PSIKOLOGI PERSEPSI
Dra. Lies Neni Budiarti, M.Si
1. Pengertian/definisi
Asal kata Psikologi berasal dari kata “psycho” (jiwa/kejiwaan) dan “logos” (ilmu). Saat ini
imu psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku atau proses--‐ proses
mental/psikologis yang terjadi pada diri seseorang.
Sedangkan arti leksikal dari persepsi (perception) adalah tanggapan, daya tangkap,
pemahaman.
CLLIFORD T. MORGAN
Persepsi adalah suatu proses membedakan rangsang (stimulus) yang satu dari yang lain
dengan melakukan interpretasi terhadap rangsang tersebut.
SCHERMERHON
Persepsi adalah proses yang terjadi saat orang memilih, menerima, mengorganisasi dan
menterjemahkan informasi dari lingkungan.
Dengan demikian secara singkat proses persepsi dapat diterangkan sebagai berikut
Pada persepsi terjadi pemaknaan atau interpretasi terhadap stimulus atau objek yang mengandung
muatan--‐ muatan subjektif, berbeda dengan sensasi/pengindraan/proses sensorik yang lebih
objektif sifatnya.
Sikap dan perilaku manusia dalam keseharian tidak lepas dari bagaimana persepsinya terhadap
lingkungan yang hadir disekitarnya. Apakah lingkungan fisik, atau lingkungan non fisik (sosial) yang
merupakan stimulus luar yang ditangkap oleh indera, diamati, dan diinterpretasikan/dipersepsi,
serta kemudian menimbulkan sikap atau perilaku terhadap objek yang berada dalam lingkungan
itu. Persepsi merupakan proses penting dalam membantu pembuatan keputusan seseorang
atas sikap dan perilaku yang akan dimunculkannya.
Untuk lebih jelasnya, diagram alur penangkapan stimulus sampai terjadinya perilaku/sikap, dapat
dilihat/dipelajari pada halaman 4.
1. Stimulus/rangsang
Faktor--‐ faktor yang merupakan variabel stimulus disebut juga sebagai faktor struktural, yang berasal dari
sifat stimuli fisik dan efek--‐ efek syaraf yang ditimbulkan prinsip--‐ prinsip yang bersifat struktural,
selain karakteristik yang berupa elemen indrawi (sensory element) seperti; bau, rasa, suara,
cahaya, serta warna.
Faktor ini juga bisa berupa elemen struktural seperti ukuran, posisi, kontras, dan warna. Warna,
selain memiliki konotasi indrawi yang sangat penting atau memiliki efek psikologis tertentu, juga secara
struktural, warna dapat mempengaruhi persepsi. Contoh, warna--‐ warni sebuah dalam majalah lebih
menarik perhatian daripada hitam putihnya surat kabar/koran (bahasan mengenai warna akan diulas
lebih rinci di dalam sub bab mengenai persepsi warna).
Biasanya stimuli yang mampu menarik perhatianlah yang akan diamati/dipersepsi secara lebih intens.
Ketika suatu stimulus hadir di sekitar seseorang, perhatian (atensi) terhadap stimulus merupakan
momen sentral psikis yang terjadi pada diri orang itu;
Sensasi Persepsi
momen fisis -‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐ momen fisiologis -‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐ momen psikis
(stimuli) (”atensi” – momen sentral psikis)
Rangsang akan menarik perhatian untuk dipersepsi apabila memiliki intensitas yang kuat dalam hal;
- bentuk
- ukuran
- warna
- frekuensi
- gerakan.
2. Situasi
Kondisi lingkungan fisik atau sosial yang melatari kehadiran stimulus.
3. Orang (person)
Yang termasuk ke dalam variabel ini adalah faktor--‐ faktor seperti;
- jenis kelamin
- umus
- pendidikan
- pengetahuan & pengalaman
- kebutuhan/motif
- sikap
- asumsi
- kepercayaan
Proses persepsi dipengaruhi oleh pengalaman--‐ pengalaman masa lalu dan antisipasinya terhadap
hal--‐ hal yang akan datang.
Keseluruhan faktor--‐ faktor tersebut di atas diorganisasikan ke dalam suatu fungsi yang disebut
dengan ”kerangka acuan” (frame of reference).
TEORI SOBA
Maier (1965) mengajukan suatu penjelasan mengenai proses penerimaan
stimulus sampai timbulnya tingkah laku manusia dalam suatu
formulasi yang disebut;
S O B A
Reaksi yang terjadi adalah reaksi bolak--‐ balik. Kondisi individu mempengaruhi stimulus dan
sebaliknya stimulus pun mempengaruhi individu.
Dalam psikologi, hasil dari interaksi stimulus dan individu ini disebut sebagai persepsi.
Tingkah laku merupakan reaksi individu setelah menerima rangsang dari lingkungan dan mengarah
pada suatu konsekuensi yang disebut sebagai
hasil akhir.
Hasil akhir ini dapat berupa hal--‐ hal yang diinginkan dan hal--‐ hal yang tidak diinginkan.
Interaksi antara variabel individu dan variabel situasi (lingkungan) akan mengakibatkan suatu proses.
Tingkah laku adalah proses interaksi antara variabel individu dan variabel situasional.
S = Stimulus
Kondisi ini ditunjukkan oleh arah panah bolak--‐ balik antara organisme dan stimulus.
Organisme meliputi;
hereditas, biological needs, pengetahuan, kecakapan,
kebutuhan--‐ kebutuhan tertentu, sikap, nilai, dlsb.
B = Behavior
A = Accomplishment
Proses S --‐ O – B --‐ A ini akan berulang lagi tergantung apakah menjadi perangsang tingkah
laku selanjutnya atau tidak.
Fakta atau stimulus di lingkungan dipersepsikan oleh individu, kemudian dievaluasi atau
diinterpretasikan.
Melalui kognisi, fakta yang telah dipersepsi akan berwujud (menjadi) pengetahuan. Apabila
interpretasi tersebut ”menyentuh” afeksi, maka akan terbentuk sikap tertentu atas fakta
tadi. Sikap ini akan berpengaruh pada motif individu. Sikap juga merupakan predisposisi
dari tingkah laku.
Berbagai tingkah laku akan membentuk pengalaman individu yang merupakan panduan dari
nilai yang dianut oleh individu yang bersangkutan.
Jadi, sikap, motif, tingkah laku, dan nilai mempengaruhi cara individu mempersepsikan
fakta selanjutnya.
Menurut Schermerhon (1991), melalui persepsi individu melakukan proses masukan informasi
sampai terjadinya keputusan dan tindakan.
Kualitas atau keakuratan dari persepsi seseorang memiliki pengaruh besar pada
keputusan dan tindakan
yang dilakukannya pada situasi tertentu, karena manusia berespon pada situasi berdasarkan
persepsinya.
2. SENSASI – PERSEPSI
Definisi Sensasi
--‐ adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal,
simbolis atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan alat indra (Benyamin
B. Wolman).
- ‐ bila alat--‐ alat indra mengubah informasi (stimuli) menjadi impuls--‐ impuls syaraf dengan
‘bahasa’ yang dipahami oleh otak maka terjadilah Sensasi
(Dennis Coon).
SENSASI: fenomena yang terjadi akibat proses sensorik yang
(pengindraan) berkaitan dengan alat--‐ alat indra (senses), yang mencakup;
mata --‐ --‐ --‐ sight (visual)
telinga --‐ --‐ --‐ hearing (auditoris)
hidung --‐ --‐ --‐ smell (olfaktoris)
lidah --‐ --‐ --‐ taste (gustasi)
kulit --‐ --‐ --‐ touch; tekanan, temperatur & nyeri
orientasi dan gerakan tubuh (kinestesi)
Proses Sensorik: mekanisme kerja alat indra(pengindraan) merupakan tahap paling
awal manusia dalam menerima informasi dari lingkungan.
RESEPTOR--‐RESEPTOR INDRA:
-‐ Proprioseptor ; reseptor yang menangkap informasi orientasi & gerakan tubuh
(kinestesi).
terhadap perubahan intensitas --‐ --‐ --‐ diukur oleh perbedaan ambang
(differential threshold)
perbedaan minimum antara dua stimuli yang dapat dideteksi.
Dalam proses pengindraan (sensasi), informasi mungkin memasuki indera dalam bentuk potongan-
-‐ potongan atau bagian--‐ bagian, namun tidak demikian cara kita mempersepsi, kita mempersepsi dunia,
hal--‐ hal yang ada disekitar yang melanda diri kita dalam kutuhan yang terintegrasi, tidak berupa bagian-
-‐ bagian/potongan. Contoh mempersepsi wajah. Dalam kondisi tidak biasa saja mungkin kita
mempersepsi ciri individu atau bagian dari stimuli.
Fungsi pengenalan pola stimulus yang dikenal dengan rekognisi (recognition) ini merupakan fungsi
penting bagi kelangsungan hidup manusia, kita seringkali hatus mengetahui dulu apa objek itu sebelum
kita mengenali sifat--‐ sifat penting dari objek itu. Misalnya setelah kita tahu oh itu apel, kita tahu rasanya
segar, atau kita tahu objek itu ular, kita tahu bahwa harus hati--‐ hati/menghindarinya
Hal penting lainnya bagi kelangsungan hidup adalah menentukan dimana objek itu berada, dikenal
dengan istilah lokalisasi spatial. Lokalisasi adalah cara kita bernavigasi di dalam lingkungan kita.
Tanpa kemampuan seperti itu, mungkin kita akan terus--‐ terusan menabrak benda atau jalan ke arah
binatang yang berbahaya, atau tidak dapat mengambil benda yang ingin kita raih.
Kedua fungsi ini (rekognisi & lokalisasi spatial), walaupun tidak sepenuhnya terpisah dalam hal bahwa
kedua fungsi ini sama memerlukan informasi mengenai ’bentuk’, temuan riset melaporkan bahwa
keduanya dilakukan oleh daerah otak yang berbeda.
Rekognisi objek, tergantung pada cabang sistem visual yang mencakup area cortikal penglihatan
(area pertama di korteks untuk menerima informasi visual, dan daerah dekat dasar otak).
Sementara lokalisasi objek adalah daerah korteks dekat puncak/bagian atas otak.
Hasil riset Mishkin & Appenzeller (1987) yang dilakukan terhadap hewan, menunjukkan bukti;
- jika cabang otak yang bertugas untuk rekognisi terganggu, maka hewan masih bisa
menentukan hubungan spasial diantara objek (objek yang satu di depan objek yang lain), tapi
tidak bisa membedakan objek aktual itu, misalnya ini silinder, ini kubus.
- Jika cabang lokalisasi yang terganggu, dapat membedakan silinder dari kubus, namun
tidak tahu dimana letaknya.
Riset Haxby, dkk (1990) dengan menggunakan teknik brain scanning pada otak manusia
membuktikan bahwa tugas rekognisi dan lokalisasi sebagai suatu tugas dari cabang sistem visual yang
tersendiri.
Saat seseorang melakukan tugas yang menekankan pengenalan objek (rekognisi), terjadi
peningkatan aliran darah terutama pada cabang pengenalan di korteks. Dan bila tugas lokalisasi
yang dilakukan, aliran darah meningkat pada cabang lokalisasi (area korteks dekat puncak otak).
Selain rekognisi & lokalisasi, tugas lain dari sistem perseptual adalah mempertahankan penampilan
objek tetap konstan (kekonstanan perseptual). Lokalisasi dan kekonstanan persepsiakan
dibicarakan pada bahasan mengenai persepsi gestalt (total) dan persepsi jarak/kedalaman.
Matlin di dalam bukunya ”Cognition”, memaparkan bahwa pattern of recognition (rekognisi pola)
merupakan aspek persepsi yang terkait dengan fungsi kognitif manusia, selain attention
(perhatian).
Persepsi berlangsung dengan amat mudahnya. Hanya dengan memutar kepala, sistem perseptual
akan mencatat pelbagai hal yang ada disekitar kita. Dibandingkan dengan tugas kognitif lain seperti
problem solving atau decision making, maka persepsi merupakan proses yang tidak memerlukan
upaya apapun. Namun demikian, hingga saat ini tidak ada satu pun komputer yang bisa menirukan
stimuli yang mampu dipersepsi manusia (Hoffman, 1986).
Selain itu, persepsi merupakan proses yang memanfaatkan pengetahuan masa lalu untuk
mengumpulkan dan memaknakan stimuli yang telah didaftar oleh organ pengindraan. Misalnya kita
menggunakan persepsi untuk memaknakan setiap huruf yang terdapat pada halaman ini. Perhatikan
bagaimana kita mengatur untuk memepersepsi huruf n pada kata perception. Kita mengkombinasikan
informasi yang didaftar oleh mata dengan pengalaman sebelumnya tentang apa yang terjadi apabila
sistem visual berhadapan dengan kata perception tersebut.
Jadi disini, persepsi menggabungkan aspek di luar diri (yaitu stimulus) dengan aspek di dalam diri
(yaitu pengalaman masa lalu).
Untuk mengilustrasikan kemampuan manusia di dalam merekognisi pola--‐ pola, kita perhatikan
demo berikut ini:
Pasang televisi dengan volume 0. Lalu pindahkan saluran sambil menutup mata. Di
saluran ini segera buka mata tetapi segera itu pula televisi dimatikan. Perhatikan
bagaimana kita dengan cepat dapat mengidentifikasi dan memaknakan imej yang
ada pada layar TV kendati sebelumnya belum pernah melihat imej yang sama.
Dalam waktu 1 detik dan tanpa kerja keras kita dapat mengenali warna, tekstur,
kontur, benda, dan orang.
Demo ini diprakarsai oleh Irving Briedermann (1990) yang menyatakan, manusia
bisa memaknakan arti tayangan dalam waktu 1/10 detik. Perhatikan pula bahwa
kita dapat merekognisi imej--‐imej yang disajikan di layar televise dengan cepat (5
tayangan per detik).
Ini berarti secara cepat dan efisien, manusia dapat merekognisi pola stimulus.
Rekognisi pola adalah proses mengidentifikasikan serangkaian stimuli pengindraan yang kompleks.
Ketika kita merekognisi suatu pola, maka indra kita akan mengubah dan mengorganisasikan
informasi yang masih mentah yang diberikan oleh reseptor pengindraan, lalu informasi ini akan
dibandingkan dengan informasi yang telah tersimpan di dalam ingatan (memory).
Merekognisi suatu objek, memerlukan penggolongan ke dalam suatu kategori (seekor kucing,
sebuah topi, itu Ani, ini Steven). Dengan pengenalan objek memungkinkan kita utuk mengambil
kesimpulan dari banyak sifat tersembunyi dari objek. Jika objek itu baju misalnya, maka kita tahu
terbuat dari kain, kita dapat memakainya, kuno modelnya, dlsb.
Atribut dari suatu objek yang digunakan untuk mengenalinya, antara lain :
- bentuk
- ukuran
- warna
- tekstur
- orientasi/posisi,
Atribut bentuk memiliki peran yang penting, contohnya ketika kita mengenali sebuah ’cangkir’,
tanpa memandang cangkir itu besar – kecil (ukuran), atau cokelat – putih (warna), halus – kasar
(tekstur), tegak – terbalik (orientasi).
Walaupun semua atribut itu dapat berperan, tapi kemampuan kita untuk mengenali benda terpengaruhi
oleh bentuk, karena jika sebagian bentuk cangkir disembunyikan kita mungkin tidak mengenalinya
sama sekali.
Salahsatu bukti bahwa bentuk itu penting adalah misalnya meskipun hanya berupa gambar sketsa
sederhana, tetap kita bisa mengenali objek itu sebaik kita melihat objek tersebut dalam foto
berwarna yang tentunya banyak memiliki atribut lainnya selain bentuk.
--‐ detektor ciri (contohnya, huruf ’T’, terdiri dari garis horisontal dan garis
vertikal).
--‐ hubungan antar ciri (garis horisontal itu terletak pada garis vertikal yang
bertemu pada pertengahan garis horisontal).
Inilah yang digali oleh Psikologi Gestalt, bahwa keseluruhan (hubungan antar ciri) lebih baik dari bagian-
-‐ bagian.
Ke--‐ 2 hal ini berlaku baik dalam mengenali objek seperti huruf dalam kata, maupun untuk benda-
-‐ benda yang lebih natural seperti orang, hewan, tumbuhan, perabotan, pakaian, dimana ciri bentuk
objek--‐ objek natural lebih kompleks dari sekedar garis lurus dan lengkung, lebih kepada bentuk
geometrik.
Maka untuk mengenalinya, ciri objek harus sedemikian rupa, sehingga dapat dikombinasikan untuk
menjadi bentuk benda yang dikenal, sehingga dapat ditentukan dari ciri--‐ ciri dasar primitifnya, karena
ciri primitif satu--‐ satunya informasi yang ada untuk sistem.
Menurut Biedermann, ciri objek mencakup sejumlah bentuk geometrik (geon), seperti silinder,
kerucut, balok, dll. Dengan adanya relasi spatial sejumlah geon--‐ geon dikombinasikan, dan
ini sudah cukup untuk mendeskripsikan bentuk benda/objek.
Terdapat banyak teori yang berbeda tentang rekognisi pola untuk melakukan pendekatan dalam
menelaah bagaimana tugas merekognisi pola stimulus bekerja, satu diantaranya adalah top--‐down
processing. Kunci penting lainnya di dalam persepsi adalah proses antara bottom--‐up dan top down.
Teori--‐ teori lain tentang rekognisi lebih banyak membahas bagaimana manusia mempersepsi benda-
-‐ benda secara tersendiri, tidak memperhatikan bagaimana pengetahuan dan harapan (ekspetasi) akan
membantu rekognisi.
Namun teori ini, selain akan mengarahkan pada proses bottom--‐up dan proses data--‐driven dengan
menekankan pentingnya stimulus bagi rekognisi pola, padamana informasi mengenai stimulus
diperoleh melalui reseptor (melalui bottom--‐level process). Kemudian kombinasi informasi yang
sederhana itu memungkinkan kita untuk mengenali pola--‐ pola
keseluruhan. Pembahasan teori ini juga menekankan pentingnya proses lain yang ada dalam rekognisi
pola yaitu yang disebut proses top down.
Pendekatan ini menekankan bagaimana konsep yang dimiliki individu dan proses higher-‐ level
mempengaruhi rekognisi pola. Adakalanya kita mengharapkan menemukan bentuk tertentu di
tempat tertentu, dan kita berharap akan menjumpai bentuk--‐ bentuk tertentu karena pengalaman
masa lalu. Harapan (ekspetasi) seperti itu akan membantu kita merekognisi pola--‐ pola secara
cepat.
Psikolog kognitif menyatakan baik proses bottom--‐up maupun top--‐down diperlukan untuk
menjelaskan kompleksitas rekognisi pola. Seperti diungkapkan oleh Palmer (1975) yang
menyatakan tidak mungkin hanya meyakini satu bentuk proses saja; artinya kita tidak mungkin
menanyakan apakah perseptor itu terlebih dahulu memaknakan keseluruhan atau memaknakan bagian-
-‐ bagian.
Misalnya, suatu wajah direkognisi karena dua proses berlangsung serentak; (a) bila setiap bentuk -
-‐ seperti bentuk mulut--‐ ditempatkan pada gambar wajah, maka dapat direkognisi karena proses
top--‐down, dan (b) proses bottom–up mendorong kita untuk mengkombinasikan
komponen ciri--‐ ciri untuk mempersepsi wajah. Lebih jauh, ke dua proses tersebut bekerja sama
sehingga memungkinkan kita untuk merekognisi pola--‐ pola secara cepat dan akurat.
Selanjutnya fokus kita arahkan kembali untuk membahas proses top--‐down. Dalam hal ini, kita akan
melihat bagaimana rekognisi pola dibantu oleh konteks disekitar stimulus dan pengalaman masa
lalu yang berkaitan dengan stimulus tersebut.
Beberapa penelitian mengenai konteks dan rekognisi pola terfokus kepada mengidentifikasi objek yang
ambigus. Misalnya Palmer (1975) menemukan bahwa ternyata manusia lebih suka merekognisi
gambar ambigus yang ditempatkan pada konteks yang tepat. Misalnya pada gambar dapur, sekerat
roti lebih mudah dikenali ketimbang kotak surat.
Fenomena lain dari rekognisi pola yang didemonstrasikan secara luas adalah word
superiority effect. Menurut fenomena ini, kita akan mampu mengidentifikasi satu buah secara
lebih akurat dan lebih cepat apabila huruf tersebut muncul dalam sebuah kata ketimbang bila
muncul bersama--‐ sama huruf yang tidak memiliki hubungan (misalnya work atau orwk).
Begitu pula saat kita membaca, bagaimana suatu konteks dapat mempengaruhi kecepatan membaca.
Huruf sebelumnya dalam satu kata akan membantu mengidentifikasi sisa huruf berikutnya secara lebih
cepat. Demikian pula, kata--‐ kata lain dalam suatu kalimat akan membantu kita untuk
mengidentifikasi sebuah kata dengan lebih cepat.
Pengalaman Masa lalu dan Rekognisi Pola
Telah kita lihat bahwa rekognisi pola dimudahkan oleh konteks. Rekognisi pola juga
dimudahkan oleh pengalaman masa lalu. Kita bisa merekognisi “cangkir kopi” secara lebih cepat karena
kita telah familiar dengan benda tersebut (mengenalinya karena pengalaman); sebaliknya orang--‐ orang
yang berlatar belakang budaya yang tidak terbiasa dengan cangkir kopi tentunya akan mengalami
kesulitan untuk merekognisi benda tersebut.
Pentingnya pengalaman masa lalu telah ditunjukkan melalui penelitian ‘the priming
technique’. Bila teknik ini digunakan untuk meneliti rekognisi pola, maka peneliti akan
memperlihatkan stimulus berupa kata atau gambar suatu benda atau raut wajah. Beberapa saat
kemudian, peneliti memperlihatkan versi lain dari stimulus tersebut, yang berisi sedikit sekali informasi
perseptual (misalnya berupa sebagian kecil huruf dari sebuah kata atau penyajian imej benda secara
cepat). Teknik priming menunjukkan bahwa subjek penelitian bisa merekognisi stimulus dengan
cepat dibandingkan bila stimulus yang sama tidak diperlihatkan terlebih dahulu.
Intinya, pada proses bottom-‐up, rekognisi pola diawali oleh datangnya stimulus. Sedang proses top-
‐down lebih menekankan kepada peran konteks dan pengalaman masa lalu di dalam mengidentifikasi
suatu pola. Kedua proses tersebut diperlukan untuk dapat menjelaskan bagaimana manusia
merekognisi/mengenali pola stimulus.
Contoh; mengenali objek ”lampu”, melalui proses yang digerakkan semata--‐ mata oleh masukan
stimulus, dan didasarkan pada deskripsi geon--‐ nya saja, itu berarti melibatkan proses bottom--‐up,
mulai dari ciri masukan yang primitif yang menentukan konfigurasi geon (misalnya terdiri 3 geon),
sampai kemudian deskripsi masukan ini dibandingkan dengan deskripsi objek yang disimpan
dalam memori.
Meskipun sebagian besar proses melibatkan level bottom--‐up, tetapi melalui proses top down, kita juga
mengenali ”itu lampu” karena objek itu berada dekat tempat tidur misalnya. Artinya proses top down,
mengandung informasi lebih dari hanya sekedar informasi masukan stimulus. Dengan kata lain,
proses top down adalah proses yang terletak di balik efek kuat dari konteks pada persepsi kita tentang
objek, yang didorong antara lain oleh pengetahuan dan harapan (expectancy).
Popularitas topik atensi bervariasi sepanjang sejarah ilmu psikologi. Di Amerika, William James
(1890) mengemukakan suatu pemikiran tentang jumlah ide yang dapat diterima dalam satu waktu
tertentu dan pemikiran ini telah menggugah minat para psikolog. Namun dengan munculnya aliran
behaviorism, pemikiran tersebut dinilai tidak tepat. Aliran tersebut memandang atensi sebagai proses
yang ‘tersembunyi’ dan bukan merupakan bagian dari studi ilmiah. Pada awal tahun 1953, buku teks
eksperimen bahkan tidak menyebutkan atau membahas topik tentang atensi. Namun dalam
dekade ini, atensi menjadi topik yang ‘hangat’ dibicarakan.
Dipandang dari topiknya sendiri, atensi merupakan topik yang penting, selain itu merupakan
hal yang penting bagi proses kognitif lainnya misalnya dalam proses pemecahan masalah (problem
solving).
Parietal cortex diidentifikasi sebagai daerah otak yang yang terlibat dalam atensi; ketika individu
memperhatikan lokasi spatial, terjadi perubahan aliran darah yang menunjukkan adanya aktifitas
syaraf pada bagian itu.
3. Kita menaruh perhatian kepada hal--‐ hal tertentu sesuai kepercayaan, sikap, nilai,
kebiasaan & kepentingan kita, untuk memperkokoh pendapat kita.
Divided Attention
Manusia memang ‘kompeten’, namun tidak mampu memperhatikan segala hal dalam waktu yang
bersamaan. Dalam tugas ‘divided attention’ (DA), individu harus memperhatikan beberapa pesan
secara simultan dan berrespon terhadap setiap pesan sesuai dengan respon yang diharapkan setiap
pesan tersebut.
Dalam laboratorium, DA dipelajari dengan menginstruksikan partisipan untuk melakukan 2 tugas secara
simultan. Umumnya unjuk kerja (performance) dari partisipan tersebut akan menghasilkan hasil yang
buruk, kecuali bila diberi kesempatan untuk berlatih mengerjakan tugas tersebut.
Menurut Hirst (1986) latihan akan mengubah batas kapasitas atensi. Allport (1989)
mengemukakan bahwa amnesia tidak memiliki batas yang ‘built--‐in’, yang terpola (fixed) dalam hal
jumlah tugas yang dapat diselesaikan secara simultan.
Selective Attention
Selective Attention (SA) berhubungan erat dengan divided attention. Dalam DA, individu
diminta untuk memperhatikan beberapa tugas secara bersamaan. Dalam SA, individu dihadapkan
pada dua atau lebih tugas secara simultan dan diminta untuk memfokuskan perhatian terhadap satu
tugas dan mengabaikan perhatian terhadap tugas yang lain.
Studi tentang SA memperlihatkan bahwa individu mencurahkan perhatian yang sedikit terhadap
tugas yang tidak relevan. Kita dapat merasakan pada saat kita hanya dapat mengikuti satu
percakapan secara seksama dalam suatu pertemuan yang ramai dipadati orang, isi percakapan lain
umumnya tidak akan kita olah.
Suatu saat mungkin kita berharap bahwa atensi kita tidak bersifat selektif. Tampaknya akan
menyenangkan bila kita dapat berpartisipasi dalam satu percakapan tetapi masih tetap dapat
menangkap detil percakapan lain yang berlangsung disekitar kita. Namun bila lebih jauh kita
renungkan, akan terasa betapa kacaunya situasi yang akan kita rasakan.
Dari uraian di atas tampak bahwa selective attention dapat mempermudah kehidupan kita. Selective
attention yang awalnya tampak merupakan suatu kekurangan bagi kita sebagai manusia, ternyata
merupakan sesuatu hal yang menguntungkan.
Studi klasik tentang SA dilakukan oleh Cherry (1953) yang menggunakan ‘the shadowing
technique’. Dalam teknik ini individu diminta untuk menggunakan ‘earphone’ serta diminta untuk
mendengarkan serangkaian kata--‐ kata dan mengulangi membacakan kata--‐ kata tersebut setelah
selesai dibacakan eksperimenter. Mereka diminta untuk mengikuti pesan yang disampaikan pada satu
telinga. Sementara pesan kedua disampaikan melalui telinga yang lain, kondisi ini disebut sebagai
‘dichotic listening’.
Hasil studi ini memperlihatkan bahwa individu hanya sedikit mengenali pesan kedua. Cherry kadang-
-‐ kadang mengubah pesan kedua dari kata--‐ kata dalam bahasa Inggris ke kata--‐ kata dalam bahasa
Jerman. Namun, subjek penelitian mengungkapkan bahwa mereka berasumsi bahwa pesan kedua
tersebut disampaikan dalam bahasa Inggris.
Dengan perkataan lain, atensi mereka begitu terkonsentrasi terhadap pesan pertama sehingga
gagal untuk mengenali pergantian kata--‐ kata yang disampaikan dari bahasa Inggris ke bahasa Jerman.
Namun mereka dapat mengenali saat pesan kedua yang awalnya disampaikan oleh pria ditukar
menjadi oleh wanita. Dengan demikian, beberapa karakteristik dari pesan kedua dapat
diketahui.
Selain dapat mengenali jenis kelamin dari pembicara, Morray (1959) menemukan bahwa individu
dapat mengetahui saat namanya disebut seseorang yang terlihat dalam suatu percakapan.
4. MEMORI
Memori/daya ingat memegang peranan di dalam proses persepsi yaitu menyediakan rujukan/acuan
dalam menafsirkankan stimuli berdasarkan pengetahuan atau pengalaman masa lalu yang telah
tersimpan di dalam sistem memori.
Dalam arti luas, ingatan/memori merupakan aktifitas psikologis yang tergantung dari pengaruh-
-‐ pengaruh masa lalu.
Proses akhir dari persepsi adalah interpretasi, setiap stimulus yang menarik perhatian baik disadari
atau tidak, akan diinterpretasi. Dalam proses interpretasi, invidivu membuka kembali berbagai
informasi di dalam memori yang te;ah tersimpan dalam waktu yang lama. Dengan demikian interpretasi
didasarkan pada pengalaman--‐ pengalaman masa lalu yang tersimpan dalam ingatan jangka
panjang.
Menurut Schlessinger & Groves (1976, 352), memori merupakan sistim yang sangat berstruktur,
yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan
pengetahuannya untuk mengarahkan perilakunya.
Jadi, betapa luar biasa kemampuan memori manusia, bahkan rekaman peristiwa dari memori dapat
diungkap kembali, dengan menggerakkan elektroda pada lokasi no.11, 13. di otak, sehingga ingatan
begitu hidup, seakan--‐ akan si pasien mengalaminya lagi peristiwa itu.
Kapasitas mengingat yang dimiliki seseorang ini akan berpengaruh terhadap hasil persepsi terhadap
lingkungan/objek/stimuli yang diamati dan diinterpretasinya.
Sistem memori manusia menyediakan sejumlah informasi yang diperlukan untuk
mempersepsi, yang diperoleh melalui belajar atau pengalaman di masa lalu sehingga tersimpan
sejumlah pengetahuan mengenai sesuatu hal.
Dalam pandangan Psikologi Kognitif, daftar informasi/data--‐ data yang tersimpan dalam sistem
memori, meliputi identitas, ciri--‐ ciri/masukan sensoris, dikenal dengan istilah skema (schema). Misalnya
ada skema tentang kursi... bentuk, ciri, sifat kursi; meja... ciri meja makan mungkin beda dengan
meja belajar, meja tamu, dlsb.
Jadi, menurut pandangan ini, manusia menerjemahkan informasi dari lingkungan berdasarkan
skema--‐ skema yang terbentuk di dalam ingatannya, apakah sesuai dengan skema atau tidak.
Bilamana sesuai, maka kualitas arti/makna dari stimulus itu makin bertambah. Jika tidak, maka
proses pemaknaan atau persepsi (ingat persepsi merupakan pemaknaan terhadap stimulus
lingkungan) terus terjadi sampai makna stimulus tersebut dikenali. Untuk lebih jelasnya, mengenai
poin ini akan diuraikan lebih rinci di dalam bahasan materi sifat aktif persepsi.
1. Perekaman (encoding);
yaitu pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkuit syaraf internal.
2. Penyimpanan (storage);
menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa dan dimana.
3. Pemanggilan (retrieval);
dalam bahasa sehari--‐ hari, mengingat kembali informasi yang disimpan (memanggil kembali).
Umumnya kita tidak menyadari proses memori pada 2 tahap yaitu tahap ke--‐ 1 (encoding) & ke--‐ 2
(storage), tetapi hanya mengetahui memori pada tahap ke--‐ 3 yaitu retrieval (pemanggilan
kembali).
4. Reintegrasi; merekonstruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk kecil (memory cues).
Contoh; mendengar gema takbir….. indah, melibatkan seluruh emosi yang
menyertainya.
Mekanisme Memori
Tapi adakalanya memori kita tidak berfungsi, itu yang dinamakan dengan ”lupa”.
Jadi untuk mengerti cara kerja memori, kita harus mengerti mengapa orang lupa, dengan demikian
menjelaskan mengapa orang ingat.
Menurut Freud, pada dasarnya ”lupa” itu adalah proses represi yang ada kaitan dengan
perasaan cemas (ketakutan).
Contoh; amnesia (penyakit lupa) baik sebagian atau seluruh memori, terjadi karena gangguan
fisik atau psikologis, karena kerusakan otak atau neurosis.
Sebaliknya, sesuatu yang penting menurut kita, yang menarik perhatian, yang memenuhi
kebutuhan kita, akan mudah diingat. Inilah yang terjadi karena pengaruh faktor personal.
SENSORY
STORAGE STM LTM
--‐ lebih merupakan proses --‐ sangat terpengaruh --‐ ini yang
perseptual di dlm oleh inferensi dikenal sbg
memori visual/ikonis, ingatan
memori auditif/ekois
Tipe/Jenis Ingatan
Menurut bentuk:
- Ingatan mekanik (berdasarkan pesan indrawi)
- Ingatan logis (ada analisis)
Menurut reproduksi:
- Ingatan spontan; lihat foto, ingat namanya.
- Ingatan sadar; contoh mengingat rumus matematika.
1. Kita cenderung lebih banyak memikirkan situasi emosional yang berisi hal--‐ hal positif atau
negatif, daripada yang netral. Dengan perkataan lain, sistem memori mengulang dan
mengorganisasikan kenangan yang menarik daripada kenangan yang sederhana.
2. Emosi negatif dapat menghalangi terjadinya reproduksi, contohnya; panik, gugup, ragu.
3. Emosi dapat mempengaruhi ingatan melalui dampak konteks, misalnya; belajar dalam
kondisi gembira, belajar melalui asosiasi.
Para psikolog Kognitif bahwa persepsi bersifat aktif dinamis, tidak pasif--‐ reflektif seperti halnya kaca,
dalam prosesnya sistem persepsi aktif melakukan ;
HIPOTESIS PERSEPSI
Sistem persepsi;
--‐ menguji hipotesis 1… 2 … dst, yang berlangsung
--‐ cepat
--‐ otomatis
--‐ adakalanya tidak disadari, kecuali ada info sensoris yang ambigue (taksa), tidak jelas,
rumit, aneh.
--‐ tidak menerima masukan secara pasif
(SIFAT AKTIF PERSEPSI)
Para psikolog kognitif berasumsi bahwa dalam sistem memori manusia telah terdapat
apa yang disebut dengan skema (schema) mengenai benda--‐ benda yang telah
dikenalnya.
Jika Ya
apabila Tidak
stimulus dikenal
atau
makna stimulus
lebih berbobot
6. PRINSIP-‐PRINSIP PERSEPSI
Objek--‐ objek yang mendapat tekanan dalam persepsi biasanya yang memenuhi
tujuan/sesuai dengan kondisi individu yang mempersepsi/ perseptor, seperti;
--‐ kebutuhan
--‐ kehidupan mental
--‐ suasana emosi, dlsb
Contoh:
A. cerdas – rajin – impulsif – kritis – kepala batu – iri
B. iri -‐ kepala batu – kritis – impulsif – rajin -‐ cerdas
3. Sifat-‐sifat perseptual dan kognitif dari sub struktur, pada umumnya ditentukan oleh
sifat--‐ sifat struktur secara keseluruhan.
Jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan
dengan sifat kelompok, akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya dengan
efek, asimilasi dan kontras.
Contoh :
Calo berpakaian rapih Direktur
berpakaian rapih
4. Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu (proximity) atau
menyerupai/mendekati satu sama lain (similarity), cenderung ditanggapi
sebagai bagian dari struktur yang sama.
7. FENOMENA-‐FENOMENA PERSEPSI
Para psikolog Jerman yaitu Kὂhler, Kὂffka dan Wertheimer, di Amerika mereka
mengembangkan aliran baru dalam psikologi yang kemudian dikenal dengan Psikologi Gestalt.
Namun, psikologi gestalt itu telah dikembangkan sekitar tahun 1920--‐ an, terbangun dari hasil eksperimen
yang belum dijelaskan oleh teori asosiasi aliran behaviorism sebelumnya, yang fokusnya kemudian
pada fenomena yang lebih umum tentang hakikat belajar dan pemecahan masalah (Resnik & Ford,
1981;129--‐ 130).
Berpikir sebagai fenomena dalam cara manusia belajar, diyakini sebagai sesuatu yang sangat penting.
Menurut Kohler (Orton, 1991:89) berpikir itu bukan hanya proses asosiasi antara stimulus dan respon
saja, akan tetapi lebih dari itu merupakan pengenalan sensasi atau masalah secara menyeluruh
yang terorganisir menurut kaidah tertentu.
Senada dengan pendapat ini, Katona seorang psikolog gestalt yang lain, dalam penelitiannya ia
membuktikan bahwa belajar bukan saja mengingat sekumpulan prosedur, namun menyusun
kembali apa yang dinamakan informasi sehingga membentuk struktur baru yang menjadi lebih sederhana
(Resnik & Ford, 1981; 143--‐ 144).
Esensi dari psikologi gestalt adalah bahwa mind (pikiran) adalah usaha--‐ usaha untuk
menginterpretasikan sensasi dan pengalaman--‐ pengalaman yang masuk sebagai keseluruhan (total) yang
terorganisir berdasar sifat--‐ sifat tertentu dan bukan sekedar sekumpulan unit data yang terpisah--‐ pisah
adanya (Orton, 1990;89). Sensasi atau informasi harus dipandang secara menyeluruh dan integral,
karena apabila dipersepsi secara terpisah bagian demi bagian, maka struktur menjadi tidak jelas.
Jadi menurut pandangan Gestalt, dapat disimpulkan bahwa seseorang dalam mendapat sesuatu
melalui sensasi atau informasi, dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian
menyusunnya kembali dalam struktur yang lebih sederhana supaya mudah dipahami.
- sekumpulan stimuli dapat dilihat sebagai sesuai yang mempunyai cirri baru yang
muncul (emergent properties), atau
- bisa dilihat sebagai sesuatu keseluruhan, bukan hanya sekedar bagian--‐bagian yang
terpisah.
- kesan total stimulus yang diorganisir mempunyai sifat/kualitas yang tidak terkira
(lebih baik) dari pada setiap bagian yang berdiri sendiri.
Dengan kata lain, jika sejumlah stimulus yang berbeda diorganisasikan secara keseluruhan (secara
gestalt), maka hasil persepsinya akan lebih stabil, jelas dan baik.
Dalam keseharian, kita akan menjumpai dan bersinggungan dengan berbagai faktor kehidupan
yang senantiasa menjadi bagian dari kemajemukan hidup manusia; bekerja, melukis, mendesain,
bercinta, menjalankan organisasi, berteman, mengendarai mobil, dlsb. Ketotalan dan integralitas
manusia dalam memandang adalah hal yang penting, mengingat kaitan kepentingannya dengan
tindakan dan pengambilan keputusan atas jawaban/jalan keluar yang dipilih.
Dalam berpikir kreatif misalnya, baik itu seniman, bisnisman, desainer bahkan seorang penjahat
pun berpikir, mencermati secara total menyeluruh dan integral tentang semua aspek atau data
informasi dan image sebagai struktur yang utuh, sehingga menjadi perencanaan tindakan yang
solid, matang dalam setiap aspek kehidupan manusia.
Dengan demikian, berpikir kreatif adalah berpikir total menyeluruh, dimana membuka kepala lebar-
-‐ lebar atas apapun informasi yang dapat diserap dalam struktur yang kompleks, diolah menjadi struktur
yang lebih sederhana dan dapat dipahami, sehingga menjadi jawaban/eksekusi atas
pemecahannya.
Berpikir kreatif tidak membatasi cakupan pemahaman dari tiap unit sektoral data yang diserap,
namun menjadikan tiap unit data tadi sebagai struktur yang saling berkaitan satu sama lain, sebagai
pemahaman yang terintegrasi.
Itulah berpikir kreatif, tidak mengkotakkan/menyempitkan sebuah pemahaman, dimana pada saat
itupun secara fisik, syaraf motorik kita berada dalam kondisi yang mendukung jalannya proses
berpikir kreatif, dimana urat syaraf ambang sadar bekerja ( secara horisontal menghubungkan
struktur syaraf memori dominan ke otak).
Rudolf Arnheim, yang juga seorang ahli psikologi gestalt, mengemukakan teori tentang kreatifitas
berdasarkan penelitian terhadap proses penciptaan lukisan Guernica karya Picaso pada tahun 1962. Ia
kemudian berpendapat bahwa dalam berkreasi seorang seniman berjuang untuk memecahkan
masalah dengan mengerahkan seluruh kesadaran dan kemampuan intelektual yang dimiliki.
Pemecahan masalah melibatkan visual thinking, merespon proses fisik visual (persepsi), dan hasil
yang dicapai diarahkan oleh pertimbangan bentuk dan keinginan yang kuat untuk mengekspresikan
suatu makna yang khas.
Jadi menurut Arnheim, kreatifitas memerlukan lebih dari sekedar kecepatan berpikir untuk menerima
berbagai kombinasi baru selama proses kreasi, tetapi lebih dari itu terdapat tujuan di dalam pikiran
(visi). Tujuan merupakan pandangan manusia, contohnya seniman tentang hasil yang ingin dicapai,
dengan kerja keras dan, sekali lagi, totalitas dan integralitas dalam prosesnya.
Fenomena Gestalt
Organisasi persepsi
Konstansi persepsi
Ilusi persepsi
ORGANISASI PERSEPSI
- berbagai stimulus akan dipersepsi sebagai suatu yang dikelompokkan secara menyeluruh
Contoh;
Figure & Ground (dampak konteks)
- Stimuli yang diterima cenderung dihubungkan dengan konteks atau situasi yang
melingkupinya.
- Orang cenderung mengorganisasikan persepsi mereka ke dalam pola utama, yaitu; figure,
yang menggambarkan elemen--‐ elemen di dalam suatu bidang persepsi yang menerima
perhatian paling besar.
Selebihnya, elemen--‐ elemen yang kurang berarti yang merupakan alat belakang diacu
sebagai dasar (ground).
Banyak eksperimen menarik sudah dilaksanakan untuk menentukan apa yang menjadi figur
dan apa yang menjadi dasar. Pengalaman sebelumnya menimbulkan efek yang kuat. Objek
yang lebih dikenal cenderung menonjol.
- Fenomena figure & ground merupakan bentuk organisasi perseptual yang paling dasar. Fakta
ini bukan bagian dari stimulus fisik, tetapi merupakan pencapaian sistim perseptual individu.
- Selain dari penglihatan, kita pun dapat menghayati hubungan figur dan ground ini dalam
indera lainnya.
Contoh; suara burung terdengar dalam suasana keramaian lalu lintas, melodi biola diantara
alat musik lainnya dalam permainan orkestra, dll.
Contoh: || || || |
][][][ ]
Closure (penutupan/lengkapan)
- merupakan salah satu prinsip penting dari psikologi gestalt adalah closure, yaitu
kecenderungan kita untuk mengembangkan sebuah gambar atau persepsi yang lengkap
walaupun elemen--‐ elemen di dalam bidang persepsinya tidak lengkap/hilang.
Lengkapan teknik yang sangat populer dalam periklanan. Lengkapan dapat digunakan dengan
banyak cara lain.
Contoh : 234 (dji sam soe) Gus (dur)
Mega (wati) Amin (rais)
Proximity (kedekatan)
Similarity (kesamaan)
Continuity (kesinambungan)
KONSTANSI PERSEPSI
Fenomena persepsi dimana benda/objek dipersepsi sebagai benda--‐ benda yang relatif stabil dan
permanen, tidak terpengaruh oleh kondisi penerangan, posisi, dan jarak.
ILUSI PERSEPSI
Interpretasi yang salah tentang hubungan--‐ hubungan antar stimulus yang diamati, sehingga yang
ipersepsi tidak sesuai dengan realitas fisik.
HALUSINASI
- ada pengalaman indra, tetapi
- tidak ada rangsang dalam realitanya
- pengalaman imajiner/khayalan yang salah interpretasi menjadi persepsi sebenarnya
Kita menghayati/mempersepsi objek yang bergerak, jika citranya melintasi retina --‐ --‐ --‐ --‐ --‐ --‐ --‐ --‐ --‐ gerak
nyata
Persepsi pada gerakan akan menimbulkan ilusi gerak dimana seolah bergerak padahal tidak, atau
gerakan dipersepsi seperti benar--‐ benar terjadi (apparent motion)
Gerakan ini dihayati tanpa adanya suatu pola stimulasi yang bergerak/gerakan stimulus yang nyata
disekelilingnya.
Dpl;
Kita dapat melihat gerak yang tampak/ilusi gerak, meskipun tidak ada gerak nyata sama sekali, al;
- gerakan stroboskopik (gerakan yang kita kenal sebagai dasar pembuatan film) --‐ --‐
--‐ --‐ --‐ dimana bayangan terjadi bila stimulus yang terpisah dan yang tidak bergerak disajikan
secara berturut--‐ turut.
Salah satunya yaitu phenomena phi --‐ --‐ --‐ --‐ --‐ --‐ --‐ --‐ --‐ --‐ bentuk gerak stroboskopik yang lebih
sederhana.
- Bila seluruh medan penglihatan kita bergerak--‐ --‐ --‐ --‐ memunculkna isyarat yang
taksa/ambiguous,
misalnya bila kita bergerak di dalam mobil , secara visual kita seringkali tertipu dengan
bayangan induced motion (gerakan semu) ini, sehingga tidak yakin apakah mobil kita
atau mobil orang lain yang bergerak.
- Bila kita berjalan atau berlari, kita tidak mengatakan bahwa sekitar kita bergerak,
karena sensasi kaki memberitahukan bahwa kita bergerak di tanah.
Asumsi awal para teoritikus persepsi: persepsi jarak adalah apa yang ditangkap indra
penglihatan dengan bayangan selaput jala 2 dimensi di retina.
Stimulus visual mempunyai ciri--‐ ciri yang berkaitan dengan jarak pengamatan yang disebut
isyarat jarak (distance cues) dgn klasifikasi sebagai;
- Isyarat Monokular
- Isyarat Binokular
Dengan penglihatan satu mata (monokular), pengalaman visual hampir sama dengan
menggunakan dua mata, dapat melihat warna, bentuk, konfigurasi serta jarak.
Contoh
7.4. PERSEPSI WARNA
Warna merupakan isyarat penting dalam persepsi. Selain memiliki efek--‐ efek syaraf yang ditimbulkan
dari sifat stimuli fisik secara struktural, warna memberikan konotasi indrawi yang sangat penting dan
dapat digunakan untuk membangkitkan suasana atau perasaan tertentu. Biru dan hijau dipandang
sebagai warna yang sejuk dan memberikan perasaan aman, sementara merah dan kuning dipandang
sebagai warna hangat dan dikaitkan dengan perasaan riang.
Dalam dunia pemasaran contohnya, warna suatu produk dapat digunakan untuk keuntungan si
pemasar. Studi belum lama ini melaporkan kekuatan warna dalam persepsi rasa konsumen. Konsumen
diminta untuk mencicipi puding dan menunjukkan reaksi mereka terhadap produk itu. Walaupun puding
memiliki rasa vanila, diwarnai cokelat. Menarik sekali, tak seorang pun mendeteksi rasa vanila dari
puding itu. Selain itu, puding yang diwarnai lebih cokelat dinilai memiliki rasa cokelat yang lebih baik
daripada puding berwarna cokelat muda.
Warna adalah sensasi yang ditimbulkan oleh suatu kualitas tertentu dari cahaya yang ditangkap
mata dan diinterpretasikan oleh otak. Warna dan cahaya tidak dapat dipisahkan dan harus mendapat
perhatian yang cukup dalam penerapannya, yang akan menimbulkan efek fisiologis, psikologis, selain
visual, estetis dan tekniknya, artinya dampak yang ditimbulkannya dapat mempengaruhi reaksi
psikologis dan kualitas fisiologis manusia. Hasil riset telah melaporkan bahwa warna dan pencahayaan
mempengaruhi manusia baik secara visual maupun non visual. Sehingga tidaklah tepat jika warna hanya
berperan menciptakan ruang visual yang menyenangkan saja.
Warna yang tercipta oleh adanya cahaya merupakan sebuah bentuk energi dan energi ini
berpengaruh terhadap fungsi tubuh sebagaimana yang terjadi pada pikiran dan emosi. Dengan
kemajuan teknologi dan dilakukannya riset--‐ riset, diketahui bahwa cahaya juga memberikan efek
terhadap aktivitas otak (gelombang otak), fungsi sistem syaraf otomatis, dan aktivitas hormonal
manusia. Dengan kata lain, reaksi tubuh terhadap warna adalah total, baik bagi fisik maupun
psikologis.
Para peneliti menyadari bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara organ kompleks yang telah
disebutkan dengan perilaku manusia. Dengan menstimulasi otak dapat membuat manusia merasa
marah, bahagia, atau bahkan sexy, serta dapat menggerakkan otot tertentu, menimbulkan pola
perilaku khusus dan menciptakan berbagai macam halusinasi.
Dalam suatu penelitian, Goldstein (1942) telah membuktikan bahwa warna memberikan pengaruh
yang besar terhadap fungsi tubuh organisme. Eksperimen dilakukan terhadap penderita penyakit
Parkinson. Diperlihatkan bahwa ternyata warna merah mempunyai kecenderungan memperburuk
kondisi patologis pasein, sedangkan warna hijau justru meningkatkan kondisi tubuh si pasien.
Goldstein juga menemukan bahwa warna merah
memberikan reaksi yang meledak--‐ ledak (excited) pada otak yang mengalami kerusakan,
sedangkan warna hijau menimbulkan efek menenangkan pada otak.
R. Gerald (1957) menemukan juga bahwa warna merah memberikan efek lebih merangsang fungsi otak
dan aktivitas sistem syaraf daripada efek yang ditimbulkan oleh warna biru. Riset lain secara bersamaan
menjelaskan bahwa warna yang memiliki panjang gelombang yang lebih panjang, lebih merangsang
daripada yang memiliki panjang gelombang lebih pendek.
Dampak warna dalam skala yang lebih luas yaitu di dalam ruangan, melalui konteks visual dapat dibagi
ke dalam dua sifat, yaitu keseragaman dan keanekaragaman. Keseragaman yang ekstrim
(kemonotonan) akan menyebabkan melemahnya stimulasi, sedangkan keanekaragaman akan
mengakibatkan meningkatnya stimulasi.
Peningkatan stimulasi yang terlalu besar akan mengakibatkan perubahan dalam pernafasan, denyut
nadi, dan tekanan darah. Riset pada tahun 1960 dan 1970 menunjukkan bahwa gejala ini tampak
pada mereka yang mengalami peningkatan stimulasi berlebihan. Sedangkan orang yang
mengalami pelemahan stimulasi menunjukkan gejala--‐ gejala gelisah, respon emosional yang
berlebihan, kesulitan berkonsentrasi, iritasi, dan pada beberapa kasus mengalami reaksi yang lebih
ekstrim. Gejala ini diperiksa melalui aktivitas jantung terhadap mereka yang tinggal atau bekerja di
lingkungan yang serba putih atau yang berwarna netral.
Riset yang telah dilakukan Maria Rickers Ovsiankina juga melaporkan bahwa warna merah dapat
menaikkan tekanan darah sebesar 12 % (efek fisiologis). Dengan meningkatnya tekanan darah,
maka aliran oksigen ke otak bertambah cepat, sementara otaklah yang mengontrol gerakan tubuh
manusia yang membuat manusia bertindak aktif atau pasif, atau membuat terbangkitkannya
mood/perasaan menjadi riang atau murung/sedih (efek psikologis).
Efek yang ditimbulkan dari warna dapat memberikan karakteristik tersendiri sebagai berikut
:
MERAH
- membuat denyut darah meningkat (cepat).
- memberi pengaruh membangkitkan semangat, aktivitas, kegembiraan, dan kehangatan.
- merupakan pilihan yang berwatak temperamental, kejam, agresif, impulsif, ramah, optimistik.
- diasosiasikan sebagai api, darah, matahari.
- merupakan lambang ketegasan, kekuatan dan keberanian.
KUNING
- menimbulkan reaksi menutup gerakan denyut darah yang kacau,
- membuat kehidupan emosi seseorang menjadi terkontrol, terbuka, ramah, riang, gembira,
ceria, optimis, imajinatif.
HIJAU
- tidak menimbulkan perubahan denyut darah
- disukai orang yang tergolong; sopan, resmi/teratur, kaku
- dipercaya orang sebagai ungkapan keinginan akan pertumbuhan,
- merupakan corak warna yang paling sejuk sebagai lambang kemakmuran dan kesegaran
BIRU
- membuat denyut darah melambat
- disukai orang yang bersifat; tenang, pasti, matang, introvert.
- efek dingin melambangkan kesetiaan, hormat, penuh kepercayaan,
- simbolis dari sesuatu yang ningrat, spiritual, pemikir, budaya tinggi.
ORANYE
- merangsang kegiatan menjadi aktif, giat, genit.
- menimbulkan suasana hangat, cerah, panas.
COKLAT
- merupakan pribadi formal, penuh tanggung jawab, melankolis.
UNGU
- merupakan simbol sakit, murung, misterius.
- karakteristik warna ini adalah sejuk, negatif, mundur, hampir sama dengan biru tetapi lebih
tenggelam dan khidmat, mempunyai karakter murung dan menyerah.
- warna ini melambangkan dukacita, kontemplatif, suci, lambang agama.
ABU--‐ABU
- merupakan warna dewasa/tua, matang, formal, dingin, mahal.
HITAM
- melemahkan kepekaan terhadap stimulus luar, sehingga menimbulkan pengurangan aktivitas,
kemuraman, murung.
- melambangkan sesuatu yang mengerikan, menekan, agung, sombong.
PUTIH
- merupakan tanda cahaya, kesucian, kemuliaan, keagungan.
- simbol semangat, kejujuran, kesatuan, dan kesederhanaan.
Reaksi manusia terhadap warna tentu tidak lepas dari bagaimana sistem penglihatan manusia
normal yang terdiri dari 3 (tiga) sistem (trichromat), yaitu pembeda; terang – gelap, kuning – biru, merah
– hijau. Tentu akan lain dengan yang menderita buta warna sebagian, yang hanya berlaku 2 (dua)
sistem (dichromat), yaitu haya mampu melihat merah hijau saja, atau kuning – biru selain terang – gelap.
Terlebih pada buta warna total yang menggunakan 1 (satu) sistem (monochromat), hanya mampu
melihat hitam, putih, dan abu--‐ abu. Buta yang umum adalah buta warna merah--‐ hijau, dimana sistem
biru – kuning, dan terang – gelap masih berfungsi.
’Hue’ atau corak warna berkaitan dengan apa yang biasanya disebut sebagai ’nama’ warna tertentu,
misalnya merah, hijau, dlsb. Keliling warna merupakan skala dimana corak warna dapat ditempatkan
berdasarkan susunan yang teratur.
Dimensi warna yang lain adalah ‘brightness’ (terang/cerahnya warna). Dasar fisis ’kecerahan’
terutama dari energi cahaya, yang berhubungan dengan amplitudo gelombang. Tetapi kecerahan
dalam beberapa hal juga tergantung pada panjang gelombang. Warna kuning misalnya, tamak
sedikit lebih terang dari panjang gelombang merah dan biru walaupun bila ketiganya mempunyai
amplitudo yang sama.
Dimensi yang ketiga adalah ’saturation’ (kejenuhan warna). Saturasi berhubungan dengan
keanekawarnaan cahaya, dimana warna putih berkaitan dengan tidak adanya warna secara total.
Warna yang mempunyai saturasi tinggi, tampak tidak mengandung warna putih. Warna yang tidak
mempunyai saturasi tampak pucat dan keputih--‐ putihan. Saturasi terutama berkorelasi dengan
penyebaran panjang gelombang, yang berbeda--‐ beda akan tampak mempunyai saturasi rendah,
sebuah panjang gelombang tunggal tampak mempunyai saturasi tinggi.
Untuk lebih memperluas wawasan mengenai warna, uraian yang lebih rinci mengenai warna dapat
dibaca buku ”Warna, Teori dan Kreativitas Penggunaannya” (Sulasmi Darmaprawira, 2002).
1. Telepati
--‐ menghayati sesuatu atau merasakan sesuatu jarak jauh,
--‐ merupakan kemampuan membaca pikiran orang lain atau pemindahan pikiran dari satu
orang ke orang lain.
2. Clairvoyance
--‐ persepsi akan benda atau peristiwa yang tidak mempengaruhi indra.
3. Precognition
--‐ persepsi akan kejadian yang akan dating, dimana kejadian itu belum terjadi tapi dia
mampu mengamati.
b. PSIKOKINESIS
--‐ memanipulasi objek secara mental tanpa menyentuhnya.
--‐ tidak ada metoda yang ditemukan untuk membuktikan fenomena secara ajeg.
--‐ sulit untuk ditarik kesimpulan secara statistik.
--‐ kurangnya kemantapan yang sistematis dati gejala yang muncul.
8. PERSEPSI INTERPERSONAL
--‐ dikenal juga sebagai constructive process, artinya proses subjektif yang secara aktif menafsirkan
stimuli (Fritz Heider),
- ‐ dipengaruhi faktor--‐ faktor yang lebih difokuskan pada kecermatan persepsi, bukan proses persepsinya.
--‐ kecermatan persepsi interpersonal, sangat berguna untuk meningkatkan kualitas/skill komunikasi
interpersonal.
Dengan demikian persepsi interpersonal merupakan proses mempersepsi objek dan peristiwa-
-‐ peristiwa sosial, yang dipengaruhi faktor--‐ faktor;
PERSONAL: --‐ Pengalaman
--‐ Motivasi
--‐ Kepribadian
FAKTOR PERSONAL :
PENGALAMAN
--‐ terlatih, terbiasa persepsi lebih cermat
--‐ dapat diuji melalui Facial Meaning Sensitivity Test (FMST.
MOTIVASI
Unsur--‐ unsur motivasi dalam proses konstruktif :
--‐ motif biologis; lapar, haus, seks.
- ‐ motif sosio--‐psikologis; budaya, nilai--‐ nilai, suasana emosi, harapan.
- motif personal seperti; perasaan terancam (perceptual defence &
need to believe in a just world)
KEPRIBADIAN
--‐ orang apa adanya, cenderung cermat, memberikan penilaian
--‐ mudah bergaul, positif kepada orang lain.
--‐ ramah, tenang (leniency effect)
--‐ orang yang cenderung proyeksi kurang cermat dalam menanggapi
stimuli.
FAKTOR SITUASIONAL
DESKRIPSI VERBAL
PETUNJUK PROKSEMIK
PETUNJUK KINESIK
PETUNJUK PARALINGUISTIK
PETUNJUK ARTIFAKTUAL
--‐ meliputi segala jenis penampilan (appearance); tubuh, pakaian, dan kosmetik.
Bentuk tubuh cenderung membentuk kesan tertentu.
Pakaian dapat menyampaikan identitas, perasaan,
formalitas, status dan peranan.
Kosmetik dapat mengungkapkan sikap ekspresif, komunikatif,
kehangatan, kesehatan.
Faktor--‐ faktor lainnya yang juga berpengaruh pada persepsi & komunikasi interpersonal, yaitu:
- hanya menanggapi sifat--‐ sifat luar - meneliti sifat--‐ sifat batiniah objek,
objek - memahami apa yang tidak tampak pada alat
indra,
- memahami bukan hanya tindakan, tapi
motifnya.
- objek benda tidak bereaksi, & tidak - persepsi diwarnai oleh faktor--‐ faktor personal,
melibatkan reaksi emosional karakteristik kepribadian, hubungan dengan
orang tsb, sehingga bisa keliru