Anda di halaman 1dari 19

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum, penyakit tuberkulosis parumerupakan penyakit
infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat kita.
(Naga, 2012). Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat
epidemik karena kuman mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi
sepertiga penduduk dunia. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta
bahwa padasebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak
terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil
disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif). (Wahid &
Suprapto, 2013).
Gejala dini dan sering dikeluhkan ialah batukyang terus-menerus
dengan disertai penumpukan sekret disaluran pernafasan bawah. Batuk
yang dilakukan pada penderita Tuberculosis paru merupakan batuk yang
inefisien dan membahayakan (Kristiani, 2016). Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus, batuk diperlukan untuk membuang produk-
produk radang keluar. Batuk dimulai dari batuk kering/non produktif
kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif
(menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari tiga minggu (Abd. Wahid,
2013).
Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan
terkumpulpada jalan napas, untuk mengeluarkan sekret caranya dengan
batuk, saat penderita tidak mampu untuk melakukanbatuk yang benar
makamenimbulkan masalah(Yuliati Alie, Rodiyah, 2013). Hal ini
berisiko muncul masalah keperwatan pada penderita tuberkulosis paru
ketidakefetifan bersihan jalan napas yang merupkan ketidakmampuan
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk
mempertahankan bersihan jalan napas (Herdman & Kamitsuru, 2015).
Apabila tidak segara ditangani maka akan mengakibatkan
komplikasi yaitu hemomtisis berat, kolaps, bronkiektasis, dan
pneumotorak, serta juga menyebabkan penyebaran infeksi ke organ lain.
(Wahid & Suprapto, 2013). Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif
untuk penyakit yang kronik, maka akan berakhir dengan kematian.
(Harrison, 2015).
India, China dan Indonesia merupakan negara dengan penderita
tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 16% dan 10% dari
seluruh penderita di dunia, di Indonesia maupun di berbagai belahan
dunia, penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular. Penyakit
tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan
menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014(WHO, 2015). TB
adalah penyebab utama kesembilan kematian di seluruh dunia dan
penyebab utama dari satu agen infeksius, diperkirakan pada tahun 2016
ada sekitar 1,3 juta kematian akibat tuberculosis (WHO, 2017).
Pada tahun 2016 di Indonesia ditemukan jumlah kasus tuberkulosis
sebanyak 351.893 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus
tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2015 yang sebesar 330.729
kasus (Kemenkes RI, 2016). Di tingkat nasional, Provinsi Jawa Timur
pada tahun 2015 menempati ururan kedua di Indonesia dalam jumlah
penemuan kasus baru BTA + sebanyak 23.183 penderita atau case
destection rate (CDR) sebesar 56%, di tahun 2016 jumlah semua kasus
TB diobati sebanyak 47.478 kasus dari perkiraan jumlah kasus sebesar
123.414 kasus atau Case detection rate (CDR) TB sebesar 39% (Dinkes
Jatim, 2016).
Pada tahun 2014 di Kabupaten Lumajang ditemukan jumlah kasus
tuberkulosis sebanyak 1.077 kasus (Dinkes Lumajang, 2016). Data kasus
baru Tuberculosis paru dengan BTA positif berdasarkan data di RSUD
Dr Haryoto Lumajang menunjukkan jumlah penderita TB paru tercatat
bahwa pada tahun 2017 terdapat 147 penderita TB paru (Data Ruang
Melati RSUD Dr. Haryoto Lumajang, 2017) .
Penyakit tuberculosis disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis(Nugraha, et al., 2016),bakteriini memiliki sifat yang tahan
terhadap asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan dengan
alcohol (Abd. Wahid, 2013). Mycobacterium tuberculosis ditularkan oleh
droplet nuclei, droplet yang ditularkan melalui udara dihasilkan ketika
orang terinfeksi batuk, bersin, bicara, atau bernyanyi (Priscillia LeMone,
2012). Droplet nuklei yang sedikit memiliki satu hingga tiga basil yang
menghindari sistem pertahanan jalan napas untuk masuk paru tertanam
pada alveolus atau bronkiolus pernapasan, biasanya pada lobus atas
(Priscillia LeMone, 2012).
Pada saat penderita batuk atau bersin, kuman TB paru dan BTA
positif yang berbentuk droplet sangat kecil ini akan berterbangan di
udara. Droplet yang sangat kecil kemudian mengering dengan cepat dan
menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis. Kuman ini dapat
