Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

KASUS TUBERKULOSIS PARU DIRUANGAN


BOUGENVILLE RSUD UNDATA PALU

Proposal Penelitian

Oeh :

Fidya Dg.Matiro

NIM : PO7120119040

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII
KEPERAWATAN PALU
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis. bakteri ini paling sering menyerang

organ paru dan mudah menginfeksi pengidap HIV AIDS, seseorang dengan

kondisi gizi buruk dan memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Penularan

Tuberculosis paru ini terjadi ketika penderita Tuberculosis paru BTA positif

bersin, batuk dan secara tidak sengaja mengeluarkan percikan dahak di

udara bebas dan terdapat ±3000 percikan dahak yang mengandung bakteri

(Kristini, 2020).

Tuberculosis paru saat ini masih menjadi masalah global. Pada tahun

2017 World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 1,3 juta

kematian yang diakibatkan oleh Tuberculosis paru dan terdapat 300.000

kematian. Negara dengan jumlah kasus terbesar di dunia yaitu India 27%,

China 9%, Indonesia 8%, Filipina 6% dan Pakistan 5% (WHO, 2018). Pada

tahun 2019 jumlah kasus Tuberkulosis Paru ditemukan sebanyak 543.874

kasus dengan jumlah kasus tertinggi dilaporkan dari provinsi dengan jumlah

penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI

Jakarta dan Sumatera Utara (Kemenkes, 2020).

Data penderita TB di Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2017 jumlah

penderita TB basil tahan asam (+) berjumlah 5.502. Tahun 2018 penderita

TB 5.017 jiwa (Dinkes Sulteng, 2018).


Berdasarkan data Rekam Medik RSUD UNDATA tahun 2018 pada

pengambilan data awal jumlah pasien dengan kasus Tuberkulosis paru BTA

(+) Sebanyak 219 kasus. Tahun 2019 jumlah kasus Tuberkulosis Paru BTA

(+) sebanyak 84 kasus.Tahun 2020 jumlah kasus Tuberkulosis Paru BTA (+)

sebanyak 114 kasus.

Berdasarkan data kasus penderita TB diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan

Kasus Tuberkulosis Paru di ruangan Bougenville RSUD Undata Palu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimanakah Penerapan Asuhan Keperawatan Pada

Pasien Dengan Kasus Tuberkulosis Paru Diruangan Bougenville RSUD

Undata Palu?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus

Tuberkulosis Paru di ruangan Bougenville RSUD Undata Palu.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Melakukan pengkajian pada pasien dengan kasus Tuberkulosis

paru diruangan Bougenville RSUD Undata Palu.

b. Untuk Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien denga kasus

Tuberkulosis paru diruangan Bougenville RSUD Undata Palu.


c. Untuk Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan

kasus Tuberkulosis paru diruangan Bougenville RSUD Undata Palu.

d. Untuk Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan kasus

Tuberkulosis paru diruangan Bougenville RSUD Undata Palu.

e. Untuk Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan dengan

kasus Tuberkulosis paru diruangan Bougenville RSUD Undata Palu

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi

1. Manfaat bagi Rumah Sakit Undata Palu

Sebagai bahan masukan dan sumber informasi bagi pihak Rumah

Sakit Torabelo Sigi dalam memberikan penyuluhan dan informasi atau

masukan dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan khususnya bagi

pasien yang menderita penyakit Tuberkulosis Paru.

2. Manfaat bagi Poltekkes Kemenkes Palu

Memberikan informasi mengenai hasil penelitian yang

dilaksanakan dan sebagai tambahan referensi pada perpustakaan

Poltekkes Kemenkes Palu.

3. Manfaat bagi peneliti

Penelitian ini merupakan pengalaman sangat berharga bagi peneliti

dan dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tentang Tuberkulosis Paru

1. Pengertian

Menurut Sylvia A.price dalam Nurarif & Kusuma

(2015),Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh

mycobacterium tuberculosi yang menyerang paru-paru dan hampir

seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri tersebut dapat masuk melalui

saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan juga luka bakar pada

kulit.Tetapi bakteri ini paling banyak melalui inhalasi droplet yang

berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut.

Menurut kemenkes RI mengemukakan bahwa tuberculosis paru

yaitu suatu penyakit menular yang di akibatkan oleh infeksi bakteri

mycobacterium tuberculosis. Awal mula penularannya yaitu pasien

tuberkulosis BTA positif melalui percikan secret yang penderita

keluarkan. Tuberculosis BTA negatif juga masih memungkinkan dapat

menularkan penyakit tuberculosis meskipun ketinggian angka menular

yang kecil. Beban penyakit yang di timbulkan tuberculosis mampu di

ukur dengan Case Notification Rate (CNR), prevelensi , dan

mortalitas/kematian (kemenkes RI,2016).

2. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah mycrobacterium tuberculosis. Basil

ini tidak berespora sehingga di basmi dengan pemansan, sinar matahari,


dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu

tipe Human dan tipe Bovin. Basil tipe Bovin berada dalam susu sapi

yang menderita mastitis tuberculosis usus. Basil tipe Human bisa berada

di bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita

tuberculosis dan orang yang akan menghirupnya akan rentan terkena

infeksi. Setelah organisme terinhalasi dan masuk ke paru-paru bakteri ini

dapat bertahan hidup dan menyebar ke nodus limfastikus lokal.

Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada orang

lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun (Nurarif

& kusuma, 2015).

Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah

Tipe Human. Basil TB ini mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan

terhadap asam. Karena itu, bakteri ini di sebut pula dengan basil tahan

asam (BTA) (Danusantoso,2014).

3. Manifestasi klinis

Menurut Nuarif & Kusuma (2015) manifestasi klinis TB paru adalah ;

a. Demam 40-41°C, serta ada batuk/batuk darah

b. Sesak nafas dan nyeri dada

c. Malaise , keringat malam

d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada

e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit Pada anak

yaitu:
1) Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas

atau gagal tumbuh .

2) Demam tanpa sebab jelas, terutama jika terlnjur sampai 2 minggu

3) Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze

4) Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.

4. Patofisiologi

Asal muasal penularan penyakit penderita tuberculosis paru di uji

BTA paru hasilnya positif. Disaat penderita batuk atau bersin, bakteri

berterbangan ke udara dalam bentuk basil percikan dahak. Penderita

tuberculosis sekaligus batuk mampu memproduksi berkisar tiga ribu

basil percikan doplet dahak. Secara umum penularan TB dalam ruangan

terbuka terjadi dalam waktu panjang.karena terdapat sirkulasi udara

dapat mengurangi jumlah percikan ludah, semntara panas cahaya

matahari mampu membunuh kuman mycobacterium

tuberculosis(Guyton & Hall, 2016).

Kuman mycobacterium tuberculosis yang keluar melalui percikan

ludah hanya mampu bertahan beberapa jam saja di keadaan yang gelap

dan lembab. Daya penularan penyakit dapat di berhentikan berdasarkan

banyaknya bakteri dari paru-paru. Derajat kepositifan makin tinggi hasil

pemeriksaan dahak,Maka makin menularlah pengidap tersebut.

Penyebab orang terpapar bakteri mycobacterium tuberculosis di tentukan

oleh banyaknya jumlah percikan di udara dan lamnya orang menghirup

udara tersebut (Brunner & Suddarth, 2016).


Virus masuk pada jaringan alveolus melalui saluran pernpasan. Basil

tersebut dapat membangkitkan reaksi peradangan secara langsung.

Bakteri tidak membunuh di namakan leukosit memfagosit, leuktosit

tergantikan oleh makrofag setelah hari pertama. Alveolus yang sudah

terinfeksi akan menglami konsolidasi. Kemudian makrofag menagdakan

infiltrasi dapat menyatu menjadi sel-sel turbekel epiteloid. Jejaringan

kemudian mengalami necrose ceseosa dan jala-jala granulasi akan

menjadi fibrosa kemudian terbentuklah jala-jala granulasi akan menjadi

fibrosa berlebih,.respon peradangan lainnya terjadi akibat melepasnya

bahan tubrekel ke-trakeobronkiale kemudian terjadinya penimbunan

secret. TB sekunder ada apabila bakteri dengan dorm dapat aktif lagi jika

keimunan penderita berkurang (Guyton & Hall, 2016).


5. Pathway

Mycobacterium Droplet infection Masuk lewat jalan nafas


tuberkulosa
Menempel pada paru

Keluar dari Di bersihkan oleh Menetap di jaringan paru


tracheabionchial makrofag
bersama sekret
Terjadi proses peradangan

Sembuh dengan
pengobatan Pengeluaran zat piogen Tumbuh dan berkembang
di sitoplasma makrofag

Mempengaruhi
hipotalamus Sarang primer/afek primer
(fokus ghon)

Mempengaruhi sel point

Hipertermi

Komplek primer Limfangitis lokal Limfadinitis regional

Menyebar ke orang lain Sembuh sendiri tanpa Sembuh dengan bekas


(paru lain, saluran pengobatan fibrosis
pencernaan, tulang)
Melalui media
(bronchogen
Percontinuitum,
hematogen,
Limfogen)
Radang tahunan Pertahanan primer tidak
di bronkus adekuat

Berkembang Pembentukan tuberkel Kerusakan membran


menghancurkan alveolar
jaringan ikat sekitar

Pembentukan sputum Menurunnya permukaan


Bagian tengah nekrosis berlebih Efek paru

Membentuk jaringan Ketidak efektif bersihan alveolus


keju Jalan nafas
Alveolus mengalami
skret keluar saat batuk Konsolidasi & eksudasi

