OLEH :
NI WAYAN SUMARNI
NIM. 199012381
2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus tipe 8
menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan
tipe 14,1,6,dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
berkurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
pneumokokus dan ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi (Muzasti, 2011).
Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab
kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol
beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali
merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian.
Kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut laporan WHO,
sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan
UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita
tertinggi, melebihi penyakit penyakit lain seperti campak, malaria, serta AIDS (Muzasti,
2011).
Pneumonia adalah penyebab terbesar kematian pada anak-anak di seluruh dunia. Setiap
tahun, membunuh sebanyak 1,4 juta anak-anak di bawah usia lima tahun, yang merupakan
18% dari semua kematian anak di bawah lima tahun di seluruh dunia. Pneumonia dapat terjadi
pada anak-anak dan keluarga di seluruh dunia, tetapi yang paling umum di Asia Selatan dan
sub-Sahara Afrika (WHO, 2012).
Diantara penyebab infeksi nosokomial, Pneumonia nosokomial menempati urutan ke 2
setelah infeksi saluran kemih, yaitu sebanyak 5-50 kasus per 1.000 perawatan di RS setiap
tahun. Insiden ini meningkat 5-10 kali jika pasien dirawat di ICU dan menjadi 6-20 kali jika
pasien menggunakan ventilator (Muzasti, 2011).
3. Anatomi Fisiologi
Berikut ini adalah gambar anatomi fisiologi dari sistem respirasi manusia :
(D.0056) Efektif
(D.0034)
Intoleransi (D.0019)
Risiko Hipovolemia
Aktivitas Defisit Nutrisi
7. Klasifikasi
Adapun klasifikasi berdasarkan klinis dan epidemiologis antara lain yaitu :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
Dijumpai pada H.influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada lansia, gram
negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, atau paska terapi
antibiotka spectrum luas.
b. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia)
Tergantung pada tiga faktor yaitu : tingkat berat sakit, adanya resiko untuk jenis
pathogen tertentu, dan masa menjelang tmbul onset pneumonuia.
c. Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi bahan toksik, akibat
aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru.
d. Pneumonia pada penderita gangguan imun.
Terjadi akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi dapat disebabkan
oleh kuman pathogen atau mikroorganisme.
9. Pemeriksaan Fisik
Adapun pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien pneumonia meliputi sebagai
berikut yaitu :
Pemeriksaan tambahan keadaan umum : TTV, kesadaran, head to toe
a. Inspeksi : wajah terlihat pucat, lemas, banyak keringat, sesak, Adanya PCH, Adanya
tachipne, dyspnea, Sianosis sirkumoral, Distensi abdomen, Batuk : Non produktif –
produktif, Nyeri dada
b. Palpasi : denyut nadi meningkat, turgor kulit menurun, Fremitus raba meningkat
disisi yang sakit, Hati mungkin membesar
c. Auslkutasi : terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, takikardia.
d. Perkusi : pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2008)
12. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi. Adapun komplikasi
yang terjadi dari pneumonia adalah yaitu :
a. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
b. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi bronkus
oleh penumukan sekresi
c. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
d. Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)
e. Delirium terjadi karena hipoksia
f. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex: penisilin
g. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
h. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
i. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
(Smeltzer, S. C dan Bare, B.G, 2008).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data
(informasi) yang sistematis dan berkesinambungan. Sebenarnya, pengkajian tersebut ialah
proses berkesinambungan yang dilakukan pada semua fase proses keperawatan. Misalnya,
pada fase evaluasi, pengkajian dilakukan untuk menentukan hasil strategi keperawatan
dan mengevaluasi pencapaian tujuan. Semua fase proses keperawatan bergantung pada
pengumpulan data yang lengkap dan akurat (Kozier et al., 2011).
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboraturium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk
membuat rencana asuhan keperawatan klien, dari wawancara akan diperoleh informasi
tentang biodata/identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
kesehatan/penyakit masa lalu, riwayat kesehatan keluarga dan pola kebutuhan sehari-hari
(11 pola fungsional gordon).
a. Identitas
Identitas pasien, yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, agama, suku, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, sumber informasi, dan diagnosa medis masuk.
Identitas penanggung jawab meliputi nama dan hubungan dengan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan pasien dengan pneumonia untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah sesak nafas, batuk, dan peningkatan suhu
tubuh/demam.
Keluhan utama pada gangguan sistem pernapasan, penting untuk mengenal tanda
serta gejala umum sistem pernapasan. Termasuk dalam keluhan utama pada sistem
pernapasan, yaitu batuk, batuk darah, produksi sputum berlebih, sesak napas, dan
nyeri dada. Keluhan utama pada bersihan jalan napas tidak efektif adalah batuk
tidak efektif, mengi, wheezing, atau ronkhi kering, sputum berlebih (Muttaqin,
2008).
c. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Apabila keluhan utama
adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama keluhan batuk
muncul. Pada pasien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul mendadak
dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang biasa ada di pasaran. Pasien
biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil. Adanya keluhan nyeri
dada pleuritis, sesak nafas, peningkatan freekuensi pernafasan lemas dan nyeri
kepala.
Pengkajian yang ringkas dengan PQRST dapat memudahkan perawat untuk
melengkapi data pengkajian. Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST yaitu
sebagai berikut:
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak
napas, apakah sesak napas berkurang apabila istirahat.
Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan
klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan
pernapasan.
Region: dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan.
Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala sesak sesuai klasifikasi sesak napas dan klien menerangkan seberapa jauh
sesak napas memengaruhi aktivitas sehari- hari.
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari, sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala
timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah gejala timbul
secara terus menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan
klien pada saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut
pertama kali muncul, dan apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama
sebelumnya (Muttaqin, 2008).
d. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah mengalami infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA) dengan gejala seperti luka tenggorok, kongestil nasal,
bersin, dan demam tinggi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji tentang faktor herediter atau penyakit keturunan pada keluarga, seperti DM,
Hipertensi, Jantung, dan Asma. Dapat dibuat genogram untuk mengetahui adanya
penyakit keturunan atau adanya riwayat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang
sama dengan pasien, beserta keterangan genogram.
f. Pola kebutuhan dasar (11 pola fungsional gordon)
1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi
terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun
tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
Tanyakan kepada pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kondisi
tubuh tetap baik dan datang ke pelayanan kesehatan untuk melakukan
perawatan apabila terjadi perburukan kondisi. Kaji pengetahuan pasien tentang
penyakitnya, saat pasien sakit tindakan yang dilakukan pasien untuk menunjang
kesehatannya.
Tanyakan pada pasien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang
dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi pasien. Biasanya pasien yang datang
ke rumah sakit sudah mengalami gejala pada stadium lanjut.
Kaji adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan steroid bisa menjadi faktor resiko timbulnya penyakit (Doenges, 2000).
2) Pola Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan intake makanan, keseimbangan cairan dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
menelan, mual/muntah, kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan kulit,
makanan kesukaan.
Yang dikaji pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan
(kalori, protein, vitamin, tinggi serat), frekuensi, konsumsi snack (makanan
ringan), nafsu makan, pola minum, jumlah, frekuensi.
Data subjektif : anoreksia, mual muntah, mulut rasa kering, intoleransi
makanan, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Data objektif: Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
subkutan.
3) Pola Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit. Kaji berapa kali
miksi dalam sehari, karakteristik urine. Adakah masalah dalam proses miksi,
adakah penggunaan alat bantu untuk miksi. Bagaiamna gambaran pola BAB,
karakteritik. Penggunaan alat bantu. Bau badan, Keringat berlebih, lesi &
pruritus
Dapat ditemukan adanya oliguria atau penurunan produksi urine akibat
perpindahan cairan karena demam. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi.
4) Pola Aktivitas-Latihan
Menggambarkan pola aktivitas dan latihan, fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Gambaran level aktivitas, kegiatan sehari-hari dan olahraga. Aktivitas saat
senggang atau waktu luang.
Kaji apakah mengalami kesulitan dalam bernafas, lemah, batuk, nyeri dada,
palpitasi, nyeri pada tungkai, gambaran dalam pemenuhan ADL: Level
Fungsional (0-IV), kaji kekuatan otot (1-5).
Data Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul sesak (nafas
pendek).
Data Objektif : kakikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritabel, sesak nafas.
5) Pola Tidur-Istirahat
Menggambarkan pola tidur-istirahat dan persepsi pada level energi. Kaji pola
istirahat tidur pasien, kualitas dan kuantitas tidur, kapan (malam, siang), rasa
tidak nyaman yang mengganggu istirahat, apakah mudah terganggu dengan
suara-suara, posisi saat tidur, insomnia mungkin teramati.
Biasanya pasien mengalami sulit tidur, perubahan pada pola istirahat; adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti sesak nafas, demam, menggigil,
berkeringat pada malam hari.
6) Pola Kognitif-Persepsi
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap, taktil, penciuman,
persepsi nyeri, bahasa, memori dan pengambilan keputusan.
Kaji tingkat kesadaran pasien dan status mental pasien. Kaji nyeri dengan
Provokasi (penyebab), Qualitas nyerinya seperti apa), Region (di daerah mana
yang nyeri), Scale (skala nyeri 1-10), Time (kapan nyeri terasa bertambah berat).
Data Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Data Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga timbul pleuritis.
7) Pola Persepsi Diri-Konsep Diri
Menggambarkan sikap penerimaan pasien terhadap dirinya. Pola persepsi diri
perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri. Masalah
tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya,
kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah. Kaji bagaimana pasien
memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya. Apakah pasien merasa
rendah diri.
Biasanya pasien akan merasa sedih dan rendah diri karena penyakit yang
dideritanya.
8) Pola Peran-Hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga-lainnya. Kaji
bagaimana gambaran pengaturan kehidupan (hidup sendiri/bersama)?, apakah
mempunyai orang dekat? Bagaimana kualitas hubungan? Puas?, apakah ada
perbedaan peran dalam keluarga, apakah ada saling keterikatan?, Kaji
bagaimana peran fungsi pasien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di
rumah sakit, serta bagaimana hubungan sosial pasien dengan masyarakat
sekitarnya.
Pasien biasanya akan terganggu karena ketidakmampuannya dalam melakukan
perawatan pada dirinya. Begitu juga hubungannya dengan pasangan, keluarga
maupun orang lain disekitarnya. Pasien juga terlihat lebih banyak diam dan
sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
9) Pola Seksualitas-Reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi. Bagaimana
pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi frekuensi hubungan
intim, pengetahuan pasangan tentang seks, kesulitan melakukan seks,
continuitas hubungan seksual.
Kaji apakah kehidupan seksual pasien aktif. Apakah pasien mengalami
kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan seks. Apakah ada perubahan
kepuasan pada pasien. Biasanya pasien akan mengalami gangguan pada
hubungan dengan pasangan karena sakit yang diderita.
10) Pola Manajemen Koping-Toleransi Stres
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan menggunakan sistem
pendukung. Perubahan peran, respon keluarga, yang bervariasi dapat menjadi
pendukung berkurang atau meningkatnya stress yang dapat dialami oleh pasien.
Kaji apakah ada perubahan besar dalam kehidupan dalam beberapa tahun
terakhir?, aapakah yang biasa dilakukan pasien dalam menghadapi masalah apa
yang dilakukan dan orang terdekat pasien ? apakah ada orang lain tempat
berbagi?apakah orang tersebut ada sampai sekarang?, apakah anda selalu
santai/tegang setiap saat.
Aktivitas yang sering tampak saat pasien menghadapi stress adalah pasien
selalu diam atau suka memendam perasaanya dan mudah marah.
11) Pola Sistem Nilai-Kepercayaan
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan tujuan dalam
hidup. Tanyakan pada pasien tentang nilai dan kepercayaan yang diyakininya.
Ini sering kali berpengaruh terhadap intervensi yang akan kita berikan nantinya.
Kaji bagaimana pengaruh budaya, nilai dan keyakinannya terhadap pasien
menghadapi penyakitnya. Apakah ada pantangan budaya, nilai dan
keyakinannya dalam proses penyembuhan pasien.
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk mendapat
sumber kesembuhan dari Tuhan Yang Maha Esa.
e. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien dengan pneumonia dapat dilakukan dengan menilai
keadaan fisik bagian tubuh. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien
dengan pneumonia biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh, frekuensi
napas meningkat.
Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif :
- Kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu tubuh/kulit meningkat, kemerahan.
Sistem Pulmonal
Subyektif :
- Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif :
- Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/ nonproduktif),
sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma
dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii
pada lapang paru,
Sistem Kardiovaskuler
Subyektif :
- Sakit kepala
Obyektif :
- Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun
Sistem Neurosensori
Subyektif :
- Gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif :
- GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
Sistem Musculoskeletal
Subyektif :
- Lemah, cepat lelah
Obyektif :
- Tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan
Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :
a. (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas ditandai dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering, dispnea, gelisah, sianosis, bunyi nafas
menurun, frekuensi nafas berubah, pola nafas berubah.
b. (D.0005) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
ditandai dengan dispnea, adanya penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi kussmaul
cheyne-stokes), ortopnea, adanya pernafasan cuping hidung.