bertahan di udara selama beberapa jam lamanya, sehingga cepat atau
lambat droplet yang mengandung unsur kuman tuberkulosis ini akan
terhirup oleh orang lain. Apabila droplet ini telah terhirup dan bersarang
di dalam paru-paru seseorang, maka kuman ini akanmulai membelah diri
atau berkembang biak. Dari sinilah akan terjadi infeksi dari satu
penderita ke calon penderita lain (Naga, 2012).
Basil mikobakterium tersebut masuk ke dalam jaringan paru
melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, makaterjadilah
infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening
setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke) (Abd. Wahid, 2013).
Jika respon imun tidak adekuat untuk mengandung basil, maka penyakit
TB akan terjadi. Tanpa terapi, keterlibatan paru masif dapat
menyebabkan kematian, atau proses yang lebih kronik pembentukan
tuberkel dan kavitasi terjadi(Priscillia LeMone, 2012).
Orang yang mengalami penyakit kronik terus menyebarkan
mycobacterium tuberculosis ke lingkungan, kemungkinan menginfeksi
orang lain (Priscillia LeMone, 2012). Tuberculosis paru disebabkan oleh
bakteri mycobacterium tuberculosisyangmasuk dalam saluran
pernafasan. TB paru di tandai dengan gejala: batuk berturut-turut,
demam, flu, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, batuk
darah atau dahak, sesak nafas dan nyeri dada (Muttaqin, 2008).
Gejalapaling ringan menyebabkan sekret akan terkumpulpada jalan
napas,saat penderita tidak mampu untuk mengeluarkan sekretmaka
menimbulkan masalah (Yuliati Alie, Rodiyah, 2013).Pasien yang
didiagnosa Tuberculosis Paru akan muncul masalah keperawatan salah
satunya yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang disebabkan oleh
penumpukan sekret, spasme pada jalan nafas (Fadilah, 2016).
Pada pasien tuberculosis diperlukan terapi medis berupa Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) dengan dosis yang sesuai kebutuhan pasiendan untuk
menunjang keberhasilan terapi medis diperlukan terapi tambahan
berupamanajemen jalan napas, pengisapan lendir pada jalan napas, terapi
oksigen, dan pengaturan posisi(Bachtiar, 2016).
Metode yang paling sederhana memberikan tindakan batuk
efektif,batuk efektifmerupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan
menjaga paru-paru agar tetap bersih memberikan tindakan nebulizer.
Batuk efektif yang baik dan benar dapat mempercepat pengeluaran dahak
pada pasien dengan gangguan saluran pernafasan (Wibowo, 2016).
Diharapkan perawat dapat melatih pasien dengan batuk efektif sehingga
pasien dapat mengerti pentingnya batuk efektif untuk mengeluarkan dahak
(Fadilah, 2018).
Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis
tertarik untuk mengambil judul “Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru
Pada Ny. N dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan jalan
Napas di Ruang Penyakit Dalam Wanita Rumah Sakit Umur Daerah
Abepura Tahun 2021”.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Tuberkulosis
Paru Pada Ny. N dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan
jalan Napas di Ruang Penyakit Dalam Wanita Rumah Sakit Umur Daerah
Abepura Tahun 2021”.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi Asuhan
Keperawatan Tuberkulosis Paru Pada Ny. N dengan Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan Bersihan jalan Napas di Ruang Penyakit Dalam Wanita
Rumah Sakit Umum Daerah Abepura Tahun 2021”.
1.4 Manfaat bagi peneliti
1.3.1 Manfaat bagi penulis
Hasil laporan kasus ini sebagai pengalaman yang nyata dan
memperdalam keterampilan asuhan keperawatan pada pasien
Tuberculosis Paru dengan masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan napas
1.3.2 Manfaat bagi RSUD Abepura Jayapura
Sebagai masukan bagi pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan masalah
keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif pada pasien dengan
Tuberkulosis paru di Ruang Penyakit Dalam Wanita Rumah Sakit
Umum Daerah Abepura Tahun 2021”.
1.3.3 Manfaat bagi pasien dan keluarga
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan pada pasien dan keluarga pasien yang
menderita penyakit tuberkulosis dengan masalah keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berupaya untuk
kesembuhan pasien dan mencegah penularan penyakit terhadap
anggota keluarga.
1.3.3 Manfaat bagi Prodi Keperawatan profesi Ners sekolah tinggi ilmu
kesehatan jayapura Penelitian ini diharapkan dapat menambah
informasi tentang pelaksanaan asuahan keperawatan pada pasien
tuberkulosis dengan masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas.

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberkulosis.
Sumber penularan yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan asam)
positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. TB dengan
BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan
penyakit TB meskipun dengan tingkat penularan yang kecil
(Kemenkes RI, 2015).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru
paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. bakteri ini dapat
masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan
luka terbuka pada kulit. tetapi paling banyak melalui inhalasi
droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut.
(Sylvia A, Price, 2015).
2.1.2 Epidemiologi
India, China dan Indonesia merupakan negara dengan
penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 16% dan
10% dari seluruh penderita di dunia, di Indonesia maupun di
berbagai belahan dunia, penyakit tuberkulosis merupakan penyakit
menular. Penyakit tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6
juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun
2014(WHO, 2015). TB adalah penyebab utama kesembilan
kematian di seluruh dunia dan penyebab utama dari satu agen
infeksius, diperkirakan pada tahun 2016 ada sekitar 1,3 juta
kematian akibat tuberculosis (WHO, 2017).
Pada tahun 2016 di Indonesia ditemukan jumlah kasus
tuberkulosis sebanyak 351.893 kasus, meningkat bila dibandingkan
semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2015 yang
sebesar 330.729 kasus (Kemenkes RI, 2016).
2.1.3 Etiologi
Tuberculosis disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini dapat menyerang semua
bagian tubuh manusia, dan yang paling sering terkena adalah organ
paru (Abd. Wahid, 2013). Proses terjadi infeksioleh
Mycobacterium. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga
TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering
dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar
melalui inhalasi basil yang mengandung droplet. Nuclei,
khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk
berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA)
(Amin & Bahar, 2007).
Satu satunya yang diketahui menyebabkan tuberkulosis
adalah infeksi mycobacterium tuberculosis, dan ini dapat terjadi
dengan menghirup droplet yang ditularkan di udara yang
mengandung nukleus organisme atau menghirup nukleus kering
yang di pindahkan melalui aliran udara. Ini dapat terjadi di tempat
belanja ketika penjamu berjalan melewati anda dan batuk atau
bersin. Berbicara, tertawa, atau menyanyi dapat mengeluarkan
droplet yang terinfeksi ke udara. Tidak setiap orang akan terkena
Tb, karena organisme nukleus harus sampai ke bagian jalan napas
yang berlebih untuk dapat tersangkut di dalam alveoli tempaat
nukleus tersebut berkembang biak (Hurst, 2015).
2.1.4 Patofisiologi
Ketika seorang pasien tuberkulosis paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuclei dan
jatuh ke tanah, lantai atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei tadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan
angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Droplet kecil sekali dapat tetap
beredar diudara selama beberapa jam. Droplet nuklei yang sedikit
mengandung satu hingga tiga basili yang menghindari sistem
pertahanan jalan napas untuk masuk paru tertanam pada alveolus
atau bronkiolus pernapasan, biasanya pada lobus atas. Karena
kuman memperbanyak diri, mereka menyebabkan respons
inflamasi lokal. Respons inflamasi membawa neutrofil dan
makrofag ke tempat tersebut. Mycobacterium tuberculosis terus
memperbanyak diri secara lambat beberapa masuk sistem limfatik
untuk menstimulasi respons imun. Neutrofil dan makrofag
mengisolasi bakteri, tetapi tidak dapat menghancurkannya. Lesi
granulomatosa disebut tuberkel, koloni basil yang terlindungi,
terbentuk. Dalam tuberkel ̧ jaringan terinfeksi mati, membentuk
pusat seperti keju, proses yang disebut nekrosis degenerasi jaringan
mati. Jika respons imun adekuat, terjadi jaringan parut sekitar
tuberkel dan basil tetap tertutup. Lesi ini pada akhirnya mengalami
klasifikasi dan terlihat pada sinar-X. Pasien, ketika terinfeksi oleh
M. tuberculosis tidak terjadi penyakit TB.
Jika responstidak adekuat untuk mengandung basili,
penyakit TB akan terjadi. Terkadang, infeksi dapat memburuk,
menyebabkan destruksi jaringan paru yang luas. Lesi TB yang
telah sembuh sebelumnya dapat diaktivasikembali. Tuberkulosis
reaktivasi terjadi ketika sistem imun tertekan akibat usia, penyakit,
atau penggunnaan obat imunosupresif. Luas penyakit paru dapat
beragam dari lesi kecil hingga kavitasi luas jaringan paru. Tuberkel
rupture, basili menyebar ke jalan napas untuk membentuk lesi
satelit dan menghasilkan pneumonia tuberculosis. Tanpa terapi,
keterlibatan paru massif dapat menyebabkan kematian, atau proses
yang lebih kronik pembentukan tuberkel dan kavitasi dapat terjadi.

Orang yang mengalami penyakit kronik terus menyebarkan


M. tuberculosis ke lingkungan, kemungkinan menginfeksi orang
lain Reaksi infeksi/inflamasi yang terjadi pada penderita
tuberculosis paru akan membentuk kavitas dan merusak parenkim
paru lalu menimbulkan edema trakeal/faringeal, peningkatan
produksi sekret, pecahnya pembuluh darah jalan napas dan
mengakibatkan batuk produktif, batuk darah, sesak napas,
penurunan kemampuan batuk efektif dan terjadi masalah
keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas (Pricilla
LeMone, 2015).
2.1.5 Klasifikasi
Klasifikasi tuberculosis adalah
a. Pembagian secara patologis
1) Tuberkulosis primer (childhood tuberkolusis)
2) Tuberkulosis post – primer (adult tuberkulosis)
b. Pembagian secara aktifitas radiologis Tuberkolusis paru (Koch
Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang
menyembuh).
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberkulosis minimal
2) Moderately advanced tuberkulosis
3) Far advanced tuberkulosis
Klasifikasi menurut American Thoracic Society
a. Kategori 0 : Tidak pernah terpajan. dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak negative, tes tuberculin negative.
b. Kategori 1 : Terpajan tuberkulosis, tetapi tidak terbukti ada
infeksi. Disini riwayat kontak positif, tes tuberculin negative.
c. Kategori 2 : Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. tes
tuberculin positif, radiologis dan sputum negative.
d. Kategori 3 : Terinfeksi Tuberkulosis dan sakit
Klasifikasi di indonesia di pakai berdasarkan kelainan klinis,
radiologis, dan makrobiologis :
a. Tuberkulosis paru
b. Bekas Tuberkulosis paru
c. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam :
1) TB tersangka yang diobati : Sputum BTA(-), tetapi tanda –
tanda lain positif.
2) TB tersangka yang tidak diobati :Sputum BTA negative
dan tanda-tanda lain juga meragukan.
Klasifikasi Menurut WHO 2015 TB dibagi menjadi 4 kategori
yaitu : ( Sudoyo Aru).
a. Kategori 1, ditujukkan terhadap :
1) Kasus batu dengan sputum positif
2) Kasus baru dengan bentuk TB berat
b. Kategori 2, ditunjukkan terhadap :
1) Kasus kambuh
2) Kasus gagal dengan sputum BTA positif
c. Kategori 3, ditunjukkan terhadap :
1) Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas
2) Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam
kategori.
3) Kategori 4, ditunjukkan terhadap : TB kronik.
2.1.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Nanda nic noc 2015 yaitu :
a. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan secret dan hasil
destruksi paru. Batuk pada tuberkulosis paru dapat kering pada
permulaan penyakit, karena secret masih sedikit, tetapi
kemudian menjadi produktif.
b. Dahak (Sputum)
dahak awalnya bersifat nukoid dan keluar dalam jumlah
sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning,
sampai purulen ( kuning kehijauan) dan menjadi kental bila
sudah menjadi pengejuan.
c. Batuk darah
batuk darah yang dapat dalam sputum dapat berupa titik darah
sampai berupa jumlah besar darah yang keluar pada waktu
batuk. Penyebabnya adalah akibat peradangan pada pembuluh
darah paru dan bronkus sehingga pecahnya pembuluh darah.
d. Sesak nafas
sesak nafas berkaitan dengan penyakit yang luas didalam paru.
Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran
pernapasan.
e. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil nafas dimana terjadi
gesekan pada dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan
dengan pleuritis dan tegangan otot pada saat batuk.
f. Wheezing
Wheezing terjadi akibat penyempitan lumen bronkus yang
disebabkan oleh secret, peradangan jaringan granulasi dan
ulserasi.
g. Demam dan menggigil
Peningkatan sushu tubuh pada waktu malam, terjadi sebagai
sewaktu reaksi umum dari proses infeksi.
h. Penurunan berat badan
penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang
timbul belakangan dan lebih sering di keluhkan bila proses
progresif.
i. Malaise
Ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
j. Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
k. Berkeringat banyak terutama pada malam hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis penyakit
Tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila
proses telah lanjut.
2.1.7 Pemeriksaan fisik
Menurut DOKMMR tahun 2015 pemeriksaan fisik yaitu:
Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga
tinggi sekali). dapat disertai dengan respirasi meningkat, berat
badan menurun (BMI pada umumnya <18,5).
a. Inspeksi
1) Bila lesi minimal biasanya tidak ditemukan kelainan
2) Bila lesi luas, dapat ditemukan bentuk dada yang tidak
simetris.
b. Palpasi
1) Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan
2) Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan berupa fremitus
mengeras atau melemah.
c. Perkusi
1) Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan
2) Bila ada kelainan tertentu, dapat terdengar perubahan suara
perkusi seperti hipersonor pada pneumotoraks, atau pekak
pada efusi pleura.
d. Auskultasi
1) Bila lesi minimal, tidak ditemukan kelainan
2) Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan berikut: Ronki
basah kasar terutama di aspek paru, suara napas melemah
atau mengeras, astau stridor. suara napas bronkhial/
amforik/ ronkhi basah/ suara napas melemah di apex paru.

2.1.8 Komplikasi
Menurut manurung, 2017 komplikasi tb paru dapat berupa :
a. Malnutrisi
b. Empiema
c. Efusi pleura
d. Hepatitis
e. Ketulian dan gangguan gastrointestinal

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang


Menurut mansjoer, dkk., 2015 pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada klien dengan tuberkulosis paru yaitu :
a. Laboratorium darah rutin : LED normal atau meningkat,
limfositosit
b. Pemeriksaaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik TB
paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-
70% pasien yang dapat diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
c. Tes PAP ( peroksidase anti peroksidase)
merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat
histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik basil
TB.
d. Tes mantoux/ tuberkulin
Merupakan ujian serologi imunoperoksidase memakai alat
histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik
terhadap basil TB
e. Teknik polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam
meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga
dapat mendeteksi adanya resistensi.
f. Becton Dickinson diagnostik instrument sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak oleh mikrobakterium tuberkulosis.
g. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang
direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik,
kemudian celupkan dalam jumlah memadai memakai warna
sisir akan berubah.
h. Pemeriksaan radiology :Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment
apikal lobus bawah
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda
4) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
5) Adanya klasifikasi
6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu
kemudian
7) Bayangan millie.

2.1.10 Terapi atau Penanganan


Pengobatan tuberkolosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase
intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. paduan obat
yang di gunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan
a. obat anti tuberkolosis (OAT)
1) jenis obat utama (lini 1) yang di gunakan adalah :
a) Rifamfisin
dosis 10 mg / kg BB, maksimal 600 mg 2-3 x / minggu
atau BB > 60 kg : 600 mg
BB 40 – 60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
dosis intermiten 600 mg /kali
b) INH
dosis 5 mg / kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/ kg BB 3
kali seminggu, 15 mg/ kg BB 2 kali seminggu atau 300
mg/ hari.
untuk dewasa. intermiten : 600 mg/ kali
c) Pirazinamid
Dosis fase intensif 25 mg/ kg BB , 35 mg/ kg BB 3 kali
seminggu, 50 mg/ kg BB kali seminggu atau
BB > 60 kg :1500 mg
BB 40 -60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
d) Streptomisin
Dosis 15 mg / kg BB atau
BB > 60 kg : 1000 mg
BB 40 – 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
e) Etambutol
Dosis fase intensif 20 mg/ kg BB . fase lanjutan 15
mg / kg BB, 30 mg/ kg BB 3X seminggu, 45 mg / kg
BB 2X seminggu atau
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40 – 60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
dosis intermiten 40 mg / kg BB/ kali
2) Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) kombinasi
dosis tetap ini terdiri dari :
a) Empat obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg
dan etambutol 275 mg dan
b) Tiga obat anti tuberkulosis dalam satu tablet , yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400
mg.
c) kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk
kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4
tablet sehari selama fase intensif , sedangkan fase lanjutan
dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat anti
tuberkulosisi seperti yang selama ini telah digunakan sesuai
dengan pedoman pengobatan.
3) Jenis obat tambahan lainnya (Lini 2)
a) Kenamisin
b) Kuinolon
c) Obat lain masih dalam penelitian; makrolid, amoksilin
+ asam klavulanat
d) Derivat rifampisin dan INH
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan
tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek
samping. Oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek
samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping
ringan dan dapat di atasi dengan obat simtomatik maka pemberian
OAT dapat di lanjutkan. efek samping OAT dapat di lihat pada
tabel di bawah ini.
Efek samping ringan dan OAT
Efek samping Penyebab Penanganan
Tidak nafsu makan, mual Rifampisin Obat diminum malam
sakit sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin/allpurinol
Kesemutan sampai INH Beri vitamin B6
dengan rasa terbakar (piridoksin) 100 mg
dikaki perhari
Warna kemerahan pada Rifampisin Beri penjelasan, tidak
air seni perlu diberi apa- apa

Efek samping berat dari OAT


Efek samping Penyebab Penanganan
Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Beri anthihistamin dan
pada kulit dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan
Ikterik Hampir semua OAT Hentikan semua OAT
sampai ikterik
menghilang
Bingung dan muntah - Hampir semua obat Hentikan semua OAT
muntah dan lakukan uji fungsi
hati
Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol
Purpura dan ranjatan Rifampisin Hentikan rifampisin
(syok)

2. Paduan Obat Anti Tuberkulosis


a. TB paru ( kasus baru), BTA positif atau lesi luas
paduan obat yang diberikan : 2 RHZE/ 4 RH
Alternatif : 2 RHZE/ 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6 HE
paduan ini dianjurkan untuk :
- TB paru BTA (+), kasus baru
- TB Paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas
- TB di luar paru kasus berat
pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7
bulan, dengan paduan 2RHZE/ 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3
seperti pada keadaan:
- TB dengan lesi luas
- Disertai penyakit komorbid (Diabetes melitus)
- pemakaian obat imunosupresi/ kortikoteroid
- TB kasus berat (milier, dll).
Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan
dengan hasil uji resistensi.
b. TB paru (kasus baru) BTA negative
paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
paduan ini dianjurkan untuk:
- TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologis lesi minimal
- TB di luar paru kasus ringan
- Tb paru kasus kambuh
pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada
fase intensif selama 3 bulan ( bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan
obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatann fase lanjutan 6 bulan
atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang
diberikan : 3 RHZE / 6 RH. bila tidak ada/ tidak dilakukan uji resisten,
maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/ 5 R3H3E3
( Program P2TB).
a. TB paru kasus gagal pengobatan
pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan
minimal menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih
sensitif ( seandainya H resisten

Anda mungkin juga menyukai