Anda di halaman 1dari 48

Tugas : Keperawatan Anak I

Dosen : Lindriani.,S.Kep.,Ns.,M.Kep

PATOFISIOLOGI PERADANGAN PADA SISTEM DIGESTIVE DAN ASUHAN


KEPERAWATAN ANAK: DIARE DAN THYPOID FEVER

OLEH : KELOMPOK IV

 CANTIKA SARI K.18.01.005


 INAYANTI K.18.01.012
 PUTRI WULANDARI K.18.01.021
 SURIANTI K.18.01.028

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES MEGA BUANA PALOPO

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh dosen
kami dengan materi “Patofisiologi Peradangan Pada Sistem Digestive Dan Asuhan
keperawatan Anak: Diare Dan Thypoid Fever”

Kami mengucapkan bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentang


Penyakit perdangan pada sistem digestive : Diare dan Thypoid fever, menjadi keterbatasan
kami pula. Untuk itu kami meminta saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini.

Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, berkah dan
karunianya kepada kita semua dan memberikan imbalan yang setimpal atas semua jeri payah
dari pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada kami serta senantiasa
menambah ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan menjadikan kita sebagai hambanya yang
selalu bersyukur

Palopo, 31 Mei 2020

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................3

A. Pengertian Sistem Digestive......................................................................................3


B. Anatomi & Fisiologi..................................................................................................4
C. Mekanisme Sistem Pencernaan..................................................................................10
D. Penyakit Pada Sistem Pencernaan..............................................................................12

BAB III PENGELOLAAN KASUS......................................................................................29

BAB IV PENUTUP...............................................................................................................44

A. Kesimpulan................................................................................................................44
B. Saran...........................................................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................45

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap makhluk hidup pasti perlu makanan karena merupakan sumber energi
pada makhluk hidup. Makhluk hidup memerlukan energi untuk melakukan aktivitas
seperti belajar, jalan, berbicara, tidur dan lain sebagainya. Agar makanan yang kita
makan dapat di serap di usus halus, maka makanan itu harus di ubah menjadi bentuk
sederhana melalui proses pencernaan, zat makanan yang mengalami proses
pencernaan di dalam tubuh adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan unsur-
unsur mineral, vitamin, dan air tidak mengalami proses pencernaan. Proses
pencernaan pada manusia dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu proses
pencernaan secara mekanik dan kimiawi (enzimatis). Saat mengunyah makanan
seperti nasi, roti, umbi dan pisang berarti proses pencernaan mekanik (fisik) sedang
berlangsung dan proses pencernaan mekanik adalah proses perubahan makanan dari
bentuk besar atau kasar menjadi bentuk kecil atau halus. Pada manusia dan mamalia
umumnya proses pencernaan kimiawi adalah proses perubahan makanan dari zat
yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana dengan menggunakan enzim.
Enzim adalah zat kimia yang dihasilkan oleh tubuh yang berfungsi mempercepat
reaksi-reaksi kimia dalam tubuh.
Proses pencernaan makanan pada manusia melibatkan alat-alat pencernaan
makanan yang kita makan. Alat pencernaan makanan dapat dibedakan atas saluran
pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan manusia memanjang dari
mulut sampai anus, terdiri dari mulut (kaum olis), kerongkongan (esofagus),
lambung (ventlikulus), usus halus (intestinum), usus besar (kolon), dan anus.
Kelenjar pencernaan menghasilkan enzim-enzim yang membant proses pencernaan
kimiawi. Kelenjar air liur, kelenjar getah lambung, hati (hepar), dan pankreas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem pencernaan
2. Apa saja anatomi fisiologi dalam sistem pencernaan
3. Bagaimana Mekanisme sistem pencernaan
4. Apa penyakit pada sistem pencernaan

1
C. Tujuan
1. Agar mahasisawa tahu apa yang dimaksud dengan sistem pencernaan?
2. Agar mahasiswa tahu apa saja anatomi fisiologi dalam sistem pencernaan?
3. Agar mahasiswa tahu bagaimana Mekanisme sistem pencernaan?
4. Agar mahasiswa tahu apa penyakit pada sistem pencernaan?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Pencernaan Manusia


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan
sisa proses tersebut dari tubuh.
Pencernaan makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran
besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, serta memecah molekul makanan
yang kompleks menjadi molekul yang sederhana dengan menggunakan enzim dan
organ-organ pencernaan. Enzim ini dihasilkan oleh organ-organ pencernaan dan
jenisnya tergantung dari bahan makanan yang akan dicerna oleh tubuh. Zat makanan
yang dicerna akan diserap oleh tubuh dalam bentuk yang lebih sederhana.
Menurut (Farid, F, 2007) sistem pencernaan merupakan sistem yang
memproses mengubah makanan dan menyerap sari makanan yang berupa nutrisi-
nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Sistem pencernaan juga akan memecah molekul
makanan yang kompleks menjadi molekul yang sederhana dengan bantuan enzim
sehingga mudah dicerna oleh tubuh. Sistem pencernaan juga akan memecah molekul
makanan yang kompleks menjadi molekul yang sederhana dengan bantuan enzim
sehingga mudah dicerna oleh tubuh. Sistem pencernaan pada manusia hampir sama
dengan sistem pencernaan hewan lain yaitu terdapat mulut, lambung, usus, dan
mengeluarkan kotorannya melewati anus.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa system pencernaan
manusia adalah sistem organ dalam manusia yang menerima makanan dan
mengubahnya dari ukuran besar menjadi ukuran yang lebih halus serta memecah
molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan menggunakan
enzim dan organ-organ pencernaan sehingga makanan tersebut mudah dicerna oleh
tubuh.

3
B. Anatomi dan Fisiologi

Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),

kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Gambar 2.1

Anatomi Sistem Pencernaan Manusia


Sumber : (adam.com)

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut

sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk

menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-

zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat

dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi

sistem pencernaan yaitu :

1. Mulut

4
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air.

Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan

masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari

mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa

yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis,

asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidu ng,

terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi

depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),

menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari

kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut

dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga

mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah

protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai

secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

2. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam

lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak

mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,

disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,

letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang

belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan

perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan

rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak

terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung,

5
bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian

inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut

nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak

dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian

ini berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut

laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.

3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui

sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.

Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses

peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang

belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu

bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran

otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari

otot halus).

4. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian

yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang

makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan

enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting

yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang

memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel lambung dari

kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana

6
yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein.

Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang

terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

5. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh

darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.

Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang

membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding

usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan

lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam),

lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus

halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus

kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang

terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong

(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari

usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum

treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak

terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari

yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari

terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.

