Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

SKABIES

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin
RSU HAJI MEDAN

Pembimbing :
dr. Dian Erisyawanty ,M.Kes, Sp.KK

Disusun Oleh :
Astin Rizki Yuliastuti (102121050)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF


ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
SUMATERA UTARA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas


Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
pembuatan laporan kasus yang berjudul “SKABIES“. Laporan kasus
ini Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin di Rumah Sakit Umum
Haji Medan Sumatera Utara.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada para pengajar di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin,
khususnya dr. Dian Erisyawanty ,M.Kes, Sp.KK atas
bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian Ilmu
Penyakit Dalam ini sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
“Laporan Kasus” ini. Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih
jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk memperbaiki laporan kasus ini dan
untuk melatih kemampuan menulis makalah untuk selanjutnya.
Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan
Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya
bagi saya yang sedang menempuh pendidikan.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, 20 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar belakang ......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 3

A. Definisi.................................................................................................................... 3

B. Epidemologi ............................................................................................................ 3

C. Etiologi.................................................................................................................... 4

D. Patogenesis.............................................................................................................. 7

E. Gejala dan Diagnosis ............................................................................................ 10

F. Varian Skabies ...................................................................................................... 14

G. Penunjang Diagnosis ............................................................................................. 14

H. Diagnosis Banding ................................................................................................ 15

I. Tatalaksana ........................................................................................................... 16

J. Prognosis ............................................................................................................... 16

BAB III............................................................................................................................. 19

LAPORAN KASUS ........................................................................................................ 19

A. IDENTITAS PASIEN ........................................................................................... 19

B. ANAMNESA ........................................................................................................ 19

C. PEMERIKSAAN FISIK ....................................................................................... 20

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG .......................................................................... 23

E. RINGKASAN ....................................................................................................... 23

F. DIAGNOSA KERJA ............................................................................................ 24

G. PENATALAKSANAAN ...................................................................................... 24

ii
H. PROGNOSIS ........................................................................................................ 24

BAB IV DISKUSI ........................................................................................................... 25

BAB V .............................................................................................................................. 26

KESIMPULAN ............................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pengetahuan dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh Von Hebra,


bapak dermatologi modern. Penyebabnya ditemukan pertama kali oleh
Benomo pada tahun 1687, kemudian Mellanby melakukan percobaan
induksi pada relawan selama perang dunia II. Skabies dari bahasa latin
scabere yang artinya to scratch, dulu dikenal sebagai gatal 7 tahun,
yaitu penyakit kulit menular yang menyerang manusia dan binatang.
Dalam klasifikasi WHO dikelompokkan sebagai water-related
disease. Penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei, yaitu kutu parasit yang
mampu menggali terowongan di kulit dan menyebabkan rasa gatal. 1
Skabies ditularkan secara langsung dari orang ke orang melalui
kontak langsung, tetapi dapat juga secara tidak langsung. Masa
inkubasi 4-6 minggu. Jenis yang berat adalah skabies berkrusta
(crusted scabies), dulu disebut Norwegian scabies, biasanya terjadi
pada pasien dengan imunokompremais. 1
Berbagai obat anti skabies, di antaranya yang paling efektif adalah
krim permethrin , obat pilihan lainnya adalah krotamiton walaupun
kurang efektif tetapi kurang toksik, ivermectin dapat digunakan secara
oral atau topikal, sedangkan lindane tidak lagi dipakai karena toksik
dan dianggap skabies sudah resisten terhadap lindan.1
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu
kecil) yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit tersebut
merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di wilayah
beriklim tropis dan subtropis. Jumlah penderita skabies di dunia lebih
dari 300 juta setiap tahun dengan angka yang bervariasi di setiap
negara.2
Menurut WHO (World Health Organization) terdapat sekitar
300 juta kasus skabies di dunia setiap tahunnyaa. Sedangkan di

1
2

tahun 2014 WHO menyatkaan ngka kejadian skabies 130 juta orang
di dunia. International Alliance for the Control of Scabies (IACS)
dalam Sahrudin (2017) kejadian skabies sangat beragam yaitu dari
0,3% menjadi 46%. Penyakit skabies merupakan penyakit kulit yang
endemis di wilayah beriklim tropis dan sub tropis, seperti Asia,
Australia, Amerika Selatan, Karibia, Afrika. Sebuah studi
epidemiologi di United Kingdom (UK) menunjukkan bahwa
skabies lebih banyak terdapat di area perkotaan dan lebih sering
terjadi pada musim dingin dibandingkan musim panas. Skabies masih
menjadi masalah utama di banyak komunitas Aborigin di Australia,
dimana berkaitan dengan tingkat kemiskinan dan kepadatan
penduduk. Hasil survei didapatkan prevalensi skabies 25% pada
orang dewasa, sedangkan prevalens tertinggi terjadi pada anak
sekolah yaitu 30-65%.
Menurut data KEMENKES RI prevalensi penyakit kulit di
Indonesia di tahun 2012 adalah 8,46% kemudian meningkat di
tahun 2013 sebesar 9% dan skabies menduduki urutan ketiga dari
12 penyakit kulit yang sering terjadi. Skabies merupakan salah satu
penyakit kulit tersering di puskesmas.2
Skabies seringkali diabaikan karena tidak mengancam jiwa
sehingga prioritas penanganannya rendah. Akan tetapi, penyakit ini
dapat menjadi kronis dan berat serta menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Lesi pada skabies menimbulkan rasa tidak nyaman karena
sangat gatal sehingga penderita seringkali menggaruk dan
mengakibatkan infeksi sekunder terutama oleh bakteri Grup A
Streptococcus dan Staphylococcus aureus. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan


sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.hominis, dan produknya (Der Ber
1971). Ditandai gatal malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan
tempat predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala
klinis dapat terlihat polimorfi tersebar di seluruh badan.1

B. Epidemologi

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.


Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain
sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual bersifat
promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta
ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam infeksi Menular Seksual
(IMS).1
Skabies disebut juga the itch, pamaan itch, seven year itch karena gatal
hebat yang berlangsung menahun. Di Indonesia skabies disebut penyakit
kudis, gudik, atau buduk. Skabies terdapat di seluruh dunia dengan
prevalensi yang bervariasi, tetapi umumnya terdapat di wilayah beriklim
tropis dan subtropis di negara berkembang. Siapapun yang kontak dengan
Sarcoptes scabiei dapat terinfestasi skabies, meskipun demikian skabies
lebih banyak terdapat pada penduduk yang memiliki faktor risiko tinggi
untuk terinfestasi skabies. Di masyarakat yang memiliki risiko tinggi
skabies prevalensi dapat mencapai 80%.2
Skabies memiliki hubungan erat dengan kebersihan personal dan
lingkungan tempat tinggal sehingga sering terjadi pada orang yang tinggal
bersama di pemukiman padat penghuni misalnya di perkampungan padat
penduduk atau di pondok pesantren dengan kepadatan penghuni yang
tinggi. Wabah skabies sering dijumpai di lingkungan padat penghuni

3
4

dengan kontak kulit yang erat dan lama seperti di tempat penitipan anak,
panti asuhan, tempat perawatan orang usia lanjut, penjara, pengungsian, dan
pesantren bahkan di rumah sakit.2
Skabies memiliki masa inkubasi yang lama sehingga orang yang
terpajan skabies tidak menyadarinya sebelum timbul lesi klinis yang jelas
dan dapat didiagnosis sebagai skabies. Pada orang muda sehat, skabies lebih
dianggap sebagai gangguan yang menjengkelkan karena gatal hebat. Pada
orang tua atau orang dengan imunitas rendah, skabies sering tidak
terdiagnosis karena lesi mirip penyakit lain. Oleh karena itu skabies sering
terlambat didiagnosis, pengobatannya tidak adekuat atau salah, dan tindak
lanjutnya tidak memadai sehingga sering menimbulkan wabah serta terus
menerus endemis di daerah yang memiliki faktor risiko tinggi untuk
terinfestasi skabies.2
Cara Penularan (transmisi)
1) Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan,
tidur bersama, dan hubungan seksual.
2) Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan lain-lain.

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah


dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal juga Sarcoptes
scabiei var.animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama
pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan, misalnya
anjing. Tungau tidak dapat terbang atau melompat tapi merangkak dengan
kecepatan 2,5 cm/menit pada kulit dan dapat menembus epidermis dalam
waktu 30 menit. Tungau tersebut dapat bertahan selama 24 sampai 36 jam
pada suhu kamar dan kelembaban rata-rata serta tetap mampu melakukan
infestasi dan pelepasan epidermal. Semakin banyak parasit pada seseorang,
semakin besar kemungkinan penularan.4

C. Etiologi1
5

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi S.scabiei


varietas hominis Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarima, super famili Sarcoptes, penemunya adalah
seorang ahli biologi Diacinto Cestoni (1637-1718) pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei var.hominis selain itu, terdapat S. scabiei yang lain,
misalnya pada kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggung
cembung, bagian perut rata, dan mempunyai 8 kaki. Tungau ini translusen,
berwama putih kotor, dan tidak bermata. Ukuran yang betina berkisar antara
330-450 mikron x 250- 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil,
yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang
kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang
jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir
dengan alat perekat.

