Anda di halaman 1dari 99

LAPORAN

KULIAH KERJA NYATA (KKN)


INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE) DESA BANUA,
KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

Disusun oleh : Kelompok 30

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
TAHUN 2020
KELOMPOK 30

Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli

1. Kadek Yesika Febri Artha Devi (P07120017 032)


2. Ni Made Septian Pratiwi (P07120017 067)
3. I Made Putra Widura (P07120017 114)
4. Ida Bagus Aldhi Widyanugraha (P07120017 115)
5. Ni Luh Sumita Dewi (P07120017 116)
6. Ni Putu Dian Purnami Artha (P07120017 190)
7. Ni Kadek Dian Sukawati (P07120017 191)
8. Ni Kadek Swandewi Utami (P07120017 192)
9. Annisa Pratiwi (P07120216 031)
10. Ni Putu Nita Ayu Sandra (P07120216 058)
11. Mirawati (P07124216 033)
12. Ni Kadek Ratna Dewi (P07124017 031)
13. Kartika Dwi Sudarwati (P07131017 032)
14. Ni Putri Indrasuari (P07131017 030)
15. Ida Ayu Putu Atika Dewi (P07131216 037)
16. Inneke Widyastuti (P07133216 009)
17. Komang Lilis Ratnadi (P07125017 031)
18. Nur Astri Adi Ningsi (P07134017 031)
19. Si Ayu Indah Sukmawati (P07134017 067)
20. Ni Putu Indah Puspita Sari (P07134017 078)

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN
KULIAH KERJA NYATA (KKN)
INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE)
DESA BANUA, KECAMATAN KINTAMANI,
KABUPATEN BANGLI

Disusun Oleh :

KELOMPOK 30

TELAH MENDAPAT PERSETUJUAN

1. Gusti Ayu Marhaeni, SKM., M.Biomed (…………………… )


(NIP.196512311986032008)

2. I Nyoman Wirata, SKM, M.Kes. (............................. )


(NIP. 197305221993031001)

3. Jannah Sofi Yanty, S.Si, M.Si. (............................. )


(NIP.198504202010122005)

4. Ir. Hertog Nursanyoto, M.Kes (............................. )


(NIP.196308191986031004)

5. Nengah Notes, SKM, M.Si. (............................. )


(NIP. 195812311983031036)
6. I Ketut Gama, SKM.,M.Kes (…………………... )
(NIP.196202221983091000)

iii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN

KULIAH KERJA NYATA (KKN) INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE)


DESA BANUA, KECAMATAN KINTAMANI,
KABUPATEN BANGLI
Disusun Oleh :

KELOMPOK 30

Mengetahui, Kintamani, 24 Januari 2020

Kepala Puskesmas Kintamani VI Koordinator Dosen Pembimbing

( ) (I Nyoman Wirata, SKM, M.Kes.)

NIP. 197305221993031001

Menyetujui,
Direktur Poltekkes Kemenkes Denpasar

(Anak Agung Ngurah Kusumajaya, SP., MPH)


NIP. 196911121992031003

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Laporan

Kuliah Kerja Nyata (KKN) Interprofessional Education (IPE) Desa Banua,


Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli” tepat pada waktunya. Laporan ini dapat
diselesaikan bukanlah semata-mata karena usaha tim penulis sendiri, melainkan
berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu melalui kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Anak Agung Ngurah Kusumajaya, SP., MPH., selaku Direktur Poltekkes
Denpasar yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program Kuliah
Kerja Nyata (KKN) Interprofessional Education (IPE) tahun 2019.

2. Dr. Ni Nyoman Budiani, S.SiT., M.Biomed, selaku Ketua Panitia program


Kuliah Kerja Nyata (KKN) Interprofessional Education (IPE) tahun 2020 yang
telah menyusun serta menyelenggarakan kegiatan ini.

3. dr.Ni wayan Gunasri selaku Kepala Puskesmas Kintamani VI yang telah


memberikan ijin dalam proses survey dan pemberian data awal.

4. I Ketut Tileh, Selaku Kepala Desa Banua yang telah menerima dan memberi
petunjuk selama kami melaksanakan program KKN IPE di Desa Banua.

5. Tim dosen kelompok 30, selaku pembimbing lapangan dalam tim KKN IPE di
Desa Banua yang telah membimbing kami dalam melaksanakan survey dan
input data.

6. Bapak Klian Dinas dan Bendesa Adat Desa Banua yang telah menerima kami
dan memberi petunjuk selama kami melaksanakan program KKN IPE di Desa
Banua.

7. Bapak dan Ibu dosen pembimbing Poltekkes Denpasar yang senantiasa


membimbing dan menuntun segala proses kegiatan survey, input data, hingga
penulisan laporan ini, dan membimbing dalam mengatasi hambatan yang
terdapat di lapangan.
8. Mahasiswa Kelompok XXX yang senantiasa selalu berproses dari awal hingga
akhir penyusunan laporan ini.

9. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan hasil kegiatan ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi penyempurnaan laporan hasil kegiatan ini. Penulis
berharap laporan hasil kegiatan ini bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.

Bangli, 27 Januari 2020

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................5
Daftar Isi..................................................................................................................8
BAB I.....................................................................................................................10
PENDAHULUAN.................................................................................................10
A. Latar Belakang............................................................................................10
B. Rumusan Masalah.......................................................................................11
C. Tujuan.........................................................................................................12
D. Manfaat.......................................................................................................13
BAB II....................................................................................................................14
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................14
A. Konsep Keluarga Sehat...............................................................................14
B. Konsep Pendekatan Keluarga Sehat...........................................................15
C. STATUS GIZI.............................................................................................24
D. STUNTING.................................................................................................25
BAB III..................................................................................................................41
METODE PELAKSANAAN................................................................................41
A. Kerangka Pemecahan..................................................................................41
B. Realisasi Pemecahan Masalah....................................................................41
C. Sasaran........................................................................................................42
D. Tempat dan Waktu.......................................................................................43
E. Alat dan Bahan............................................................................................43
F. Pihak yang terlibat......................................................................................44
BAB IV..................................................................................................................45
Hasil dan Pembahasan...........................................................................................45
Kompetensi Keperawatan Pada Ibu Hamil.....................................................45
Kompetensi Teknologi Labratorium Medis Pada Ibu Hamil........................59
Kompetensi Teknologi Labratorium Medis Pada Ibu Menyusui..................59
Kompetensi Teknologi Labratorium Medis Pada BADUTA (Anak Dibawah
Dua Tahun).....................................................................................................60
Kompetensi Keperawatan Gigi Pada Ibu Hamil............................................61
Kompetensi Keperawatan Gigi Pada Ibu Menyusui.......................................62
Kompetensi Gizi Pada Bayi Bawah 2 Tahun..................................................63
Kompetensi Gizi Pada Ibu Menyusui.............................................................72
Kompetensi Gizi pada Ibu Hamil...................................................................73
Kompetensi Kesehatan Lingkungan Pada Ibu Hamil....................................75
Kompetensi Kesehatan Lingkungan Pada Ibu menyusui usi 0 – 6 bulan......75
Kompetensi Kesehatan Lingkungan Pada Ibu Menyusui 7 – 23 bulan.........76
Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil.........................................................77
Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil dan Anak........................................79
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerja sama beberapa profesi tersebut memerlukan suatu kerja tim
(Interprofessional Practice) yang baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Maka dari pada itu Interprofesional Education (IPE) merupakan salah satu bentuk
pembelajaran bagi mahasiswa untuk berkoordinasi diantara berbagai profesi
untuk menangani suatu masalah. Menurut WHO Interprofessional Education
(IPE) “terjadi ketika dua atau lebih dari dua profesi melakukan tugas secara
professional dengan berkolaborasi untuk menghasilkan taraf kesehatan pasien
menjadi lebih baik” (WHO,2010).
IPE (Interprofessional Education) pasien/klien/komunitas menjadi “center”
dari penerapan IPE. Pengalaman ini sangat penting diberikan pada mahasiswa
sehingga nantinya akan terbentuk Interprofessional Practice yang lebih baik dan
menjawab tantangan di dunia kerja dalam menangani permasalahan kesehatan.
Untuk itu, maka perlu untuk mengembangkan program IPE pada mahasiswa di
lingkungan Politeknik Kesehatan Denpasar. Dengan semakin bertambahnya
informasi dan pengetahuan mengenai Interprofessional Education (IPE) di
kalangan akademisi Politeknik Kesehatan Denpasar, dan semakin tingginya
keinginan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, maka sangat dibutuhkan
adanya tindakan nyata penerapan IPE. Salah satu wujud nyata dalam memberikan
pelatihan IPE kepada mahasiswa adalah dengan melakukan program kegiatan
KKN. Kuliah kerja nyata pada dasarnya merupakan suatu wujud dari Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
KKN merupakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di daerah tertentu
atau lembaga pendidikan, dilaksanakan secara kelompok, terintegrasi antara
jurusan. Kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) bertujuan untuk memberikan
pengalaman kerja nyata di lapangan dalam bidang membentuk sikap mandiri dan
tanggung jawab dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Selain itu, KKN juga
bertujuan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan taraf pengetahuan
dan keterampilan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraannya
(Setyaningsih, Fitriyanto, Nugroho, & Fatyanhayanti, 2015).
Kegiatan KKN IPE tahun 2020 yang melibatkan seluruh jurusan dan
program studi diselenggarakan di dua kabupaten di Provinsi Bali yaitu Kabupaten
Klungkung dan Bangli. Pemilihan lokasi didasarkan pada visi dan misi Poltekkes
Denpasar yang dalam kegiatan ini ditekankan pada kegiatan Peningkatan
Kemandirian Keluarga Dalam Pencegahan Stunting Melalui Upaya 1000 Hari
Pertama Kehidupan. Salah satu lokasi terselenggaranya KKN IPE dilaksanakan
di Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, yang merupakan satu
daerah wilayah kerja Puskesmas VI Kintamani.
Stunting merupakan penggambaran dari status gizi kurang yang bersifat
kronik pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan.
Masalah gizi terutama stunting pada balita dapat menghambat perkebangan anak
dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya,
seperti penurunan intelektual, rentan terhadap penyakit tidak menular, penurunan
produktifitas hingga menyebabkan kemiskinan dan risiko melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah. Prevalansi stunting di Bali pada tahun 2016 terdapat
23,1%, dan tahun 2017 terdapat 25,2%. Prevalansi stunting di Bangli pada tahun
2016 terdapat 25,7%, dan tahun 2017 20,4. Dari hasil survey didapatkan 5 orang
Ibu hamil, 16 orang Ibu menyusui, dan 22 orang balita bawah dua tahun.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan
masalah Bagaimanakah peningkatan kemandirian keluarga dalam pencegahan
stunting melalui upaya 1000 hari pertama kehidupan?
C. Tujuan
Adapun beberapa tujuan dalam pelaksanakan KKN IPE Poltekkes Denpasar
yaitu:

1. Tujuan umum

Setelah melaksanakan KKN, mahasiswa diharapkanmempunyai pengalaman


dan ketrampilan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
interdisipliner sehingga mampu melakukan komunikasi interprofesional,
kerjasama sebagai tim kesehatan dan manajemen konflik.

2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu menerapkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-
hari.
b. Mahasiswa mampu melakukan orientasi lapangan untuk mengenal kondisi
wilayah Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
c. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi permasalahan kesehatan yang ada
dimasyarakat Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
d. Mahasiswa mampu melakukan pengumpulan dan pengolahan data kesehatan
dimasyarakat Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
e. Mahasiswa mampu melakukan analisis prioritas masalah kesehatan di
masyarakat Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
f. Mahasiswa mampu menyusun dan melaksanakan rencana pemecahan
masalah kesehatan dimasyarakat Desa Banua, Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli.
g. Mahasiswa mampu menyusun laporan kegiatan pemecahan masalah
kesehatan di masyarakat Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten
Bangli.
D. Manfaat
Adapun manfaat dalam pelaksanakan KKN IPE Poltekkes Denpasar yaitu:

1. Manfaat teoritis
Untuk memberikan konstribusi bagi ilmu pengetahuan khususnya untuk
bidang kesehatan dengan adanya model pembelajaran Interprofessional
Education.
2. Manfaat praktis
a. Bagi mahasiswa
Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa serta memberikan pengalaman
dalam pengembangan model Interprofessional Education (IPE).
b. Bagi tenaga kesehatan
Untuk menambah pengetahuan mengenai Interprofessional Education agar
nantinya dapat tercipta Interprofessional Collaboration untuk peningkatan
kualitas palayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan.
c. Bagi masyarakat
Mewujudkan kemandirian keluarga dan meningkatkan ilmu pengetahuan
keluarga dalam upaya menciptakan masyarakat sehat melalui kegiatan
intervensi kesehatan yang dilakukan oleh mahasiswa seluruh jurusan
Poltekkes Denpasar untuk menerapkan keterampilan secara interprofessional
di lingkungan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keluarga Sehat

Keluarga sehat dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi atau keadaan yang

sejahtera baik dari segi fisik, mental, dan sosial yang kemudian memungkinkan

sebuah keluarga yang utuh (terdiri dari individu-individu yang dipimpin oleh

seorang kepala keluarga yang tinggaldalam satu lingkungan) agar dapat hidup

normal secara sosial dan ekonomi. Beberapa karakteristik keluarga sehat

dipandang dari berbagai sudut adalah sebagai berikut :

1. Segi Fisik

Sebuah keluarga dapat dikatakan sehat secara fisik jika memenuhi kriteria

seperti krluarga memiliki dan menggunakan air bersih di lingkungn tempat

tinggalnya, keluarga memiliki dan menggunakan toilet yang bersih, seluruh

anggota keluarga tidak merokok dan menggunakan zat aditif lainnya, keluarga

memastikan setiap anggota keluarganya cukup gizi, keluarga memiliki dan

menggunakan alokasi dana untuk pemeliharaan kesehatan.