c. (D.0003) Gangguan pertukaran gas berhubungan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi, perubahan membran alveolus-kapiler ditandai dengan dipsnea, PCO2
meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri meningkat/menurun, bunyi
napas tambahan, sianosis, diaforesis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas
abnormal (cepat/lambat, regular/iregular, dalam/dangkal), warna kulit abnormal
(mis. pucat, kebiruan), kesadaran menurun.
d. (D.0129) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas normal, kulit merah, kejang, takikardia, takipnea, kulit terasa hangat.
e. (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis ditandai dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, pola napas berubah, diaforesis.
f. (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan peningkatan kebutuhan metabolisme ditandai
dengan berat badan menurun, nafsu makan menurun, membran mukosa pucat.
g. (D.0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan mengeluh lelah, dispnea saat/setelah
aktivitas, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, tekanan darah
berubah >20 % dari kondisi istirahat.
h. (D.0034) Risiko hipovolemia berhubungan dengan status hipermetabolik
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang di harapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Luaran (Outcome) keperawatan
merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau
persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan.
Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan setelah dilakukan
intervensi keperawatan. Hasil akhir intervensi keperawatan yang terdiri dari
indikatorindikator atau kriteria-kriteria hasil pemulihan masalah. Terdapat dua jenis luaran
keperawatan yaitu luaran positif (perlu ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu diturunkan)
(Tim Pokja SLKI PPNI, 2018). Adapun komponen luaran keperawatan diantaranya label
(nama luaran keperawatan berupa kata-kata kunci informasi luaran), ekspetasi (penilaian
terhadap hasil yang diharapkan, meningkat, menurun, atau membaik), kriteria hasil
(karakteristik pasien yang dapat diamati atau diukur, dijadikan sebagai dasar untuk menilai
pencapaian hasil intervensi, menggunakan skor 1-3 pada pendokumentasian computer-
based). Ekspetasi luaran keperawatan terdiri dari ekspetasi meningkat yang artinya
bertambah baik dalam ukuran, jumlah, maupun derajat atau tingkatan, menurun artinya
berkurang baik dalam ukuran, jumlah maupun derajat atau tingkatan, membaik artinya
menimbulkan efek yang lebih baik, adekuat, atau efektif. Pemilihan luaran keperawatan
tetap harus didasarkan pada penilaian klinis dengan mempertimbangkan kondisi pasien,
keluarga, kelompok, atau komunitas (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018). Intervensi
keperawatan memiliki tiga komponen yaitu label, definisi dan tindakan (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018). Label merupakan kata kunci untuk memperoleh informasi mengenai
intervensi keperawatan. Label terdiri atas satu atau beberapa kata yang diawali dengan kata
benda (nomina) yang berfungsi sebagai deskriptor atau penjelas dari intervensi
keperawatan. Terdapat 18 deskriptor pada label intervensi keperawatan yaitu dukungan,
edukasi, kolaborasi, konseling, konsultasi, latihan, manajemen, pemantauan, pemberian,
pemeriksaan, pencegahan, pengontrolan, perawatan, promosi, rujukan, resusitasi, skrining
dan terapi. Definisi merupakan komponen yang menjelaskan tentang makna dari tabel
intervensi keperawatan. Tindakan adalah rangkaian perilaku atau aktivitas yang dikerjakan
oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan-tindakan
pada intervensi keperawatan terdiri atas tindakan observasi, tindakan terapeutik, tindakan
edukasi dan tindakan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
No
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. (D.0001) Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Jalan Nafas
Bersihan jalan nafas selama ….x 24 jam, maka diharapkan Observasi:
tidak efektif bersihan jalan napas meningkat dengan 1. Monitor bunyi nafas tambahan
berhubungan dengan kriteria hasil : 2. Monitor pola nafas (usaha nafas, kedalaman,
hipersekresi jalan nafas 1) Batuk efektif meningkat frekuensi)
ditandai dengan batuk 2) Produksi sputum menurun atau tidak Terapeutik:
tidak efektif, tidak ada 1. Beri posisi nyaman semi fowler
mampu batuk, sputum 3) Tidak ada suara ronchi (-), 2. Berikan air minum hangat
berlebih, mengi, wheezing (-) ataupun suara nafas 3. Lakukan fisioterapi dada
wheezing dan/atau tambahan 4. Berikan oksigen, jika perlu
ronkhi kering, dispnea, 4) Tidak ada sesak napas 5. Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik
gelisah, sianosis, bunyi 5) Pola nafas membaik Edukasi:
nafas menurun, 6) Frekuensi nafas normal (RR : 16- 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
frekuensi nafas 20x/menit) 2. Ajarkan teknik batuk efektif
berubah, pola nafas Kolaborasi:
berubah. 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik
Pemantauan Respirasi
Observasi:
1. Monitor pola nafas seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kusmaul, biot
2. Monitor kemampuan batuk efektif
3. Monitor adanya produksi sputum
4. Monitor adanya sumbatan jalan napas
5. Auskultasi suara napas
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor AGD
8. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik:
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. (D.0005) Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Jalan Nafas
Pola nafas tidak efektif selama ….x 24 jam, diharapkan pola Observasi:
berhubungan dengan napas membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
hambatan upaya napas 1) Frekuensi nafas normal serta nafas)
ditandai dengan kedalaman pernapasan normal 2. Monitor bunyi nafas tambahan (missal: gurgling,
dispnea, adanya 2) Tidak tampak penggunaan otot bantu mengi, whezzing, ronkhi kering)
penggunaan otot bantu pernapasan 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
pernapasan, fase 3) Tidak tampak retraksi dinding dada Teraupetik :
ekspirasi memanjang, 4) Frekuensi pernapasan dalam batas 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt
pola napas abnormal normal (16-20x/mnt). dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
(mis. takipnea. 2. Posisikan Semi-Fowler atau Fowler
bradipnea, 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
hiperventilasi kussmaul 4. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
cheyne-stokes), 5. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
ortopnea, adanya endotrakeal
pernafasan cuping 6. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
hidung. McGill: dan
7. Berikan oksigen jika perlu.
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi; dan
2. Ajarkan teknik batuk efektif.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observasi :
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi nafas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD; dan
10. Monitor X-ray toraks.
Teraupetik :
1. Atur interval pemantauan respitrasi sesuai kondisi
pasien; dan
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan; dan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
5. (D.0077) Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan Nyeri Akut: Pemberian analgesik
Nyeri akut selama ….x 24 jam, maka diharapkan Observasi :
berhubungan dengan tingkat nyeri dapat menurun dan kontrol 1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda,
agen cedera fisiologis nyeri meningkat dengan kriteria hasil : kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
ditandai dengan 1) Tidak mengeluh nyeri atau skala 2. Identifikasi riwayat alergi obat
mengeluh nyeri, nyeri pasien berkurang dengan
tampak meringis, rentang skala 0-2
gelisah, frekuensi nadi 2) Tidak meringis dan gelisah 3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika,
meningkat, tekanan 3) Tidak mengalami kesulitan tidur non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat
darah meningkat, pola 4) Frekuensi nadi membaik keparahan nyeri
napas berubah, 5) Tekanan darah membaik 4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
diaforesis. 6) Melaporkan nyeri terkontrol pemberian analgesik
7) Kemampuan mengenali onset nyeri 5. Monitor efektifitas analgesik
meningkat Terapeutik :
8) Kemampuan mengenali penyebab 1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk
nyeri meningkat mencapai analgesia optimal
9) Kemampuan menggunakan teknik 2. Pertimbangkan pengguanaan infus kontinu, atau bolus
non-farmakologis oploid untuk mempertahankan kadar dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respons pasien
4. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi :
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
Manajemen Medikasi
Observasi :
1. Identifikasi penggunaan obat
2. Identifikasi pengetahuan dan kemampuan menjalani
pengobatan
3. Monitor kepatuhan menjalani program pengobatan
Terapeutik :
1. Sediakan informasi program pengobatan secara visul
dan tertulis
Edukasi :
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengelola obat
(dosis, penyimpanan, rute, dan waktu pemberian)
2. Anjurkan menghubungi petugas kesehatan jika terjadi
efek samping obat
Pemantauan Cairan
Observasi
3. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
4. Monitor frekuensi nafas
5. Monitor tekanan darah
6. Monitor berat badan
7. Monitor waktu pengisian kapiler
8. Monitor elastisitas atau turgor kulit
9. Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
10. Monitor kadar albumin dan protein total
11. Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. osmolaritas
serum, hematocrit, natrium, kalium, BUN)
12. Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering, volume urine
menurun, hematocrit meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
13. Identifikasi tanda-tanda hypervolemia (mis. dyspnea,
edema perifer, edema anasarka, JVP meningkat, CVP
meningkat, refleks hepatojogular positif, berat badan
menurun dalam waktu singkat)
14. Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan
(mis. prosedur pembedahan mayor, trauma atau
perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan
rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi
SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan
tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018). Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas
perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa
tindakan tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap.
Fase pertama merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang
validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua
merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga
merupakan transmisi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan selesai
dilakukan (Asmadi, 2008).
Tahap ini akan muncul bila perencanaan diaplikasikan pada pasien. Tindakan yang
dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda denga urutan yang dibuat pada perencaan
sesuai dengan kondisi pasien (Debora, 2012). Implementasi keperawatan akan sukses
sesuai dengan rencana jika perawat mempunyai kemampuan kognitif kemampuan
hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan yang berpusat pada
kebutuhan pasien (Dermawan, 2012).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah
pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2010). Evaluasi keperawatan merupakan tindakan
akhir dalam proses keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015). Evaluasi dapat berupa
evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu
menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif
dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan
keputusan (Deswani, 2011).
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP yaitu S
(Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan setelah
diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang berdasarkan hasil
pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien
setelah tindakan keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan
objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana
keperawatan tercapai. Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu
menunjukkan perilaku sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai
apabila perilaku pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak
tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai
dengan tujuan, dan yang terakhir adalah planning (P) merupakan rencana tindakan
berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat akan menghentikan rencana
dan apabila belum tercapai, perawat akan melakukan modifikasi rencana untuk
melanjutkan rencana keperawatan pasien (Kozier, 2011).
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi yang telah
dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi penting dilakukan untuk
menilai status kesehatan pasien setelah tindakan keperawatan. Selain itu juga untuk
menilai pencapaian tujuan, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek, dan
mendapatkan informasi yang tepat dan jelas untuk meneruskan, memodifikasi, atau
menghentikan asuhan keperawatan yang diberikan (Deswani, 2011). Evaluasi
keperawatan terhadap pasien pneumonia yaitu yang diharapkan adalah:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan
ditandai dengan penurunan suara nafas, suara nafas ronchi, produksi sputum, sianosis
S : Pasien melaporkan sesak berkurang
O : Pernafasan teratur, ekspandi dinding dada simetriis, suara ronchi (-), wheezing (-
), sputum berkurang atau tidak ada, frekuensi nafas normal sesuai usia.
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
S : Pasien melaporkan mampu bernafas lega
P : Kedalaman pernapasan normal, Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan,
Tidak tampak retraksi dinding dada, Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-
20x/mnt)
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,
perubahan membran alveolus-kapiler ditandai dengan takikardi, kelelahan, dispnea,
sianosis.
S: -
O: Sianosis (-), tingkat kesadaran komposmentis, nadi teratur, TTV dalam batas
normal sesuai dengan usia, hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg,
PO2 : 95-100 mmHg).
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
4) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh diatas rentang normal.
S : Pasien melaporkan panas badannya berkurang
O : kulit tidak merah, suhu dalam rentang normal (36,5-37,70C).
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
5) Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan takikardia,
melindungi area yang sakit, melaporkan nyeri baik verbal maupun non verbal.
S : Pasien melaporkan nyerinya berkurang
O : Pasien tampak tenang atau tidak gelisah
Pasien dapat menggunakan teknik manajemen nyeri
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
6) Defisit nutrisi berhubungan peningkatan kebutuhan metabolisme ditandai dengan
berat badan menurun, nafsu makan menurun, membran mukosa pucat.
S : Pasien mengatakan nafsu makan sudah meningkat
O : Porsi makan pasien meningkat, BB membaik, IMT membaik, membran mukosa
membaik
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai laporan verbal kelelahan, dipsnea dan ketidaknyamanan
yang sangat.
S : Pasien melaporkan tidak mengalami kelelahan
O : Pasien tampak mampu melakukan aktifitas, nadi dalam batas normal (60-
100x/menit), frekuensi napas dalam batas normal (16-20x/mnt)
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
8) Risiko hipovolemia berhubungan dengan status hipermetabolik
S :-
O : Turgor kulit elastis, frekuensi nadi membaik, tekanan darah membaik, membrane
mukosa membaik, intake cairan membaik, suhu tubuh membaik
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C.L dan Linda A.S. 2009. Mosby’s Pedriatic Nursing Rerence by Cecily Lynn Betz dan
Linda A.Sowden. New York : Elseveir.
Kozier. (2011). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-Noc. Edisi Revisi I.Jogjakarta :Mediaction Publishing.
Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
6. Volume 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C., & Bare, B.G. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, Volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3.Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ; Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia ; Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ; Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI.