Anda di halaman 1dari 14

sarcoptes scabiei varietas hominis

MAKALAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah

PARASITOLOGI

DISUSUN OLEH:

MIKA MONITA
NIM: 1710204065

DOSEN PENGAMPU:

TITIK IVORIANTIKA, S.Pt, M.Si

MAHASISWA JURUSAN TARBIYAH PRODI BIOLOGI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KERINCI

TAHUN AKADEMIK 2020/1441 H


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “sarcoptes scabiei varietas hominis”

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah ini dapat berguna untuk masyarakan memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Sungai Liuk 26 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1


B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

A. Definisi Sarcoptes scabiei..............................................................................3


B. Penyebab........................................................................................................6
C. Gejala ............................................................................................................7
D. Diagnosis .......................................................................................................8
E. Pencegahan ....................................................................................................9
F. Perawatan dan Pengobatan ............................................................................10
G. Penularan .......................................................................................................11
H. Siklus Hidup ..................................................................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, di mana pelayanan


skesehatan masyarakatnya belum memadai sehubungan dengan adanya krisis
ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Permasalahan utama yang
dihadapi masih didominasi oleh penyakit infeksi yang sebagian besarnya adalah
penyakit menular yang berbasis lingkungan.
Skabies ditemukan disemua Negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% - 27%
dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja.
Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit
skabies dalam masyarakat diseluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6% -
12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering.
Skabies atau kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi
tungau Sarcoptes scabiei .
Penyakit ini telah dikenal sejak lama, yaitu ketika Bonomo dan Cestoni
mampu mengilustrasikan sebuah tungau sebagai penyebab skabies pada tahun
1689 (Montesu dan Cottoni, 1991). Literatur lain menyebutkan bahwa skabies
diteliti pertama kali oleh Aristotles dan Cicero sekitar tiga ribu tahun yang lalu
dan menyebutnya sebagai "lice in the flesh" (Alexander, 1984). Tungau ini
mampu menyerang manusia dan ternak termasuk hewan kesayangan (pet animal)
maupun hewan liar (wild animal) (Pence dan Ueckermann, 2002).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Sarcoptes scabiei?
2. Apa penyebab terjadinya penyakit scabies?
3. Apa gejala dari penyakit scabies?
4. Apa saja langkah pencegahan dari penyakit scabies?
5. Bagaimana proses penularan dari scabies?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Sarcoptes scabiei
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit scabies
3. Untuk mengetahui gejala dari penyakit scabies
4. Untuk mengetahui langkah pencegahan penyakit scabies
5. Untuk mengetahui proses penularan dari scabies
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sarcoptes scabiei
Nama Sarcoptes scabiei adalah turunan dari kata Yunani yaitu sarx yang
berarti kulit dan koptein yang berarti potongan dan kata latin scabere yang berarti
untuk menggaruk. Secara harfiah scabies berarti gatal pada kulit sehingga muncul
aktivitas menggaruk kulit yang gatal tersebut. Saat ini istilah skabies berarti lesi
kulit yang muncul oleh aktivitas tungau (Cordoro et al. 2012).
Tungau Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda , kelas Arachnida,
ordo Acarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis. Scabies adalah penyakit kulit yang berisifat menular yang disebabkan
oleh investasi dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei varietas hominis.
Di indonesia scabies di kenal dengan nama kudik, kudis dan penyakit ampera
B. Penyebab
Penyakit Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi
dan sensitisasi terhadap kutu bernama sarcoptes scabiei var. hominis. Kutu
tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan
lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Karena sifat parasit tungau yang sangat aktif, perawatan secara agresif
perlu dilakukan hingga penderitanya sembuh total tanpa ada jangka waktu yang
ditargetkan. Tungau penyebab penyakit Scabies sendiri agak sulit dilepaskan dari
kulit yang sudah menjadi sarangnya karena mereka tahan terhadap sabun dan air
panas, serta tidak bisa digosok-gosok sampai hilang.
C. Gejala
gejala seseorang terkena skabies adalah kulit penderita gatal-gatal penuh
bintik-bintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan
keras. Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi (Djuanda, 2006)
1. Gejala utama
gejala utama adalah rasa gatal pada malam hari Rasa gatal karena
pembuatan terowongan oleh Sarcoptes Scabies di Startum Korneum,
yang pada malam hari temperatur tubuh lebih tinggi sehingga aktivitas
kutu meningkat (Goldstein, 2001). Gatal merupakan gejala utama
sebelum gejala klinis lainnya muncul. Rasa gatal hanya pada lesi,
tetapi pada skabies kronis gatal dapat terasa pada seluruh tubuh.
2. Erupsi kulit
Erupsi kulit tergantung pada derajat sensitasi, lama infestasi,
hygiene perorangan, dan pengobatan sebelumnya, erupsi kulit
Batognomatik berupa terowongan halu dengan ukuran 0,3-0,5
milimeter, sedikit meninggi, berkelok-kelok, putih keabuan dengan
panjang 10 milimeter sampai 3 centimeter dan bergelombang
(Goldstain, 2001)
3. Lesi kulit
Lokasi lesi kulit terdapat pada sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian dalam, lipatan aksila bagian depan, perut sekitar
umbilikus dan pantat. Pada wanita juga terdapat pada areola mamae
dan bagian bawah mamae, sedangkan pada laki-laki lesi kulit
ditemukan sekitar genetalia eksterna. Pada bayi distribusinya sampai
mengenai seluruh tubuh termasuk punggung, kepala, leher bahkan sampai
wajah, orang dewasa tidak sampai mengenai wajah (Goldstein, 2001)
D. Diagnosis
Diagnosis di buat berdasarkan gejala klinis dengan menemukan minimal 2
dari 4 tanda cardinal penyakit scabies. Tanda kardinalnya adalah:
1. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang
lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan
hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
3. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan padat)
atau vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul polimorf
(gelembung leokosit).
4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
E. Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang
yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal
skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran
scabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang
masih dalam periode inkubasi asimptomatik.

Selain itu, Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan
lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit
ini dapat dilakukan dengan cara :

1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun


2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu
3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi tungau skabies.
6. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga kebersihan tubuh
sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi dua kali
sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat
parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan
penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat
mengganggu kehidupan sehari-hari
F. Perawatan atau Pengobatan
1. pengobatan secara medis
Pengobatan Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang
tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
a) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep atau krim. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2
tahun. Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan,
sejak 25 M. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh
anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi
2,5% pada bayi. Cara pemakaiannya: sangat sederhana, yakni
mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam
selama tiga hari berturut-turut.
b) Emulsi benzil-benzoat (20-25%) Benzil benzoat adalah ester asam
benzoat dan alkohol benzil yang merupakan bahan sintesis balsam
peru. Cara Kerja Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau
skabies. Cara Pemakaiannya: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan
periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak,
dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif
bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa
diterima.
c) Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; Lindane)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah
sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau.
Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan
selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane
dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.
Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak
berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan
mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam
dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih
dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk
memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan
penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk
tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan
konsentrasi lain selain 1%.
d) Krotamiton 10% Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan
sebagai krim 10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara
50% dan 70%. Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila
diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah
mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam
kemudian dicuci setelah aplikasi kedua.
e) Permetrin dengan kadar 5%, Merupakan sintesa dari
pyrethroid dan bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel
saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat
repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Cara
pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang
diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum
sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu.
Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2
bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan
dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam.
2. Pengobatan secara tradisional
Ada beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai alternatif
dalam mengobati penyakit scabies, diantaranya :
a) Daun salam, kandungan daun salam terdapat antipruritus yang dapat
mengobati penyakit scabies. Cara pemakaian : Cuci daun, kulit batang,
atau akar salam seperlunya sampai bersih, lalu giling halus sampai
menjadi adonan, seperti bubur. Balurkan ke tempat yang sakit,
kemudian di balut.
b) Biji Pinang mempunyai beberapa sifat yang adapat menyembuhkan
penyakit diantaranya, bersifat anthelmintica, stimulansia(merangsang)
dan haermostatica. Biji pinang mengandung alkaloida seperti arekania
dan arekolina. Cara pemakaian: haluskan satu biji buah pinang campur
dengan seperempat sendok teh kapur sirih dan air secukupnya.
c) Daun srikaya yang mana kandungannya terdapat astringen, antiradang,
antheimetik, sifatnya sedikit dingin. Cara pemakaian: cuci daun
srikaya segar ( 15 lembar ) lalu gilig sampai halus, kemudian remas
dengan air kapur sirih sebanyak satu sendok teh dan gunakan untuk
menggosok kulit yang terkena kudis. Lakukan sehari dua kali.
G. Penularan
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, adapun cara penularanya adalah :
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti
berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa
hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak
penularan didapat dari orang tua atau temannya.
2. Kontak tak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui
perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai
peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir
menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam
penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah
selimut, pakaian dalam bagi penderita perempuan.
H. Siklus Hidup