2. Segi Mental dan Sosial

Sebuah keluarga yang sehat umumnya juga harus bisa menjaga dan

mengembangkan kesehatan mental setiap anggota keluarganya, serta menjaga

agar proses sosialisasi tetap terlaksana dengan baik. Beberapa faktor yang dapat

menjadi indicator keberhasilannya adalah sebagai berikut

a. Waktu keluarga (family time)

Menghabiskan waktu bersama keluarga adalah ibarat memperkokoh sebuah

bangunan dasar ikatan keluarga. Keluarga yang sehat biasanya berbagi waktu dan
berkumpul saat makan dan bersantai.Perbandingan waktu keluarga dan waktu

pribadi yang seimbang dapat menjadi kunci utama untuk membentuk keluarga

yang sehat.

b. Komunikasi

Menghabiskan waktu dengan keluarga adalah salah satu cara untuk

menjaga komunikasi agar tetap terjalin baik antar anggota keluarga. Komunikasi

ini biasanya terjalin saat berada di meja makan, menonton tv, lari pagi bersama,

dan berbagai aktifitas yang dapat mendukung komunikasi. Kelancaran

komunikasi dalam keluarga juga mampu mencairkan suasana yang kaku, sehingga

setiap anggota keluarga tidak akan merasa takut untuk mengekpresikan suatu

emosi, ketakutan, dan kekhawatirannya akan hal lain pada keluarga.

c. Kepercayaan

Rasa saling percaya akan otomatis tumbuh dalam jiwa setiap anggota

keluarga sehat. Namun terkadang orang tua cenderung memunculkan sikap yang

overprotective terhadap anak mereka dengan alasan ingin terus menjaga mereka

dari hal buruk yang mungkin terjadi. Padahal seharusnya orang tua dapat mulai

memberikan kepercayaan anak-anakmereka untuk sesekali membuat keputusan

yang tepat berdasarkan nilai-nilai baik yang sudah ditanamkan oleh keluarga.

d. Saling memahami kebutuhan masing-masing

Setiap anggota keluarga memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda.

Dalam keluarga yang sehat, sudah selayaknya untuk saling memberi dukungan

dan saling membantu ketika salah satu anggota keluarga mengalami kesulitan

dalam memenuhi kebutuhannya, bukannya malah mengucilkan dan saling

bersaing.
B. Konsep Pendekatan Keluarga Sehat

1. Pengertian

Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan

jangkauan sasaran dan mendekatkan atau meningkatkan akses pelayanan

kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak

hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga

keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya. Keluarga

sebagai fokus dalam pendekatan pelaksanaan program Indonesia Sehat karena

terdapat Lima fungsi keluarga, yaitu :

a. Fungsi afektif (The Affective Function)

Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala

sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota

keluarga.

b. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui

individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam

lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk

membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai

dengan tingkat perkembangan anak dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

c. Fungsi reproduksi (the reproduction funcition)

Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan

menjaga kelangsungan keluarga.


d. Fungsi ekonomi (the economic function)

Fungsi ekonomi yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan

keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu

dan meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care function)

Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan adalah untuk

mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki

produktifitas yang tinggi. Fungsi ini diembangkan menjadi tugas kelarga di bidang

kesehatan. Sedangkan tugas-tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan

adalah :

1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiapanggota keluarganya.

2) Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat

3) Memeberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit

4) Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan ntuk kesehatan dan

perkembangankepribadian anggota keluarganya

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas

kesehatan

Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini merupakan

pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan perluasan dari upaya

Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang meliputi kegiatan berikut.

a. Kunjungan keluarga untuk pendataan atau pengumpulan data Profil Kesehatan

Keluarga dan Peremajaan (updating) pangkalan datanya.

b. Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif

dan preventif
c. Kunjungan keluarga untuk menindak lanjuti pelayanan kesehatan dalam

gedung.

d. Pemanfaatan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga untuk

pengorganisasian atau pemberdayaan masyarakat dan manajemen Puskesmas.

Kunjungan rumah (keluarga) dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan

memanfaatkan data dan informas dari Profil Kesehatan Keluarga (family folder).

Dengan demikian, pelaksanaan upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

(Perkesmas) harus diintegrasikan kedalam kegiatan pendekatan keluarga. Adapun

tujuan dari pendekatan keluarga adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan komprehensif,

meliputi pelayanan promotif dan preventif serta pelayanan kuratif dan

rehabilitative dasar.

b. Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) Kabupaten/Kota

dan SPM Provinsi, melalui peningkatan akses dan skrining kesehatan.

c. Mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta JKN.

d. Mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam Rencana

Strategi Kmentrian Kesehatan Tahun 2015 sampai 2019.

C. Keluarga sebagai Fokus Pemberdayaan

Keluarga merupakan suatu lembaga sebagai satuan (unit) terkecil dari

masyarakat, terdiri atas ayah ibudan anak. Keluarga yang seperti ini disebut

sebagai keluarga inti. Sedangkan keluarga yang anggotanya mencakup juga kakek

dan nenek atau individu lain yang memiliki hubungan darah, bahkan juga tidak

memiliki hubungan darah (misalnya pembantu rumah tangga), disebut keluarga


luas (extended family). Oleh karena itu, maka derajat kesehatan rumah tangga atau

keluarga menentukan derajat kesehatan masyarakatnya.

Sementara itu, derajat kesehatan keluarga sangat ditentukan oleh PHBS dari

keluarga tersebut.Dengan demikian, inti dari pengembangan desa dan kelurahan

adalah memberdayakan keluarga-keluarga agar mampu mempraktikkan

PHBS.PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran

sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau

masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) dibidang kesehatan dan

berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.

Pentingnya pendekatan keluarga juga diamanatkan dalam Rencana Strategis

(Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.Dalam renstra disebutkan

bahwa salah satu acuan bagi arah kebijakan Kementerian Kesehatan adalah

penerapan pendekatan pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan

berkesinambungan (continuum of care). Hal ini berarti bahwa pelayanan

kesehatan harus dilakukan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia (life

cycle), sejak masih dalam kandungan, sampai lahir menjadi bayi, tumbuh menjadi

anak balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa muda (usia produktif), dan

akhirnya menjadi dewasa tua atau lanjut usia. Untuk dapat melaksanakan

pelayanan kesehatan yang berkesinambungan terhadap seluruh tahapan siklus

hidup manusia, maka fokus pelayanan kesehatan, individu-individu harus dilihat

dan diperlukan sebagai bagian dari keluarganya.

Melalui pendekatan keluarga, yaitu mengunjungi setiap keluarga di wilayah

kerja, diharapkan Puskesmas dapat menangani masalah-masalah kesehatan


dengan pendekatan siklus hidup. Dengan demikian, upaya mewujudkan Keluarga

Sehat menjadi titik awal terwujudnya masyarakat sehat.

D. Indikator Keluarga Sehat

Menurut Kemenkes RI (2016) Satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu dan

anak) sebagaimana dinyatakan dalam Kartu Keluarga.Jika dalam satu rumah

tangga terdapat kakek, dan atau nenek atau individu lain, maka rumah tangga

tersebut dianggap terdiri lebih dari satu keluarga.Untuk menyatakan bahwa suatu

keluarga sehat atau tidak digunakan sejumlah penanda atau indikator.Dalam

rangka pelaksananaan Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12

indikator utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas

indikator tersebut adalah sebagai berikut :

1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)

2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan

3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap

4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) ekslusif

5. Balita mendapat pemantauan pertumbuhan

6. Penderita tuberculosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar

7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur

8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan

9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok

10. Keluarga sudah menjadi anggota jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih

12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

i. Program Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak


1) Keluarga mengikuti KB

2) Ibu bersalin di faskes

3) Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap

Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. Jenis imunisasi dasar

yang wajib diperoleh adalah BCG, DPT dari toxoid difteri adalah racun yang

dilemahkan, bordittela pertusis adalah bakteri yang dilemahkan, toxoid tetanus

adalah racun yang dilemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat. Imunisasi

dasar selanjutnya yang wajib diperoleh yaitu polio, campak, hepatitis B, dan

imunisasi Hib.

4) Bayi diberi ASI eksklusif selama 6 bulan

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa

dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna

sebagai makanan bagi bayinya. ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa

makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan.

Bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini.

5) Pertumbuhan balita dipantau tiap bulan

Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan per tinggi/panjang

badan (BB/TB). Ditingkat masyarakat pemantauan pertumbuhan adalah

pengukuran berat badan per umur (BB/U) setiap bulan di Posyandu, Taman

Bermain, Pos PAUD, Taman Penitipan Anak dan Taman Kanak- Kanak, dan lain-

lain. Proses tumbuh kembang balita merupakan proses yang penting untuk

diketahui dan dipahami, karena proses tersebut menentukan masa depan anak baik

fisik, jiwa maupun perilakunya. Pertumbuhan merupakan parameter status gizi


yang cukup untuk dipergunakan dalam menilai kesehatan anak.Parameter untuk

mengukur kemajuan pertumbuhan yang biasa dipergunakan adalah Berat Badan

menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan

menurut Tinggi Badan (BB/TB). Adapun alur pemantauan pertumbuhan balita di

posyandu adalah :

a) Pendaftaran balita yang datang

b) Penimbangan balita

c) Pengisian KMS

d) konseling, penyuluhan atau rujukan balita BGM, sakit dan tidak naik 2 kali

berturut-turut ke puskesmas

e) Pelayanan gizi oleh petugas

a. Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular

1) Penderita TB Paru berobat sesuai standar

Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang paru dan

organ lainnya. Penanggulangan Tuberkulosis yang selanjutnya disebut

Penanggulangan TB adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek

promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang

ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan,

kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan

mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis.

2) Penderita hipertensi berobat teratur

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah

diastolik > 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Hipertensi
didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC) sebagai tekanan

yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat

keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai

hipertensi maligna. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih

dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg.

3) Gangguan jiwa berat yang diobati/ telah ditelantarkan

Gangguan jiwa Menurut (Departemen Kesehatan RI, 2008) adalah suatu

perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi

jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam

melaksanakan peran sosial. Mental illness adalah respon maladaptive terhadap

stressor dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan

tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan kultural dan mengganggu

fungsi sosial, kerja, dan fisik individu.

b. Perilaku dan kesehatan lingkungan

1) Tidak ada anggota keluarga yang merokok

Rokok merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia dan

merupakan satu-satunya produk legal yang membunuh seperti hingga setengah

penggunannya. Survey Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia tahun 2007

menyebutkan setiap jam sekitar 46 orang meninggal dunia karena penyakit yang

berhubungan dengan merokok di Indonesia. Kebiasaan merokok sedikitnya

menyebabkan 30 jenis penyakit pada manusia. Penyakit yang timbul akan

tergantung dari kadar zat berbahaya yang terkandung, kurun waktu kebiasaan

merokok, dan cara menghisap rokok. Semakin muda seseorang mulai merokok,

makin besar resiko orang tersebut mendapat penyakit saat tua.


2) Keluarga memiliki/ memakai air bersih

Sarana Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang

diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi

sumber air pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada keadaan alam dan

kegiatan manusia yang terdapat di daerah tersebut. Terdapat beberapa kendala

yang menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas

air bersih dan sanitasi dasar. Di antaranya adalah cakupan pembangunan yang

sangat besar, sebaran penduduk yang tidak merata dan beragamnya wilayah

Indonesia, keterbatasan sumber pendanaan. Faktor lain yang juga menjadi kendala

adalah kualitas dan kuantitas sumber air baku sendiri terus menurun akibat

perubahan tata guna lahan (termasuk hutan) yang mengganggu sistem siklus air.

Selain itu, meningkatnya kepadatan dan jumlah penduduk di perkotaan akibat

urbanisasi. Masalah kemiskinan juga ikut menjadi penyebab rendahnya

kemampuan penduduk mengakses air minum yang layak. Sedangkan dari sisi

sanitasi, selain masih rendahnya kesadaran penduduk tentang lingkungan, kendala

lain untuk terjadinya perbaikan adalah karena belum adanya kebijakan

komprehensif yang sifatnya lintas sektoral, rendahnya kualitas bangunan septic

tank, dan masih buruknya sistem pembuangan limbah.

3) Keluarga memiliki/memakai jamban sehat

Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk

membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim

disebut kakus. Jamban keluarga terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk

dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan
unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Abdullah, 2010).

Berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan No. 852 Tahun 2008 tentang Strategi

Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban Sehat adalah suatu fasilitas

pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit.

Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup

penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan

kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan

sumber air.

4) Sekeluarga menjadi JKN/askes

Jaminan Kesehatan Nasional merupakan asuransi kesehatan social yang

bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

tentang system jaminan social nasional. Tujuannya agar semua penduduk

Indonesia terlindungi dalam system asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. Berdasarkan indikator

tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) dari setiap

keluarga. Sedangkan keadaan masing-masing indikator, mencerminkan kondisi

PHBS dari keluarga yang bersangkutan. dalam pelaksanaan pendekatan keluarga

ini tiga hal berikut harus diadakan atau dikembangkan, yaitu :

1) Instrument yang digunakan di tingkat keluarga

2) Forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan keluarga

3) Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas

Instrumen yang diperlukan di tingkat keluarga adalah sebagai berikut :

1) Profil Kesehatan Keluarga


Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa family

folder, yang merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga dan

data individu anggota keluarga. Data keluarga meliputi komponen rumah sehat

(akses/ ketersediaan air bersih dan akses/penggunaan jamban sehat). Data individu

anggota keluarga mencantumkan karakteristik individu (umur, jenis kelamin,

pendidikan, dan lain-lain) serta kondisi individu yang bersangkutan: mengidap

penyakit (hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan jiwa) serta perilakunya

(merokok, ikut KB, memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, pemberian

ASI eksklusif, dan lain-lain).

2) Paket Informasi Keluarga

Paket Informasi Keluarga (selanjutnya disebut Pinkesga), berupa flyer,

leaflet, buku sak\u, atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada keluarga sesuai

masalah kesehatan yang dihadapinya. Misalnya: Flyer tentang Kehamilan dan

Persalinan untuk keluarga yang ibunya sedang hamil, Flyer tentang Pertumbuhan

Balita untuk keluarga yang mempunyai balita, Flyer tentang Hipertensi untuk

mereka yang menderita hipertensi, dan lain-lain.


E. Status Gizi

a. Pengertian

Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu, perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

Keadaan gizi merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan

penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau fisiologik akibat

dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa, Bachyar dan Ibnu, 2012).

Status gizi yang baik yaitu status kesehatan yang dihasilkan dari

keseimbangan intake dan kebutuhan.Parameter status gizi dapat dilakukan dengan

pengukuran antropometri, pemeriksaan biokimia dan anamnesa riwayat

gizi.Intake berkaitan dengan zat gizi yang masuk dalam tubuh.Zat gizi sendiri

diartikan sebagai zat-zat makanan yang terkandung dalam suatu bahan pangan

yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh.Makanan yang kita makan harus memenuhi

kebutuhan fisik berupa kenyang dan memenuhi kebutuhan kimia tubuh

(Kristiyanasari, 2010). Status gizi pada anak berpengaruh besar pada kehidupan

dewasanya. Perkembangan dan pertumbuhan anak sejalan dengan kecukupan

nutrisi dan stimulasi yang ia dapat dari keluarga serta lingkungan.

The United Nations Children’s Fund (UNICEF) mengklasifikasikan

malnutrisi pada anak dalam empat jenis yaitu stunting, wasting, gizi kurang dan

kekurangan mikronutrien. Keempat malnutrisi ini yang terus menjadi fokus

pembahasan ialah stunting.

b. Penilaian Status Gizi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2010, pengukuran

kecukupan gizi dengan antropometri berdasarkan, umur, berat badan dan


panjang/tinggi badan. Penilaian status gizi berdasarkan berat badan dengan

menilai berat badan menurut umur.Bayi baru lahir dikatakan berat badan normal

jika > -2 SD dan < 2 SD. Penilaian status gizi panjang badan berdasarkan umur

dibagi berdasarkan jenis kelamin. Panjang badan normal bayi 0 bulan termasuk

bayi baru lahir jika > -2 SD dan < 2 SD. Berikut status gizi dengan panjang badan

berdasarkan umur sesuai jenis kelamin :

a) Laki-laki berkisar antara 46,1-53,7 cm


b) Perempuan berkisar antara 45,4-52,9 cm

E. Stunting

a. Pengertian

Kepmenkes RI Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010 telah diatur mengenai

standar antropometri penilaian status gizi anak dengan mengukur berat badan

dan/atau panjang/tinggi badan menurut umur. Pengukuran dengan panjang badan

menurut umur dapat melihat status gizi dan disimpulkan dalam kategori tinggi,

normal, pendek dan sangat pendek. Stunting merupakan suatu keadaan dimana

tinggi badan anak yang terlalu rendah.Stunting atau terlalu pendek berdasarkan

umur adalah tinggi badan yang berada di bawah minus dua standar deviasi (<-2

Standar Deviasi) dari tabel status gizi Child Growth Standard (WHO, 2013).

b. Patofisiologi stunting

Janin berkembang sejak awal kehamilan, berat dan panjang pun terus

bertambah. Cunningham (2010) mengemukakan mengenai pertumbuhan panjang

badan janin sebagai berikut :

Tabel 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin


Usia Kehamilan Panjang Janin Ciri Khas
Organogenesis
4 minggu 7,5 – 10 mm Terbentuk hidung telinga dan mata
8 minggu 2,5 cm - Kepala flesi ke dada
- Hidung, kuping dan jari terbentuk
12 minggu 9 cm - Kuping lebih jelas
- Kelopak mata terbentuk
- Genetalia eksterna terbentuk
Usia fetus
16 minggu 16 – 18 cm - Genital jelas terbentuk
- Kulit merah tipis
- Uterus telah penuh, desidua parietalis
dan kapsularis
20 minggu 25 cm - Kulit tebal dengan rambut lanugo
24 minggu 30 – 32 cm - Kelopak mata jelas, alis dan bulu
tampak
Masa parietal
28 minggu 35 cm - Berat badan 1000 gram
- Menyempurnakan janin
40 minggu 50 – 55 cm - Bayi cukup bulan
- Kulit berambut dengan baik
- Kulit kepala tumbuh baik
- Pusat penulangan pada tibia
proksimal

Lissauer (2013) menyatakan pertumbuhan panjang janin tersebut disebabkan

karena insufisiensi uteroplasental dengan berkurangnya transfer oksigen pada

janin. Adaptasi janin terhadap keadaan hipoksia, misal otak jantung, kelenjar

adrnal, adalah mempertahankan pasokan darah pada organ penting dengan

demikian mengorbankan pasokan pada organ lain. Kekurangan makanan yang

berkelanjutan dan terjadi selama periode pertumbuhan, dengan model hewan

menunjukkan bahwa perubahan yang relatif besar pada otak, jantung, ginjal,

timus, dan terutama otot-otot, dengan kemungkinan konsekuensi pada saat

dewasa. Penyesuaian ini diikuti dengan perubahan cepat pada insulin dan
glucagon jangka pendek dan tingkat perubahan enzim jangka panjang,

menempatkan organisme dalam sebuah mode hemat daya.

c. Dampak Stunting

Stunting dapat memberikan dampak bagi kelangsungan hidup anak. Dampak

stunting terbagi menjadi dua yang terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang.

Dampak jangka pendek dari stunting adalah di bidang kesehatan yang dapat

menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, di bidang perkembangan

berupa penurunan perkembangan kognitif, motorik, dan bahasa, dan di bidang

ekonomi berupa peningkatan pengeluaran untuk biaya kesehatan (WHO, 2013).

Penelitian Stewart CP, Iannotti L, Dewey KG, Michaelsen KF & Onyango AW

(2013), masalah konkuren & konsekuensi jangka pendek terbagi menjadi tiga :

1) Kesehatan : meningkatkan kematian dan kesakitan

2) Pembangunan : menurunkan kognitif, motorik, dan bahasa pengembangan

3) Ekonomis : meningkatkan biaya perawatan kesehatan

Sedangkan masalah jangka panjang dibagi menjadi tiga bidang :

1) Kesehatan : meningkatkan potensi obesitas pada masa dewasa, morbiditas,

menurunkan kesehatan reproduksi

2) Pembangunan : menurunkan prestasi sekolah, tidak tercapainya kapasitas

belajar dan potensi

3) Ekonomis : menurunkan kapasitas dan produktivitas kerja

d. Faktor – Faktor Penyebab Stunting


Menurut WHO (2013) stunting dapat disebabkan oleh berbagai faktor.

Penyebab terjadinya stunting pada anak menjadi 4 kategori besar meliputi :

1) Faktor keluarga dan rumah tangga


a. Faktor maternal

Faktor maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi,

kehamilan, dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilan pada usia

remaja, kesehatan mental, Intrauterine Growth Restriction (IUGR) dan kelahiran

preterm, jarak kelahiran yang pendek, dan hipertensi.

b. Faktor lingkungan keluarga

Faktor lingkungan keluarga Stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat,

perawatan yang buruk, sanitasi dan suplai air yang tidak adekuat, makanan yang

tidak terjaga, jumlah makanan yang kurang pengetahuan pengasuh yang rendah

2) Faktor Makanan tambahan / komplementer yang tidak adekuat

a. Kualitas makanan yang buruk

Kualitas makanan akan menentukan nutrisi yang dikandungnya dan diserap

tubuh. Kualitas makanan yang buruk meliputi : kualitas zat mikronutrien yang

rendah/buruk, rendahnya konsumsi makanan yang beraneka ragam dan protein

hewani, kadar anti nutrient, kadar energi yang rendah pada makanan tambahan.

b. Praktik pemberian makanan yang tidak adekuat

Praktik pemberian makanan yang tidak adekuat meliputi : frekuensi makan

selama dan setelah sakit, makanan konsistensi, kuantitas makan yang menurun,

dan susah makan.

c. Makanan yang aman


Makanan yang aman meliputi makanan dan minuman yang terkontaminasi,

PHBS yang buruk, penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak aman.

3) Faktor menyusui

Faktor menyusui, meliputi penundaan IMD, tidak ASI eksklusif, dan

penyapihan < 2 tahun

4) Faktor infeksi

Faktor infeksi, meliputi infeksi : diare, enteropati di lingkungan,

berkurangnya nafsu makan karena infeksi, infeksi pernapasan, malaria, dan

inflamasi. Penelitian Prendergast dan Humprey (2014) stunting bisa dimulai sejak

dalam kandungan hingga usia 2 tahun. Gangguan pertumbuhan selama kehamilan

disebut IUGR. Hasil refleksi dari IUGR nampak setelah lahir berupa BBLR dan

stunting. Penjelasan fakor risiko stunting berdasarkan faktor maternal sebagai

berikut:

(a) Nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi. Nutrisi

yang kurang secara umum disebabkan konsumsi makanan yang tidak adekuat.

Penyebab lain meliputi : kehilangan darah yang banyak, baik karena luka

ataupun saat menstruasi, rendahnya pengetahuan isu dan ilmu kesehatan,

konsumsi makanan tinggi zat besi pada daging dan sayur masih rendah,

kurang berolah raga, dan, porsi makan sedikit. Berikut bentuk kekurangan

nutrisi :
(1) Kekurangan Energi Kronis (KEK) :

KEK merupakan kekurangan gizi yang berlangsung kronis hingga

menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu secara relatif atau absolut satu atau

lebih zat gizi. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi

seperti jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang, mutunya rendah atau keduanya
dan atau zat gizi gagal untuk diserap dan digunakan untuk tubuh (Helena, 2013).

Akibat KEK saat kehamilan terhadap janin yang dikandung antara lain :

keguguran, pertumbuhan janin terganggu hingga bayi lahir dengan berat lahir

rendah (BBLR), perkembangan otak janin terlambat, hingga kemungkinan

nantinya kecerdasaan anak kurang, bayi lahir sebelum waktunya (prematur) dan,

kematian bayi. Jenis antropometri yang digunakan untuk mengukur risiko KEK

pada wanita usia subur (WUS)/ ibu hamil adalah lingkar lengan atas (LLA).

Sasarannya adalah wanita pada usia 15-45 tahun yang terdiri dari remaja, ibu

hamil, menyusui dan pasangan usia subur (PUS). Ambang batas LLA WUS

dengan risiko KEK adalah 23,5 cm. Apabila LLA kurang dari 23,5 cm artinya

wanita tersebut mempunyai risiko KEK.

