B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memahami tentang konsep teori dan kasus pada gangguan
sistem pernafasan: TB Paru.
2. Tujuan Khusus
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, diharapkan penulis mampu:
a. Mampu memahami konsep pengkajian dalam asuhan keperawatan pada
gangguan sistem pernafasan: TB Paru.
b. Mampu merumuskan diagnosa dalam asuhan keperawatan pada gangguan
sistem pernafasan: TB Paru.
c. Mampu merumuskan rencana tindakan keperawatan dalam asuhan
keperawatan pada gangguan sistem pernafasan: TB Paru.
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan dalam asuhan keperawatan
pada gangguan sistem pernafasan: TB Paru.
e. Mampu melakukan evaluasi dalam asuhan keperawatan pada gangguan
sistem pernafasan: TB Paru.
C. Metode Penulisan
a. Studi kepustakaan
Metode yang digunakan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini
penulis menggunakan metode studi kepustakaan yaitu: mengambil beberapa
literatur sebagai sumber dan teori.
b. Studi kasus
Melakukan analisa kasus pada pasien Mampu merumuskan rencana
tindakan keperawatan dalam asuhan keperawatan pada gangguan sistem
pernafasan: TB Paru.
D. Sistematika Penulisan
Bab I: Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, identifikasi, dan perumusan masalah,
batasan/ruang lingkup masalah, maksud dan tujuan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
Bab II: Tinjauan Teori
Bab ini berisi teori-teori pengertian terkait TB Paru, etiologi,
manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksaan, serta konsep asuhan
keperawatan.
Bab III: Tinjauan Kasus
Bab ini menjelaskan tentang status kesehatan pasien, diagnosa
keperawatan yang ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang didapatkan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem pernafasan: TB Paru.
BAB II
TINJAUAN TEORI
b. Fisiologi
Pernafasan atau respirasi berarti bernapas lagi, mempunyai peran
menyediakan oksigen serta mengeluarkan gas karbon dioksida dari tubuh,
hal tersebut merupakan fungsi vital. Oksigen merupakan sumber tenaga
bagi tubuh yang harus dipasok terus menerus, sedangkan karbon dioksida
merupakan bahan toksik yang harus segera dikeluarkan dari tubuh. Bila
tertumpuk di dalam darah akan menimbulkan keadaan asidosis yang dapat
mengganggu badan bahkan menyebabkan kematian. Proses respirasi
berlangsung beberapa tahap sebagai berikut:
1. Ventilasi
Suatu proses masuknya udara dari luar tubuh (atmosfir) ke dalam paru
dan keluarnya udara dari paru kembali ke udara luar melalui sistem
pernafasan (jumlah udara/gas yang mengadakan pertukaran dalam
alveoli setiap menit). Proses ventilasi dipengaruhi oleh: patensi jalan
napas, posisi tubuh, volume paru,dead space, shunting.
2. Difusi
Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi
ke area konsentrasi rendah. Oksigen terus menerus berdifusi dari udara
dalam alveoli ke dalam aliran darah dan karbondioksida (CO2) terus
berdifusi dari darah ke dalam alveoli.
