ii
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN
KULIAH KERJA NYATA (KKN)
INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE)
DESA BANUA, KECAMATAN KINTAMANI,
KABUPATEN BANGLI
Disusun Oleh :
KELOMPOK 30
iii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN
KELOMPOK 30
NIP. 197305221993031001
Menyetujui,
Direktur Poltekkes Kemenkes Denpasar
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Laporan
1. Bapak Anak Agung Ngurah Kusumajaya, SP., MPH., selaku Direktur Poltekkes
Denpasar yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program Kuliah
Kerja Nyata (KKN) Interprofessional Education (IPE) tahun 2019.
4. I Ketut Tileh, Selaku Kepala Desa Banua yang telah menerima dan memberi
petunjuk selama kami melaksanakan program KKN IPE di Desa Banua.
5. Tim dosen kelompok 30, selaku pembimbing lapangan dalam tim KKN IPE di
Desa Banua yang telah membimbing kami dalam melaksanakan survey dan
input data.
6. Bapak Klian Dinas dan Bendesa Adat Desa Banua yang telah menerima kami
dan memberi petunjuk selama kami melaksanakan program KKN IPE di Desa
Banua.
9. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan hasil kegiatan ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi penyempurnaan laporan hasil kegiatan ini. Penulis
berharap laporan hasil kegiatan ini bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................5
Daftar Isi..................................................................................................................8
BAB I.....................................................................................................................10
PENDAHULUAN.................................................................................................10
A. Latar Belakang............................................................................................10
B. Rumusan Masalah.......................................................................................11
C. Tujuan.........................................................................................................12
D. Manfaat.......................................................................................................13
BAB II....................................................................................................................14
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................14
A. Konsep Keluarga Sehat...............................................................................14
B. Konsep Pendekatan Keluarga Sehat...........................................................15
C. STATUS GIZI.............................................................................................24
D. STUNTING.................................................................................................25
BAB III..................................................................................................................41
METODE PELAKSANAAN................................................................................41
A. Kerangka Pemecahan..................................................................................41
B. Realisasi Pemecahan Masalah....................................................................41
C. Sasaran........................................................................................................42
D. Tempat dan Waktu.......................................................................................43
E. Alat dan Bahan............................................................................................43
F. Pihak yang terlibat......................................................................................44
BAB IV..................................................................................................................45
Hasil dan Pembahasan...........................................................................................45
Kompetensi Keperawatan Pada Ibu Hamil.....................................................45
Kompetensi Teknologi Labratorium Medis Pada Ibu Hamil........................59
Kompetensi Teknologi Labratorium Medis Pada Ibu Menyusui..................59
Kompetensi Teknologi Labratorium Medis Pada BADUTA (Anak Dibawah
Dua Tahun).....................................................................................................60
Kompetensi Keperawatan Gigi Pada Ibu Hamil............................................61
Kompetensi Keperawatan Gigi Pada Ibu Menyusui.......................................62
Kompetensi Gizi Pada Bayi Bawah 2 Tahun..................................................63
Kompetensi Gizi Pada Ibu Menyusui.............................................................72
Kompetensi Gizi pada Ibu Hamil...................................................................73
Kompetensi Kesehatan Lingkungan Pada Ibu Hamil....................................75
Kompetensi Kesehatan Lingkungan Pada Ibu menyusui usi 0 – 6 bulan......75
Kompetensi Kesehatan Lingkungan Pada Ibu Menyusui 7 – 23 bulan.........76
Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil.........................................................77
Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil dan Anak........................................79
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerja sama beberapa profesi tersebut memerlukan suatu kerja tim
(Interprofessional Practice) yang baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Maka dari pada itu Interprofesional Education (IPE) merupakan salah satu bentuk
pembelajaran bagi mahasiswa untuk berkoordinasi diantara berbagai profesi
untuk menangani suatu masalah. Menurut WHO Interprofessional Education
(IPE) “terjadi ketika dua atau lebih dari dua profesi melakukan tugas secara
professional dengan berkolaborasi untuk menghasilkan taraf kesehatan pasien
menjadi lebih baik” (WHO,2010).
IPE (Interprofessional Education) pasien/klien/komunitas menjadi “center”
dari penerapan IPE. Pengalaman ini sangat penting diberikan pada mahasiswa
sehingga nantinya akan terbentuk Interprofessional Practice yang lebih baik dan
menjawab tantangan di dunia kerja dalam menangani permasalahan kesehatan.
Untuk itu, maka perlu untuk mengembangkan program IPE pada mahasiswa di
lingkungan Politeknik Kesehatan Denpasar. Dengan semakin bertambahnya
informasi dan pengetahuan mengenai Interprofessional Education (IPE) di
kalangan akademisi Politeknik Kesehatan Denpasar, dan semakin tingginya
keinginan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, maka sangat dibutuhkan
adanya tindakan nyata penerapan IPE. Salah satu wujud nyata dalam memberikan
pelatihan IPE kepada mahasiswa adalah dengan melakukan program kegiatan
KKN. Kuliah kerja nyata pada dasarnya merupakan suatu wujud dari Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
KKN merupakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di daerah tertentu
atau lembaga pendidikan, dilaksanakan secara kelompok, terintegrasi antara
jurusan. Kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) bertujuan untuk memberikan
pengalaman kerja nyata di lapangan dalam bidang membentuk sikap mandiri dan
tanggung jawab dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Selain itu, KKN juga
bertujuan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan taraf pengetahuan
dan keterampilan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraannya
(Setyaningsih, Fitriyanto, Nugroho, & Fatyanhayanti, 2015).
Kegiatan KKN IPE tahun 2020 yang melibatkan seluruh jurusan dan
program studi diselenggarakan di dua kabupaten di Provinsi Bali yaitu Kabupaten
Klungkung dan Bangli. Pemilihan lokasi didasarkan pada visi dan misi Poltekkes
Denpasar yang dalam kegiatan ini ditekankan pada kegiatan Peningkatan
Kemandirian Keluarga Dalam Pencegahan Stunting Melalui Upaya 1000 Hari
Pertama Kehidupan. Salah satu lokasi terselenggaranya KKN IPE dilaksanakan
di Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, yang merupakan satu
daerah wilayah kerja Puskesmas VI Kintamani.
