SCHISTOSOMIASIS
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
Kisi Rahmadevy
Sakinah Hamsah
2 D-IV A
Jl. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12120 Telp. 021-7397641, 7397643
Fax. 021-739776
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “SCHISTOSOMIASIS” Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas dan bahan diskusi Mata Kuliah PBL.
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
E. Epidemiologi .....................................................................................................................6
A. Kesimpulan ......................................................................................................................12
B. Saran ..................................................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut who sehat adalah terbebas dari segalah jenis penyakit baik fisik ,psikis( jiwa)
atau emosional ,intelektual dan social. Dari pengertian tesebut, dengan demikian sakit
dapat di definisikan sebagai suatu kondisi cacat atau kelainan yang di sebabkan oleh
gangguan penyakit, emosional , intelektuak, dan social, dengan kata lain, sakit adalah
adanya gangguan jasmani, rohani, atau social sehingga tidak dapat befungsi secara
normal, selaras, dan seimbang. Berdasarkan hal itu, maka penyakit dapat di bedakan
menjadi penyakit tidak menular dan tidak menular.
Dalam pengertian medis, penyakit menular atau penyakit infeksi adalah penyakit yang di
sebabkan oleh agen biologi ( seperti virus, bacteria atau parasit), bukan di sebabkan
factor fisik (seperti luka bakar ) atau kimia (seperti keracunan )untuk Negara yang sedang
berkembang, penyakit infeksi seperti TBC, tetanus, kusta merupakan penyebab utama
kematian penduduk.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Schistosomiasis
2. Untuk mengetahui agent penyakit Schistosomiasis
3. Untuk mengetahui karakteristik Schistosomiasis
4. Untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit Schistosomiasis
5. Untuk mengetahui epidemiologi Schistosomiasis
6. Untuk mengetahui peranan lingkungan
7. Untuk mengetahui tindakan atau upaya pencegahan Schistosomiasis
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SCHISTOSOMIASIS
Schistosomiasis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi
cacing yang tergolong dalam kelas trematoda, genus Schistosoma. Penyakit ini
merupakan penyakit zoonosis sehingga sumber penularan tidak hanya pada penderita
manusia saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi.
Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik
yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma.
(Miyazaki, 1991).
Schistosomiasis diketahui sebagai penyakit parasit mematikan nomor dua setelah
malaria. Penyakit ini dikenal juga dengan Bilharzia.
Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing pipih
(cacing pita). Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin, dan nyeri otot dan
kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri berkemih dan pendarahan.
2
Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, dan
Schistosoma intercalatum menginfeksi usus dan hati. Schistosoma mansoni menyebar
luas di Afrika dan satu-satunya schistosome di daerah barat.
Schistosomiasis diperoleh dari berenang, menyeberangi, atau mandi di air bersih yang
terkontaminasi dengan parasit yang bebas berenang. Schistosomes berkembang biak di
dalam keong jenis khusus yang menetap di air, dimana mereka dilepaskan untuk berenang
bebas di dalam air. Jika mereka mengenai kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan
bergerak melalui aliran darah menuju paru-paru, dimana mereka menjadi dewasa menjadi
cacing pita dewasa. Cacing pita dewasa tersebut masuk melalui aliran darah menuju tempat
terakhir di dalam pembuluh darah kecil di kandung kemih atau usus, dimana mereka
tinggal untuk beberapa tahun. Cacing pita dewasa tersebut meletakkan telur-telur dalam
jumlah besar pada dinding kandung kemih atau usus. Telur-telur tersebut menyebabkan
jaringan setempat rusak dan meradang, yang menyebabkan borok, pendarahan, dan
pembentukan jaringan luka parut. Beberapa telur masuk ke dalam kotoran(tinja)atau
kemih. Jika kemih atau kotoran pada orang yang terinfeksi memasuki air bersih, telur-telur
tersebut menetas, dan parasit memasuki keong untuk mulai siklusnya kembali.
