Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. T DENGAN


GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN: TUBERKULOSIS
PARU

MARIA FELIXIA AGUSTINI


BAYO 30190120052

PROGRAM PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO
BOROMEUS PADALARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan dalam masyarakat kita. Penyakit tuberkulosis adalah penyakit
yang sangat epidemik karena kuman mycobacterium tuberkulosis telah
menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Kegelisahan global ini didasarkan pada
fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak
terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan,
terutama penderita menular (BTA positif) (Nurdiansyah, 2020).
Gejala dini dan sering dikeluhkan ialah batuk yang terus-menerus dengan
disertai penumpukan sekret disaluran pernafasan bawah. Batuk yang dilakukan
pada penderita Tuberculosis paru merupakan batuk yang inefisien dan
membahayakan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk dimulai dari
batuk kering/non produktif kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk
produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari tiga minggu. Apabila tidak
segara ditangani maka akan mengakibatkan komplikasi yaitu hemomtisis berat,
kolaps, bronkiektasis, dan pneumotorak, serta juga menyebabkan penyebaran
infeksi ke organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk
penyakit yang kronik, maka akan berakhir dengan kematian. (Harrison, 2015).
Menurut World Health Organization, 10 juta orang menderita tuberkulosis (TB)
pada tahun 2017, dan sebagai akibatnya 1,3 juta orang meninggal. Hal ini
menunjukkan bahwa TB terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
penting dan belum terselesaikan yang menyebabkan tingkat kematian yang tidak
dapat diterima, terutama mengingat bahwa itu adalah penyakit yang dapat diobati
dan dicegah. Dari data World Health Organization (2019), Indonesia adalah
Negara yang menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus penyakit TB
dengan jumlah sebanyak 842.000 atau 46 persen dari total kasus yang ada.
(Nurdiansyah, 2020).
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis,
bakteri ini memiliki sifat yang tahan terhadap asam sehingga warnanya tidak
dapat dihilangkan dengan alcohol. Mycobacterium tuberculosis ditularkan oleh
droplet nuclei, droplet yang ditularkan melalui udara dihasilkan ketika orang
terinfeksi batuk, bersin, bicara, atau bernyanyi. Droplet nuklei yang sedikit
memiliki satu hingga tiga basil yang menghindari sistem pertahanan jalan napas
untuk masuk paru dan tertanam pada alveolus atau bronkiolus pernapasan,
biasanya pada lobus atas (Priscillia LeMone, 2012). Peningkatan kasus TB dari
tahun ketahun di berbagai daerah dikarenakan kurangnya sosialisasi dan
pemberian informasi tentang bahaya penyakit maupun cara mengatasi dan
mencegah TB. Selain itu kasus TB di Indonesia meningkat dikarenakan
masyarakat yang selalu meremehkan kesehatan dan tidak menyelesaikan
pengobatan TB (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Berdasarkan data di atas, maka dibutuhkan penanganan yang baik untuk
untuk mengatasi. Diperlukan terapi medis berupa Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
dengan dosis yang sesuai kebutuhan pasien dan untuk menunjang keberhasilan
terapi medis diperlukan terapi tambahan berupa manajemen jalan napas,
pengisapan lendir pada jalan napas, terapi oksigen, dan pengaturan posisi. Selain
itu peran perawat menjadi penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan TB. Peran perawat juga diharapkan dapat meningkatkan kesehatan
dan kualitas hidup serta mengatasi gangguan pemenuhan kebutuhan yang terjadi
pada pasien TB.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memahami tentang konsep teori dan kasus pada gangguan
sistem pernafasan: TB Paru.
2. Tujuan Khusus
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, diharapkan penulis mampu:
a. Mampu memahami konsep pengkajian dalam asuhan keperawatan pada
gangguan sistem pernafasan: TB Paru.
b. Mampu merumuskan diagnosa dalam asuhan keperawatan pada gangguan
sistem pernafasan: TB Paru.
c. Mampu merumuskan rencana tindakan keperawatan dalam asuhan
keperawatan pada gangguan sistem pernafasan: TB Paru.
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan dalam asuhan keperawatan
pada gangguan sistem pernafasan: TB Paru.
e. Mampu melakukan evaluasi dalam asuhan keperawatan pada gangguan
sistem pernafasan: TB Paru.

C. Metode Penulisan
a. Studi kepustakaan
Metode yang digunakan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini
penulis menggunakan metode studi kepustakaan yaitu: mengambil beberapa
literatur sebagai sumber dan teori.
b. Studi kasus
Melakukan analisa kasus pada pasien Mampu merumuskan rencana
tindakan keperawatan dalam asuhan keperawatan pada gangguan sistem
pernafasan: TB Paru.
D. Sistematika Penulisan
Bab I: Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, identifikasi, dan perumusan masalah,
batasan/ruang lingkup masalah, maksud dan tujuan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
Bab II: Tinjauan Teori
Bab ini berisi teori-teori pengertian terkait TB Paru, etiologi,
manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksaan, serta konsep asuhan
keperawatan.
Bab III: Tinjauan Kasus
Bab ini menjelaskan tentang status kesehatan pasien, diagnosa
keperawatan yang ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang didapatkan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem pernafasan: TB Paru.
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Konsep Dasar Penyakit


a. Definisi
Tuberkulosis (TB) sebagai salah satu penyakit menular yang telah ada
sejak saat itu zaman kuno. Tuberkulosis, sebagai suatu penyakit infeksi sistemik
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MBT). Infeksi TBC adalah
salah satu penyebab utamanya tingkat kesakitan dan kematian di seluruh
dunia .Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Haword,
2015).
b. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi sistem pernafasan (Guyton, 2016).

a. Sistem pernafasan dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut.


1. Anatomi saluran pernafasan bagian atas yang meliputi lubang hidung
(cavum nasalis), sinus paranasalis, faring dan laring.
Hidung Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris
anterior yang dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang
rawan. Permukaan luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar sebasea besar dan
rambut. Terdapat epitel respirasi: epitel berlapis silindris bersilia bersel
goblet dan mengandung sel basal. Didalamnya ada konka nasalis superior,
medius dan inferior. Lamina propria pada mukosa hidung umumnya
mengandung banyak pleksus pembuluh darah. Alat penghidu Mengandung
epitel olfaktoria: bertingkat silindris tanpa sel goblet, dengan lamina basal
yang tidak jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis sel: sel penyokong, sel
basal dan sel olfaktoris. Sinus paranasal Merupakan rongga-rongga berisi
udara yang terdapat dalam tulang tengkorak yang berhubungan dengan
rongga hidung. Ada 4 sinus: maksilaris, frontalis, etmoidalis dan
sphenoidali
Faring : Suatu kantong fibromuskuler bentuknya seperti corong,
yang besar dibagian atas dan sempit dibagian bawah serta terletak pada
bagian anterior kolum vertebra. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring
dan laringofaring (hipofaring). Unsur - unsur faring meliputi mukosa, palut
lendir (mukosa blanket) dan otot.
Laring: Bagian dari saluran pernafsan bagian atas yang merupakan
suatu rangkaian tulang rawan berbentuk corong. Laring umumnya selalu
terbuka, hanya kadang tertutup bila sedang menelan makanan. Fungsi
utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai jalan respirasi dan
proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi
proses terjadinya batuk.
2. Anatomi saluran pernafsan bagian bawah (tracheobranchialtree) meliputi
trachea, bronchus dan bronchiolus serta saluran pernafasan terminal seperti
dada, diagfragma dan fleura, paru - paru dan alveoli.
Trakea: Perpanjangan laring yang bercabang menjadi dua bronkhus.
Ujung cabang trakhea disebut dengan carina. Trakhea bersifat sangat
fleksibel, berotot dan memiliki panjang duabelas centimeter dengan cincin
kartilago berbentuk huruf C.
Bronkus: Saluran nafas yang terbentuk dari belahan dua trakhea.
Cabang utama bronkhus kanan dan kiri bercabang menjadi bronkhus
lobaris, kemudian menjadi lobus segmentalis. Bronkus lobaris bercabang
terus menjadi bronkus lebih kecil yang disebut dengan bronkiolus. Setiap
bronkiolus memasuki lobulus paru dan bercabang - cabang menjadi lima
sampai tujuh bronkiolus terminalis.
Dada dan Diafragma: Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi
paru - paru, jantung dan pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada
terdiri atas duabelas pasang tulang iga (costae).
Pleura: Membran serosa menyelimuti paru - paru. Pleura ada dua
macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada
(lapisan luar paru - paru), pleura visceral menutupi setiap paru - paru.
Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang
memungkinkan kedua permukaan bergesekan satu sama lain selama
respirasi dan mencegah pelekatan dada dengan paru.
Paru - Paru : Terdiri atas tiga lobus pada paru sebelah kanan dan dua
lobus pada paru sebelah kiri. Pada lparu kanan lobus - lobusnya antara lain
lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Sementara pada paru kiri
hanya terdapat lobus superior dan lobus inferior.
Alveoli: Parenkim paru - paru merupakan area yang aktif bekerja
dari jaringan paru - paru yang mengandung berjuta - juta unit alveolus.
Alveoli merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil dan
merupakan akhir dari bronkhiiolus respiratorius. Fungsi utama dari unit
alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan
aveoli.

b. Fisiologi
Pernafasan atau respirasi berarti bernapas lagi, mempunyai peran
menyediakan oksigen serta mengeluarkan gas karbon dioksida dari tubuh,
hal tersebut merupakan fungsi vital. Oksigen merupakan sumber tenaga
bagi tubuh yang harus dipasok terus menerus, sedangkan karbon dioksida
merupakan bahan toksik yang harus segera dikeluarkan dari tubuh. Bila
tertumpuk di dalam darah akan menimbulkan keadaan asidosis yang dapat
mengganggu badan bahkan menyebabkan kematian. Proses respirasi
berlangsung beberapa tahap sebagai berikut:
1. Ventilasi
Suatu proses masuknya udara dari luar tubuh (atmosfir) ke dalam paru
dan keluarnya udara dari paru kembali ke udara luar melalui sistem
pernafasan (jumlah udara/gas yang mengadakan pertukaran dalam
alveoli setiap menit). Proses ventilasi dipengaruhi oleh: patensi jalan
napas, posisi tubuh, volume paru,dead space, shunting.
2. Difusi
Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi
ke area konsentrasi rendah. Oksigen terus menerus berdifusi dari udara
dalam alveoli ke dalam aliran darah dan karbondioksida (CO2) terus
berdifusi dari darah ke dalam alveoli.
3. Perfusi
Perfusi adalah proses dimana darah deoksigenasi mengalir ke paru dan
mengalami reoksigenasi atau dapat dikatakan sebagai sirkulasi darah di
dalam pembuluh kapiler paru
4. Transportasi
Oksigen yang diambil darah dari alveoli, diangkut ke sel jaringan
melalui dua jalur: 97% akan terikat dengan hemoglobin dalam eritrosit,
sebagai oksihemoglobin, 3% larut dalam plasma
c. Etiologi dan faktor resiko
Mycobacterium tuberculosis (TB) adalah organisme bakteri atas dua
juta kematian per tahun di seluruh dunia. Menyebar melalui transmisi aerosol,
biasanya menginfeksi paru-paru, tetapi juga dapat mempengaruhi tulang
(penyakit Pott), kelenjar getah bening, sistem saraf pusat, saluran genitourinari,
saluran gastrointestinal dan kulit, 1 menunjukkan karakteristik inflamasi
granulomatosa dan nekrosis kaseosa. Pada waktu batuk atau bersin, pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak Hasil penelitian
menunjukkan faktor resiko yang tinggi di antara beberapa kelompok, seperti
imigran, orang dengan HIV, dan orang lanjut usia (Correia, 2014)

d. Klasifikasi
Biasanya menginfeksi paru-paru, tetapi juga dapat mempengaruhi
tulang (penyakit Pott), kelenjar getah bening, sistem saraf pusat, saluran
genitourinari, saluran gastrointestinal dan kulit, menunjukkan karakteristik
inflamasi granulomatosa dan nekrosis kaseosa. Gejala infeksi sering kali
meliputi batuk, sesak napas, hemoptisis dan pengecilan otot, beberapa di
antaranya yang diderita pasien kami sebelumnya kematiannya.
Kasus tuberkulosis (TB) dapat digolongkan berdasarkan tempat infeksi,
beratnya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologis dan riwayat pengobatan
sebelumnya.

1. Tempat infeksi.
Disebut TB paru adalah bila penyakit mengenai parenkim paru. TB ekstra
paru adalah TB tanpa kelainan radiologis di parenkim paru. Termasuk
dalam kelompok ini TB kelenjar getah bening (mediastinum dan/atau
hilus) atau TB dengan efusi pleura. Pasien dengan TB paru dan ekstra paru
dicatat sebagai kasus TB paru. TB ekstra paru di beberapa tempat
dikategorikan berdasarkan kelainan pada lokasi yang paling berat.
2. Beratnya penyakit
Banyaknya bakteri, luasnya lesi dan lokasi anatomis menentukan beratnya
penyakit dan pendekatan pengobatan. Dianggap kasus berat bila penyakit
tersebut mengancam jiwa (misalnya TB perikarditis) atau adanya risiko
gejala sisa yang serius (misalnya: TB medula spinalis) atau keduanya.

Berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, TB ekstra paru dibagi


menjadi TB ekstra paru berat dan TB ekstra paru ringan.

TB ekstra paru berat: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis


eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan
alat kelamin. TB ekstra paru ringan: TB kelenjar getah bening, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar
adrenal.

3. Bakteriologi
Sputum BTA positif, bila:
Dua kali pemeriksaan menunjukkan hasil BTA positif, atau satu kali
pemeriksaan dengan hasil BTA positif dan hasil pemeriksaan radiologis
sesuai dengan TB paru, atau satu kali sputum BTA positif dan hasil kultur
positif. Sputum BTA negatif, bila: Dua kali pemeriksaan dengan jarak 2
minggu dengan hasil BTA negatif. Pemeriksaan radiologis sesuai dengan
TB paru dan gejala klinis tidak hilang dengan pemberian antibiotik
spektrum luas selama satu minggu dan dokter memutuskan untuk
mengobati dengan pengobatan regimen anti TB secara penuh.

