SKABIES
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin
RSU HAJI MEDAN
Pembimbing :
dr. Dian Erisyawanty ,M.Kes, Sp.KK
Disusun Oleh :
Astin Rizki Yuliastuti (102121050)
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Definisi.................................................................................................................... 3
B. Epidemologi ............................................................................................................ 3
C. Etiologi.................................................................................................................... 4
D. Patogenesis.............................................................................................................. 7
I. Tatalaksana ........................................................................................................... 16
J. Prognosis ............................................................................................................... 16
BAB III............................................................................................................................. 19
B. ANAMNESA ........................................................................................................ 19
E. RINGKASAN ....................................................................................................... 23
G. PENATALAKSANAAN ...................................................................................... 24
ii
H. PROGNOSIS ........................................................................................................ 24
BAB V .............................................................................................................................. 26
KESIMPULAN ............................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
2
tahun 2014 WHO menyatkaan ngka kejadian skabies 130 juta orang
di dunia. International Alliance for the Control of Scabies (IACS)
dalam Sahrudin (2017) kejadian skabies sangat beragam yaitu dari
0,3% menjadi 46%. Penyakit skabies merupakan penyakit kulit yang
endemis di wilayah beriklim tropis dan sub tropis, seperti Asia,
Australia, Amerika Selatan, Karibia, Afrika. Sebuah studi
epidemiologi di United Kingdom (UK) menunjukkan bahwa
skabies lebih banyak terdapat di area perkotaan dan lebih sering
terjadi pada musim dingin dibandingkan musim panas. Skabies masih
menjadi masalah utama di banyak komunitas Aborigin di Australia,
dimana berkaitan dengan tingkat kemiskinan dan kepadatan
penduduk. Hasil survei didapatkan prevalensi skabies 25% pada
orang dewasa, sedangkan prevalens tertinggi terjadi pada anak
sekolah yaitu 30-65%.
Menurut data KEMENKES RI prevalensi penyakit kulit di
Indonesia di tahun 2012 adalah 8,46% kemudian meningkat di
tahun 2013 sebesar 9% dan skabies menduduki urutan ketiga dari
12 penyakit kulit yang sering terjadi. Skabies merupakan salah satu
penyakit kulit tersering di puskesmas.2
Skabies seringkali diabaikan karena tidak mengancam jiwa
sehingga prioritas penanganannya rendah. Akan tetapi, penyakit ini
dapat menjadi kronis dan berat serta menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Lesi pada skabies menimbulkan rasa tidak nyaman karena
sangat gatal sehingga penderita seringkali menggaruk dan
mengakibatkan infeksi sekunder terutama oleh bakteri Grup A
Streptococcus dan Staphylococcus aureus. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemologi
3
4
dengan kontak kulit yang erat dan lama seperti di tempat penitipan anak,
panti asuhan, tempat perawatan orang usia lanjut, penjara, pengungsian, dan
pesantren bahkan di rumah sakit.2
Skabies memiliki masa inkubasi yang lama sehingga orang yang
terpajan skabies tidak menyadarinya sebelum timbul lesi klinis yang jelas
dan dapat didiagnosis sebagai skabies. Pada orang muda sehat, skabies lebih
dianggap sebagai gangguan yang menjengkelkan karena gatal hebat. Pada
orang tua atau orang dengan imunitas rendah, skabies sering tidak
terdiagnosis karena lesi mirip penyakit lain. Oleh karena itu skabies sering
terlambat didiagnosis, pengobatannya tidak adekuat atau salah, dan tindak
lanjutnya tidak memadai sehingga sering menimbulkan wabah serta terus
menerus endemis di daerah yang memiliki faktor risiko tinggi untuk
terinfestasi skabies.2
Cara Penularan (transmisi)
1) Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan,
tidur bersama, dan hubungan seksual.
2) Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan lain-lain.