(2) Anemia

Anemia sebelum hamil saat remaja atau dewasa ialah kadar hemoglobin <

12 gr/dl. Dampak anemia antara lain: menurunkan kemampuan dan konsentrasi

belajar, mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal,

menurunkan kemampuan fisik. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu

dengan kadar hemoglobin <11 gr/dl pada trimester I dan III ataukadar hemoglobin

< 10,5 gr/dl pada trimester II (Kemenkes RI, 2013). Pada ibu hamil dengan janin

tunggal kebutuhan zat besi sekitar 1000 mg selama hamil atau naik menjadi 200

%- 300 %. Sebanyak 300 mg besi ditransfer ke janin dengan rincian 50-75 mg

untuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah jumlah sel darah merah

dan 200 mg hilang ketika lahir (Arisman, 2010).

Penurunan kadar hemoglobin selama kehamilan karena dalam kehamilan

keperluan zat makanan bertambah dan terjadinya perubahan-perubahan dalam


darah: penambahan volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan

massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam

kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia.Namun bertambahnya

sel-sel darah tidak seimbang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma

sehingga terjadi pengenceran darah.

Hemoglobin sebagai transportasi zat besi dari ibu ke janin melalui plasenta.

Transfer zat besi dari ibu ke janin di dukung oleh peningkatan substansial dalam

penyerapan zat besi ibu selama kehamilan dan diatur oleh plasenta. Serum fertin

meningkat pada umur kehamilan 12 – 25 minggu.Kebanyakan zat besi ditransfer

ke janin setelah umur kehamilan 30 minggu yang sesuai dengan waktu puncak

efisiensi penyerapan zat besi ibu.Serum transferin membawa zat besi dari sirkulasi

ibu untuk transferin reseptor yang terletak pada permukaan apikal dan

sinsitiotropoblas plasenta, holotransferin adalah endocytosied; besi dilepaskan dan

apotransferin dikembalikan ke sirkulasi ibu. Zat besi kemudian bebas mengikat

fertin dalam sel – sel plasenta yang akan dipindahkan ke apotransferrin yang

masuk dari sisi plasenta dan keluar sebagai holotransferrin ke dalam sirkulasi

janin.

Pengaruh anemia dalam kehamilan meningkatkan risiko abortus, persalinan

prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin, mudah terjadi infeksi, ancaman

dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%), molahidatidosa, hiperemesisi gravidarum,

perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.

(3) Frekuensi Antenatal Care (ANC)

Pemeriksaan selama kehamilan bertujuan untuk menelusuri hal-hal yang

sekecil kecilnya mengenai segala sesuatu yang mungkin dapat mempengaruhi


kesehatan ibu dan bayinya (Oswari E, 2008).Antenatal care adalah perawatan

yang diberikan kepada ibu hamil, selama kehamilan secara berkala yang diikuti

dengan upaya koreksi terhadap kelainan yang ditemukan sesuai dengan pedoman

pelayanan antenatal yang ditentukan. Pelayanan ANC yang diberikan kepada ibu

hamil sesuai dengan pedoman pelayanan KIA yaitu pemeriksaan antenatal care

minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan 1 kali pada tribulan I, 1 kali

pada tribulan II, dan 2 kali pada tribulan III (Depkes RI.2013). Pemeriksaan

selama hamil sangat penting, dalam hal ini tidak hanya jumlah kunjungan tetapi

juga kualitas dari pelayanan ANC itu sendiri sangat menentukan hasil yang akan

dicapai.

Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal atau mengidentifikasi

masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama masa

kehamilan dapat dipelihara dan yang terpenting adalah ibu dan berada dalam

keadaan sebaik mungkin pada saat persalinan. Hubungan antara frekuensi

pemeriksaan kehamilan dengan kejadian BBLR adalah semakin kurang frekuensi

pemeriksaan kehamilan maka semakin meningkat resiko sebesar 1,5–5 kali untuk

mendapat BBLR. Berat Bayi lahir rendah berpotensi menjadi stunting

(4) BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Secara individual, BBLR merupakan prediktor penting dengan umur

kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan kurang dari 2500 gram.

Bila bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat

badannya kurang dari seharusnya desebut dengan dismatur kurang bulan kecil

untuk masa kehamilan. Semakin awal bayi lahir, semakin belum sempurna

perkembangan organ organ tubuhnya, dan semakin rendah berat badannya saat
lahir dan semakin tinggi risikonya mengalami berbagai komplikasi

berbahaya.Dampak Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sangat erat kaitannya

dengan mortalitas janin.Keadaan ini dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan kognitif, kerentanan terhadap penyakit kronis di kemudian

hari.Secara individual, BBLR merupakan prediktor penting dalam kesehatan dan

kelangsungan hidup bayi yang baru lahir dan berhubungan dengan risiko tinggi

pada kematian bayi dan anak (WHO, 2017). Dampak lanjutan dari BBLR dapat

berupa gagal tumbuh (growth faltering), penelitian Sirajudin dkk tahun 2011

menyatakan bahwa bayi BBLR memiliki potensi menjadi pendek 3 kali lebih

besar dibanding non BBLR, pertumbuhan terganggu, penyebab wasting, dan

risiko malnutrisi.

Pencegahan BBLR, Upaya-upaya pencegahan merupakan hal yang sangat

penting dalam menurunkan insiden atau kejadian berat badan lahir rendah di

masyarakat. Menurut Suprayanto 2013, upaya-upaya ini dapat dilakukan dengan

sebagai berikut :

a) Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal empat kali

selama periode kehamilan yakni 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester

kedua, dan 2 kali pada trimester ke III.


b) Pada ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi diet seimbang serat dan rendah

lemak, kalori cukup, vitamin, dan mineral termasuk 400 mikrogram vitamin B

asam folat setiap hari. Pengontrolan berat badan selama kehamilan dari

pertambahan berat badan awal dikisaran 12,5-15 kg.


c) Hindari rokok atau asap rokok dan jenis polusi lain, minuman beralkohol,

aktivitas fisik yang berlebihan.


d) Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam

rahim, faktor risiko tinggi dalam kehamilan, dan perawatan diri selama
kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang

dikandung dengan baik.


e) Pengontrolan oleh bidan secara berkesinambungan sehingga ibu dapat

merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat .


c. ASI Eksklusif

Pemberian ASI secara dini dan ekslusif sekurang-kurangnya 4-6 bulan akan

membantu mencegah berbagai penyakit anak, termasuk gangguan lambung dan

saluran nafas, terutama asma pada anak-anak. Hal ini disebabkan adanya antibody

penting yang ada dalam kolostrum ASI (dalam jumlah yang lebih sedikit), akan

melindungi bayi baru lahir dan mencegah timbulnya alergi. Untuk alasan tersebut,

semua bayi baru lahir harus mendapatkan kolostrum (Rahmi (2008) dalam

Aprilia, 2009). Inisiasi menyusu dini dan ASI ekslusif selama 6 bulan pertama

dapat mencegah kematian bayi dan infant yang lebih besar dengan mereduksi

risiko penyakit infeksi, hal ini karena (WHO, 2010):

1) Adanya kolostrum yang merupakan susu pertama yang mengandung sejumlah

besar faktor protektif yang memberikan proteksi aktif dan pasif terhadap

berbagai jenis pathogen.


2) ASI esklusif dapat mengeliminasi mikroorganisme pathogen yang yang

terkontaminasi melalui air, makanan, atau cairan lainnya. Juga dapat

mencegah kerusakan barier imunologi dari kontaminasi atau zat-zat penyebab

alergi pada susu formula atau makanan.


d. Komposisi ASI
1) Kolostrum, Kolostrum terbentuk selama periode terakhir kehamilan dan

minggu pertama setelah bayi lahir, merupakan ASI yang keluar dari hari

pertama sampai hari ke 4 yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi.

Kandungan proteinnya 3 kali lebih banyak dari ASI mature. Cairan emas ini

encer dan seringkali berwarna kuning atau dapat pula jernih yang mengandung
sel hidup yang menyerupai sel darah putih yang dapat membunuh kuman

penyakit. Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan

mekonium dari usus bayi yang baru lahir. Volumenya bervariasi antara 2 dan

10 ml per feeding per hari selama 3 hari pertama, tergantung dari paritas ibu.
2) ASI peralihan/transisi, Merupakan ASI yang dibuat setelah kolostrum dan

sebelum ASI mature (kadang antara hari ke 4 dan 10 setelah melahirkan).

Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak

makin tinggi. Volumenya juga akan makin meningkat


3) ASI mature, ASI matang merupakan ASI yang keluar pada sekitar hari ke 14

dan seterusnya, komposisi relative konstan. Pada ibu yang sehat dengan

produksi ASI cukup, ASI merupakan makanan satu-satunya yang paling baik

dan cukup untuk bayi sampai umur enam bulanKomposisi Kolostrum dan ASI

(setiap 100 ml)

1) Kandungan Nutrisi Dalam ASI

ASI mengandung komponen makro dan mikro nutrisi yaitu :


a) Karbohidrat Laktosa

Karbohidrat Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi

sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam

ASI hampir dua kali rasio jumlah laktosa dalam ASI dan PASI adalah 7 : 4

sehingga ASI terasa lebih manis dibandingkan dengan PASI. Hal ini menyebabkan

bayi yang sudah mengenal ASI dengan baik cenderung tidak mau minum PASI.

Karnitin mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang

diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. Konsentrasi karnitin bayi

yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu formula.

Hidrat arang dalam ASI merupakan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan sel

syaraf otak dan pemberi energi untuk kerja sel-sel syaraf. Selain itu karbohidrat

memudahkan penyerapan kalsium mempertahankan faktor bifidus di dalam usus

(faktor yang menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya dan menjadikan

tempat yang baik bagi bakteri yang menguntungkan) dan mempercepat

pengeluaran kolostrum sebagai antibodi bayi (Baskoro, 2008).

b) Protein

Protein dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan PASI.Namun

demikian protein ASI sangat cocok karena unsur protein di dalamnya hampir

seluruhnya terserap oleh sistem pencernaan bayi yaitu protein unsur whey.

Perbandingan protein unsur whey dan casein dalam ASI adalah 65 : 35, sedangkan

dalam PASI 20 : 80. Artinya protein pada PASI hanya sepertiganya protein ASI

yang dapat diserap oleh sistem pencernaan bayi dan harus membuang dua kali

lebih banyak protein yang sukar diabsorpsi. Hal ini yang memungkinkan bayi

akan sering menderita diare dan defekasi dengan feces berbentuk biji cabe yang
menunjukkan adanya makanan yang sukar diserap bila bayi diberikan PASI

(Depkes RI, 2013).

c) Lemak

Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah kemudian meningkat

jumlahnya. Lemak dalam ASI berubah kadarnya setiap kali diisap oleh bayi, hal

ini terjadi secara otomatis. Komposisi lemak pada lima menit pertama isapan akan

berbeda dengan hari kedua dan akan terus berubah menurut perkembangan bayi

dan kebutuhan energi yang diperlukan. Jenis lemak yang ada dalam ASI

mengandung lemak rantai panjang yang dibutuhkan oleh sel jaringan otak dan

sangat mudah dicerna karena mengandung enzim lipase.Lemak dalam bentuk

Omega 3, Omega 6, dan DHA yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel

jaringan otak. Susu formula tidak mengandung enzim, karena enzim akan mudah

rusak bila dipanaskan. Dengan tidak adanya enzim, bayi akan sulit menyerap

lemak PASI sehingga menyebabkan bayi lebih mudah terkena diare. Jumlah asam

linoleat dalam ASI sangat tinggi dan perbandingannya dengan PASI yaitu 6 : 1.

Asam linoleat adalah jenis asam lemak yang tidak dapat dibuat oleh tubuh yang

berfungsi untuk memacu perkembangan sel syaraf otak bayi (Baskoro, 2008).

d) Mineral

ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun kadarnya relatif rendah,

tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai berumur 6 bulan.Zat besi dan

kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan mudah diserap dan

jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. Dalam PASI kandungan mineral

jumlahnya tinggi tetapi sebagian besar tidak dapat diserap, hal ini akan

memperberat kerja usus bayi serta mengganggu keseimbangan dalam usus dan
meningkatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan sehingga mengakibatkan

kontraksi usus bayi tidak normal. Bayi akan kembung, gelisah karena obstipasi

atau gangguan metabolisme (Depkes RI, 2013).

e) Vitamin

ASI mengandung vitamin yang lengkap yang dapat mencukupi kebutuhan

bayi sampai 6 bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum

mampu membentuk vitamin K. Kandungan vitamin yang ada dalam ASI antara

lain vitamin A, vitamin B, dan vitamin C.

