujuk keluarga dan keluarga perawatan komunitas
Rasional : untuk pengawasan perawatan dirumah sesuai
dengan kebutuhan
4. Evaluasi
a. Menunjukkan dehidrasi adekuat ditandai dengan tanda-tanda vital
norma, turgor kulit baik, ubun-ubun tidak cekung. Membrane
mukosa lembab, dan mata tidak cekung.
b. Nutrisi klien adekuat dan ditandai dengan peningkatan berat badan
sesuai dengan usianya.
c. Tidak ada orang lain yang tertular dan terkena infeksi
d. Tidak ada lecet dan kemerahan pada anak
e. Menunjukkan tanda-tanda kenyamanan serta keluarga berpartisipasi
dalam perawatan anak
23
f. Menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mengatasi
atau mencegah kejadian berkelanjutan dalam program penglibatan
2. Demam Tifoid
A. Definisi
Demam thypoid adalah penyakit akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan segala deman, gangguan pada saluran
pencernaan (Mansjoer, 2002; 432).
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang
yang terinfeksi kuman salmonella. (Bruner and Sudart, 2001).
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang
yang terinfeksi kuman salmonella. (www.sehat-
jasmanidanrohani.blogspot.com)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut,
thypoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A, B, dan C yang dapat menular melalui oral, fecal,
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
B. Etiologi
96% disebabkan oleh salmonella thypi, basil gram negative yang
bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang-
kurangnya 3 macam antigen, yaitu : Antigen O (somatic terdari dari zat
komplek lipolisakarida), Antigen (flagella), dan Antigen VI dan protein
membran hialin.
Salmonella paratyphi A
Salmonella paratyphi B
Salmonella paratyphi C
Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah,
feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi.
24
C. Patofisiologi
1. Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian
kuman dapat dimusnahkan oleh asam HCL lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (IgA)
usus kurang baik, makan basil Salmonella akan menembus sel-sel
epitel (sel M) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang
biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah
bening mesenterika.
2. Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basik tersebut masuk ke aliran darah
(bakterimia) melalui ductus thorcicus dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotatial tubuh, terutama hati, sumsusm tulang, dan limfa
melalui sirkulasi protar dari usus.
3. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma,
dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran
limfa (splenomegali). Di organ ini, kuman S. Thypi berkambang biak
dan masuk sirkulasi darah lagi, sehinggan mengakibatkan bakterimia
kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam,
malaise, miaglia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, dan
gangguan mental koagulasi).
4. Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di
sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi.
Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa
usus. Endotoksi hasil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan
dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada
minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi jyperplasia (pembesaran
sel-sel) plak peyeri pada minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu
ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan
meninggalkan sikatriks (jaringan perut).
D. Manifestasi Klinis
25
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala
prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
- Perasaan tidak enak badan, padan dingin
- Lesu, tidak nafsu makan, mual
- Nyeri kepala
- Diare atau sebaliknya
- Anokreksia, kehilangan berat badan
- Batuk, nyeri otot
- Nyeri perut, perut kaku dan bengkak
- Menyusul gejala klinis yang lain
1) Demam
Demam berlangsung 3 minggu
- minggu I : demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore dan malam hari
- minggu II : demam terus mengigau
- minggu III : demam mulai turun secara berangsur-angsur
3) Gangguan kesadaran
Kesadaran yaitu apatis – samnolen
- Gejala lain “ROSELA” (bintik-bintik kemerahan pada kulit karena
emboli hasil dalam kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996)
E. Penatalaksanaan
1. Perawatan
Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
26
Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, seusia dengan pulihnya
transfusi bila ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu
nasi tim.
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dri
demam selama 7 hari.
3. Pengobatan
1) Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari,
dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas
panas.
2) Tiamfenikol. Dosis yang diberika 4 x 500 mg per hari.
3) Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400
mgsulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim).
4) Ampisilin dan amoksilin. Dosis bersikar 50-150 mg/kg BB,
selama 2 minggu.
5) Sefalosporin Generasi Ketiga. Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa
100 cc, diberikan selama 1/2 jam per-infus sekali sehari, selama 3-
5 hari.