7
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),

yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk

ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di

cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal

kepada lambung untuk berhent i mengalirkan makanan.

b. Usus Kosong (Jejenum)

Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara

usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada

manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-

2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan

digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam

usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang

memperluas permukaan dari usus.

c. Usus Penyerapan (Illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada

sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan

terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.

Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi

menyerap vitamin B12 dan garam empedu.

6. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.

Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari

8
kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon

sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat

di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu

penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat

zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal

dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan

gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi

iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah

diare.

7. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar

(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai

tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena

tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.

Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka

timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding

rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem

saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika

defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di

mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi

untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang

dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan

anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian

otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung

9
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian

anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnnya dari usus.

Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari

tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi

utama anus (Pearce, 1999).

C. Mekanisme Sistem Pencernaan


Pertama-tama, pencernaan dilakukan oleh mulut. Disini dilakukan
pencernaan mekanik yaitu proses mengunyah makanan menggunakan gigi dan
pencernaan kimiawi menggunakan enzim ptialin (amilase). Enzim ptialin berfungsi
mengubah makanan dalam mulut yang mengandung zat karbohidrat (amilum)
menjadi gula sederhana (maltosa). Maltosa mudah dicerna oleh organ pencernaan
selanjutnya. Enzim ptialin bekerja dengan baik pada pH antara 6,8 – 7 dan suhu
37°C.
Makanan selanjutnya dibawa menuju lambung dan melewati kerongkongan.
Makanan bisa turun ke lambung karena adanya kontraksi otot-otot di kerongkongan.
Di lambung, makanan akan melalui proses pencernaan kimiawi menggunakan
zar/enzim seebagai berikut:
 Renin, berfungsi mrngendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI).
Hanya dimiliki oleh bayi.
 Pepsin, berfungsi untuk memecah protein menjadi pepton.
 HCl (asam klorida), berfungsi untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi
pepsin. Sebagai desinfektan, serta merangsang pengeluaran hormon sekretin
dan kolesistokinin pada usus halus.
 Lipase, berfungsi untuk memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Namun lipase yang dihasilkan sangat sedikit.
Setelah makanan diproses di lambung yang membutuhkan waktu sekitar 3-4
jam, makanan akan dibawa menuju usus dua belas jari. Pada usus dua belas
jari terdapat enzim-enzim berikut yang berasal dari pankreas:
1. Amilase
Enzim yang mengubah zat tepung (amilum) menjadi gula lebih sederhana
(maltosa).

10
2. Lipase
Enzim yang mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
3. Tripsinogen
Jika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin, yaitu enzim yang
mengubah protein dan pepton menjadi dipeptida dan asam amino yang siap
diserap oleh usus halus.
Selain itu terdapat juga empedu. Empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung
di dalam kantung empedu. Selanjutnya, empedu dialirkan melalui saluran
empedu ke usus dua belas jari. Empedu mengandung garam-garam empedu dan
zat warna empedu (bilirubin). Garam empedu berfungsi mengemulsikan lemak.
Zat warna empedu berwarna kecoklatan, dan dihasilkan dengan cara merombak
sel darah merah yang telah tua di hati. Empedu merupakan hasil ekskresi di
dalam hati. Zat warna empedu memberikan ciri warna cokelat pada feses.
Selanjutnya makanan dibawa menuju usus halus. Di dalam usus halus terjadi
proses pencernaan kimiawi dengan melibatkan berbagai enzim pencernaan.
Karbohidrat dicerna menjadi glukosa. Lemak dicerna menjadi asam lemak dan
gliserol, serta protein dicerna menjadi asam amino. Jadi, pada usus dua belas jari,
seluruh proses pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein diselesaikan.
Selanjutnnya, proses penyerapan (absorbsi) akan berlangsung di usus kosong dan
sebagian besar di usus penyerap. Karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa,
lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan gliserol, dan protein diserap dalam
bentuk asam amino. Vitamin dan mineral tidak mengalami pencernaan dan dapat
langsung diserap oleh usus halus.
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama
dengan lendir akan menuju ke usus besar menjadi feses. Didalam usus besar
terdapat bakteri Escherichia coli. Bakteri ini membantu dalam proses
pembusukan sisa makanan menjadi feses. Selain membusukkan sisa makanan,
bakteri E. coli juga menghasilkan vitamin K. Vitamin K berperan penting dalam
proses pembekuan darah. Sisa makanan dalam usus besar masuk banyak
mengandung air. Karena tubuh memerlukan air, maka sebagian besar air diserap
kembali ke usus besar. Penyerapan kembali air merupakan fungsi penting dari
usus besar. Selanjutnya sisa-sisa makanan akan dibuang melalui anus berupa
feses. Proses ini dinamakan defekasi dan dilakukan dengan sadar.

11
D. Penyakit pada Sistem Pencernaan
1. Diare
A. Pengertian
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan tinja encer
dan cair (Suriadi dan Rita, 2001).
Diare adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus
yang ditandai dengan defikasi encer lebih dari tiga kali sehari atau tanpa
darah dalam tinja yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari
tujuh kali pada anak dan bayi yang sebelumnya sehat (Dr. Henra T.
Laksamana, 2000).
Diare adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus
dan ditandai dengan muntah-muntah dan gastroenteritis yang berakibat
kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit (Betz, swoden, 2001).
Berdasarkan pengertian diatas kelompok dapat menyimpulkan bahwa
diare adalah suatu infeksi yang menyerang membrane lambung dan usus
halus ditandai dengan frekuensi buang air besar lebih dari empat kali dalam
konsistensi cair, yang mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit.

B. Etiologi
1) Faktor internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi virus, Ecoli cholera,
singela, infeksi pasif: entovirus, adeno virus, infeksi parasit, cacing,
(ascorosis, oxyuris), protozoa dan jamur.
2) Faktor paranteral adalah infeksi di luar perencanaan makanan seperti,
OMA, paringitis, keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak di
bawah dua tahun.
3) Factor malabsorbsi adalah disakarida intoleransi laktosa, mokosa, sukrosa,
monosakarida (intoleransi, glukosa, dan galaktosa).
4) Faktor makan adalah makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

12
C. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan menrangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare karena peningkatan isi lumen usus.
3. Ganguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
dapat timbul diare pula.
4. Selain itu diare juga dapat terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati tintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan
toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1) Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
2) Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat

13
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligura/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan eksraseluler kedalam cairan
intraseluler
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini
terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen
dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga
40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran
dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

D. Manifestasi Klinis
Mula pasien cengeng, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang,
kemudian timbul diare. Tinja cair bercampur dengan lendir dan darah, di anus
dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi, berat badan
menurun, turgor kulit kurang elastis, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, kulit tampak kering dan anorexia.

14
E. Komplikasi
Akibat diare, kehilangan air dan elektrolit secara mendadak dapat
terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut: Dehidrasi (ringan, sedang, berat,
hipotenik, isotonik, atau bhiper tonik). Renjatan hipovolemik, hipokalimia
(dengan gejala hipotonik otot, lemah, brakardi, meteorismus). Hipoglikemia,
intoleransi sekunder akibat kerusakan vilimukosa usus dan defisiensi enzim
lactose.

Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik malnutrisi protein(akibat muntah


dan gastroenteritis jika lama atau kronik.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan tinja meliputi nakrokopis: karena feces biasanya di mulai
dengan warna coklat muda sampai kuning bercampur lendir, darah atau
yang mana konsestennya cair atau encer.
2. Mikroskopis: jumlah sel efitel leokosit dan eritrosit meningkat.
3. Tes resisten terhadap antibiotik
4. Kultur tinja.

G. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada klien diare dengan memperhatikan derajat
dehidrasi dan keadaan umum. Terdiri dari: cairan peroral, pada klien
dehidrasi ringan dan dehidrasi sedang cairan di berikan cairan peroral
berupa cairan yang berisikan NaCl, NaHCO3, KCL, dan glukosa, untuk
gastroenteritis akut dan kolera pada anak di atas 9 bulan dengan dehidrasi
ringan/sedang kadar Na 50-60 mEq/1. Formula lengkap adalah garam dan
gula (NaCl dan Sukrosa) atau air tajin di beri garam dan gula.
Cairan parentral, sebenarnya ada beberapa jenis cairan (riger laktat)
yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan tubuh klien seberapa banyak
yang di berikan tergantung dari berat atau ringannya dehidrasi, yang

15
diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badan.
2. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah umur satu tahun dengan berat badan
kurang dari 7 Kg, jenis makanan: susu (ASI dan susu formula yang
mengandung laktosa renda dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM),
makanan setengah pada (bubur), makanan padat (nasi tim)).
3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah pengantian cairan yang hilang
melalui tinja atau dengan muntah, dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain(gula, air, tajin, tepung beras
dsb).
Obat anti sekresi: klorpamazin (dosis 0,5 mg/kgBB/hari),
opium, loperami, antibiotic. Pada umumnya anti biotik tidak di perlukan
untuk mengatasi gastreonteritis akut, kecuali jika penyebabnya jelas,
seperti kliera diberi tetrasklin 25-30 mg/KgBB/hari, campiobacter
diberikan eritromisin 40-50 mg/KgBB/hari.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian bersifat sistematis meliputi pengumpulan data, dan penentuan
masalah.
a. Identitas klien
b. Riwayat klien
c. Awal serangan: awalnya anak cengen, gelisah. Suhu tubuh meningkat,
anorexia kemudia timbul gastreonteritis.
d. Keluhan utama: feses semakin cair, muntah, bila banyak kehilangan
banyak air elektrolit dan terjadilah dehidrasi, berat badan turun, pada
bayi ubun-ubun cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput
lender dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari empat kali dengan
konsestensi encer.
e. Riwayat masa lalu, riwayat penyakit yang diderita riwayat pemberian
imunisasi

16
f. Riwayat psikososial keluarga: dirawat akan menjadi stresor bagi anak
itu sendiri dan keluarga. Kecemasan meningkat bila orang tua tidak
mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari
kesehatan anaknya, maka mereka akan beraksi dengan rendah merasa
bersalah.
g. Kebutuhan dasar
1. Pola eliminasi: akan mengalami penurunan yaitu BAB lebih dari
empat kali sehari, BAK sedikit dan jarang.
2. Pola nutris: di awali dengan mual, muntah dan anorexia.
Menyebabkan penurunan berat badan klien.
3. Pola tidur dan istirahat: akan tergantung akan adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
4. Pola hygiene: kebiasaan biasa mandi setiap hari
5. Aktivitas: akan tergantung dengan kondisi tubuh yang lemah dan
adanya rasa nyeri akibat distensi abdomen
h. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisiologis: keadaan umum tampak; lemah, kesadaran
kompos mentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan
lemah, pernafasan agak cepat.
2. Pemeriksaan sistemik
1) Inspeksi: mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir dan
bibir kering, berat badan turun dan anus kemerahan
2) Perkusi: adanya distensi abdomen
3) Palpasi: turgor kulit elastic
4) Auskusltasi: terdengar bising usus
i. Pemeriksaan tingakt pertumbuhan dan perkembangan: pada anak
gastreonteritis mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga
berat badan menurun
j. Tes diagnostik
a. Pemeriksaan tinja
Mikroskopis: warna feses dimulai berwarna coklat muda sampai
warna kuning yang bercampur dengan lendir, darah atau pus yang
mana konsestensinya encer.

17
Mikroskopis: jumlah sel eitel leukosit dan eritrosit terdiri dari PH
feses, biasanya menurun yang menunjukan keadaan feses yang
asam dan kadar gula yang di duga (ada sugar intoleran)
b. Pemeriksaan darah
Darah lengkap: PH cadangan alkali dan elektrolit untuk
menentukan gangguan untuk keseimbangan asam basa.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan urutan prioritas menurut Dona L. Wong hal 196-198
adalah:
1. Kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
gastreonteritis berlebihan melalui feses atau amisis
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui gastreonteritis, masukan yang tidak
adekuat.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya buang air
besar.
4. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan
mikoorganisme yang menembus gastreonteritis.
5. Cemas atau takut berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,
lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stres.
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang
pengetahuan

3. Perencanaan Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan gastreontestinal
berlebihan melalui feses atau emisis.
Tujuan : klien akan memperlihatkan tanda-tanda dan
mempertahankan hidrasi adekuat
Kriteria Hasil : keseimbangan cairan dipertahankan dalam
batas normal yang ditandai dengan pengeluaran
urine sesuai, pengisian kembali kapiler
(capillary repel) kurang dari dua detik, turgor
kulit elastis, membrane mukosa lembab, bibir

18
tidak pecah-pecah, ubun-ubun tidak cekung,
produksi urine meningkat.

Perencanaan
(mandiri)
a. Kaji status dehidrasi (turgor kulit elastis, ubun-ubun cekung,
produksi urine menurun, membrane mukosa kering, rasa haus
menurun, bibir pecah-pecah)
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
Rasional : hipotensi (termasuk postural), takikardi,
demam dapat menurunkan hasil terhadap efek
kehilangan cairan.
c. Monitor tetesan infus tiap 4 jam
Rasional : memberikan keseimbangan cairan masukan
dari pengeluaran
d. Anjurkan ibu untuk memberikan susu LLM, oralit dan banyak
minum.
Rasional : memberikan keseimbangan cairan masukan
dengan pengeluaran
e. Catat intake dan output
Rasional : memberikan informasi tentang keseimbangan
cairan dan fungsi ginjal untuk pengantian
cairan.
f. Cairan parenteral
Rasional : memberikan istirahat usus memerlukan
pengantian cairan untuk memperbaiki
kehilangan.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kehilangan cairan melalui gastreonteritis, masukan tidak
adekuat.
Tujuan : klien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat
untuk mempertahankan berat badan yang sesuai
dengan usia.

19
Kriteria Hasil : anak akan toleran dengan diet yang sesuai
dengan peningkatan berat badan dalam batas
normal sesuai dengan berat badan ideal (rumus
= 2x BB lahir), klien tidak mual, muntah, nafsu
makan meningkat, turgor kulit elastis,
konjungtiva tidak anemis, kebutuhan kalori
sesuai berat badan (rumus = 30-50
kalori/kg/BB/hr)
Perencanaan
(mandiri)
a. Nilai status nutrisi anak dilihat dari sebelum sakit dan berat
badan sekarang.
Rasional : mengkaji toleransi pemberian makanan.
b. Kaji keluhan rasa mual klien.
Rasional : mengetahui nafsu makan klien serta
menentukan tindak adekuat
c. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi
Rasional :mengurangi kehebatan dan nurtrisi penyakit.
d. Anjurkan pada orangtua untuk memberikan makan dengan teknik
porsi kecil tapi sering.
Rasional : meningkatkan kepatuhan terhadap program
terapeutik
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang
menembus saluran pencernaan gastrointestinal
Tujuan : klien (orang lain) tidak menunjukan infeksi.
Kriteria Hasil : infeksi tidak menyebar ke orang lain
Perencanaan
(mandiri)
a. Penatalaksanaan isolasi suptansi tubuh atau praktik pengendalian
infeksi rumah sakit, termasuk pembuangn feses, dan pencucian
yang tepat, serta penanganan specimen yang tepat.
Rasional : untuk mencegah penyebaran infeksi
b. Pertahankan pencucian tangan yang tepat

20
Rasional : untuk mencegah penyebaran infeksi
c. Pakai popok yang tepat
Rasional : untuk mengurangi kemungkinan penyebaran
feses
d. Gunakan popok sekali pakai
Rasional : super absorben untuk menampung feses dan
menurunkan kemungkinan terjadinya dermatitis
e. Upaya untuk mempertahankan bayi dan anak kecil dari
menempatkan tangan dan objek dalam area terkontaminasi,
ajarkan anak bila mungkin tindakan perlindungan
Rasional : untuk mencegah penyebaran infeksi seperti,
pencucian tangan setelah menggunakan toilet.
f. Intruksikan anggota keluarga dan pengunjung dalam praktik
isolasi, khususnya dalam mencuci tangan.
Rasional : untuk mencegah penyebaran infeksi
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan seringnya buang air besar.
Tujuan : kulit klien tetap utuh
Kriteria Hasil : klien tidak mengalami bukti-bukti kerusakan
kulit (mis: tidak mengalami lecet pada daerah
anus pada defekasi).
Perencanaan
(mandiri)
a. Ganti popok dengan sering.
Rasional : untuk menjaga agar tetap bersih dan kering
b. Bersihkan bokong perlahan-perlahan dengan sabun lunak non
alkalin dan air atau celupkan anak dalam bak untuk
membersihkan yang lembut.
Rasional : karena feses diare sangat mengiritasi kulit.
c. Berikan salep seperti seng oksida.
Rasional : untuk melindungi kulit dari iritasi
d. Pajankan dengan ringan kulit utuh yang kemerahan pada udara
jika mungkin.
Rasional : untuk meningkatkan penyembuhan.
e. Berikan salep pelindung pada kulit yang sangat teriritasi

21
Rasional : untuk memudahkan penyembuhan
f. Hindari penggunaan tisu basah yang dijual bebas yang
mengandung alkohol pada kulit yang terekskorisasi.
Rasional : karena akan menyebabkan rasa menyengat
g. Observasi bokong dan prerinium akan adanya infeksi
Rasional : kandida, sehingga terapi yang tepat dapat
dimulai (kolaborasi)
h. Berikan obat anti jamur yang tepat
Rasional : untuk mengobati infeksi jamur kulit
5. Cemas atau takut berhubungan dengan orang tua, lingkungan tidak
dikenal, prosedur yang menimbulkan stres.
Tujuan : klien menunjukkan tanda-tanda kenyamanan.
Kriteria Hasil : klien menunjukkan tanda-tanda disetres fisik
atau emosional yang minimal, keluarga
berpartisipasi dalam perawatan anak
Perencanaan
(mandiri)
a. Beri perawatan mulut dan empeng pada bayi
Rasional : untuk memberikan rasa aman
b. Dorong kunjungan dan partisipasi keluarga dalam perawatan
sebanyak yang mampu dilakukan keluarga.
Rasional : untuk mencegah terjadinya stres yang
berhubungan dengan perpisahan
c. Sentuh dan gendong pada anak sebanyak mungkin
Rasional : untuk memberikan rasa nyaman dan
menghilangkan stres
d. Beri simulasi sensori dan penglihatan sesuai dengan tingkat
perkembangan anak dan kondisiny
Rasional : untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi,
kurangnya pengetahuan.
Tujuan : keluarga memahami tentang penyakit anak
dan pengobatannya

22
Kriteria Hasil : keluarga menunjukkan kemampuan untuk
merawat anak, khusus di rumah
Perencanaan
(mandiri)
a. Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit anak tindakan
terapeutik.
Rasional : untuk mendorong kepatuhan terhadap
program dan terapeutik khususnya jika sudah
ada di rumah.
b. Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan
pada anak.
c. Ijinkan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan
anak sebanyak mereka inginkan
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan anak dan
keluarga
d. Instruksikan keluarga untuk pencegahan
Rasional : untuk mencegah penyebaran infeksi
e. Atur perawatan pasca hospitalisasi
Rasional : untuk menjamin pengkajian dan pengobatan
yang kontinue.
f. Rujuk keluarga dan keluarga perawatan komunitas
Rasional : untuk pengawasan perawatan dirumah sesuai
dengan kebutuhan

4. Evaluasi
a. Menunjukkan dehidrasi adekuat ditandai dengan tanda-tanda vital
norma, turgor kulit baik, ubun-ubun tidak cekung. Membrane
mukosa lembab, dan mata tidak cekung.
b. Nutrisi klien adekuat dan ditandai dengan peningkatan berat badan
sesuai dengan usianya.
c. Tidak ada orang lain yang tertular dan terkena infeksi
d. Tidak ada lecet dan kemerahan pada anak
e. Menunjukkan tanda-tanda kenyamanan serta keluarga berpartisipasi
dalam perawatan anak

23
f. Menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mengatasi
atau mencegah kejadian berkelanjutan dalam program penglibatan

2. Demam Tifoid
A. Definisi
Demam thypoid adalah penyakit akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan segala deman, gangguan pada saluran
pencernaan (Mansjoer, 2002; 432).
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang
yang terinfeksi kuman salmonella. (Bruner and Sudart, 2001).
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang
yang terinfeksi kuman salmonella. (www.sehat-
jasmanidanrohani.blogspot.com)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut,
thypoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A, B, dan C yang dapat menular melalui oral, fecal,
makanan dan minuman yang terkontaminasi.