2) Volume ASI

Pada bulan-bulan terakhir kehamilan sering ada sekresi kolostrum pada

payudara ibu hamil.Setelah persalinan apabila bayi mulai mengisap payudara,

maka produksi ASI bertambah secara cepat.Dalam kondisi normal, ASI

diproduksi sebanyak 10- ± 100 cc pada hari-hari pertama.Produksi ASI menjadi

konstan setelah hari ke 10 sampai ke 14.Bayi yang sehat selanjutnya

mengkonsumsi sebanyak 700-800 cc ASI per hari. Namun kadang-kadang ada

yang mengkonsumsi kurang dari 600 cc atau bahkan hampir 1 liter per hari dan

tetap menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sama. Keadaan kurang gizi pada

ibu pada tingkat yang berat, baik pada waktu hamil maupun menyusui dapat

mempengaruhi volume ASI. Produksi ASI menjadi lebih sedikit yaitu hanya

berkisar antara 500-700 cc pada 6 bulan pertama usia bayi, 400-600 cc pada bulan

kedua dan 300-500 cc pada tahun kedua usia (Depkes, 2010).

3) Manfaat ASI
a) Manfaat ASI bagi bayi, Menurut (Notoatmodjo, 2010) banyak manfaat

pemberian ASI khususnya ASI ekslusif yang dapat dirasakan yaitu:


1. ASI sebagai nutrisi
2. ASI meningkatkan daya tahan tubuh
3. Menurunkan risiko mortalitas, risiko penyakit akut dan kronis
4. Meningkatkan kecerdasan
5. Menyusui meningkatkan jalinan kasih saying
6. Sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan

bayi sampai usia selama enam bulan


7. Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk untuk pertumbuhan otak

sehingga bayi yang diberi ASI eksklusif lebih pandai


8. Mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis, kanker, dan mengurangi

kemungkinan menderita penyakit jantung


9. Menunjang perkembangan motorik
10. Manfaat ASI bagi ibu

Manfaat ASI bagi ibu menurut (WHO, 2010; Aprilia, 2009) antara lain:

1. Pemberian ASI memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien selama 6

bulan pertama sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI saja (eksklusif) dan

belum terjadi menstruasi kembali


2. Menurunkan risiko kanker payudara dan ovarium
3. Membantu ibu menurunkan berat badan setelah melahirkan
4. Menurunkan risiko DM Tipe 2
5. Pemberian ASI sangat ekonomis
6. Mengurangi terjadinya perdarahan bila langsung menyusui setelah melahirkan
7. Mengurangi beban kerja ibu karena ASI tersedia dimana saja dan kapan saja
8. Meningkatkan hubungan batin antara ibu dan bayi
b) Manfaat ASI bagi keluarga

Adapun manfaat ASI bagi keluarga: (1) Tidak perlu uang untuk membeli

susu formula, kayu bakar atau minyak untuk merebus air, susu atau peralatan, (2)

Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam

perawatan kesehatan dan berkurangnya kekhawatiran bayi akan sakit, (3)

Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi dari ASI ekslusif, (4) Menghemat

waktu keluarga bila bayi lebih sehat, (5) Pemberian ASI pada bayi (meneteki)

berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab ASI selalu siap tersedia. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa proporsi stunting lebih banyak terjadi karena tidak diberi

ASI eksklusif. Yang tidak diberi ASI eksklusif, memiliki risiko menjadi stunting
6,54 kali dibandingkan dengan yang diberi ASI eksklusif. (Aprilia, 2009).

Penelitian lain mengemukakan bahwa yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan

3,2 kali menderita gizi buruk dan 6,9 kali risiko menjadi stunting (Media Gizi

Masyarakat Indonesia. 2012).

e. Tinggi badan ibu, Depkes RI dalam Nadiyah (2014) menyatakan bahwa di

Indonesia, prevalensi balita stunting dari kelompok ibu yang pendek (<150

cm) adalah 46,7 persen, sedangkan prevalensi balita stunting dari kelompok

ibu yang tinggi (≥150 cm) adalah 34,8 persen. Hal ini berkaitan dengan lebar

jalan lahir. Selain itu tinggi ibu dengan panjang lahir bayinya saling berkaitan.

Hal ini karena faktor genetik. Penelitian Kozuki N, Katz J, Lee ACC, Vogel JP,

Silveria MF, Sania A dkk (2015) mengkategorikan tinggi badan pendek berada

pada tinggi < 150 cm.

Menurut Thomas (2010) individu baru ditentukan oleh gen-gen spesifik di

kromosom yang diwarisi dari ayah dan ibunya. Manusia memiliki 35.000 gen di

46 kromosom. Gen-gen di kromosom yang sama cenderung diwariskan bersama

dan karenanya dikenal sebgai linkes genes (gen terkait). Di sel somatik,

kromosom tampak sebagai 23 pasangan homolog untuk membentuk jumlah

diploid, yaitu 46.Terdapat 22 pasangan kromosom yang sepadan, otosom, dan satu

pasang kromosom seks.

f. Infeksi, Stewart CP, Ionnatti L, Dewey K, Michaelsen KF, danOnyano AW

(2013) menjelaskan infeksi ibu berkaitan dengan malaria, kecacingan,

HIV/AIDS, dan kondisi lain yang dapat mengarah pada gangguan

pertumbuhan janin.
g. Kehamilan usia remaja, Menurut UNICEF remaja berada pada rentan usia<

19 tahun. Kehamilan remaja berkaitan dengan kecukupan gizi yang

dibutuhkan ibu untuk pertumbuhannya sendiri dan pertumbuhan janinnya.

Kesiapan mental dalam memenuhi kebutuhan gizi dan perawatan kehamilan

menjadi pertimbangan.

h. Kesehatan mental, Wemakor A, dan Mensah KA (2016) menjelaskan bahwa

ibu hamil yang mengalami depresi akan meningkatkan kejadian stunting

(OR=2.48, 95 % CI 1.29–4.77, p=0.0011) dan dikomparasikan dengan ibu

yang tidak depresi.

i. Jarak kelahiran, Stewart CP, Ionnatti L, Dewey K, Michaelsen KF, dan

Onyano AW (2013) menjelaskan jarak kelahiran berkaitan dengan cadangan

nutrisi dan kesiapan tubuh menerima kembali adanya kelahiran. Uterus dapat

berfungsi sempurna setelah 2 tahun. Sehingga jarak kelahiran ideal lebih dari

2 tahun. Pada jarak kelahiran < 2 tahun meningkatkan risiko komplikasi, salah

satunya anemia. Jarak kelahiran yang dekat memungkinkan seorang ibu untuk

mengalami perdarahan selama kehamilan dan persalinan. Hal ini yang dapat

mengganggu pertumbuhan janin.

j. IUGR dan Preterm, Penelitian A Sania, J Richedwards, Eertzmark, RS Mwiru,

R Kisenge, dan WW Fawzi (2014) menyebutkan bahwa IUGR dan Preterm

berkaitan dengan stunting RR 2.13 (95% (CI) 1.93-2.36).

k. Hipertensi dalam kehamilan, Menurut Kriebs dan Gregor (2010) gangguan

hipertensi dalam kehamilan menyebabkan komplikasi pada ibu dan janin.

komplikasi ibu meliputi: solusio plasenta, koagulasi intravaskular diseminata,


perdarahan otak, gagal hati, gagal ginjal akut sedangkan pada janin meliputi:

IUGR, prematuritas, dan kematian janin dalam rahim. Hipertensi dalam

kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Hipertensi Kronik : Terdeteksi sebelum usia kehamilan 20 minggu, tekanan

darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dan

terdiagnosis selama kehaman dan tak kunjung sembuh setelah melahirkan.

2) Hipertensi gestasional : Peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg,

ditemukan setelah usia kehamilan 20 minggu tanpa ditemukan protein urin

dan hasil laboratorium abnormal atau gejala lain pada preeklampsia, berakhir

setelah 12 minggu pascapartum. Diagnosis preeklampsia atau hipertensi

gestasional ditentukan setelah 12 minggu pascapartum.

3) Preeklampsia : Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan yang

biasanya terjadi setelah minggu ke-20, kecuali jika disertai penyakit

trofoblastik, dan dapat didiagnosis berdasarkan kriteria berikut : terjadi

peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, diserai proteinuria ≥ 0,3 gr

(dipstik ≥+1) protein dalam urin 24 jam, hipertensi tanpa disertai protein urin

namun ada sakit kepala, penglihatan kabur, nyeri abdomen, angka trombosit

rendah, atau enzim hati abnormal.

4) Preeklampsia superimbosed pada hipertensi kronis : Hipertensi kronis dengan

ditemukannya protein urin, trombositopenia (trombosit >100.000),

peningkatan enzim hati.

5) Eklampsia : Eklampsia merupakan gejalan lanjutan dari preeklampsia berat.

Preeklampsia berat yang disertai kejang bukan karena sebab lain.


6) Sindrom HELLP (Hemolysis-Elevated Liver Enzymes Low Plateletes) :

Kemungkinan berkaitan dengan preeklampsia berat dan meningkatkan risiko

morbiditas pada janin. Menurut Manuaba (2010) tekanan darah yang

meningkat menyebabkan spasme pembuluh darah arteriol menimbulkan

gangguan metabolisme jaringan yang mengganggu pembakaran dan

mengakibatkan pembentukan badan keton dan asidosis, mengecilnya aliran

darah menuju retroplasenter sirkulasi menimbulkan gangguan pertukaran

nutrisi, CO2 dan O2. Spasme yang berlangsung lama mengganggu

pertumbuhan janin.

F. IPE (INTERPROFESIONAL EDUCATION)

1. Pengertian IPE (Interprofesional Education)

Interprofesional education atau disingkat dengan IPE adalah sebuah inovasi

yang sedang dieksplorasi dalam dunia pendidikan profesi

kesehatan.Interprofessional education merupakan suatu proses dimana

sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang memiliki perbedaan latar

belakang profesi melakukan pembelajaran bersama dalam periode tertentu,

berinteraksi sebagai tujuan yang utama, serta untuk berkolaborasi dalam upaya

promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan jenis pelayanan kesehatan yang lain

(Interprofessional Education : Definitions, Student Competencies and Guidelines

for Implementation, 2009).

2. Tujuan IPE (Interprofesional Education)

Tujuan IPE adalah praktik kolaborasi antar profesi, dimana melibatkan

berbagai profesi dalam pembelajaran tentang bagaimana bekerjasama dengan

memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk


berkolaborasi secara efektif. Implementasi IPE di bidang kesehatan dilaksanakan

kepada mahasiswa dengan tujuan untuk menanamkan kompetensi-kompetensi IPE

sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga ketika mahasiswa berada di lapangan

diharapkan dapat mengutamakan keselamatan pasien dan peningkatan kualitas

pelayanan kesehatan bersama profesi kesehatan yang lain (Interprofessional

Education : Definitions, Student Competencies and Guidelines for

Implementation, 2009).

3. Manfaat interprofessional education

World Health Organization (2010) menyajikan hasil penelitian di 42 negara

tentang dampak dari penerapan praktek kolaborasi dalam dunia kesehatan

menunjukkan hasil bahwa praktek kolaborasi dapat meningkatkan keterjangkauan

serta koordinasi layanan kesehatan, penggunaan sumber daya klinis spesifik yang

sesuai, outcome kesehatan bagi penyakit kronis, dan pelayanan serta keselamatan

pasien. WHO (2010) juga menjelaskan praktek kolaborasi dapat menurunkan

komplikasi yang 8 dialami pasien, jangka waktu rawat inap, ketegangan dan

konflik di antara pemberi layanan (caregivers), biaya rumah sakit, rata-rata

clinical error, dan rata-rata jumlah kematian pasien. Framework for Action on

Interprofessional Education & Collaborative Practice, WHO (2010) menjelaskan

IPE berpotensi menghasilkan berbagai manfaat dalam beberapa aspek yaitu

kerjasama tim meliputi mampu untuk menjadi pemimpin tim dan anggota tim,

mengetahui hambatan untuk kerja sama tim; peran dan tanggung jawab meliputi

pemahaman peran sendiri, tanggung jawab dan keahlian, dan orang-orang dari

jenis petugas kesehatan lain; komunikasi meliputi pengekspresikan pendapat

seseorang kompeten untuk rekan, mendengarkan anggota tim; belajar dan refleksi
kritis meliputi cermin kritis pada hubungan sendiri dalam tim, mentransfer IPE

untuk pengaturan kerja; hubungan dengan pasien, dan mengakui kebutuhan pasien

meliputi bekerja sama dalam kepentingan terbaik dari pasien, terlibat dengan

pasien, keluarga mereka, penjaga dan masyarakat sebagai mitra dalam manajemen

perawatan; praktek etis meliputi pemahaman pandangan stereotip dari petugas

kesehatan lain yang dimiliki oleh diri dan orang lain, mengakui bahwa setiap

tenaga kesehatan memiliki pandangan yang samasama sah dan penting. Proses

IPE membentuk proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar, sampai

kemudian menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi

kesehatan yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah 9 atau untuk

peningkatan kualitas kesehatan (Thistlethwaite dan Moran, 2010).

4. Kompetensi interprofessional education

Menurut (Thistlethwaite dan Moran, 2010) menjabarkan kompetensi

kolaborasi, yaitu:

a. memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas

b. bekerja dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan

perawatan dan pengobatan pasien

c. bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan, dan memantau

perawatan pasien

d. menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain

e. memfasilitasi pertemuan interprofessional

f. memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain.