3
peradangan dan peningkatan tekanan darah di dalam arteri pada paru-paru (hipertensi
pulmonari).
C. KARAKTERISTIK PENYAKIT
Infeksi Schistosoma dapat menimbulkan gejala-gejala yang bersifat umum seperti
gejala keracunan, disentri, penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kekurusan
dan lambatnya pertumbuhan pada anak-anak.
Sebagian besar penderita tidak mengalami gejala hingga beberapa bulan atau
beberapa tahun setelah paparan parasit. Namun ada juga yang dapat mengalami gejala
seperti gatal, iritasi kulit, muncul ruam berwarna merah dan benjolan pada kulit yang
terinfeksi, sesaat setelah terpapar.
Berikut adalah gejala yang biasa dialami setelah satu hingga dua bulan terpapar
parasit:
Pusing.
Demam tinggi.
Menggigil.
Merasa tidak enak badan.
Gatal dan muncul ruam merah atau bernoda pada kulit.
Batuk.
Diare
Nyeri perut.
Nyeri otot dan sendi.
Merasa nyeri saat membuang urine
Jika infeksi yang dialami sudah memasuki tahap kronis, berikut adalah gejala yang
dapat dialami:
4
Jantung berdebar (palpitasi).
Perubahan kondisi mental.
Kejang
Lumpuh.
Muncul lesi pada vulva atau area perianal.
Peradangan pada saraf tulang belakang.
Kerusakan organ seperti hati, kandung kemih, usus, atau paru-paru.
1. Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis : perut tidak nyaman, nyeri,
dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa mengakibatkan anemia.
2. Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi : pembesaran hati
dan limpa atau muntah darah dalam jumlah banyak.
3. Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat nyeri, sering berkemih, kemih
berdarah, dan meningkatnya resiko kanker kandung kemih.
4. Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis : peradangan dan akhirnya luka parut
yang bisa menyumbat saluran kencing.
5. Jika otak atau tulang belakang terinfeksi secara kronis (jarang terjadi) : Kejang atau
kelemahan otot.
2. Tahap Patogenesis
Secara klinis schistosomiasis dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :
5
1) Stadium I, dimulai sejak masuknya serkaria ke dalam kulit sampai cacing
menjadi dewasa, termasuk perpindahan schistosomula (cacing Schistsoma muda)
melalui paru – paru ke sistem portal. Pada stadium ini dapat dibedakan menjadi
tiga gejala, yaitu :
a. Gejala kulit dan alergi Berupa ruam pada kulit, kemerahan dengan rasa gatal
dan panas di tempat serkaria masuk. Gejala ini timbul beberapa jam setelah
infeksi. Gejala ini akan hilang dalam waktu 2-3 hari. Setelah itu muncul gejala
alergi berupa demam, urtikaria serta pembengkakan.
b. Gejala paru – paru Berupa batuk kadang disertai dahak, kadang dengan
sedikit bercampur darah.
c. Gejala toksemia Mulai muncul antara minggu ke dua sampai minggu ke
delapan setelah infeksi.Gejalanya berupa demam tinggi, lemah, malaise,
anoreksi, mual, muntah, sakit kepala dan nyeri tubuh, diare, sakit perut, hati
dan limpa membesar dan nyeri pada perabaan.
2) Stadium II, dimulai saat peletakan telur dalam pembuluh darah dan
dikeluarkannya menembus mukosa usus. Gejala berupa lemas, malaise, demam,
berat badan menurun, mulai terjadi pembengkakan hepar (hepatomegali),
pembengkakan limpa (spleenomegali). Gejala ini timbul pada 6-8 bulan setelah
infeksi.
3) Stadium III, terjadi pada stadium lanjut, lebih dari delapan bulan setelah infeksi.
Kelainan berupa pembentukan jaringan ikat menetap akibat terperangkapnya telur
di jaringan hati. Gejala berupa sakit perut, disentri, pelebaran pembuluh darah
perut, pembengkakan / asites, anemia.