6) Golongan Fluorokuinolon
Norfloksanin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksanin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksanin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Perfloksanin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
Fleoroksanin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari.
27
F. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dibagi dalam:
1. Komplikasi intestinal
a. Pendarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ektra-intestinal
a. Komplikasi karidovaskuler. Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan
sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah. Anemia hemolitk, trombositoperia dan
sindroma uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru. Pneumonia, emfiema, dan pleurititis
4. Komplikasi hepar dan kandung empedu, hepatitis dan kolesistitis
5. Komplikasi ginjal. Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan
arthritis
6. Komplikasi neuropsikiatrik. Delirium, meningismus, meningitis,
polyneuritis perifer, sindrom, katatoni (Widodo, D. 2007).
28
BAB III
PENGELOLAAN KASUS
I. Identitas Data
Nama : An. Ar Agama : Islam
TTL : Cilacap, 08 Nov 2010 Alamat : Cilacap
Umur : 9 bulan, 3 hari S.Bangsa : Jawa
Nama Ayah/Ibu : Tn.Nanang/Ny.Tuti Pend.Ayah : SMA
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta/buruh Pend.Ibu : SMP
Pekerjaan Ibu : IRT RM : 264423
29
g. Imunisasi :Ibu klien mengatakan klien mendapatkan imunisasi
lengkap
30
a. Makanan yang disukai / tidak disukai : ibu klien mengatakan klien sangat
menyukai ASI, klien tidak mau diberi susu formula. Terkadang juga klien diberi
pisang
Selera : ibu klien mengatakan klien minum ASI setiap 2 – 3 jam sekali
(sebelum sakit). Selama di RS : ibu klien mengatakan klien tetap minum
ASI tetapi 1 – 3 jam sekali atau sewaktu klien rewel atau menangis.
Alat makan yang dipakai : tidak terkaji
Pola makan : sebelum sakit, klien minum ASI 2 – 3 jam sekali, kadang
diselingi pisang. Selama sakit klien minum ASI 1 – 3 jam sekali, kadang
makan biskuit nestle
b. Pola tidur : ibu klien mengatakan tidur malam jam tidak teratur, rata-rata klien tidur
jam 19.00-06.00 WIB, kebiasaan klien sebelum tidur adalah minum ASI. Untuk
tidur siang 3 – 4 kali dengan durasi 1 – 2 jam. Selama sakit klien sering terjaga
dari tidurnya. Untuk tidur siang 1 – 2 kali dengan durasi 1 – 2 jam.
c. Mandi
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien mandi 2 kali, pagi dan sore.
Selama di RS : Ibu klien mengatakan klien mandi 2 kali, pagi dan sore.
d. Aktifitas bermain : tidak terkaji
e. Eliminasi
Sebelum sakit : ibu klien mengatakan klien BAK 4 – 6 kali, BAB 1 x
dengan konsisten lembek
Selama di RS : ibu klien mengatakan klien BAK 4 – 6 kali, BAB 4 x
dengan konsisten cair dan berbusa
31
e. Obat-obatan :
Inf Ring As
Cortidex 3 x 1/3 Amp
Soclaf 2 x 1/3 Amp
Bio GI 2 x 1/2 Amp
Vosidon syrup 2 x 1/2 cth
Sanmol drop 3 x 0.7 cc
f. Aktifitas : klien digendong ibunya, terkadang berjalan-jalan
keluar kamar
g. Tindakan keperawatan : mengukur vital sign, monitor frekuensi BAB,
menghitung kebutuhan cairan
h. Hasil laboratorium :
32
c. LK : 38 cm
d. Mata : Mata cekung, sklera anikterik, conjungtiva anamenis, bentuk simetris,
sejajar dengan daun telinga bagian atas