Menurut American College of Clinical Pharmacy (2009) membagi

kompetensi untuk IPE terdiri atas empat bagian yaitu pengetahuan, keterampilan,

orientasi tim, dan kemampuan tim. Kompetensi untuk IPE meliputi:

Tabel 1.

Kompetensi IPE

NO Kompetensi utama IPE Komponen kompetensi IPE


1 Kompetensi pengetahuan Strategi koordinasi Model berbagi tugas/

pengkajian situasi Kebiaasaan karakter

bekerja dalam tim Pengetahuan terhadap

tujuan tim Tanggung jawab tugas spesifik


2 Kompetensi keterampilan Pemantauan kinerja secara bersama-sama

Fleksibilitas/ penyesuaian Dukungan/

perilaku saling mendukung

Kepemimpinan tim Pemecahan konflik

Umpan balik Komunikasi/ pertukaran

informasi
3 Kompetensi sikap orientasi Kemajuan bersama Berbagi pandangan/

tim (moral) tujuan


4 Kompetensi kemampuan tim Kepaduan tim Saling percaya Orientasi

bersama Kepentingan bekerja tim


BAB III

METODE PELAKSANAAN

A. Kerangka Pemecahan
Masalah Dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dilakukan pemecahan
masalah kesehatan keluarga dengan menggunakan metode Inter-Personal
Education (IPE) di wilayah Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabuapten
Bangli, dapat diuraikan kerangka pemecahan masalah sebagai berikut :

Pencegahan stunting melalui pendekatan pada :

1. Ibu hamil

2. Ibu menyusui usia bayi 0-6 bulan

3. Ibu menyusui usia bayi 7-23 bulan

B. Realisasi Pemecahan Masalah


Pemecahan masalah diawali dengan mencari data dari bidan serta kader,
setelah mendapatkan data di lakukan survei awal terdapat 5 ibu hamil, 11 ibu
menyusui dengan usia 0-6 bulan dan 14 ibu menyusui dengan usia 7-23 bulan.
Dari hasil survei, didapatkan berbagai masalah di masing – masing lingkup pada
ibu hamil dan menyusi. Untuk menangani masalah tersebut, mahasiswa menyusun
intervensi atau rencana pemecahanan masalah yang nantinya akan
diimplementasikan di masing – masing ibu hamil dan menyusui dengan metode
KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) maupun mempraktekkan langsung
memeriksa catatan kesehatan yang telah di lakukan oleh pihak kesehatan desa.
Setelah beberapa hari melakukan implementasi, mahasiswa mengunjungi kembali
ibu hamil dan menyusui yang di binaan untuk mengevaluasi pemahaman keluarga
mengenai edukasi stunting yang diberikan.

Metode pelaksanaan

Metode pelaksanaan dilakukan dengan pengumpulan data meliputi survei,


wawancara dan observasi.Survei yang dilakukan adalah dengan memberikan
kuisioner tentang pencegahan stunting dengan sistem door to door.Teknik
wawancara dan observasi dilakukan secara langsung dengan seluruh anggota
keluarga di wilayah desa Banua, kecamatan Kintamani, kabupaten Bangli.Data
yang diperoleh melalui survei, wawancara dan observasi. Masalah yang
ditemukan pada keluarga yag telah didata diatasi dengan intervensi, KIE dan
konsultasi rujuk dari berbagai ahli profesi meliputi Kebidanan, Keperawatan, Ahli
Gizi, Teknolog Laboratorium Medik, Keperawatan Gigi dan Kesehatan
Lingkungan. Hasil dari intervensi yang telah diberikan kepada keluarga yang
bermasalah dilaporkan melalui Laporan KKN IPE di Desa Banua.

C. Sasaran
Sasaran dalam pencegahan stunting ini dapat di bagi atas 2 target, yaitu antara
lain :

1. Intervensi spesifik

Kerangka pertama adalah Intervensi Spesifik.Ini merupakan intervensi yang


ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan
berkontribusi pada 30% penurunan stunting.Kegiatan yang idealnya dilakukan
untuk melaksanakan Intervensi Gizi Spesifik dapat dibagi menjadi beberapa
intervensi utama yang dimulai dari masa kehamilan ibu hingga melahirkan balita:
a. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Hamil :meliputi kegiatan
memberikan makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil untuk mengatasi
kekurangan energi dan protein kronis, mengatasi kekurangan zat besi dan
asam folat, mengatasi kekurangan iodium, menanggulangi kecacingan pada
ibu hamil serta melindungi ibu hamil dari Malaria.
b. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6
Bulan : dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong inisiasi
menyusu dini/IMD terutama melalui pemberian kolostrum serta mendorong
pemberian ASI Eksklusif.
c. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-
23 bulan : meliputi kegiatan untuk mendorong penerusan pemberian ASI
hingga anak/bayi berusia 23 bulan. Kemudian, setelah bayi berusia diatas 6
bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing,
menyediakan suplementasi zink, melakukan fortifikasi zat besi ke dalam
makanan, memberikan perlindungan terhadap malaria, memberikan imunisasi
lengkap, serta melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
2. Intervensi sensitive

Kerangka Intervensi Stunting yang kedua adalah Intervensi Sensitif.Kerangka


ini idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor
kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting.

Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada penurunan stunting melalui


Intervensi Sensitif sebagai berikut: 1) Penyediaan akses terhadap air bersih, 2)
Penyediaan akses terhadap sanitasi, 3) Penambahan zat gizi tertentu (fortifikasi)
dalam bahan pangan, 4) Penyediaan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga
Berencana (KB), 5) Meningkatkan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN), 6) Penyediaan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal), 7) Pendidikan
pengasuhan pada orang tua, 8) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal, 9)
Pendidikan gizi masyarakat, 10) Edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta
gizi pada remaja, 11) Penyediaan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin
dan 12) Peningkatan ketahanan pangan dan gizi.

D. Tempat dan Waktu


Kegiatan KKN IPE dilaksanakan selama 3 minggu, dimulai pada tanggal 13
Januari sampai dengan 10 Februari 2020 di Desa Banua, Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli.

E. Alat dan Bahan


Sarana dan alat yang digunakan berupa Bidan Kit, Nursing Kit, emergency kit,
Pita Lila, Microtoice, POCT, Leaflet dan Kuisioner, laptop, speaker, microphone,
lcd dan proyektor.

F. Pihak yang terlibat


Pihak yang terlibat adalah 7 orang Dosen dari Poltekkes Denpasar, (Jurusan
Kebidanan, Jurusan Keperawatan, Jurusan Kesehatan Lingkungan, Jurusan Gizi,
Jurusan Keperawatan Gigi, dan Jurusan Teknologi Laboratorium Medik),
Puskesmas Kintamani VI, Kelian Dinas di wilayah banjar Desa Banua, mahasiswa
KKN Poltekkes Denpasar dan Masyarakat di Desa Banua.
BAB IV
HASIL SURVEI

1. Kompetensi Keperawatan Pada Ibu Hamil

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu
hamil yang mengatakan bahwa keluarga mampu memberikan perhatian kepada
anggota keluarganya yang sakit dengan hasil survey mencapai 100%.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu
hamil yang mengatakan bahwa keluarga mampu mengetahui tentang masalah
kesehatan yang dialami anggota keluarganya dengan hasil survey mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu hamil
yang mengatakan bahwa keluarga mampu mengetahui tentang penyebab masalah
kesehatan yang dialami anggota keluarganya dengan hasil survey mencapai 100%.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu hamil
yang mengatakan bahwa keluarga mampu mengetahui tanda dan gejala masalah
kesehatan yang dialami anggota keluarganya dengan hasil survey mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu hamil
yang mengatakan bahwa keluarga mampu mengetahui akibat masalah kesehatan
yang dialami anggota keluarganya dengan hasil survey mencapai 100%.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu hamil
yang mengatakan bahwa keluarga mampu menggali sumber informasi dari tenaga
kesehatan tentang masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya dengan
hasil survey mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu hamil
yang mengatakan bahwa keluarga memiliki keyakinan tentang masalah kesehatan
yang dialami anggota keluarganya perlu berobat ke yankes dengan hasil survey
mencapai 100%.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu hamil
yang mengatakan bahwa keluarga mampu meningkatkan upaya kesehatan dalam
keluarga dengan hasil survey mencapai 100%.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 orang ibu
hamil yang mengatakan bahwa keluarga mampu mengetahui tentang kebutuhan
pengobatan masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya dengan hasil
survey mencapai 100%.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dari hasil survey 5 orang
ibu hamil mencapai 60% yang mampu merawat anggota keluarga dengan masalah
kesehatan dan 40% yang belum mampu merawat anggota keluaraga dengan
masalah kesehatan.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dari hasil survey 5 orang
ibu hamil mencapai 60% yang mampu melakukan pencegahan mengenai masalah
kesehatan pada keluarga dan 40% yang belum mampu melakukan pencegahan
mengenai masalah kesehatan pada keluarga.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dari hasil survey 5 orang
ibu hamil mencapai 80% yang mampu memelihara lingkungan yang mendukung
kesehatan pada keluarga dan 20% yang belum mampu memelihara lingkungan
yang mendukung kesehatan pada keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data mencapai 80% yang
mampu memanfaatkan sumber di masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan
pada keluarga dan 20% yang belum mampu memanfaatkan sumber di masyarakat
untuk mengatasi masalah kesehatan pada keluarga.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data Ibu hamil yang terletak di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dari hasil survey 5 orang
ibu hamil yang memenuhi kriteria kemandirian keluarga mencapai 100% dengan
kemandirian tingkat II.

Kompetensi perawat pada BADUTA


Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan responden mengatakan bahwa keluarga mampu
memberikan perhatian kepada anggota keluarga mengenai kesehatan keluarga
dengan hasil survey mencapai 100%.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan terdapat 5% masalah kesehatan keluarga dari 22
responden dan 95% tidak memiliki masalah kesehatan dalam keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 5% dari 22 responden tidak
mengetahui penyebab masalah kesehatan pada keluarga dan 95% dari 22
responden mengetahui penyebab masalah kesehatan keluarga.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 5% dari 22 responden tidak
mengetahui tanda dan gejala masalah kesehatan keluarga dan 95% dari 22
responden mengetahui tanda dan gejala masalah kesehatan keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 14% dari 22 responden tidak
mengetahui akibat masalah kesehatan dalam keluarga dan 95% dari 22 responden
mengetahui akibat masalah kesehatan dalam keluarga.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 4% dari 22 responden mencari
sumber informasi mengenai masalah kesehatan pada keluarga, 5% dari 22
responden mencari sumber informasi mengenai masalah kesehatan pada tetangga,
23% dari 22 responden mencari sumber informasi pada kader, dan 68% dari 22
responden mencari sumber informasi pada tenaga kesehatan.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 100% dari 22 responden yang
meyakini masalah kesehatan yang dialami keluarga perlu di tangani oleh tenaga
kesehatan.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 5% dari 22 responden tidak
melakukan upaya peningkatan kesehatan dan 95% dari 22 responden melakukan
upaya kesehatan.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 100% dari 22 responden
mengatakan mengetahui kebutuhan pengobatan masalah kesehatan yang dialami
keluarga.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 100% dari 22 responden
mengatakan mampu merawat keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
Interpretasi dari
diagram pie tersebut
berdasarkan data
balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang
terletak di Desa
Banua Kecamatan
Kintamani
Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang
BADUTA dan
didapatkan hasil 9%
dari 22 responden
mengatakan
keluarga tidak mampu mencegah masalah kesehatan yang dialami oleh anggota
keluarganya dan 91% dari 22 responden mengatakan keluarga mampu mencegah
masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarganya.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 14% dari 22 responden
mengatakan tidak mampu memodifikasi lingkungan yang mampu mendukung
kesehatan keluarga dan 86% dari 22 responden mengatakan mampu memodifikasi
lingkungan yang mendukung kesehatan keluarga.
Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 9% dari 22 responden
mengatakan keluraga tidak mampu menggali informasi dan memanfaatkan
sumber di masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga dan 91% dari
22 responden mengatakan mampu menggali dan memanfaatkan sumber di
masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga.

Interpretasi dari diagram pie tersebut berdasarkan data balita bawah 2 tahun
(BADUTA) yang terletak di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
terdapat 22 orang BADUTA dan didapatkan hasil 100% dari 22 responden
termasuk dalam kriteria kemandirian II.
2. Kompetensi Teknologi Labratorium Medis Pada Ibu Hamil

Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah warga di


Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 ibu hamil yang
sudah melakukan pemeriksaan hemoglobin, sehingga persentase ibu hamil yang
sudah melakukan pemeriksaan hemoglobin sebesar 100%.