Stunting merupakan penggambaran dari status gizi kurang yang bersifat
kronik pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan.
Masalah gizi terutama stunting pada balita dapat menghambat perkebangan anak
dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya,
seperti penurunan intelektual, rentan terhadap penyakit tidak menular, penurunan
produktifitas hingga menyebabkan kemiskinan dan risiko melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah. Prevalansi stunting di Bali pada tahun 2016 terdapat
23,1%, dan tahun 2017 terdapat 25,2%. Prevalansi stunting di Bangli pada tahun
2016 terdapat 25,7%, dan tahun 2017 20,4. Dari hasil survey didapatkan 5 orang
Ibu hamil, 16 orang Ibu menyusui, dan 22 orang balita bawah dua tahun.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan
masalah Bagaimanakah peningkatan kemandirian keluarga dalam pencegahan
stunting melalui upaya 1000 hari pertama kehidupan?
C. Tujuan
Adapun beberapa tujuan dalam pelaksanakan KKN IPE Poltekkes Denpasar
yaitu:
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu menerapkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-
hari.
b. Mahasiswa mampu melakukan orientasi lapangan untuk mengenal kondisi
wilayah Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
c. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi permasalahan kesehatan yang ada
dimasyarakat Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
d. Mahasiswa mampu melakukan pengumpulan dan pengolahan data kesehatan
dimasyarakat Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
e. Mahasiswa mampu melakukan analisis prioritas masalah kesehatan di
masyarakat Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
f. Mahasiswa mampu menyusun dan melaksanakan rencana pemecahan
masalah kesehatan dimasyarakat Desa Banua, Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli.
g. Mahasiswa mampu menyusun laporan kegiatan pemecahan masalah
kesehatan di masyarakat Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten
Bangli.
D. Manfaat
Adapun manfaat dalam pelaksanakan KKN IPE Poltekkes Denpasar yaitu:
1. Manfaat teoritis
Untuk memberikan konstribusi bagi ilmu pengetahuan khususnya untuk
bidang kesehatan dengan adanya model pembelajaran Interprofessional
Education.
2. Manfaat praktis
a. Bagi mahasiswa
Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa serta memberikan pengalaman
dalam pengembangan model Interprofessional Education (IPE).
b. Bagi tenaga kesehatan
Untuk menambah pengetahuan mengenai Interprofessional Education agar
nantinya dapat tercipta Interprofessional Collaboration untuk peningkatan
kualitas palayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan.
c. Bagi masyarakat
Mewujudkan kemandirian keluarga dan meningkatkan ilmu pengetahuan
keluarga dalam upaya menciptakan masyarakat sehat melalui kegiatan
intervensi kesehatan yang dilakukan oleh mahasiswa seluruh jurusan
Poltekkes Denpasar untuk menerapkan keterampilan secara interprofessional
di lingkungan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keluarga sehat dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi atau keadaan yang
sejahtera baik dari segi fisik, mental, dan sosial yang kemudian memungkinkan
sebuah keluarga yang utuh (terdiri dari individu-individu yang dipimpin oleh
seorang kepala keluarga yang tinggaldalam satu lingkungan) agar dapat hidup
1. Segi Fisik
Sebuah keluarga dapat dikatakan sehat secara fisik jika memenuhi kriteria
anggota keluarga tidak merokok dan menggunakan zat aditif lainnya, keluarga
Sebuah keluarga yang sehat umumnya juga harus bisa menjaga dan
agar proses sosialisasi tetap terlaksana dengan baik. Beberapa faktor yang dapat
bangunan dasar ikatan keluarga. Keluarga yang sehat biasanya berbagi waktu dan
berkumpul saat makan dan bersantai.Perbandingan waktu keluarga dan waktu
pribadi yang seimbang dapat menjadi kunci utama untuk membentuk keluarga
yang sehat.
b. Komunikasi
menjaga komunikasi agar tetap terjalin baik antar anggota keluarga. Komunikasi
ini biasanya terjalin saat berada di meja makan, menonton tv, lari pagi bersama,
komunikasi dalam keluarga juga mampu mencairkan suasana yang kaku, sehingga
setiap anggota keluarga tidak akan merasa takut untuk mengekpresikan suatu
c. Kepercayaan
Rasa saling percaya akan otomatis tumbuh dalam jiwa setiap anggota
keluarga sehat. Namun terkadang orang tua cenderung memunculkan sikap yang
overprotective terhadap anak mereka dengan alasan ingin terus menjaga mereka
dari hal buruk yang mungkin terjadi. Padahal seharusnya orang tua dapat mulai
yang tepat berdasarkan nilai-nilai baik yang sudah ditanamkan oleh keluarga.
Dalam keluarga yang sehat, sudah selayaknya untuk saling memberi dukungan
dan saling membantu ketika salah satu anggota keluarga mengalami kesulitan
bersaing.
B. Konsep Pendekatan Keluarga Sehat
1. Pengertian
Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala
keluarga.
b. Fungsi sosialisasi
lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk
produktifitas yang tinggi. Fungsi ini diembangkan menjadi tugas kelarga di bidang
adalah :
kesehatan
pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan perluasan dari upaya
dan preventif
c. Kunjungan keluarga untuk menindak lanjuti pelayanan kesehatan dalam
gedung.
memanfaatkan data dan informas dari Profil Kesehatan Keluarga (family folder).
rehabilitative dasar.
masyarakat, terdiri atas ayah ibudan anak. Keluarga yang seperti ini disebut
sebagai keluarga inti. Sedangkan keluarga yang anggotanya mencakup juga kakek
dan nenek atau individu lain yang memiliki hubungan darah, bahkan juga tidak
Sementara itu, derajat kesehatan keluarga sangat ditentukan oleh PHBS dari
bahwa salah satu acuan bagi arah kebijakan Kementerian Kesehatan adalah
kesehatan harus dilakukan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia (life
cycle), sejak masih dalam kandungan, sampai lahir menjadi bayi, tumbuh menjadi
anak balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa muda (usia produktif), dan
akhirnya menjadi dewasa tua atau lanjut usia. Untuk dapat melaksanakan
Menurut Kemenkes RI (2016) Satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu dan
tangga terdapat kakek, dan atau nenek atau individu lain, maka rumah tangga
tersebut dianggap terdiri lebih dari satu keluarga.Untuk menyatakan bahwa suatu
indikator utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. Jenis imunisasi dasar
yang wajib diperoleh adalah BCG, DPT dari toxoid difteri adalah racun yang
adalah racun yang dilemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat. Imunisasi
dasar selanjutnya yang wajib diperoleh yaitu polio, campak, hepatitis B, dan
imunisasi Hib.
