Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Ucapan puji-puji dan syukur semata-mata hanyalah milik Allah SWT.Hanya


kepada-Nya lah kami memuji dan hanya kepada-Nya lah kami bersyukur, kami
meminta ampunan dan kami meminta pertolongan.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi gung
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT
untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah
agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi
seluruh alam semesta.

Dengan hormat serta pertolongan-Nya, puji syukur, pada akhirnya kami dapat
menyelesaikan “Askep Skabies” dengan lancar. Kami pun menyadari dengan sepenuh
hati bahwa tetap terdapat kekurangan pada makalah kami ini.

Oleh sebab itu, kami sangat menantikan kritik dan saran yang membangun dari
setiap pembaca untuk materi evaluasi kami mengenai penulisan makalah
berikutnya.Kami juga berharap hal tersebut mampu dijadikan cambuk untuk kami
supaya kami lebih mengutamakan kualitas makalah di masa yang selanjutnya.

Gorontalo, Oktober 2019

Tim penyusun
Daftar Isi

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2. Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II KONSEP MEDIS.....................................................................................................3
2.1. Definisi....................................................................................................................3
2.2. Etiologi....................................................................................................................4
2.3. Manifestasi klinis....................................................................................................4
2.4. Klasifikasi...............................................................................................................5
2.5. Patofisiologi............................................................................................................7
2.6. Pemeriksaan penunjang........................................................................................7
2.7. Penatalaksanaan.....................................................................................................8
2.8. Komplikasi............................................................................................................10
2.9. Prognosis...................................................................................................................10
BAB III KONSEP KEPERAWATAN...............................................................................11
3.1. Pengkajian................................................................................................................11
3.2. Diagnosa Keperawatan.............................................................................................12
3.1. Pathway.................................................................................................................12
3.2. Intervensi..............................................................................................................14
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................15
4.1. Kesimpulan................................................................................................................15
4.2. Saran..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit scabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan
oleh sarcoptes scabies dengan keluhan gatal terutama malam hari yang
ditandai dengan adanya kelainan pada kulit berupak papula, veesikula,
urtikaria dan kista.

Scabies sering diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga


prioritas penanganannya rendah, namun sebenarnya scabies kronis dan berat
dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Scabies menimbulkan gejala
ketidak nyamanan karena menimbulkan lesi yang sangat gatal, dapat
meneybar ke semua orang, semua umur, ras, dan level sesuai ekonomi.

Gejala ketidak nyamanan dari scabies disebabkan oleh ektoparasit.


Ektoparasit adalah organisme parasit hidup pada permukaan tubuh inang,
menghisap darah atau mencari makan pada permukaan rambut, bulu, kulit dan
menghisap atau mencari makan pada permukaan rambut, bulu, kulit dan
menghisap cairan tubuh inang.

Personal hygiene yang buruk dapat menyebabkan adanya ektoparasit


pada kulit yang membuat rasa tidak nyaman. Sekumpulan ektoparasit ini
bersifat sporadic epedemik dan endemic. Tungau ektoparasit penyebab
scabies adalah sarcoptesscabei var borminis termasuk menular melalui kontak
manusia dengan manusia. Sedangkan sarcoptesscabiei var mange
ditransmisikan ke manusia melalui kontak dengan berbagai hewan liar, hewan
yang di domestastikasi dan hewan ternak. Nama sarcoptes scabiei adalah
turunan dari kata Yunan sarx yang berarti kulit dan koptein yang berarti
potongan dan kata lain scabere yang berarti menggaruk. Secara harfiah
scabies berarti gatal pada kulit sehingga muncul akibat aktivitas menggaruk
kulit yang gatal tersebut. saat ini scabies berarti lesi kulit yang muncul oleh
akivitas tungau.

Prevalensi scabies di seluruh dunia di laporkan sekitar 300 juta kasus


pertahun. Pada negara indutri seperti Jerman, scabies terjadi secara sporadik
atau dalam bentuk endemik yang panjang.

Prevalensi scabies di Indonesia menurut Depkes RI berdasarkan data


dari puskesmas seluruh Indonesia tahun 2008 adalah 5,6-12%. Scabies di
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di
dunia, terdapat 14.798 pondok pesantren dengan prevalensi cukup tinggi.

1.2. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan skabies
2. Mahasiswa dapat mengetahui Etiologi,Anatomi fisiologi, Manifestasi
klinis, Klasifikasi /stage, Patofisiologi, Komplikasi, Penatalaksanaan dari
skabies.
3. Mahasiswa dapat mengetahui diagnose keperawatan yang diangkat dari
penyakit skabies.
BAB II
KONSEP MEDIS

2.1. Definisi
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitifitasi tungau Sacroptes scabiei varian hominis dan produknya pada
tubuh. Di Indonesia scabies sering disebut kudis, orang jawa menyebutnya
gudik, sedangkan orang sunda menyebutnya budug.

Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, dapat


mengenai sema golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu
atau mite) SacroptessScabiei (Al-Falakh, 2009).

Parasite ini menggali parit-parit di dalam epidermis sehingga


menimbulkan gatal-gatal dan merusak kulit penderita.

Faktor Resiko Scabies :

1) Sistem Imun Tubuh


Semakin rendah imunitas seseorang maka, akan semakin besar
kemungkinan orang tersebut untuk terjangkit atau tertular penyakit
scabies. Namun, diperkirakan terjadi kekebalan setelah infeksi. Orang
yang pernah terinfeksi akan lebih tahan terhadap infeksi ulang
walaupun tetap masih bisa terkena infeksi dibandingkan mereka
(orang-orang) yang sebelumnya belum pernah terinfeksi scabies.
2) Lingkungan dengan Hygiene Sanitasi yang Kurang
Lingkungan yang dimungkinkan sangat mudah terjangkiti scabies
adalah lingkungan yang lembab, terlalu padat, dan dengan sanitasi
buruk.
3) Semua Kelompok Umur
Semua kelompok umur, baik itu anak-anak, remaja, dewasa, dan
tua mempunyai resiko untuk terjangkiti penyakit scabies.
4) Kemiskinan
5) Seksual Promiskuitas (berganti-ganti pasangan)
6) Diagnosis yang salah
7) Demografi
8) Ekologi
9) Derajat sanitasi individual

2.2. Etiologi
Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu
sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada
manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei
termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, super famili
Sarcoptes (Djuanda, 2010).
Cara Penularan
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung, adapun cara penularannya adalah:
1) Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti
berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang
dewasa hubungan seksual merupakan hal tersering, sedangkan pada
anak-anak penularan didapat dari orang tua atau temannya.
2) Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui
perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai
peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir
menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam
penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama
adalah selimut (Djuanda, 2010).

2.3. Manifestasi klinis


Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda
dibawah ini :
a) Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau
yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
b) Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
c) Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau
berkelok, rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papula
(tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi
sekunder, timbul polimorf (gelembung leokosit).
d) Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat
terutama pada malam sebelum tidur. Adanya tanda : papula (bintil),
pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan).

Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal
pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan dan lipatan
paha, dan muncul gelembung berair pada kulit (Djuanda, 2010).

2.4. Klasifikasi
1) Skabies pada Orang Bersih atau scabies klasik (Scabies Of Cultivated)
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang
sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
2) Skabies Skabies Incognito  Incognito.
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan
penularan masih bisa terjadi. Skabies bisa terjadi. Skabies incognito
incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa,
distribusi atipik, lesi luas.
3) Skabies Skabies Nodular.
Pada bentuk ini lesi berupa nodus cokelat kemerahan yang gatal.
Biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki inguinal
-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas
terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan
tungau jarang scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan
tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa
bulan ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan
sampai satu sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti
scabies dan kortikosteroid.
4) Skabies yang ditularkan melalui hewan.
Skabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama
skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu
tidak dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak
menyerang sela jari  jari dan genitalia genitalia eksterna. Lesi biasanya
terdapat pada daerah dimana orang sering kontak atau memeluk binatang
kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih
pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini dapat sembuh sendiri
karena binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5) Skabies Norwegia (Krustosa).
Ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan
hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang
berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat
disertai distrofi. Berbeda dengan scabies
biasa rasa gatal pada penderita scabies Norwegia tidak  dengan skabies
biasa, menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau
yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). 
6) Skabies pada bayi dan anak.
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk
seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi
infeksi sekunder berupa impetigo, ektima , sehingga terowongan jarang
ditemukan. Pada bayi, lesi di muka.
7) Skabies terbaring ditempat (Bed Ridden).
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal
ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

2.5. Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karenabersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan lesi
timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-
kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemuannya papul,vesikel, dan urtika. Dengan garukan
dapat timbul erosi, ekskoriasi vesikel, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit
dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.

2.6. Pemeriksaan penunjang


Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan.
Tetapi penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis
pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila
ditemukan dua dari empat cardinal sign. Beberapa cara yang dapat digunakan
untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :

a) Kerokan kulit Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak
mineral atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan
scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau
kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup
dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
b) Mengambil tungau dengan jarum Bila menemukan terowongan, jarum
suntik yang runcing ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan
digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan.
Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang
sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi
memerlukan keahlian tinggi.
c) Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test) Identifikasi terowongan
bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta hitam.
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit.
Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut
akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena
akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila
terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai
bentuk zigzag.
d) Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy) Diagnosis pasti dapat
melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara mikroskopik. Ini
dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak
berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi
dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
e) Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.
f) Uji tetrasiklin Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke
dalam kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar
ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan
fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli

2.7. Penatalaksanaan
Menurut Djuanda (2010), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2
bagian :
1) Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara
teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah
digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan
air panas. Demikian pula dengan anggota keluarga yang beresiko
tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga
kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya
kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan
maupun perorangan dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat
pengobatan yang harus diperhatikan:
a) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus
diberi pengobatan secara serentak.
b) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi
pakaian yang akan dipakai harus disetrika.
c) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa,
sprei, bantal, kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur
dibawah sinar matahari selama beberapa jam.
2) Penatalaksanaan secara khusus.
Dengan menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010), obat-obat anti
skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
a) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan
mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat
dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
b) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh,
sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah
dipakai.
c) Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya
1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi
iritasi. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala
diulangi seminggu kemudian.
d) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat
pilihan, mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal.
Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
e) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik
dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali
dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah
seminggu. Tidak anjurkan pada bayi di bawah umur 12 bulan.
Pencegahan :
Penyakit scabies ini dapat dicegah dengan cara selalu menjaga
kebersihan lingkungan dan menjaga kebersihan diri, mencuci bersih baju,
handuk, sprei penderita scabies bahkan lebih baik apabila dicuci
mengguanakan air panas kemudian menjemurnya sampai kering,
menghindari pemakaian baju, handuk, sprei secara Bersama-sama. Dan
yang lebih utama adalah dengan memutuskan mata rantai penularan
penyakit Scabies dengan cara mengobati penderita sampai tuntas
(Rohmawati, 2010).
2.8. Komplikasi
Gatal intens yang ditimbulkan kudis membuatnya sulit untuk tidak
digaruk. Sering menggaruk justru dapat membuat luka terbuka yang rentan
terhadap infeksi. Infeksi kulit bakteri, seperti impetigo, adalah komplikasi
yang paling umum dari kudis (Mutiara, 2016).

2.9. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta
syarat pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi (antara lain
hiegene),maka penyakit ini memberikan prognosis yang baik (Djuanda,
2010).

Penatalaksanaan seperti yang telah disebutkan di atas biasanya cukup


efektif, namun dapat gagal apabila pasien tidak mengikuti instruksi.
Reinfestasi dari luar umumnya tidak terjadi kecuali pada penularan secara
seksual. Resistensi hanya dapat dibuktikan dengan ditemukan kembali tungau
skabies pada pasien yang telah dipastikan menjalani terapi dengan benar dan
secara keseluruhan.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
a) Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pada pasien scabies terdapat lesi di kulit bagian punggung dan
merasakan gatal terutama pada malam hari.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian
menjadi edema karena garuka akibat rasa gatal yang sangat
hebat,
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk rumah sakit karena alergi
4) Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti
yang klien alami yaitu kurap, kudis.
b) Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi terhadap kesehatan
Apabila sakit, klien biasa membeli obat di toko obat terdekat
ataupun apabila tidak terjadi perubahan pasien memaksakan
diri ke puskesmas atau RS terdekat.
2) Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit
3) Pola istrahat tidur
Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal
yang hebat pada malam hari.
4) Pola nutrisi metabolik
5) Tidak ada
6) Pola eliminasi
7) Pola kognitif perseptual
8) Pola kognitif perseptual
9) Pola peran hubungan
10) Pola seksual reproduksi
11) Pola koping

3.2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan integritas kulit/ jaringan


2. Nyeri akut
3. Gangguan rasa nyaman
4. Gangguan citra tubuh
5. Resiko infeksi
6. Defisiensi pengetahuan.

3.1. Pathway
3.2. Intervensi

No Diagnosa No Nic Rasional


BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Penyakit scabies in imerupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes
scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau
terowongan lurus atau berkelok panjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.

Akibatnya, penyakit in menimbulkan rasa gatal yang panas dan oedema yang
disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3
sampai 0.4 milimeter dengan pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap
dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliku ukuran
setengah dari betinanya. Dia akan mati setela kawin. Bila kutu ini membuat terowongan
dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.

Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak
menimbulkan iritas dan toksik, tidak berbau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian,
mudah di peroleh dan harganya murah.

4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Al-falakh, 2009. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Scabies. UMP

Djuanda, adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran.
Universitas Indonesia.

Mutiara, Hanna. 2016. Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran. Universitas Lampung

Rohmawati, 2010. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Scabies di Pondok
Pesantren Nurul Hikmah Jatisawit Bumiayu Berbes. Semarang.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2016 Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat PPNI Jakarta Selatan

Tim Pokja SIKI DPP PPNI,2018 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat PPNI Jakarta Selatan

Tim Pokja SLKI DPP PPNI,2018 Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat PPNI Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai