Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Perilaku

2.1.1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah reaksi seseorang terhadap rangsangan dari

luar.Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta

interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan

tindakan (Pratiwi, 2012). Perilaku adalah totalitas dari penghayatan dan

reaksi seseorang yang langsung terlihat atau tidak terlihat. Timbulnya

reaksi perilaku akibat interelasi stimulus internal dan eksternal yang

diproses melalui kognitif, afektif dan motorik (Ardiani, 2014).

Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam

berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak

sampai yang tidak tampak, dari yang dirasakan sampai paling yang tidak

dirasakan (Okviana, 2015).

Sedangkan menurut Wawan (2011) Perilaku merupakan suatu

tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi

dan tujuan baik disadari maupun tidak.Perilaku adalah kumpulan

berbagai faktor yang saling berinteraksi.

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2011) merumuskan bahwa

perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Pengertian ini dikenal dengan teori „S-O‟R” atau

“Stimulus-Organisme-Respon”. Respon dibedakan menjadi dua yaitu:

5
6

1. Respon respondent atau reflektif

Adalah respon yang dihasilkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu.

Biasanya respon yang dihasilkan bersifat relatif tetap disebut juga

eliciting stimuli. Perilaku emosional yang menetap misalnya orang

akan tertawa apabila mendengar kabar gembira atau lucu, sedih jika

mendengar musibah, kehilangan dan gagal serta minum jika terasa

haus.

2. Operan Respon

Respon operant atau instrumental respon yang timbul dan

berkembang diikuti oleh stimulus atau rangsangan lain berupa

penguatan. Perangsang perilakunya disebut reinforcing stimuli yang

berfungsi memperkuat respon. Misalnya, petugas kesehatan

melakukan tugasnya dengan baik dikarenakan gaji yang diterima

cukup, kerjanya yang baik menjadi stimulus untuk memperoleh

promosi jabatan.

2.1.2. Jenis-Jenis Perilaku

Brance (dalam Walgito 2014) “Perilaku manusia dapat dibedakan

antara perilaku yang refleksif dan perilaku yang non refleksif”. Perilaku

yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan

terhadap stimulus yang mengenai organisme tersebut. Misalnya reaksi

kedip mata bila kena sinar, menarik jari bila jari kena api dan

sebagainya. Reaksi atau perilaku reflektif adalah perilaku yang terjadi


7

dengan sendirinya, secara otomatis. Stimulus yang diterima oleh

organisme atau individu tidak sampai ke pusat susunan syaraf atau otak,

sebagai pusat kesadaran, sebagai pusat pengendali dari perilaku manusia.

Lain dengan halnya perilaku non-reflektif. Perilaku ini di kendalikan

atau diatur oleh pusat kesadaran otak. Dalam kaitan ini stimulus setelah

diterima oleh reseptor kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat syaraf,

baru kemudian terjadi respons melalui afektor. Proses yang terjadi dalam

otak atau pusat kesadaran ini disebut proses psikologi. Perilaku atau

aktivitas atas dasar proses psikologis inilah yang disebut aktivitas

psikologis atau perilaku psikologis.

Skinner seorang ahli psikologi (dalam Notoatmodjo, 2012)

merumuskan bahwa “perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang

terhadap stimulus (rangsangan dari luar)”. Dengan demikian perilaku

manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, respons sehingga

teori Skinner ini disebut dengan teori “ S-O-R” (Stimulus, Organisme,

Respons).

Notoatmodjo (2012) berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka

perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup. Respon

terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh

orang lain.
8

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka.Respon terhadap stimulus sudah jelas dalam bentuk tindakan

atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati dan dilihat oleh orang

lain.Proses pembentukan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, aspek dalam diri individu yang sangat berpengaruh dalam

perilaku adalah persepsi, motivasi dan emosi.Persepsi adalah

pengamatan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman,

serta pengalaman masa lalu. Motivasi adalah dorongan untuk

melakukan suatu tindakan yang memuaskan.Dorongan dalam

motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono, 2011).

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Notoadmodjo (2010:5) ada tiga aliran yang sudah amat populer

yang mempengaruhi perkembangan perilaku yaitu sebagai berikut:

a. Nativisme

Nativisme dipelopori oleh Schopen houer yang berpendapat bahwa

bahwa perilaku manusia itu sudah sibawa atau ditentukan sejak

lahir. Sehingga lingkungan tidak mempunyai peran atau kekuatan

apa pun dalam membentuk perilaku. Perilaku baik ataupun perilaku

buruk seseorang adalah memang sudah terbentuk atau dibawa dari

lahir (bawaan).
9

b. Empirisme

Empirisme dipelopori oleh Aristoteles kemudian dilanjutkan oleh

John Locke berpendapat bahwa manusia lahir adalah dalam keadaan

kosong seperti meja lilin atau kertas lilin (tabularasa). Kertas atau

meja lilin ini akan terisi dan berwarna warni oleh karena

lingkungannya. Itulah perilaku manusia, dalam aliran ini

pengalaman sangat dominan dalam membentuk perilaku manusia,

karena pengalaman indra ini yang akan menggores atau mewarnai

kertas lilin yang putih, yakni menyebabkan kebeeragaman perilaku

anak atau manusia.

c. Naturialisme

Naturalisme naturalisme dipelopori oleh Jan Jack Rousseau, ia

berberpendapat bahwa manusia pada hakikatnya lahir dalam

keadaan baik, tetapi menjadi tidak baik karena lingkungannya.

Naturalisme hampir sama dengan nativisme, karena mendasarkan

pada konsep lahir. Perbedaanya aliran nativisme konsep lahir itu

bisa baik dan bisa juga tidak baik atau jelek. Apabila dilahirkan baik

akan berkembang menjadi baik, tetapi kalu dilahirkan tidak baik,

juga berkembang tidak baik. Tetapi pada naturalisme berpendapat

bahwa anak dilahirkan dalam keadaan yang baik saja. Akhirnya

menjadi tetap baik atau bisa menjadi tidak baik karena lingkungan.

Naturalisme mengatakan tidak ada seorang pun yang terlahir dengan

pembawaan buruk. Anak menjadi buruk karena


10

lingkungan,lingkunganlah yang menyebabkan manusia menjadi

buruk atau tidak baik. Oleh sebab itu naturalisme disebut juga

negativisme, karena lingkungan termasuk pendidikan berpengaruh

negative. Lingkungan yang menyebabkan anak yang dilahirkan

baik, akhirnya tumbuh menjadi anak atau orang yang tidak baik.

d. Konfergensi

Konfergensi dipelopori oleh William Stem berpendapat bahwa

perkembangan individu dipengaruhi oleh faktor dasar (pembawaan,

bakat, keturunan) maupun lingkungan, yang keduanya memainkan

peranan penting, Willian mengatakan bahwa perilaku sesorang tidak

semata-semata ditentukan oleh lingkungan dan pembawaan tapi

kedua-duanya berperan secara bersama-sama. Hal ini berarti bahwa

memang perilaku dapat dikembangkan, tetapi mempunyai

keterbatasan-keterbatasan, yakni pembawaan.

Dalam memenuhi segala kebutuhan perilaku yaitu dipengaruhi oleh

berbagai faktor antara lain:

1) Faktor pembawaan (herditas) merupakan factor yang

mempengaruhi perilaku individu. Dalam hal ini hereditas

diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang

diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik

fisik yang dimiliki individu sejak konsepsi (pembuahan ovum

oleh sperma) sebagai pewarisan pihak orang tua melalui gen-

gen.
11

2) Faktor keluarga dimana lingkungan keluarga banyak berperan

dalam menghiasi perilaku anak, dimana kehidupan dalam

keluarga akan menjadikan anak itu tumbuh dan berkembang

seperti keadaan kelauarga contohnya anak yang hidup dalam

keluarga yang otoriter maka dia cenderung akan bersikap

keras.

3) Faktor pengalaman artinya manusia dianggap seperti seonggok

tanah liat yang dicetak atau dibentuk. Sekarang dipahami

bahwa manusia disamping dipengaruhi,juga mempengaruhi

lingkungan fisik sosialnya. Segala bentuk kejadian yang

dialami sepanjang hidup akan menjadikan individu lebih

matang, dan akan mempengaruhi perilaku individu tersebut.

2.1.4. Proses Pembentukan Perilaku

Seperti telah dipaparkan di depan bahwa perilaku manusia sebagian

terbesar ialah berupa perilaku yang dibentuk, perilaku yang dipelajari.

Berkaitan dengan hal tersebut maka salah satu persoalan ialah bagaimana

cara membentuk perilaku itu sesuai dengan yang diharapkan.

1. Cara pembentukan perilaku dengan conditioning atau kebiasaan

Cara ini berdasarkan pada teori belajar conditioning yang dikemukan

oleh beberapa ahli seperti Pavlov, Thorndike, dan Skinner. Ketiga ahli

tersebut memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda meskipun

sepenuhnya tidak sama. Teori Pavlov terkenal sebagai classic

conditioning, sedangkan Thorndike dan Skinner dikenal sebagai

operant conditioning. Dasar pandangan ketiga ahli tersebut adalah


12

bahwa untuk membentuk perilaku perlu dilakukan conditioning dengan

cara membiasakan diri untuk berperilaku sesuai harapan. Misalnya

kebiasaan bangun pagi, membiasakan diri untuk tidak terlambat datang

kuliah dan menggosok gigi sebelum tidur (Notoatmodjo, 2007).

2. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)

Pembentukan perilaku ini ditempuh dengan pengertian atau insight.

Misal datang kuliah jangan sampai terlambat, karena hal tersebut dapat

mengganggu teman-teman yang lain. Bila naik motor harus pakai helm,

karena helm tersebut untuk keamanan diri dan masih banyak hal untuk

menggambarkan hal tersebut. Cara ini berdasarkan atas belajar kognitif,

yaitu belajar dengan cara disertai adanya pengertian.

3. Pembentukan perilaku dengan cara menggunakan model

Pembentukan perilaku ini ditampuh dengan cara menggunakan model

atau contoh. Kalau orang berbicara bahwa orang tua sebagai contoh

anak-anaknya, pemimpin sebagai panutan yang dipimpinnya, hal

tersebut menunjukan pembentukan perilaku dengan menggunakan

model.Pemimpin dijadikan model atau contoh oleh yang

dipimpinnya.Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social

learning theory) atau observational learning theory (Bandura, 1977

dalam Machfoedz et al, 2005.

2.1.5. Teori-teori Perilaku

Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu

berperilaku. Dalam hal ini ada beberapa teori, diantara teori-teori tersebut

dapat dikemukakan sebagai berikut (Susilo, 2011):


13

1. Teori Naluri (Instinct Theory)

Menurut McDougall perilaku itu di sebabkan oleh naluri, dan

McDougall mengajukan suatu daftar naluri. Naluri merupakan perilaku

yang innate, perilaku yang bawaan, dan naluri akan mengalami

perubahan karena pengalaman.

2. Teori Dorongan (Drive Theory)

Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu

mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan

ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan oraganisme yang mendorong

organisme yang berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan,

dan organisme ingin memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi

pengurangan atau reduksi dari dorongan-dorongan tersebut.

3. Teori Insentif (Incentive Theory)

Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu

disebabkan adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong

organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau disebut juga

reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif.Reinforcement

positif adalah berkaitan dengan hadiah, dan bisa mendorong organisme

dalam berbuat.Reinforcement negatif adalah berkaitan dengan hukuman,

dan bisa menghambat dalam organisme berperilaku.Ini berarti bahwa

perilaku timbul karena adanya insintif atau reinforcement.Perilaku

semacam ini dikupas tajam dalam psikologi belajar.

Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa perilaku dapat dibatasi sebagai

jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya). Untuk memberikan


14

respn terhadap situasi diluar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif

( tanpa tindakan). Bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan

menjadi 3 jeni, yaitu:

1. Perilaku dalam betuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan

rangsangan.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu rangsangan perasaan terhadap

keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek, sehingga alam itu

sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup didalamnya, sesuai

dengan sifat keadaan alam tersebut (Lingkungan Fisik) dan keadaan

lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik, tetapi mempunyai

pengaruh kuat tehadap pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini

adalah keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir

dan mengembangkan perilakunya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan

terhadap situasi dan suatu rangsangan dari luar.

2.1.6. Bentuk-bentuk Perilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep

yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku.

Bentuk-bentuk perilaku dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1. Perubahan alamiah (Neonatal chage) Perilaku manusia selalu

berubah sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah.

Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan

lingkungan fisik atau sosial, budaya dan ekonomi maka anggota

masyarakat didalamnya yang akan mengalami perubahan.


15

2. Perubahan alamiah (Neonatal chage) Perilaku manusia selalu berubah

sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila

dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik

atau sosial, budaya dan ekonomi maka anggota masyarakat

didalamnya yang akan mengalami perubahan (Notoatmdojo, 2012).

3.1. Konsep Tuberkulosis Paru

3.1.1. Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis).

Sebagian besar kuman Tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang mempunyai

sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan oleh karena itu

disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA) (Resmiyati, 2011).

3.1.2. Penyebab Tuberkulosis

Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis.Basil ini

tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar

matahari, dan sinar ultraviolet.Ada dua macam mikobakteria

tuberkulosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada

dalam susu sapi yang menderita matitis tuberkulosis usus. Basil tipe

human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari

penderita Tuberkulosis terbuka dan orang yang rentan terinfeksi

Tuberkulosis ini bila menghirup bercak ini.Perjalanan Tuberkulosis


16

setelah infeksi melalui udara (Wim de Jong et al. 2005 dalam Nurarif &

Hardi, 2013).

3.1.3. Tanda dan Gejala Tuberkulosis

Menurut Nurarif & Hardi (2013), tanda dan gejala tuberkulosis

antara lain: demam 40-41° C, batuk/ batuk darah, sesak nafas, nyeri

dada, malaise, keringat malam, suara khas perkusi dada, bunyi dada,

peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit. Pada anak :

berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas

atau gagal tumbuh, demam tanpa sebab jelas terutama jika berlanjut

sampai 2 minggu, batuk kronik ≥ 3 minggu dengan atau tanpa wheeze,

riwayat kontak dengan pasien Tuberkulosis paru dewasa.

3.1.4. Pencegahan Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang menyerang jaringan

paru-paru yang umumnya 80 % mempengaruhi paru-paru, sedangkan

20% selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar, meningen,

tulang, ginjal dan nodus limfe (Djojodibroto, 2012).

Mycobacterium Tuberculosis berukuran kira-kira 0,5 - 4μ x 0,3 –

0,6 μ, merupakan bakteri dalam bentuk batang lurus atau sedikit

bengkok, bergranulasi atau mempunyai lubang, tidak mempunyai

lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid, Bakteri mempunyai sifat

istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam

dan alkohol, sehingga di sebut basil tahan asam, serta tahan terhadap zat
17

kimia dan fisik. Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering

dan dingin, bersifat dorman dan aerob, bakteri ini tahan selama 1-2 jam

di udara terutama ditempat yang lembab dan gelap (bisa bertahan

berbulan-bulan), tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari dan aliran

udara (Widoyono, 2012).

Penyakit tuberkulosis disebabkan Mycobacterium Tuberculosis

ditularkan melalui udara (doplet) percikan dahak dan ludah dari

penderita yang keluar saat penderita berbicara, batuk dan juga bersin,

kemudian bakteri tuberkulosis terhirup orang lain melalui saluran

pernafasan dan menyebar ke organ yang lain, jika daya tahan tubuh

lemah maka Mycobacterium Tuberculosis akan berkembang di dalam

tubuh, tapi jika imunitas tubuh kita bagus, maka tubuh kita akan tetap

sehat (Widoyono, 2012).

Bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh

akanmembelah diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam

paru dimana prosesnya berlangsungnya selama 4-6 minggu. Infeksi ini

dipengaruhi oleh banyaknya kuman yang masuk dan seberapa besar

daya tahan tubuh. Setelah beberapa bulan atau tahun terpapar oleh

kuman Mycobacterium Tuberculosis akan menimbulkan kerusakan paru

yang luas sampai efusi pleura (Widoyono, 2012).

Gejala utama tuberkulosis awalnya berupa batuk nonproduktif

berkembang menjadi produktif/berdahak yang terjadi selama tiga


18

minggu atau lebih, demam, nyeri dada, penurunan berat badan, keringat

di malam hari, batuk bercampur darah, keletihan (Naga, 2012).

Seseorang yang diperkirakan menderita tuberkulosis harus

disarankan menjalani pemeriksaan fisik, uji tuberkulin seperti

mantoux,radiografi dada, dan pemeriksaan bakteriologi atau histologi.

Bila hasil kultur positif bakteriologi untuk organisme positif, maka

dipercaya sebagai kasus TB positif. Reaksi positif saat uji tuberkulin

mengindikasikan adanya infeksi tuberkulosis (Naga, 2012).

Tuberkulosis dapat diklasifikasikan menurut lokasi dari penyakit,

riwayat pengobatan, hasil uji kepekaan obat dan status HIV. Klasifikasi

pertama berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit adalah tuberkulosis

yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Klasifikasi kedua adalah

tuberkulosis ekstra paru yang terjadi selain di organ paru misalnya

seperti di bagian pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing,

sendi, selaput otak dan tulang. Klasifikasi ketiga berdasarkan riwayat

pengobatan sebelumnya yaitu pasien baru, pasien yang pernah diobati

sebelumnya dan sudah pernah menelan OAT (obat anti tuberkulosis),

seperti pasien kambuh, pasien yang diobati kembali setelah gagal,

pasien yang diobati kembali setelah putus berobat dan pasien yang

riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui (Widoyono, 2012).

Klasifikasi ke empat berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

tidak diketahui dapat berupa mono resisten (TB MR) resisten terhadap

salah satu jenis OAT lini pertama saja, poli resisten (TB PR) resisten
19

terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan

Rifampisin (R) secara bersamaan, multi drug resisten (TB MDR)

resisten terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan,

extensive drug resisten (TB XDR) TB MDR yang sekaligus juga

resisten terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal

salah satu dari OAT lini kedua dan resistensi rimfapisin. Klasifikasi

keempat berdasarkan status HIV. Pasien TB dengan HIV positif, pasien

TB denganHIV negatif dan pasien TB dengan status HIV tidak

diketahui (Naga, 2012).

Tuberkulosis apabila tidak diobati dengan tuntas akan berdampak

tidak hanya pada penderita tetapi juga keluarga. Dampak penyakit TB

tidak hanya berdampak pada kesehatannya tetapi juga secara ekonomis

dan sosial. Sekitar 75% pasien TB adalah menyerang pada kelompok

usia produktif (15-50 tahun), sehingga berakibat pada menurunnya

jumlah pendapatan tahunan rumah tangga, apalagi jika penderita TB

sampai meninggal maka bisa mengalami kekurangan pendapatan

keluarga. Dampak secara sosial penderita TB dapat dikucilkan oleh

masyarakat karena termasuk penyakit yang sangat menular. Dampak

secara fisik sebagian besar penyakit TB menyerang paru, tetapi juga

dapat mengenai organ yang lain. Komplikasi penyakit TB seperti

pneumotoraks, efusi pleura, gagal nafas sampai kematian jika sudah

menyerang ke ogran yang lain (Nurarif & Hardi, 2013).


20

Pengobatan TB dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan

tahap lanjutan. Pengobatan tahap awal diberikan setiap hari. Pengobatan

pada tahap awal dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah

kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari

sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum

pasien mendapatkan pengobatan. Pada umumnya dengan pengobatan

secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat

menurun setelah pengobatan selama 2 minggu. Pengobatan tahap

lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa kuman

yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman resisten sehingga dapat

mencegah terjadinya kekambuhan (Nurarif & Hardi, 2013).

Angka kejadian munculnya tuberkulosis dapat ditimbulkan oleh

beberapa faktor, menurut penelitian Widoyono (2011) faktor resiko

terjadinya TB adalah umur dimana penyakit TB menyerang semua

golongan usia. Penelitian Dewi (2011) jenis kelamin laki-laki lebih

banyak terpapar TB karena kebiasaan merokok. Menurut Widoyono

(2012) faktor yang berhubungan dengan terjadinya TB adalah sanitasi

rumah, kepadatan hunian, kelembaban, dan pencahayaan. Menurut

Suryo (2010) jenis pekerjaan akan mempengaruhi terjadinya penyakit

TB, bahwa bekerja di lingkungan yang terbuka dan berdebu akan

meningkatkan resiko penyakit TB.

Munurut Suryo (2012) cara mencegah penularan tuberkulosis

dengan menjaga ventilasi yang baik, ventilasi mempunyai banyak


21

fungsi yaitu untuk menjaga aliran udara di dalam rumah sehingga tetap

segar, menjaga agar sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan.

Cahaya matahari dapat membunuh bakteri TB, sehingga rumah yang

baik diperlukan cukup cahaya sinar matahari, bakteri TB akan cepat

mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapi dapat bertahan hidup

selama beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.

Naga (2012) berpendapat bahwa tindakan yang dapat dilakukan

untuk mencegah timbulnya penyakit TBC, yaitu:

a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

menutup mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak di

sembarangan tempat.

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan

vaksinasi BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan

memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala,

bahaya, dan akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan

masyarakat pada umumnya.

d. Petugas kesehatan harus juga segera melakukan pengisolasian dan

pemeriksaan terhadap orang – orang yang terinfeksi, atau dengan

memberikan pengobatan khusus kepada penderita TBC. Pengobatan

dengan cara dirawat di rumah sakit hanya dilakukan bagi penderita


22

dengan kategori berat dan memerlukan pengembangan program

pengobatannya, sehingga tidak dikehendaki pengobatan jalan.

e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan

desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian

khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang

terjangkit penyakit TBC (piring, tempat tidur, pakaian) dan

menyediakan ventilasi dan sinar matahari yang cukup.

f. Melakukan imunisasi bagi orang-orang yang melakukan kontak

langsung dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas

kesehatan, dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan

tindak lanjut bagi yang positif tertular.

g. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak dengan

penderita TBC. Perlu dilakukan Tes Tuberkulin bagi seluruh anggota

keluarga. Apabila cara ini menunjukan hasil negatif, perlu diulang

pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, dan perlu pemeriksaan

intensif.

h. Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu

pengobatan yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah

ditetapkan oleh dokter untuk diminum dengan tekun dan teratur,

selama 6 sampai 12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal terhadap

obat-obat, dengan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.

2.3. Kerangka Teori


23

Bagan 2.1. Kerangka Teori

Faktor yang
mempengaruhi perilaku:
TBC
1. Faktor Predisposisi
2. Faktor pendukung
3. Faktor pendorong

Pencegahan TBC

Perilaku
a. Kurang
b. Baik

Sumber: Pratiwi (2012), Hardi (2010)

Anda mungkin juga menyukai