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa
dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna
sebagai makanan bagi bayinya. ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa
makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan.
Bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini.
pengukuran berat badan per umur (BB/U) setiap bulan di Posyandu, Taman
Bermain, Pos PAUD, Taman Penitipan Anak dan Taman Kanak- Kanak, dan lain-
lain. Proses tumbuh kembang balita merupakan proses yang penting untuk
diketahui dan dipahami, karena proses tersebut menentukan masa depan anak baik
menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan
posyandu adalah :
b) Penimbangan balita
c) Pengisian KMS
d) konseling, penyuluhan atau rujukan balita BGM, sakit dan tidak naik 2 kali
berturut-turut ke puskesmas
promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik > 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Hipertensi
didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC) sebagai tekanan
yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg.
perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi
jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan kultural dan mengganggu
menyebutkan setiap jam sekitar 46 orang meninggal dunia karena penyakit yang
tergantung dari kadar zat berbahaya yang terkandung, kurun waktu kebiasaan
merokok, dan cara menghisap rokok. Semakin muda seseorang mulai merokok,
Sarana Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang
diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi
sumber air pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada keadaan alam dan
yang menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas
air bersih dan sanitasi dasar. Di antaranya adalah cakupan pembangunan yang
sangat besar, sebaran penduduk yang tidak merata dan beragamnya wilayah
Indonesia, keterbatasan sumber pendanaan. Faktor lain yang juga menjadi kendala
adalah kualitas dan kuantitas sumber air baku sendiri terus menurun akibat
perubahan tata guna lahan (termasuk hutan) yang mengganggu sistem siklus air.
kemampuan penduduk mengakses air minum yang layak. Sedangkan dari sisi
membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim
disebut kakus. Jamban keluarga terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk
dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan
unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Abdullah, 2010).
Berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan No. 852 Tahun 2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban Sehat adalah suatu fasilitas
pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit.
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup
kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan
sumber air.
folder, yang merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga dan
data individu anggota keluarga. Data keluarga meliputi komponen rumah sehat
(akses/ ketersediaan air bersih dan akses/penggunaan jamban sehat). Data individu
leaflet, buku sak\u, atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada keluarga sesuai
Persalinan untuk keluarga yang ibunya sedang hamil, Flyer tentang Pertumbuhan
Balita untuk keluarga yang mempunyai balita, Flyer tentang Hipertensi untuk
a. Pengertian
penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau fisiologik akibat
dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa, Bachyar dan Ibnu, 2012).
Status gizi yang baik yaitu status kesehatan yang dihasilkan dari
gizi.Intake berkaitan dengan zat gizi yang masuk dalam tubuh.Zat gizi sendiri
diartikan sebagai zat-zat makanan yang terkandung dalam suatu bahan pangan
yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh.Makanan yang kita makan harus memenuhi
(Kristiyanasari, 2010). Status gizi pada anak berpengaruh besar pada kehidupan
malnutrisi pada anak dalam empat jenis yaitu stunting, wasting, gizi kurang dan
menilai berat badan menurut umur.Bayi baru lahir dikatakan berat badan normal
jika > -2 SD dan < 2 SD. Penilaian status gizi panjang badan berdasarkan umur
dibagi berdasarkan jenis kelamin. Panjang badan normal bayi 0 bulan termasuk
bayi baru lahir jika > -2 SD dan < 2 SD. Berikut status gizi dengan panjang badan
E. Stunting
a. Pengertian
standar antropometri penilaian status gizi anak dengan mengukur berat badan
menurut umur dapat melihat status gizi dan disimpulkan dalam kategori tinggi,
normal, pendek dan sangat pendek. Stunting merupakan suatu keadaan dimana
tinggi badan anak yang terlalu rendah.Stunting atau terlalu pendek berdasarkan
umur adalah tinggi badan yang berada di bawah minus dua standar deviasi (<-2
Standar Deviasi) dari tabel status gizi Child Growth Standard (WHO, 2013).
b. Patofisiologi stunting
Janin berkembang sejak awal kehamilan, berat dan panjang pun terus
janin. Adaptasi janin terhadap keadaan hipoksia, misal otak jantung, kelenjar
menunjukkan bahwa perubahan yang relatif besar pada otak, jantung, ginjal,
dewasa. Penyesuaian ini diikuti dengan perubahan cepat pada insulin dan
glucagon jangka pendek dan tingkat perubahan enzim jangka panjang,
c. Dampak Stunting
stunting terbagi menjadi dua yang terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang.
Dampak jangka pendek dari stunting adalah di bidang kesehatan yang dapat
(2013), masalah konkuren & konsekuensi jangka pendek terbagi menjadi tiga :
kehamilan, dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilan pada usia
Faktor lingkungan keluarga Stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat,
perawatan yang buruk, sanitasi dan suplai air yang tidak adekuat, makanan yang
tidak terjaga, jumlah makanan yang kurang pengetahuan pengasuh yang rendah
tubuh. Kualitas makanan yang buruk meliputi : kualitas zat mikronutrien yang
hewani, kadar anti nutrient, kadar energi yang rendah pada makanan tambahan.
selama dan setelah sakit, makanan konsistensi, kuantitas makan yang menurun,
PHBS yang buruk, penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak aman.
3) Faktor menyusui
4) Faktor infeksi
inflamasi. Penelitian Prendergast dan Humprey (2014) stunting bisa dimulai sejak
disebut IUGR. Hasil refleksi dari IUGR nampak setelah lahir berupa BBLR dan
berikut:
(a) Nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi. Nutrisi
yang kurang secara umum disebabkan konsumsi makanan yang tidak adekuat.
Penyebab lain meliputi : kehilangan darah yang banyak, baik karena luka
konsumsi makanan tinggi zat besi pada daging dan sayur masih rendah,
kurang berolah raga, dan, porsi makan sedikit. Berikut bentuk kekurangan
nutrisi :
(1) Kekurangan Energi Kronis (KEK) :
menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu secara relatif atau absolut satu atau
lebih zat gizi. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi
seperti jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang, mutunya rendah atau keduanya
dan atau zat gizi gagal untuk diserap dan digunakan untuk tubuh (Helena, 2013).
Akibat KEK saat kehamilan terhadap janin yang dikandung antara lain :
keguguran, pertumbuhan janin terganggu hingga bayi lahir dengan berat lahir
nantinya kecerdasaan anak kurang, bayi lahir sebelum waktunya (prematur) dan,
kematian bayi. Jenis antropometri yang digunakan untuk mengukur risiko KEK
pada wanita usia subur (WUS)/ ibu hamil adalah lingkar lengan atas (LLA).
Sasarannya adalah wanita pada usia 15-45 tahun yang terdiri dari remaja, ibu
hamil, menyusui dan pasangan usia subur (PUS). Ambang batas LLA WUS
dengan risiko KEK adalah 23,5 cm. Apabila LLA kurang dari 23,5 cm artinya
(2) Anemia
Anemia sebelum hamil saat remaja atau dewasa ialah kadar hemoglobin <
dengan kadar hemoglobin <11 gr/dl pada trimester I dan III ataukadar hemoglobin
< 10,5 gr/dl pada trimester II (Kemenkes RI, 2013). Pada ibu hamil dengan janin
tunggal kebutuhan zat besi sekitar 1000 mg selama hamil atau naik menjadi 200
untuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah jumlah sel darah merah
massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam
Hemoglobin sebagai transportasi zat besi dari ibu ke janin melalui plasenta.
Transfer zat besi dari ibu ke janin di dukung oleh peningkatan substansial dalam
penyerapan zat besi ibu selama kehamilan dan diatur oleh plasenta. Serum fertin
ke janin setelah umur kehamilan 30 minggu yang sesuai dengan waktu puncak
efisiensi penyerapan zat besi ibu.Serum transferin membawa zat besi dari sirkulasi
ibu untuk transferin reseptor yang terletak pada permukaan apikal dan
fertin dalam sel – sel plasenta yang akan dipindahkan ke apotransferrin yang
masuk dari sisi plasenta dan keluar sebagai holotransferrin ke dalam sirkulasi
janin.
yang diberikan kepada ibu hamil, selama kehamilan secara berkala yang diikuti
dengan upaya koreksi terhadap kelainan yang ditemukan sesuai dengan pedoman
pelayanan antenatal yang ditentukan. Pelayanan ANC yang diberikan kepada ibu
hamil sesuai dengan pedoman pelayanan KIA yaitu pemeriksaan antenatal care
minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan 1 kali pada tribulan I, 1 kali
pada tribulan II, dan 2 kali pada tribulan III (Depkes RI.2013). Pemeriksaan
selama hamil sangat penting, dalam hal ini tidak hanya jumlah kunjungan tetapi
juga kualitas dari pelayanan ANC itu sendiri sangat menentukan hasil yang akan
dicapai.
kehamilan dapat dipelihara dan yang terpenting adalah ibu dan berada dalam
pemeriksaan kehamilan maka semakin meningkat resiko sebesar 1,5–5 kali untuk
kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan kurang dari 2500 gram.
Bila bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat
badannya kurang dari seharusnya desebut dengan dismatur kurang bulan kecil
untuk masa kehamilan. Semakin awal bayi lahir, semakin belum sempurna
perkembangan organ organ tubuhnya, dan semakin rendah berat badannya saat
lahir dan semakin tinggi risikonya mengalami berbagai komplikasi
kelangsungan hidup bayi yang baru lahir dan berhubungan dengan risiko tinggi
pada kematian bayi dan anak (WHO, 2017). Dampak lanjutan dari BBLR dapat
berupa gagal tumbuh (growth faltering), penelitian Sirajudin dkk tahun 2011
menyatakan bahwa bayi BBLR memiliki potensi menjadi pendek 3 kali lebih
risiko malnutrisi.
penting dalam menurunkan insiden atau kejadian berat badan lahir rendah di
sebagai berikut :
selama periode kehamilan yakni 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester
lemak, kalori cukup, vitamin, dan mineral termasuk 400 mikrogram vitamin B
asam folat setiap hari. Pengontrolan berat badan selama kehamilan dari
rahim, faktor risiko tinggi dalam kehamilan, dan perawatan diri selama
kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang
Pemberian ASI secara dini dan ekslusif sekurang-kurangnya 4-6 bulan akan
saluran nafas, terutama asma pada anak-anak. Hal ini disebabkan adanya antibody
penting yang ada dalam kolostrum ASI (dalam jumlah yang lebih sedikit), akan
melindungi bayi baru lahir dan mencegah timbulnya alergi. Untuk alasan tersebut,
semua bayi baru lahir harus mendapatkan kolostrum (Rahmi (2008) dalam
Aprilia, 2009). Inisiasi menyusu dini dan ASI ekslusif selama 6 bulan pertama
dapat mencegah kematian bayi dan infant yang lebih besar dengan mereduksi
besar faktor protektif yang memberikan proteksi aktif dan pasif terhadap
minggu pertama setelah bayi lahir, merupakan ASI yang keluar dari hari
pertama sampai hari ke 4 yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi.
Kandungan proteinnya 3 kali lebih banyak dari ASI mature. Cairan emas ini
encer dan seringkali berwarna kuning atau dapat pula jernih yang mengandung
sel hidup yang menyerupai sel darah putih yang dapat membunuh kuman
mekonium dari usus bayi yang baru lahir. Volumenya bervariasi antara 2 dan
10 ml per feeding per hari selama 3 hari pertama, tergantung dari paritas ibu.
