Di susun oleh:
Ns. Sita Ayurana Husna, S.Kep
Email. pemasaran@rstuguibu.com
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis atau TB paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu atau diberbagai
organ tubuh lainnya. TB paru dapat menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk
meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe dan lainnya (Smeltzer & Bare, 2020).
World Health Organization (WHO) telah merilis laporan tentang tuberkulosis skala
global tahun 2021. Di dalam laporannya, pandemi Covid-19 masih menjadi salah satu
faktor penyebab terganggunya capaian. Terutama pada penemuan kasus dan
diagnosis, akses perawatan hingga pengobatan tuberkulosis. Pada tahun 2021,
tuberkulosis sebagai penyakit menular paling mematikan urutan kedua di dunia
setelah Covid-19. Dan urutan ketiga belas sebagai penyebab utama kematian di
seluruh dunia (WHO, 2022).
Privinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah kasus tuberkulosis tertinggi di
Indonesia sebanyak 79.423 kasus (Kemenkes RI, 2021). Kemudian Kota Depok juga
tidak kalah tinggi karena menempati peringkat ketujuh dari 27 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat sebagai angka tuberkulosis tertinggi (BPS, 2018). Berdasarkan
laporan Dinas Kesehatan Kota Depok, terjadi peningkatan jumlah kasus tuberkulosis
pada tahun 2017, 2018, dan 2019 yang masing-masing 3.743 kasus, 3.799 kasus, dan
4.695 kasus (Dinas Kesehatan Kota Depok, 2021).
B. Tujuan
Pembuatan kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pasien yang Mengalami Tuberkulosis
Paru Di Ruang Isolasi Mawar Rumah Sakit Tugu Ibu” terdiri dari tujuan umum dan tujuan
khusus sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan dan menganalisa secara
komprehensif asuhan keperawatan pasien yang mengalami tuberkulosis paru.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yaitu menganalisa hasil :
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien Ny.N dengan tuberkulosis
paru di Ruang Isolasi Mawar Rumah Sakit Tugu Ibu.
b. Melakukan penerapan diagnosa keperawatan pada pasien Ny.N dengan
tuberkulosis paru di Ruang Isolasi Mawar Rumah Sakit Tugu Ibu.
c. Melakukan intervensi asuhan keperawatan pada pasien Ny.N dengan
tuberkulosis paru di Ruang Isolasi Mawar Rumah Sakit Tugu Ibu.
d. Melakukan pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Ny.N dengan
tuberkulosis paru di Ruang Isolasi Mawar Rumah Sakit Tugu Ibu.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Ny.N dengan tuberkulosis
paru di Ruang Isolasi Mawar Rumah Sakit Tugu Ibu.
C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan pembuatan kasus ini, penulis membahas “Asuhan Keperawatan
Pasien yang Mengalami Tuberkulosis Paru Di Ruang Isolasi Mawar Rumah Sakit
Tugu Ibu”.
D. Manfaat Penulisan
Hasil pembuatan kasus ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Perawat Ruangan
Kasus ini bermanfaat sebagai panduan dalam menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan tuberkulosis paru di Ruang Isolasi Mawar Rumah Sakit Tugu
Ibu. Serta dapat dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan kasus selanjutnya.
2. Ruangan
a. Hasil penulisan pembuatan kasus ini dapat menjadi masukan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan tuberkulosis paru di
Ruang Isolasi Mawar Rumah Sakit Tugu Ibu.
b. Hasil penulisan pembuatan kasus ini dapat dijadikan masukkan dalam
menetapkan kebijakan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
tuberkulosis paru di Ruang Isolasi Mawar Rumah Sakit Tugu Ibu.
3. Institusi Rumah Sakit
Pembuatan kasus ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam bahan kajian
kegiatan proses pembelajaran dalam melakukan asuhan keperawatan kepada
pasien dengan tuberkulosis paru.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan pada pembuatan kasus ini menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan studi kasus pemberian asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis paru.
Teknis pengambilan data dengan observasi secara langsung kepada pasien,
pemeriksaan penunjang, pemeriksaan fisik, rekam medik, dokumentasi catatan
keperawatan, dan kepustakaan.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pembuatan kasus ini, penulis memberikan penggambaran
secara umum mengenai uraian pembuatan kasus. Adapun sistematika penulisannya,
sebagai berikut :
a. BAB I : PENDAHULUAN, meliputi latar belakang, tujuan penulisan, ruang
lingkup, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
b. BAB II : TINJAUAN TEORI, terdiri dari konsep dasar dan tinjauan teoritis
tentang asuhan keperawatan meliputi konsep dasar tuberkulosis paru, meliputi:
definisi, anatomi fisiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis,
komplikasi, pemeriksaan penunjang, pathway dan penatalaksanaan. Dan konsep
asuhan keperawatan, meliputi: pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
c. BAB III : TUNJAUAN KASUS, mengenai asuhan keperawatan pada kasus
pasien dengan tuberkulosis paru yang dilakukan proses keperawatan mulai dari
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
d. BAB IV : PENUTUP, terdiri dari kesimpulan dan saran dari asuhan
keperawatan yang telah dilakukan pada kasus di Ruang Isolasi Mawar dan saran
yang diberikan mengenai asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis paru.
BAB II
TINJAUAN TEORI
TB merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau ditemukan di tempat
tinggal dengan lingkungan padat penduduk atau daerah urban, yang kemungkinan
besar telah mempermudah proses penularan dan berperan terhadap peningkatan
jumlah kasus TB (Adisasmito, 2018).
Pada manusia TB paru ditemukan dalam dua bentuk yaitu: (1) tuberkulosis primer:
jika terjadi pada infeksi yang pertama kali, (2) tuberkulosis sekunder: kuman yang
dominan pada tuberkulosis primer akan aktif setelah bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Yin, 2017).
2. Anatomi Fisiologi
Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai alat
respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran untuk
terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2) Pertukaran ini
terjadi pada alveolus – alveolus di paru melalui sistem kapiler (Wahid & Imam,
2020).
Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru sebelah
kiri. Pada paru kanan lobus – lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus
medius dan lobus inferior, sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior
dan lobus inferior Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru
kiri yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula
pulmonis. Di antara lobus – lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura
horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus
inferior paru kiri terdapat fissura obliqua (Noveyani & Martini, 2017).
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea,
dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran
pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah Pada pernafasan melalui paru-paru
atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu
bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat
erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris (Noveyani & Martini,
2017).
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah
oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah
dan dibawa ke jantung Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh
Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan tingkat ini
hemoglobinnya 95% Di dalam paru-paru, karbondioksida, salah satu hasil
buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke
alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui
hidung dan mulut (Noveyani & Martini, 2017).
a. Hidung
Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung dibelakang hidung
eksterna. Hidung eksterna terdiri dari kartilago sebelah bawah dan tulang
hidung disebelah atas ditutupi bagian luarnya dengan kulit dan pada bagian
luarnya dengan kulit dan pada bagian dalamnya dengan membrane mukosa.
Rongga hidung memanjang dari nostril pada bagian depan apertura posterior
hidung, yang keluar ke nasofaring bagian belakang. Rongga hidung tersebut
ditutupi oleh membrane mukosa.
Faring atau tenggorokan adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan
hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region nasal,
oral, dan laring. Nasofaring terletak disebelah belakang rongga hidung,
dibawah dasar dari tengkorak dan disebelah depan vertebra servikalis ke 1
dan ke 2, nasofaring bagian depan keluar ke rongga hidung dan bagian
bawah keluar ke orofaring. Auditorius (tuba eutakhia) keluar kedinding
lateral nasofaring pada masing-masing sisinya. Tonsil orofaring merupakan
bantalan jaringan limfe pada dinding nasofaring posterior superior. Orofaring
merupakan sesuatu yang umum pada sistem pernafasan dan pencernaan
karena makanan masuk kedalam nya dari mulut dan udara masuk juga
kedalamnya dari nasofaring dan paru-paru.
b. Laring
Laring merupakan struktur yang lengkap dari kartilago kartilago tiroid
epiglottis kartilago krikoid dan dua buah kartilao arytenoid. Kartilago tiroid
terbesar pada trachea sebagian dari kartilago ini membentuk jakun.
Epiglottis, daun katup kartiolago yang menutupi ostium ke arah laring selama
menelan. Kartilago krikoid satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam
laring (terletak dibawah kartilago tiroid). Kartilago arytenoid (2 buah)
kartilago arytenoid; digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartiago
tiroid.
c. Trakhea
Trakhea merupakan tuba yang lentur atau fleksibel dengan panjang sekitar 10
cm dan lebar 2,5 cm. Trakhea menjalar dari kartilago krikoid ke bawah depan
leher dan kebelakang manubrium sternum, untuk berakhir pada sudut dekat
sternum. Dimana trakea tersebut berakhir dengan membagi kedalam bronkus
kanan dan kiri. Dileher trakea disilangi pada bagian depannya oleh istmus
dari kelenjar tiroid dan beberapa vena. Trakea terbentuk dari 16-20 helai
kartilago yang berbentuk C dihubungkan satu sama lainnya dengan jaringan
fibrosa. Dengan konstruksi yang demikian membuatnya tetap terbuka
bagaimanapun posisi dai kepala leher. Permukaan posterior trakea agak pipih
(karena cincin tulang rawan disitu tidak sempurna). Tempat dimana trakea
bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina.
Karena memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkopasme dan
batuk yang kuat jika dirangsang.
d. Bronkhulus
Terdapat beberapa devisi bronkhus didalam setiap lobus paru. Pertama
adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri).
Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segamental (10 pada paru kanan dan
8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi
drainase postural yang paling efektif untuk klien tertentu. Bronkus segmental
kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi
oleh jaringan ikat yang memilki arteri, limpatik dan saraf.
e. Bronkhiolus
Bronkhiolus membentuk percabangan menjadi bronkhiolus terminalis, yang
tidak mempunyai kelenjar lender dan silia. Bronkhiolus terminalis kemudian
menjadi bronkhiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional
antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik
ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam
percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini
dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkhiolus respiratori keudian
mengarah kedalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli.
Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi dalam alveoli
f. Alveolus
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam klaster
antara 15-20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka
bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi.
3. Etiologi
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat
ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan organisme.
Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi. Bakteria di
transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan
eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa
(Smeltzer & Bare, 2020). Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet dan jatuh ke tanah, lantai, atau
tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet
atau nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan
pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka
orang itu berpotensi terkena bakteri tuberkulosis.
4. Klasifikasi
Tuberkulosis paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam (2020), yaitu :
a. Pembagian secara patologis
1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis).
2) Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif, non
aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberkulosis minimal Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu
paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar tidak
lebih dari sepertiga bagian 1 paru.
3) Far advanced tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately
advanced tuberkulosis.
5. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan
merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu
yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel
Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal melibatkan makrofag
yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya Respon ini disebut
sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana
bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular
yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-
paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas
yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan
parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah
kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan
tersebar ke organ-organ tubuh (Smeltzer & Bare, 2020).
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise, sesak
nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi 2
bagian yaitu gejala sistemik dan respiratorik (Puspasari 2019) :
3) Sesak nafas
Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan Sesak nafas ditemukan jika
penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau karena
adanya hal lain seperti efusi pleura pneumothorax dan lain-lain.
4) Nyeri dada
Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan
berada pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat lain
seperti leher,abdomen dan punggung. Bersifat pluritik apabila nyeri yang
dirasakan akibat iritasi pleura parietalis yang terasa tajam seperti ditusuk-
tusuk pisau.
7. Komplikasi
Menurut Wahid & Imam (2020), dampak masalah yang sering terjadi pada TB paru
adalah:
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Notoatmodjo (2018), pemeriksaan penunjang tuberkulosis paru menjadi
tiga bagian, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang kontak erat
dengan penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin,
klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis
foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif,
diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes
tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok
populasi tertentu misalnya:
1) Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.
2) Penghuni rumah tahanan.
9. Pathway
Gambar 2.1 Pathway Tuberkulosis Paru (Wahid & Imam, 2020).
10. Penatalaksanaan
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT
b. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) .Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intesif dan lanjutan.
c. Tahap awal (Intensif)
1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
d. Tahap Lanjutan
1) Pada Tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
e. Jenis, Sifat dan Dosis OAT
Gambar 2.1 Jenis, Sifat dan Dosis OAT (Wahid & Imam, 2020).
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol
(Kemenkes RI, 2021).
DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas beberapa komponen, yaitu:
a. Data Pasien
Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai
dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal
didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari
kedalam rumah sangat minim. TB paru pada anak dapat terjadi pada usia
berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun. Anak-anak lebih
sering mengalami TB diluar paru-paru (extrapulmonary) disbanding TB paru
dengan perbandingan 3:1. TB diluar paru-paru adalah TB berat yang terutama
ditemukan pada usia <3 tahun.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam: subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul.
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering
sampai dengan atuk purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru-paru.
4) Keringat malam.
5) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
6) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
7) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian dada
pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi
yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit nampak bayangan hitam
dan diagfragma menonjol keatas.
8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit
ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan
penyakit infeksi menular.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
2) Berobat tetapi tidak sembuh.
3) Berobat tetapi tidak teratur.
4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru .
5) Daya tahan tubuh yang menurun.
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
7) Riwayat putus OAT.
d. Riwayat Kesehatan
Keluarga pasien ditemukan ada yang menderita TB paru. Biasanya ada keluarga
yang menderita penyakit keturunan seperti Hipertensi, Diabetes Melitus,
jantung dan lainnya.
e. Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.
3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.
4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
1) Riwayat pekerjaan
Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
2) Aspek psikososial
Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri,
biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan
dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya
yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak
bersemangat dan putus harapan.
g. Faktor Pendukung:
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan
tidur, kebersihan diri.
3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,
pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
h. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk TD : Normal ( kadang rendah
karena kurang istirahat) Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat
Pernafasan : biasanya nafas pasien meningkat (normal : 16- 20x/i) Suhu :
Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari. Suhumungkin tinggi atau
tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam.
1) Kepala
Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis,
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, hidung tidak sianosis, mukosa
bibir kering, biasanya adanya pergeseran trakea.
2) Thorak
Inspeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding dada,
biasanya pasien kesulitan saat inspirasi
Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah
Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak
Auskultasi : Biasanya terdapat bronki
3) Abdomen
Inspeksi : biasanya tampak simetris
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar
4) Ekremitas atas
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada
edema.
5) Ekremitas bawah
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada
edema.
i. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.
2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
3) Photo torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas;
pada kavitas bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak bayangan
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru
karena TB paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
j. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1) Pola aktivitas dan istirahat
Subyektif: rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak (nafas
pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Obyektif: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,
lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-41
o
C) hilang timbul.
2) Pola Nutrisi
Subyektif: anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Obyektif: turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan lemak sub
kutan.
3) Respirasi
Subyektif: batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada.
Obyektif: mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,
mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe,
terdengar bunyi ronkhi basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu
(penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak nafas,
pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura), perkusi pekak
dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
4) Rasa nyaman/nyeri
Subyektif: nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Obyektif: berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul
pleuritis.
5) Integritas Ego
Subyektif: faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak
ada harapan.
Obyektif: menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mokus dalam
jumlah berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, sekresi bertahan/sisa sekresi.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan,
keletihan otot pernapasan, penurunan ekspansi paru.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler, sekret kental, edema bronkhial.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera.
f. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit.
g. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi.
h. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
i. Resiko perdarahan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
kewaspadaan perdarahan.
j. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
k. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
l. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, infeksi/
kontaminan interpersonal, ancaman pada konsep diri.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Latihan Batuk Efektif
bersihan jalan napas keperawatan selama 3x24 jam
berhubungan dengan diharapkan bersihan jalan nafas Observasi :
mokus dalam jumlah meningkat, dengan kriteria hasil: a. Identifikasi kemampuan
berlebihan, eksudat a. Batuk efektif meningkat. batuk.
dalam jalan alveoli, b. Produksi sputummenurun. b. Monitor adanya retensi
sekresi bertahan/sisa c. Frekuensi nafas membaik. sputum.
sekresi. d. Pola nafas membaik c. Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran nafas.
d. Monitor intake dan
ouput cairan.
Terapeutik :
a. Atur posisi semi fowler.
b. Pasang perlak atau
bengkok dipangkuan
pasien.
c. Buang sekret pada
tempat sputum.
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif.
b. Anjurkan tarik nafas
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2
detik, kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8
detik.
c. Anjurkan mengulangi
tarik nafas dalam selama
3 kali.
d. Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setalah
tarik nafas yang ke-3
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian obat.
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan Manejemen Jalan Nafas
nafas berhubungan keperawatan selama 3x24 jam
dengan hiperventilasi, diharapkan tingkat pola nafas Observasi :
keletihan, keletihan otot membaik dengan kriteria hasil: a. Monitor pola nafas
pernapasan, penurunan a. Sesak menurun. (frekuensi, kedalaman,
ekspansi paru. b. Penggunaan otot bantu nafas. usaha nafas).
c. Frekuensi nafas membaik. b. Monitor bunyi nafas
d. Kedalaman nafas membaik. tambahan.
c. Monitor sputum.
Terapeutuik :
a. Pertahankan kepatean
jalan nafas.
b. Posisikan semi fowler.
c. Berikan minum hangat.
d. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu.
e. Lakukan pengisapan
lendir kyrang dari 15
detik.
f. Berikan oksigen.
Edukasi:
a. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari.
b. Ajarkan teknik batuk
efektif.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodolator, ekpektoran,
mukolitik.
3. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen
gas berhubungan keperawatan selama 3x24 jam
dengan perubahan diharapkan Pertukaran Gas Observasi:
membran alveolar- membaik dengan kriteria hasil: a. Monitor kecepatan aliran
kapiler, sekret kental, a. Bunyi nafas dari menurun oksigen.
edema bronkhial. menjadi meningkat. b. Monitor posisi alat terapi
b. Nafas cuping hidung dari oksigen.
menurun menjadi meningkat. c. Monitor kemampuan
c. Pola nafas dari memburuk melepaskan oksigen saat
menjadi membaik. makan.
Terapeutik:
a. Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan
trakea.
b. Pertahankan kepatenan
jalan nafas.
c. Berikan oksigen
tambahan jika perlu
Edukasi:
a. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi:
Kolaborasi pemantauan
oksigen.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana
tindakan keperawatan yang telah dibuat. Dalam melaksanakan rencana tersebut
harus diperlukan kerja sama dengan tim kesehatan yang lain, keluarga dan klien
sendiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi
kebutuhan klien. Pada klien dengan Tuberkulosis paru dapat dinilai hasil perawatan
dengan melihat catatan perkembangan, hasil pemeriksaan klien, melihat langsung
keadaan dan keluhan klien yang timbul sebagai masalah berat. Evaluasi harus
berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
1. Pengkajian Keperawatan
ASESMEN PERAWAT
No RM : 318941
Agama : Islam
Suku : Sunda
No Telepon : 081292984516
Batuk berdahak satu minggu, nafsu makan menurun, demam turun naik, nyeri
ulu hati, mual.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tanda Vital :
Nutrisi :
BB : 55 kg TB : 155 cm IMT : 20
Kebidanan
Riwayat Menstruasi
Siklus menstruasi : √ Teratur □ Tidak teratur Riwayat KB : □ Ada √ Tidak ada
Umur menarche : 15 tahun Metode KB : tidak ada
Lama haid : 7-8 hari Lama pemakaian : tidak ada
Jumlah darah haid : 3x ganti pembalut/hari
Kulit
Normal Merah Sianosis Ikterik
Pucat Panas Dehidrasi Berkeringat
Pengkajian 0 1 2 Skor
Face/ Wajah Senyum/ tidak ada Terkadang Sering menggetarkan dagu dan -
ekspresi khusus meringis/ mengatupkan rahang
menarik diri
Leg/ Kaki Gerakan normal/ Tidak tenang/ Kaki menendang-nendang, -
relaksasi tegang menarik diri
Activity/ Aktifitas Tidur, posisi normal, Gerakan Melengkungkan punggung/ kaku/ -
mudah bergerak menggeliat, menghentak
berguling, kaku
Cry/ Menangis Tidak menangis Mengerang, Menangis terus-menerus, terisak, -
(bangun/ tidur) merengek-rengek menjerit
Consolabillity/ Bersuara normal, tenang Tenang bila Sulit ditenangkan/ dihibur -
Dihibur dipeluk,
digendong atau
diajak bicara
Total (Tidak
KET Dikaji)
0 = Nyaman, 1-3 = Nyeri Ringan, 4-6 = Nyeri Sedang, 7-10 = Nyeri Berat
Asesmen Nyeri
Skala nyeri : □ 0 = Nyaman √ 1-3 = Nyeri Ringan
□ 4-6 = Nyeri Sedang □ 7-10 = Nyeri Berat
Waktu Onset : Saat tidur terlentang
Lokasi : Ulu hati
Frekuensi : Hilang timbul
Kualitas Nyeri : √ Nyeri □ Tumpul □ Tajam □ Menusuk
□ Kram □ Tekan □ Terbakar □ dll...........
Faktor Pemberat : □ Cahaya √ Gerakan □ Emosi □ dll..........
Faktor Peringan : □ Cahaya √ Gerakan □ Emosi √ Posisi Semi Fowler
Obat-obatan yang dikonsumsi : Tidak ada
Efek Nyeri : □ Emosi √ Mual/ Muntah □ Aktifitas □ Nafsu Makan
√ Tidur
Intervensi : Ajarkan relaksasi nafas dalam
Orientasi
Perencanaan Risiko Bunuh Diri & Kekerasan Fisik Perencanaan Risiko Melarikan Diri
Skoring Risiko Perencanaan Skoring Risiko Perencanaan
0/0 Rendah 1. Rawat jalan dan pemberian 0 Rendah 1. Rawat jalan dan
terapi pemberian terapi
2. Mengedukasi untuk 2. Mengedukasi untuk
mengenali tanda-tanda mengenali tanda-tanda
perburukan dan segera perburukan dan segera
datang untuk kontrol ulang datang untuk kontrol ulang
3. psikoterapi 3. psikoterapi
Sedang Pertimbangkan rawat inap Sedang 1. Pertimbangkan rawat inap
dengan mempertimbangkan dengan
faktor risiko : tinggal sendiri, mempertimbangkan faktor
adanya riwayat suciade/ risiko : tinggal sendiri,
kekerasan sebelumnya adanya riwayat suciade/
kekerasan sebelumnya
2. Pemakaian restraint
Tinggi Sangat direkomendasikan untuk Tinggi 1. Sangat direkomendasikan
rawat inap rawat inap
2. Ruang isolasi
3. Pemakaian restrain
4. Obserbasi ketat
Hasil Asesmen Pasien : □ Risiko Bunuh Diri □ Risiko Kekerasan Fisik □ Risiko Melarikan Diri
Diagnosa Keperawatan
Nama & Paraf Perawat
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
2. Nyeri Akut
3. Defisit Nutrisi
Sita
4. Ansietas
2. Diagnosa Keperawatan
N Hari/Tgl/Jam Symtoms Etiologi Problem
o
1. Sabtu, 04/03/23 S: Hipersekresi jalan Bersihan jalan nafas tidak
Jam 10:00 - Pasien mengatakan batuk nafas efektif
sudah satu minggu
- Batuk berdahak
- Dahak terkadang sulit
dikeluarkan
- Pasien mengatakan sedikit
sesak nafas
O:
- K/u tss, kesadaran
composmentis, GCS 15
(E4M6V5)
- IV line Dex 5% : RL (1:1) / 12
jam
- Pasien tampak batuk
- Pasien terlihat sulit
mengeluarkan dahak
- Suara nafas : ronchi
- Batuk tidak efektif
- Obs TTV :
TD : 120/82 mmHg
HR : 89 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,8oC
SPO2 : 95%
- Skor EWS : 1 (hijau)
- Skala Morse : 35
- Risiko jatuh rendah
- Terpasang gelang identitas
- Hasil pemeriksaan rontgen
thorax 04/03/23 :
Pneumonia dextra dd massa
Bronkopneumonia dd TB
duplex
2. Sabtu, 04/03/23 S: Agen pencedera Nyeri akut
Jam 10:00 - Pasien mengatakan nyeri ulu fisiologis (inflamasi
hati gaster)
- Nyeri terasa hilang timbul
- Nyeri terasa ketika posisi tidur
terlentang
- Pasien mengatakan ketika
nyeri sulit tidur
O:
- K/u tss, kesadaran
composmentis, GCS 15
(E4M6V5)
- IV line Dex 5% : RL (1:1) / 12
jam
- Skala nyeri 3
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak memegangi
lokasi nyeri
- Pasien tampak mencari posisi
tidur yang nyaman
- Obs TTV :
TD : 120/82 mmHg
HR : 89 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,8oC
SPO2 : 95%
- Skor EWS : 1 (hijau)
- Skala Morse : 35
- Risiko jatuh rendah
- Terpasang gelang identitas
3. Sabtu, 04/03/23 S: Ketidakmampuan Defisit nutrisi
Jam 10:00 - Pasien mengatakan mual menelan makan (mual,
- Pasien mengatakan nafsu nyeri abdomen, nafsu
makan menurun makan menurun)
- Pasien mengatakan dalam 6
bulan terakhir berat badan
turun ± 1-5 kg
O:
- K/u tss, kesadaran
composmentis, GCS 15
(E4M6V5)
- IV line Dex 5% : RL (1:1) / 12
jam
- Makan habis ¼ porsi
- Obs TTV :
TD : 120/82 mmHg
HR : 89 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,8oC
SPO2 : 95%
- Skor EWS : 1 (hijau)
- Skala Morse : 35
- Risiko jatuh rendah
- Terpasang gelang identitas
- Hasil pemeriksaan
laboratorium 04/03/23 :
Glukosa darah sewaktu : 77
mg/dl (<200)
Kreatinin darah 0,99 mg/dl
(0,35-0,93)
4. Sabtu, 04/03/23 S: Kurang terpapar Ansietas
Jam 10:00 - Pasien mengatakan khawatir informasi
dengan penyakitnya
O:
- Pasien tampak gelisah
- Pasien selalu bertanya-tanya
tentang penyakitnya
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi gaster)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan makan (mual,
nyeri abdomen, nafsu makan menurun)
4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3. Intervensi Keperawatan
Standar Diagnosis Standar Intervensi
No Tgl/ Standar Luaran Keperawatan
Keperawatan Keperawatan Indonesia
DX Jam Indonesia (SLKI)
Indonesia (SDKI) (SIKI)
1. 04/03/ Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Latian batuk efektif
23 nafas tidak efektif keperawatan selama 3x24 jam,
Jam berhubungan diharapkan masalah keperawatan Observasi
10:00 dengan hipersekresi Bersihan jalan nafas tidak efektif - Identifikasi kemampuan
jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi batuk
jalan nafas dapat teratasi, dengan - Monitor tanda gejala
kriteria hasil : infeksi saluran nafas
a. Bersihan jalan nafas - Monitor input dan output
- Batuk efektif, dari cukup cairan (mis, jumlah dan
menurun (2) meningkat karakteristik)
menjadi cukup meningkat (4).
- Produksi sputum, dari Terapeutik
meningkat (1) menjadi cukup - Atur posisi semi fowler
menurun (4). atau fowler
- Dispnea, dari sedang (3), - Pasang perlak dan
menjadi cukup membaik (4). bengkok dipangkuan
- Frekuensi nafas, dari sedang pasien
(3) menjadi membaik (5). - Buang sekret pada tempat
- Pola nafas, dari sedang (3) sputum
menjadi membaik (5).
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8
detik
- Anjurkan mengulangi
nafas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tarik nafas dalam yang ke
3
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter
pemberian mukolitik, jika
perlu
Terapi oksigen
Observasi
- Monitor kecepatan aliran
oksigen
- Monitor posisi alat terapi
oksigen
- Monitor aliran oksigen
secara periodik dan
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
- Monitor kemampuan
melepas oksigen saat
makan
Terapeutik
- Bersihkan sekret pada
mulut, hidung, trakhea
jika perlu
- Pertahankan kepatenan
jalan nafas
- Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
Edukasi
- Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
2. 04/03/ Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
23 berhubungan keperawatan selama 3x24 jam,
Jam dengan agen diharapkan Nyeri akut berhubungan Observasi
10:00 pencedera fisiologis dengan agen pencedera fisiologis - Identifikasi lokasi,
(inflamasi gaster) (inflamasi gaster) dapat teratasi karakteristik durasi,
dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
a. Tingkat nyeri intensitas nyeri
- Keluhan nyeri, dari cukup - Identifikasi skala nyeri
meningkat (3) menjadi cukup - Identifikasi respon non
menurun (4). verbal
- Meringis, dari cukup meningkat - Identifikasi faktor yang
(3) menjadi cukup menurun (4). memperberat dan
- Gelisah, dari cukup meningkat memperingan nyeri
(3) menjadi cukup menurun (4).
- Kesulitan tidur, dari cukup Terapeutik
meningkat (3) menjadi cukup - Berikan teknik
menurun (4). nonfarmakologis untuk
- Nafsu makan, dari cukup mengurangi rasa nyeri
memburuk (2) menjadi cukup (misal: hipnosis,
membaik (4). akupresur, terapi musik,
terapi pijat, aromaterapi,
b.Kontrol nyeri relaksasi nafas
- Melaporkan nyeri terkontrol, dalam,kompres hanga/
dari cukup menurun (2) menjadi dingin)
cukup meningkat (4). - Kontrol lingkungan yang
- Kemampuan menggunakan memperberat rasa nyeri
teknik non-farmakologis, dari (misal: suhu ruangan,
cukup menurun (2) menjadi pencahayaan, kebisingan)
cukup meningkat (4). - Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(misal: pereda nyeri,
antiemetik) jika perlu
4. 04/04/ Ansietas Setelah dilakukan tindakan Terapi rileksasi
23 berhubungan keperawatan seama 3x24 jam,
Jam dengan kurang diharapkan masalah keperawatan Observasi
10:00 terpapar informasi Ansietas berhubungan dengan - Identifikasi teknik
kurang terpapar informasi dapat relaksasi yang pernah
teratasi dengan kriteria hasil : efekif digunakan
a. Tingkat ansietas - Monitor respons terhadap
- Verbalisasi khawatir akibat terapi relaksasi
kondisi yang dihadapi, dari
cukup meningkat (3) menjadi Terapeutik
cukup menurun (4). - Ciptakan lingkungan
- Perilaku gelisah, dari cukup tenang tanpa gangguan
meningkat (3) menjadi cukup dengan pencahayaan dan
menurun (4). suhu ruang yang nyaman
- Keluhan pusing, dari cukup - Berikan informasi tertulis
meningkat (3) menjadi cukup tentang persiapan dan
menurun (4). prosedur teknik relaksasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia
(misal: musik, meditasi,
nafas dalam, relaksasi
otor progresif)
- Anjurkan posisi nyaman
- Anjurkan sering
mengulangi teknik
relaksasi
- Beri informasi tentang
penyakit yang diderita
- Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (misal:
napas dalam, peregangan,
atau imajinasi
terbimbing)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan hari ke 1
No
Tgl/Jam Implementasi Keperawatan Respon Hasil TTD/Nama
DX
1. 04/03/23 Mengidentifikasi kemampuan batuk S : Pasien belum bisa melakukan
Jam 10:15 batuk efektif
O:-
Mengatur posisi semifowler S : Pasien nyaman dengan posisi
semifowler
O : Pasien tampak nyaman
Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk S :Pasien paham dengan
efektif penjelasan yang diberikan
O:-
Menganjurkan pasien minum air hangat S:
dan mengulangi batuk efektif secara O : Pasien dapat melakukan batuk
mandiri efektif dengan mandiri, sputum Sita
dapat dikeluarkan walaupun
sedikit
No
Tgl/Jam Implementasi Keperawatan Respon Hasil TTD/Nama
DX
1. 05/03/23 Mengidentifikasi kemampuan batuk S:-
Jam 10:00 O : Pasien sudah bisa melakukan
batuk efektif sendiri
Mengatur posisi semifowler S : Pasien nyaman dengan posisi
semifowler
O : Pasien tampak nyaman
Menganjurkan pasien minum air hangat S:
dan mengulangi batuk efektif secara O : Pasien dapat melakukan batuk
mandiri efektif dengan mandiri, sputum
sudah dapat dikeluarkan untuk
Sita
pemeriksaan TCM
5. Evaluasi Keperawatan
No Hari/Tgl/Jam Evaluasi TTD/Nama
1. Hari ke 1 S: Sita
04/03/23 - Pasien belum bisa melakukan batuk efektif
Jam 14:00 - Pasien nyaman dengan posisi semifowler
- Pasien paham dengan penjelasan yang diberikan untuk batuk
efektif dan relaksasi nafas dalam
- Batuk masih dirasakan
- Pasien mengatakan sesak nafas masih terasa
- Nyeri dirasakan di ulu hati, hilang timbul, nyeri sering
dirasakan sepanjang hari
- Skala nyeri 3
- Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan
- Pasien mengatakan makan tidak habis, mual masih terasa
- Pasien mengerti akan penjelasan yang telah diberikan, dan
merasa khawatir berkurang
O:
- K/u tss, kesadaran composmentis, GCS 15 (E4M6V5)
- IV line Dex 5% : RL (1:1) / 12 jam
- Pasien tampak nyaman dengan posisi semifowler
- Pasien dapat melakukan batuk efektif dengan mandiri, sputum
dapat dikeluarkan walaupun sedikit
- Pasien habis makan ¼ porsi
- Obs TTV :
TD : 120/80 mmHg
HR : 86x/menit
RR 22x/menit
S : 36,5oC
SPO2 : 97%
- Skor ews : 0 (hijau)
- Skala morse = 35
- Risiko jatuh rendah
- Terpasang gelang identitas
A:
Masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif, nyeri akut,
defisit nutrisi dan ansietas belum teratasi
P:
- Obs TTV, k/u, intake output
- Pemeriksaan GDS / 24 jam
- Cek TCM
2. Hari ke 2 S: Sita
05/04/23 - Pasien sudah bisa melakukan batuk efektif sendiri
Jam 14:00 - Pasien nyaman dengan posisi semifowler
- Batuk masih dirasakan
- Pasien mengatakan sesak nafas berkurang
- Nyeri dirasakan di ulu hati, hilang timbul, nyeri sering
dirasakan sepanjang hari, nyeri sudah jarang dirasakan
- Skala nyeri 2
- Pasien mengatakan makan habis ½ porsi, mual sudah lebih
baik
- Pasien mengatakan akan berfikiran yang positif untuk cepat
sembuh
O:
- K/u tss, kesadaran composmentis, GCS 15 (E4M6V5)
- IV line Dex 5% : RL (1:1) / 12 jam
- Pasien tampak nyaman dan rileks
- Pasien dapat melakukan batuk efektif dengan mandiri, sputum
sudah dapat dikeluarkan untuk pemeriksaan TCM
- Pasien habis makan ½ porsi
- Obs TTV :
TD : 126/84 mmHg
HR : 80x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5oC
SPO2 : 99%
- Skor ews : 0 (hijau)
- Skala morse = 35
- Risiko jatuh rendah
- Terpasang gelang identitas
- Hasil pemeriksaan GDS 92 mg/dl (<200)
A:
Masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif, nyeri akut,
defisit nutrisi, dan ansietas teratasi sebagian
P:
- Obs TTV, k/u, intake output
- Cek elektrolit, GDS / 24 jam
- Cek TCM, bahan (-)
3. Hari ke 3 S:
06/03/23 - K/u tss, kesadaran composmentis, GCS 15 (E4M6V5)
Jam 14:00 - IV line Dex 5% : RL (1:1) / 12 jam
- Batuk sudah lebih baik
- Sputum sudah terkumpul untuk pemeriksaan TCM
- Pasien mengatakan sesak sudah tidak dirasakan, oksigen yang
digunakan sudah di lepas pasang
- Nyeri sudah jarang dirasakan, skala nyeri 0
- Pasien mengatakan makan habis ¾ porsi, mual sudah lebih
baik
O:
- Pasien dapat melakukan batuk efektif dengan mandiri, sputum
sudah cukup terkumpul untuk pemeriksaan TCM
- Pasien habis makan ¾ porsi
- Obs TTV :
Sita
TD : 121/86 mmHg
HR : 80x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5oC
SPO2 : 99%
- Skor ews : 0 (hijau)
- Skala morse = 35
- Risiko jatuh rendah
- Terpasang gelang identitas
- Hasil pemeriksaan laboratorium:
Glukosa darah sewaktu : 99 mg/dl (<200)
Kalium : 3,3 mmol/L (3,5-5,0)
P:
BLPL
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
References
BPS. (2018). Jumlah kasus penyakit menurut kabupaten/kota dan jenis penyakit di Provinsi Jawa
Barat. Diambil kembali dari https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/960
Dinas Kesehatan Kota Depok. (2021). Profil kesehatan Kota Depok tahun 2020. Diambil kembali dari
https://dinkes.jabarprov.go.id/informasipublik
Notoatmodjo. (2018). Promosi kesehatan teori dan aplikasinya: Edisi revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Puspasari. (2019). Asuhan keperawatan pada pasien gangguan pernafasan. Yogyakarta: Pustaka
Baru.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2020). Medical surgical nursing. Washington D.C: LWW.
Wahid, & Imam. (2020). Asuhan keperawatan pada gangguan sistem pernafasan. Jakarta: CV Trans
Info Media.
Yin. (2018). Studi kasus desain dan metode tuberkulosis. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
(WHO, 2022)
LAMPIRAN