3. Perfusi
Perfusi adalah proses dimana darah deoksigenasi mengalir ke paru dan
mengalami reoksigenasi atau dapat dikatakan sebagai sirkulasi darah di
dalam pembuluh kapiler paru
4. Transportasi
Oksigen yang diambil darah dari alveoli, diangkut ke sel jaringan
melalui dua jalur: 97% akan terikat dengan hemoglobin dalam eritrosit,
sebagai oksihemoglobin, 3% larut dalam plasma
c. Etiologi dan faktor resiko
Mycobacterium tuberculosis (TB) adalah organisme bakteri atas dua
juta kematian per tahun di seluruh dunia. Menyebar melalui transmisi aerosol,
biasanya menginfeksi paru-paru, tetapi juga dapat mempengaruhi tulang
(penyakit Pott), kelenjar getah bening, sistem saraf pusat, saluran genitourinari,
saluran gastrointestinal dan kulit, 1 menunjukkan karakteristik inflamasi
granulomatosa dan nekrosis kaseosa. Pada waktu batuk atau bersin, pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak Hasil penelitian
menunjukkan faktor resiko yang tinggi di antara beberapa kelompok, seperti
imigran, orang dengan HIV, dan orang lanjut usia (Correia, 2014)
d. Klasifikasi
Biasanya menginfeksi paru-paru, tetapi juga dapat mempengaruhi
tulang (penyakit Pott), kelenjar getah bening, sistem saraf pusat, saluran
genitourinari, saluran gastrointestinal dan kulit, menunjukkan karakteristik
inflamasi granulomatosa dan nekrosis kaseosa. Gejala infeksi sering kali
meliputi batuk, sesak napas, hemoptisis dan pengecilan otot, beberapa di
antaranya yang diderita pasien kami sebelumnya kematiannya.
Kasus tuberkulosis (TB) dapat digolongkan berdasarkan tempat infeksi,
beratnya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologis dan riwayat pengobatan
sebelumnya.
1. Tempat infeksi.
Disebut TB paru adalah bila penyakit mengenai parenkim paru. TB ekstra
paru adalah TB tanpa kelainan radiologis di parenkim paru. Termasuk
dalam kelompok ini TB kelenjar getah bening (mediastinum dan/atau
hilus) atau TB dengan efusi pleura. Pasien dengan TB paru dan ekstra paru
dicatat sebagai kasus TB paru. TB ekstra paru di beberapa tempat
dikategorikan berdasarkan kelainan pada lokasi yang paling berat.
2. Beratnya penyakit
Banyaknya bakteri, luasnya lesi dan lokasi anatomis menentukan beratnya
penyakit dan pendekatan pengobatan. Dianggap kasus berat bila penyakit
tersebut mengancam jiwa (misalnya TB perikarditis) atau adanya risiko
gejala sisa yang serius (misalnya: TB medula spinalis) atau keduanya.
3. Bakteriologi
Sputum BTA positif, bila:
Dua kali pemeriksaan menunjukkan hasil BTA positif, atau satu kali
pemeriksaan dengan hasil BTA positif dan hasil pemeriksaan radiologis
sesuai dengan TB paru, atau satu kali sputum BTA positif dan hasil kultur
positif. Sputum BTA negatif, bila: Dua kali pemeriksaan dengan jarak 2
minggu dengan hasil BTA negatif. Pemeriksaan radiologis sesuai dengan
TB paru dan gejala klinis tidak hilang dengan pemberian antibiotik
spektrum luas selama satu minggu dan dokter memutuskan untuk
mengobati dengan pengobatan regimen anti TB secara penuh.
e. Patofisiologi
Pada tuberkulosis, basis tuberkel menyebabkan reaksi jaringan yang
aneh dalam oparui-paru antara lain: (1) jaringan yang diinfeksi diserang oleh
makrofag dan (2) daerah lesi dikelilingi seperti dinding oleh jaringan fibrotik
untuk membentuk yang disebut tuberkel. Proses pembentukan dinding ini
membantu mambatasi proses penyebaran basil tuberkel dalam paru dan oleh
karena itu merupakan bagian dan proses protektif terhadap perluasan infeksi.
Namun hampir 3% dari seluruh peneriota tuberkulosis di seluruh dunia , jika
tidak diobati, tidak terbentuk proses pembentukan dinding ini, dan basil
tuberkel menyebar ke seluruh paru sering menyebabkan kerusakan berat pada
seluruh jaringan paru. Dengan kavitas abses yang besar. Dengan demikian pada
tuberkulosis stadium lanjut banyak timbul daerah fibrosis di seluruh paru, dan
mengurangi seluruh jumlah jaringan total paru fungsional.. keadaan ini
meneybabkan (1) peningkatan kerja pada bagian otot pernafasan yang berfungsi
untuk ventilasi paru dan berkurangnya kapasitas vital dan kapasitas pernafasan;
(2) berkurangnya luas permukaan membran pernapasan total dan peningkatan
kekebalan membran pernapasan. Hal ini menyebabkan penurunan difusi poaru
secara progresif; dan (3) kelainan rasio ventilasi-perfusi dalam paru , sehingga
mengurangi difusi 0ksigen dan karbondioksida paru secara keseluruhan
(Guyton, 2016).
f. Manifestasi klinisi
1. Batuk/ Batuk darah.
Gejala batuk timbul paling dini. Gejala ini benyak ditemukan. Batuk
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keadaan yang lanjut adalah batuk
darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Berat
ringannnya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah. Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercakbercak darah, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah sangat banyak.
2. Sesak napas
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan bila
kerusakan parenkim paru sudah luas karena ada hal-hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain.
3. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala
ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
4. Demam
Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza. Tapi kadang-kadang panas
bahkan dapat mencapai 40-41 ºC, keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan
tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
5. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa tidak ada nafsu makan, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam (DiGiulio, 2014).
g. Komplikasi
Pada penyakit TB Paru jika tidak ditangani dengan benar maka akan
menimbulkan komplikasi diantaranya ialah, pleuritis (radang pada pleura paru),
efusi pleura (pemnumpukan cairan diantara dua pleura), empiema (kumpulan
nanah diantara paru-paru dipermukaan bagian dalam dinding dada), pleuritis
(radang pada pleura), hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah),
pneumotorak (adanya udara pada rongga pleura). Selain itu, penyebaran infeksi
organ lainnya seperti, otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya (Amin &
Bahar, 2015).
h. Tes diagnostik
1. Pemeriksaan Rontgen Toraks
2. Pemeriksaan CT-scan
4. Pemeriksaan Laboratorium
i. Penatalaksaan
.Pengobatan
Pengobatan yang dapat diberikan pada klien dengan tuberkulosis Paru,
yaitu :
b. Diagnosa keperawatan
1.) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
2.) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
3.) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
4.) Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (napsu makan menurun).
5.) Resiko defisit nutrisi
6.) Hipertermia b.d proses penyakit
7.) Nyeri akut b.d agen cedera biologis
8.) Gangguan rasa nyaman b. d gejala penyakit.
9.) Isolasi sosial b.d ketidaksesuaian nilai-nilai dan norma.
10.) Gangguan harga diri rendah situasional b.d perubahan pada citra
tubuh
11.) Resiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahan primer dan sekunder
12.) Resiko infeksi d.d peningkatan paparan patologis
c. Perencanaan keperawatan
N TG DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAW
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
O L ATAN
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
a. Identifikasi
kepatuhan
menjalani
program
pengobatan
b. Libatkan
keluarga
untuk
mendukung
program
pengobatan
TB paru
c. Informasi
manfaat
yang
diperoleh
jika teratur
menjalami
program
pengobatan
TB paru.
2. Pola napas Inspirasi dan Manajemen
tidak efektif atau hipertermia dan
ekspirasi regulasi a. Mengetahui
yang temperatur frekuensi
emberikan a. Monitor dan
ventilasi pola napas kedalaman
adekuat. (frekuensi, sebagai
Membaik kedalaman, bahan
dengan usaha napas) evaluasi
kriteria hasil b. Monitor b. Penumpuka
sebagai sputum n sputum
berikut: c. Posisikan pada jalan
1. Frekue semi flower nafas dapat
nsi atau flower memicu
napas d. Berikan pola nafas
membai oksigen yang tidak
k e. Ajarkan efektif
2. Penggu teknika c. Meningkatk
naan batuk efektif an ekspansi
otot f. Kolaborasi paru
bantu pemberian d. Memaksim
napas bronkodilato alkan
menuru r asupan
n kebutuhan
3. Dispne oksigen
a e. Teknik
menuru batuk
n efektif agar
4. Pernapa membatu
san pembersiha
cuping n jalan
hidung napas yang
pmenur efektif
un f. Mukolitik
bekerja
untuk
memecah
serat asam
mukopolisa
karida yang
membuat
dahak lebih
encer.
d. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan mengacu pada intervensi
keperawatan yang telah dibuat.
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan dinilai apakah masalah keperawatan belum
teratasi, teratasi sebagian,atau sudah teratasi mengacu pada kriteria
hasil.
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Data Umum
a. Identitas Klien
Nama : Tn. T
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : TNI
Status marital : Tidak terkaji
Tanggal Pengkajian : 29 Juni 2020
Tanggal Masuk : 28 Juni 2020
Diagnosa Medis : TB Paru
Alamat : Asrama Yonif, Kota Cimahi.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Alasan masuk Rumah Sakit
Tn. T mengatakan pada hari Minggu, 28 Juni 2020
pukul 13.00 WIB, klien masuk rumah sakit karena
mengeluh demam sudah 2 minggu hilang timbul
disertai batuk berdahak tapi tidak bisa dikeluarkan.
2. Keluhan Utama
Tn. T mengatakan merasakan batuk yang terus
menerus.
3. Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST)
Tn. T mengatakan batuk sampai sesak dan juga
nyeri dada pada saat batuk. Sesak bertambah ketika
beraktifitas. berkurang ketika beristirahat. Batuk
bertambah jika Tn. T tidur berbaring, batuk
berkurang saat duduk dan setelah minum obat.
4. Keluhan yang menyertai
Tn. T mengatakan saat malam hari berkeringat
walau hawanya tidak panas.
5. Riwayat tindakan konservatif dan pengobatan yang
telah didapat.
Tn. T mengatakan tidak pernah masuk rumah sakit
dan mendapatkan pengobatan sebelumnya.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a) Riwayat penyakit atau rawat inap sebelumnya
Tn. T mengatakan, ini merupakan pertama kali
masuk rumah sakit dan sebelumnya tidak ada
riwayat penyakit yang membutuhkan perawatan
b) Riwayat alergi
Tn. T mengatakan tidak ada riwayat alergi
makanan, minuman, obat-obatan dan cuaca
c) Riwayat operasi
Tn. T mengatakan belum pernah menjalani operasi
d) Riwayat transfusi
Tn. T mengatakan sebelumnya belum pernah
mendapatkan transfusi
e) Riwayat pengobatan
Tn. T mengatakan tidak ada riwayat mendapatkan
pengobatan dalam jangka waktu yang lama.
f) Riwayat penyakit keluarga: Tn. T tidak ada riwayat
penyakit yang diturunkan dalam keluarganya,
seperti sakit gula, hipertensi
g) Keadaan kesehatan lingkungan rumah: Tidak terkaji
h) Genogram 3 generasi: Tidak terkaji
3. Data Biologis
a) Penampilan umum
Keadaan umum klien tampak sakit ringan, kesadaran
composmentis, klien tampak duduk di tempat tidur dan
berbincang bersama teman-temannya, tampak batuk
sesekali, menggunakan masker, tidak terpasang oksigen,
tidak sesak, terpasang infus Ringer Lactate di lengan kiri,
tidak terpasang foley kateter.
b) Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg, di lengan kanan
Nadi : 85 x/menit, di arteri radialis dextra
Suhu : 37,9°C per axila
Pernapasan : 22x/menit
Nyeri : Nyeri saat batuk
c) Tinggi Badan : 170 cm
Berat Badan : 50 kg
IMT : 17,30 kg/m² (kategori: Kurus)
d) Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik per Sistem, Masalah
keperwatan.
1) Sistem Pernapasan
Anamnesa
Sebelum dirawat: Tn. T mengatakan batuk, dahak
tidak bisa keluar. Nyeri dada pada saat batuk.
2) Sistem Kardiovaskuler
Anamnesa:
Tak terkaji
Inspeksi: Ictus Cordis tidak terlihat, edema tidak
ada, cyanosis tidak ada.
Palpasi: ictus cordis teraba di ICS 5 linea
midclavicula sinistra, capillary refill time <2 detik
Perkusi: terdengar pekak, batas atas jantung di ICS 2
linea sternalis sinistra, batas bawah jantung di ICS 5
linea midclavicula sinistra, auskultasi BJ I
Auskultasi:
Heart Rate: 85 x/menit
Bunyi Jantung I: BJ I terdengar lup di ICS 5 linea
midclavicula sinistra
Bunyi Jantung II: BJ II terdengar dub di ICS 2 linea
sternalis dextra.
Bunyi Jantung Tambahan: tidak terdengar bunyi
jantung tambahan
3) Sistem Pencernaan
Anamnesa:
Sebelumya dan sesudah dirawat: Tn. T mengatakan
makan selalu habis, tapi harus dipaksa, kadang tidak
nafsu makan.
Inspeksi
Mulut: bibir lembab, stomatitis tidak ada, lidah
kering, gingivitis tidak ada, gusi berdarah tidak ada,
tonsil T1, caries tidak terkaji, gigi tanggal tidak ada.
Abdomen: bentuk abdomen datar
Anus: hemoroid tidak ada
Auskultasi:
Bising Usus: 5 x/menit, kuat.
Palpasi: Hepar dan limpa tidak teraba dan tidak
nyeri tekan, nyeri tekan di regio epigastrium tidak
ada.
Perkusi: terdengar timpani
4) Sistem Perkemihan
Anamnesa: tidak terkaji
Inspeksi: tidak terkaji
Palpasi: tidak terkaji
Perkusi: tidak terkaji
5) Sistem Persarafan
Anamnesa: Tn. T mengatakan tidak ada riwayat
sakit pada bagian persarafan
Inspeksi
Bentuk wajah: Bentuk muka simetris, mulut simetris
Tingkat Kesadaran: Composmetis.
Kualitatif : Tn. T dapat dapat menceritakan
terkait apa yang ddirasakan klien, kemampuan
bicara klien baik.
Kuantitatif : GCS = (E:4 ,V:6 ,M:5)
Uji Saraf Cranial:
Nervus I (Olfaktorius): tak terkaji
Nervus II (Optikus): tak terkaji
Nervus III (Okulomotorik), IV (Trochlearis), VI
(Abducens): tak terkaji
Nervus V (Trigeminus): tak terkaji
Nervus VII (Fasialis): tak terkaji
Nervus VIII (Vestibulokoklearis): tak terkaji
Nervus IX (Glosofaringeus): tak terkaji
Nervus X (Vagus): tak terkaji
Nervus XI (Aksesorius): tak terkaji
Nervus 12 (Hypoglosus): tak terkaji
7) Sistem Muskuloskeletal
Anamnesa: Tn. T mengatakan mampu mandi sendiri
ke kamar mandi.
Inspeksi : tak terkaji
Palpasi : tak terkaji
8) Sistem Endokrin
Anamnesa: tak terkaji
Inspeksi: tak terkaji
Palpasi: tak terkaji
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.
9) Sistem Integumen
Anamnesa: Tn. T mengatakan badan terasa panas
hilang timbul sejak 2 minggu lalu, sebelum dirawat
pada malam hari berkeringat walau hawa tidak
panas, namun setelah rawat tidak lagi.
Inspeksi: lesi tidak ada, kelembaban sedikit kering,
wajah tampak kemerahan.
Palpasi: tekstur kulit kasar, turgor kulit elastis, kulit
teraba panas.