2) ASI peralihan/transisi, Merupakan ASI yang dibuat setelah kolostrum dan
dan seterusnya, komposisi relative konstan. Pada ibu yang sehat dengan
produksi ASI cukup, ASI merupakan makanan satu-satunya yang paling baik
dan cukup untuk bayi sampai umur enam bulanKomposisi Kolostrum dan ASI
sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam
ASI hampir dua kali rasio jumlah laktosa dalam ASI dan PASI adalah 7 : 4
sehingga ASI terasa lebih manis dibandingkan dengan PASI. Hal ini menyebabkan
bayi yang sudah mengenal ASI dengan baik cenderung tidak mau minum PASI.
yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu formula.
Hidrat arang dalam ASI merupakan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan sel
syaraf otak dan pemberi energi untuk kerja sel-sel syaraf. Selain itu karbohidrat
b) Protein
demikian protein ASI sangat cocok karena unsur protein di dalamnya hampir
seluruhnya terserap oleh sistem pencernaan bayi yaitu protein unsur whey.
Perbandingan protein unsur whey dan casein dalam ASI adalah 65 : 35, sedangkan
dalam PASI 20 : 80. Artinya protein pada PASI hanya sepertiganya protein ASI
yang dapat diserap oleh sistem pencernaan bayi dan harus membuang dua kali
lebih banyak protein yang sukar diabsorpsi. Hal ini yang memungkinkan bayi
akan sering menderita diare dan defekasi dengan feces berbentuk biji cabe yang
menunjukkan adanya makanan yang sukar diserap bila bayi diberikan PASI
c) Lemak
jumlahnya. Lemak dalam ASI berubah kadarnya setiap kali diisap oleh bayi, hal
ini terjadi secara otomatis. Komposisi lemak pada lima menit pertama isapan akan
berbeda dengan hari kedua dan akan terus berubah menurut perkembangan bayi
dan kebutuhan energi yang diperlukan. Jenis lemak yang ada dalam ASI
mengandung lemak rantai panjang yang dibutuhkan oleh sel jaringan otak dan
Omega 3, Omega 6, dan DHA yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel
jaringan otak. Susu formula tidak mengandung enzim, karena enzim akan mudah
rusak bila dipanaskan. Dengan tidak adanya enzim, bayi akan sulit menyerap
lemak PASI sehingga menyebabkan bayi lebih mudah terkena diare. Jumlah asam
linoleat dalam ASI sangat tinggi dan perbandingannya dengan PASI yaitu 6 : 1.
Asam linoleat adalah jenis asam lemak yang tidak dapat dibuat oleh tubuh yang
berfungsi untuk memacu perkembangan sel syaraf otak bayi (Baskoro, 2008).
d) Mineral
tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai berumur 6 bulan.Zat besi dan
kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan mudah diserap dan
jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. Dalam PASI kandungan mineral
jumlahnya tinggi tetapi sebagian besar tidak dapat diserap, hal ini akan
memperberat kerja usus bayi serta mengganggu keseimbangan dalam usus dan
meningkatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan sehingga mengakibatkan
kontraksi usus bayi tidak normal. Bayi akan kembung, gelisah karena obstipasi
e) Vitamin
bayi sampai 6 bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum
mampu membentuk vitamin K. Kandungan vitamin yang ada dalam ASI antara
2) Volume ASI
yang mengkonsumsi kurang dari 600 cc atau bahkan hampir 1 liter per hari dan
tetap menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sama. Keadaan kurang gizi pada
ibu pada tingkat yang berat, baik pada waktu hamil maupun menyusui dapat
mempengaruhi volume ASI. Produksi ASI menjadi lebih sedikit yaitu hanya
berkisar antara 500-700 cc pada 6 bulan pertama usia bayi, 400-600 cc pada bulan
3) Manfaat ASI
a) Manfaat ASI bagi bayi, Menurut (Notoatmodjo, 2010) banyak manfaat
Manfaat ASI bagi ibu menurut (WHO, 2010; Aprilia, 2009) antara lain:
bulan pertama sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI saja (eksklusif) dan
Adapun manfaat ASI bagi keluarga: (1) Tidak perlu uang untuk membeli
susu formula, kayu bakar atau minyak untuk merebus air, susu atau peralatan, (2)
Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam
Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi dari ASI ekslusif, (4) Menghemat
waktu keluarga bila bayi lebih sehat, (5) Pemberian ASI pada bayi (meneteki)
berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab ASI selalu siap tersedia. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa proporsi stunting lebih banyak terjadi karena tidak diberi
ASI eksklusif. Yang tidak diberi ASI eksklusif, memiliki risiko menjadi stunting
6,54 kali dibandingkan dengan yang diberi ASI eksklusif. (Aprilia, 2009).
Penelitian lain mengemukakan bahwa yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan
3,2 kali menderita gizi buruk dan 6,9 kali risiko menjadi stunting (Media Gizi
Indonesia, prevalensi balita stunting dari kelompok ibu yang pendek (<150
cm) adalah 46,7 persen, sedangkan prevalensi balita stunting dari kelompok
ibu yang tinggi (≥150 cm) adalah 34,8 persen. Hal ini berkaitan dengan lebar
jalan lahir. Selain itu tinggi ibu dengan panjang lahir bayinya saling berkaitan.
Hal ini karena faktor genetik. Penelitian Kozuki N, Katz J, Lee ACC, Vogel JP,
Silveria MF, Sania A dkk (2015) mengkategorikan tinggi badan pendek berada
kromosom yang diwarisi dari ayah dan ibunya. Manusia memiliki 35.000 gen di
dan karenanya dikenal sebgai linkes genes (gen terkait). Di sel somatik,
diploid, yaitu 46.Terdapat 22 pasangan kromosom yang sepadan, otosom, dan satu
pertumbuhan janin.
g. Kehamilan usia remaja, Menurut UNICEF remaja berada pada rentan usia<
menjadi pertimbangan.
nutrisi dan kesiapan tubuh menerima kembali adanya kelahiran. Uterus dapat
berfungsi sempurna setelah 2 tahun. Sehingga jarak kelahiran ideal lebih dari
2 tahun. Pada jarak kelahiran < 2 tahun meningkatkan risiko komplikasi, salah
satunya anemia. Jarak kelahiran yang dekat memungkinkan seorang ibu untuk
mengalami perdarahan selama kehamilan dan persalinan. Hal ini yang dapat
darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dan
dan hasil laboratorium abnormal atau gejala lain pada preeklampsia, berakhir
(dipstik ≥+1) protein dalam urin 24 jam, hipertensi tanpa disertai protein urin
namun ada sakit kepala, penglihatan kabur, nyeri abdomen, angka trombosit
pertumbuhan janin.
berinteraksi sebagai tujuan yang utama, serta untuk berkolaborasi dalam upaya
promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan jenis pelayanan kesehatan yang lain
sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga ketika mahasiswa berada di lapangan
Implementation, 2009).
serta koordinasi layanan kesehatan, penggunaan sumber daya klinis spesifik yang
sesuai, outcome kesehatan bagi penyakit kronis, dan pelayanan serta keselamatan
komplikasi yang 8 dialami pasien, jangka waktu rawat inap, ketegangan dan
clinical error, dan rata-rata jumlah kematian pasien. Framework for Action on
kerjasama tim meliputi mampu untuk menjadi pemimpin tim dan anggota tim,
mengetahui hambatan untuk kerja sama tim; peran dan tanggung jawab meliputi
pemahaman peran sendiri, tanggung jawab dan keahlian, dan orang-orang dari
seseorang kompeten untuk rekan, mendengarkan anggota tim; belajar dan refleksi
kritis meliputi cermin kritis pada hubungan sendiri dalam tim, mentransfer IPE
untuk pengaturan kerja; hubungan dengan pasien, dan mengakui kebutuhan pasien
meliputi bekerja sama dalam kepentingan terbaik dari pasien, terlibat dengan
pasien, keluarga mereka, penjaga dan masyarakat sebagai mitra dalam manajemen
kesehatan lain yang dimiliki oleh diri dan orang lain, mengakui bahwa setiap
tenaga kesehatan memiliki pandangan yang samasama sah dan penting. Proses
kesehatan yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah 9 atau untuk
kolaborasi, yaitu:
a. memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas
perawatan pasien
kompetensi untuk IPE terdiri atas empat bagian yaitu pengetahuan, keterampilan,
Tabel 1.
Kompetensi IPE
informasi
3 Kompetensi sikap orientasi Kemajuan bersama Berbagi pandangan/
METODE PELAKSANAAN
A. Kerangka Pemecahan
Masalah Dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dilakukan pemecahan
masalah kesehatan keluarga dengan menggunakan metode Inter-Personal
Education (IPE) di wilayah Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabuapten
Bangli, dapat diuraikan kerangka pemecahan masalah sebagai berikut :
1. Ibu hamil
Metode pelaksanaan
C. Sasaran
Sasaran dalam pencegahan stunting ini dapat di bagi atas 2 target, yaitu antara
lain :
1. Intervensi spesifik
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu
hamil yang mengatakan bahwa keluarga mampu memberikan perhatian kepada
anggota keluarganya yang sakit dengan hasil survey mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu
hamil yang mengatakan bahwa keluarga mampu mengetahui tentang masalah
kesehatan yang dialami anggota keluarganya dengan hasil survey mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu hamil
yang mengatakan bahwa keluarga mampu mengetahui tentang penyebab masalah
kesehatan yang dialami anggota keluarganya dengan hasil survey mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu hamil
yang mengatakan bahwa keluarga mampu mengetahui tanda dan gejala masalah
kesehatan yang dialami anggota keluarganya dengan hasil survey mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu hamil
yang mengatakan bahwa keluarga mampu mengetahui akibat masalah kesehatan
yang dialami anggota keluarganya dengan hasil survey mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu hamil
yang mengatakan bahwa keluarga mampu menggali sumber informasi dari tenaga
kesehatan tentang masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya dengan
hasil survey mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu hamil
yang mengatakan bahwa keluarga memiliki keyakinan tentang masalah kesehatan
yang dialami anggota keluarganya perlu berobat ke yankes dengan hasil survey
mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu hamil
yang mengatakan bahwa keluarga mampu meningkatkan upaya kesehatan dalam
keluarga dengan hasil survey mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu
hamil yang mengatakan bahwa keluarga mampu mengetahui tentang kebutuhan
pengobatan masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya dengan hasil
survey mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dari hasil survey 5 orang
ibu hamil mencapai 60% yang mampu merawat anggota keluarga dengan masalah
kesehatan dan 40% yang belum mampu merawat anggota keluaraga dengan
masalah kesehatan.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dari hasil survey 5 orang
ibu hamil mencapai 60% yang mampu melakukan pencegahan mengenai masalah
kesehatan pada keluarga dan 40% yang belum mampu melakukan pencegahan
mengenai masalah kesehatan pada keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dari hasil survey 5 orang
ibu hamil mencapai 80% yang mampu memelihara lingkungan yang mendukung
kesehatan pada keluarga dan 20% yang belum mampu memelihara lingkungan
yang mendukung kesehatan pada keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data mencapai 80% yang
mampu memanfaatkan sumber di masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan
pada keluarga dan 20% yang belum mampu memanfaatkan sumber di masyarakat
untuk mengatasi masalah kesehatan pada keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dari hasil survey 5 orang
ibu hamil yang memenuhi kriteria kemandirian keluarga mencapai 100% dengan
kemandirian tingkat II.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan terdapat 5% masalah kesehatan keluarga dari 22
responden dan 95% tidak memiliki masalah kesehatan dalam keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 5% dari 22 responden tidak
mengetahui penyebab masalah kesehatan pada keluarga dan 95% dari 22
responden mengetahui penyebab masalah kesehatan keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 5% dari 22 responden tidak
mengetahui tanda dan gejala masalah kesehatan keluarga dan 95% dari 22
responden mengetahui tanda dan gejala masalah kesehatan keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 14% dari 22 responden tidak
mengetahui akibat masalah kesehatan dalam keluarga dan 95% dari 22 responden
mengetahui akibat masalah kesehatan dalam keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 4% dari 22 responden mencari
sumber informasi mengenai masalah kesehatan pada keluarga, 5% dari 22
responden mencari sumber informasi mengenai masalah kesehatan pada tetangga,
23% dari 22 responden mencari sumber informasi pada kader, dan 68% dari 22
responden mencari sumber informasi pada tenaga kesehatan.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 100% dari 22 responden yang
meyakini masalah kesehatan yang dialami keluarga perlu di tangani oleh tenaga
kesehatan.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 5% dari 22 responden tidak
melakukan upaya peningkatan kesehatan dan 95% dari 22 responden melakukan
upaya kesehatan.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 100% dari 22 responden
mengatakan mengetahui kebutuhan pengobatan masalah kesehatan yang dialami
keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 100% dari 22 responden
mengatakan mampu merawat keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
Interpretasi dari
diagram pie tersebut
berdasarkan data
balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang
terletak di Desa
Banua Kecamatan
Kintamani
Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang
BADUTA dan
didapatkan hasil 9%
dari 22 responden
mengatakan
keluarga tidak mampu mencegah masalah kesehatan yang dialami oleh anggota
keluarganya dan 91% dari 22 responden mengatakan keluarga mampu mencegah
masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarganya.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 14% dari 22 responden
mengatakan tidak mampu memodifikasi lingkungan yang mampu mendukung
kesehatan keluarga dan 86% dari 22 responden mengatakan mampu memodifikasi
lingkungan yang mendukung kesehatan keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 9% dari 22 responden
mengatakan keluraga tidak mampu menggali informasi dan memanfaatkan
sumber di masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga dan 91% dari
22 responden mengatakan mampu menggali dan memanfaatkan sumber di
masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 100% dari 22 responden
termasuk dalam kriteria kemandirian II.