B. Etiologi
96% disebabkan oleh salmonella thypi, basil gram negative yang
bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang-
kurangnya 3 macam antigen, yaitu : Antigen O (somatic terdari dari zat
komplek lipolisakarida), Antigen (flagella), dan Antigen VI dan protein
membran hialin.
Salmonella paratyphi A
Salmonella paratyphi B
Salmonella paratyphi C
Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah,
feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi.

24
C. Patofisiologi
1. Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian
kuman dapat dimusnahkan oleh asam HCL lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (IgA)
usus kurang baik, makan basil Salmonella akan menembus sel-sel
epitel (sel M) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang
biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah
bening mesenterika.
2. Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basik tersebut masuk ke aliran darah
(bakterimia) melalui ductus thorcicus dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotatial tubuh, terutama hati, sumsusm tulang, dan limfa
melalui sirkulasi protar dari usus.
3. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma,
dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran
limfa (splenomegali). Di organ ini, kuman S. Thypi berkambang biak
dan masuk sirkulasi darah lagi, sehinggan mengakibatkan bakterimia
kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam,
malaise, miaglia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, dan
gangguan mental koagulasi).
4. Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di
sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi.
Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa
usus. Endotoksi hasil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan
dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada
minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi jyperplasia (pembesaran
sel-sel) plak peyeri pada minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu
ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan
meninggalkan sikatriks (jaringan perut).

D. Manifestasi Klinis

25
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala
prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
- Perasaan tidak enak badan, padan dingin
- Lesu, tidak nafsu makan, mual
- Nyeri kepala
- Diare atau sebaliknya
- Anokreksia, kehilangan berat badan
- Batuk, nyeri otot
- Nyeri perut, perut kaku dan bengkak
- Menyusul gejala klinis yang lain
1) Demam
Demam berlangsung 3 minggu
- minggu I : demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore dan malam hari
- minggu II : demam terus mengigau
- minggu III : demam mulai turun secara berangsur-angsur

2) gangguan pada saluran pencernaan


- lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor.
- Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
- Terdapat konstipasi, diare

3) Gangguan kesadaran
Kesadaran yaitu apatis – samnolen
- Gejala lain “ROSELA” (bintik-bintik kemerahan pada kulit karena
emboli hasil dalam kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996)

E. Penatalaksanaan
1. Perawatan
Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.

26
Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, seusia dengan pulihnya
transfusi bila ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
 Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
 Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
 Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu
nasi tim.
 Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dri
demam selama 7 hari.
3. Pengobatan
1) Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari,
dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas
panas.
2) Tiamfenikol. Dosis yang diberika 4 x 500 mg per hari.
3) Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400
mgsulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim).
4) Ampisilin dan amoksilin. Dosis bersikar 50-150 mg/kg BB,
selama 2 minggu.
5) Sefalosporin Generasi Ketiga. Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa
100 cc, diberikan selama 1/2 jam per-infus sekali sehari, selama 3-
5 hari.
6) Golongan Fluorokuinolon
 Norfloksanin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
 Siprofloksanin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
 Ofloksanin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
 Perfloksanin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
 Fleoroksanin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari.

Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindakasi pada keadaan tertenut


seperti: tifoid toksik, peritoritis atau perforasi, syok septik, karena
telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur
darah selain kuman Salmonella thypi. (Widiastuti S, 2001).

27
F. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dibagi dalam:
1. Komplikasi intestinal
a. Pendarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ektra-intestinal
a. Komplikasi karidovaskuler. Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan
sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah. Anemia hemolitk, trombositoperia dan
sindroma uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru. Pneumonia, emfiema, dan pleurititis
4. Komplikasi hepar dan kandung empedu, hepatitis dan kolesistitis
5. Komplikasi ginjal. Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan
arthritis
6. Komplikasi neuropsikiatrik. Delirium, meningismus, meningitis,
polyneuritis perifer, sindrom, katatoni (Widodo, D. 2007).

28
BAB III

PENGELOLAAN KASUS

I. Identitas Data
Nama : An. Ar Agama : Islam
TTL : Cilacap, 08 Nov 2010 Alamat : Cilacap
Umur : 9 bulan, 3 hari S.Bangsa : Jawa
Nama Ayah/Ibu : Tn.Nanang/Ny.Tuti Pend.Ayah : SMA
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta/buruh Pend.Ibu : SMP
Pekerjaan Ibu : IRT RM : 264423

II. Keluhan Utama


ibu klien mengatakan, klien BAB cair lebih dari 4 kali dari tadi malam sampai pagi
ini, dengan konsistensi cair dan berbusa.

III. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran


a. Prenatal : P1A0, hamil aterm, pemeriksaan ANC di bidan, TI : 2 kali, TII : 2
kali dan TIII : 4 kali, selama kehamilan tidak ada keluhan
b. Internatal : Partus spontan di bidan, tidak terdapat penyulit
c. Postnatal : Bayi lahir spontan, langsung menangis, PB : 46 cm, BB : 3000gr

IV. Riwayat Masa Lampau


a. Penyakit waktu kecil :Ibu klien mengatakan pada umur 4 bulan menderita
panas tinggi, tetapi tidak terjadi kejang, kemudian diberi obat dari bidan sembuh.
b. Pernah dirawat di RS :Ibu klien mengatakan klien belum pernah di rawat di
RS
c. Obat yang digunakan :Ibu klien mengatakan obat yang digunakan adalah obat
yang diberi dokter untuk sakit yang sekarang ini
d. Tindakan operasi :Ibu klien mengatakan klien tidak pernah dioperasi
e. Alergi :Ibu klien mengatakan klien tidak mempunyai riwayat
alergi terhadap obat ataupun pada makanan dan minuman
f. Kecelakaan :Ibu klien mengatakan klien tidak pernah mengalami
kecelakaan

29
g. Imunisasi :Ibu klien mengatakan klien mendapatkan imunisasi
lengkap

V. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keterangan : klien merupakan anak pertama dalam keluarga semuanya


pernah mengalami diare, tetapi saat ini hanya klien yang
menderita diare.

VI. Riwayat Sosial


a. Yang mengasuh
Ibu klien mengatakan yang mengasuh klien adalah dirinya sendiri.
b. Hubungan dengan anggota keluarga
Ibu klien mengatakan hubungan dengan keluarga baik, klien kadang bermain
dengan ayah, kakek atau neneknya.
c. Hubungan dengan teman sebaya
Ibu klien mengatakan klien jika diajak bermain oleh teman sebayanya, tampak
senang.
d. Pembawaan secara umum
Klien tampak tenang, jika ada orang asing klien menatapnya, klien lebih dominan
bersama ibunya.
e. Lingkungan rumah
Rumah klien dekat kilang pertamina RU.IV, jarak antar 1 rumah dengan rumah
yang lain cukup dekat.

VII. Kebutuhan Dasar

30
a. Makanan yang disukai / tidak disukai : ibu klien mengatakan klien sangat
menyukai ASI, klien tidak mau diberi susu formula. Terkadang juga klien diberi
pisang
 Selera : ibu klien mengatakan klien minum ASI setiap 2 – 3 jam sekali
(sebelum sakit). Selama di RS : ibu klien mengatakan klien tetap minum
ASI tetapi 1 – 3 jam sekali atau sewaktu klien rewel atau menangis.
 Alat makan yang dipakai : tidak terkaji
 Pola makan : sebelum sakit, klien minum ASI 2 – 3 jam sekali, kadang
diselingi pisang. Selama sakit klien minum ASI 1 – 3 jam sekali, kadang
makan biskuit nestle
b. Pola tidur : ibu klien mengatakan tidur malam jam tidak teratur, rata-rata klien tidur
jam 19.00-06.00 WIB, kebiasaan klien sebelum tidur adalah minum ASI. Untuk
tidur siang 3 – 4 kali dengan durasi 1 – 2 jam. Selama sakit klien sering terjaga
dari tidurnya. Untuk tidur siang 1 – 2 kali dengan durasi 1 – 2 jam.
c. Mandi
 Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien mandi 2 kali, pagi dan sore.
 Selama di RS : Ibu klien mengatakan klien mandi 2 kali, pagi dan sore.
d. Aktifitas bermain : tidak terkaji
e. Eliminasi
 Sebelum sakit : ibu klien mengatakan klien BAK 4 – 6 kali, BAB 1 x
dengan konsisten lembek
 Selama di RS : ibu klien mengatakan klien BAK 4 – 6 kali, BAB 4 x
dengan konsisten cair dan berbusa

VIII. Keadaan Keshatan Saat Ini


a. Diagnosa medis : Diare
b. Tindakan operasi : Tidak ada
c. Status nutrisi : BB : 7,9 Kg
: 7,9 X 100
: 790 kal/hari
d. Status cairan : BB : 7.9 Kg S: 37.5°C
: 790 + 0.5/100 X 790
: 794 cc/24 jam

31
e. Obat-obatan :
 Inf Ring As
 Cortidex 3 x 1/3 Amp
 Soclaf 2 x 1/3 Amp
 Bio GI 2 x 1/2 Amp
 Vosidon syrup 2 x 1/2 cth
 Sanmol drop 3 x 0.7 cc
f. Aktifitas : klien digendong ibunya, terkadang berjalan-jalan
keluar kamar
g. Tindakan keperawatan : mengukur vital sign, monitor frekuensi BAB,
menghitung kebutuhan cairan
h. Hasil laboratorium :

pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hb L 9,7 g/dl 14,0-18,0
Leukosit 6190 /ul 4.800-10.800
Hematokrit L 31 % 42 – 52
Eritrosit L 4,2 10^6/ul 4,7 – 6,1
Trombosit 294.000 /ul 150.000-450.000
LED 6/12 mm/jam 0-15
S.monella thypi O Negatif - Negatif
S.Parathypi A-O Negatif - Negatif
S.Parathypi C-O Negatif - Negatif
S.Thypi H Negatif - Negatif
S.Parathypi A-H Negatif - Negatif
S.Parathypi B-H Negatif - Negatif
S.Parathypi S-H Negatif - Negatif

i. Hasil rontgen : tidak dilakukan pemeriksaan


j. Data tambahan : ibu klien mengatakan tidak mengerti tentang diare, penyebab,
tanda gejala, cara penularan, dan penanganan diare

IX. Pemeriksaan Fisik


a. KU : baik, kesadaran : comphosmetis, rewel
b. Tb/BB : 72 cm /7.9 kg

32
c. LK : 38 cm
d. Mata : Mata cekung, sklera anikterik, conjungtiva anamenis, bentuk simetris,
sejajar dengan daun telinga bagian atas
e. Hidung : Bentuk simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung
f. Mulut : Lidah bersih, mukosa bibir kering, gigi atas tumbuh 3, bagian bawah
4, tidak ada somatitis
g. Telinga : Bentuk simetris, tidak ada OMA/OMK
h. Tengkuk : Tidak ada kaku kuduk
i. Dada : Bentuk simetris, tidak ada retraksi otot dada,
j. Jantung : Normal tidak ada kelainan
I : Tampak ictus cordis di ICS 4
A : Tidak terdapat bunyi gallop
P : Teraba ictus cordis di ICS 4 sinistra
P : Suara redup di seluruh jantung, dan tidak ada pembesaran organ
k. Paru-paru : Normal tidak ada kelainan
I : Bentuk simetris, tidak tampak retraksi otot dada
A : Terdengar suara bronkhovesikuler di ICS 2,3,4 sinistra dan dextra
P : Ekspansi dada simetris, fokal fremitus terhantar baik
P : suara Resonan di seluruh lapang paru
l. Perut : Normal tidak ada kelainan
I : Normal, tidak tampak asites dan bentuk simetris
A : Peristaltik usus 37x/menit
P : Suara timpani di seluruh lapang perut
P : turgor > 3 detk

m. Punggung : bentuk simetris, tidak ada kelainan


n. Genetalia : BAK lancar, hipospadia / epispadia tidak ada
o. Ekstremitas : Dapat bergerak bebas, kecuali tangan kanan karena terpasang infus
p. Kulit : Capillary refill lebih dari 3 detik, turgor kulit : kembali lambat
q. Vital sign : S : 37.5°C, N : 110 x/menit RR : 24 x/menit

X. Pemeriksaan tingkat perkembangan


a. Kemandirian dan bergaul : Ok / normal
b. Motorik halus : Ok / normal

33
c. Motorik kasar : Ok / normal
d. Kognitif dan bahasa : Ok / normal

XI. Informasi Lain


Klien anak pertama, klien tinggal bersama kedua orang tuanya, kakek dan nenek,
dalam keseharian klien diasuh oleh ibunya. Dalam keluarga klien saat ini tidak ada
yang menderita diare

XII. Ringkasan Riwayat Keperawatan


Klien datang ke IGD dengan BAB terus menerus dengan konsistensi cair tanggan 10
agustus 2011 jam 17.00 WIB, di IGD dilakukan pemasangan infuse dan laboratorium
kemudia dikirim ke ruang catelya. Di ruang catelya klien masih BAB cair dengan
frekuensi lebih dari 4 kali. Di ruang catelya dilakukan implementasi seperti monitor
vital sign dan frekuensi BAB.

XIII. Analisa Data

No Tgl/jam Data Fokus Problem Etiologi Tt


d
1 11/08 DS : Ibu klien Diare Fisiologis:
2011 jam mengatakan klien proses
13.00 BAB > 4x dengan penyakit
konsistensi cair dan
berbusa
DO : peristaltik usus
37 x/menit
2 11/08 DS : ibu klien Defisit Kehilangan
2011 mengatakan klien volume secara aktif
BAB > 4x dengan cairan
konsistensi cair dan
berbusa
DO : Mata klien
tampak cekung,
turgor kulit lambat
untuk kembali > 3
detik, mukosa bibir
kering.
S : 37.5°C

34
N : 110 x/menit
RR : 24 x/menit
3 12/08 DS: ibu klien Kurang Paparan
mengatakan tidak pengetahuan
2011 informasi
mengerti tentang
yang kurang
diare, penyebab,
tanda gejala, cara
penularan dan
penanganan diare.
DO : ibu klien
tampak bingung dan
klien terkena diare
dan dirawat di RS
untuk pertama kali

XIV. Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas

No Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan Tanggal teratasi


1 Diare berhubungan dengan 11 agustus 2011
fisiologis : proses penyakit
2 Deficit volume cairan 11 agustus 2011
berhubungan dengan kehilangan
secara aktif
3 Kurang pengetahuan 11 agustus 2011
berhubungan dengan paparan
informasi yang kurang

XV. Rencana Keperawatan

Tgl/j No. Tujuan & kriteria hasil Rencanan Keperawatan TTD


am Dx
11 I Setelah dilakukan tindakan Bowel elimination :
agust keperawatan selama 3 X 24 jam  Pantau frekuensi dan
us diharapkan diare tidak terjadi pola defekasi
2011 lagi, dengan kriteria hasil :  Monitor kebutuhan
Bowel elimination cairan
Indikator I ER  Monitor
R keseimbangan cairan
1. eliminasi 2 4
 Anjurkan klien untuk
defekasi efektif
2. keseimbangan 2 4 meningkatkan cairan
cairan
3. keseimbangan 2 4
eletrolit

35
4. hidrasi yang 2 4
adekuat
Ket : 1 = kuat
2 = berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tdk ada
11
agust II Fluid management:
us
Setelah dilakukan tindakan  Monitor status hidrasi
2011 selamam 3 X 24 jam diharapkan  Monitor vital sign
kebutuhan cairan dapat  Pertahankan catatan
terpenuhi dengan kriteria hasil : intake output yang
fluid Management adekuat
 Monitor masukan
makanan dan hitung
Indikator I ER kebutuhan kalori
R harian
1. intake dan output 2 4
dalam 24 jam
seimbang
2. vital sign dalam 2 4
batas normal
3. turgor elastic, 2 4
membrane mukosa
4. hidrasi kulit 2 4
Ket : 1 = kuat
2 = berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tdk ada keluhan
12 III Teaching disease
agus Setelah dilakukan tindakan proses:
tus keperawatan selama 3 X 24 jam  Berikan penilaian
2012 diharapkan pengetahuan dapat tentang tingkat
meningkat, sesuai dengan pengetahuan
kriteria hasil :  Jelaskan pengertian
Diet knowledge tentang diare
Indikator I ER  Jelaskan faktor
R penyebab, tanda,
1. Familiar dengan 2 4 gejala dan tindakan
tanda gejala diare pencegahan, cara
2. mendeskripsikan 2 4 penularan dan
factor penyebab penanganan diare di
diare rumah.
3. mendeskripsikan 2 4
tindakan
pencegahan

36
4. mendeskripsikan 2 4
cara penularan diare
5. mendeskripsikan
cara penanganan
diare dirumah
Ket : 1 = tidak ada
2 = terbatas
3 = cukup
4 = banyak
5 = luas

XVI. Asuhan Keperawatan

Tgl/j No Implementasi Respon TTD


am Dx
11 I 1. Memantau frekuensi dan pola DS: ibu klien
agus defekasi mengatakan klien
tus BAB > 4x dari tadi
2011 malam hingga pagi ini
dengan konsistensi
cair dan berbusa

2. Menghitung kebutuhan cairan


DO: 7.9 X 790 + 0.5/100
klien X 790 = 794 cc / 24
jam

3. Memantau pola defekasi dan DS: ibu klien


frekuensi mengatakan klien
BAB 2x dari jam
09.00 s/d 16.00 dengan
konsistensi cair dan
sudah ada ampasnya
\

4. Melakukan injeksi cortidex DO: obat masuk reaksi


1/3 amp secara IV sesuai adivce alergi tidak ada
dokter
5. Menganjurkan kepada ibu DS: ibu klien
klien dan untuk meningkatkan mengatakan selalu
memberikan ASInya
cairan kepada klien
kepada klien
11 II 1. Memonitor S, RR dan N DO: S : 37.5° C, N :

37
agus 2. Menghitung kebutuhan kalori 110 x/menit, RR: x/menit
tus klien DO: 7.9 X 100 =790
2011 kal/hari
3. Memonitor status hidrasi,
meliputi pengkajian turgor
DO: turgor kulit
lambat kembali > 3
detik mukosa bibir
kering
4. Memonitor masukan cairan
dengan cara menghitung tetesan
790
infuse DO: X 15 =
240 x 60
3 amp makro
5. Memonitor SS,RR dan N
DO: S : 37.5° C, N :
110 x/menit, RR : 24 x/menit
12 I 1. Memantau frekuensi dan pola DS: Ibu klien
agus defekasi mengatakan klien
tus BABnya sudah lembek
2011 dan baru 1x BAB
sejak tadi malam

2. Menghitung keseimbangan DO:


cairan Intake = 1000 cc + 200
cc
Output = 800 cc

3. Memberikan injeksi soclaf DO: Obat masu, rekasi


300 mg dan kortideks 1/3 Amp alergi kurang
12 II 1. Menghitung intake dan DO:
agus Output selama 24 jam Intake = 1000 cc + 200
tus cc
2011 Output = 800 cc

2. Mengukur S,N dan RR DO: S : 36.5° C, N :


100 x/menit, RR: 24 x/menit

DO: turgor kulit cepat


kembali < 3 detik,
3. Monitor status dehidrasi
mukosa bibir basah,
mata tdk cekung
12 III 1. Mengkaji tingkat DS: Ibu klien
agus pengetahuan ibu klien tentang mengatakan tidak
tus diare mengerti tentang diare,
2011 penyebab, tanda
gejala, cara penularan

38
dan penanganan diare.

2. Memberikan penkes diare DS: Ibu klien


yang meliputi : penyebab, tanda, mengatakan mengerti
gejala dan tindakan pencegahan, tentang penyakit diare,
cara penularan dan penanganan meliputi :
diare dirumah  Pengertian diare :
BAB cair > 4x
 Penyebab : infeksi,
malabsorpsi,
makanan beracun
 Tanda/gejala : BAB
cair biasanya
mengandung
darah/lendir,
muntah-muntah,
gelisah, kadang-
kadang suhu
meningkat
 Cara penularan :
kontak dengan tinja
yang terinfeksi
secara langsung,
bisa melalui
makanan dan
minuman,mainan
dan penggunaan
sumber air
tercemar.
 Pencegahan :
mencuci tangan
dengan sabun,
membuang tinja
bayi/anak-anak
dengan benar,
menggunakan
jamban yang benar.
 Penanganan diare
dirumah : berikan
oralit atau LGG
(larutan gula
garam), yaitu
masukan 1 sendok
¼
teh gula pasir dan
sendok teh garam
kedalam 200 ml air
matang, kemudian
diminumkan pada
¼
anak. < 2 tahun =

39
½
- - 1 gelas.

