Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi gung
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT
untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah
agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi
seluruh alam semesta.
Dengan hormat serta pertolongan-Nya, puji syukur, pada akhirnya kami dapat
menyelesaikan “Askep Skabies” dengan lancar. Kami pun menyadari dengan sepenuh
hati bahwa tetap terdapat kekurangan pada makalah kami ini.
Oleh sebab itu, kami sangat menantikan kritik dan saran yang membangun dari
setiap pembaca untuk materi evaluasi kami mengenai penulisan makalah
berikutnya.Kami juga berharap hal tersebut mampu dijadikan cambuk untuk kami
supaya kami lebih mengutamakan kualitas makalah di masa yang selanjutnya.
Tim penyusun
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2. Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II KONSEP MEDIS.....................................................................................................3
2.1. Definisi....................................................................................................................3
2.2. Etiologi....................................................................................................................4
2.3. Manifestasi klinis....................................................................................................4
2.4. Klasifikasi...............................................................................................................5
2.5. Patofisiologi............................................................................................................7
2.6. Pemeriksaan penunjang........................................................................................7
2.7. Penatalaksanaan.....................................................................................................8
2.8. Komplikasi............................................................................................................10
2.9. Prognosis...................................................................................................................10
BAB III KONSEP KEPERAWATAN...............................................................................11
3.1. Pengkajian................................................................................................................11
3.2. Diagnosa Keperawatan.............................................................................................12
3.1. Pathway.................................................................................................................12
3.2. Intervensi..............................................................................................................14
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................15
4.1. Kesimpulan................................................................................................................15
4.2. Saran..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan skabies
2. Mahasiswa dapat mengetahui Etiologi,Anatomi fisiologi, Manifestasi
klinis, Klasifikasi /stage, Patofisiologi, Komplikasi, Penatalaksanaan dari
skabies.
3. Mahasiswa dapat mengetahui diagnose keperawatan yang diangkat dari
penyakit skabies.
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1. Definisi
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitifitasi tungau Sacroptes scabiei varian hominis dan produknya pada
tubuh. Di Indonesia scabies sering disebut kudis, orang jawa menyebutnya
gudik, sedangkan orang sunda menyebutnya budug.
2.2. Etiologi
Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu
sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada
manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei
termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, super famili
Sarcoptes (Djuanda, 2010).
Cara Penularan
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung, adapun cara penularannya adalah:
1) Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti
berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang
dewasa hubungan seksual merupakan hal tersering, sedangkan pada
anak-anak penularan didapat dari orang tua atau temannya.
2) Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui
perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai
peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir
menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam
penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama
adalah selimut (Djuanda, 2010).
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal
pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan dan lipatan
paha, dan muncul gelembung berair pada kulit (Djuanda, 2010).
2.4. Klasifikasi
1) Skabies pada Orang Bersih atau scabies klasik (Scabies Of Cultivated)
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang
sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
2) Skabies Skabies Incognito Incognito.
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan
penularan masih bisa terjadi. Skabies bisa terjadi. Skabies incognito
incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa,
distribusi atipik, lesi luas.
3) Skabies Skabies Nodular.
Pada bentuk ini lesi berupa nodus cokelat kemerahan yang gatal.
Biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki inguinal
-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas
terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan
tungau jarang scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan
tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa
bulan ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan
sampai satu sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti
scabies dan kortikosteroid.
4) Skabies yang ditularkan melalui hewan.
Skabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama
skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu
tidak dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak
menyerang sela jari jari dan genitalia genitalia eksterna. Lesi biasanya
terdapat pada daerah dimana orang sering kontak atau memeluk binatang
kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih
pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini dapat sembuh sendiri
karena binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5) Skabies Norwegia (Krustosa).
Ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan
hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang
berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat
disertai distrofi. Berbeda dengan scabies
biasa rasa gatal pada penderita scabies Norwegia tidak dengan skabies
biasa, menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau
yang menginfestasi sangat banyak (ribuan).
6) Skabies pada bayi dan anak.
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk
seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi
infeksi sekunder berupa impetigo, ektima , sehingga terowongan jarang
ditemukan. Pada bayi, lesi di muka.
7) Skabies terbaring ditempat (Bed Ridden).