2. Kompetensi Teknologi Labratorium Medis Pada Ibu Hamil
Berdasarkan data ibu hamil yang diperoleh saat melakukan kunjungan di Desa
Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dari hasil survey yang telah
didapat 5 orang ibu hamil memiliki pengetahuan kesehatan giginya dengan
presentase sebesar 40% termasuk dalam katagori cukup dan 60% termasuk
katagori baik.
Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan di desa Banua dengan jumlah 11 ibu
menyusui usia 7 – 23 bulan yaitu hasil terendah adalah CTPS dan Jentik yang
memiliki nilai yang sama yaitu 77% ada dan memenuhi syarat serta hasil
pemeriksaan sanitasi tertinggi yaitu penyediaan jamban, air bersih, pengelolaann
sampah dan pengelolaan limbah yaitu 100% ada dan memenuhi syarat.
8. Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil
Total populasi ibu hamil di Desa Banua berjumlah 5 orang, dimana seluruh
populasi dijadikan sampel dalam pengumpulan data mengenai ibu hamil.
Berdasarkan hasil pengumpulan data didapatkan 1 sampel (20%) ibu hamil yang
mengalami keadaan KEK. Sedangkan untuk tingkat pengetahuan ibu hamil
terdapat 40% ibu hamil yang memiliki tingkat pengetahuan kurang. Hal ini
ditandai dengan kurangnya tingkat konsumsi energi pada ibu hamil yang
mengalami KEK. Untuk ibu hamil dengan tingkat pengetahuan kurang ditandai
dengan rendahnya pengetahuan ibu hamil tentang gizi dan kesehatan.
Pada status gizi baduta dilihat dari indikator (BB/U) terdapat 5% baduta
dengan status gizi lebih, dan 95% baduta dengan status gizi baik. Dari indikator
(PB/U) terdapat 14% baduta dengan status gizi pendek, 4% baduta dengan status
gizi tinggi, 82% baduta dengan status gizi normal. Dari indikator (BB/PB) 23%
baduta dengan status gizi gemuk, dan 77% baduta dengan status gizi normal. Dari
indikator (IMT/U) 14% baduta dengan status gizi gemuk, dan 86% baduta dengan
status gizi normal. Sedangkan untuk persentase baduta yang memiliki buku KMS
5% baduta tidak memiliki buku KMS, dan 95% baduta memiliki buku KMS.
Untuk penimbangan 3 bulan terakhir 23% baduta tidak ditimbang dalam 3 bulan
terakhir. Pada persentase pemberian vitamin A terdapat 32% baduta belum pernah
mendapatkan vitamin A. Untuk pemberian PMT terdapat 41% baduta yang belum
pernah mendapat PMT. Persentase pemberian ASI Eksklusif 41% baduta tidak
mendapatkan ASI Eksklusif. Terdapat 23% baduta yang mendapatkan MP-ASI
pada usia <6 bulan. Pada tingkat pengetahuan ibu baduta 14% yang memiliki
tingkat pengetahuan yang kurang. Sedangkan terdapat 19% ibu menyusui yang
memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang ASI Eksklusif. Untuk tingkat
pengetahuan ibu menyusui tentang MP-ASI terdapat 19% yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang. Hal tersebut ditandai dengan tingkat konsumsi
INTERVENSI DAN EVALUASI
1. Keluarga PSM yaitu kurangnya pengetahuan ibu mengenai status gizi Baduta.
2. Seluruh ibu hamil dan ibu menyusui usia 0-23 bulan, ibu Baduta mengenai
stunting.
3. Seluruh Ibu hamil, ibu menyusui 0-23 bulan, dan ibu Baduta mengenai
pemeliharaan kesehatan keluarga.
Intervensi dan evaluasi yang dapat dilakukan dari masalah diatas yaitu :
1. Intervensi pada ibu berupa penyuluhan mengenai status gizi Baduta. Saat
diberikan penyuluhan, ibu mengatakan mengerti mengenai status gizi Baduta.
2. Intervensi pada ibu hamil dan ibu menyusui usia 0-23 bulan mengenai
stunting. Saat diberikan penyuluhan, ibu-ibu aktif bertanya dan dapat
menjelaskan kembali mengenai stunting.
3. Intervensi pada keluarga ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu Baduta mengenai
pemeliharaan kesehatan keluarga. Setelah diberikan penyuluhan, keluarga
mengerti mengenai cara memelihara kesehatan keluarga dan tingkat
kemandirian keluarga meningkat.
Intervensi dan evaluasi yang dapat dilakukan dari masalah diatas yaitu :
1. Intervensi pada ibu Baduta berupa konseling gizi mengenai status gizi Baduta.
Saat diberikan konseling gizi, ibu baduta sudah memahami terkait dengan
materi konseling yang telah diberikan.