Masalah Keperawatan: Hipertermi.
4. Data Psikologis
b) Status Emosi: tak terkaji
c) Konsep Diri:
Gambaran Diri: tak terkaji
Harga Diri: tak terkaji
Ideal Diri: tak terkaji
Identitas Diri: tak terkaji
Peran: tak terkaji
Gaya Komunikasi: tak terkaji
Pola interaksi: tak terkaji
Pola mengatasi masalah: tak terkaji
Data Sosio-Spiritual: tak terkaji
Hubungan sosial: tak terkaji
Kultur yang diikuti: tak terkaji
Gaya hidup: tak terkaji
Kegiatan agama dan relasi dengan Tuhan: tak terkaji
Persepsi klien terhadap penyakitnya: Klien juga
mengatakan sebelumnya tidak tahu kalau sakit paru-paru,
setelah dijelaskan dokter klien tahu apa yang harus
dilakukan seperti cara pencegahan penularan, banyak
makan dan istirahat.
5. Data Penunjang
a) Laboratorium :
Hematologi: leukosit 14.700 U/L, Neutrofil segmen 18,5%
Mikrobiologi: bahan pemeriksaan dahak: Preparat BTA I
negative.
b) Terapi (Oral dan Parenteral/Injeksi)
1. Nama obat : Ceftizoxime
Golongan : Antibiotik sefalosporin
Dosis untuk pasien : 2 x 1 gram IV dalam infus
Cara kerja untuk pasien : membasmi bakteri
Indikasi untuk pasien : Mengatasi bakteri
mycobacterium tuberculosis (bakteri gram positif).
Kontraindikasi obat : hipersensitivitas terhadap
golongan sefalosporin.
Efek samping obat : mual, muntah, sakit kepala, pusing
2. Nama obat : Rifampicin
Golongan : golongan antibiotik
Dosis untuk pasien : 1 x 450mg IM 3x/minggu
Cara kerja untuk pasien : menghambat pertumbuhan
bakteri dengan menghabat sintesis protein terutama
pada tahap transkripsi.
Indikasi untuk pasien : Mengatasi bakteri
mycobacterium tuberculosis (bakteri gram positif).
Kontraindikasi obat : hipersensitivitas terhadap
Rifampicin
Efek samping obat : gangguan saluran pencernaan,
mual, muntah, diare.
3. Nama obat : Paracetamol
Golongan : Antipiuretik
Dosis untuk pasien : 3x1 tablet
Cara kerja untuk pasien : mengurangi produksi zat
penyebab peradangan yaitu prostaglandin.
Indikasi untuk pasien : Demam
Kontraindikasi obat : hipersensitivitas terhadap
paracetamol, penyakit hepar kronis.
Efek samping obat : sakit tenggorokan, tubuh terasa
lemah.
4. Nama obat : ambroxol
Golongan : Mukolitik
Dosis untuk pasien : Sirup 3 x 1 sendok makan
Cara kerja untuk pasien : memecah serat asam
mukopolisakarida yang membuat dahak lebih encer
dan mengurangi adhesi lendir pada dinding
tenggorokan.
Indikasi untuk pasien : bronkitis akut.
Kontraindikasi obat : hipersensitivitas terhadap
ambroxol sebelumnya.
Efek samping obat : mual muntah, sakit perut, diare,
bibir dan tenggorokan terasa kering.
5. Nama obat : Pirazinamide
Golongan : antituberculosis
Dosis untuk pasien : 1 x 750mg 3x/minggu
Cara kerja untuk pasien : Membunuh dan menghentikan
perkembangan bakteri TB.
Indikasi untuk pasien : TB paru
Kontraindikasi obat : gangguan fungsi hati berat,
porfiria akut.
Efek samping obat : demam, muntah, kehilangan nafsu
makan, ruam kulit.
6. Nama obat : Etambutol
Golongan : antibiotik
Dosis untuk pasien : 1 x 750mg 3x/minggu
Cara kerja untuk pasien : menghambat enzim
arabinozyl transferase mycobakterium yang terlibat
dalam pembentukan didnding sel bakteri.
Indikasi untuk pasien : TB paru
Kontraindikasi obat : neuritis optik, anak dibawah enam
tahun.
Efek samping obat : nyeri perut, nafsu makan menurun,
gangguan fungsi hati, muak, muntah.
c) Diit: makanan biasa TKTP
B. Pengelompokan Data
Tn. T mengatakan merasa nyeri dada Ada suara nafas tambahan ronchi
pada saat batuk dan menarik napas
dalam.
C. Analisa Data
DS:
Mycobacterium
- tuberculosis masuk ke Hipertermi
saluran napas
DO:
DO:
Anoreksia
IMT 17,30 kg/m² (kategori
kurus)
asupan kurang
Defisit nutrisi
N TG DIAGNOSA PERENCANAAN
O L KEPERAWAT
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
AN
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
V. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan dilakuan untuk menilai apakah masalah keperawatan
belum teratasi, teratasi sebagian,atau sudah teratasi mengacu pada kriteria hasil.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari kasus trigger asuhan keperawatan pada Tn. T. P dengan gangguan sistem
pernafasan: Tuberkulosis paru, dapat disimpulkan bahwa telah ditemukan 4
diagnosa yaitu:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d proses infeksi
b. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi)
c. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan)
d. Resiko infeksi.
1) Perencanaan
Dalam merencanakan tindakan keperawatan diharapkan masalah yang
dihadapi klien teratasi, tujuan dari diagnosa 1, 2, 3 dan 4 setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam dapat tercapai.
2) Pelaksanaan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan disesuaikan dengan yang telah
dibuat selama 1x24 jam, dalam pelaksanaan keperawatan perawat
melibatkan anggota keluarga. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu:
1) Observasi
2) Terapeutik
3) Edukasi
4) Kolaborasi
3) Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah yang
dihadapi klien teratasi, teratasi sebagian atau belum teratasi sesuai kriteria
hasil.
Adapun kasus ini adalah kasus trigger jadi mahasiswa membuat laporan
kasus ini sampai intervensi keperawatan saja.
B. Saran
Bagi mahasiswa diharapkan untuk lebih mempersiapkan konsep teori tentang
asuhan keperawatan dengan gangguan gangguan sistem pernafasan:
Tuberkulosis Paru.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Z, Bahar A. (2010). Tuberkulosis Paru: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 6. Jakarta.Pusat Perbrbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Correia JC, Steyl JL, De Villiers HC.(2014). Assessing The Survival Of
Mycobacterium Tuberculosis In Unembalmed And Embalmed Human
Remains. Clin Anat Apr; 27: 304e7.
DiGiulio, M., Jackson, D., & Keogh, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Rapha Publishing.
Hall JE. Guyton and Hall. (2016). Textbook of Medical Physiology. 13th ed.
Philadelphia (PA): Elsevier.
Hannah Hawrot. (2015). Pulmonary Tuberculosis. BMBS PGCAPP FHEA
Histopathology Registrar, St James’s University Hospital, Leeds, UK.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). InfoDatin. Jakarta Selatan:
Pusat Data dan Informasi.
Isselbacher, B. W. (2015). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam (13 ed.).
Jakarta: EGC.
Kasper, D. L., Hauser, S. L., Jameson, J. L., Fauci A., Longo, D. L., dan
Loscalzo, J., (2015), Harrison's Principles of Internal Medicine 19th Ed.,
The Mc Grawhill Companies,United Statesof America.
Nurdiansyah V., Cholissodin I &Adikara P. (2020) Klasifikasi Penyakit
Tuberkulosis (TB) menggunakan Metode Extreme Learning Machine
(ELM). Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer .
Vol. 4, No. 5,p. 1387-1393.
PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan.Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.