Batuk produktif (batuk Gangguan pertukaran


terus menerus) gas

Droplet infection Batuk berat

Terhirup orang sehat Distensi abdomen

Resiko infeksi Mual, muntah

Intake nutrisi kurang

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

(Sumber Nurarif & Kusuma, 2015


6. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Somantri (2012) pemeriksaan penunjang TB paru antara lain

sebagai berikut:

a. Kultur sputum : menunjukan hasil positif mycobacterium

tuberculosis pada stadium aktif.

b. Zein-Neelsen (acid-fast stain dappled to smear of body fluid) : positif

untuk bakteri tahanan asam (BTA)

c. Skin test (PPD, Mantoux, Tine, Volume Patch) : reaksi positif untuk

(area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah melakukan

injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan

adanya antibody terapi tidak mengidentifikasikan penyakit yang

sedang aktif.

d. Foto rongen dada (chest x-ray) : dapat memperlihatkan inflasi kecil

pada lesi awal bagian paru-paru atas, deposit kalsium pada lesi

primer yang membaik atau cairan pada efusi.prubahan ini

mengindikasikan TB yang lebih erat,dapat mencakup area berlubang

dan fibrosa.

e. Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbang lambung,urine dan

CSF, serta biopsy kulit) : menunjukan hasil positif untuk

mycobacterium Tuberculosis.

f. Needle biopsy lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel-

sel besar yang mengindikasikan nerkrosis.


g. Elktrolit : mungkin abnormal bergantung pada lokasi dan beratnya

infeksi, misalnya hiponatermia yang dapat mengakibatkan retensi air,

mungkin di temukan pada TB paru kronik lanjut.

h. ABGs : mungkin abnormal, bergantung pada lokasi, berat, dan sisa

kerusakan paru.

i. Brokongrafi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat

kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB.

j. Pemeriksaan darah : leukositosis, laju endap darah (LED) meningkat.

k. Tes fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC

meningkat, dan saturasi oksigen menurun yang merupakan gejala

sekunder fibrosis atau infiltrasi parenkim paru dan penyakit pleura.

7. Penatalaksanaan

Ada fase buat metode penyembuhan tuberkulosis yaitu fase

mendalam semasa (2 sampai 3 bulan) dalam fase susulan hingga 4

sampai 7 candra. Perpaduan obat yang di pakai yaitu perpaduan obat

pertama dan obat susulan (Guyton & Hall, 2016). Obat pertama yang

dipakai dalam terapi tuberkulosis paru celah menjadi berikut :

a. Obat rifampisi

Rimpafisin sediaan obatnya 10 mg/kg berat badan, maks

600mg 2- 3x/minggunya (berat badan lebih 60kg sampai 600mg,

berat badannya 40-60kg sampai 450mg, berat badan ˂40kg sampai

300, dosis intermediation yaitu 600 mg/x).


Obat rimfapisin dapat mengakibatkan air seni/kencing

berwarna merah,peluh,air mata,dan selera. Proses metabolisme yang

memproses air seni berwarna merah dan termasuk obat yang tidak

berbahaya. Hal tersebut harus di infokan kepada pengidap supaya

dapat di pahami dan tidak perlu di khawatirkan.

Efek samping ringan hanya perlu penyembuhan sistematis ialah :

1) Syndrome influenza seperti panas kedinginan bahkan nyeri

tulang.

2) Syndrome kulit dapat di rasakan seperti terasa gatal pada bagian

tubuh.

b. Isoniazid (INH)

Dosis yang di berikan untuk obat ini adalah 5 mg/kg berat

badan,maximal 300mg, 10 mg/kg berat badan 3x/seminggunya, 15

mg/kgBB 2x/1 minggu atau (300 mg/hari untuk orang cukup umur.

Intermiten : 600 mg/kali).

Efek samping ringan muncul tanda terjadi keracunan pada

syaraf tepi, terasa seperti tertusuk, rasa terbakar di kaki dan nyeri

otot. Efek sampingnya bisa di kurangi dengan pemberian piridoksin

dengan dosis 100mg/hari dengan vitamin B kompleks. Pada suasana

tersebut penyembuhan dapat di jalankan. Abnormalis lain ialah

menyamai syndrome pelagra.

Efek samping berat berupa hepatitis yang mungkin muncul

kurang lebihnya0,5% pengidap. Jika terjadi hepatitis dampak obat,


Hentikan OAT dan penyembuhan singkron dengan arahan

tuberkulosis pada suasana privat.

c. Pirazinamid

Obat ini di gunakan pada saat fase intensif 25mg/kg berat

badan,35ml/kg beratbadan 3x/seminggunya, 50 mg/kg berat badan 2

x/satu minggu atau : berat badan lebih 60 kg :1500 mg,berat badan

40-60 kg: 1000mg, berat badan kurang 40kg :750mg

Efek samping pertamanya hepatitis dampak obat jika

penatalaksanaan menurut arahan tuberkulosis di suasana privat.

Nyeri persendian di rasakan bisa di berikan aspirin dan kadang kala

dapat mengakibatkan serbuan arthiritis gout,hal itu barangkali di

akibatkan oleh terbatasnya ekskresi dan pengumpulan asam urat.

Kadang kala timbul reaksi seperti berikut: panas

dingin,meluah,kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

d. Streptomisin

Pada obat strep tomisin ini di berikan dosis 15mg/kg berat

badan /(BB lebih 60kg sampai dengan 1000mg, BBnya 40-

60kg=750mg, BB kurang 40kg =sesuai berat badan). Efek samping

yang pertama dapat terjadi keburukan pada syaraf kedelapan yang

berangkaian pada kesepadan dan pendengaran. Efek lainya ini akan

melonjak seiring dengan tingkat dosis yang di gunakan dan

berdasarkan usia pengidap.


e. Etambutol

Untuk obat ini di berikan fase intensif dengan dosis

20mg/kgBB, fase lanjut 15 mg/kg berat badan, 30mg/kg berat badan

3x/seminggunya, 45 mg/kg berat badan 2x/semingg atau: (BB lebih

60kg : 1500 mg, berat badan 40-60 kg:1000mg, berat badan kurang

40kg :750 mg,Dosis intermiten 40 mg/kgBB/kali).

Etambutol juga dapat mengakibatkan terganggunya pandangan

berupa kurangnya ketajaman penglihatan, buta warna untuuk warna

merah dan hijau meskipun demikian keracunan okuler tersebut

tergantung dosis yang di gunakan, ronggang terjadi bila dosisnya 15-

25mg/kg BB perhari atau 30 mg/kgBB di berikan 3x /seminggu.

Gangguan pandangan bisa normal lagi setelah seputar minggu obat

di perhentikan. Dianjurkan etambutol tak di kasihkan untuk anak-

anak akibat resiko keburukan okuler dan sulit di deteksi (Guyton &

Hall, 2016).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan

dengan mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk di kaji

dan di analisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang di

hadapi pasien baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual dapat di

tentukan. Tahap ini mencakup tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,

analisis data, dan penentuan masalah kesehatan serta keperawatan

(Dermawan, 2012).

a. Identitas pasien

Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku bangsa,

pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, registrasi,

diagnose medis.

b. Keluhan

Menurut yang muncul menurut Mutaqin (2012) meliputi :

1) Keluhan respiratoris

a) Batuk

Keluhan batuk, timbul paling awal dan sering di keluhan,

perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk bersifat

produktif/non produktif atau sputum bercampur darah.


b) Batuk darah

Seorang perawat harus menanyakan seberapa banyak yang

keluar hanya berupa blood steak, berupa garis, atau bercak-

bercak darah.

c) Sesak nafas

Keluahan ini di temukan bila kerusakan parenkim paru sudah

meluas dan hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,

peneumothoraks dan anemia.

d) Nyeri dada

Nyeri dada timbul apabila sistem persyarafan di pleura terkena

Tuberkulosis. Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk

nyeri pleuritik ringan.

2) Keluhan sistematis

1) Demam

Timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza,

hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang seranganya.

3) Keluhan sistem lain

Keluhan yang biasa timbul adalah keringat malam, anoreksia,

penurunan berat badan, dan malaise.

c. Riwayat penyakit sekarang

Klien dengan Tuberkulosis paru akan diawali dengan keluhan

batuk yang mula-mula nonproduktif kemudian berdahak bercampur

darah bila sudah terjadi kerusakan jaringan. Batuk akan menjadi


produktif yang berguna untuk membuang produk ekskresi peradang

denfgan sputum yang bersifat mukoid atau puluren. Keluhan lain akan

muncul seperti demam, keringat malam atau menggigil yang mirip

dengan demam influenza. Sesak juga di temukan apabila tingkat

kerusakan parenkim paru sudah luas. Agar mudah mengkaji keluhan

sesak nafas maka di bedakan sesuai tingkat klasifikasi sesak, pengkajian

dengan menggunakan PQRST (Mutaqqin, 2012 ), yaitu:

Provoking incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

penyebab sesak nafas, apakah sesak nafas berkurang saat istirahat.

Quality of pain : seperti apa rasa sesak yang di rasakan klien,

sifat keluhan (karakter), apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah

dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi dalam

mencari posisi yang enak dalam melakukan pernafasan.

Region : radiation, relief : dimana rasa berat dalam melakukan

pernafasan ? harus di tunjukkan dengan tepat oleh klien.

Severity (scale) of pain : seberapa jauh sesak yang di rasakan

klien, bisa berdasarkan skala sesak sesuai klasifikasi sesak nafas dank

lien menerangkan seberapa jauh sesak nafas mempengaruhi aktivitas

sehari-harinya.

Time : beberapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari atau di siang hari, sifat mula

timbulnya (onset), tentukan apakah timbul mendadak, perlahan-lahan

ataupun seketika itu juga. Apakah gejala timbul secara terus menerus
atau hilang timbul (intermiten). Tanyakan apa yang di lakukan jika

timbul gejala dan lama timbulnya (durasi).

d. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah

sebelumnya klien pernah menderita Tuberkulosis paru, keluhan batuk

lama pada massa kecil dan Tuberkulosis dari orang lain. Tanyakan obat-

obatan yang pernah di konsumsi oleh klien, catat efek samping yang

terjadi di masa lalu, dan penurunan berat badan. Penurunan berat badan

berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya

anoreksia dan mual yang sering di sebabkan karena minum obat Anti

Tuberkulosis (OAT)

e. Riwayat penyakit keluarga

Pada umumnya penyakit Tuberkulosis bukanlah penyakit

keturunan tetapi bisa di tularkan oleh penderita yang terinfeksi.

Tanyakan pada keluarga apakah ada di dalam keluarganya yang

menderita penyakit Tuberkulosis paru.

1) Data pola pemeliharaan kesehatan, misalnya :

a) Pola nutrisi

Klien dengan Tuberkulosis paru akan mengalami kehilangan nafsu

makan, tidak mampu mencerna makanan dengan baik, dan

penurunan berat badan. Di tandai dengan turgor kulit yang buruk,

kering/bersisik, kehilangan otot/lemak subkutan (Doengoes,

Moorhouse, & Geissle, 2012).


b) Pola tidur dan istirahat

Pada umumnya penderita Tuberkulosis paru akan kesusahan

beristirahat karena respirasiyang terganggu menyebababkan nyeri.

Pengkajian di lakukan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,

kebiasaan tidur, kesulitan memulai tidur dan penggunaan obat

tidur.

c) Pola aktivitas

Pada umumnya penderita Tuberkulosis paru akan mengalami

penurunan aktivitas baik untuk aktivitas sehari-hari bahkan untuk

bekerja biasanya terjadi nyeri yang sanggat menganggu.

f. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah klien dengan Tuberkulosis paru

meliputi pemeriksaan fisik umum persistem,dari observasi keadaan

umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, dan pemeriksaan head to toe.

1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan

Tuberkulosis paru biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh

secara signifikan, frekuensi nafas meningkat apabila di sertai sesak

nafas, denyut nadi biasanya meningkat, dan tekanan darah biasanya

sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.

2) Pemeriksaan had to toe

1) Kepala

Kulit kepala
Tujuan : untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit dan

mengetahui adanya lesi atau bekas luka.

Inspeksi : Lihat ada atau tidak adanya lesi, warna

kehitaman/kecoklatan, edema, dan distribusi rambut kulit.

Palpasi : Di raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak,

tekstur kasar atau halus, akral dingin/hangat.

2) Rambut

Tujuan : Untuk mengetahui warna, tekstur dan percabangan pada

rambut da untuk mengetahi mudah rontok dan kotor.

Inspeksi : Distribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak,

bercabang.

Palpasi : Mudah rontok atau tidak, tekstur kasar atau halus.

3) Kuku

Tujuan : Untuk mengetahui keadaan kuku, warna dan panjang,

dan untuk mengetahui kapiler refill.

Inspeksi : Catat mengenai warna biru : sianosis, merah

peningkatan visibilitas Hb, bentuk clubbing karena hypoxia pada

kanker paru.

Palpasi : Catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapler

refill (pada pasien hypoxia lambat 5-15 detik).

4) Kepala/wajah

Tujuan : Untuk mengetahui betuk dan fungsi kepala untuk

mengetahui luka dan kelainan pada kepala.


Inspeksi : Lihat kesimetrisan wajah jika muka kanan dan kiri

berbeda atau missal lebih condong ke kanan atau ke kiri, itu

menunjukan ada parase/kelumpusan.

Palpasi : Cari adanya luka, tonjolan patologik dan respon nyeri

dengan menekan kepala sesuai kebutuhan.

5) Mata

Tujuan : Untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan

penglihatan visus dan ototo-otot mata), dan juga untuk

mengetahui adanya kelainan atau pandangan pada mata.

Inspeksi : Kelopak mata ada lubang atautidak, reflek kedip

baik/tidak, kongjungtiva dan sclera merah atau konjungtivitis,

ikterik/indikasi hiperbilirubin atau gangguan pada hepar, pupil

isokor, miosis atau medriasis.

6) Hidung

Tujuan : Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung dan

mengetahyi adanya inflamasi atau sinusitis.

Inspeksi : Apakah hidug simetris, apakah ada inflamasi, apakah

ada secret.

Palpasi : Apakah ada nyeri tekan massa.

7) Telinga

Tujuan : Untuk mengetahui kedalaman telinga luar, saluran

telinga, gendang telinga


Inspeksi : Daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran,

bentuk, kebersihan, lesi.

Palpasi : Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan

kelenturan kartilago.

8) Mulut dan faring

Tujuan : Untuk mengetahui bentuk dan dan kelainan pada mulut,

dan untuk mengetahui kebersihan mulut.

Inspeksi : Amati bibir apa ada kelainan congenital (bibir

sumbing) warna, kesimetrisan, kelembapan pembengkakan, lesi,

amati jumlah dan bentuk gigi, berlubang, warna plak dan

kebersihan gigi.

Palpasi : Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan ada

massa atau tumor, pembengkakan dan nyeri.

9) Leher

Tujuan : Untuk menentukan struktur integritas leher, untuk

mengetahui bentuk dan organ yang berkaitan dan untuk

memeriksa sistem limfatik

Inspeksi : Amati mengenai bentuk, warna kulit, amati adanya

pembengkakan kelenjar tyroid, amati kesimetrisan leher dari

depan belakang dan samping.

Palpasi : Letakkan telapak tangan pada leher klien, suruh pasien

menelan dan rasakan adanya kelenjar tyroid.


10) Dada

Tujuan : Untuk mengetahui bentuk kesimetrisan, frekuensi, irama

pernpasan, adanya nyeri tekan, dan untuk mendengarkan bunyi

paru.

Inspeksi : Amati kesimetrisan dada kanan kiri, amati adanya

retraksi interkosta, amati pergerakan paru.

Palpasi : Adakah nyeri tekan.

Perkusi : Untuk menentukan bats normal paru

Auskultasi : Untuk mengetahui bunyi napas, vesikuler,

wheezing,/crecles.

11) Abdomen

Tujuan : Untuk mengetahui bentuk dan gerakan perut,

mendengarkan bunyi peristaltik usus, dan mengetahui respon neri

tekan pada organ.

Inspeksi : Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya

retraksi, penonjolan, adanya ketidaksimetrisan, adanya asites.

Palpasi : Adanya massa dan respon nyeri tekan

Auskultasi : Bising usus normal 10-12x/menit

12) Musculoskeletal

Tujuan : Untuk mengetahui mobilitas kekuatan otot dan

gangguan-gangguan pada daerah tertentu


Inspeksi : Mengenai ukuran dan adanya atrofildan hipertrofil,

amatai kekuatan otot denan memberi penahanan pada anggota

gerak atas dan bawah.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat di angkat adalah sebagai berikut :

(Nurarif & Kusuma, 2015)

a. Ketidakefektif jalan napas berhubungan dengan bronkospasme

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,

hipertensi pulmonal, penuruna perifer yang mengakibatkan asidosis

laktat dan penurunan curah jantung

c. Hipertermia berhubungan dengan reaksi inflamasi

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakadekuatan intake nutrisi, dyspnea

e. Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulent

3. Perencanaa Keperawatan

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015)

a. Ketidakefektif jalan napas berhubungan dengan bronkospasme

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan

ketidakefektif jalan napas dapat terasi

Kriteria hasil :

1) Mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak

ada sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu

bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)


2) Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,

irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada

suara nafas abnormal)

3) Mampu mengindentifikasi dan mencegah faktor yang dapat

menghambat jalan nafas

Intervensi keperawatan :

Aiway Suction

a) Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning

b) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning

c) Informasikan kepada klien dan keluarga tentang suctioning

d) Minta klien nafas dalam sebelum suction di lakukan

e) Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi

suction nasotrakeal

f) Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan

g) Anjurkan pasien untuk beristirahat dan napas dalam setelah kateter

di keluarkan dari nasotrakeal

h) Monitor status oksigen pasien

i) Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction

j) Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukan

brakikardi, peningkatan saturasi O2

Airway Management

1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila

perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

4. Pasang mayo bila perlu

5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

6. Keluarkan secret dengan batuk atau suction

7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

8. Lakukan suction pada mayo

9. Berikan bronkodilator bila perlu

10. Berikan peelembab udara kassa basah NaCl lembab

11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

12. Monitor respirasi dan status O2

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,

hipertensi pulmonal, penuruna perifer yang mengakibatkan asidosis

laktat dan penurunan curah jantung

Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan

gangguan pertukuran gas dapat teratasi

Kriteria hasil :

1. Mendemostrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang

adekuat

2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda

distress pernafasan
3. Mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak

ada sianosis dan dyspnea (mampu bernafas dengan mudah, tidak

ada pursed lips)

4. Tanda tanda vital dalam rentang normal

Intervensi keperawatan :

Airway Management

1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila

perlu

2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

4. Pasang mayo bila perlu

5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

6. Keluarkan secret dengan batuk atau suction

7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

8. Lakukan suction pada mayo

9. Berikan bronkodilator bila perlu

10. Berikan pelembab udara

11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

12. Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

1. Monitor rata rata kedalaman, irama dan usaha repirasi


2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot

tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal

3. Monitor suara nafas, seperti dengkur

4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,kussmaul, hiperventilasi,

cheyne stokes, biot

5. Catat lokasi trake

6. Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan parakdosis)

7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya

ventilasi dan suara tambahan

8. Tentukan kebutuhsn suction dengan mengauskultasi crakles dan

ronkhi pada jalan napas utama

9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya

c. Hipertermia berhubungan dengan inflamasi

Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan

hipertermia dapat teratasi

Kriteria hasil :

1. Suhu tubuh dalam rentang normal

2. Nadi dan RR dalam rentang normal

3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi keperawatan :

Fever Treatment

1. Monitor suhu tubuh sesering mungkin

2. Monitor IWL
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

4. Monitor penuruna tingkat kesadaran

5. Monitor WBC, Hb, dan Hct

6. Monitor intake dan output

7. Berikan anti piretk

8. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam

9. Selimuti pasien

10. Lakukan tapid sponge

11. Kolaborasi pemberian cairan intravena

12. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

13. Tingkatkan sirkulasi udara

14. Berikan penobatan untuk mencegah terjadinya mengigil

Temperature Regulation

1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam

2. Rencana monitoring suhu secara kontiyu

3. Monitor TD, nadi, dan RR

4. Monitor warna dan kulit suhu

5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh

8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas

Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

3. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

4. Monitor kualitas dari nadi

5. Monitor frekuensi dan irama pernapasan

6. Monitor suara paru

7. Monitor pola pernapasan abnormal

8. Monitor sianosis perifer

9. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,

bradikardi, peningkatan sistolik)

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakadekuatan intake nutrisi, dyspnea

Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan

ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi

Kriteria hasil :

1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi keperawatan :

Nutrition Management

1. Kaji adanya alergi makanan


2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

nutrisi yang di butuhkan pasien

3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin c

4. Berikan subtansi gula

5. Yakinkan diet yang di makan mengandung tinggi serat untuk

mencegah konstipasi

6. Berikanan makanan yang terpilih (sudah di konsultasikan dengan

ahli gizi)

7. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian

8. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

9. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

10. Kaji pemantauan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang di

butuhkan

Nutrition Monitoring

1. BB pasien dalam batas normal

2. Monitor adanya penurunan berat badan

3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yag biasa di lakukan

4. Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan

5. Monitor lingkungan selama makan

6. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

7. Monitor turgor kulit

8. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

9. Monitor mual dan muntah


10. Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan Ht

11. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

12. Monitor kalori dan intake nutrisi

e. Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulent

Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan resiko

infeksi dapata teratasi

Kriteria hasil :

1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang

mempengaruhi penularan serta penatalaksanaanya

3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

4. Jumlah leukosit dalam batas normal

5. Menunjukkan perilaku hidup sehat

Intervensi keperawatan :

Infection Control (control infeksi)

1. Bersihkan lingkungan setelah di pakai pasien lain

2. Pertahankan teknik isolasi

3. Batasi pengunjung bila perlu

4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan

6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung


8. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan

petunjuk umum

9. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung

kencing

10. Berikan terapi antibiotic bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)

1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

2. Monitor hitung granulosit,WBC

3. Monitor kerentanan terhadap infeksi

4. Batasi pengunjung

5. Sering pengunjung terhadap penyakit menular

6. Pertahankan tehnik aspesif pada pasien yang beresiko

7. Dorong masukan nutrisi yang cukup

8. Dorong masukan cairan

9. Dorong istirahat

10. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep

11. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

12. Ajarkan cara menghindari infeksi

13. Laporkan kecurigaan infeksi


4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana

interverensi untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursallam, 2008).

Perawat membantu pasien mencapai tujuan yang di harapkan. Di sini

perawat dapat berperan sebagai konsultan agar keluarga mampu

mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat,sehingga meningkatkan

kualitas hidup keluarganya (Bakri, 2017).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan

dari evaluasi yaitu untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat di capai

secara efektif. Evaluasi di lakukan sesuai interverensi yang telah di

berikan, dan di lakukan penilaian untuk melihat keberhasilan. Jika

tindakan yang di lakukan belum berhasil, maka perlu mencari cara atau ide

lain. Tahap ini dapat di lakukan selama proses asuhan keperawatan

(formatif) dan evaluasi di akhir (sumatif) (Bakri, 2017).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. jenis penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriktif dengan pendekatan

studi kasus, tekhnik pengumpulan data dengan teknik wawancara, observasi

serta melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan masalah asuhan

keperawatan serta sesuai dengan masalah yang terjadi pada pasien

Tuberkulosis paru. Studi kasus ini di batasi oleh tempat, dan waktu, serta

kasus yang di pelajari berupa peristiwa, aktivitas, atau individu. Penelitian

studi kasus ini adalah untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan

pada pasien Tuberkulosis paru di RSUD Undata Palu.

B. Lokasi dan Waktu penelitian

Lokasi dan waktu penelitian akan di laksanakan di ruangan Bougenville

di RSUD Undata palu selama 3 hari pada bulan maret 2022.

C. Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah pasien yang di rawat diruangan

Bougenville di RSUD Undata Palu dengan penyakit Tuberkulosis paru, serta

di lakukan penerapan asuhan keperawatan.

D. Definisi operasional

Definisi operasional berisi komponen variable yang akan di teliti di

tambah istilah yang di pakai untuk menghubungkan variabel maupun subjek

penelitian bertujuan untuk memudahkan pengumpulan data dan

menghindarkan perbedaan interprestasi serta membatasi ruang lingkup


variabel. Definisi oprasional di tentukan berdasarkan parameter yang di

jadikan ukuran dalam penelitian yang termasuk dalam variabel adalah:

1. Penkajian keperawatan

Pengkajian adalah proses awal untuk menggali informasi melalui

wawancara meliputi pengumpulan data, klasifikasi data dan analisa data.

Agar dapat mengidentifikasi serta mengenali masalah pada pasien

Tuberkulosis paru.

2. Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah perumusan masalah keperawatan yang di

lakukan oleh perawat berdasarkan data yang didapatkan.

3. Perencanaan keperawatan

Interverensi keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan yang akan

di lakukan perawat berdasarkan masalah keperawatan yang didapat. Di

susun berdasarkan ONEC.

4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah tindakan yang dilakukan perawat sesuai dengan

interverensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi merupakan penilaian berhasil atau tidaknya asuhan keperawatan

yang telah di berikan, disusun berdasarkan SOAP.

6. Tuberkulosis paru

Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi menular yang di sebabkan

mycobacterium tuberculosis
E. Pengumpulan Data

1. Wawancara

Pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara langsung, hasil

anamnesis berisi dengan identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, sumber data

dari klien, keluarga, bahkan perawat.

2. Observasi pemeriksaan fisik

Di lakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi pada sistem

tubuh klien.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yang di lakukan oleh peneliti yaitu pendokumentasi hasil

pengkajian, analisa data, penegakan diagnose keperawatan, rencana

keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi dari tindakan

keperawatan.

F. Analisa data

Analisa data di lakukan sejak pengumpulan data sampai semua data

terkumpul. Analisa di lakukan dengan cara menggunakan fakta dan

membandingkan dengan teori. Teknik yang di gunakan adalah dengan

menarasikan jawaban-jawaban dari hasi pengumpulan data (wawancara dan

observasi) yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan

penelitian. Urutan dalam analisa data adalah:


1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini merupakan proses

pendekatan serta proses pengumpulan karakteristik subyek yang di

perlukan dalam suatu penelitian. Penelitian iniadalah studi dokumentasi

dengan mengobservasi dokumen yang dilakukan dengan cara

mengobservasi dokumen pada pasien. Peneliti melakukan observasi

terhadap gambaran pada pasien Tuberkulosis paru dengan mengambil data

dari dokumentasi asuhan keperawatan yang sudah ada setelah pemeriksaan

selesai dilakukan.

2. Penyajian data

Penyajian di lakukan dalam bentuk tabel, gambar, bagan, dan narasi untuk

pengkajian,analisa data, diagnosis, perencanaan, implementasi dan

evaluasi.

3. Kesimpulan

Data yang disajikan selanjutnya dibahas dan dibandingkan dengan hasil-

hasil penelitian sebelumnya dan teori yang mendukung. Penarikan

kesimpulan dilakukan dengan metode indikatif. Pembahasan di lakukan

sesuai dengan tahapan asuhan keperawatan pengkajian, diagnosis,

perencanaan, tindakan dan evaluasi.

G. Etika penelitian

Ethical clearance merupakan ijin etika. Ethical clearance adalah

pernyataan, bahwa rencana kegiatan penelitian yang tergambar dalam

protocol, telah dilakukan kajian yang telah memenuhi kaidah etika sehingga
layak di laksanakan. Seluruh peneliti/riset yang menggunakan manusia

sebagai subjek penelitian harus mendapatkan Ethical clearance, baik

penelitian yang melakukan specimen. Terdapat 3 etika penelitian yang harus

dipenuh:

1. Informed consent (persetujuan menjadi klien)

Yaitu dimana klien harus mendapat informasi secara lengkap

dengan tujuan daripada penelitian ini, dari klien berhak menolak maupun

menerima. Informed dan consent ini perlu dicantumkan bahwa data yang

diperoleh untuk pengembangan ilmu.

2. Anominty (Tanpa Nama)

Yaitu dimana klien berhak untuk meminta data yang telah

diberikan harus dirahasiakan.

3. Confidentiality ( Rahasia)

Yaitu di mana peneliti harus menjaga dengan baik rahasia klien

dengan cara mengaburkan identitas klien ( Nursalam, 2014).


\

Anda mungkin juga menyukai