2. Intervensi pada ibu hamil yang mengalami KEK. Saat diberikan konseling
gizi. Ibu hamil aktif bertanya tentang pengaruh KEK terhadap pertumbuhan
janin.
3. Intervensi pada seluruh ibu hamil dan ibu Baduta berupa penyuluhan masa
tentang Stunting dan MP-ASI. Saat sesi diskusi, ibu-ibu aktif bertanya dan
mengikuti penyuluhan dengan lancar.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan adalah :
1. Br. Banua, Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Bangli :
a. Program kerja modifikasi MP ASI Gisi seimbang
b. Partisipasi masyarakat harap lebih ditingkatkan lagi.
2. Puskesmas Kintamani VI :
a. Mohon untuk mengadakan penyuluhan kesehatan sesuai dengan
kondisi yang dirasakan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
A Sania, J Richedwards, Eertzmark, RS Mwiru, R Kisenge, dan WW Fawzi. 2014.
The Contribution Of Preterm Birth And Intrauterine Growth Restriction To
Infant Mortality In Tanzania. Peadiatr. Perinatepidemiol. Jan 2014;28():23-
31
Abdullah. 2010. Tujuh Syarat Membuat Jamban Sehat. Diakses dari:
http://sanitasi.or.id/index.php?option=com.
American College of Clinical Pharmacy (ACCP). (2009). Interprofessional
education : Principle and application, a framework for clinical pharmacy.
Pharmacotherapy, 29 (3): 145-164.
Aprilia, Y . 2009. Analisis Sosialisasi Program Inisiasi Menyusu Dini dan
Asi Eksklusif. Kepada Bidan di Kabupaten Klaten. Tesis Universitas
Diponegoro Semarang.
Arisman, MB. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta.
Baskoro. A, 2008. ASI Panduan Praktis Ibu menyusui, Banyu media
Buring, S.M., Bhushan, A., Broeseker, A., Conway, S., Duncan-Hewitt, W.,
Hansen, L. & Sarah Westberg 2009, ‘Interprofessional Education:
Definitions, Student Competencies, and Guidelines for Implementation’,
American Journal of Pharmaceutical Education, vol. 73, no. 4, pp. 401–5.
Cunningham, dkk. 2010. Williams Obstetrics, Twenty-Third Edition. The
McGraw-Hill Companies : Amerika Serikat
Depkes RI. 2008. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan
2005 – 2025. Jakarta.
Depkes RI. 2013. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar terkait Status gizi
Balita Depkes RI Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
ASI). Direktorat Gizi Masyarakat. Direktorat Jendral Kesehatan
Masyarakat. Jakarta.
Helena, 2013. Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu Hamil Trimester Pertama dan
Pola Makan dalam pemenuhan Gizi. www. repository.usu.ac.id. 22 Januari
2020
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2008, ‘Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total berbasis Masyarakat’, Peraturan Pemerintah, pp. 1–
11.
Kozuki N, Katz J, Lee ACC, Vogel JP, Silveria MF, Sania A, Stevens A, Cousens
S, Caulfield LE, Christian P, Huybrets, Roberfroid D, SCmieelow C, Adair
LS, Barros FC, Cowan M, Fawzi W, Kolsteren P, Merialdi M, Monkolcati
A, Saville N, Victora CG, Butta ZA, Blencowe , Ezzati M, Lawn JE, dan
Black R. 2015. Diunduh dari
http://jn.nutrition.org/content/145/11/2542.long pada tanggal 20 Januari
2020
Kriebs, Jan M dan Gregor L. Caroline. 2010. Buku Saku Asuhan Kebidanan
Varney edisi 2. EGC: Jakarta
Kristiyanasari, Weni. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika.
Lissauer, Avroy. 2013. Selayang neonatologi edisi kedua. Jakarta : indeks 150-156
Manuaba Ida AC, Ida BGFM, dan Ida BGM. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan edisi 2. EGC: Jakarta
Nadiyah, Dodik Briawan dan Drajat Martianto. 2014. Faktor Risiko Stunting pada
Anak Usia 0—23 Bulan di Provinsi Bali, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara
Timur. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2014, 9(2): 125—132. Diunduh tanggal
23 Januari 2020 dari
journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/view/8731
Prendergast Andrew J, dan Jean H. Humprey. 2014. The Stunting Syndrome in
Developing Countries. Pediatrics and International Child Health vol. 34 no.
4 USA. Diunduh tanggal 23 Januari 2020 dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
Stewart CP, Iannotti L, Dewey KG, Michaelsen KF dan Onyango AW. 2013.
Childhood Stunting: Context, Causes and Consequences. Maternal and
Child Nutrition. 2013. Diunduh dari
http://www.who.int/nutrition/events/2013_ChildhoodStunting_colloquium_
14Oct_ConceptualFramework_colour.pdf
Supariasa, D. Bachyar, B. dan Ibnu, F. (2012). Penilaian Status Gizi . Jakarta:
EGC.
Suprayanto. 2013. Usia Ideal Wanita Hamil dan Melahirkan. (cited 2020 22
Januari) Diambil dari: http://Bidankku.com.
Thomas W Sadler. 2010. Embriologi Kedokteran Langman edisi 10. EGC: Jakarta
UNICEF. 2010 Penuntun Hidup Sehat. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
UNICEF. 2012. Ringkasan Kajian Gizi. Jakarta : Pusat Promosi Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Wemakor A, dan Mensah KA. 2016. Association Between Maternal Depression
And Child Stunting in North Ghana: a cross-sectional study . BMC public
health
WHO. 2013. Childhood Stunting: Context, Causes and Consequences Conceptual
Framework 2013. Diunduh dari http://www.who.int/nutrition/events/2013_
ChildhoodStunting_colloqium_14Oct_ConceptualFramework_colour.pdf
diakses pada Januari 2020
WHO. 2015. Treatment for Women with Postpartum Iron - Deficiency anemia
WHO. 2017. Child Growth Standar - Malnutrition Among Children In Poor
Area of China . Public Health Nutrition: 12:8.