Sarcoptes scabiei Varietas Hominis5


6

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut; setelah kopulasi (perkawinan)


yang tejadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang masih
dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina.
Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum
komeum dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari sambil meletakkan telumya
2 hingga 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya.
Telur akan menetas biasanya dalam waktu 3 sampai 10 hari dan menjadi
larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam
terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi
nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki.
Seluruh siklus hidup mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari.
Aktivitas Sarcoptes scabiei di dalam kulit menyebabkan rasa gatal dan
menimbulkan respons imunitas selular dan humeral serta mampu
meningkatkan lgE baik di serum maupun di kulit. Masa inkubasi
berlangsung lama 4-6 minggu. Skabies sangat menular, transmisi melalui
kontak langsung dari kulit ke kulit, dan tidak langsung melalui berbagai
benda yang terkontaminasi (seprei, sarung bantal, handuk dsb). Tungau
skabies dapat hidup di luar tubuh manusia selama 24-36 jam. Tungau dapat
ditransmisi melalui kontak seksual, walaupun menggunakan kondom,
karena kontak melalui kulit di luar kondom. 2,3
Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan
oleh sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan
waktu kira-kira sebulan setelah investasi. Pada saat itu, kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan
lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi
sekunder.3
7

Siklus
Hidup

S.scabiei ( ilustrasi oleh nilam sari)

D. Patogenesis

S.scabiei hidup di stratum korneum epidermis manusia dan mamalia


lainnya. Seluruh tahapan hidup tungau, yaitu larva, protonimfa, tritonimfa
dan tungau dewasa adalah parasit permanen obligat yang membutuhkan
cairan ekstraselular hospes yang merembes ke dalam terowongan untuk
bertahan hidup.

S.scabiei telah lama hidup bersama manusia dan mamalia lain serta
berevolusi dan beradaptasi dengan berbagai mekanisme untuk menghindari
respons imun hospes baik bawaan maupun didapat. Hospes menunjukkan
respons imun tipe lambat terhadap skabies. Pada manusia, gejala klinis
berupa inflamasi kulit baru timbul 4-8 minggu setelah terinfestasi. Respons
imun yang lambat tersebut merupakan dampak dari kemampuan tungau
dalam memodulasi berbagai aspek respons imun dan inflamasi hospes. Sel
epidermis seperti keratinosit dan sel langerhans merupakan sel pertama
yang menghadapi tungau skabies dan produknya. Respons inflamasi
8

bawaan dan didapat dari kulit hospes berperan sebagai pertahanan lini
pertama terhadap invasi, kelangsungan hidup dan reproduksi tungau di
dalam kulit. Tungau merangsang keratinosit dan sel dendritik melalui
molekul yang terdapat di dalam telur, feses, ekskreta, saliva, dan cairan
sekresi lain seperti enzim dan hormon, serta aktivitas organ tubuh seperti
chelicerae, pedipalps dan kaki selama proses penggalian terowongan.
Tubuh tungau mati yang membusuk juga merangsang respons imun.

S.scabiei memproduksi banyak saliva saat membentuk terowongan


dan merupakan sumber molekul yang dapat memodulasi inflamasi atau
respons imun hospes. Produk tungau yang menembus dermis merangsang
sel-sel seperti fibroblas, sel endotel mikrovaskular serta sel imun seperti sel
langerhans, makrofag, sel mast dan limfosit. Diduga sel langerhans dan sel
dendritik lain memproses antigen tungau dan membawa antigen tersebut ke
jaringan limfe regional yaitu tempat respons imun didapat diinisiasi melalui
aktivasi sel limfosit T dan limfosit B.

Tungau skabies memicu sekresi anti-inflammatory cytokine


interleukin-1 receptor antagonist (IL-1ra) dari sel fibroblas dan keratinosit
pada model kulit manusia. IL-1ra menghambat aktivitas sitokin
proinflamasi IL-1 dengan mengikat reseptor IL-1 yang terdapat pada banyak
sel termasuk sel limfosit T, sel limfosit B, natural killer cell, makrofag dan
neutrofil. Ekstrak tungau skabies mengandung molekul yang menekan
ekspresi molekul adhesi interselular dan vaskular yaitu intercellular
adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1
(VCAM-1) serta E-selectin oleh kultur sel endotel mikrovaskular kulit
manusia. Supresi tersebut akan menghambat atau menurunkan ekstravasasi
limfosit, neutrofil dan sel lain ke dalam dermis sehingga mengganggu
respons pertahanan hospes.2.6

S.scabiei dapat menghambat interaksi ko-stimulasi antara limfosit T


dan sel penyaji antigen (antigen presenting cell) sedangkan ekstrak tungau
9

skabies memicu sel limfosit T regulator untuk memproduksi IL-10. Sitokin


tersebut bekerja sebagai antiinflamasi poten dengan menekan sekresi sitokin
proinflamasi lain dan ekspresi molekul major histocompatibility complex II
(MHC-II) di permukaan sel penyaji antigen. Pada akhirnya, interaksi
kompleks MHC-II antigen dan reseptor limfosit T yang penting untuk
aktivasi dan proliferasi sel limfosit B menjadi sel plasma yang memproduksi
antibodi menjadi berkurang atau terhambat.6

Sel limpa tikus yang dipajankan ke tungau skabies dan tikus yang
divaksinasi ekstrak tungau menunjukkan penurunan ekspresi gen B7-2
(CD86) pada sel limfosit B dan reseptornya serta CD28 pada sel limfosit T.
Selain itu ekspresi gen CD40 pada sel limfosit B dan reseptornya, CD40L
pada sel limfosit T, mengalami down-regulation. Ko-signal tersebut adalah
pendamping coupling kompleks reseptor sel T MHCII-antigen dalam
mengaktivasi sel limfosit B untuk menjadi sel plasma yang dapat
memproduksi antibody.6

Model kulit manusia serta monokultur keratin epidermis dan


fibroblas dermis manusia mensekresikan lebih banyak vascular endothelial
growth factor (VEGF) sebagai respons terhadap tungau skabies hidup
maupun ekstraknya. VEGF meningkatkan vaskularisasi dan jumlah plasma
di terowongan epidermis yang dekat dengan mulut tungau sehingga
terowongan yang semula kering menjadi kaya air dan nutrisi. Hal tersebut
dibuktikan oleh pencernaan antibodi di dalam plasma oleh tungau.2,6

Produk tungau skabies dapat menurunkan aktivitas IL-8 di sekitar


lesi skabies setelah dua hari. IL-8 adalah kemokin yaitu suatu kemotaktik
untuk ekstravasasi neutrofil ke lokasi patogen. Monokultur keratinosit
epidermis, fibroblas dermis, sel endotel mikrovaskular kulit, dan sel
dendritik yang dipajankan ekstrak tungau skabies menurunkan kadar IL-8
dalam media dibandingkan kontrol. Tungau skabies juga memproduksi
protein pengikat IL-8 yang dapat menurunkan kadar IL-8 lokal sehingga
10

menghambat kemotaksis neutrofil.47 Inhibitor protease serin yang terdapat


di sistem pencernaan tungau dapat mengikat kaskade komplemen di dalam
plasma dan menghentikan ketiga jalur sistem komplemen manusia yaitu
jalur klasik, alternatif dan lektin. Aktivasi komplemen hospes dapat
melindungi tungau dari kerusakan yang disebabkan komplemen karena
tungau skabies menelan plasma. Inhibitor komplemen dapat memudahkan
Streptococcus grup A menginfeksi lesi skabies dan menyebabkan
pioderma.6 Selain mampu melakukan down-regulation, respons protektif
hospes, ekstrak tungau dan tungau hidup juga dapat melakukan upregulation
sekresi sitokin proinflamasi oleh keratinosit, fibroblas dan sel endotel. Oleh
karena itu respons hospes yang sesungguhnya merupakan keseimbangan
antara kejadian yang memicu respons protektif dengan yang menghambat.
Durasi infestasi dan kepadatan tungau berperan dalam mengubah
keseimbangan tersebut.2,6

E. Gejala dan Diagnosis

Gatal merupakan gejala klinis utama pada skabies. Rasa gatal pada
masa awal infestasi tungau biasanya terjadi pada malam hari (pruritus
nokturna), cuaca panas, atau ketika berkeringat. Gatal terasa di sekitar lesi,
namun pada skabies kronik gatal dapat dirasakan hingga ke seluruh tubuh.
Gatal disebabkan oleh sensitisasi kulit terhadap ekskret dan sekret tungau
yang dikeluarkan pada waktu membuat terowongan. Masa inkubasi dari
infestasi tungau hingga muncul gejala gatal sekitar 14 hari.5

Sarcoptes scabiei biasanya memilih lokasi epidermis yang tipis


untuk menggali terowongan misalnya di sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan, penis, areola mammae, peri-umbilikalis, lipat payudara, pinggang,
bokong bagian bawah intergluteal, paha serta lipatan aksila anterior dan
posterior. Terowongan yang digali tungau tampak sebagai lesi berupa garis
halus yang berwarna putih keabu-abuan sepanjang 2-15mm, berkelok-kelok
dan sedikit meninggi dibandingkan sekitarnya. Di ujung terowongan
11

terdapat papul atau vesikel kecil berukuran <5mm tempat tungau berada. Di
daerah beriklim tropis, jarang ditemukan lesi terowongan; kalaupun ada
terowongan hanya berukuran pendek sekitar 1-2mm. Lesi tersebut sulit
ditemukan karena sering disertai ekskoriasi akibat garukan dan infeksi
sekunder oleh bakteri. Meskipun demikian, terowongan dapat berada di
tangan, sela-sela jari tangan, pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
Pustul tanpa lesi terowongan sering terdapat di genitalia eksterna. Pada
infestasi ringan, lokasi yang harus diperiksa adalah sela jari tangan dan
genitalia eksterna.4,5

Pada orang dewasa, lesi skabies jarang ditemukan di leher, wajah,


kulit kepala yang berambut, punggung bagian atas, telapak kaki dan tangan,
namun pada bayi daerah tersebut sering terinfestasi bahkan lesi dapat
ditemukan di seluruh tubuh. Lesi skabies biasanya tidak terdapat di kepala
namun pada anak kecil dan bayi dapat ditemukan pustul yang gatal. Gejala
skabies pada anak biasanya berupa vesikel, pustul, dan nodus; anak menjadi
gelisah dan nafsu makan berkurang. Gambaran klinis skabies pada anak-
anak sering sulit dibedakan dengan infantile acropustulosis dan dermatitis
vesiko bulosa. Lesi terowongan jarang atau bahkan tidak ditemukan.4

Lesi Skabies di Telapak dan Jari Tangan Berupa Pustul, Bula Purulen dan
Krusta Hitam, Multipel, Diskret
12

Lesi Skabies di Jari Tangan dan Sela Jari Tangan Berupa Papul, Vesikel
Ekskoriasi dan Skuama Kolaret, Multipel, Diskret

Lesi Skabies di Perut Berupa Papul Eritematosa, Ekskoriasi dan Krusta


Merah Kehitaman, Multipel, Diskret
13

Lesi Skabies di Bokong Berupa Papul, Erosi, Ekskoriasi, Krusta Merah


Kehitaman dan Skuama Kolaret, Multipel, Diskret

Lesi Skabies di Penis, Skrotum, Lipat dan Pangkal Paha Bilateral


Asimetris Berupa Papul Eritematosa, Multipel, Diskret

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal sebagai


berikut:
1) Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan oleh
aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2) Penyakit ini menyerang sekelompok manusia, misalnya dalam sebuah
keluarga, sehingga seluruh keluarga terkena infeksi, di asrama, atau
pondokan. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat
penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang
oleh tungau tersebut, walau pun seluruh anggota keluarga mengalami
investasi tungau, namun tidak memberikan gejala. Hal ini dikenal
sebagai hiposensitisasi, penderita bersifat sebagai pembawa (carrier).
3) Terowongan (kunikulus) pada tempat tempat predileksi yang berwama
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata
panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorf (pustul,
ekskoriasi, dan lain-lain). Namun, kunikulus biasanya sukar terlihat,
karena sangat gatal pasien selalu menggaruk, kunikulus dapat rusak
karenanya. Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan
14

stratum komeum yang tipis, yaitu 139 sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mammae (perempuan), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (laki-
laki), dan perut bagian belakang. Pada bayi, dapat menyerang telapak
tangan, telapak kaki, wajah dan kepala.
Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang diagnosis.
Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau.

F. Varian Skabies

1) Skabies Norwegia (skabies berkrusta) Bentuk skabies ini ditandai


dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang distrofik,
serta skuama yang generalisata. Bentuk ini sangat menular, tetapi rasa
gatalnya sangat sedikit. Tungau dapat ditemukan dalam jumlah yang
sangat banyak. Penyakit terdapat pada pasien dengan retardasi mental,
kelemahan fisis, gangguan imunologik dan psikosis.1
2) Skabies nodular Skabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak
mendapat terapi, sering terjadi pada bayi dan anak, atau pada pasien
dengan imunokompremais.1

G. Penunjang Diagnosis

Cara menemukan tungau: 2


1) Carilah mula-mula terowongan kemudian pada ujung yang tertihat
papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas
sebuah objek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan
mikroskop cahaya.
2) Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar
kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3) Dengan membuat biopsi irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2 jari
kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan
mikroskop cahaya.
15

4) Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan


hematoksilin eosin (H.E).1

H. Diagnosis Banding

Para ahli mengakatakan penyakit skabies ini merupakan the greatest


imitator, karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan
gatal. Sebagai diagnosis banding ialah prurigo, pedikulosis korporis, dan
dermatitis
1) Prurigo
Prurigo adalah peradangan kronis di kulit ditandai dengan papul
dengan vesikel kecil di atasnya, disertai rasa gatal, kerapkali menyerang
anak-anak.1,2

2) Pedikulosis Korporis
Pedikulosis dijumpai kelainan berupa bekas-bekas garukan pada
badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif.
Kadang-kadang timbul infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar
getah bening regional.1,2

3) Dermatitis
16

Pada dermatitis pasien mengeluh gatal, kelainan kulit bergantung


pada stadium penyakit, dapat sirkumskrip, dapat pula difus, dengan
penyebaran setempat, generalisata dan universalis.
Pada stadium akut kelainan kulit dengan gambaran klinis berupa
eriterna, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak
membasah (madidans). Pada stadium subakut, eritema dan edema
berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium
kronis lesi tampak kering, berbentuk skuama, hiperpigmentasi, papul
dan likenifikasi, meski mungkin juga masih terdapat erosi atau
ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa
saja suatu dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa
kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula jenis efloresensi tidak
selalu harus polimorfik, mungkin hanya oligomorfik. 1,2

I. Tatalaksana

Syarat obat yang ideal ialah:


1) Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
2) Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksis.
3) Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewamai pakaian.
4) Mudah diperoleh dan harganya murah.
Cara pengobatan ialah seluruh anggota keluarga harus diobati (termasuk
penderita yang hiposensitisasi).
a. Nonmedis
17

Pasien dianjurkan merendam pakaian 3 hari terakhir, seprei, dan handuk


dalam air panas minimal 60⁰C selama 10 menit, kemudian
menyetrikanya. Pada pakaian yang tidak dapat dicuci dapat di simpan
dalam plastik kedap udara selama 2 minggu, lantai dan karpet dapat di
vakum.
b. Medikamentosa
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salap atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap
stadium telur, maka penggunaan dilakukan selama 3 hari berturut-
turut. Kekurangan yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian
serta kadang-kadang menimbulkan iritasi, dapat dipakai pada bayi
berumur kurang dari 2 tahun.
2. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh,
sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal dan panas
setelah dipakai.
3. Gama benzena heksa klorida (gemeksan = gammexane) kadarnya
1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi
iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan
ibu hamil karena toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberian
cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala, diulangi seminggu
kemudian .
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat
pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal;
harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.
5. Permethrin dengan kadar 5% dalam krim, efektivitas sama,
aplikasi hanya sekali, dan dibersihkan dengan mandi setelah 8-10
jam. Pengobatan diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada
bayi di bawah umur 2 bulan.1
18

J. Prognosis

Dengan memerhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta


syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, antara lain
hygiene, serta semua orang yan berkontak erat dengan pasien harus diobati,
maka penyakit ini dapat diberantas dan prognosis baik.
19

BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Setujuono

Umur : 60 tahun 8 bulan

Jenis Kelamin : laki-laki

Status : Kawin

Bangsa/Suku : Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan :-

Alamat : Medan

B. ANAMNESA

Dilakukan secara auto anamnesa

- Keluhan Utama

Muncul bintil-bintil yang disertai gatal didaerah tangan, kaki,paha dan


perut, yang diderita sejak ± 1 minggu yang lalu.

- Telaah

Pasien diopname di ruang shafa rumah sakit haji medan dengan


diagnosa DM tipe 2 + Hipertensi + TB Paru. Kemudian pasien di konsulkan
ke dokter spesialis kulit dan kelamin dengan keluhan berupa muncul bintil-
bintil kemerahan yang disertai rasa gatal pada sela jari, perut,paha, dan kaki
sejak 1 minggu yang lalu. bintil-bintil muncul pertama kali di sela jari
20

tangan dan sekitarnya,lalu menyebar ke sela jari kaki, perut dan paha,
pasien mengatakan keluahan memberat di malam hari sehingga pasien
sering menggaruk dan keluhan bertambah menjadi luka akibat bekas
garukkan. Pasien mengatakan istrinya juga mengeluhkan gatal-gatal pada
seluruh tubuh.

