Anda di halaman 1dari 19

PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

ISPA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 10

Kisi Rahmadevy

Nur Afifah Istiqomah

Sakinah Hamsah

Vivi Astuti Dwi Wahyuni

2 D-IV A

PROGRAM STUDI DIV KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA II

Jl. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12120 Telp. 021-7397641, 7397643

Fax. 021-739776
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “LEPTOSPIROSIS” Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas dan bahan diskusi Mata Kuliah PBL.

Kami berterimakasih atas kepercayaan bapak/ibu dosen pembimbing yang


telah memberi kepercayaan kepada kami semua, selaku objek pendidik untuk
menyelesaikan tugas ini. Serta bimbingan yang tulus dalam memberi ilmu dan
mengarahkan kami.

Akibat segala kekurangan isi Makalah kami, kami sangat mengharapkan


kritik dan saran dari berbagai pihak pembaca. Semoga Tuhan yang Maha Esa
senantiasa membalas kebaikan yang telah diperbuat dan memaafkan setiap
kekeliruan yang telah kami lakukan.

Jakarta, September 2019

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1

A. Latar Belakang .................................................................................................................1


B. Tujuan ..............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................2

A. Pengertian ISPA ................................................................................................................2

B. Agent penyebab ISPA .......................................................................................................2

C. Karakteristik ISPA ............................................................................................................3

D. Riwayat Perjalanan ...........................................................................................................5

E. Epidemiologi .....................................................................................................................5

F. Peranan Lingkungan ..........................................................................................................10

G. Upaya / Tindakan Pencegahan ..........................................................................................10

BAB III : PENUTUP ...........................................................................................................13

A. Kesimpulan ......................................................................................................................13

B. Saran ..................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
ISPA(Infeksi Saluran Pernafasan Akut)merupakan penyakit infeksi akut yang
menyerang salahsatu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura(Irianto, 2015). Menurut WHO (2007),
ISPAmenjadisalah satupenyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular
di dunia. Hampir empat juta orangmeninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-
nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah.Kelompok yang paling
berisikoadalah balita, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-
negara denganpendapatan per kapita rendah dan menengah. ISPA merupakan penyakit
yangbanyak terjadi di negara berkembangserta salah satu penyebab kunjungan
pasien ke Puskesmas(40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%). Kasus ISPA
terbanyakterjadi di India 43 juta kasus, China 21 kasus, Pakistan 10 juta kasusdan
Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta kasus.Semua kasusISPAyang
terjadi di masyarakat, 7-13%merupakankasus berat dan memerlukan perawatan
rumah sakit(Dirjen PP & PL, 2012).
Kasus ISPA di Indonesia pada tiga tahun terakhir menempati urutan pertama penyebab
kematian bayi yaitusebesar24,46% (2013), 29,47% (2014) dan63,45% (2015). Selain
itu,penyakit ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit
(Kemenkes RI, 2015).Terdapat lima Provinsi dengan ISPA tertinggi yaituNusa Tenggara
Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa
Timur (28,3%).Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi berdasarkan umur
terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Penyakit ini lebih banyak dialami pada
kelompok penduduk kondisi ekonomi menengah kebawah (Kemenkes, 2013).

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian ISPA
2. Untuk mengetahui agent penyakit ISPA

1
3. Untuk mengetahui karakteristik ISPA
4. Untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit ISPA
5. Untuk mengetahui epidemiologi ISPA
6. Untuk mengetahui peranan lingkungan
7. Untuk mengetahui tindakan atau upaya pencegahan ISPA

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ISPA
ISPA atau infeksi saluran pernapasan akut adalah suatu kelompok penyakit yang
menyerang saluran pernapasan, radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi atau bakteri, virus, maupun riketsia tanpa atau disertai radang
parenkim paru.
ISPA adalah Infeksi Saluran Pernapasan akut yang datang secara mendadak, yang
singkat serta gawat. Penyakit ISPA dapat menjadi Pneumonia atau sering di sebut radang
paru-paru yaitu penyakit batuk yang di tandai dengan napas cepat atau sesak napas. ISPA
sering disalah artikan sebagai Infeksi Saluran pernapasan Atas. Sementara singkatannya
merupakan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi yang menyerang saluran
pernapasan baik itu saluran pernapasan atas ataupun saluran pernapasan bawah. Saluran
pernapasan atas dimulai dari bagian lubang hidung, pita suara, laring, sinus paranasal, serta
telinga tengah, dan saluran pernapasan bawah terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan
alveoli (Simoes, et al., 2006).
ISPA yang terjadi pada saluran pernapasan atas sering ditemui sebagai common
cold, influenza, sinusitis, tonsillitis, bahkan dapat meluas hingga menyebabkan otitis
media. Sementara ISPA yang menyerang saluran pernapasan bawah adalah bronchitis
dan pneumonia (Asih & Effendy, 2004).
ISPA merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang secara anatomi dibedakan
atas saluran nafas atas mulai dari hidung sampai dengan taring dan saluran nafas bawah
mulai dari laring sampai dengan alveoli beserta adnexanya, akibat invasi infecting agents
yang mengakibatkan reaksi inflamasi saluran nafas yang terlibat. Hingga saat ini telah
dikenal lebih dari 300 jenis bakteri dan virus sebagai penyebab ISPA (Levi Silalahi,
2004).

B. AGEN PENYEBAB PENYAKIT ISPA


Penyebab ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri dan virus. Bakteri penyebab ISPA antara
lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia

3
dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus,
Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.

C. KARAKTERISTIK PENYAKIT ISPA


Manifestasi klinis ISPA dapat berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek,
demam dan sakit telinga (Depkes RI, 1999).
Menurut berat ringanya, ISPA dibagi menjadi 3 golongan,yaitu :
1. ISPA Ringan, dengan gejala yaitu:
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pa da waktu mengeluarkan suaranya , misalnya pada
waktu berbicara atau menangis
c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir dari hidung
d. Demam, yaitu suhu badan anak lebih dari 37ºC.
2. ISPA Sedang
Jika dijumpai gejala-gejala seperti ISPA ringan dan disertai dengan, Gejala:
a. Pernafasan lebih dari 50x/menit (anak umur kurang dari 1 tahun) dan lebih dari 40x/menit
(anak umur lebih dari 1 tahun).
b. Suhu lebih dari 39ºC
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak campak
e. Telinga sakit atau mnegeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernafasan berbunyi
3. ISPA Berat
Jika seorang anak dijumpai gejala -gejala seperti ISPA ringan atau sedang
ditambah dengan gejala sebagai berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Pernafasan cuping hidung
c. Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
d. Bunyi nafas gargling, atau snoring
e. Dijumpai adanya terraksi otot -otot bantu pernafasan, seperti intercostal, sternal,
suprasternal

4
f. Nadi cepat dan lemah > 160x/menit (anak umur < 1 tahun)
g. Tenggorokan berwarna merah

D. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


 Masa Inkubasi dan Klinis
Masa inkubasi penyakit ISPA yaitu 1 sampai dengan 4 hari. Gambaran klinik
ISPA adalah pilek nyeri tenggorokan, batuk-batuk dengan dahak kering,mata merah
dengan suhu badan meningkat antara 4-7 hari lamanya.

Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :

1. Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan
batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh
dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia

E. EPIDEMIOLOGI
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29 episode per
anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Ini
menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta
episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta),
China (21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing
6 juta episode.
Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan
perawatan rumah sakit. Episode batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali
per tahun (Rudan et al Bulletin WHO 2008). ISPA merupakan salah satu penyakit utama
dengan kunjungan pasien di Puskesmas sebesar 40%-60% dan kunjungan rumah sakit
sebesar 15%-30%.

5
Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibanding dengan
gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih
dari 2 juta Balita meninggal karena Pneumonia (1 Balita/20 detik) dari 9 juta total kematian
Balita. Diantara 5 kematian Balita, 1 di antaranya disebabkan oleh pneumonia. Bahkan
karena besarnya kematian pneumonia ini, disebut sebagai pandemi yang terlupakan atau
“the forgotten pandemic”.Namun, tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga
pneumonia disebut juga pembunuh Balita yang terlupakan atau “the forgotten killer of
children”(Unicef/WHO 2006, WPD 2011).
Di negara berkembang 60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri, sementara
di negara maju umumnya disebabkan oleh virus Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, proporsi kematian Balita akibat pneumonia menempati urutan
kedua yaitu 15,5% setelah diare (25,2%). Dengan demikian, penurunan kematian balita
hanya dapat dicapai melalui upaya intensifikasi penurunan kejadian pneumonia.

Menurut Riskesdas, prevalensi ISPA di Indonesia pada 2013 adalah 25,0%. Angka
ini tidak jauh berbeda dengan hasil Riskesdas 2007 yaitu 25,5%. Prevalensi yang dihitung
adalah period prevalence ISPA yang dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Pada
2013, lima provinsi dengan prevalensi ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur
(41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur
(28,3%).

6
Prevalensi (period prevalence) Pneumonia untuk semua umur menurut provinsi
pada 2007 dan 2013 dapat dilihat pada Gambar 2.3. Secara nasional terjadi penurunan
prevalensi pneumonia dari 2,13 % pada 2007 menjadi 1,8% pada 2013. Terdapat lima
provinsi dengan angka prevalensi tertinggi meliputi Nusa Tenggara Timur (4,6%), Papua
(2,6%), Sulawesi Barat (3,1%), Sulawesi Tengah (2,3%), dan Sulawesi Selatan (2,4%).

Lima provinsi yang mempunyai prevalensi pneumonia balita tertinggi adalah Nusa
Tenggara Timur (35,5%), Aceh (35,6%), Bangka Belitung (34,8%), Sulawesi Barat
(34,8‰) dan Kalimantan Tengah (32,7%).

7
Pada gambar 2.4 dan 2.5 didapatkan bahwa prevalensi pneumonia tertinggi
terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7%) , dan pneumonia lebih banyak
dialami oleh kelompok penduduk dengan status ekonomi terendah (27,4%), yang
digambarkan melalui indeks kepemilikan.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 melaporkan hal
yang berbeda. Dilaporkan sekitar 5% balita mengalami gejala-gejala ISPA berdasarkan
informasi yang disampaikan ibu balita, dan 75% diantaranya dibawa ke fasilitas
pelayanan kesehatan. Tidak ada perbedaan prevalensi ISPA pada balita diantara
kelompok pendidikan ibu, tingkat ekonomi, status merokok orang tua, serta jenis
kelamin. Hanya dilaporkan bahwa prevalensi ISPA terendah didapati pada kelompok

8
balita usia di bawah 6 bulan. Data morbiditas dan mortalitas ISPA dan Pneumonia yang
dapat menggambarkan besaran masalah secara nasional masih terbatas. Data nasional
berbasis masyarakat yang tersedia bersumber dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan
Survey Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) yang menggunakan metode
recall, didasarkan pada pertanyaan atas gejala-gejala penyakit kepada responden saat
penelitian. Sebagian kalangan menilai metode seperti ini menghasilkan data yang bias.
Oleh karena itu ada upaya yang dilakukan untuk mengetahui besaran masalah
pneumonia, antara lain menggunakan faktor risiko penyakit. Angka yang dihasilkan
merupakan estimasi sasaran pada tingkat provinsi atau kabupaten.

