OLEH:
Budhi Setiawan
18010010
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan
serius di negara maju maupun berkembang termasuk di Indonesia baik dari segi
morbiditas maupun mortalitas. Hingga sampai saat ini, belum ada negara yang
terbebas dari TB. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang telah lama
dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia
(Saptawati, et al, 2012).
Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Berbagai
upaya pengendalian telah dilakukan, insidens dan kematian akibat tuberkulosis.
Menurut WHO India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita
tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10% dan 10% dari seluruh
penderita di dunia (Global Tuberculosis Report, 2015).
Centres for Desease Control (CDC) melaporkan pada tahun 2015, dalam
laporan District of Columbia terdapat 9.557 kasus TB Paru, meningkat 1,6%
tahun 2014 di Dunia. Dua puluh tujuh negara bagian di dunia dilaporkan
peningkatan jumlah kasus TB paru dari tahun 2014, dan empat negara (California,
Texas, New York, dan Florida) menyumbang 50,6% penderita TB paru dari total
kasus nasional di Amerika Serikat. Tahun 2013, kejadian TB paru terus secara
bertahap menurun antara orang kulit hitam non Hispanik atau Afrika Amerika (-
6,4%), kulit putih non-Hispanik (-12,1%), dan Hispanik atau Latin (-4,0%).
Sementara kejadian TB paru tingkat Asia juga menurun 2013-2015 (-
1,0%), pada tahun 2015 tingkat kejadian TB secara keseluruhan untuk Asia
selama tiga kali lebih tinggi. Angka prevalensi TB paru di Indonesia pada tahun
2014 menjadi sebesar 647 orang dari
100.000 penduduk. Angka penderita TB paru ini meningkat dari tahun 2013,
penderita TB paru pada tahun 2013 yang berjumlah 272 dari 100.000 penduduk.
[WHO, 2015].
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Manado tahun 2017
prevalensi pasien TB Paru di kota Manado pada tahun 2016 sejumlah 981 pasien.
sedangkan pada tahun 2017 sejumlah 990 pasien. Hal ini menunjukan masalah
TB Paru masih menjadi masalah yang serius di Kota Manado. Untuk pencegahan
penyakit merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Upaya
pencegahan penyakit tuberkulosis bertujuan untuk menurunkan angka kematian
yang disebabkan oleh penyakit tuberkulosis, sehingga membutuhkan peran
perawat. Peran perawat dalam upaya memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif khususnya pada pasien TB Paru (Irman, 2012). Berdasarkan
penjelasan diatas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Tuberkulosis Paru”.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan karya tulis ilmiah ini adalah asuhan keperawatan
pada pasien dengan tuberculosis paru dangan melakukan proses pengkajian,
diagnosis keperawatan, intervensi,implementasi, dan evaluasi.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut: .
1.Tujuan Umum
Tujuan Umum penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk melakukan Asuhan
Keperawatan Pada pasien dengan Tuberkulosis Paru
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan karya ilmiah ini adalah
a. Diterapkanya proses keperawatan secara sistematis yang meliputi
pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi, melalui asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn.
dengan Tuberkulosis Paru
b. Diketahui adanya kesenjangan antara teori dan praktik dalam pemberian
asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis Paru
c. Diketahui adanya faktor penunjang dan faktor penghambat dalam
pemerian asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberklosis Paru
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ada dua yaitu:
1. Pasien dan Keluarga
Untuk menambah wawasan pasien dan keluarga dalam perawatan pasien
dengan Tuberkulosis Paru
2. Rumah Sakit
Untuk bahan masukan yang dapat dimanfaatkan oleh perawat terutama dalam
melaksanakan asuhan keperawatan khususnya pada pasien Tuberkulosis Paru
dalam rangka meningkatkan kualitas asuhan keperawatan untuk menambah
wawasan dan pengetahuan dalam memberikan pelayanan asuhan
keperawatan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai masukan yang dapat dijadikan bahan bacaan yang bermanfaat untuk
peserta didik lainnya sehingga dapat dijadikan pustaka ilmiah yang membantu
dalam proses pembelajaran.
4. Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan Tuberkulosis Paru dan menerapkan ilmu yang telah
diperoleh dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Tuberkulosis
Paru
E. Metode Penulisan
Metode yang dilakukan adalah teknik pengumpulan data yaitu:
1. Wawancara
Wawancara yang akan dilakukan pada pasien, keluarga dan perawat-perawat
ruangan.
2. Observasi
Observasi yang akan dilakukan ada pasien mulai dengan mengadakan
pengamatan secara langsung
3. Pemeriksaan fisik
Dilakukan kepada pasien secara head to toe, dengan menggunakan teknik
inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
4. Dokumentasi
Pengumpulan data-data yang berhubungan dengan kasus yang didapat dari
status pasien dan catatan medik yang ada di ruangan
5. Kepustakaan
Mengumpulkan data atau informasi dari literatur-literatur atau buku yang
berhubungan dengan asuhan keperawatan Tuberkulosis Paru.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari 5 (lima) bab yaitu:
BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, ruang lingkup,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan
BAB II : Tinjauan teoritis yang meliputi pengertian, klasifikasi,
anatomifisiologi, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksanaan,
penyimpagan kebutuhan dasar manusia, konsep asuhan
keperawatan
BABIII : Tinjawan kasus yang meliputi pengkajian, klasifikasi data,
rumus diagnosis keperawatan, care plan dan catatan
perkembangan
BAB IV : Pembahasan yang meliputi pengkajian, kesenjangan antara
diagnosis keperawatan teoritis dengan diagnosis
keperawatan aktual, perencanaan, pelaksanana /
implementasi dan evaluasi
BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang
sebagian besar disebabkan oleh bacteri mycobacterium tuberculosis.
Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui uara yang
dihirup ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lain melalui system peredaran darah, system saluran limfe,
mealui saluran pernapasan (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya (Notoatmojo, 2011).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh"Mycobacterium tuberculosis".kuman ini dapat menyerang semua
bagian tubuh manusia, dan yang paling sering terkena adalah organ paru
(Wahid, 2013).
B. Klasifikasi
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam [2013] :
1. Pembagian secara patologis
a. Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
b. Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
2. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif,
non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
a. Tuberkulosis minimal Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas
pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi
satu lobus paru.
b. Moderately advanced tuberculosis
C. Anatomi Fisiologi
D. Etiologi
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit
/penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering
terjadipada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan
Kelainan metabolikdalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang
kurang dari ginjal.
E. Patofisiologi
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan
berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat
adalah produk akhir metabolisme purin. Secara normal, metabolisme purin
menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut:
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalurde novodan jalur penghematan
(salvage pathway).
1) Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui
prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah
melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam
guanilat, asam adenilat).
Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan
terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-
fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase
(amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh
nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah
pembentukan yang berlebihan.
2) Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa
purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini
tidak melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas
(adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk
prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua
enzim: hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin
fosforibosiltransferase (APRT).
Asam urat yang terbentukdari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara
bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil
asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan
dikeluarkan melalui urinPada penyakit gout athritis, terjadi sekresi asam urat
berlebihan atau defek renal yang menyebabkan penurunan ekskresi asam urat,
atau kombinasi keduanya. (Brunner & Suddarth, 2015).
F. Manifestasi Klinis
Manisfestasi sindrom gout mencakup artiritis gout yang akut (serangan
rekuren inflamasi artikuler dan periartikuler yang berat), tofus (endapan kristal
yang menumpuk dalam jaringan aritukuler,jaringan oseus,jaringan lunak,serta
kartilago),nefropati gout (gangguan ginjal) dan pembentukan assam urat dalam
traktus urunarus.
Ada empat stadium penyakit gout yang di kenali :
1) Hiperutisemia asimtomatik
2) Artiritis gout yang kronis
3) Gout interkritikal
4) Gout tofaseus yang kronik
Biasanya, serangan gout pertama hanya menyerang satu sendi dan
berlangsung selama beberapa hari. Kemudian, gejalanya menghilang secara
bertahap, di mana sendi kembali berfungsi dan tidak muncul gejala hingga
terjadi serangan berikutnya. Namun, Tuberkulosis Paru cenderung akan
semakin memburuk, dan serangan yang tidak diobati akan berlangsung
lebih lama, lebih sering, dan menyerang beberapa sendi. Alhasil sendi yang
terserang bisa mengalami kerusakan permanen.