4. Riwayat pengobatan sebelumnya


Kasus baru: Pasien yang belum pernah mendapat anti TB atau mendapat
anti TB selama kurang dari 4 minggu. Relaps: Pasien yang sudah
dinyatakan sembuh setelah menyelesaikan regimen pengobatan, tapi BTA
sputum kembali positif.
Kasus gagal: Pasien yang tetap BTA positif atau menjadi positif lagi
setelah pengobatan selama 5 bulan. Dalam kategori ini termasuk juga
pasien dengan BTA negatif pada awal pengobatan, tapi menjadi positif
setelah bulan kedua pengobatan.
Pengobatan terputus: Pasien yang terputus berobat selama 2 bulan atau
lebih dan kembali dengan keadaan BTA positif (kadang-kadang BTA
negatif tapi pemeriksaan radiologi memberikan kesan TB aktif).
Kasus kronik: Pasien dengan BTA tetap positif atau menjadi positif lagi
setelah menjalani pengobatan ulang di bawah pengawasan.

e. Patofisiologi
Pada tuberkulosis, basis tuberkel menyebabkan reaksi jaringan yang
aneh dalam oparui-paru antara lain: (1) jaringan yang diinfeksi diserang oleh
makrofag dan (2) daerah lesi dikelilingi seperti dinding oleh jaringan fibrotik
untuk membentuk yang disebut tuberkel. Proses pembentukan dinding ini
membantu mambatasi proses penyebaran basil tuberkel dalam paru dan oleh
karena itu merupakan bagian dan proses protektif terhadap perluasan infeksi.
Namun hampir 3% dari seluruh peneriota tuberkulosis di seluruh dunia , jika
tidak diobati, tidak terbentuk proses pembentukan dinding ini, dan basil
tuberkel menyebar ke seluruh paru sering menyebabkan kerusakan berat pada
seluruh jaringan paru. Dengan kavitas abses yang besar. Dengan demikian pada
tuberkulosis stadium lanjut banyak timbul daerah fibrosis di seluruh paru, dan
mengurangi seluruh jumlah jaringan total paru fungsional.. keadaan ini
meneybabkan (1) peningkatan kerja pada bagian otot pernafasan yang berfungsi
untuk ventilasi paru dan berkurangnya kapasitas vital dan kapasitas pernafasan;
(2) berkurangnya luas permukaan membran pernapasan total dan peningkatan
kekebalan membran pernapasan. Hal ini menyebabkan penurunan difusi poaru
secara progresif; dan (3) kelainan rasio ventilasi-perfusi dalam paru , sehingga
mengurangi difusi 0ksigen dan karbondioksida paru secara keseluruhan
(Guyton, 2016).
f. Manifestasi klinisi
1. Batuk/ Batuk darah.
Gejala batuk timbul paling dini. Gejala ini benyak ditemukan. Batuk
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keadaan yang lanjut adalah batuk
darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Berat
ringannnya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah. Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercakbercak darah, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah sangat banyak.
2. Sesak napas
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan bila
kerusakan parenkim paru sudah luas karena ada hal-hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain.
3. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala
ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
4. Demam
Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza. Tapi kadang-kadang panas
bahkan dapat mencapai 40-41 ºC, keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan
tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
5. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa tidak ada nafsu makan, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam (DiGiulio, 2014).

Tuberkulosis Paru TB Paru adalah penyakit radang parenkim paru yang


disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis. TB Paru mencakup
80% dari keseluruhan kejadian penyakit TB sedangkan 20% selebihnya
merupakan TB Ekstra Paru (Aini, 2017).

a. Gejala utama Batuk terus-menerus dan berdahak selama dua minggu/lebih.

b. Gejala tambahan yang sering dijumpai

1) Dahak bercampur darah/batuk darah.

2) Demam selama dua minggu atau lebih

3) Sesak nafas dan nyeri dada.

4) Penurunan nafsu makan.


5) Berat badan turun.

6) Rasa kurang enak badan (malaise, lemah).

7) Berkeringat di malam hari walaupun tidak melakukan apa-apa.

g. Komplikasi
Pada penyakit TB Paru jika tidak ditangani dengan benar maka akan
menimbulkan komplikasi diantaranya ialah, pleuritis (radang pada pleura paru),
efusi pleura (pemnumpukan cairan diantara dua pleura), empiema (kumpulan
nanah diantara paru-paru dipermukaan bagian dalam dinding dada), pleuritis
(radang pada pleura), hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah),
pneumotorak (adanya udara pada rongga pleura). Selain itu, penyebaran infeksi
organ lainnya seperti, otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya (Amin &
Bahar, 2015).
h. Tes diagnostik
1. Pemeriksaan Rontgen Toraks

Pada hasil pemeriksaan rontgen toraks, sering didapatkan adanya


suatu lesi sebelum ditemukan gejala subjektif awal. Sebelum pemeriksaan
fisik, dokter juga menemukan suatu kelainan paru. Pemeriksaan rontgen
toraks ini sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan, di mana hal
ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel
terhadap OAT. Penyembuhan total sering kali terjadi di beberapa area dan ini
adalah observasi yang dapat muncul pada sebuah proses penyembuhan yang
lengkap.

2. Pemeriksaan CT-scan

Pemeriksaan CT-scan dilakukan untuk menemukan hubungan


kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-
garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul dan adenopati,
perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskuler, bronkhiektasis, serta
emfisema perisikatrisial. Pemeriksaan CT-scan sangat bermanfaat untuk
mendeteksi adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat diandalkan
daripada pemeriksaan rontgen biasa.

3. Radiologis TB Paru Milier

TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara


masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering
disertai akibat fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen
toraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Pada beberapa
pasien TB milier, tidak ada lesi yang terlihat pada hasil rontgen toraks, tetapi
ada beberapa kasus dimana bentuk milier klasik berkembang seiring dengan
perjalanan penyakitnya.

4. Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis terbaik dari penyakit Tuberculosis diperoleh dengan


pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan
species Mycobacterium yang satu dengan lainnya harus dilihat sifat koloni,
waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan
kepekaan terhadap OAT dan percobaan, serta perbedaan kepekaan kulit
terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium.

Bahan untuk pemeriksaan isolasi Mycobacterium Tuberculosis


adalah sputum pasien, urine, dan cairan kumbah lambung. Selain itu, ada
juga bahan-bahan lain yang dapat digunakan, yaitu cairan serebrospinal
(sum-sum tulang belakang), cairan pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab
tenggorokan. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis
Tuberculosis Paru, walaupun kurang sensitif, adalah pemeriksaan laju endap
darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan
immunoglobulin, terutama IgG dan IgA (Kasper, 2015; Isselbacher, 2015).

i. Penatalaksaan
.Pengobatan
Pengobatan yang dapat diberikan pada klien dengan tuberkulosis Paru,
yaitu :

a) Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC baru.


b) Kategori II (2 HRZES / HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan
(pasien yang pengobatan kategori 1 nya gagal).
c) Kategori III (2 HR/ 4H3R3) untuk pasien yang baru dengan BTA
negative RO positif
d) Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila ada pemeriksaan
akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori
II ditemuukan BTA positif. Obat diminum sekaligus 1 jam sebelum
sarapan pagi.
Dosis pemberian obat kategori 1:

a)    Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE) :

1)      INH (H) : 300 mg – 1 tablet.

2)      Rimfapisin (R) : 450 mg - 1 kaplet


3)      Pirazinamid (P) :1500 mg - 3 kaplet @ 500 mg
4)      Ethambutol (E) : 750 mg – 3 kaplet @250 mg
Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali
regimen ini di sebut kombipak II
b)   Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam semingggu selan 4 bulan (4
H3R3) :
1)      INH (H) : 600 mg – 2 tablet @ 300 mg
2)      Rimfapisin (R) : 450 mg – 1 kaplet

Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak


54 kali regimen ini disebut kombipak III.

2. Pembedahan pada TB Paru ().


Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkembang.
Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi
relative.
a)      Indikasi mutlak pembedahan adalah:
1)      Semua pasien yang telah mendapat OAT tetapi sputum tetap
posoitif.
2)      Pasien batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
3)      Pasien dengan fisula bronkopleura dan empiema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif.
b)      Indikasi relative pembedahan adalah:
1.      Pasien denga sputum negative dan batuk-batuk darah perulang
2.      Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan
3.      Sisa kavitas yang menetap.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian keperawatan
1) Anamnesa
Identitas (nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit,
nomor register dan diagnosa medis).
2) Keluhan utama
Kebanyakan kasus dijumpai klien masuk dengan keluhan betuk yang
lebih dari 3 minggu
3) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun, dan suhu badan
meningkat mendorong klien untuk mencari pengobatan.
4) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah di derita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberculosis paru antara lain
ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
5) Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi TB paru tidak di turunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah di alami anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.
6) Riwayat psikososial
Pola penderita yang status eknominya menengah kebawah dan
sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk
dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru
yang lain.

7). Pola fungsi kesehatan

1. Pola nutrisi dan metabolik


Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun.
2. Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam
miksi maupun defekasi
3. Pola aktivitas
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menggangu aktivitas
4. Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada paa penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
5. Pola hubungan dan peran
Klien engan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
6. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indra (penciuman, perabaan, rasa , penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada ganguan.
7. Pola presepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas basanya akan meningkatkan emosi
dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
8. Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada
9. Pola penggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengakibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
10. Poa tata nilai dan kepercayaan.
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.

8). Pemeriksaan fisik


a. Sistem pernafasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
 Inspeksi : adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi : fremitus suara meningkat
 Perkusi : suara ketok redup.
 Auskultasi : suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
basah, kasar dan yang nyaring.
b. Sistem kardiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia,sianosis
c. Sistem persyarafan
Pada klien TB paru untuk persyarafannya tidak terganggu.
d. Sistem perkemihan
Pada klien dengan TB paru tidak ada gangguan pada sistem
perkemihan.
e. Sistem pencernaan
Adanya nafsu makan enurun, anoreksia, berat badan menurun.
f. Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit
menurun.
g. Sistem reproduksi
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada siestem
reproduksi.
h. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur,
an keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan.
i. Sistem endokrin
Pada klien dengan TB paru tidak ada kelainan pada sistem
endokrin
j. Sistem pancaindera (penglihatan dan pendengaran )
Pada klien dengan TB paru tidak ada kelainan pada sistem
pancaindra.

b. Diagnosa keperawatan
1.) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
2.) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
3.) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
4.) Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (napsu makan menurun).
5.) Resiko defisit nutrisi
6.) Hipertermia b.d proses penyakit
7.) Nyeri akut b.d agen cedera biologis
8.) Gangguan rasa nyaman b. d gejala penyakit.
9.) Isolasi sosial b.d ketidaksesuaian nilai-nilai dan norma.
10.) Gangguan harga diri rendah situasional b.d perubahan pada citra
tubuh
11.) Resiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahan primer dan sekunder
12.) Resiko infeksi d.d peningkatan paparan patologis

c. Perencanaan keperawatan
N TG DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAW
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
O L ATAN
(SDKI) (SLKI) (SIKI)

1. Bersihan Kemampuan Latihan batuk


jalan napas mmebersika efektif a. Penumpuk
tidak efektif n sekret a. Monitor an sputum
b.d proses atau adanya menghambat jalan
infeksi obstruksi retensi nafas
jalan napas sputum b. Peningkatan
untuk b. Atur posisi ekspansi paru
mempertaha semi flower c. Merangsang
nkan jalan atau flower terbukanya sistem
napas tetap c. Anjurkan kolateral
paten, tarik napas d. Meningkatkan
dengan dalam distribusi
kriteria hasil melalui ventilasi.
sebagai hidung e. Menfasilitasi
berikut: selama 4 pembersihan
1. Produksi detik, jalan napas
sputum ditahan f. Mukolitik bekerja
menurun selama 2 untuk memecah
2. Batuk detik, serat asam
efektif kemuadian mukopolisakarida
meningk dikeluarkan yang membuat
at dari mulut dahak lebih
3. Suara dengan bibir encer.
napas mencucu
ronchi (dibulatkan)
menurun selama 8
detik.
d. Anjurkan
mengulangi
tarik napas
dalam
hingga 3
kali
e. Anjurkan
batuk
dengan kuat
langsung
setelah tarik
napas dalam
yang ke-3
f. Kolaborasi
pemberian
pengencer g. Adanya suara
dahak napas tambahan
(ambroxol) menandakan
sesuai adanya obstruksi
anjuran jalan napas
dokter. h. Sebagai bahan
Pemantauan evaluasi untuk
Respirasi tindakan
selanjutnya.
a. Monitor i. Meningkatkan
auskultasi pengetahuan serta
bunyi napas mengurangi
b. Dokumentas kecemasan pasien
i hasil j. Mengetahui
pemantauan deraja kepatuhan
c. Jelaskan k. Meningkatkan
tujuan dan sikap kooperatif
prosedur keluarga
pemantauan l. Meningkatkan
Dukungan pengetahuan
kepatuhan pasien dan
program keluarga.
pengobatan

a. Identifikasi
kepatuhan
menjalani
program
pengobatan
b. Libatkan
keluarga
untuk
mendukung
program
pengobatan
TB paru
c. Informasi
manfaat
yang
diperoleh
jika teratur
menjalami
program
pengobatan
TB paru.
2. Pola napas Inspirasi dan Manajemen
tidak efektif atau hipertermia dan
ekspirasi regulasi a. Mengetahui
yang temperatur frekuensi
emberikan a. Monitor dan
ventilasi pola napas kedalaman
adekuat. (frekuensi, sebagai
Membaik kedalaman, bahan
dengan usaha napas) evaluasi
kriteria hasil b. Monitor b. Penumpuka
sebagai sputum n sputum
berikut: c. Posisikan pada jalan
1. Frekue semi flower nafas dapat
nsi atau flower memicu
napas d. Berikan pola nafas
membai oksigen yang tidak
k e. Ajarkan efektif
2. Penggu teknika c. Meningkatk
naan batuk efektif an ekspansi
otot f. Kolaborasi paru
bantu pemberian d. Memaksim
napas bronkodilato alkan
menuru r asupan
n kebutuhan
3. Dispne oksigen
a e. Teknik
menuru batuk
n efektif agar
4. Pernapa membatu
san pembersiha
cuping n jalan
hidung napas yang
pmenur efektif
un f. Mukolitik
bekerja
untuk
memecah
serat asam
mukopolisa
karida yang
membuat
dahak lebih
encer.

3. Gangguan Oksigenasi Pemantauan


pertukaran dan atau respiorasi a. Saturasi o2
gas b.d eliminasi a. Monitor yang lebih dari
ketidakseimb karbondiok saturasi 95%
angan sida pada oksigen menandakan
ventilasi membran b. Monitor proses
perfusi kapiler adanya pertukaran
dalam sumbatan gasnya baik
batas jalan napas b. Adanya
normal c. Monitor hambatan jalan
meningkat analisa gas napas
dengan darah menyebabkan
kriteria d. Dokumenta gangguan
hasil sikan hasil perfusi dan
sebagai pemantaua difusi
berikut: n c. Megetahui
1.Dispnea e. Jelaskan kadaR PCO2
menurun tujuan dan DAN PO2
2.Pusing prosedur d. sebagai bahan
menurun pemantaua evaluasi untuk
3. warna n melakukan
kulit Terapi oksigen tindakan
membaik f. Monitor selanjutnya
4. PCO2 aliran e. meningkatkan
dan O2 oksigen pengetahuan
membaik secara dan mengurangi
Pola napas periodik kecemasan
membaik dan pastika pasien
fraksi yang f. aliran oksigen
diberikan yang cukup
1. cukup memaksimalkan
g. Pertahank difusi dan
an perfusi
kepatenan g. menurunkan
jalan napas distres
h. Kolaborasi pernafasan
penentuan h. menurunkan
dosis distres
oksigen pernafasan

4. Hipertermia Pengaturan Manajemen


b. d proses suhu tubuh hipertermia dan
penyakit agar tetap regulasi a. Peningkatan
berada pada temperatur suhu tubuh dan
rentang a.Monitor suhu kemrahan pada
normal, tubuh dan warna kulit
dengan kulit meningikasikan
kriteria hasil b.Tingkatkan adanya infeksi.
sebagai asupan cairan b. Mencegah
berikut: yang adekuat dehidrasi
5. Suhu c.Anjurkan tirah c.Meningkatkan
tubuh baring kenyamanan
membai e.Kolaborasi d. Meng urangi
k pemberian produksi zat
6. Suhu antipiuretik dan penyebab
kulit cairan elektrolit peradangan
membai intravena. (prostaglandin).
k
7. Kulit
merah
menuru
n

5. Defisit nutrisi Keadekuata Manajemen


b.d faktor n asupan nutrisi a. Mengetahui
psikologis nutrisi untuk a. Monitor asupan gizi
(keengganan memenuhi asupan makan sudah sesuai
untuk makan, kebutuhan b. Monitor berat kebeutuhan atau
napsu makan metabolisme badan belum
menurun membaik c. Fasilitasi b. Penurunan berta
dengan menentukan badan
kriteria hasil pedoman diet menandakan
sebagai d. Berikan kurangnya
makan tinggi
berikut: kalori dan asupan
2. Napsu tinggi protein c. Meningkatkan
makan e. Ajarkan diet kooperatif
mebaik yang pasien
3. Berat diprogramkan d. Meningkatkan
badan f. Kolaborasi berat badan
membai dengan ahli e. Meningkatkan
k gizi untuk pengetahuan
4. IMT menentukan pasien
membai jumlah kalori f. Asupan gizi
k dan jenis yang tepat dapat
nutrien yang memperbaiki
dibutuhkan. defisit nutrisi

d. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan mengacu pada intervensi
keperawatan yang telah dibuat.
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan dinilai apakah masalah keperawatan belum
teratasi, teratasi sebagian,atau sudah teratasi mengacu pada kriteria
hasil.

BAB III

TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Data Umum
a. Identitas Klien
Nama : Tn. T
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : TNI
Status marital : Tidak terkaji
Tanggal Pengkajian : 29 Juni 2020
Tanggal Masuk : 28 Juni 2020
Diagnosa Medis : TB Paru
Alamat : Asrama Yonif, Kota Cimahi.

b. Identitas Keluarga / Penanggung Jawab


Nama : Tn. D
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : TNI
Hubungan dengan klien: Teman satu lifting.
Alamat : Asrama Yonif, Kota Cimahi.

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Alasan masuk Rumah Sakit
Tn. T mengatakan pada hari Minggu, 28 Juni 2020
pukul 13.00 WIB, klien masuk rumah sakit karena
mengeluh demam sudah 2 minggu hilang timbul
disertai batuk berdahak tapi tidak bisa dikeluarkan.

2. Keluhan Utama
Tn. T mengatakan merasakan batuk yang terus
menerus.
3. Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST)
Tn. T mengatakan batuk sampai sesak dan juga
nyeri dada pada saat batuk. Sesak bertambah ketika
beraktifitas. berkurang ketika beristirahat. Batuk
bertambah jika Tn. T tidur berbaring, batuk
berkurang saat duduk dan setelah minum obat.
4. Keluhan yang menyertai
Tn. T mengatakan saat malam hari berkeringat
walau hawanya tidak panas.
5. Riwayat tindakan konservatif dan pengobatan yang
telah didapat.
Tn. T mengatakan tidak pernah masuk rumah sakit
dan mendapatkan pengobatan sebelumnya.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a) Riwayat penyakit atau rawat inap sebelumnya
Tn. T mengatakan, ini merupakan pertama kali
masuk rumah sakit dan sebelumnya tidak ada
riwayat penyakit yang membutuhkan perawatan
b) Riwayat alergi
Tn. T mengatakan tidak ada riwayat alergi
makanan, minuman, obat-obatan dan cuaca
c) Riwayat operasi
Tn. T mengatakan belum pernah menjalani operasi
d) Riwayat transfusi
Tn. T mengatakan sebelumnya belum pernah
mendapatkan transfusi
e) Riwayat pengobatan
Tn. T mengatakan tidak ada riwayat mendapatkan
pengobatan dalam jangka waktu yang lama.
f) Riwayat penyakit keluarga: Tn. T tidak ada riwayat
penyakit yang diturunkan dalam keluarganya,
seperti sakit gula, hipertensi
g) Keadaan kesehatan lingkungan rumah: Tidak terkaji
h) Genogram 3 generasi: Tidak terkaji

3. Data Biologis
a) Penampilan umum
Keadaan umum klien tampak sakit ringan, kesadaran
composmentis, klien tampak duduk di tempat tidur dan
berbincang bersama teman-temannya, tampak batuk
sesekali, menggunakan masker, tidak terpasang oksigen,
tidak sesak, terpasang infus Ringer Lactate di lengan kiri,
tidak terpasang foley kateter.
b) Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg, di lengan kanan
Nadi : 85 x/menit, di arteri radialis dextra
Suhu : 37,9°C per axila
Pernapasan : 22x/menit
Nyeri : Nyeri saat batuk
c) Tinggi Badan : 170 cm
Berat Badan : 50 kg
IMT : 17,30 kg/m² (kategori: Kurus)
d) Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik per Sistem, Masalah
keperwatan.
1) Sistem Pernapasan
 Anamnesa
Sebelum dirawat: Tn. T mengatakan batuk, dahak
tidak bisa keluar. Nyeri dada pada saat batuk.

Saat dirawat: Tn. T mengatakan mengatakan masih


batuk, dahak keluar sedikit dan kental. nyeri dada
pada saat batuk dan menarik napas dalam.
 Inspeksi
Hidung: pernapasan cuping hidung tidak ada,
mukosa hidung lembab, sekret tidak ada, tidak
terpasang oksigen.
Bentuk dada: retraksi dada tidak
Pola Irama Pernapasan: dyspnea tidak ada.
 Palpasi
Daerah sinus paranalis: tidak ada nyeri tekan
Vokal/taktil fremitus: getaran teraba sama di kedua
lapang paru
Perkusi : Terdengar sonor
 Auskultasi
Vesikular: tak terkaji
Bronchial: tak terkaji
Bronchovesicular: tak terkaji
Suara napas tambahan: Adanya bunyi nafas
tambahan (ronchi di ICS 4-5 kiri saat inspirasi.
Vocal resonans: terdengar sama saat klien berbicara

Masalah Keperawatan: Bersihan jalan nafas tidak efektif

2) Sistem Kardiovaskuler
 Anamnesa:
Tak terkaji
 Inspeksi: Ictus Cordis tidak terlihat, edema tidak
ada, cyanosis tidak ada.
 Palpasi: ictus cordis teraba di ICS 5 linea
midclavicula sinistra, capillary refill time <2 detik
 Perkusi: terdengar pekak, batas atas jantung di ICS 2
linea sternalis sinistra, batas bawah jantung di ICS 5
linea midclavicula sinistra, auskultasi BJ I
 Auskultasi:
Heart Rate: 85 x/menit
Bunyi Jantung I: BJ I terdengar lup di ICS 5 linea
midclavicula sinistra
Bunyi Jantung II: BJ II terdengar dub di ICS 2 linea
sternalis dextra.
Bunyi Jantung Tambahan: tidak terdengar bunyi
jantung tambahan

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.

3) Sistem Pencernaan
 Anamnesa:
Sebelumya dan sesudah dirawat: Tn. T mengatakan
makan selalu habis, tapi harus dipaksa, kadang tidak
nafsu makan.
 Inspeksi
Mulut: bibir lembab, stomatitis tidak ada, lidah
kering, gingivitis tidak ada, gusi berdarah tidak ada,
tonsil T1, caries tidak terkaji, gigi tanggal tidak ada.
Abdomen: bentuk abdomen datar
Anus: hemoroid tidak ada
Auskultasi:
Bising Usus: 5 x/menit, kuat.
 Palpasi: Hepar dan limpa tidak teraba dan tidak
nyeri tekan, nyeri tekan di regio epigastrium tidak
ada.
 Perkusi: terdengar timpani

Masalah Keperawatan: Defisit nutrisi

4) Sistem Perkemihan
 Anamnesa: tidak terkaji
 Inspeksi: tidak terkaji
 Palpasi: tidak terkaji
 Perkusi: tidak terkaji

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.

5) Sistem Persarafan
 Anamnesa: Tn. T mengatakan tidak ada riwayat
sakit pada bagian persarafan
 Inspeksi
Bentuk wajah: Bentuk muka simetris, mulut simetris
Tingkat Kesadaran: Composmetis.
Kualitatif : Tn. T dapat dapat menceritakan
terkait apa yang ddirasakan klien, kemampuan
bicara klien baik.
Kuantitatif : GCS = (E:4 ,V:6 ,M:5)
Uji Saraf Cranial:
Nervus I (Olfaktorius): tak terkaji
Nervus II (Optikus): tak terkaji
Nervus III (Okulomotorik), IV (Trochlearis), VI
(Abducens): tak terkaji
Nervus V (Trigeminus): tak terkaji
Nervus VII (Fasialis): tak terkaji
Nervus VIII (Vestibulokoklearis): tak terkaji
Nervus IX (Glosofaringeus): tak terkaji
Nervus X (Vagus): tak terkaji
Nervus XI (Aksesorius): tak terkaji
Nervus 12 (Hypoglosus): tak terkaji

Perkusi : tak terkaji

Refleks fisiologis: tak terkaji


Tendon biceps: tak terkaji
Tendon triceps: tak terkaji
Tendon achilles: tak terkaji
Tendon patella: tak terkaji
Refleks patologis: tak terkaji
Refleks babinski: tak terkaji

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.

6) Sistem Persepsi Sensori (Penglihatan, Pendengaran)


 Anamnesa
Penglihatan: tak terkaji
Pendengaran: tak terkaji
 Inspeksi
Penglihatan: tak terkaji
Pendengaran: tak terkaji
 Palpasi : tak terkaji
Penglihatan: tak terkaji
Pendengaran: tak terkaji

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.

7) Sistem Muskuloskeletal
 Anamnesa: Tn. T mengatakan mampu mandi sendiri
ke kamar mandi.
 Inspeksi : tak terkaji
 Palpasi : tak terkaji

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.

8) Sistem Endokrin
 Anamnesa: tak terkaji
 Inspeksi: tak terkaji
 Palpasi: tak terkaji
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.

9) Sistem Integumen
 Anamnesa: Tn. T mengatakan badan terasa panas
hilang timbul sejak 2 minggu lalu, sebelum dirawat
pada malam hari berkeringat walau hawa tidak
panas, namun setelah rawat tidak lagi.
 Inspeksi: lesi tidak ada, kelembaban sedikit kering,
wajah tampak kemerahan.
 Palpasi: tekstur kulit kasar, turgor kulit elastis, kulit
teraba panas.
Masalah Keperawatan: Hipertermi.

10) Sistem Reproduksi


 Anamnesa : tak terkaji
 Inspeksi: tak terkaji
 Palpasi: tak terkaji

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.

11) Sistem Imunologi


 Anamnesa: tak terkaji
 Inspeksi: tak terkaji
 Palpasi: tak terkaji
 Perkusi: tak terkaji
 Auskultasi: tak terkaji

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.

12) Penyakit Tropis


 Anamnesa: tak terkaji
 Inspeksi: tak terkaji
 Palpasi: tak terkaji
 Perkusi: tak terkaji
 Auskultasi: tak terkaji

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.

4. Data Psikologis
b) Status Emosi: tak terkaji
c) Konsep Diri:
Gambaran Diri: tak terkaji
Harga Diri: tak terkaji
Ideal Diri: tak terkaji
Identitas Diri: tak terkaji
Peran: tak terkaji
Gaya Komunikasi: tak terkaji
Pola interaksi: tak terkaji
Pola mengatasi masalah: tak terkaji
Data Sosio-Spiritual: tak terkaji
Hubungan sosial: tak terkaji
Kultur yang diikuti: tak terkaji
Gaya hidup: tak terkaji
Kegiatan agama dan relasi dengan Tuhan: tak terkaji
Persepsi klien terhadap penyakitnya: Klien juga
mengatakan sebelumnya tidak tahu kalau sakit paru-paru,
setelah dijelaskan dokter klien tahu apa yang harus
dilakukan seperti cara pencegahan penularan, banyak
makan dan istirahat.
5. Data Penunjang
a) Laboratorium :
Hematologi: leukosit 14.700 U/L, Neutrofil segmen 18,5%
Mikrobiologi: bahan pemeriksaan dahak: Preparat BTA I
negative.
b) Terapi (Oral dan Parenteral/Injeksi)
1. Nama obat : Ceftizoxime
Golongan : Antibiotik sefalosporin
Dosis untuk pasien : 2 x 1 gram IV dalam infus
Cara kerja untuk pasien : membasmi bakteri
Indikasi untuk pasien : Mengatasi bakteri
mycobacterium tuberculosis (bakteri gram positif).
Kontraindikasi obat : hipersensitivitas terhadap
golongan sefalosporin.
Efek samping obat : mual, muntah, sakit kepala, pusing
2. Nama obat : Rifampicin
Golongan : golongan antibiotik
Dosis untuk pasien : 1 x 450mg IM 3x/minggu
Cara kerja untuk pasien : menghambat pertumbuhan
bakteri dengan menghabat sintesis protein terutama
pada tahap transkripsi.
Indikasi untuk pasien : Mengatasi bakteri
mycobacterium tuberculosis (bakteri gram positif).
Kontraindikasi obat : hipersensitivitas terhadap
Rifampicin
Efek samping obat : gangguan saluran pencernaan,
mual, muntah, diare.
3. Nama obat : Paracetamol
Golongan : Antipiuretik
Dosis untuk pasien : 3x1 tablet
Cara kerja untuk pasien : mengurangi produksi zat
penyebab peradangan yaitu prostaglandin.
Indikasi untuk pasien : Demam
Kontraindikasi obat : hipersensitivitas terhadap
paracetamol, penyakit hepar kronis.
Efek samping obat : sakit tenggorokan, tubuh terasa
lemah.
4. Nama obat : ambroxol
Golongan : Mukolitik
Dosis untuk pasien : Sirup 3 x 1 sendok makan
Cara kerja untuk pasien : memecah serat asam
mukopolisakarida yang membuat dahak lebih encer
dan mengurangi adhesi lendir pada dinding
tenggorokan.
Indikasi untuk pasien : bronkitis akut.
Kontraindikasi obat : hipersensitivitas terhadap
ambroxol sebelumnya.
Efek samping obat : mual muntah, sakit perut, diare,
bibir dan tenggorokan terasa kering.
5. Nama obat : Pirazinamide
Golongan : antituberculosis
Dosis untuk pasien : 1 x 750mg 3x/minggu
Cara kerja untuk pasien : Membunuh dan menghentikan
perkembangan bakteri TB.
Indikasi untuk pasien : TB paru
Kontraindikasi obat : gangguan fungsi hati berat,
porfiria akut.
Efek samping obat : demam, muntah, kehilangan nafsu
makan, ruam kulit.
6. Nama obat : Etambutol
Golongan : antibiotik
Dosis untuk pasien : 1 x 750mg 3x/minggu
Cara kerja untuk pasien : menghambat enzim
arabinozyl transferase mycobakterium yang terlibat
dalam pembentukan didnding sel bakteri.
Indikasi untuk pasien : TB paru
Kontraindikasi obat : neuritis optik, anak dibawah enam
tahun.
Efek samping obat : nyeri perut, nafsu makan menurun,
gangguan fungsi hati, muak, muntah.
c) Diit: makanan biasa TKTP

d) Acara infuse: RL 500cc 20 tpm

e) Mobilisasi: Tn. T tampak bisa jalan.

B. Pengelompokan Data

Data Subyektif Data Obyektif

Tn. T mengatakan masih batuk Dahak keluar sedikit dan kental


.

Tn. T mengatakan merasa nyeri dada Ada suara nafas tambahan ronchi
pada saat batuk dan menarik napas
dalam.

Tn. T mengatakan bisa Suhu 37,9ºC/ axila


menghabiskan makanan namun
dipaksa, karena kadang napsu makan
tidak ada.

Kulit tampak kering

Wajah tampak kemerahan dan kulit


terasa panas.
IMT 17,30 kg/m² (kategori kurus)

Leukosit 14.700 U/L (meningkat)

C. Analisa Data

Data Etiologi Masalah

DS: Peningkatan produksi Bersihan jalan napas


mukus akibat tidak efektif
Tn. T mengatakan masih peradangan paru
batuk

DO: Penumpukan sputum di


jalan napas
Dahak keluar sedikit dan
kental

Ada suara nafas tambahan Suara napas tambahan


ronchi di ICS 4, 5 (rochi)
Bersihan jalan napas
tidak efektif

DS:
Mycobacterium
- tuberculosis masuk ke Hipertermi
saluran napas
DO:

Suhu 37,9ºC/ axila


Pertahanan primers
Wajah tampak kemerahan tidak adekuat
dan kulit terasa panas.
Makrofag
Pelepasan prostaglandin
Peningkatan sel point
hipotalamus
Respon menggil dan
peningkatan suhu tubuh

DS: Mycobaterium TB Defisit nutrisi

Tn. T mengatakan Pelepasan metdiator


mengalami penurunan
napsu makan kimia (serotonin)

Tn. T mengatakan Merangsang


menghabiskan makanan melanocotrin
namun karena dipaksa

DO:
Anoreksia
IMT 17,30 kg/m² (kategori
kurus)
asupan kurang

IMT < 18,5 kg/m²

Defisit nutrisi

Mycobaterium TB Resiko infeksi


Sel goblet terangsang
Produksi mukus

Merangsang respon sel


silia di trachea
Batuk
Pengeluaran droplet
Resiko infeksi terhadap
orang lain
II. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
2. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi)
3. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan)
4. Resiko infeksi d.d peningkatan paparanh organisme patogen.
III. INTERVENSI KEPERAWATAN

N TG DIAGNOSA PERENCANAAN
O L KEPERAWAT
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
AN
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)