F. PERANAN LINGKUNGAN
a) Kelembaban Ruangan
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004), dengan desain
cross sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap
terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor
kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan
yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada
balita sebesar 28 kali
b) Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C.
Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan
rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
c) Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar
aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang
diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
d) Kepadatan Hunian Rumah
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses
kejadian pneumonia pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang
padat dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan

9
hasil penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko
terjadinya ISPA sebesar 9 kali.
e) Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat
menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak
sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme
pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
f) Bahan Bakar Untuk Memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan
kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak
memenuhi standar nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya
peningkatan penyakit paru dan penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.
g) Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok
terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon
Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan
prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau
97.560.002 penduduk.
h) Status Ekonomi dan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio
pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah besar, maka jumlah
ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan
hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih
banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status
ekonominya rendah.

G. TINDAKAN ATAU UPAYA PENCEGAHAN


1. Pencgahan Tngkat Pertama
Ditujukan kepada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan (health
promotion) dan pencegahan khusus (specific prevention),diantaranya:

10
 Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh tenaga ksehatan dimana kegiatan in diharapkan dapat
mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat
meningkatkan faktor resiko terjadinya ISPA.kegiztzn penyuluhzn ini dapat berupa
penyuluhan penyakit ISPA,penyuuhan ASI eksklusif,penyuluhan gizi seimbang
paa ibu dan anak,penyuluhan kesehatan lingkungan,penyuluhan bahaya rokok.
 Imunisasi
Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi agar anak memperoleh kekebalan
dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT. Imunisasi DPT
salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah satu
gejalanya adalah infeksi saluran nafas.
 Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling
baik untuk bayi.
 Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
 Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung
cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
 Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya
dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak
dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-
buahan.
 Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah
beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang
menghambat pertumbuhan.
 Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah
 Program penyehatan lingkungan pemukiman (PLP) yang menangani masalah
polusi baik di dalam maupun di luar rumah. Perilaku hidup bersih dan sehat
merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang
tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini
dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan
lingkungan sehat.

11
2. Pencegahan Tingkat Kedua
Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan diagnosis
sedini mungkin.Adapunbeberapa hal yang perlu dilakkan ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA adalah :
 Mengatasi panas(demam)
Untuk balita , demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres dengn mengunakan air bersih.
 Pemberian makanan dan minuman
Memberikan makanan yang cukup tinggi gizi dan memberikan ASI,Usahakan
memberikan cairan (air putih /air biasa)lebih banyak dari biasanya.
3. Pencegahan Tingkat Ketiga
Tingkat Pencegahan ini ditujukan kepada balita yang buka pneumonia agar tidak
menjadi lebih parah (pneumonia)dan mengakibatkan kecacatan dan berakhir
kematian.Upaya yang dapat dilakukan pada pencegahan penyakit bukan pneumonia
pada bayi dan balita yaitu perhatikan apabila timbul gejala pneumonia seperti nafas
menjadi sesak,anak tidak mampu minum,dan sakit bertambah menjadi parah,agar tidak
menjadi parh bwalah anak kembali ke petugas kesehatan dan melakukan perawatan
spesifik dirumah dengan memberikan asuppam gizi dan lebih sering memberikan ASI.

Mengingat pencegahan lebih baik dari pengobatan maka sebaiknya pengelolaan ISPA
dilaksanakan secara menyeluruh meliputi penyuluhan kesehatan yang baik,
menggalakkan imunisasi dan penatalaksanaan penderita secara medik sebagaimana
lazimnya. Walaupun morbiditas ISPA bawah relatif lebih kecil dari ISPA atas namun
fasilitas klinik yang dibutuhkan dalam penanganannya sangat tinggi. Selayaknyalah
pemberantasan ISPA bawah diprioritaskan dengan menitik beratkan usaha penekanan
morbiditas ISPA bawah baik sebagai lanjutan ISPA atas atau tidak dan mortalitasnya.
Dalam upaya pencegahan ISPA dapat dilihat dalam lima tingkat pencegahan, yaitu
sebagai berikut:
1. Promosi Kesehatan (Health Promotion) Promosi kesehatan untuk pencegahan
penyakit ISPA dapat dilakukan dengan berbagai upaya, antara lain:

12
a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menerapkan
pola hidup sehat dan PHBS sejak dini.
b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan
pemberantasan serta diagnosa dini dari suatu penyakit seperti ISPA.
c. Melakukan perbaikan lingkungan sosial seperti mengurangi dan
menghilangkan kondisi sosial yang mempertinggi resiko terjadinya infeksi.
2. Perlindungan Khusus (Spesifik Protection) Perlindungan khusus dalam mencegah
terjadinya penyakit ISPA dapat dilakukan dengan upaya antara lain:
a. Perbaikan status gizi individu/perorangan ataupun masyarakat untuk
membentuk daya tahan dalam tubuh yang lebih baikdan dapat melawan agent
penyakit yang akan masuk ke dalam tubuh.
b. Pemberian ASI Ekslusif kepada bayi yang baru lahir, karena ASI banyak
mengandung kalori, protein dan vitamin yang banyak dibutuhkan tubuh,
pencegahan ini bertujuan untuk membentuk sistem kekebalan tubuh.
3. Diagnosis dini dan Pengobatan Segera (early diagnosis and prompt treatment)
Diagnosis dini dan pengobatan segera terhadap penyakit ISPA dapat dilakukan
upaya antara lain:
a. Temukan semua penderita secara dini dan aktif dengan cara diperiksa di sarana
pelayanan kesehatan guna memastikan bahwa seseorang/bayi benar-benar tidak
menderita ISPA.
b. Melakukan pencarian penderita ISPA dan berikan segera pengobatan yang tepat
serta sediakan fasilitas untuk penemuan dan pengobatan penderita agar tidak
menularkan penyakitnya pada orang lain.
c. Sediakan fasilitas yang memadai seperti laboratorium agar dapat melakukan
diagnosa dini terhadap penderita, kontak, dan tersangka.
4. Pemberantasan cacat (disability limitation) Penyakit ISPA jika tidak diobati secara
baik dan teratur akan dapat mengakibatkan kematian. Pemberantasan cacat dalam
mencegah terjadinya penyakit ISPA dapat dilakukan dengan berbagai upaya
diantaranya:
a. Mencegah proses lebih lanjut dengan cara melakukan pengobatan secara
berkesinambungan sehingga dapat tercapai proses pemulihan yang baik.

13
b. Melakukan perawatan khusus secara berkala guna memperoleh pemulihan
kesehatan yang lebih baik.
5. Rehabilitasi (Rehabilitation) Rehabilitasi dalam mencegah terjadinya penyakit
ISPA dapat dilakukan dengan rehabilitasi fisik /medis apabila terdapat gangguan
kesehatan fisik akibat penyakit ISPA. Secara pencegahan terhadap ISPA dapat
dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
ISPA adalah Infeksi Saluran Pernapasan akut yang datang secara mendadak, yang
singkat serta gawat. Penyakit ISPA dapat menjadi Pneumonia atau sering di sebut radang
paru-paru yaitu penyakit batuk yang di tandai dengan napas cepat atau sesak napas. ISPA
sering disalah artikan sebagai Infeksi Saluran pernapasan Atas. Sementara singkatannya
merupakan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut

B. SARAN
Karena yang terbanyak banyak penyebab kematian dari ISPA adalah pneumonia,
maka diharapkan penyakit saluran pernafasan penanganannya lebih diprioritaskan.
Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan
dilaksanakan secara berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus
ISPA yang sudah dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/59216/Chapter%20II.pdf?sequence=4

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34269/1/ISNAENI%20WAHYU%20S
APUTRI-FKIK.pdf

http://dinkes.surabaya.go.id/portal/artikel-kesehatan/waspada-ispa-dan-pneumonia/

https://doktersehat.com/tanda-bahaya-dan-pengobatan-ispa/

Depkes RI.(2000). Informasi Tentang ISPA pada Balita. Jakarta : Pusat Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat

16

Anda mungkin juga menyukai