XVII. Evaluasi

No Tgl/jam Diagnosa keperawatan Evalusi Ttd


1 11 Diare berhubungan S: ibu klien mengatakan klien
agustus dengan fisiologis: BAB 2x dengan konsistensi cair
2011 proses penyakit. dan berampas
O: kebutuhan cairan klien 794
cc/24 jam
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Indikator I ER  Klien dan ibu klien :
R tetap memberikan asinya,
1. Eliminasi 3 4 dan pantau frekuensi dan
defekasi efektif pola defekasinya
2. Keseimbangan 3 4  Untuk perawat :
cairan menghitung
3. Keseimbangan 3 4 keseimbangan cairan, dan
elektrolit pantau pola dan frekuensi
4. Hidrasi yang 3 4 defekasi klien
adekuat
S: -

O: kebutuhan kalori klien


sebesar 790 kal/hari, masukan
cairan 3 tpm, turgor kulit
membaik, bibir tidak kering
A: masalah teratasi sebagian

Indikator I E
R R
1. intake dan ouput 4 4
dalam 24 jam
seimbang
2 11 Defecit volume cairan
2. vital sign dalam 3 4
agustus berhubungan dengan batas normal
2011 kehilangan secara aktif 3. turgor elastic,
membrane mukosa 3 4
basah, mata tak
cekung
4. hidrasi kulit
3 4
P: Lanjutkan intervensi
 Klien dan ibu klien :

40
menganjurkan klien dan
ibu klien meningkatkan
Indikator IR ER intake cairan
1. Intake dan 4 4  Untuk perawat :
output dalam 24 pertahankan catatan
jam seimbang cairan yang seimbang
2. Vital sign 4 4 secara akurat
dalam batas
normal S: ibu klien mengatakan klien
3. Turgor 4 4 hari ini hanya 1x BAB, dengan
elastic,
konsistensi lembek
membrane
mukosa basah, O: keseimbangan cairan +200
mata tak cekung A: Masalah teratasi
4. Hidrasi kulit
Indikator 4I 4
ER
R P: Hentikan intervensi klien
1. Eliminasi 4 4 pulang jam 13.00 WIB
defekasi efektif
2. Keseimbangan 4 4 S: -
cairan O: keseimbangan cairan +200,
3. Keseimbangan 4 4
turgor kulit cepat kembali,
elektrolit
4. 3Hidrasi12yang Diare
4 4 berhubungan mukosa bibir basah, mata tidak
adekuat agustus dengan fisiologi: proses cekung
2011 penyakit S: 36.5°C
N: 100 x/menit
RR: 24 x/menit

A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi klien
pulang jam 13.00 WIB

S: ibu klien mengatakan


mengerti tentang diare,
meliput : pengertian, penyebab,
tanda gejala, cara penularan,
cara pencegahan, dan cara
penaganan di rumah
Indikator I E O: ibu klien dan klien sendiri
12 DeficitR volume
R cairan kooperatif dalam mendengarkan
1. 4 Familiar
agustusdengan 4 4
berhubungan dengan dan sempat bertanya
tanda gejala
2011diare kehilangan secara aktif A: Masal teratasi
2. Mendeskripsikan 4 4
factor penyebab diare P: Hentikan intervensi klien
3. Mendeskripsikan 4 4
pulang jam 13.00 WIB
tindak pencegahan
4. mendeskripsikan 4 4
penularan diare 41
5. mendeskripsikan 4 4
cara penanganan
diare dirumah
5 12 Kurang pengetahuan
agustus berhubungan dengan
2011 paparan informasi yang
kurang

42
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pencernaan makanan merupakan prose mengubah makanan dari ukuran besar
menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, serta memecah molekul makanan yang
kompleks menjadi molekul yang sederhana dengan menggunakan enzim dan organ-
organ pencernaan. Enzim ini dihasilkan oleh organ-organ pencernaan dan jenisnya
tergantung dari bhaan makanan yang akan dicerna oleh tubuh. Zat makanan yang
dicerna akan diserap oleh tubuh dalam bentuk yang lebih sederhana.
Gangguan pada saluran pencernaan ini bermacam-macam dari yang ringan
dan dapat diatasi dengan pengobatan topical seperti sembelit atau diare sampai dengan
yang sangat serius dan memerlukan tindakan medis seperti kanker usus.
Makalah ini membahas patofisiologi gangguan sistem pencernaan khususnya diare
dan konsitpasi. Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan

43
frekuensi yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau
cair. Adapun klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, tanda dan gejala
dari penyakit tersebut.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatasm penulis menyarankan agar para pembaca
untuk dapat meningkatkan pemahamannya mengenai gangguan pada sistem
gastrointestinal guna terwujudnya pelaksanaan proses belajar yang baik. Kami
menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu kami
menyarankan kepada pembaca untuk tetap teres menggali sumber-sumber yang
menunjang terhadap pembahasan yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin , Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Guyton, A.C dan Hall , J.E. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 10.Philadelphia
Saunders

A.G.M. Comdell & Neil Mcln Tosh. (1998). Text book of pediatrics (5th ed). New York
Churchhill Livingstone

Abdoerrachman, Alatas,Ali Dahlan Dkk. (1985). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. FKUI.
Jakarta : Info Medika.

Ackley And Ladwig. (1999). Nursing diagnosis hand book : A guid to planning care (4th
ed.).St.Louis : Mosby

Best, Cecile L. Linda A, Sowden. (2002 ) perawatan pediatric, Jakarta : EGC

Suriadi, (2001) asuhan keperawatan pada anak sakit. Edisi 1. Jakarta : CV. Sagung Seto

44
Wong dona . (2004) pedoman klinis perawatan pediatric, Alih bahasa : Monca Ester.

Jakarta :EGC

Frans, Meyoka, 2014, Askep demam thypoid

(file://D:/materi%20kuliah/semester%20IV/kelompok%203/data
%20thypoid/MeyokaFransPelata%20pung%20Blog%20ASKEP%20DEMAM
%20THYPOID%20(NANDA%20NOC%20NIC).htm)

Minoto, Sastro, 2013, Askep thypoid

(file://D:/materi%20kuliah/semester%20IV/kelompok%203/data%20thypoid/KUMPULAN
%20ASKEP%20%20%20askep%20pada%20anak.htm)

45

Anda mungkin juga menyukai