C. Etiologi1
5
Siklus
Hidup
D. Patogenesis
S.scabiei telah lama hidup bersama manusia dan mamalia lain serta
berevolusi dan beradaptasi dengan berbagai mekanisme untuk menghindari
respons imun hospes baik bawaan maupun didapat. Hospes menunjukkan
respons imun tipe lambat terhadap skabies. Pada manusia, gejala klinis
berupa inflamasi kulit baru timbul 4-8 minggu setelah terinfestasi. Respons
imun yang lambat tersebut merupakan dampak dari kemampuan tungau
dalam memodulasi berbagai aspek respons imun dan inflamasi hospes. Sel
epidermis seperti keratinosit dan sel langerhans merupakan sel pertama
yang menghadapi tungau skabies dan produknya. Respons inflamasi
8
bawaan dan didapat dari kulit hospes berperan sebagai pertahanan lini
pertama terhadap invasi, kelangsungan hidup dan reproduksi tungau di
dalam kulit. Tungau merangsang keratinosit dan sel dendritik melalui
molekul yang terdapat di dalam telur, feses, ekskreta, saliva, dan cairan
sekresi lain seperti enzim dan hormon, serta aktivitas organ tubuh seperti
chelicerae, pedipalps dan kaki selama proses penggalian terowongan.
Tubuh tungau mati yang membusuk juga merangsang respons imun.
Sel limpa tikus yang dipajankan ke tungau skabies dan tikus yang
divaksinasi ekstrak tungau menunjukkan penurunan ekspresi gen B7-2
(CD86) pada sel limfosit B dan reseptornya serta CD28 pada sel limfosit T.
Selain itu ekspresi gen CD40 pada sel limfosit B dan reseptornya, CD40L
pada sel limfosit T, mengalami down-regulation. Ko-signal tersebut adalah
pendamping coupling kompleks reseptor sel T MHCII-antigen dalam
mengaktivasi sel limfosit B untuk menjadi sel plasma yang dapat
memproduksi antibody.6
Gatal merupakan gejala klinis utama pada skabies. Rasa gatal pada
masa awal infestasi tungau biasanya terjadi pada malam hari (pruritus
nokturna), cuaca panas, atau ketika berkeringat. Gatal terasa di sekitar lesi,
namun pada skabies kronik gatal dapat dirasakan hingga ke seluruh tubuh.
Gatal disebabkan oleh sensitisasi kulit terhadap ekskret dan sekret tungau
yang dikeluarkan pada waktu membuat terowongan. Masa inkubasi dari
infestasi tungau hingga muncul gejala gatal sekitar 14 hari.5
terdapat papul atau vesikel kecil berukuran <5mm tempat tungau berada. Di
daerah beriklim tropis, jarang ditemukan lesi terowongan; kalaupun ada
terowongan hanya berukuran pendek sekitar 1-2mm. Lesi tersebut sulit
ditemukan karena sering disertai ekskoriasi akibat garukan dan infeksi
sekunder oleh bakteri. Meskipun demikian, terowongan dapat berada di
tangan, sela-sela jari tangan, pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
Pustul tanpa lesi terowongan sering terdapat di genitalia eksterna. Pada
infestasi ringan, lokasi yang harus diperiksa adalah sela jari tangan dan
genitalia eksterna.4,5
Lesi Skabies di Telapak dan Jari Tangan Berupa Pustul, Bula Purulen dan
Krusta Hitam, Multipel, Diskret
12
Lesi Skabies di Jari Tangan dan Sela Jari Tangan Berupa Papul, Vesikel
Ekskoriasi dan Skuama Kolaret, Multipel, Diskret
stratum komeum yang tipis, yaitu 139 sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mammae (perempuan), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (laki-
laki), dan perut bagian belakang. Pada bayi, dapat menyerang telapak
tangan, telapak kaki, wajah dan kepala.
Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang diagnosis.
Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau.
F. Varian Skabies
G. Penunjang Diagnosis
H. Diagnosis Banding
2) Pedikulosis Korporis
Pedikulosis dijumpai kelainan berupa bekas-bekas garukan pada
badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif.