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal
ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
2.5. Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karenabersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan lesi
timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-
kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemuannya papul,vesikel, dan urtika. Dengan garukan
dapat timbul erosi, ekskoriasi vesikel, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit
dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.
a) Kerokan kulit Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak
mineral atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan
scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau
kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup
dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
b) Mengambil tungau dengan jarum Bila menemukan terowongan, jarum
suntik yang runcing ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan
digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan.
Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang
sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi
memerlukan keahlian tinggi.
c) Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test) Identifikasi terowongan
bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta hitam.
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit.
Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut
akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena
akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila
terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai
bentuk zigzag.
d) Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy) Diagnosis pasti dapat
melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara mikroskopik. Ini
dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak
berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi
dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
e) Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.
f) Uji tetrasiklin Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke
dalam kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar
ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan
fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli
2.7. Penatalaksanaan
Menurut Djuanda (2010), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2
bagian :
1) Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara
teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah
digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan
air panas. Demikian pula dengan anggota keluarga yang beresiko
tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga
kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya
kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan
maupun perorangan dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat
pengobatan yang harus diperhatikan:
a) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus
diberi pengobatan secara serentak.
b) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi
pakaian yang akan dipakai harus disetrika.
c) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa,
sprei, bantal, kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur
dibawah sinar matahari selama beberapa jam.
2) Penatalaksanaan secara khusus.
Dengan menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010), obat-obat anti
skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
a) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan
mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat
dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
b) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh,
sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah
dipakai.
c) Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya
1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi
iritasi. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala
diulangi seminggu kemudian.
d) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat
pilihan, mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal.
Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
e) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik
dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali
dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah
seminggu. Tidak anjurkan pada bayi di bawah umur 12 bulan.
Pencegahan :
Penyakit scabies ini dapat dicegah dengan cara selalu menjaga
kebersihan lingkungan dan menjaga kebersihan diri, mencuci bersih baju,
handuk, sprei penderita scabies bahkan lebih baik apabila dicuci
mengguanakan air panas kemudian menjemurnya sampai kering,
menghindari pemakaian baju, handuk, sprei secara Bersama-sama. Dan
yang lebih utama adalah dengan memutuskan mata rantai penularan
penyakit Scabies dengan cara mengobati penderita sampai tuntas
(Rohmawati, 2010).
2.8. Komplikasi
Gatal intens yang ditimbulkan kudis membuatnya sulit untuk tidak
digaruk. Sering menggaruk justru dapat membuat luka terbuka yang rentan
terhadap infeksi. Infeksi kulit bakteri, seperti impetigo, adalah komplikasi
yang paling umum dari kudis (Mutiara, 2016).
2.9. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta
syarat pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi (antara lain
hiegene),maka penyakit ini memberikan prognosis yang baik (Djuanda,
2010).
3.1. Pengkajian
a) Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pada pasien scabies terdapat lesi di kulit bagian punggung dan
merasakan gatal terutama pada malam hari.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian
menjadi edema karena garuka akibat rasa gatal yang sangat
hebat,
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk rumah sakit karena alergi
4) Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti
yang klien alami yaitu kurap, kudis.
b) Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi terhadap kesehatan
Apabila sakit, klien biasa membeli obat di toko obat terdekat
ataupun apabila tidak terjadi perubahan pasien memaksakan
diri ke puskesmas atau RS terdekat.
2) Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit
3) Pola istrahat tidur
Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal
yang hebat pada malam hari.
4) Pola nutrisi metabolik
5) Tidak ada
6) Pola eliminasi
7) Pola kognitif perseptual
8) Pola kognitif perseptual
9) Pola peran hubungan
10) Pola seksual reproduksi
11) Pola koping
3.1. Pathway
3.2. Intervensi
Akibatnya, penyakit in menimbulkan rasa gatal yang panas dan oedema yang
disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3
sampai 0.4 milimeter dengan pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap
dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliku ukuran
setengah dari betinanya. Dia akan mati setela kawin. Bila kutu ini membuat terowongan
dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak
menimbulkan iritas dan toksik, tidak berbau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian,
mudah di peroleh dan harganya murah.
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Al-falakh, 2009. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Scabies. UMP
Djuanda, adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran.
Universitas Indonesia.
Rohmawati, 2010. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Scabies di Pondok
Pesantren Nurul Hikmah Jatisawit Bumiayu Berbes. Semarang.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2016 Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat PPNI Jakarta Selatan
Tim Pokja SIKI DPP PPNI,2018 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat PPNI Jakarta Selatan
Tim Pokja SLKI DPP PPNI,2018 Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat PPNI Jakarta Selatan