1. 29- Bersihan jalan Kemampuan Latihan batuk


06- napas tidak memebersika efektif a. Penumpuka
202 efektif b.d n sekret atau a. Monitor n sputum
0 hipersekresi obstruksi adanya menghamba
jalan napas jalan napas retensi t jalan nafas
untuk sputum b. Peningkatan
mempertahan ekspansi
kan jalan b. Atur posisi paru
napas tetap semi c. Merangsang
paten flower terbukanya
meningkat , atau sistem
dengan flower kolateral
kriteria hasil c. Anjurkan d. Meningkatk
sebagai tarik napas an distribusi
berikut: dalam ventilasi.
1.Poduksi melalui e. Menfasilitas
sputum hidung i
menurun selama 4 pembersihan
2.Batuk detik, jalan napas
efektif ditahan f. Mukolitik
meningkat selama 2 bekerja
3.Suara detik, untuk
napas kemuadian memecah
ronchi dikeluarka serat asam
menurun n dari mukopolisa
mulut karida yang
dengan membuat
bibir dahak lebih
mencucu encer.
(dibulatka
n) selama
8 detik.
d. Anjurkan
mengulang
i tarik
napas
dalam
hingga 3
kali
e. Anjurkan
batuk
dengan
kuat
langsung
setelah
tarik napas
dalam
yang ke-3
f. Kolaborasi
pemberian
pengencer
dahak
(ambroxol
) sesuai g. Adanya
anjuran suara napas
dokter. tambahan
Pemantauan menandakan
Respirasi adanya
obstruksi
g. Monitor jalan napas
auskultasi h. Sebagai
bunyi bahan
napas evaluasi
h. Dokument untuk
asi hasil tindakan
pemantaua selanjutnya.
n i. Meningkatk
i. Jelaskan an
tujuan dan pengetahuan
prosedur serta
pemantaua mengurangi
n kecemasan
Dukungan pasien
kepatuhan j. Mengetahui
program deraja
pengobatan kepatuhan
j. Identifikas k. Meningkatk
i an sikap
kepatuhan kooperatif
menjalani keluarga
program l. Meningkatk
pengobata an
n pengetahuan
k. Libatkan pasien dan
keluarga keluarga.
untuk
mendukun
g program
pengobata
n TB paru
l. Informasik
an manfaat
yang
diperoleh
jika teratur
menjalami
program
pengobata
n TB paru.
2. Hipertermia b.d Pengaturan Manajemen
proses penyakit suhu tubuh hipertermia dan
(infeksi) agar tetap regulasi a. Peningkatan
berada pada temperatur suhu tubuh dan
rentang a.Monitor suhu kemrahan pada
normal tubuh dan kulit
membaik, warna kulit meningikasikan
dengan b.Tingkatkan adanya infeksi.
kriteria hasil asupan cairan b. Mencegah
sebagai yang adekuat dehidrasi
berikut: c.Anjurkan c.
1.Suhu tubuh tirah baring meningkatkan
membaik e.Kolaborasi kenyamanan
2.Suhu kulit pemberian d. mengurangi
membaik antipiuretik dan produksi zat
3.Kulit merah cairan elektrolit penyebab
menurun intravena. peradangan
(prostaglandin).

3. Defisit nutrisi Keadekuatan Manajemen


b.d faktor asupan nutrisi nutrisi a. Mengetahui
psikologis untuk a. Monitor asupan gizi
(keengganan memenuhi asupan sudah
untuk makan, kebutuhan makan sesuai
napsu makan metabolisme b. Monitor kebeutuhan
menurun) membaik berat badan atau belum
dengan c. Fasilitasi b. Penurunan
kriteria hasil menentuka berta badan
sebagai n pedoman menandaka
berikut: diet n
1. Napsu d. Berikan kurangnya
makan makan asupan
mebaik tinggi c. Meningkat
2. Berat kalori dan kan
badan tinggi kooperatif
membaik protein
3. IMT e. Ajarkan pasien
membaik diet yang d. Meningkat
diprogram kan berat
kan badan
f. Kolaborasi e. Meningkat
dengan ahli kan
gizi untuk pengetahua
menentuka n pasien
n jumlah f. Asupan
kalori dan gizi yang
jenis tepat dapat
nutrien memperbai
yang ki defisit
dibutuhkan nutrisi
.

4. Resiko infeksi Derajat Pencegahan


infeksi infeksi
berdasarkan a. Monitor a. Pencegahan
observasi tanda dan resiko infesi
menurun gejala infeksi b. Meminimalk
dengan b. Batasi an resiko
kriteria hasil jumlah infesi ke
sebgai pengunjung orang lain
berikut: c. Ajarkan c. Etika batu
1. Demam etika batuk dapat
menurun d. Jelaskan mencegah
2. Napsu pentingnya penularan ke
makan menjaga orang lain di
meningk lingkunga sekitar
at sepertinya d. Paparan
3. Nyeri adanya sinar matahri
menurun ventilasi dapat
yang baik, membunuh
agar cahaya mycobacteri
matahari um
dapat masuk tuberculosis.
di rumah
atau di ruang
perawatan
pasien TB
paru.

IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Implementasi keperawatan dilakukan mengacu pada intervensi keperawatan
yang telah dibuat

V. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan dilakuan untuk menilai apakah masalah keperawatan
belum teratasi, teratasi sebagian,atau sudah teratasi mengacu pada kriteria hasil.

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Dari kasus trigger asuhan keperawatan pada Tn. T. P dengan gangguan sistem
pernafasan: Tuberkulosis paru, dapat disimpulkan bahwa telah ditemukan 4
diagnosa yaitu:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d proses infeksi
b. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi)
c. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan)
d. Resiko infeksi.

1) Perencanaan
Dalam merencanakan tindakan keperawatan diharapkan masalah yang
dihadapi klien teratasi, tujuan dari diagnosa 1, 2, 3 dan 4 setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam dapat tercapai.
2) Pelaksanaan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan disesuaikan dengan yang telah
dibuat selama 1x24 jam, dalam pelaksanaan keperawatan perawat
melibatkan anggota keluarga. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu:
1) Observasi
2) Terapeutik
3) Edukasi
4) Kolaborasi
3) Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah yang
dihadapi klien teratasi, teratasi sebagian atau belum teratasi sesuai kriteria
hasil.

Adapun kasus ini adalah kasus trigger jadi mahasiswa membuat laporan
kasus ini sampai intervensi keperawatan saja.

B. Saran
Bagi mahasiswa diharapkan untuk lebih mempersiapkan konsep teori tentang
asuhan keperawatan dengan gangguan gangguan sistem pernafasan:
Tuberkulosis Paru.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Z, Bahar A. (2010). Tuberkulosis Paru: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 6. Jakarta.Pusat Perbrbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Correia JC, Steyl JL, De Villiers HC.(2014). Assessing The Survival Of
Mycobacterium Tuberculosis In Unembalmed And Embalmed Human
Remains. Clin Anat Apr; 27: 304e7.
DiGiulio, M., Jackson, D., & Keogh, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Rapha Publishing.
Hall JE. Guyton and Hall. (2016). Textbook of Medical Physiology. 13th ed.
Philadelphia (PA): Elsevier.
Hannah Hawrot. (2015). Pulmonary Tuberculosis. BMBS PGCAPP FHEA
Histopathology Registrar, St James’s University Hospital, Leeds, UK.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). InfoDatin. Jakarta Selatan:
Pusat Data dan Informasi.
Isselbacher, B. W. (2015). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam (13 ed.).
Jakarta: EGC.
Kasper, D. L., Hauser, S. L., Jameson, J. L., Fauci A., Longo, D. L., dan
Loscalzo, J., (2015), Harrison's Principles of Internal Medicine 19th Ed.,
The Mc Grawhill Companies,United Statesof America.
Nurdiansyah V., Cholissodin I &Adikara P. (2020) Klasifikasi Penyakit
Tuberkulosis (TB) menggunakan Metode Extreme Learning Machine
(ELM). Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer .
Vol. 4, No. 5,p. 1387-1393.
PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan.Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan.Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan Keperawatan.Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Priscillia LeMone, (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Respirasi.
Jakarta: EGC
World Health Organization. (2020). World Healt Organization. Retrieved April
13, 2020, from https://www.who.int/newsroom/ fact-
sheets/detail/tuberculosis.

Anda mungkin juga menyukai