parasite ini memiliki siklus hidup yang dimulai ketika parasit betina
hinggap dan masuk ke dalam kulit melalui liang-liang yang ada di kulit. Parasit
jantan lalu akan bergerak di antara area-area liang tersebut untuk mencari
keberadaan parasit betina yang siap dibuahi. Setelah proses perkawinan selesai,
parasit jantan akan mati dan parasit betina akan mulai bertelur, yang akan segera
retak dan pecah dalam tempo tiga hingga empat hari kemudian. Setelah telur
parasit yang biasanya berupa tungau ini pecah, tungau muda akan keluar untuk
berpindah di permukaan kulit sampai dewasa dalam waktu 10 hingga 15 hari.
Kemudian, siklus hidup parasit tungau akan kembali berulang. Tungau jantan
mengendap di permukaan kulit dan tungau betina akan bertahan di liang-liang
kulit yang tidak kasat mata untuk menciptakan liang yang baru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skabies pada manusia masih menjadi kendala bagi kesehatan manusia .
Penyakit ini harus mendapat perhatian yang serius dari lembaga-lembaga terkait
sehingga penyebarannya tidak semakin luas .Lemahnya piranti diagnosis dan
timbulnya resistensi tungau S. scabiei terhadap bermacam-macam akarisidal
menjadi tantangan bagi para peneliti untuk menemukan akarisidal alternative yang
aman bagi penderita dan bersifat ramah lingkungan.
Skabies (kudis) adalah penyakit kulit yang berisifat menular yang
disebabkan oleh investasi dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei
varietas hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida,
ordo Astigmata, famili Sarcoptidae. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
Hominis dan merupakan tungau kecil, Badannya transparan, berbentuk oval,
pungggungnya cembung dan perutnya rata. daur hidup Sarcoptes scabiei dari
telur hingga dewasa berlangsung selama satu bulan. Sasaran dari Sarcoptes scabiei
untuk menyebarkan penyakit yaitu manusia
gejala seseorang terkena skabies adalah kulit penderita gatal-gatal penuh
bintik-bintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan
keras. Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi . Penularan penyakit
skabies dapat terjadi secara langsung seperti seperti berjabat tangan, tidur bersama
dan hubungan seksual maupun tidak langsung misalnya melalui perlengkapan
tidur, pakaian atau handuk. untuk mencegah penyebaran penyakit harus menjaga
kebersihan lingkungan, rumah dan badan. Pengobatan scabies dapat dilakukan
baik secara medis seperti Belerang endap (sulfur presipitatum), Emulsi benzil-
benzoat, Gama benzena heksa klorida, Krotamiton dan Permetrin maupun secara
tradisional seperti daun salam, biji buah pinang dan daun buah srikaya

B. Saran
Agar terhindar dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh tungau
(sarcoptes scabiei) terutama sarcoptes scabiei var homonis, maka sangat
diperlukan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan kehiginet
DAFTAR PUSTAKA

Sungkar, S. 2004. Penyakit Yang Disebabkan Artropoda. Dalam Parasitologi


Kedokteran. EdS ketiga. Ed Gandahusada S. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta

Ma’rufi, I., Keman, S., Notobroto, H.B. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang
Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies, Studi Pada Santri di
Pondok Pesantren kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan,
Vol 2 No.1 p 11-18.

Handoko, R.P. 2000. Skabies. Dalam Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Eds
ketiga. Ed Djuanda A. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai