Anda di halaman 1dari 47

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN PNEUMONIA

OLEH :
NI WAYAN SUMARNI
NIM. 199012381

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PNEUMONIA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bagian bawah dengan
gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus,
bakteri, mycoplasma (fungi) berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi
(Nurarif, 2015).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi
pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan
benda-benda asing (Muttaqin, 2008).
Pneumonia adalah keadaan akut pada paru-paru yang disebabkan oleh karena infeksi
atau iritasi dari bahan kimia sehingga alveoli terisi oleh eksudat peradangan (Murwani, 2011).
Pneumonia merupakan proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan
oleh agens infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering menyebabkan
kematian di Amerika Serikat (Smeltzer & Bare, 2013).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah infeksi pada
saluran pernafasan bawah sebagai akibat peradangan yang disebabkan oleh bakteri, virus
jamur, benda asing atau iritasi dari bahan kimia yang menyebabkan terjadinya eksudasi dan
konsolidasi dengan gejala batuk disertai sesak nafas.

2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus tipe 8
menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan
tipe 14,1,6,dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
berkurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
pneumokokus dan ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi (Muzasti, 2011).
Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab
kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol
beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali
merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian.
Kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut laporan WHO,
sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan
UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita
tertinggi, melebihi penyakit penyakit lain seperti campak, malaria, serta AIDS (Muzasti,
2011).
Pneumonia adalah penyebab terbesar kematian pada anak-anak di seluruh dunia. Setiap
tahun, membunuh sebanyak 1,4 juta anak-anak di bawah usia lima tahun, yang merupakan
18% dari semua kematian anak di bawah lima tahun di seluruh dunia. Pneumonia dapat terjadi
pada anak-anak dan keluarga di seluruh dunia, tetapi yang paling umum di Asia Selatan dan
sub-Sahara Afrika (WHO, 2012).
Diantara penyebab infeksi nosokomial, Pneumonia nosokomial menempati urutan ke 2
setelah infeksi saluran kemih, yaitu sebanyak 5-50 kasus per 1.000 perawatan di RS setiap
tahun. Insiden ini meningkat 5-10 kali jika pasien dirawat di ICU dan menjadi 6-20 kali jika
pasien menggunakan ventilator (Muzasti, 2011).

3. Anatomi Fisiologi
Berikut ini adalah gambar anatomi fisiologi dari sistem respirasi manusia :

Gambar 1. Sistem Pernafasan


a. Saluran Pernafasan Bagian Atas
Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring, dan epiglotis, yang
berfungsi menyaring menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup.
1) Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum
nasal), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasal) serta memiliki bulu-bulu yang berguna
untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. Hidung
terdiri dari tiga lapisan, yaitu:
a) Lapisan luar dinding yang terdiri dari kulit
b) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan
c) Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang disebut karang hidung
(konka nasal) yaitu konka nasal inferior, media, dan superior.
Diantara konka terdapat tiga buah meatus, yaitu meatus inferior, medialis dan superior
yang merupakan temat mengalirnya udara saat terjadi peroses pernapasan.
2) Faring
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan yang
terdapat di bawah dasar tengkorak, yang terletak dibelakang nasofaring (di belakang
hidung), orofaring (di belakang mulut), dan laringofaring (di belakang faring).
3) Laring
Laring merupakan saluran pernafasan dan bertindak sebagai pembentukan suara, terdiri
atas bagian tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, yang terdiri atas dua
lamina yang bersambung di garis tengah.
4) Epiglotis
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup laring ketika
sedang menelan.
b. Saluran Pernafasan Bagian Bawah
Saluran pernafasan bagian bawah terdiri atas trakea, tendon bronchus, segmen bronchus,
dan bronkhiolus yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.
1) Trakea
Trakhea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari larink, dibentuk oleh 16-20
cincin yang terdiri dari tulang rawan yang memiliki panjang 9-11 cm. Trakhea ini dilapisi
oleh selaput lendir yang terdiri atas epithelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu
atau benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.
2) Bronkus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua percabangan yaitu
kanan dan kiri. Bronkus kanan terdiri dari 6-8 cincin yang memiliki tiga cabang pada
masing-masing lobus yaitu lobus superior, medial dan inferior. Bronkus bagian
kiri terdiri dari 9-12 cincin dan memiliki dua cabang pada lobus superior dan inferior.
Kemudian saluran setelah bronkus adalah bagian percabangan yang disebut sebagai
bronkhiolus.
3) Paru-paru
Paru-paru merupakan organ utama dalam sistem pernafasan. Letak paitu sendiri di
dalam rongga thoraks. Paru-paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura
yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis, kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura
yang berisi cairan surfaktan (zat lipoprotein yang dapat mengurangi tegangan permukaan
dan mengurangi resistensi terdapat pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah
kolaps alveolus pada waktu ekspiras).
Paru-paru terdiri dari dua bagian yaitu pulmo dextrayang memiliki tiga lobus yaitu
lobus pulmo dextra superioryang terdiri dari 5 buah segmen, lobus pulmo dextra
medialis yang terdiri dari 2 buah segmen, dan lobus pulmo dextra inferior yang terdiri
dari 2 buah segmen. Pulmo sinistra memiliki dua buah lobus yaitu lobus pulmo sinistra
superior dan lobus pulmo sinistra inferior, masing-masing lobus sinistra terdiri dari 5
segmen. Tiap-tiap segmen tebagi menjadi lobulus.
Diantara lobulus dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah
bening dan saraf, dalam tap-tiap lobulus terdapat bronkiolus yang memiliki cabang yang
disebut duktus alveolus yang berakhir pada alveolus dengan diameter 0,2-0,3 mm
(Syaifuddin, 2006).
4. Etiologi/Penyebab
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia dan
penyakit ini baru akan timbul apabila ada faktor- faktor prsesipitasi, namun pneumonia juga
sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena
etiologi di bawah ini :
a. Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Diplococus pneumonia,
Pneumococcus, Streptococcus Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus
friendlander (Klebsial pneumonia), Mycobacterium tuberculosis. Bakteri gram positif
yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah streptokokus pneumonia, streptococcus
aureus dan streptococcus pyogenis
b. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum disebabkan oleh virus
influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus merupakan penyebab
utama pneumonia virus. Virus lain yang dapat menyebabkan pneumonia adalah
Respiratory syntical virus dan virus stinomegalik.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung. Jamur yang
dapat menyebabkan pneumonia adalah Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas,
Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans,
Mycoplasma Pneumonia.
d. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita
AIDS.
e. Faktor lain yang mempengaruhi
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan tubuh yang
menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan
antibiotik yang tidak sempurna.
(Muzasti, 2011)
5. Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling
berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang
sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-
paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-
toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung
merusak sel-sel system pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun
dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-
paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-
paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi
dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus
adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai alveoli,
reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke dalam alveoli.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveoli maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis. Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan
jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru
dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan
rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak
lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia,
acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan
mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada
skema proses (Sipahutar, 2007).
6. Pathway
Bakteri, virus, jamur, protozoa Daya tahan tubuh menurun

Infeksi traktus respiratori bagian atas

Infeksi parenkim paru


(Pneumonia)
Vasodilator Pelepasan mediator pirogen
Pembuluh darah Respon inflamasi Kerja sel goblet
Aktivasi as.arakidonat
Pengeluaran Pembentukan Produksi Eksudat plasma
bradikinin sputum sputum meningkat masuk alveoli
Merusak hipotalamus
Iritasi saraf Rangsangan
Peningkatan suhu tubuh Gangguan Akumulasi sputum Gangguan difusi
perifer timbul batuk
pengiriman O2 di jalan nafas plasma
sensasi nyeri
ke tubuh
(D.0129)
Distensi
(D.007) Hipertermia abdomen Gangguan (D.0003)
Ventilasi inadekuat ventilasi
Nyeri Akut Penurunan Gangguan
transportasi O2 ke Pertukaran Gas
vPeningkatan RR meningkat, Mual,
jaringan muntah,
nafas dangkal, (D.0001)
Metabolisme
penggunaan otot nafsu makan Bersihan
Metabolism anaerob menurun
Evaporasi meningkat nafas Jalan Nafas
Tidak Efektif
Kelelahan (D.0005) Intake nutrisi
Cairan tubuh berkirang
Pola Nafas Tidak kurang

(D.0056) Efektif
(D.0034)
Intoleransi (D.0019)
Risiko Hipovolemia
Aktivitas Defisit Nutrisi
7. Klasifikasi
Adapun klasifikasi berdasarkan klinis dan epidemiologis antara lain yaitu :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
Dijumpai pada H.influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada lansia, gram
negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, atau paska terapi
antibiotka spectrum luas.
b. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia)
Tergantung pada tiga faktor yaitu : tingkat berat sakit, adanya resiko untuk jenis
pathogen tertentu, dan masa menjelang tmbul onset pneumonuia.
c. Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi bahan toksik, akibat
aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru.
d. Pneumonia pada penderita gangguan imun.
Terjadi akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi dapat disebabkan
oleh kuman pathogen atau mikroorganisme.

Berdasarkan bakteri penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut yaitu :


a. Pneumonia bakteri/tipikal
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan
pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi
hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang
terkebelakangan mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit
pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh
rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada saat pertahanan tubuh
menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia
akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut. Biasanya
pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu
sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan
dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung
pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru. Beberapa bakteri mempunyai
tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita
alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal
disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
b. Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri
hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan
pneumonia juga). Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala
influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam
12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit.
Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi
dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi
bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang
kental dan berwarna hijau atau merah tua.
c. Pneumonia jamur
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya
tahan lemah (immunocompromised).

Berdasarkan predileksi infeksi dapat diklasifikasikan sebagai berikut yaitu :


a. Pneumonia lobaris
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik
kanan maupun kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia
Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa
kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau
orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah
dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih
(oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh
menderita kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih
mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian
keadaannya, tentu tambah sulit penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi
demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.
(Price S.A dan Wilson, Lorraine M.C, 2006).

8. Manifestasi Klinis/Tanda Gejala


Adapun tanda dan gejala pada pasien pneumonia meliputi sebagai berikut yaitu :
a. Pneumonia bakteri
Gejala awal seperti rinitis ringan, anoreksia, gelisah. Berlanjut sampai gejala demam
yang timbul dengan cepat (39,50-40,50), nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang
dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Malaise, Nafas cepat dan dangkal (50 – 80) disertai
dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot
bantu pernafasan, Ekspirasi bebunyi, Lebih dari 5 tahun akan mengalami sakit kepala
dan kedinginan, Kurang dari 2 tahun akan mengalami vomitus dan diare ringan,
Leukositosis, Foto thorak pneumonia lobar.
b. Pneumonia atipikal
Beragam dalam gejalanya, tergantung pada organism penyebab. Banyak pasien
mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan
awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala,
demam tingkat rendah, nyeri pleuritis, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa
hari sputum mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.
c. Pneumonia virus
Gejala awal seperti batuk, rinitis. Berkembang sampai muncul gejala demam ringan,
batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat dan lesu, Emfisema
obstruktif, Ronkhi basah, Penurunan leukosit.
d. Pneumonia mykoplasma
Gejala awal seperti demam, mengigil, sakit kepala, anoreksia, mialgia. Berkembang
menjadi gejala rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering berdarah, area konsolidasi pada
pemeriksaan thorak.
Selain itu ditemukan nadi cepat dan bersambungan (bounding). Nadi biasanya
meningkat sekitar 10x/menit untuk setiap kenaikan satu derajat celcius. Bradikardia
relative untuk suatu demam tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi virus, infeksi
Mycoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.
Pada kebanyakan kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata
menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk
duduk tegak di tempat tidur dengan condong ke arah depan. Pasien banyak
mengeluarkan keringat. Sputum purulen dan bukan merupakan indikator yang dapat
dipercaya dari etiologi. Sputum berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada
pneumonia pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia
Klebsiella sering juga mempunyai sputum yang kental; sputum H. influenza biasanya
berwarna hijau (Smeltzer, S. C dan Bare, B.G, 2008).

9. Pemeriksaan Fisik
Adapun pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien pneumonia meliputi sebagai
berikut yaitu :
Pemeriksaan tambahan keadaan umum : TTV, kesadaran, head to toe
a. Inspeksi : wajah terlihat pucat, lemas, banyak keringat, sesak, Adanya PCH, Adanya
tachipne, dyspnea, Sianosis sirkumoral, Distensi abdomen, Batuk : Non produktif –
produktif, Nyeri dada
b. Palpasi : denyut nadi meningkat, turgor kulit menurun, Fremitus raba meningkat
disisi yang sakit, Hati mungkin membesar
c. Auslkutasi : terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, takikardia.
d. Perkusi : pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2008)

10. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien dengan pneumonia
antara lain sebagai berikut ini :
a. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (mis. Lobar, bronchial); dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi
(bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus). Pada
pneumonia mikroplasma, sinar x dada mungkin bersih.
b. GDA (Gas Darah Arteri)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru
yang ada
c. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya
jumlah netrofil)
Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000/m dengan pergeseran LED
meninggi.
d. LED meningkat
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan komplain
menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin rendah, bilirubin meningkat, aspirasi biopsy
jaringan paru
e. Rontgen dada
Ketidaknormalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau
beberapa lobus.
f. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi fiberoptik, atau
biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri dan virus.
Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan
dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin
dilakukan karena sukar.
g. Tes fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan nafas mungkin
meningkat dan complain menurun. Mungkin terjadi perembesan (hipokemia)
h. Elektrolit
Natruim dan klorida mungkin rendah.
i. Aspirasi perkutan biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV), karakteristik
sel raksasa (rubeolla).
(Betz, C.L dan Linda A.S, 2009)

11. Therapy / Tindakan Penanganan


Adapun penanganan pada pasien pneumonia meliputi sebagai berikut yaitu :
a. Pemberian antibiotik per-oral/melalui infus.
b. Pemberian oksigen tambahan
c. Pemberian cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
d. Antibiotik sesuai dengan program
e. Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik
f. Cairan, kalori dan elektrolit glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1 ditambah larutan KCl
10 mEq/500 ml cairan infuse.
g. Obat-obatan :
1) Antibiotika berdasarkan etiologi.
2) Kortikosteroid bila banyak lender.
h. Kemoterapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg
sehari atau Tetrasiklin 3-4 hari mg sehari. Obat-obatan ini meringankan dan
mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat
sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer
seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simptomatik seperti :
1) Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat di rumah.
2) Simptomatik terhadap batuk.
3) Batuk yang produktif jangan di tekan dengan antitusif
4) Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan
broncodilator.
5) Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat.
Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang
mempunyai spektrum sempit.
Ketika seorang pasien dirawat di perawatan intensif untuk pengobatan pneumonia,
penyebab infeksi diselidiki dan terapi obat akan berbeda sesuai dengan organisme yang
dicurigai atau diketahui. Manajemen pasien akan tergantung pada tingkat kritis penyakit.
Pengobatan meliputi terapi oksigen, cairan intravena dan antibiotik untuk melawan
infeksi. Pasien bisa saja memerlukan ketergantungan tinggi atau perawatan intensif saat
kondisi mereka serius terutama bila terjadi gagal nafas. Seringkali mereka akan
memerlukan bantuan untuk bernapas. Pasien dapat membutuhkan non-invasif ventilasi
masker menggunakan mesin BiPAP atau dukungan penuh menggunakan endotracheal
tube (tabung pernapasan) dan ventilator (mesin pernapasan). Pemantauan tanda-tanda
vital dapat dilakukan dengan menggunakan monitor saturasi oksigen dan monitor
samping tempat tidur (Smeltzer, S. C dan Bare, B.G, 2008).

12. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi. Adapun komplikasi
yang terjadi dari pneumonia adalah yaitu :
a. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
b. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi bronkus
oleh penumukan sekresi
c. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
d. Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)
e. Delirium terjadi karena hipoksia
f. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex: penisilin
g. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
h. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
i. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
(Smeltzer, S. C dan Bare, B.G, 2008).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data
(informasi) yang sistematis dan berkesinambungan. Sebenarnya, pengkajian tersebut ialah
proses berkesinambungan yang dilakukan pada semua fase proses keperawatan. Misalnya,
pada fase evaluasi, pengkajian dilakukan untuk menentukan hasil strategi keperawatan
dan mengevaluasi pencapaian tujuan. Semua fase proses keperawatan bergantung pada
pengumpulan data yang lengkap dan akurat (Kozier et al., 2011).
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboraturium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk
membuat rencana asuhan keperawatan klien, dari wawancara akan diperoleh informasi
tentang biodata/identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
kesehatan/penyakit masa lalu, riwayat kesehatan keluarga dan pola kebutuhan sehari-hari
(11 pola fungsional gordon).
a. Identitas
 Identitas pasien, yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, agama, suku, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, sumber informasi, dan diagnosa medis masuk.
 Identitas penanggung jawab meliputi nama dan hubungan dengan pasien.
b. Keluhan utama
 Keluhan utama yang sering menjadi alasan pasien dengan pneumonia untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah sesak nafas, batuk, dan peningkatan suhu
tubuh/demam.
 Keluhan utama pada gangguan sistem pernapasan, penting untuk mengenal tanda
serta gejala umum sistem pernapasan. Termasuk dalam keluhan utama pada sistem
pernapasan, yaitu batuk, batuk darah, produksi sputum berlebih, sesak napas, dan
nyeri dada. Keluhan utama pada bersihan jalan napas tidak efektif adalah batuk
tidak efektif, mengi, wheezing, atau ronkhi kering, sputum berlebih (Muttaqin,
2008).
c. Riwayat penyakit saat ini
 Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Apabila keluhan utama
adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama keluhan batuk
muncul. Pada pasien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul mendadak
dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang biasa ada di pasaran. Pasien
biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil. Adanya keluhan nyeri
dada pleuritis, sesak nafas, peningkatan freekuensi pernafasan lemas dan nyeri
kepala.
 Pengkajian yang ringkas dengan PQRST dapat memudahkan perawat untuk
melengkapi data pengkajian. Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST yaitu
sebagai berikut:

 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak
napas, apakah sesak napas berkurang apabila istirahat.
 Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan
klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan
pernapasan.
 Region: dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan.
 Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala sesak sesuai klasifikasi sesak napas dan klien menerangkan seberapa jauh
sesak napas memengaruhi aktivitas sehari- hari.
 Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari, sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala
timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah gejala timbul
secara terus menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan
klien pada saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut
pertama kali muncul, dan apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama
sebelumnya (Muttaqin, 2008).
d. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah mengalami infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA) dengan gejala seperti luka tenggorok, kongestil nasal,
bersin, dan demam tinggi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji tentang faktor herediter atau penyakit keturunan pada keluarga, seperti DM,
Hipertensi, Jantung, dan Asma. Dapat dibuat genogram untuk mengetahui adanya
penyakit keturunan atau adanya riwayat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang
sama dengan pasien, beserta keterangan genogram.
f. Pola kebutuhan dasar (11 pola fungsional gordon)
1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
 Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi
terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun
tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
 Tanyakan kepada pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kondisi
tubuh tetap baik dan datang ke pelayanan kesehatan untuk melakukan
perawatan apabila terjadi perburukan kondisi. Kaji pengetahuan pasien tentang
penyakitnya, saat pasien sakit tindakan yang dilakukan pasien untuk menunjang
kesehatannya.
 Tanyakan pada pasien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang
dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi pasien. Biasanya pasien yang datang
ke rumah sakit sudah mengalami gejala pada stadium lanjut.
 Kaji adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan steroid bisa menjadi faktor resiko timbulnya penyakit (Doenges, 2000).
2) Pola Nutrisi-Metabolik
 Menggambarkan intake makanan, keseimbangan cairan dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
menelan, mual/muntah, kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan kulit,
makanan kesukaan.
 Yang dikaji pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan
(kalori, protein, vitamin, tinggi serat), frekuensi, konsumsi snack (makanan
ringan), nafsu makan, pola minum, jumlah, frekuensi.
 Data subjektif : anoreksia, mual muntah, mulut rasa kering, intoleransi
makanan, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
 Data objektif: Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
subkutan.
3) Pola Eliminasi
 Menggambarkan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit. Kaji berapa kali
miksi dalam sehari, karakteristik urine. Adakah masalah dalam proses miksi,
adakah penggunaan alat bantu untuk miksi. Bagaiamna gambaran pola BAB,
karakteritik. Penggunaan alat bantu. Bau badan, Keringat berlebih, lesi &
pruritus
 Dapat ditemukan adanya oliguria atau penurunan produksi urine akibat
perpindahan cairan karena demam. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi.
4) Pola Aktivitas-Latihan
 Menggambarkan pola aktivitas dan latihan, fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Gambaran level aktivitas, kegiatan sehari-hari dan olahraga. Aktivitas saat
senggang atau waktu luang.
 Kaji apakah mengalami kesulitan dalam bernafas, lemah, batuk, nyeri dada,
palpitasi, nyeri pada tungkai, gambaran dalam pemenuhan ADL: Level
Fungsional (0-IV), kaji kekuatan otot (1-5).
 Data Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul sesak (nafas
pendek).
 Data Objektif : kakikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritabel, sesak nafas.
5) Pola Tidur-Istirahat
 Menggambarkan pola tidur-istirahat dan persepsi pada level energi. Kaji pola
istirahat tidur pasien, kualitas dan kuantitas tidur, kapan (malam, siang), rasa
tidak nyaman yang mengganggu istirahat, apakah mudah terganggu dengan
suara-suara, posisi saat tidur, insomnia mungkin teramati.
 Biasanya pasien mengalami sulit tidur, perubahan pada pola istirahat; adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti sesak nafas, demam, menggigil,
berkeringat pada malam hari.
6) Pola Kognitif-Persepsi
 Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap, taktil, penciuman,
persepsi nyeri, bahasa, memori dan pengambilan keputusan.
 Kaji tingkat kesadaran pasien dan status mental pasien. Kaji nyeri dengan
Provokasi (penyebab), Qualitas nyerinya seperti apa), Region (di daerah mana
yang nyeri), Scale (skala nyeri 1-10), Time (kapan nyeri terasa bertambah berat).
 Data Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
 Data Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga timbul pleuritis.
7) Pola Persepsi Diri-Konsep Diri
 Menggambarkan sikap penerimaan pasien terhadap dirinya. Pola persepsi diri
perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri. Masalah
tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya,
kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah. Kaji bagaimana pasien
memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya. Apakah pasien merasa
rendah diri.
 Biasanya pasien akan merasa sedih dan rendah diri karena penyakit yang
dideritanya.
8) Pola Peran-Hubungan
 Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga-lainnya. Kaji
bagaimana gambaran pengaturan kehidupan (hidup sendiri/bersama)?, apakah
mempunyai orang dekat? Bagaimana kualitas hubungan? Puas?, apakah ada
perbedaan peran dalam keluarga, apakah ada saling keterikatan?, Kaji
bagaimana peran fungsi pasien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di
rumah sakit, serta bagaimana hubungan sosial pasien dengan masyarakat
sekitarnya.
 Pasien biasanya akan terganggu karena ketidakmampuannya dalam melakukan
perawatan pada dirinya. Begitu juga hubungannya dengan pasangan, keluarga
maupun orang lain disekitarnya. Pasien juga terlihat lebih banyak diam dan
sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
9) Pola Seksualitas-Reproduksi
 Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi. Bagaimana
pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi frekuensi hubungan
intim, pengetahuan pasangan tentang seks, kesulitan melakukan seks,
continuitas hubungan seksual.
 Kaji apakah kehidupan seksual pasien aktif. Apakah pasien mengalami
kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan seks. Apakah ada perubahan
kepuasan pada pasien. Biasanya pasien akan mengalami gangguan pada
hubungan dengan pasangan karena sakit yang diderita.
10) Pola Manajemen Koping-Toleransi Stres
 Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan menggunakan sistem
pendukung. Perubahan peran, respon keluarga, yang bervariasi dapat menjadi
pendukung berkurang atau meningkatnya stress yang dapat dialami oleh pasien.
 Kaji apakah ada perubahan besar dalam kehidupan dalam beberapa tahun
terakhir?, aapakah yang biasa dilakukan pasien dalam menghadapi masalah apa
yang dilakukan dan orang terdekat pasien ? apakah ada orang lain tempat
berbagi?apakah orang tersebut ada sampai sekarang?, apakah anda selalu
santai/tegang setiap saat.
 Aktivitas yang sering tampak saat pasien menghadapi stress adalah pasien
selalu diam atau suka memendam perasaanya dan mudah marah.
11) Pola Sistem Nilai-Kepercayaan
 Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan tujuan dalam
hidup. Tanyakan pada pasien tentang nilai dan kepercayaan yang diyakininya.
Ini sering kali berpengaruh terhadap intervensi yang akan kita berikan nantinya.
Kaji bagaimana pengaruh budaya, nilai dan keyakinannya terhadap pasien
menghadapi penyakitnya. Apakah ada pantangan budaya, nilai dan
keyakinannya dalam proses penyembuhan pasien.
 Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk mendapat
sumber kesembuhan dari Tuhan Yang Maha Esa.
e. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum pasien dengan pneumonia dapat dilakukan dengan menilai
keadaan fisik bagian tubuh. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien
dengan pneumonia biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh, frekuensi
napas meningkat.
 Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif :
- Kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu tubuh/kulit meningkat, kemerahan.
 Sistem Pulmonal
Subyektif :
- Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif :
- Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/ nonproduktif),
sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma
dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii
pada lapang paru,
 Sistem Kardiovaskuler
Subyektif :
- Sakit kepala
Obyektif :
- Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun
 Sistem Neurosensori
Subyektif :
- Gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif :
- GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
 Sistem Musculoskeletal
Subyektif :
- Lemah, cepat lelah
Obyektif :
- Tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan
 Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
 Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :
a. (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas ditandai dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering, dispnea, gelisah, sianosis, bunyi nafas
menurun, frekuensi nafas berubah, pola nafas berubah.
b. (D.0005) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
ditandai dengan dispnea, adanya penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi kussmaul
cheyne-stokes), ortopnea, adanya pernafasan cuping hidung.
c. (D.0003) Gangguan pertukaran gas berhubungan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi, perubahan membran alveolus-kapiler ditandai dengan dipsnea, PCO2
meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri meningkat/menurun, bunyi
napas tambahan, sianosis, diaforesis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas
abnormal (cepat/lambat, regular/iregular, dalam/dangkal), warna kulit abnormal
(mis. pucat, kebiruan), kesadaran menurun.
d. (D.0129) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas normal, kulit merah, kejang, takikardia, takipnea, kulit terasa hangat.
e. (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis ditandai dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, pola napas berubah, diaforesis.
f. (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan peningkatan kebutuhan metabolisme ditandai
dengan berat badan menurun, nafsu makan menurun, membran mukosa pucat.
g. (D.0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan mengeluh lelah, dispnea saat/setelah
aktivitas, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, tekanan darah
berubah >20 % dari kondisi istirahat.
h. (D.0034) Risiko hipovolemia berhubungan dengan status hipermetabolik

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang di harapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Luaran (Outcome) keperawatan
merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau
persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan.
Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan setelah dilakukan
intervensi keperawatan. Hasil akhir intervensi keperawatan yang terdiri dari
indikatorindikator atau kriteria-kriteria hasil pemulihan masalah. Terdapat dua jenis luaran
keperawatan yaitu luaran positif (perlu ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu diturunkan)
(Tim Pokja SLKI PPNI, 2018). Adapun komponen luaran keperawatan diantaranya label
(nama luaran keperawatan berupa kata-kata kunci informasi luaran), ekspetasi (penilaian
terhadap hasil yang diharapkan, meningkat, menurun, atau membaik), kriteria hasil
(karakteristik pasien yang dapat diamati atau diukur, dijadikan sebagai dasar untuk menilai
pencapaian hasil intervensi, menggunakan skor 1-3 pada pendokumentasian computer-
based). Ekspetasi luaran keperawatan terdiri dari ekspetasi meningkat yang artinya
bertambah baik dalam ukuran, jumlah, maupun derajat atau tingkatan, menurun artinya
berkurang baik dalam ukuran, jumlah maupun derajat atau tingkatan, membaik artinya
menimbulkan efek yang lebih baik, adekuat, atau efektif. Pemilihan luaran keperawatan
tetap harus didasarkan pada penilaian klinis dengan mempertimbangkan kondisi pasien,
keluarga, kelompok, atau komunitas (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018). Intervensi
keperawatan memiliki tiga komponen yaitu label, definisi dan tindakan (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018). Label merupakan kata kunci untuk memperoleh informasi mengenai
intervensi keperawatan. Label terdiri atas satu atau beberapa kata yang diawali dengan kata
benda (nomina) yang berfungsi sebagai deskriptor atau penjelas dari intervensi
keperawatan. Terdapat 18 deskriptor pada label intervensi keperawatan yaitu dukungan,
edukasi, kolaborasi, konseling, konsultasi, latihan, manajemen, pemantauan, pemberian,
pemeriksaan, pencegahan, pengontrolan, perawatan, promosi, rujukan, resusitasi, skrining
dan terapi. Definisi merupakan komponen yang menjelaskan tentang makna dari tabel
intervensi keperawatan. Tindakan adalah rangkaian perilaku atau aktivitas yang dikerjakan
oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan-tindakan
pada intervensi keperawatan terdiri atas tindakan observasi, tindakan terapeutik, tindakan
edukasi dan tindakan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
No
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. (D.0001) Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Jalan Nafas
Bersihan jalan nafas selama ….x 24 jam, maka diharapkan Observasi:
tidak efektif bersihan jalan napas meningkat dengan 1. Monitor bunyi nafas tambahan
berhubungan dengan kriteria hasil : 2. Monitor pola nafas (usaha nafas, kedalaman,
hipersekresi jalan nafas 1) Batuk efektif meningkat frekuensi)
ditandai dengan batuk 2) Produksi sputum menurun atau tidak Terapeutik:
tidak efektif, tidak ada 1. Beri posisi nyaman semi fowler
mampu batuk, sputum 3) Tidak ada suara ronchi (-), 2. Berikan air minum hangat
berlebih, mengi, wheezing (-) ataupun suara nafas 3. Lakukan fisioterapi dada
wheezing dan/atau tambahan 4. Berikan oksigen, jika perlu
ronkhi kering, dispnea, 4) Tidak ada sesak napas 5. Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik
gelisah, sianosis, bunyi 5) Pola nafas membaik Edukasi:
nafas menurun, 6) Frekuensi nafas normal (RR : 16- 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
frekuensi nafas 20x/menit) 2. Ajarkan teknik batuk efektif
berubah, pola nafas Kolaborasi:
berubah. 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik

Latihan Batuk Efektif


Observasi:
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya retensi sputum
Terapeutik:
1. Beri posisi nyaman semi fowler
2. Berikan air minum hangat dan lakukan fisioterapi dada
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4
detik, tahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8
detik
2. Anjurkan mengulang tarik nafas dlm hingga 3 kali
3. Anjurkan batuk dngn kuat lngsung stlh tarik napas dlm
yg ke-3
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekpektoran

Pemantauan Respirasi
Observasi:
1. Monitor pola nafas seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kusmaul, biot
2. Monitor kemampuan batuk efektif
3. Monitor adanya produksi sputum
4. Monitor adanya sumbatan jalan napas
5. Auskultasi suara napas
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor AGD
8. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik:
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. (D.0005) Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Jalan Nafas
Pola nafas tidak efektif selama ….x 24 jam, diharapkan pola Observasi:
berhubungan dengan napas membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
hambatan upaya napas 1) Frekuensi nafas normal serta nafas)
ditandai dengan kedalaman pernapasan normal 2. Monitor bunyi nafas tambahan (missal: gurgling,
dispnea, adanya 2) Tidak tampak penggunaan otot bantu mengi, whezzing, ronkhi kering)
penggunaan otot bantu pernapasan 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
pernapasan, fase 3) Tidak tampak retraksi dinding dada Teraupetik :
ekspirasi memanjang, 4) Frekuensi pernapasan dalam batas 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt
pola napas abnormal normal (16-20x/mnt). dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
(mis. takipnea. 2. Posisikan Semi-Fowler atau Fowler
bradipnea, 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
hiperventilasi kussmaul 4. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
cheyne-stokes), 5. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
ortopnea, adanya endotrakeal
pernafasan cuping 6. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
hidung. McGill: dan
7. Berikan oksigen jika perlu.
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi; dan
2. Ajarkan teknik batuk efektif.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi
Observasi :
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi nafas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD; dan
10. Monitor X-ray toraks.
Teraupetik :
1. Atur interval pemantauan respitrasi sesuai kondisi
pasien; dan
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan; dan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3. (D.0003) Setelah diberikan asuhan keperawatan Pemantauan respirasi


Gangguan pertukaran selama ….x 24 jam, maka diharapkan Observasi:
gas berhubungan pertukaran gas dapat meningkat dengan 1. Monitor pola nafas seperti bradipnea, takipnea,
ketidakseimbangan kriteria hasil : hiperventilasi, kusmaul, biot
ventilasi-perfusi, 1) Tingkat kesadaran meningkat 2. Monitor kemampuan batuk efektif
perubahan membran 2) Bunyi nafas tambahan menurun 3. Monitor adanya produksi sputum
alveolus-kapiler 3) Tekanan parsial oksigen di darah 4. Monitor adanya sumbatan jalan napas
ditandai dengan arteri (PaO2) membaik 80-100 5. Auskultasi suara napas
dipsnea, PCO2 mmHg) 6. Monitor saturasi oksigen
meningkat/menurun, 7. Monitor AGD
PO2 menurun, 8. Monitor hasil x-ray toraks
takikardia, pH arteri 4) Tekanan parsial karbondioksida di Terapeutik:
meningkat/menurun, darah arteri (PaCO2) membaik (35- 1. Beri posisi nyaman semi fowler
bunyi napas tambahan, 45 mmHg). Edukasi:
sianosis, diaforesis, 5) pH arteri membaik (7,357,45). 1. Anjurkan untuk bedrest batasi dan bantu aktivitas
gelisah, napas cuping 6) Dispenia menurun sesuai kebutuhan
hidung, pola napas 2. Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi yang benar
abnormal Kolaborasi:
(cepat/lambat, 1. Kolaborasi terapi oksigen
regular/iregular,
dalam/dangkal), warna Terapi oksigen:
kulit abnormal (mis. Observasi:
pucat, kebiruan), 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
kesadaran menurun. 2. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan
fraksi yg diberikan cukup
3. Monitor efektifitas terapi oksigen mis, oksimetri, agd
Terapeutik:
1. Berikan oksigen
2. Bersihkan sekret pada mulut, hidung
3. Tetap berikan oksigen saat ditransfortasi
Edukasi:
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
Kolaborasi:
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas atau
tidur
4. (D.0129) Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Utama : manajemen hipertermi
Hipertermia selama ….x 24 jam, diharapkan Observasi :
berhubungan dengan termoregulasi membaik dengan kriteria 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi,
proses penyakit hasil : terpapar lingkungan panas)
ditandai dengan suhu 1) Pasien melaporkan panas badannya 2. Monitor suhu tubuh
tubuh diatas normal, turun. 3. monitor kadar elektrolit
kulit merah, kejang, 2) Suhu dalam rentang normal : 36,5- 4. Monitor haluaran utine
takikardia, takipnea, 37,50C. 5. Monitor komplikasi akibat hipertermi
kulit terasa hangat. 3) Menggigil menurun Terapeutik :
4) Kulit merah menurun 1. Sediakan lingkungan yang dingin
5) Pucat menurun 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
6) Suhu tubuh membaik 3. Berikan cairan oral
7) Suhu kulit membaik 4. Ganti linen tiap hari atau lebih sering jika mengalamai
8) Tekanan darah membaik hiperhidrosis atau keringat berlebih
5. Hindari pemberian antipiretik dan aspirin
6. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi :
1. Aanjurkan tirah baring
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit dan obat
paracaetamol

5. (D.0077) Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan Nyeri Akut: Pemberian analgesik
Nyeri akut selama ….x 24 jam, maka diharapkan Observasi :
berhubungan dengan tingkat nyeri dapat menurun dan kontrol 1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda,
agen cedera fisiologis nyeri meningkat dengan kriteria hasil : kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
ditandai dengan 1) Tidak mengeluh nyeri atau skala 2. Identifikasi riwayat alergi obat
mengeluh nyeri, nyeri pasien berkurang dengan
tampak meringis, rentang skala 0-2
gelisah, frekuensi nadi 2) Tidak meringis dan gelisah 3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika,
meningkat, tekanan 3) Tidak mengalami kesulitan tidur non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat
darah meningkat, pola 4) Frekuensi nadi membaik keparahan nyeri
napas berubah, 5) Tekanan darah membaik 4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
diaforesis. 6) Melaporkan nyeri terkontrol pemberian analgesik
7) Kemampuan mengenali onset nyeri 5. Monitor efektifitas analgesik
meningkat Terapeutik :
8) Kemampuan mengenali penyebab 1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk
nyeri meningkat mencapai analgesia optimal
9) Kemampuan menggunakan teknik 2. Pertimbangkan pengguanaan infus kontinu, atau bolus
non-farmakologis oploid untuk mempertahankan kadar dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respons pasien
4. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi :
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi

Dukungan Nyeri Akut: Manajemen Nyeri


Observasi :
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik
6. (D.0019) Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Nutrisi
Defisit nutrisi selama ….x 24 jam, maka diharapkan Observasi:
berhubungan status nutrisi membaik dengan kriteria 1. Identifikasi status nutrisi
peningkatan kebutuhan hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
metabolisme ditandai 1) Porsi makan yang dihabiskan 3. Monitor asupan makanan
dengan berat badan meningkat 4. Monitor BB
menurun, nafsu makan 2) BB membaik 5. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
menurun, membran 3) IMT membaik 6. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
mukosa pucat. 4) Nafsu makan membaik Terapeutik:
5) Membran mukosa membaik 1. Sajikan makanan secara membaik dan suhu yang
sesuaia
2. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
3. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
4. Hentikan pemberian makanan melakaui
nasogastrik jika asupan oral dapat terpenuhi
Edukasi:
1. Ajarkan diet yang terprogram
2. Anjurkan posisi duduk jika perlu
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dngn ahli gii untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan

Promosi berat badan


Observasi:
1. Identifikasi penyebab BB kurang
2. Monitor adanya mual dan muntah
3. Monitor BB
4. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehaari-hari
Terapeutik:
1. Sediakan makanan yang sesuai kondisi tubuh
(mis. Makanan dengan tekstur halus, makanan
cair jika menggunakan NGT)
2. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapaia
Edukasi:
1. Jelaskan jenis makanana yang bergii tinggi, namun
tetap terjangkau
2. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
7. (D.0056) Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Energi
Intoleransi aktivitas selama ….x 24 jam, maka diharapkan Observasi :
berhubungan dengan toleransi aktivitas meningkat dengan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
ketidakseimbangan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
antara suplai dan 1) Toleransi terhadap aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
kebutuhan oksigen merupakan suatu respon fisiologis 4. Monitor lokasi dan ketidknyamanan selama
ditandai dengan tubuh terhadap adanya pergerakan melakukan aktivitas
mengeluh lelah, yang memerlukan energi dalam Terapeutik :
dispnea saat/setelah aktivitas sehari-hari 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
aktivitas, merasa tidak 2) Saturasi oksien ketika beraktivitas stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
nyaman setelah (skala 5; tidak terganggu) 2. Lakukan latihan rentang gerak pasin dan/atau aktif
beraktivitas, merasa 3) Frekuensi pernafasan ketika 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
lemah, tekanan darah beraktivitas (skala 5; tidak 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berubah >20 % dari terganggu) berpindah atau berjalan
kondisi istirahat. Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
4) Kemudahan bernafas ketika 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
beraktivitas (skala 5; tidak 3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
terganggu) kelelahan tidak berkurang
5) Kecepatan berjalan (skala 4; sedikit 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
terganggu) Kolaborasi :
6) Jarak berjalan (skala 4; sedikit 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
terganggu) meningkatkan asupan makanan
7) Kekuatan tubuh bagian atas (skala
5; tidak terganggu) Terapi Aktivitas
8) Kekuatan tubuh bagian bawah (skala Observasi :
5; tidak terganggu) 1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
diinginkan
4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam
aktivitas
5. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan
waktu luang
6. Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual
terhadap aktivitas
Terapeutik :
1. Fasilitasi fokus pada kemampuan, buka defisit yang
dialami
2. Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
3. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
4. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
5. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika
sesuai
7. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan
lingkungan untuk mengakomodasi aktivitas yang
dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. Ambulasi,
mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan
9. Fasilitasi ativitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energi, atau gerak
10. Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien
hiperaktif
11. Tingkatan aktivitas fisik untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas dengan komonen memori implisit
dan emosional (mis. kegiatan keagamaan khusus)
untuk pasien demensia
14. Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan aktif
15. Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk menurunkan kecemasan (mis.
vocal group, bola voli, tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana, permainan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, dan
teka-teki dan kartu)
16. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
17. Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan
diri
18. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
19. Jadwalkan aktvitas dalam rutinitas sehari-hari
20. Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi :
1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual,
dan kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan
4. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program aktivitas, jika
sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas,
jika perlu

Manajemen Medikasi
Observasi :
1. Identifikasi penggunaan obat
2. Identifikasi pengetahuan dan kemampuan menjalani
pengobatan
3. Monitor kepatuhan menjalani program pengobatan
Terapeutik :
1. Sediakan informasi program pengobatan secara visul
dan tertulis
Edukasi :
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengelola obat
(dosis, penyimpanan, rute, dan waktu pemberian)
2. Anjurkan menghubungi petugas kesehatan jika terjadi
efek samping obat

Pemantauan tanda vital


Observasi :
1. Monitor tekanan darah
2. Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
3. Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
4. Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
Terapeutik :
1. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
8. (D.0034) Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Hipovolemia
Risiko hipovolemia selama ….x 24 jam, maka diharapkan Observasi
berhubungan dengan status cairan dapat membaik dengan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi
status hipermetabolik kriteria hasil : nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
1) Turgor kulit elastis menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
2) Frekuensi nadi membaik menurun, membran mukosa kering, volume urine
3) Tekanan darah membaik menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
4) Membrane mukosa membaik 2. Monitor intake dan output cairan
5) Intake cairan membaik
6) Suhu tubuh membaik Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified Trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCL,
RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis.
Glukosa 2.5%, NaCL 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin,
plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah

Pemantauan Cairan
Observasi
3. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
4. Monitor frekuensi nafas
5. Monitor tekanan darah
6. Monitor berat badan
7. Monitor waktu pengisian kapiler
8. Monitor elastisitas atau turgor kulit
9. Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
10. Monitor kadar albumin dan protein total
11. Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. osmolaritas
serum, hematocrit, natrium, kalium, BUN)
12. Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering, volume urine
menurun, hematocrit meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
13. Identifikasi tanda-tanda hypervolemia (mis. dyspnea,
edema perifer, edema anasarka, JVP meningkat, CVP
meningkat, refleks hepatojogular positif, berat badan
menurun dalam waktu singkat)
14. Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan
(mis. prosedur pembedahan mayor, trauma atau
perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan
rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi
SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan
tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018). Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas
perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa
tindakan tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap.
Fase pertama merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang
validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua
merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga
merupakan transmisi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan selesai
dilakukan (Asmadi, 2008).
Tahap ini akan muncul bila perencanaan diaplikasikan pada pasien. Tindakan yang
dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda denga urutan yang dibuat pada perencaan
sesuai dengan kondisi pasien (Debora, 2012). Implementasi keperawatan akan sukses
sesuai dengan rencana jika perawat mempunyai kemampuan kognitif kemampuan
hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan yang berpusat pada
kebutuhan pasien (Dermawan, 2012).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah
pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2010). Evaluasi keperawatan merupakan tindakan
akhir dalam proses keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015). Evaluasi dapat berupa
evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu
menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif
dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan
keputusan (Deswani, 2011).
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP yaitu S
(Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan setelah
diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang berdasarkan hasil
pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien
setelah tindakan keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan
objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana
keperawatan tercapai. Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu
menunjukkan perilaku sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai
apabila perilaku pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak
tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai
dengan tujuan, dan yang terakhir adalah planning (P) merupakan rencana tindakan
berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat akan menghentikan rencana
dan apabila belum tercapai, perawat akan melakukan modifikasi rencana untuk
melanjutkan rencana keperawatan pasien (Kozier, 2011).
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi yang telah
dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi penting dilakukan untuk
menilai status kesehatan pasien setelah tindakan keperawatan. Selain itu juga untuk
menilai pencapaian tujuan, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek, dan
mendapatkan informasi yang tepat dan jelas untuk meneruskan, memodifikasi, atau
menghentikan asuhan keperawatan yang diberikan (Deswani, 2011). Evaluasi
keperawatan terhadap pasien pneumonia yaitu yang diharapkan adalah:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan
ditandai dengan penurunan suara nafas, suara nafas ronchi, produksi sputum, sianosis
S : Pasien melaporkan sesak berkurang
O : Pernafasan teratur, ekspandi dinding dada simetriis, suara ronchi (-), wheezing (-
), sputum berkurang atau tidak ada, frekuensi nafas normal sesuai usia.
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
S : Pasien melaporkan mampu bernafas lega
P : Kedalaman pernapasan normal, Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan,
Tidak tampak retraksi dinding dada, Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-
20x/mnt)
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,
perubahan membran alveolus-kapiler ditandai dengan takikardi, kelelahan, dispnea,
sianosis.
S: -
O: Sianosis (-), tingkat kesadaran komposmentis, nadi teratur, TTV dalam batas
normal sesuai dengan usia, hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg,
PO2 : 95-100 mmHg).
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
4) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh diatas rentang normal.
S : Pasien melaporkan panas badannya berkurang
O : kulit tidak merah, suhu dalam rentang normal (36,5-37,70C).
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
5) Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan takikardia,
melindungi area yang sakit, melaporkan nyeri baik verbal maupun non verbal.
S : Pasien melaporkan nyerinya berkurang
O : Pasien tampak tenang atau tidak gelisah
Pasien dapat menggunakan teknik manajemen nyeri
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
6) Defisit nutrisi berhubungan peningkatan kebutuhan metabolisme ditandai dengan
berat badan menurun, nafsu makan menurun, membran mukosa pucat.
S : Pasien mengatakan nafsu makan sudah meningkat
O : Porsi makan pasien meningkat, BB membaik, IMT membaik, membran mukosa
membaik
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai laporan verbal kelelahan, dipsnea dan ketidaknyamanan
yang sangat.
S : Pasien melaporkan tidak mengalami kelelahan
O : Pasien tampak mampu melakukan aktifitas, nadi dalam batas normal (60-
100x/menit), frekuensi napas dalam batas normal (16-20x/mnt)
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
8) Risiko hipovolemia berhubungan dengan status hipermetabolik
S :-
O : Turgor kulit elastis, frekuensi nadi membaik, tekanan darah membaik, membrane
mukosa membaik, intake cairan membaik, suhu tubuh membaik
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA

Betz, C.L dan Linda A.S. 2009. Mosby’s Pedriatic Nursing Rerence by Cecily Lynn Betz dan
Linda A.Sowden. New York : Elseveir.

Doenges, M. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kozier. (2011). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC

Nanda International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-Noc. Edisi Revisi I.Jogjakarta :Mediaction Publishing.

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Murwani, Arita.2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Yogyakarta : Gosyen.

Muzasti, R. A. 2011. Pneumonia Nosokomial. (online)


(http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/28228, diakses 27 Maret 2020).

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
6. Volume 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, S. C., & Bare, B.G. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, Volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC

Sipahutar. 2007. Konsep Pneumonia. (online)


(http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?id, diakses 27 Maret 2020).

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3.Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ; Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia ; Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ; Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI.

World Health Organization (WHO). 2012. Pneumonia. (online)


(http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/index.html, diakses 27 Maret
2020).

Anda mungkin juga menyukai