Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abnormalitas atau yang disebut juga perilaku abnormal adalah suatu bentuk
perilaku yang maladaptif. Ada juga yang menyebutnya mental disorder,
psikopatologi, emotional discomfort, mental illness (penyakit mental),
ataupun insanity. Perilaku abnormal merupakan suatu istilah yang terutama banyak
berkembang di Amerika Serikat, yang timbul karena masyarakat negara tersebut lebih
berdasarkan ilmu pengetahuan, sikap hidup, dan umumnya pemikiran pada mahzab
perilaku (behaviorisme). Sedangkan, istilah psikopatologi merupakan istilah yang
paling populer dimasa lalu, ketika pusat ilmu pengetahuan berada si daratan Eropa,
yang disebut juga bermahzab mental. Orang Eropa daratan (continental) lebih melihat
aspek dalam (inner) dari perilaku itu, sehingga perilaku yang menyimpang biasanya
dipandang sebagai akibat dari gangguan atau penyakit jiwa tertentu. Orang-orang
Amerika lalu, lebih melihat aspek perilaku yang berada diluar individu (over
behavior) yang mereka anggap lebih penting dari pada aspek dalam kepribadian
(inner personality).
Di dalam Psikologi Abnormal juga mempelajari tentang gangguan mood,
gangguan anxiety/kecemasan, gangguan seksual – identitas gender, gangguan
kepribadian, dan gangguan perilaku. Namun, kali ini kelompok kami akan membahas
tentang ‘Gangguan Perilaku’.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian dan karakteristik umum Gangguan Perilaku.
2.  Faktor penyebab Gangguan Perilaku.
3. Jenis – jenis Gangguan Perilaku.
4. Penanganan Gangguan Perilaku.

1
1.3  Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dan karakteristik umum GangguanPerilaku.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab Gangguan Perilaku.
3. Untuk mengetahui jenis – jenis Gangguan Perilaku.
4. Untuk mengetahui penanganan Gangguan Perilaku.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Karakteristik Umum Gangguan Perilaku
Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri
(Soekidjo,N,1993 : 55). Secara operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons
organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut.
(Soekidjo,N,1993 : 58) Perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme
terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan
untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan
tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. (Notoatmojo,S, 1997 : 60).
Perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan
bahkan dapat di pelajari. (Robert Kwik, 1974, sebagaimana dikutip oleh
Notoatmojo,S 1997). Perilaku manusia pada hakikatnya adalah proses interaksi
individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk
hidup. (Sri Kusmiyati dan Desminiarti, 1990 : 1). Perilaku manusia adalah aktivitas
yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung. (Sunaryo, 2004 : 3).
Dilihat dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organism (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua
makhluk hidup mulai dari tumbuhan, hewan, dan manusia berperilaku karena
mempunyai aktivitas masing-masing. Perilaku manusia adalah semua tindakan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati
pihak luar
Dilihat dari segi psikologis, menurut Skiner (1938) perilaku adalah suatu
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) . penertian ini
di kenal dengan teori SOR(stimulus-organisme-respons). Perilaku mempunyai
beberapa dimensi:

3
1. fisik, dapat diamati, digambarkan dan dicatat baik frekuensi, durasi dan
intensitasnya.
2. ruang, suatu perilaku mempunyai dampak kepada lingkungan (fisik maupun
sosial) dimana perilaku itu terjadi.
3. waktu, suatu perilaku mempunyai kaitan dengan masa lampau maupun masa
yang akan datang.
Jadi, Prilaku adalah cermin kepribadian seseorang yang tampak dalam
perbuatan dan interaksi terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya. Prilaku
merupakan internalisasi nilai-nilai yang diserap oleh seseorang selama proses
berinteraksi dengan orang diluar dirinya. Prilaku seseorang menunjukan tingkat
kematangan emosi, moral, agama, sosial, kemandirian dan konsep dirinya. Prilaku
manusia terbentuk selama proses perjalanan hidupnya. Pada anak, prilaku dapat
terbentuk melalui kebiasaan sehari-hari secara non-formal. Artinya, suatu perbuatan
yang dilakukan atas anjuran orang dewasa ataupun prilaku orang dewasa yang
sengaja ditujukan kepada anak untuk diikuti.
1. Pengertian Gangguan Tingkah Laku
Kauffman: 1977 Anak yang mengalami gangguan tingkah laku merupakan anak yang
secara nyata dan menahun merespon lingkungan tanpa adanya kepuasan pribadi
namun masih dapat diajarkan perilaku perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat
dan dapat memuaskan kpribadiannya.
Nelson:1981 Tingkah laku seseorang dapat dikatakan menyimpang atau mengalami
gangguan jika :Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal
menurut usia dan jenis kelaminnya.Penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan
intensitas yang tinggi Penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama
Bruno, Gangguan tingkah Laku merupakan respon atau perbuatan yang dilakukan
seseorang suatu perubahan perilaku merupakan suatu kepribadian karena setiap

4
respon atau tindakan seseorang yang menunjukan perubahan sebagi cerminan
fenomena psikologis baik diamati maupun diukur
Evan Et Al, GangguantingkahLakumerupakanbentuk yang sederhana merupakan
perbuatan yang diamati dengan suatu titik awal dan akhir yang dapat diukur
APA ( America Psikiatrie Acociation), Gangguan tingkah lakumerupakan gangguan
yang berupa pola atau gejala psikologis atau tingkah laku yang secara klinis sangat
disignifikan gejala/ pola ciri yang terjadi pada manusia
.Jadi, gangguan perilaku (conduct disorder) adalah gangguan perilaku masa kanak-
kanak yang ditandai oleh aktivitas agresif dan destruktif yang menyebabkan
gangguan pada lingkungan alami anak seperti rumah, sekolah, masjid, atau
lingkungan. Fitur utama dari gangguan ini adalah pola perilaku berulang dan terus-
menerus yang melanggar norma-norma sosial dan hak-hak orang lain. Ini adalah
salah satu kategori masalah kesehatan mental anak yang paling umum, yang
mencapai 9% pada laki-laki dan 2% pada perempuan.
2. Karakteristik Gangguan :
Gangguan emosi dan perilaku tidak hanya mempengaruhi fungsi siswa dalam emosi
dan perilaku, tetapi hal tersebut juga mempengaruhi kinerja akademis siswadan
interaksi sosial mereka dengan teman sebaya dan guru.
1) Karakteristik Belajar Intelijensia
Studi-studi awal (misalnyaolehMorse, Cutler, & Fink, 1964) menemukan bahwa
mayoritas siswa dengan gangguan emosi dan perilaku atas rata-rata menunjukkan
kecerdasan. Kajian yang lebih mutakhir (misalnya, Rubin dan Barlow,1978;Coleman,
1986) telah mengungkapkan bahwa anak-anak ini memiliki nilai IQ rata-rata yang
lebih rendah daripada anak-anak tanpa gangguan emosi dan perilaku. Untuk anak-
anak dengan beberapa jenis psikosis, penelitian menunjukkan bahwa IQ mereka
berada dalam kisaran fungsiyang terbelakang. SebagaimanaKauffman (1996) telah

5
menunjukkanhal ini “IQ anak-anak yang terganggu muncul sebagai prediktor tunggal
terbaik untuk bidang sakademik dan prestasi sosial di masa depan”
Rendah Kinerja AkademikSiswa-siswadengan gangguan emosi atau perilaku
umumnya memiliki prestasi akademik yang rendah untuk usia mereka
(Kaufmann,1996). Beberapa penelitian (Gottlieb, Alter, dan Gottlieb, 1991)
menunjukkan bahwa 74% dari pemuda yang diklasifikasikan dengan gangguan ini
memiliki kesulitan akademis.
Defisit dalam Sosial dan Adaptive KeterampilanSiswa dengan gangguan emosional
atau perilaku biasanyamemiliki kekurangan dalam ketrampilan sosial yang
mempengaruhi kemampuan untuk bekerja sama dengan guru, fungsi di dalam kelas,
dan bergauldengan siswa lain (Williams et al., 1989).

2) KarakteristikPerilaku
Seperti anak-anak dengan ketidakmampuan belajar, salah satu yang paling
umumkeluhan tentang anak-anak merujuk padaevaluasi yang dinyatakanmemiliki
gangguan emosi dan perilaku adalah hiperaktif. Sulit untuk mendefinisikan hiperaktif
karena baik kealamiahandan jenis kegiatan harus dipertimbangkan.
Ross dan Ross (1982) mendefinisikan hiperaktif sebagai “sebuah kelas gangguan
perilaku yang heterogen di mana tingkat tinggi aktivitas ditunjukkan dalam waktu
yangtidak tepat dan tidak dapat dihambat oleh perintah”. Pada dasarnya, definisi
yang berguna untuk hiperaktifadalah bahwa seorang anak terlalu banyak terlibat
dalam kegiatan-kegiatan yang merepotkan. Banyak anak-anak dengan kelainan
perilaku bertindak agresif terhadap obyek, diri sendiri, atau orang lain. Para pendidik
dan profesional lebih berhasil dalam mengajar anak-anak yang sehat cara untuk
menghadapi frustrasi dengan mengakui, menerima, dan menoleransi perasaan
frustrasi serta membangun sumber-sumber untuk mengatasi. Kenakalan remaja, alih-
alih olehsistem kesehatan atau sistem pendidikan, didefinisikan oleh sistem peradilan

6
pidana (Berdine dan Blackhurst, 1985). Ketika remaja melakukan tindakan ilegal
seperti pencurian, mereka bermasalah. Jika lebih banyak anak dengan gangguan
emosi atau perilaku tampaknya bermasalah dengan hukum, tidak semua dari mereka
bermasalah. Seringkali terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi perilaku dan
gangguan emosional pada anak kecil kecuali bila itu adalah sebuah kecacatan yang
parah seperti psikosis. Anak-anak usia sekolah dengan gangguan emosi internal
seperti itu akan sulit pula diidentifikasi.
Anggota keluarga dan guru harus peka untuk mendeteksi kesulitan emosional atau
perilaku antara anak-anak dengan tanda-tanda berikut:
a) Agresi terhadap diri sendiri atau orang lain.
b) Kecemasan atau fearfulness.
c)  Distractibility atau ketidakmampuan untuk membayar perhatian untuk waktu yang
panjang dibandingkan dengan teman-temannya.
d) Mengungkapkan pikiran untuk bunuh diri.
e)  Perasaan depresson dan ketidakbahagiaan.
f) Sedikit atau tidak ada teman.
g) Perilaku hiperaktif.
h) Matang keterampilan sosial yang dinyatakan dalam interaksi sosial yang tepat.
i) Impulsif
j) Masalah dalam hubungan keluarga.
k) Masalah dengan hubungan guru-murid.
l) Bunuh diri.
m) Penarikan ke dalam diri.
3) Kriteria gangguan tingkah laku:
a) Pola perilaku yang berulang dan tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain atau
norma-norma sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih

7
perilaku dibawah ini dalam 12 bulan terakhir dan minimal satu diantaranya dalam
enam bulan terakhir :
a. Agresi terhadap orang lain dan hewan, contohnya mengintimidasi, memulai
perkelahian fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain atau hewan,
memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual.
b.  Menghancurkan kepemilikan (properti), contohnya membakar, vandalism.
c. Berbohong atau mencuri, contohnya, masuk dengan paksa ke rumah atau mobil milik
orang lain, menipu, mengutil.
d. Pelanggaran aturan yang serius, contohnya tidak pulang ke rumah hingga larut malam
sebelum usia 13 tahun karena sengaja melanggar peraturan orang tua, sering
membolos sekolah sebelum berusia 13 tahun.
b) Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan.
c) Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriteria yang ada tidak
memenuhi gangguan kepribadian anti sosial.
Banyak anak yang mengalami gangguan tingkah laku juga menunjukkan gangguan
lain. Ada tingkat komorbiditas yang tinggi antara gangguan tingkah laku dan ADHD.
Hal ini terjadi pada anak laki-laki, namun jauh lebih sedikit yang diketahui mengenai
komorbiditas gangguan tingkah laku dan ADHD pada anak perempuan.
Penyalahgunaan zat juga umum terjadi bersamaan dengan gangguan tingkah laku
dimana dua kondisi tersebut saling memperparah satu sama lain.
Terdapat bukti bahwa anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku dan
komorbid dengan hambatan behavioral memiliki kemungkinan lebih kecil untuk
melakukan kejahatan dibanding mereka yang mengalami gangguan tingkah laku yang
komorbid dengan penarikan diri dari pergaulan sosial. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa anak-anak perempuan yang mengalami gangguan tingkah laku beresiko lebih
tinggi untuk mengalami berbagai gangguan komorbid, termasuk kecemasan, depresi,

8
penyalahgunaan zat, dan ADHD dibanding dengan anak laki-laki yang memiliki
gangguan tingkah laku.
2.2 Faktor Penyebab Gangguan Perilaku
Faktor – faktor yang menyebabkan gangguan perilaku adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor psikobiologik.
Faktor-faktor psikobilogik biasanya akibat :
a. Riwayat genetika keluarga yang terjadi pada kasus retardasi mental, autisme,
skizofrenia kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan
ansietas atau kecemasan.
b. Struktur otak yang tidak normal. Penelitian menemukan adanya abnormalitas
struktur otak dan perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita
autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan ADHD.
c. Pengaruh pranatal, seperti infeksi pada saat di kandungan ibu, kurangnya
perawatan pada masa bayi dalam kandungan, dan ibu yang menyalahgunakan
zat, semuanya dapat menyebabkan perkembangan saraf yang abnormal yang
berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang berhubungan dengan
berkurangnya suplai oksigen pada janin saat dalam kandungan yang sangat
signifikan dan menyebabkan terjadinya retardasi mental dan gangguan
perkembangan saraf lainnya.
d. Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
2. Dinamika keluarga.
Dinamika keluarga yang tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku menyimpang yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-
kanak awal, perkembangan otaknya menjadi terhambat (terutama otak kiri).
Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan dengan

9
berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori, kesulitan
belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).
b. Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang tua pada
anak, komunikasi yang buruk) disertai dengan keterampilan koping yang tidak
baik antaranggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua.
Sehingga menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan remaja.
3. Faktor lingkungan.
Lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi penyebab
utama pula, seperti :
a) Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya
kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh
buruk pada pertumbuhan dan perkembangan normal anak.
b) Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang
memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai penelitian
menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit ringan kanak-kanak,
keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis diantara anak
tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol (Townsend, 1999).
c) Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat
mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah
psikologik.
Faktor penyebab gangguan perilaku pada anak adalah sebagai berikut :
Setiap anak, dalam masa perkembangannya akan mengalami masalah perilaku.
Bentuk masalah perilaku tersebut, setiap anak tidak sama. Masalah perilaku ini
biasanya akan berkurang dan bisa hilang sebelum anak berusia 3 tahun atau beberapa
bulan setelah berusia 3 tahun. Peningkatan atau penurunan masalah perilaku anak

10
sangat dipengaruhi oleh interaksi orang tua dan lingkungan. Masalah perilaku anak
dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya:
a) Memanjakan anak secara berlebihan.
b) Perhatian orang tua yang terlalu melampaui batas ketika si anak sakit dan
lainnya.
c) Anak tidak merasa nyaman, terutama kalau anggota keluarga terlalu padat atau
kondisi rumah yang sunyi.
d) Ada bayi yang baru lahir di keluarganya.
e) Iklim keluarga yang begitu kejam, biasa terdengar dan terjadi suara makian,
cacian dan pemukulan.
f) Tidak memberikan kebebasan yang cukup dalam bergerak, bermain, dan
mengungkapkan sesuatu pada anak.
g) Kurang perhatian orang tua karena sibuk bekerja di luar rumah atau karena sibuk
dengan pekerjaan sehari-hari.
h) Suka mengikuti perilaku anak-anak lain seusianya.
2.3 Jenis – Jenis Gangguan Perilaku
Jenis – jenis Gangguan Perilaku
o    Jenis – jenis Gangguan Perilaku Pada Anak
1.      Attention Deficit Hyperactivity Disorder
1.      Tipe-tipe ADHD yaitu :
 Rentan perhatian pendek ialah ketidak mampuan seseorang untuk memfokuskan
dan mempertahankan perhatian secara selektif. Baik pada kegiatan belajar
maupun bermain.
 Hiperaktifitas
Adalah perilaku yang memperlihatkan gerakan yang berlebihan, tanpa tujuan, dan
sukar untuk memperhatikan. Umumnya mereka tidak bisa diam dan bersikap

11
semaunya. Aktivitas yang berlebihan dapat dilihat dari gerak kaki, tangan, mata,
dan kepalanya terus bergerak tanpa tujuan yang jelas.
 Impulsivitas
Adalah pola tingkah laku yang tiba-tiba, tanpa difikir terlebih dahulu, dan
bertindak sesuai implus yang meggerakannya. Dalam perkataan lain anak
bertindak menurut garak hati atau drongan sesaat. Tindakan ini seolah-olah
tidakmemperhitungkan konsekuensi dari tindakannya, sebetulnya anak tersebut
sadar akan konsekuensi negatif dari perbuatannya, akan tetapi ia tidak dapat
melawannya.
2.      Gejala prilaku ADHD
 Gejala anak memiliki rentan perhatian pendek. Anak yang memiliki rentan
perhatian pendek memiliki ciri-ciri (betty B. Osman, 2002):
 Sering mendapat kesulitan untuk tetap memperhatikan tugas atan
permainan.
 Sering seakan akan tidak mendengarkan kalau diajak bicara secara
langsung.
 Sering tidak memahami semua instruksi dan gagal menyelesaikan
pekerjaan sekolah, pekerjaan sehari-hari.
 Sering menghindari, tidak suka atau enggan terlalu tekun dalam tugas
ataupun bermain.
 Sering kehilangan benda-banda miliknya seperti: mainan, pensil, buku, dll.
 Mudah terganggu oleh rangsangan dari sekitarnya.
 Sering alfa dalam kegiatan sehari-hari.
 Gejala anak hiperaktif
Ciri-ciri anak yang hiperaktif (betty B. Osman, 2002) antara lain:
 Tangan dan kaki sering tidak bisa diam, jika duduk sering kalin resah.
 Sering kali menggalkan kursi di kelas.

12
 Sering kali kesana kian kemari atau banyak memanjat-manjat.
 Sering tidak bisa diam ketika bermain atau melakukan kegiatan waktu
luang.
 Bergerak terus seperti didorong sebuah motor.
 Bicara terus menerus.
Faktor penyebab anak hiperaktif :
 Ada gangguan pada masa hamil misalnya, preeclampsia (meningkatnya
tekanan darah),
 Kerusakan otak ketika lahir,
 Cedera otak sesudah lahir.
Faktor-faktor penyebab tersebut jarang menjadi penyebab tunggal, biasanya
faktor-faktor psikologis juga ikut mendukung munculnya hiperaktif seperti
suasana rumah yang penuh pertengkaran.
 Gejala anak impulsif
Ciri-ciri anak impulsif ( Betty B. Osman, 2002) antara lain:
 Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan.
 Sering tidak sabar menunggu giliran.
 Sering menyela pembicaraan atau permainan orang lain.
 Sering kehilangan dengan barang miliknya sperti: mainan, alat tulis, buku.
 Tindakan sering ceroboh.
Ada beberapa faktor penyebab anak implusif antara lain :
 Fisiologis
Mekanisme menahan diri dari otak tidak berfungsi secara memandai karena faktor
genetik, pembawaan atau disfungsi neurogis. Jadi, dapat dikatakan sebagai anak
memang membawa potensi untuk menjadi impulsif sejak lahir.
 Kecemasan

13
Anak-anak yang cemas, tegang sering kali bereaksi seolah-olah mereka berada
pada keadan panik. Anak bertindak berdasarkan pikiran pertama yang melintas
dikepalanya tanpa pertimbangan berbagai alternatif dengan tenang.
 Pengaruh lingkungan
Sebagian anak menjadi impulsif lewat pengaruh lingkungan.Umumnya orang tua
impulsif cenderung mendukung tumbuh tingkah laku impulsif pada anak. Jika
anak memiliki ciri rentang perhatian pendek, hiperaktif, dan impulsif, anak
tersebut memiliki gejala ADHD jenis kombinasi.
3.      Cacat mental
Cacat mental sama artinya dengan retardasi mental, lemah mental,
keterbelakangan mental, mental defektif, mental handicapped, defisiensi mental
atau intellectually deficit.
Cacat mental dalam DSM IV (1994) disebut sebagai retardasi mental. Pada
bagian tersebut retardasi mental merupakan gangguan yang ditandai leh fungsi
intelektual tergulong sub normal (IQ =70 atau lebih rendah) yang terjadi pada masa
perkembangan ( sebelum usia 18 tahun) dan disertai defisit perilaku.
Perilaku adaptif yang dimaksud adalah kemampuan individu untuk berdikari
yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.diinggris cacat mental disebut dengan
istilah defisiensi mental. Contohnya undang-undang mengenai defisiensi mental di
Inggris tahun 1913 dan diamandemenkan pada tahun 1927. Pada undang-undang
tersebut dinyatakan defek mental didefinisikan sebagai suatu keadaan perkembangan
pikiran yang terhenti atau tidak lengkap, terjadi sebelum usia 18 tahun, dan dapat
disebabkan oleh penyebab yang inheren atau diinduksi oleh penyakit atau trauma. (S.
M. Lumbantobing, 2001).
Ada beberapa pertanda yang dapat digunakan untuk mengenali anak cacat
mental (S. M. Lumbantobing, 2001).

14
 Sejak lahir perkembangan mentalnya terbelakang disemua aspek
perkembangan. Kecuali perkembangan motorik misalnya: mereka dapat
berdiri, merangkak, dan berjalan.
 Terbelakang dalam perkembangan bicara.
 Kurang memberi perhatian terhadap sekitarnya, misalnya: tidak bereaksi
terhadap bunyi atau suara yang terdengar.
 Kurang dapat berkonsentrasi. Perhatian terhadap mainan hanya
berlangsung singkat atau bila diberi mainan tidak mengacuhkannya.
 Kesiagaannya kurang, misalnya jika mainannya jatuh dihadapannya ia
tidak berusaha mengambilnya.
 Kurang memberi respon terhadap lingkungan jika dibanding dengan anak
normal.
 Usia 2-3 tahunmasih suka memasukan mainan kedalam mulutnya.
Sunaryo Kartadinata (1998/1999) mengatakan karakteristik anak cacat mental
antara lain: (1) keterbatsan intelegensi, (2) keterbatasan sosial dengan ciri-ciri:
cenderuing berteman dengan anak yang lebih muda, ketergantungan terhadap orang
tua, tidak mampu memikul tanggung jawab. (3) keterbatasan fungsi-fungsi mental
lainnya seperti: kurang mampu mempertimbangkan sesuatu, kurang mampu
membedakan yang baik dengan yang buruk, yang benar dan yang salah, tidak
membayangkan terlebih dahulu konsekuensi suatu perbuatan.
Faktor penyebab :
 Peristiwa kelahiran. Kehamilan yang tidak dikontrol, bimbingan persalinan yang
tidak tepat, bantuan persalinan salah, fasilitas persalinan yang kurang memadai
banyak mengakibatkan kerusakan pada otak anak. S. M. Lumbantobing (2001)
mengemukakan peningkatan kemampuan membimbing persalinan serta
pengelolaan semasa hamil dapat mengurangi kemungkinan cacat mental. 

15
 Anak menderita infeksi yang merusak otak seperti meningitis encephalitistu
berkolusis, dan lain-lain. Sekitar 30%-50% dari mereka yang mengalami
kerusakan otak akibat penyakit-penyakit tersebut menderita defisit neurologik dan
cacat mental.
 Malnutrisi berat. Kekurangan makanan bergizi semasa bayi dapat mengganggu
pertumbuhan dan fungsi susunan saraf pusat. Malnutrisi ini kebanyakan terjadi
pada kelompok ekonomi lemah.
 Kekurangan yodium. Kekurangan yudium dapat mempengaruhi perkembangan
mental anak, termasuk salah satu penyebab cacat mental untuk mengenal anak
cacat mental anak secara dini, beberapa gejala ini dapat dijadikan indikator;
 Terlambat memberi reaksi antara lain; lambat memberi senyum jika anak diajak
tertawa atau digelitik. Anak tideak memperhatikan atau seolah-olah tidak melihat
jika dirangsang dengan gerakan tangan kita. Anak cacat mental akan terlambat
bereaksi terhadap bunyi – bunyian, seolah – olah terganggu pendengarannya.
Anak cacat mental juga lambat mengunyah makanan, sehingga ia seringkali
mengalami gangguan.
 Memandang tangannya sendiri. Bayi yang berusia antara 12-20 minggu bila
berbaring sering memperlihatkan gerakan tangannya sendiri. Pada anak cacat
mental gejala ini masih terlihat walaupun usianya sudah tua dari 20 minggu.
 Memasukkan benda ke mulut. Kegiatan memasukan benda ke dalam mulut
merupakan aktivitas yang khas untuk anak usia 6 sampai 12 bulan. Anak cacat
mental masih suka memasukkan benda atau mainan ke dalam mulutnya walaupun
usianya sudah mencapai 2 atau 3 tahun.
 Kurang perhatian dan kurang konsentrasi. Anak cacat mental kurang
memperhatikan lingkungan sekitar. Perhatiannya terhadap mainan hanya
berlangsung singkat saja. Malahan seringkali tidak mengacuhkan kejadian-

16
kejadian di sekelilingnya. Bila diberi mainan, ia kurang tertarik dan tidak
berusaha untuk mengambilnya.
4.      Kesulitan Berbicara
Anak dikatakan mengalami kesulitan belajar jika secara umum berbicara anak
tidak sesuai dengan kemampuan anak seusianya serta mengandung berbagai kesulitan
dalam artikulasi, penyuaraan, dan kelancaran berbicara. Ciri-ciri anak mengalami
kesulitan berbicara adalah jika anak:
 Tidak jelas mengucapkan kata misalnya “doloy” untuk “tolong”
 Mengalami kelainan nada, kenyaringan suara, dan kualitas anak.
 Tidak lancar dalam mengucapkan kata-kata. Misalnya jika anak berbicara dengan
suara cepat atau tersendat sendat sehingga ucapannya tidak jelas jika ia berbicara
dengan orang lain.
Gejala-gejala tersebut diatas terlihat pada perilaku anak seperti :
 Terlihat frustasi ketika berbicara
 Berusaha mengulangi beberapa kata
 Memiliki kesulitan berbicara dengan teman
 Menolak berbicara di depan kelas
 Tidak suka bercerita.
 Sulit mengucapkan kata-kata.
  Jumlah perbendaharaan kata lebih sedikit di banding dengan anak seusianya.
 Susunan kata tidak teratur.
5.      Temper Tantrum
Anak temper tantrum adalah anak yang marah secara berlebihan. Perilaku ini
sering terjadi pada anak berusia 4 tahun. Kebiasaan mengamuk akan lebih sering
dilakukan bila anak mengetahui bahwa dengan cara ini keingiannya akan dipenuhi.
Temper tantrum merupakan salah satu ciri anak bermasalah dalam
perkembangan emosi mereka antara lain:

17
 Marah berlebihan, contohnya ingin merusak diri dan barang-barangnya,
 Tidak dapat mengungkapkan apa yang diinginkan,
 Takut yang sangat kuat sehingga mengganggu interaksi dengan lingkungannya,
 Malu, hingga menarik diri dari lingkungannya.
 Hipersensitif maksudnya, sangat peka, sulit mengatasi perasaan tersinggungnya,
dan pandangan cenderung negatif bersifat murung.
Secara umum ada beberapa ciri untuk mengenali bahwa anak sedang temper tantrum.
 Anak tampak merengut dan mudah marah.
 Perhatian, pelukan, atau pendekatan khusus lainnya tampak tidak memperbaiki
suasana hatinya.
 Dia mencoba melakukan sesuatu diluar kebiasaannya atau meminta sesuatu yang
dia yakini tidak akan diperolehnya.
 Dia meningkatkan tuntutannya dengan cara merengek dan tidak mau menerima
jawaban “tidak”.
 Dia melanjutkn dengan menangis, menjerit, menendang, memukul, atau menahan
nafas.
6.      Agresifitas
Salah satu bentuk prilaku anak yang mengalami kesulitan perkembangan
sosial adalah anak berprilaku agresif. Agresif adalah tingkah laku menyerang baik
secara fisik maupun verbal atau melakukan ancaman sebagai pernyataan adanya rasa
permusuhan. Tingkah laku agresif ini mengakibatkan kerugian atau malukai orang
lain. Kerugian itu dapat berupa kerugian sikologis ataupun kerugian fisik.
Schasfer dan millman (dalam yosefini, 1990) menggolongkan prilaku agresif
kedalam prilaku bermasalah dalam kelompok, dimana anak mengalami kesulitan
dalam berhubungan dengan rang lain. Gejala-gejala anak agresif adalah sebagai
berikut:
Sering mendorong, memukul, atau berkelahi

18
 Menyerang dengan menggunakan kaki, tangan, tubuhnya untuk mengganggu
permainan yang dilakukan untuk mengganggu teman-teman.
 Menyerang dalam bentuk verbal seperti ; mencaci, mengejek, mengolok-olok,
berbicara kotor dengan teman.
 Tingkah laku mengganggu ini muncul, umumnya karena ingin menunjukkan
kekuatan di kelompok.
 Tingkah laku menganggu ini pada dasarnya melanggar aturan atau norma yang
berlaku disekolah seperti ; berkelahi, merusak alatpermainan milik teman,
mengganggu anak lain.
7.      Gangguan Eliminisi
Adalah gangguan pada perkembangan anak dan remaja dimana tidak dapat
mengontrol buang air kecil ( BAK ) dan buang air besar ( BAB ) setelah mencapai
usia normal untuk mampu melakukannya. Terbagi menjadi dua yaitu:
 Adalah dimana anak tidak mampu mengontrol BAKnya bukan karena akibat dari
kerusakan neurologis atau penyakit lainnya . kita sering menyebutnya dangan
mengompol.
 Ketidakmampuan mengontrol BABnya yang bukan disebabkan masalah organik.
8.      Kecemasan dan Depresi
Gangguan kecemasan sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan
berlanjut ke masa dewasa biasanya berupa : gangguan obsesif kompulsif, gangguan
kecemasan umum, dan fobia banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, yang
memiliki gejala seperti pada orang dewasa.
Gangguan kecemasan akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak
yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling dekat dengannya
seperti orang tua, saudara, dll. Gejalanya antara lain berupa mimpi buruk, sakit perut,
mual dan muntah saat mengantisipasi perpisahan. Gangguan kecemasan ini dapat
berlanjut hingga depresi.

19
Depresi pada anak – anak dan remaja tidaklah berbeda dengan orang dewasa,
mereka memiliki perasaan tidak berdaya, kecenderungan untuk menyalahkan diri
sendiri. Namun, depresi pada anak tidak nampak nyata bila dibanding dengan orang
dewasa. Ciri – ciri depresi pada anak antara lain adalah mereka menolak untuk masuk
sekolah, tak mau pisah dengan orang tua. Depresi pada anak dan remaja biasanya
diikuti dengan gangguan lain seperti CD, ODD, masalah akademik. Depresi pada
remaja yang berkelanjutan akan berakibat gangguan depresi yang lebih serius pada
masa dewasa.
9.      Conduct Disorder (CD )
Adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering
menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah yang disebabkan sejak kecil
orangtua tidak mengajarkan perilaku benar dan salah pada anak. Ciri – cirinya,
apabila Ia memunculkan perilaku antisosial baik secara verbal maupun secara
nonverbal, seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan
temannya, menunjukkan unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain.
10.  Oppositional Defiant Disorder ( ODD )
Perilaku dalam gangguan ini menunjukkan sikap menentang, seperti
berargumentasi, kasar, marah, toleransi yang rendah terhadap frustasi, dan
menggunakan minuman keras, zat terlarang, atau keduanya. Namun dalam gangguan
ini tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam gangguan
perilaku.
         Jenis – jenis Gangguan Perilaku Pada Remaja
Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi pergaulan bebas kedalam
tiga tingkatan, yaitu :
1. Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah,
pergi dari rumah tanpa pamit.

20
2. Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, seperti
mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin
3. Kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar
nikah, pemerkosaan dll.
D.      Penanganan Gangguan Perilaku
Penanganan yang bisa dilakukan untuk mengatasi Gangguan Perilaku adalah
sebagai berikut :
1.      Perawatan berbasis komunitas, yaitu dengan cara-cara :
 Pencegahan primer melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk
menciptakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya adalah
perawatan pranatal awal, program penanganan dini bagi orang tua dengan faktor
resiko yang sudah diketahui dalam membesarkan anak, dan mengidentifikasi
anak-anak yang berisiko untuk memberikan dukungan dan pendidikan kepada
orang tua dari anak-anak ini.
 Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang
mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera
dilakukan. Metodenya meliputi konseling individu dengan program bimbingan
sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas, layanan intervensi krisis bagi
keluarga yang mengalami situasi traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan
konseling teman sebaya.
 Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu,
terapi bermain, dan program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak
mampu berpartisipasi dalam sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan
perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu anak dalam
mengembangkan metode koping.

21
 Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga. Penting untuk membantu keluarga
mendapatkan keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat
perubahan yang dapat meningkatkan fungsi dari semua anggota keluarga.
2. Pengobatan berbasis rumah sakit dan Rehabilitasi.
 Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit
jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak
sembuh dengan metode alternatif, atau bagi klien yang beresiko tinggi
melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.
 Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di
tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang
menderita penyakit jiwa. Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku
disruptif masi menjadi kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini
dapat bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran
respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat (time-out),
penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk
mencegah memburuknya perilaku.
 Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi psikotropik
digunakan dengan hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena memiliki
efek samping yang beragam. Pemberian metode ini berdasarkan :
 Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja mempengaruhi jumlah dosis, respon
klinis, dan efek samping dari medikasi psikotropik.
 Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat mempengaruhi
hasil pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang tidak konsisten,
terutama dengan antidepresan trisiklik.

22
BAB III
PENUTUP
A.      Simpulan
Melihat dari pembahasan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa gangguan
perilaku terjadi pada anak dan remaja. Gangguan perilaku pada anak, terjadi karena
berbagai faktor. Tapi faktor yang paling besar pengaruhnya yang dapat
mengakibatkan gangguan perilaku adalah saat di dalam kandungan, baik itu nutrisi –
penanganan saat kelahiran. Lalu gangguan perilaku pada remaja, juga terjadi karena
berbagai faktor. Tapi faktor yang paling besar pengaruhnya adalah keluarga dan
lingkungan. Jika keluarga tidak dapat menjadi orang tua yang bijak maka seringkali
lingkunganlah yang memberi pengaruh besar terhadap gangguan perilaku pada
remaja.

B.       Saran
Jadilah orang tua yang bijak, karena pada dasarnya peran keluarga sangat
berpengaruh terhadap pembentukan perilaku pada anak dan remaja. Lalu jika kita
melihat ada gangguan pada anak dan remaja, jangan pernah mengejudge individu
tersebut, karena dapat memperburuk keadaan. Seharusnya kita melakukan
penanganan sesuai yang ada di dalam pembahasan makalah ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Davidson, Gerald C., 2006, Psikoloogi Abnormal, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada


Durand, V. Mark, 2006, Psikologi Abnormal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jacoby, David B., 2009, Pustaka Kesehatan Populer, PT Bhuana Ilmu Populer
Kaplan, Harold L., dkk, 1997, Sinopsis Psikiatri Jilid 2, Jakarta: Binarupa Aksara
Maslim, Rusdi, 2003, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
Meier, Paul, dkk, 2000, Mengendalikan Mood Anda, Yogyakarta: Yayasan Andi
Nevid, Jeffrey S., dkk, 2003, Psikologi Abnormal, Jakarta: Erlangga

24

Anda mungkin juga menyukai