e. Hidung : Bentuk simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung
f. Mulut : Lidah bersih, mukosa bibir kering, gigi atas tumbuh 3, bagian bawah
4, tidak ada somatitis
g. Telinga : Bentuk simetris, tidak ada OMA/OMK
h. Tengkuk : Tidak ada kaku kuduk
i. Dada : Bentuk simetris, tidak ada retraksi otot dada,
j. Jantung : Normal tidak ada kelainan
I : Tampak ictus cordis di ICS 4
A : Tidak terdapat bunyi gallop
P : Teraba ictus cordis di ICS 4 sinistra
P : Suara redup di seluruh jantung, dan tidak ada pembesaran organ
k. Paru-paru : Normal tidak ada kelainan
I : Bentuk simetris, tidak tampak retraksi otot dada
A : Terdengar suara bronkhovesikuler di ICS 2,3,4 sinistra dan dextra
P : Ekspansi dada simetris, fokal fremitus terhantar baik
P : suara Resonan di seluruh lapang paru
l. Perut : Normal tidak ada kelainan
I : Normal, tidak tampak asites dan bentuk simetris
A : Peristaltik usus 37x/menit
P : Suara timpani di seluruh lapang perut
P : turgor > 3 detk
33
c. Motorik kasar : Ok / normal
d. Kognitif dan bahasa : Ok / normal
34
N : 110 x/menit
RR : 24 x/menit
3 12/08 DS: ibu klien Kurang Paparan
mengatakan tidak pengetahuan
2011 informasi
mengerti tentang
yang kurang
diare, penyebab,
tanda gejala, cara
penularan dan
penanganan diare.
DO : ibu klien
tampak bingung dan
klien terkena diare
dan dirawat di RS
untuk pertama kali
35
4. hidrasi yang 2 4
adekuat
Ket : 1 = kuat
2 = berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tdk ada
11
agust II Fluid management:
us
Setelah dilakukan tindakan Monitor status hidrasi
2011 selamam 3 X 24 jam diharapkan Monitor vital sign
kebutuhan cairan dapat Pertahankan catatan
terpenuhi dengan kriteria hasil : intake output yang
fluid Management adekuat
Monitor masukan
makanan dan hitung
Indikator I ER kebutuhan kalori
R harian
1. intake dan output 2 4
dalam 24 jam
seimbang
2. vital sign dalam 2 4
batas normal
3. turgor elastic, 2 4
membrane mukosa
4. hidrasi kulit 2 4
Ket : 1 = kuat
2 = berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tdk ada keluhan
12 III Teaching disease
agus Setelah dilakukan tindakan proses:
tus keperawatan selama 3 X 24 jam Berikan penilaian
2012 diharapkan pengetahuan dapat tentang tingkat
meningkat, sesuai dengan pengetahuan
kriteria hasil : Jelaskan pengertian
Diet knowledge tentang diare
Indikator I ER Jelaskan faktor
R penyebab, tanda,
1. Familiar dengan 2 4 gejala dan tindakan
tanda gejala diare pencegahan, cara
2. mendeskripsikan 2 4 penularan dan
factor penyebab penanganan diare di
diare rumah.
3. mendeskripsikan 2 4
tindakan
pencegahan
36
4. mendeskripsikan 2 4
cara penularan diare
5. mendeskripsikan
cara penanganan
diare dirumah
Ket : 1 = tidak ada
2 = terbatas
3 = cukup
4 = banyak
5 = luas
37
agus 2. Menghitung kebutuhan kalori 110 x/menit, RR: x/menit
tus klien DO: 7.9 X 100 =790
2011 kal/hari
3. Memonitor status hidrasi,
meliputi pengkajian turgor
DO: turgor kulit
lambat kembali > 3
detik mukosa bibir
kering
4. Memonitor masukan cairan
dengan cara menghitung tetesan
790
infuse DO: X 15 =
240 x 60
3 amp makro
5. Memonitor SS,RR dan N
DO: S : 37.5° C, N :
110 x/menit, RR : 24 x/menit
12 I 1. Memantau frekuensi dan pola DS: Ibu klien
agus defekasi mengatakan klien
tus BABnya sudah lembek
2011 dan baru 1x BAB
sejak tadi malam
38
dan penanganan diare.
39
½
- - 1 gelas.
XVII. Evaluasi
Indikator I E
R R
1. intake dan ouput 4 4
dalam 24 jam
seimbang
2 11 Defecit volume cairan
2. vital sign dalam 3 4
agustus berhubungan dengan batas normal
2011 kehilangan secara aktif 3. turgor elastic,
membrane mukosa 3 4
basah, mata tak
cekung
4. hidrasi kulit
3 4
P: Lanjutkan intervensi
Klien dan ibu klien :
40
menganjurkan klien dan
ibu klien meningkatkan
Indikator IR ER intake cairan
1. Intake dan 4 4 Untuk perawat :
output dalam 24 pertahankan catatan
jam seimbang cairan yang seimbang
2. Vital sign 4 4 secara akurat
dalam batas
normal S: ibu klien mengatakan klien
3. Turgor 4 4 hari ini hanya 1x BAB, dengan
elastic,
konsistensi lembek
membrane
mukosa basah, O: keseimbangan cairan +200
mata tak cekung A: Masalah teratasi
4. Hidrasi kulit
Indikator 4I 4
ER
R P: Hentikan intervensi klien
1. Eliminasi 4 4 pulang jam 13.00 WIB
defekasi efektif
2. Keseimbangan 4 4 S: -
cairan O: keseimbangan cairan +200,
3. Keseimbangan 4 4
turgor kulit cepat kembali,
elektrolit
4. 3Hidrasi12yang Diare
4 4 berhubungan mukosa bibir basah, mata tidak
adekuat agustus dengan fisiologi: proses cekung
2011 penyakit S: 36.5°C
N: 100 x/menit
RR: 24 x/menit
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi klien
pulang jam 13.00 WIB
42
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pencernaan makanan merupakan prose mengubah makanan dari ukuran besar
menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, serta memecah molekul makanan yang
kompleks menjadi molekul yang sederhana dengan menggunakan enzim dan organ-
organ pencernaan. Enzim ini dihasilkan oleh organ-organ pencernaan dan jenisnya
tergantung dari bhaan makanan yang akan dicerna oleh tubuh. Zat makanan yang
dicerna akan diserap oleh tubuh dalam bentuk yang lebih sederhana.
Gangguan pada saluran pencernaan ini bermacam-macam dari yang ringan
dan dapat diatasi dengan pengobatan topical seperti sembelit atau diare sampai dengan
yang sangat serius dan memerlukan tindakan medis seperti kanker usus.
Makalah ini membahas patofisiologi gangguan sistem pencernaan khususnya diare
dan konsitpasi. Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan
43
frekuensi yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau
cair. Adapun klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, tanda dan gejala
dari penyakit tersebut.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatasm penulis menyarankan agar para pembaca
untuk dapat meningkatkan pemahamannya mengenai gangguan pada sistem
gastrointestinal guna terwujudnya pelaksanaan proses belajar yang baik. Kami
menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu kami
menyarankan kepada pembaca untuk tetap teres menggali sumber-sumber yang
menunjang terhadap pembahasan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A.C dan Hall , J.E. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 10.Philadelphia
Saunders
A.G.M. Comdell & Neil Mcln Tosh. (1998). Text book of pediatrics (5th ed). New York
Churchhill Livingstone
Abdoerrachman, Alatas,Ali Dahlan Dkk. (1985). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. FKUI.
Jakarta : Info Medika.
Ackley And Ladwig. (1999). Nursing diagnosis hand book : A guid to planning care (4th
ed.).St.Louis : Mosby
Suriadi, (2001) asuhan keperawatan pada anak sakit. Edisi 1. Jakarta : CV. Sagung Seto
44
Wong dona . (2004) pedoman klinis perawatan pediatric, Alih bahasa : Monca Ester.
Jakarta :EGC
(file://D:/materi%20kuliah/semester%20IV/kelompok%203/data
%20thypoid/MeyokaFransPelata%20pung%20Blog%20ASKEP%20DEMAM
%20THYPOID%20(NANDA%20NOC%20NIC).htm)
(file://D:/materi%20kuliah/semester%20IV/kelompok%203/data%20thypoid/KUMPULAN
%20ASKEP%20%20%20askep%20pada%20anak.htm)
45