Lazimnya, serangan Tuberkulosis Paru terjadi di kaki
(monoarthritis). Namun. 3-14% serangan juga bisa terjadi di banyak sendi
(poliarthritis). Biasanya, urutan sendi yang terkena serangan Tuberkulosis
Paru (poliarthritis) berulang adalah ibu jari kaki, sendi kaki belakang,
pergelangan tanggan, lutut, dan bursa olekranon pada siku.
Sendi yang terserang Tuberkulosis Paru akan membengkak dan kulit
di atasnya akan berwarnah merah atau keunguan, kencang dan licin, serta
terasa hangat dan nyeri jika digerakan, dan muncul benjolan pada sendi
(yang disebut tofus). Jika sudah agak lama (hari kelima), kulit diatasnya
akan berwarnah merah kusam dan terkelupas (deskuamasi). Gejala lainya
adalah muncul tofus di helix telinga/pinggiran sendi/ tendon.
Pengendapan kristal urat di dalam sendi dan tendon terus berlanjut
dan menyebabkan kerusakan yang akan membatasi pergerakan sendi.
Benjolan kristal dari kristal urat (tofi) diedapkan dibawah kulit disekitar
sendi. Tofi juga bisa berbentuk di dalam ginjal dan organ tubuh lainya, di
bawah kulit telinga atau di sekitar siku. Jika tidak di obati, tofi pada tangan
dan kaki bisa pecah dan mengeluarkan massa kristal yang menyerupai
kapur (Iskandar Junaidi, 2012).
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kowalak, dkk (2012), penegakan diagnosis Tuberkulosis Paru antara
lain :
1. Kristal monosodium urat yang mirip jarum dalam cairan sinovial (yang
terlihat melalui aspirasi jarum suntik)
2. Hiperurisemia (kadar asam urat yang lebih dari 420 mmol kreatinin)
3. Kenaikan kadar asam urat dalam ureni 24 jam (biasanya lebih tinggi pada gout
sekunder dibandingkan pada gout primer)
4. Foto rontgen pada awalnya tampak normal, pada penyakit gou arthritis yang
kronis, foto rontgen memperlihatkan kerusakan pada kartilago sendi dan
tulang subkondrium. Pergeseran keluar bagian tepi yang bergantung dari
kontur tulang merupakan ciri khas penyakit Tuberkulosis Paru.
H. Komplikasi
Asam urat dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit ginjal. Tiga
komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut dan
kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan gout
primer. Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang basa.
Sebaliknya, pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan
mengendap dan terbentuk batu.Gout dapat merusak ginjal sehingga pembuangan
asam urat akan bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai
hasil dari penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi tumor.
Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan asam urat pada duktus
koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Penumpukan jangka
panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik
(Kowalak dkk,2012).
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan goutarthritis: (Brunner & Suddarth, 2015).
1. Penatalaksanaan medis
a. Kolkisin (oral parenteal), NSAID seperti indomerasin, atau kortikosteroid
diresepkan untuk meredakan serangan Tuberkulosis Paru akut
b. Hiperurisemia, tofi, penghancuran sendi, dan masalah ginjal diterapi
setelah proses inflamasi akut redah.
c. Agnes urikosurik, seperti probenesid, memperbaiki hiperurisemia dan
melarutkan deposit urat.
d. Allopurinol efektif ketika beresiko terjadi insufisiensi ginjal atau batu
ginjal.
e. Kortikosteroid dapat digunakan pada pasien yang tidak berespon terhadap
terapi lain.
f. Terapi profilaksis dipertimbangkan jika pasien mengalami beberapa
episode akut atau terjadi pembentukan tofi.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Dorong pasien untuk membatasi konsumsi makanan tinggi purin, terutama
daging organ (jeroan), dan membatasi asupan alkohol. Dorong pasien untuk
mempertahankan berat tubuh normal. Upaya ini dapat membantu mencegah
episode Tuberkulosis Paru yang nyeri.
Pada episode Tuberkulosis Paru akut, penatalaksanaan nyeri sangat penting.
Tinjaumedikasi bersama pasien dan keluarga. Tekankan pentingnya men
medikasi untuk mempertahankan efektivitas.
d d d d
O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nyeri berat
Nyeri Nyeri Nyeri
Tidak tidak
Ringan Sedang berat
Nyeri terkontrol
terkontrol
Gambar.1 Skala Nyeri
https://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pemeriksan-dan-penilaian-nyeri.pdf.