Kompetensi Teknologi Labratorium Medis Pada Ibu Menyusui

Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah warga di


Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 15 dari 22 ibu
menyusui yang sudah melakukan pemeriksaan hemoglobin, sehingga persentase
ibu menyusui yang sudah melakukan pemeriksaan hemoglobin sebesar 68%.
Sedangkan 7 dari 22 ibu menyusui tidak melakukan pemeriksaan hemoglobin,
sehingga persentase ibu menyusui yang tidak melakukan pemeriksaan hemoglobin
sebesar 32% .

Kompetensi Teknologi Labratorium Medis Pada BADUTA (Anak Dibawah


Dua Tahun)

Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah warga di


Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 17 dari 22
BADUTA yang tidak pernah mendapatkan obat cacing, sehingga persentase
BADUTA yang tidak pernah mendapatkan obat cacing sebesar 77%. Sedangkan 5
dari 22 BADUTA pernah mendapatkan obat cacing, sehingga persentase
BADUTA yang pernah mendapatkan obat cacing sebesar 23%.
3. Kompetensi Keperawatan Gigi Pada Ibu Hamil

Berdasarkan data ibu hamil yang diperoleh saat melakukan kunjungan di Desa
Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dari hasil survey yang telah
didapat 5 orang ibu hamil memiliki pengetahuan kesehatan giginya dengan
presentase sebesar 40% termasuk dalam katagori cukup dan 60% termasuk
katagori baik.

Kompetensi Keperawatan Gigi Pada Ibu Hamil


Berdasarkan data ibu hamil terdapat 5 orang kebersihan gigi dan mulutnya yang
menyikat gigi setiap hari di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
didapatkan presentasenya sebesar 100% melakukan menyikat gigi setiap hari.

Kompetensi Keperawatan Gigi Pada Ibu Menyusui

Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah warga


yang memiliki pengetahuan kurang tentang kesehatan gigi sebesar 41%,
sedangkan yang memiliki pengetahuan cukup 32% dan yang baik sebesar 27%.
Kompetensi Keperawatan Gigi Pada Ibu Menyusui

Setelah melakukan kunjungan ke rumah warga berdasarkan data yang di peroleh


di desa banua terdapat kebersihan giginya yaitu kebanyakan karang gigi dan cara
menyikat giginya yang salah dan terdapat gingivitis pada gusi karena terdapat
kebanyakan karang gigi dan cara menyikat gigiya yang salah . kebersihan giginya
yang buruk sebanyak 18%, yang sedang sebanyak 59% dan yang baik sebanyak
23%.

4. Kompetensi Gizi Pada Bayi Bawah 2 Tahun

Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat


5% baduta memiliki status gizi lebih dan 95% baduta memiliki status gizi
baik dengan menggunakan perhitungan standar antropometri Berat Badan
menurut Umur (BB/U).

Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat


4% baduta memiliki panjang badan tinggi, 14% baduta memiliki panjang
badan pendek, dan 82% baduta memiliki panjang badan normal dengan
menggunakan perhitungan standar antropometri Panjang Badan menurut
Umur (PB/U). Terdapat 3 baduta yang tidak dihitung menggunakan
perhitungan standar antropometri Panjang Badan menurut Umur (PB/U)
karena Baduta tersebut memiliki usia kurang dari 1 bulan.
Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat
23% baduta memiliki status gizi gemuk dan 77% baduta memiliki status
gizi normal dengan menggunakan perhitungan standar antropometri Berat
Badan menurut Panjang Badan (BB/PB).

Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat


14% baduta memiliki status gizi gemuk dan 86% baduta memiliki status
gizi normal dengan menggunakan perhitungan standar antropometri
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U).

Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat


95% baduta memiliki buku KMS dan 5% baduta tidak memiliki buku
KMS (Kartu Menuju Sehat).
Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua,
didapatkan bahwa semua baduta telah melakukan penimbangan secara
rutin pada setiap bulan.

Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat


23% baduta yang ditimbang kurang dari 3 kali dan 77% baduta yang
ditimbang lebih dari sama dengan 3 kali.
Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat
32% baduta pernah mendapatkan vitamin A dan 68% baduta belum pernah
mendapatkan vitamin A.

Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat


32% baduta pernah dirawat karena sakit dalam 3 bulan terakhir dan 68%
baduta tidak pernah dirawat karena sakit dalam 3 bulan terakhir.
Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat
37% baduta tidak pernah dirawat karena sakit dalam 3 bulan terakhir, 18%
baduta pernah dirawat karena sakit dalam 3 bulan terakhir di rumah sakit,
27% baduta pernah dirawat karena sakit dalam 3 bulan terakhir di bidan,
dan 18% baduta pernah dirawat karena sakit dalam 3 bulan terakhir di
Puskesmas.

Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat


59% baduta pernah mendapatkan makanan tambahan dan 41% baduta
belum pernah mendapatkan makanan tambahan.
Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat
14% ibu baduta memiliki tingkat pengetahuan kurang, 18% ibu baduta
memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 68% ibu baduta memiliki
pengetahuan baik.

5. Kompetensi Gizi pada Ibu Hamil

Setelah melakukan kunjungan ke 5 rumah warga yang terdapat ibu hamil


di Desa Banua, terdapat 20% ibu hamil memiliki status gizi KEK, dan
80% ibu hamil memiliki status gizi normal.
Setelah melakukan kunjungan ke 5 rumah warga yang terdapat ibu hamil
di Desa Banua, terdapat 40% ibu hamil memiliki tingkat pengetahuan
kurang, dan 60% ibu hamil memiliki tingkat pengetahuan baik.

Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat


32% ibu baduta tidak melakukan IMD, dan 68% ibu baduta melakukan
IMD (Inisiasi Menyusu Dini).
Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat
41% baduta tidak mendapatkan ASI Eksklusif dan 59% baduta
mendapatkan ASI Eksklusif.

Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat


23% baduta diberikan Makanan Pendamping ASI pada usia kurang dari 6
bulan dan 77% baduta diberikan Makanan Pendamping ASI pada usia
lebih dari 6 bulan.
6. Kompetensi Gizi Pada Ibu Menyusui

Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat


19% ibu baduta memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang ASI
Eksklusif, 6% ibu baduta memiliki tingkat pengetahuan cukup tentang ASI
Eksklusif, dan 75% ibu baduta memiliki tingkat pengetahuan baik tentang
ASI Eksklusif.

Setelah melakukan kunjungan ke 22 rumah warga di Desa Banua, terdapat


19% ibu baduta memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang Makanan
Pendamping ASI, 12% ibu baduta memiliki tingkat pengetahuan cukup
tentang Makanan Pendamping ASI, dan 69% ibu baduta memiliki tingkat
pengetahuan baik tentang Makanan Pendamping ASI.

7. Kompetensi Kesehatan Lingkungan Pada Ibu Hamil

Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan di Desa Banua sejumlah 11


ibu hamil di dapatkan hasil yaitu hasil terendah adalah jentik (80%) memenuhi
ada dan syarat serta pemeriksaan sanitasi lainnya yaitu 100% memenuhi syarat.

Grafik persentase kriteria Sanitasi Pada Ibu menyusui usi 0 – 6 bulan


Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan di desa Banua dengan jumlah 11 ibu
menyusui usia 0-6 bulan yaitu hasil terendah adalah jentik 55% memenuhi ada
dan syarat serta hasil pemeriksaan sanitasi tertinggi yaitu penyediaan air bersih
dan jamban yaitu 100% memenuhi syarat.

Grafik persentase kriteria Sanitasi Pada Ibu Menyusui 7 – 23 bulan

Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan di desa Banua dengan jumlah 11 ibu
menyusui usia 7 – 23 bulan yaitu hasil terendah adalah CTPS dan Jentik yang
memiliki nilai yang sama yaitu 77% ada dan memenuhi syarat serta hasil
pemeriksaan sanitasi tertinggi yaitu penyediaan jamban, air bersih, pengelolaann
sampah dan pengelolaan limbah yaitu 100% ada dan memenuhi syarat.
8. Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil

Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah


warga di Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat
5 orang ibu hamil dan didapatkan hasil bahwa ibu hamil sudah melakukan
pemeriksaan kehamilan sebesar 100%

Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil


Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah warga di
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 dari 5 orang
ibu hamil dan didapatkan hasil 100% sudah melakukan pemeriksaan kehamilan
sesuai dengan standar WHO.

Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil

Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah warga di


Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 5 dari 5 orang
ibu hamil dan didapatkan hasil bahwa ibu hamil sudah mengkonsumsi obat sesuai
dengan anjuran tenaga kesehatan sebesar 100%.
Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil dan Anak

Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah warga di


Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 3 orang Ibu
hamil yang memiliki tingkat pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan kurang
sebesar 60% dan 2 orang Ibu hamil yang memiliki tingkat pengetahuan baik
sebesar 40%

Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil dan Anak

Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah warga di


Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 1 dari 5 orang
ibu hamil yang telah melakukan kelas ibu hamil dan senam ibu hamil sebesar 20%
dan 4 Ibu hamil tidak melakukannya sebesar 80%.
Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil dan Anak

Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah warga di


Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 3 dari 5 orang
ibu hamil yang belum merencanakan penggunaan kontrasepsi sebesar 60% dan
yang telah merencanakan penggunaan kontrasepsi sebesar 40% sebayak 2 orang.

Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil dan Anak

Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah warga di


Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 1 dari 5 orang
ibu hamil yang belum merencanakan tempat bersalin sebesar 20% dan yang telah
merencanakan tempat bersalin sebesar 80% sebayak 4 orang.

Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil dan Anak

Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah


warga di Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat
4 dari 5 orang ibu hamil yang belum merencanakan penolong dalam
persalinan sebesar 80% dan yang sudah merencanakan penolong
persalinan 1 ibu hamil sebesar 20%.
Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil dan Anak

Berdasarkan data yang diperoleh setelah melakukan kunjungan kerumah warga di


Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, terdapat 2 dari 5 ibu
hamil yang sudah melakukan perencanaan biaya persalinan, sehingga persentase
ibu hamil yang sudah melakukan perencanaan biaya persalinan sebesar 40%.
Sedangkan 3 dari 5 ibu hamil belum melakukan perencanaan biaya persalinan
sebesar 60%.

Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil dan Anak

Berdasarkan data yang telah diperoleh di Desa Banua Kecamatan Kintamani


Kabupaten Bangli terdapat 7 responden dan didapatkan hasil 32% dari 22
responden mengatakan ibu belum mengikuti kelas ibu dalam memantau stimulasi
perkembangan anak dan 15 ibu sebesar 68% dari 22 responden mengatakan
sudah mengikuti kelas ibu.

Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil dan Anak

Berdasarkan data yang telah diperoleh di Desa Banua Kecamatan Kintamani


Kabupaten Bangli terdapat 20 dari 22 responden sebesar 91% mengatakan ibu
sudah melakukan stimulasi perkembangan sesuai umur anak dan 2 responden
sebesar 9% dari 22 responden mengatakan tidak melakukan stimulasi
perkembangan sesuai umur anak.
Kompetensi Kebidanan Pada Ibu Hamil dan Anak

Berdasarkan data yang telah diperoleh di Desa Banua Kecamatan


Kintamani Kabupaten Bangli dengan seluruh responden dengan jumlah 22 orang
mengatakan ibu sudah memberikan imunisasi dasar pada anak sebesar 100%
PEMBAHASAN

1. Kompentensi perawat pada ibu hamil

Dari data diatas di dapatkan 100% ibu hamil memperhatikan keluarga


yang sakit, pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan keluarga,
pengetahuan keluarga tentang penyebab masalah kesehatan, pengetahuan tentang
tanda dan gejala masalah kesehatan keluarga, pengetahuan keluarga tentang akibat
masalah kesehatan keluarga, sumber informasi tentang masalah kesehatan
keluarga, keyakinan keluarga tentang masalah kesehatan keluarga, upaya keluarga
dalam meningkatkan kesehatan pengetahuan keluarga mengenai kebutuhan
pengobatan masalah keluarga dan tingkat kemandirian keluarga, dan yang menjadi
masalah dari data tersebut adalah kurangnya kemampuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga dengan masalah kesehatan, kurangnya upaya keluarga dalam
melakukan pencegahan masalah kesehatan, kurangnya kemampuan keluarga
dalam memelihara lingkungan, kurangnya kemampuan keluarga memanfaatkan
sumber di masyarakat. Jadi dari data tersebut dapat disimpulkan defisit
pengetahuan keluarga mengenai pemeliharaan kesehatan.

2. Kompentensi perawat pada ibu hamil

Dari data diatas di dapatkan 100% ibu hamil memperhatikan keluarga


yang sakit, keyakinan keluarga tentang masalah kesehatan yang dialami keluarga,
kebutuhan pengobatan, kemampuan keluarga merawat keluarga dengan masalah
kesehatan, kemandirian keluarga 2, dan yang menjadi masalah dari data tersebut
adalah keluarga yang memiliki masalah kesehatan dalam keluarga, keluarga yang
kurang mengetahui penyebab masalah kesehatan keluarga, keluarga yang kurang
mengetahui tanda dan gejala masalah kesehatan keluarga, kurangnya pengetahuan
keluarga mengenai akibat masalah kesehatan keluarga, kurangnya ketepatan
sumber informasi yang didapatkan keluarga mengenai masalah kesehatan
keluarga, kurangnya upaya peningkatan kesehatan keluarga, ketidakmampuan
keluarga mencegah masalah kesehatan keluarg, kurangnya kemampuan keluarga
memodifikasi lingkungan yang mendukung keluarga, kurangnya kemampuan
keluarga menggali dan memanfaatkan sumber di masyarakat untuk mengatasi
masalah kesehatan keluarga. Jadi dari data tersebut dapat disimpulkan defisit
pengetahuan keluarga mengenai pemeliharaan kesehatan

3. Kompetensi Gizi Pada Ibu Hamil

Total populasi ibu hamil di Desa Banua berjumlah 5 orang, dimana seluruh
populasi dijadikan sampel dalam pengumpulan data mengenai ibu hamil.
Berdasarkan hasil pengumpulan data didapatkan 1 sampel (20%) ibu hamil yang
mengalami keadaan KEK. Sedangkan untuk tingkat pengetahuan ibu hamil
terdapat 40% ibu hamil yang memiliki tingkat pengetahuan kurang. Hal ini
ditandai dengan kurangnya tingkat konsumsi energi pada ibu hamil yang
mengalami KEK. Untuk ibu hamil dengan tingkat pengetahuan kurang ditandai
dengan rendahnya pengetahuan ibu hamil tentang gizi dan kesehatan.

4. Kompetensi Gizi Pada BADUTA

Pada status gizi baduta dilihat dari indikator (BB/U) terdapat 5% baduta
dengan status gizi lebih, dan 95% baduta dengan status gizi baik. Dari indikator
(PB/U) terdapat 14% baduta dengan status gizi pendek, 4% baduta dengan status
gizi tinggi, 82% baduta dengan status gizi normal. Dari indikator (BB/PB) 23%
baduta dengan status gizi gemuk, dan 77% baduta dengan status gizi normal. Dari
indikator (IMT/U) 14% baduta dengan status gizi gemuk, dan 86% baduta dengan
status gizi normal. Sedangkan untuk persentase baduta yang memiliki buku KMS
5% baduta tidak memiliki buku KMS, dan 95% baduta memiliki buku KMS.
Untuk penimbangan 3 bulan terakhir 23% baduta tidak ditimbang dalam 3 bulan
terakhir. Pada persentase pemberian vitamin A terdapat 32% baduta belum pernah
mendapatkan vitamin A. Untuk pemberian PMT terdapat 41% baduta yang belum
pernah mendapat PMT. Persentase pemberian ASI Eksklusif 41% baduta tidak
mendapatkan ASI Eksklusif. Terdapat 23% baduta yang mendapatkan MP-ASI
pada usia <6 bulan. Pada tingkat pengetahuan ibu baduta 14% yang memiliki
tingkat pengetahuan yang kurang. Sedangkan terdapat 19% ibu menyusui yang
memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang ASI Eksklusif. Untuk tingkat
pengetahuan ibu menyusui tentang MP-ASI terdapat 19% yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang. Hal tersebut ditandai dengan tingkat konsumsi
INTERVENSI DAN EVALUASI

Berdasarkan survey yang dilakukan mahasiswa keperawatan, didapatkan 3


masalah utama yaitu :

1. Keluarga PSM yaitu kurangnya pengetahuan ibu mengenai status gizi Baduta.
2. Seluruh ibu hamil dan ibu menyusui usia 0-23 bulan, ibu Baduta mengenai
stunting.
3. Seluruh Ibu hamil, ibu menyusui 0-23 bulan, dan ibu Baduta mengenai
pemeliharaan kesehatan keluarga.

Intervensi dan evaluasi yang dapat dilakukan dari masalah diatas yaitu :

1. Intervensi pada ibu berupa penyuluhan mengenai status gizi Baduta. Saat
diberikan penyuluhan, ibu mengatakan mengerti mengenai status gizi Baduta.
2. Intervensi pada ibu hamil dan ibu menyusui usia 0-23 bulan mengenai
stunting. Saat diberikan penyuluhan, ibu-ibu aktif bertanya dan dapat
menjelaskan kembali mengenai stunting.
3. Intervensi pada keluarga ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu Baduta mengenai
pemeliharaan kesehatan keluarga. Setelah diberikan penyuluhan, keluarga
mengerti mengenai cara memelihara kesehatan keluarga dan tingkat
kemandirian keluarga meningkat.

Berdasarkan survey yang dilakukan mahasiswa gizi, didapatkan beberapa


masalah utama yaitu :

1. Baduta yang memiliki status gizi pendek.


2. Ibu hamil yang memiliki status gizi KEK.
3. Seluruh ibu hamil dan ibu menyusui usia 0-23 bulan, ibu Baduta mengenai
stunting.

Intervensi dan evaluasi yang dapat dilakukan dari masalah diatas yaitu :
1. Intervensi pada ibu Baduta berupa konseling gizi mengenai status gizi Baduta.
Saat diberikan konseling gizi, ibu baduta sudah memahami terkait dengan
materi konseling yang telah diberikan.
2. Intervensi pada ibu hamil yang mengalami KEK. Saat diberikan konseling
gizi. Ibu hamil aktif bertanya tentang pengaruh KEK terhadap pertumbuhan
janin.
3. Intervensi pada seluruh ibu hamil dan ibu Baduta berupa penyuluhan masa
tentang Stunting dan MP-ASI. Saat sesi diskusi, ibu-ibu aktif bertanya dan
mengikuti penyuluhan dengan lancar.

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan

Berdasarkan kegiatan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan yaitu :

KKN IPE dengan tema Peningkatan kemandirian Keluarga dalam


Pencegahan Stunting melalui Upaya 1000 Hari Pertama Kehidupan
dilaksanakan pada tanggal 20 Januari sampai 8 Februari 2020 di Br. Banua,
Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, yang diawali dengan
kegiatan serah terima pada tanggal 20 Januari 2020 yang dilaksanakan di
Puskesmas Kintamani VI, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
pengumpulan data kesehatan masyarakat desa Banua. Selanjutnya
dilaksanakan kegiatan survey yang dilaksanakan pada tanggal 21-26 Januari
2020. Masalah yang didapat dari kegiatan survey yaitu masalah status gizi
Baduta, masalah kesehatan ibu hamil, masalah kesehatan gigi pada ibu hamil
dan ibu menyusui, masalah pemeliharaan kesehatan keluarga, dan masalah
kesehatan lingkungan. Untuk menindaklanjuti masalah tersebut dilaksanakan
kegiatan intervensi untuk memecahkan masalah kesehatan tersebut, antara
lain:

4. Penyuluhan tentang stunting


5. Konseling gizi
6. Penyuluhan tentang peningkatan kadar Hb dan menanggulangi masalah KEK
7. Konseling gizi untuk ibu hamil
8. Penyuluhan tentang kadar Hb dan tanda – tanda bahaya kehamilan.
9. Melakukan pemeriksaan Hemoglobin
10. Penyuluhan tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
11. Pemberian abate dan peragaan cuci tangan pakai sabun
12. Penyuluhan tentang stunting dan demonstrasi MP ASI
13. Penyuluhan mengenai pemeliharaan kesehatan keluarga
14. Demontrasi cuci tangan dan cara sikat gigi yang baik dan benar.

B. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan adalah :
1. Br. Banua, Desa Banua, Kecamatan Kintamani, Bangli :
a. Program kerja modifikasi MP ASI Gisi seimbang
b. Partisipasi masyarakat harap lebih ditingkatkan lagi.
2. Puskesmas Kintamani VI :
a. Mohon untuk mengadakan penyuluhan kesehatan sesuai dengan
kondisi yang dirasakan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
A Sania, J Richedwards, Eertzmark, RS Mwiru, R Kisenge, dan WW Fawzi. 2014.
The Contribution Of Preterm Birth And Intrauterine Growth Restriction To
Infant Mortality In Tanzania. Peadiatr. Perinatepidemiol. Jan 2014;28():23-
31
Abdullah. 2010. Tujuh Syarat Membuat Jamban Sehat. Diakses dari:
http://sanitasi.or.id/index.php?option=com.
American College of Clinical Pharmacy (ACCP). (2009). Interprofessional
education : Principle and application, a framework for clinical pharmacy.
Pharmacotherapy, 29 (3): 145-164.
Aprilia, Y . 2009. Analisis Sosialisasi Program Inisiasi Menyusu Dini dan
Asi Eksklusif. Kepada Bidan di Kabupaten Klaten. Tesis Universitas
Diponegoro Semarang.
Arisman, MB. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta.
Baskoro. A, 2008. ASI Panduan Praktis Ibu menyusui, Banyu media
Buring, S.M., Bhushan, A., Broeseker, A., Conway, S., Duncan-Hewitt, W.,
Hansen, L. & Sarah Westberg 2009, ‘Interprofessional Education:
Definitions, Student Competencies, and Guidelines for Implementation’,
American Journal of Pharmaceutical Education, vol. 73, no. 4, pp. 401–5.
Cunningham, dkk. 2010. Williams Obstetrics, Twenty-Third Edition. The
McGraw-Hill Companies : Amerika Serikat
Depkes RI. 2008. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan
2005 – 2025. Jakarta.
Depkes RI. 2013. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar terkait Status gizi
Balita Depkes RI Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
ASI). Direktorat Gizi Masyarakat. Direktorat Jendral Kesehatan
Masyarakat. Jakarta.
Helena, 2013. Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu Hamil Trimester Pertama dan
Pola Makan dalam pemenuhan Gizi. www. repository.usu.ac.id. 22 Januari
2020
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2008, ‘Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total berbasis Masyarakat’, Peraturan Pemerintah, pp. 1–
11.
Kozuki N, Katz J, Lee ACC, Vogel JP, Silveria MF, Sania A, Stevens A, Cousens
S, Caulfield LE, Christian P, Huybrets, Roberfroid D, SCmieelow C, Adair
LS, Barros FC, Cowan M, Fawzi W, Kolsteren P, Merialdi M, Monkolcati
A, Saville N, Victora CG, Butta ZA, Blencowe , Ezzati M, Lawn JE, dan
Black R. 2015. Diunduh dari
http://jn.nutrition.org/content/145/11/2542.long pada tanggal 20 Januari
2020
Kriebs, Jan M dan Gregor L. Caroline. 2010. Buku Saku Asuhan Kebidanan
Varney edisi 2. EGC: Jakarta
Kristiyanasari, Weni. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika.
Lissauer, Avroy. 2013. Selayang neonatologi edisi kedua. Jakarta : indeks 150-156
Manuaba Ida AC, Ida BGFM, dan Ida BGM. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan edisi 2. EGC: Jakarta
Nadiyah, Dodik Briawan dan Drajat Martianto. 2014. Faktor Risiko Stunting pada
Anak Usia 0—23 Bulan di Provinsi Bali, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara
Timur. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2014, 9(2): 125—132. Diunduh tanggal
23 Januari 2020 dari
journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/view/8731
Prendergast Andrew J, dan Jean H. Humprey. 2014. The Stunting Syndrome in
Developing Countries. Pediatrics and International Child Health vol. 34 no.
4 USA. Diunduh tanggal 23 Januari 2020 dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
Stewart CP, Iannotti L, Dewey KG, Michaelsen KF dan Onyango AW. 2013.
Childhood Stunting: Context, Causes and Consequences. Maternal and
Child Nutrition. 2013. Diunduh dari
http://www.who.int/nutrition/events/2013_ChildhoodStunting_colloquium_
14Oct_ConceptualFramework_colour.pdf
Supariasa, D. Bachyar, B. dan Ibnu, F. (2012). Penilaian Status Gizi . Jakarta:
EGC.
Suprayanto. 2013. Usia Ideal Wanita Hamil dan Melahirkan. (cited 2020 22
Januari) Diambil dari: http://Bidankku.com.
Thomas W Sadler. 2010. Embriologi Kedokteran Langman edisi 10. EGC: Jakarta
UNICEF. 2010 Penuntun Hidup Sehat. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
UNICEF. 2012. Ringkasan Kajian Gizi. Jakarta : Pusat Promosi Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Wemakor A, dan Mensah KA. 2016. Association Between Maternal Depression
And Child Stunting in North Ghana: a cross-sectional study . BMC public
health
WHO. 2013. Childhood Stunting: Context, Causes and Consequences Conceptual
Framework 2013. Diunduh dari http://www.who.int/nutrition/events/2013_
ChildhoodStunting_colloqium_14Oct_ConceptualFramework_colour.pdf
diakses pada Januari 2020
WHO. 2015. Treatment for Women with Postpartum Iron - Deficiency anemia
WHO. 2017. Child Growth Standar - Malnutrition Among Children In Poor
Area of China . Public Health Nutrition: 12:8.

Anda mungkin juga menyukai