- Riwayat Penyakit Terdahulu

DM tipe 2 + Hipertensi + TB Paru

- Riwayat Penggunaan Obat

Candesartan

Amlodipine

Ceftriaxone

Lantus

Apidra

Acetilsistein

Paracetamol

Clindamycin

Cetirizine

- Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

- Riwayat Alergi

Tidak ada
21

C. PEMERIKSAAN FISIK

− Status Generalisata

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Gizi : Baik

BB : 73kg

TB : 152kg

Suhu Badan : 36.5C

Nadi : 97x/i

Tekanan Darah : 146/92

Pernafasan : 22x/i

− Keadaan spesifik
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : lokalisata
Genitalia : dalam batas normal
Ekstremitas : Lokalisata

- Status Dermatologi

- Lokasi : Ektremitas atas


- regio manus ( regio palmar,regio dorsum
manus, regio digiti dan sela digiti) dextra dan
sinistra
22

Abdomen

- (regio umbilical, regio pelvic)

Ektremitas bawah

- regio pedis ( regio dorsum pedis, regio digiti


dan sela digiti) dextra dan sinistra
- region femoral dextra sinistra

- Ruam Primer :
- Papul eritem berukuran miliar penyebaran
diskret bilateral regio manus interdigitalis
sinistra et dextra dan regio pedis dextra et
sinistra.
- Macula eritem berukuran nummular
penyebaran di regio umbilical dan regio
pervic

Ruam Sekunder :

- erosi di regio palmar manus dextra et sinistra,


regio pedis et lateral posterior malleolus
dextra et sinistra.
- Ekskoriasi di manus dextra et sinistra,
ekstremitas bawah, dan abdomen
23

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan

E. RINGKASAN

Pasien diopname di ruang shafa rumah sakit haji medan dengan


diagnosa DM tipe 2 + Hipertensi + TB Paru. Kemudian pasien di konsulkan
ke dokter spesialis kulit dan kelamin dengan keluhan berupa muncul bintil-
bintil kemerahan yang disertai rasa gatal pada sela jari, perut,paha, dan kaki
sejak 1 minggu yang lalu.

Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan Papul eritem berukuran miliar


penyebaran diskret bilateral regio manus interdigitalis sinistra et dextra dan
regio pedis dextra sinistra ,macula eritem berukuran numuller di regio
umbilical dan regio pervic, erosi di regio palmar manus dextra et sinistra
dan pedis dextra sinistra, ekskoriasi di manus dextra et sinistra, ekstremitas
bawah, dan abdomen.

F. DIAGNOSA BANDING

• Skabies

• Prurigo
24

• Pedikolusis Korporis

• Dermatitis

G. DIAGNOSA KERJA

Skabies

H. TATALAKSANA

Umum:

• Jaga kebersihan
• Hindari menggunakan pakaian atau alat mandi yang sama
• Mencuci pakaian 3 hari terakhir dengan air panas
• Menjemur Kasur, bantal, guling, karpet di bawah sinar matahari
langsung

Khusus :

• Cetirizine tablet 10mg 1x1

• Permethrin cream 5% 1x1 (1x/minggu, malam 10 jam)

• Desoxymethasone cream 0,25% 2 tube + soft u derm 1 tube 2x1


(pada kulit yang gatal)

I. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Kerokan kulit
- Ink burrow test

J. PROGNOSIS

Dubia ad Bonam
25
BAB IV
DISKUSI

Dari hasil anamnesis pada pasien didapatkan bahwa pasien


mempunyai keluhan muncul bintil-bintil kemerahan yang disertai rasa gatal
pada sela jari,perut,paha, dan kaki sejak 1 minggu yang lalu. bintil-bintil
muncul pertama kali di sela jari tangan dan sekitarnya,lalu menyebar ke sela
jari kaki, perut dan paha, pasien mengatakan keluahan memberat di malam
hari sehingga pasien sering menggaruk dan keluhan bertambah menjadi luka
akibat bekas garukkan. Penegakan diagnosis pada kasus ini berdasarkan
anamnesa dengan keluhan timbul gatal dan bintil-bintil bersamaan dengan
salah satu keluarga yang lainnya. Hal ini sesuai dengan Skabies yang
memang pemicunya adalah kontak langsung (kontak kulit ke kulit), Kontak
tak langsung (melalui benda).

Lokasi efloresensi di jari tangan, daerah perut bawah, paha dan kaki
sesuai dengan lokasi predileksi Skabies yaitu pada stratum korneum yang
tipis yaitu sela jari tangan, pergelangan tangan, kaki. Efloresensi berupa
vesikel berukuran milliar,difus, penyebaran diskret bilateral di regio palmar
manus et interdigitalis sinistra-dextra. Papul eritem berukuran miliar
penyebaran diskret bilateral regio manus et interdigitalis sinistra-dextra dan
regio dan regio pedis dextra sinistra, macula eritem berukuran numuller di
regio umbilical dan regio pervic, erosi di regio palmar manus dextra et
sinistra dan pedis dextra sinistra, ekskoriasi di manus dextra et sinistra,
ekstremitas bawah, dan abdomen.

Penatalaksanaan medikamentosa pada kasus ini diberikan adalah


cetirizine tablet 10 mg 1x1 sehari dikonsumsi pada malam hari. Cetirizine
merupakan AH-1 generasi II, non-sedatif yang digunakan untuk
mengurangi rasa gatal terutama saat malam hari, agar tidur pasien tidak
terganggu. Kemudian diberikan permethrin 5% cream 1x1 sediaan krim

26
27

yang mengandung permethrin, Permethrin adalah skabisida piretroid dan


pedikulisida yang bekerja dengan cara mengganggu masuknya ion Na
melalui saluran membran sel saraf pada parasit yang menyebabkan
repolarisasi tertunda dan akhirnya kelumpuhan dan kematian pada parasite,
krim ini digunakan untuk mengobati scabies. Dapat juga diberikan
desoximetasone cream 0,25% adalah obat golongan kortikosteroid memiliki
khasiat cukup luas untuk mengobati anti inflamasi, antialergi, anti pruritus,
anti mitotic, dan vasokonstriksi.

Prognosis pada kasus ini dengan memerhatikan pemilihan dan cara


pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor
predisposisi, antara lain higiene, serta semua orang yang berkontak erat
dengan pasien harus diobati, maka penyakit ini dapat diberantas dan
prognosis baik.
BAB V
KESIMPULAN

Skabies merupakan penyakit infeksi oleh ektoparasit Sarcoptes scabiei


var. hominis. Skabies merupakan penyakit kulit ke tiga dari dua belas
penyakit kulit tersering di Indonesia. Peyakit ini sering terjadi kepada orang
atau kelompok dengan higienitas yang rendah. Gejala yang paling sering
ditimbulkan adalah gatal yang semakin bertambah saat malam hari.
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Penatalaksanaan pada skabies memerlukan edukasi yang lebih untuk
pasien karena pilihan obat yang akan diberikan tidak sedikit efek
sampingnya dan parasit ini bersifat sangat menular.

Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan kepada keluarga pasien


yang mengalami keluhan yang sama. Bila dalam perjalanannya skabiestid
ak diobati dengan baik dan adekuat maka Sarcoptes scabiei akan tetap
hidupdalam tubuh manusia karena manusia merupakan definitive host dari
Sarcoptes scabiei.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. dr. Sri Linuwih SW Menaldi SK. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.
7th ed. Vol. 6, kusmarinah dan wresti 2017. Jakarta: Badan Penerbit FKUI,
Jakarta; 2017. PP 137–140.
2. Riyana husna,Trio joko,Nurjazuli 2021. Faktor risiko yang mempengaruhi
lkejadien scabies di Indonesia. Jurnal kesehatan lingkungan.Poltekkes
manado.Manado.Vol 11.No.1
3. Prof.dr.salehasungkar,DAP&E,MS,Sp.Park.Skabies.Etiologi,
Patogenesis, Pengobatan, Pemberantasan, dan Pencegahan. E-
Book.2016.Jakarta:Badan Penerbit FKUI,Jakarta.PP 33-40.
4. Sandra Widaty, et all.(2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin di Indonesia. In Perdoski (Issue January 2017).Page
131.
5. Dewi K M, Nasrul Wathoni. 2017. Diagnosis dan Regimen Pengobatan
Skabies. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Jalan raya
bandung.Bandung .Vol.15. No.1
6. Harlim A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin. E-Book.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. Jakarta : 2019.PP 29-
31.
7. Mutiara H, Firza Syailindra.2016.Skabies. Jurnal. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Lampung .Vol.5.No.2

29

Anda mungkin juga menyukai