Keterangan :
0 : Tidak ada nyeri
1,2,3 : Nyeri ringan
4,5,6 : Nyeri sedang
7,8,9 : Nyeri berat terkontrol
10 : Nyeri berat tidak terkontrol
e) Time:berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum
mencangkup awal gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
Penting ditanya berapa lama pemakaian obat analgetik, Alopurinol.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung
terjadinya Tuberkulosis Paru (misalnya: penyakit gagal ginjal kronis,
leukimia, hiperparatiroidisme). Misalnya lain yang perlu ditanyakan
adalah pernahkah pasien dirawat dengan masalah yang sama. Kaji adanya
pemakaian alkohol yang berlebihan, penggunaan obat diuretik.
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adakah keluarga dari generasi tedahulu yang mempunyai keluhan
sama dengan pasien karena Tuberkulosis Paru dipengaruhi oleh faktor
genetik. Ada produksi/seekresi asam urat yang berlebihan dan tidak
diketahui penyebabnya.
f. Riwayat psikososial
Kaji respon emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
pasien dalam keluarga dan masyarakat. Respon yang didapat meliputi
adanya kecemasan individu dengan rentang variasi tingkat kecemasan
yang berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri,
hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri, dan ketidaktahuan akan
program pengobatan dan prognosis penyakit dan peningkatan asam urat
pada sirkulasi. Adanya perubahan peran dalam keluarga akibat adanya
nyeri dan hambatan mobilitas fisik memberi respon terhadap konsep diri
yang maladaktif.
g. Pemeriksaan fisik.
Dibagi menjadi beberapa yaitu:
a. B1 (breathing): inspeksi: bila tidak melibatkan sistem pernapasan,
biasanya ditemukan kesimetrisan rongga dada, pasien tidak sesak
nafas, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan. Palpasi: taktil
fremitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi:suara respon pada seluruh
lapang perut. Auskultasi: suara napas hilang / melemah pada sisi yang
sakit, biasanya didapatkan suara ronki.
b. B2 (blood): pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering ditemukan
keringat dingin dan pusing karena nyeri,
c. B3 (brain): kesadaran biasanya kompos mentis:
a) Kepala dan wajah: ada sianosis
b) Mata : sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva anemis pada
kasusu efusi pleura hemoragi kronis.
c) Leher : biasanya Jugular Venous Pressure (JVP) dalam batas
normal
d. B4 (bladder): produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak
ada keluhan pada sistem perkemihan, kecual penyakit Tuberkulosis
Paru sudah mengalami komplikasi ke ginjal berupa pielonefritis, batu
asam urat, dan gagal ginjal kronis yang akan menimbulkan perubahan
fungsi pada sistem ini.
e. B5 (bowel) : kebutuhan eliminasi pada kasus Tuberkulosis Paru tidak
ada ganguan, tetapi tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna,
serta bau feses. Selain itu, perlu dikaji frekuensi, kepekatan, warna,
bau, dan jumlah urien. Pasien biasanya mual, mengalami nyeri
lambung, dan tidak nafsu makan, terutama pasien yang memakai obat
analgetik dan antihiperurisemia
f. B6 (bone) : pada pengkajian ini di temukan ;
a) Look : keluhan nyeri sendi yang merupakan keluhan utama yang
mendorong pasien mencapai pertolongan (meskipun mungkin
sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri
biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan
istilah. Beberapa gerakan tertentu kadang menimbulkan nyeri
yang lebih dibandikan gerakan yang lain. Deformitas sendi
(pembentukan tofus) terjadi dengan temuan salah satu sendi
pergelangan kaki secara perlahan membesar.
b) Feel: ada nyeri tekan pada sendi yang membengkak
c) Move: hambatan gerakan sendi biasanya semakain bertambah
berat (Arif Muttaqin, 2008).
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial, diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).
a. Nyeri yang berhubungan dengan peradangan sendi, penimbunan kristal
pada membran sinovia. Tulang rawan artikular, erosi tulang rawan,
proliferasi sinovia.
b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan, dan kekuatan pada sendi kaki.
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan
dengan asupan nutrisi tidak adekuat.
d. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan terbentuknya
tofus,perubahan pada dan ketergantungan fisik serta psikologis karena
penyakit atau terapi
e. Ansietas yang berhubungan dengan rencana pembedahan, kondisi status
sosial ekonomi, perubahan dan ketergantugan fisik serta psikologis
karena penyakit atau terapi (Arif Muttaqin, 2013).
3. Perencanaan keperawatan
a. Nyeri Akut yang berhubungan dengan peradangan sendi, penimbunan
kristal pada membran sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan,
proliferasi sinovial.
1) Tujuan : Nyeri berkurang atau teradaptasi
2) Kriteria hasil : pasien melaporkan penurunan nyeri, menunjukan
perilaku yang lebih relaks, memperagakan
keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan
peningkatan keberhasilan.skala nyeri 0-1 atau
teradaptasi
Intervensi Rasional
3. Pendekatan danggan
3. Jelaskan dan bantu pasien menggunakan rileksasi dan
dengan tindakan pereda nonfarmakologi lainnya telah
nyeri nonfarma kologis menunjukan keefektifan
dan non invasif. dalam mengurangi nyeri.
8. Alopurinol menghambat
biosintetis asam urat
8. Kolaborasi dalam sehingga menurunkan kadar
pemberian alpopurinol asam urat serum.
Sumber: Arif M, 2013
b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubugan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan, dan proliferasi sinovia, dan
pembentukan panus.
1) Tujuan : pasien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
2) Kriteria hasil: pasien ikut dalam program latihan, tidak
mengalami kontraktur sendi, kekuatan otot
bertambah, pasienmenunjukkan tindakan untuk
meningkatkan mobilitas dan mempertahankan
koordinasi optimal.
Intervensi Rasional
1. Kaji mobilitas yang ada 1. Mengetahui tingkat
dan observasi adanya kemampuan pasien dalam
peningkatan kerusakan. melakukan aktivitas
Kaji secara teratur fungsi
mutorik.
Intevensi Rasional
1. lakukan hygieneoral. 1. Kebersihan mulut
merangsang nafsu makan.
Intervensi Rasional
1. Kaji perubahan persepsi 1. Menentukan bantuan
dan hubungannya dengan individual dalam menyusun
derajat ketidak rencana perawatan atau
mampuan. pemilihan intervensi.
3. Membantu meningkatkan
3. Bantu dan anjurkan perasaan harga diri dan
perawatan yang baik dan mengontrol lebih dari satu
memperbaiki kebiasaan. area kehidupan.
4. Menghidupkan kembali
4. Anjurkan orang terdekat perasaan mandiri dan
untuk mengijinkan pasien membantu perkembangan
melakukan sebanyak harga diri serta
mungkin hal untuk memengaruhi proses
dirinya sendiri. rehabilitasi.
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda verbal dan 1. Reaksi verbal atau
nonverbal ansietas, nonverbal dapat
dampingi pasien, dan menunjukan rasa agitasi,
lakukan tindakan bila marah, dan gelisah.
pasien melakukan
perilaku merusak
4. Tingkatkan kontrol
sensasi kepasien 4. Kontrol sensasi pasien
(dalam mengurangi
ketakutan) dengan cara
memberikan informasi
tentang keadaan pasien,
menekankan penghargaan
terhambat sumber-sumber
koping (pertahanan diri)
yang positif, membantu
latihan relaksasi dan teknik-
teknik pengalihan, serta
memberikan umpan balik
yang positif
5. Orientasikan pasien
terhadap tahap-tahap
prosedur operasi dan 5. Orientasi tahapan-tahapan
aktivitas yang diharapkan prosedur oprasi dapat
mengurang ansietas
6. Beri kesempatan pasien
untuk mengungkapkan
6. Dapat menghilangkan
ansietasnya
ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak
diekpresikan.
7. Berikan privasi kepada
pasien dari orang terdekat
7. Memberi waktu untuk
mengespresikan perasaan,
menghilangkan ansietas,
dan perilaku adaptasi.
Adanya keluarga dan
teman-teman yang dipilih
pasien untuk melakukan
aktivitas dan pengalihan
perhatian (misalnya,
membaca) akan mengurangi
perasaan terisolasi.
Daftar Pustaka
https://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pemeriksan-dan-penilaian-nyeri.pdf.
Gambar Skala Nyeri Diakses pada tanggal 12 Juli 2018 jam 15.00 wita
Junaidi, I. (2012). Rematik & Asam Urat. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Kowalak, J., Welsh, W., & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
Kedokteran EGC.