E. EPIDEMIOLOGI
6
Menurut WHO (2010), Schistosomiasis menginfeksi 230 juta orang di 77 negara
dengan 600 juta orang berisiko terinfeksi. Penyakit ini tersebar di negaranegara
berkembang baik tropik maupun subtropik yaitu China, Jepang, Philipina, Indonesia,
Vietnam, Laos, Thailand, Kamboja.
Secara global, ditemukan 200.000 kematian yang dikaitkan dengan
Schistosomiasis per tahun. Variasi dalam perkiraan prevalensi tergantung pada karakter
fokus dari epidemiologi. Distribusi umum mencakup wilayah yang sangat besar, terutama
di Afrika, tetapi juga di Timur Tengah, Amerika Selatan dan Asia Tenggara.
Daerah sebaran Schistosomiasis sesuai dengan sebaran populasi siput yang
menjadi hospes perantara masingmasing spesies cacing. Schistosoma haematobium
dilaporkan dari Afrika dan negara-negara Timur Tengah, sedangkan Schistosoma
japonicum endemis di Asia Timur dan Asia Tenggara Termasuk Indonesia, Schistosoma
mansoni banyak dijumpai di Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
Sulawesi Tengah merupakan satusatunya provinsi dari 33 provinsi di Indonesia
yang endemis Schistosomiasis. Penyakit ini terdapat di 2 kabupaten/kota yang ada di
Sulawesi Tengah, tepatnya di Lembah Lindu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Lembah
Napu Kecamatan Lore Utara, Lore Timur, dan Lore Piore, Lembah Besoa Kecamatan
Lore Tengah dan Lembah Bada Kecamatan Lore Barat Kabupaten Poso.
Secara keseluruhan penduduk yang berisiko tertular schistosomiasis di kedua
kabupaten adalah 50.000 (population of risk).
Pada tahun 2013 dari 4 desa yang disurvei di Lembah Lindu Kecamatan Lindu
Kabupaten Sigi dengan jumlah penduduk yang di periksa 3.788 jiwa, yang
mengumpulkan tinja 3.222 jiwa terdapat 23 jiwa yang positif Schistosomiasis. Pada tahun
2014 terjadi peningkatan jumlah kasus yang positif Schistosomiasis yaitu berjumlah 52
kasus di Kecamatan Lindu. Dan dari 7 Desa di kecamatan Lindu Desa Puroo merupakan
desa yang paling tinggi jumlah kasusnya yaitu berjumlah 16 kasus.
Faktor Determinan
1. Host (manusia)
Penyakit schistosomiasis menyerang segala umur dan tidak memandang
jenis kelamin.
2. Agent (penyakit)
7
Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit
parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus
Schistosoma.
Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing
pipih (cacing pita). Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin, dan
nyeri otot dan kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri berkemih
dan pendarahan.
3. Agent (penyakit)
Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit
parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus
Schistosoma.
Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing pipih
(cacing pita). Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin, dan nyeri
otot dan kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri berkemih dan
pendarahan.
Pemberantasan dapat dilakukan dengan molluscicides, berupa bahan kimia
yang yang disemprotkan didalam air habitatnya. Sedangkan hospes perantara S.
japonicum adalah siput amfibius yang tidak selalu berada didalam air.
Pemberantasan dapat dilakukan dengan melakukan berbagai cara, mulai
menggunakan moluscicide, penimbunan, pemarasan, pembakaran dan merubah
habitat siput menjadi lahan pertanian atau bahkan lapangan golf. Schistosomiasis
di Indonesia merupakan penyakit zoonosis sehingga sumber penular tidak hanya
pada penderita manusia saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi.
F. PERANAN LINGKUNGAN
a. Lingkungan Fisik
Daerah yang mudah disebari oleh schistosomiasis adalah daerah Tropis. Tempat
tumbuh keong ini berkembang biak di daerah-daerah lembab seperti sawah dan air
tergenang. Sehingga masyarakat Lindu diharuskan untuk dapat mengolah sawah dan
tidak membiarkan air-air tergenang yang dapat menyebabkan perkembangbiakan
keong.
8
Sering melakukan aktivitas di luar rumah, dan selalu melakukan kontak dengan air
ataupun melewati daerah genangangenangan air yang telah terinfeksi cacing
schistosomiasis (Kasnodihardjo,1990).
b. Lingkungan Sosial Budaya
Aspek sosial budaya mempunyai peranan dalam penularan schistosomiasis
meliputi: pengetahuan, perilaku, kepercayaan masyarakat terhadap schistosomiasis.
Perilaku masyarakat dalam mendukung ataupun mencegah terjadinya penularan
penyakit sangat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat terhadap penyakit tersebut.
Dengan pengetahuan yang baik terhadap suatu penyakit akan memberikan pengaruh
untuk bersikap dan bahkan melakukan tindakan yang mendukung upaya pencegahan
penularan terhadap penyakit (Kasnodihardjo, 1994).
Pengetahuan kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap
cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang penyakit menular,
pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait atau yang dapat mempengaruhi
kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk
menghindari penyakit. Perilaku kesehatan untuk hidup sehat yaitu semua kegiatan atau
aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit
menular dan tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau
mempengaruhi kesehatan dan tindakan untuk menghindari penyakit (Notoatmodjo, S
2007).
9
4. Memberantas tempat perindukan keong dengan moluskisida (biaya yang tersedia
mungkin terbatas untuk penggunaan moluskisida ini)
5. Untuk mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh : gunakan sepatu
bot karet). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan air yang
terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara tidak sengaja yaitu kulit yang basah
dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan segera dengan handuk. Bisa juga dengan
mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk membunuh serkaria.
6. Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya diambil dari
sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk membunuh
serkariannya. Cara yang efektif untuk membunuh serkaria yaitu air diberi iodine atau
chlorine atau dengan menggunakan kertas saring. Membiarkan air selama 48 – 72 jam
sebelum digunakan juga dianggap efektif.
7. Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah penyakit
berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi pelepasan telur oleh cacing.
8. Para wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan risiko
penularan dan cara pencegahan
9. Schistosomiasis paling baik dicegah dengan menghindari berenang, mandi, atau
menyeberang di air alam di daerah yang diketahui mengandung schistosomes.
Obat yang digunakan yaitu praziquantel dengan dosis 30 mg/kg BB/dosis diberikan 2
dosis dalam satu hari, total 60 mg/kg/BB. Jarak pemberian dosis pertama dengan dosis
10
kedua adalah 4-6 jam. Obat diminum sesudah makan. Selain obat praziquantel disediakan
juga obat penawar karena obat praziquantel menimbulkan efek samping antara lain,
demam, sakit kepala, pusing, mual, dan lain-lain.
11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing pipih (cacing
pita). Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin, dan nyeri otot dan
kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri berkemih dan pendarahan.
Schistosoma dapat menimbulkan gejala-gejala yang bersifat umum seperti gejala
keracunan, disentri, penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kekurusan dan
lambatnya pertumbuhan pada anak-anak.
B. SARAN
Karena schistosomiasis dapat terkena pada semua umur maka sebaiknya
masyarakat menggunakan sepatu dan sarung tangan apabila masyarakat sedang mengolah
sawah dan juga masyarakat bisa merubah sikap dan perilaku seperti tidak buang air lagi di
sungai dan disawah
12
DAFTAR PUSTAKA
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/spirakel/article/download/6128/4706+&cd
=1&hl=en&ct=clnk&gl=id
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/spirakel/article/download/6128/4706
https://penyakitdalam.wordpress.com/category/manual-pemberantasan-penyakit-
menular/schistosomiasis/
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/8e10d3b109f622b3404e5292f81e143b.pdf
http://www.depkes.go.id/resources/download/RAP%20Unit%20Utama%202015-
2019/5.%20Ditjen%20P2P.pdf
Binongko, adhien. 2012. schistosomiasis epidemiologi penyakitmenular.
13