Kadang-kadang timbul infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar
getah bening regional.1,2
3) Dermatitis
16
I. Tatalaksana
J. Prognosis
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Setujuono
Status : Kawin
Bangsa/Suku : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Medan
B. ANAMNESA
- Keluhan Utama
- Telaah
tangan dan sekitarnya,lalu menyebar ke sela jari kaki, perut dan paha,
pasien mengatakan keluahan memberat di malam hari sehingga pasien
sering menggaruk dan keluhan bertambah menjadi luka akibat bekas
garukkan. Pasien mengatakan istrinya juga mengeluhkan gatal-gatal pada
seluruh tubuh.
Candesartan
Amlodipine
Ceftriaxone
Lantus
Apidra
Acetilsistein
Paracetamol
Clindamycin
Cetirizine
Tidak ada
- Riwayat Alergi
Tidak ada
21
C. PEMERIKSAAN FISIK
− Status Generalisata
Gizi : Baik
BB : 73kg
TB : 152kg
Nadi : 97x/i
Pernafasan : 22x/i
− Keadaan spesifik
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : lokalisata
Genitalia : dalam batas normal
Ekstremitas : Lokalisata
- Status Dermatologi
Abdomen
Ektremitas bawah
- Ruam Primer :
- Papul eritem berukuran miliar penyebaran
diskret bilateral regio manus interdigitalis
sinistra et dextra dan regio pedis dextra et
sinistra.
- Macula eritem berukuran nummular
penyebaran di regio umbilical dan regio
pervic
Ruam Sekunder :
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
E. RINGKASAN
F. DIAGNOSA BANDING
• Skabies
• Prurigo
24
• Pedikolusis Korporis
• Dermatitis
G. DIAGNOSA KERJA
Skabies
H. TATALAKSANA
Umum:
• Jaga kebersihan
• Hindari menggunakan pakaian atau alat mandi yang sama
• Mencuci pakaian 3 hari terakhir dengan air panas
• Menjemur Kasur, bantal, guling, karpet di bawah sinar matahari
langsung
Khusus :
I. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Kerokan kulit
- Ink burrow test
J. PROGNOSIS
Dubia ad Bonam
25
BAB IV
DISKUSI
Lokasi efloresensi di jari tangan, daerah perut bawah, paha dan kaki
sesuai dengan lokasi predileksi Skabies yaitu pada stratum korneum yang
tipis yaitu sela jari tangan, pergelangan tangan, kaki. Efloresensi berupa
vesikel berukuran milliar,difus, penyebaran diskret bilateral di regio palmar
manus et interdigitalis sinistra-dextra. Papul eritem berukuran miliar
penyebaran diskret bilateral regio manus et interdigitalis sinistra-dextra dan
regio dan regio pedis dextra sinistra, macula eritem berukuran numuller di
regio umbilical dan regio pervic, erosi di regio palmar manus dextra et
sinistra dan pedis dextra sinistra, ekskoriasi di manus dextra et sinistra,
ekstremitas bawah, dan abdomen.
26
27
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr. dr. Sri Linuwih SW Menaldi SK. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.
7th ed. Vol. 6, kusmarinah dan wresti 2017. Jakarta: Badan Penerbit FKUI,
Jakarta; 2017. PP 137–140.
2. Riyana husna,Trio joko,Nurjazuli 2021. Faktor risiko yang mempengaruhi
lkejadien scabies di Indonesia. Jurnal kesehatan lingkungan.Poltekkes
manado.Manado.Vol 11.No.1
3. Prof.dr.salehasungkar,DAP&E,MS,Sp.Park.Skabies.Etiologi,
Patogenesis, Pengobatan, Pemberantasan, dan Pencegahan. E-
Book.2016.Jakarta:Badan Penerbit FKUI,Jakarta.PP 33-40.
4. Sandra Widaty, et all.(2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin di Indonesia. In Perdoski (Issue January 2017).Page
131.
5. Dewi K M, Nasrul Wathoni. 2017. Diagnosis dan Regimen Pengobatan
Skabies. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Jalan raya
bandung.Bandung .Vol.15. No.1
6. Harlim A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin. E-Book.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. Jakarta : 2019.PP 29-
31.
7. Mutiara H, Firza Syailindra.2016.Skabies. Jurnal. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Lampung .Vol.5.No.2
29