Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bronkopneumonia merupakan penyebab tingginya angka kesakitan
dan kematian pada anak, terutama pada negara-negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia ( Sujono & Sukarmin, 2009).
Bronkopneumonia merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah
yang biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas dan
sering di jumpai dengan gejala batuk, dispnea, demam. Selain disebabkan
oleh infeksi dari kuman atau bakteri juga di dukung oleh kondisi
lingkungan dan gizi pada anak. Masalah yang sering muncul pada
penderita Bronkopneumonia adalah hipertermia. Hipertermia merupakan
respon dari reaksi infeksi saluran pernafasan. Peran perawat sangat besar
dalam upaya membantu menemukan dan mencegah angka kesakitan atau
angka kematian. Pelayanan sesuai standart dan komprehensif dapat
diterapkan melalui asuhan keperawatan yang optimal guna menghindari
komplikasi lebih lanjut.
Angka kejadian Bronkopneumonia di Indonesia pada tahun 2013
sebanyak 1,80 %. Di provinsi Jawa Timur presentase Bronkopneumonia
pada tahun 2013 mencapai 14,4 % , sedangkan di RSUD Blambangan
khususnya di Ruang Mas Alit pada tahun 2018 terdapat 151 kasus
Bronkopneumonia dan pada tahun 2019 terdapat 164 kasus terjadi
peningkatan sebanyak 8,6%.
Penyakit Bronkopneumonia sering terjadi pada anak, penyebabnya
adalah bakteri ( pneumococus, streptococus), virus pneumony hypostatic,
syndroma loffller, jamura dan benda asing ( Ngastiyah, 2000). Masuk
melalui saluran nafas atas dan dapat menyebabkan infeksi saluran nafas
bagian bawah sehingga menyebabkan peradangan alveolus ( parenkim
paru ) ditandai dengan terjadinya peningkatan suhu tubuh ( hipertermia ).
Penyakit hipertermia di tandai dengan tanda dan gejala peningkatan suhu
tubuh yang mendadak biasanya di dahului oleh infeksi traktus respiratorius
bagian atas, kadang timbulnya kejang, pernafasan cepat dan dangkal
disertai pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut,
kadang-kadang muntah dan diare serta biasanya terjadi pada permulaan
penyakit tidak ditemukan, tapi setelah beberapa hari, mula-mula kering
kemudian produktif ( Wijaya & Putri, 2013). Sehingga apabila tidak
segera ditangani akan mengakibatkan komplikasi seperti kolaps, fibrosis,
emfisema dan ateletaksis, kerusakan otak dan kan melemahkan sistem
pertahanan tubuh ( Hidayat, 2008 ). Selain itu juga dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Upaya yang dapat dilakukan pada pasien dengan Bronkopneumonia
adalah dengan menjaga kelancaran pernafasan. Bagi pasien
bronkopneumonia yang memiliki masalah keperawatan hipertermia yang
berhubungan dengan infeksi pada saluran pernafasan maka langkah yang
dapat dilakukan adalah mengkaji perawatan demam, pengaturan suhu dan
monitor tanda-tanda vital ( Nursing Interventions Classification / NIC,
2016). Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin membahas
lebih lanjut Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia.

B. Batasan Masalah
Asuhan Keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia di Ruang Mas
Alit RSUD Blambangan Banyuwangi.

C. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan Keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia di
Ruang Mas Alit RSUD Blambangan?

D. Tujuan
Tujuan Umum: Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada anak dengan
Bronkopneumonia di Ruang Mas Alit RSUD Blambangan.
Tujuan Khusus :
1. Melakukan pengkajian pada yang memgalami bronkopneumonia di
Ruang Mas Alit RSUD Blambangan.
2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada yang memgalami
bronkopneumonia di Ruang Mas Alit RSUD Blambangan.
3. Menyusun perencanaan keperawatan pada yang memgalami
bronkopneumonia di Ruang Mas Alit RSUD Blambangan.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada yang memgalami
bronkopneumonia di Ruang Mas Alit RSUD Blambangan.
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada yang memgalami
bronkopneumonia di Ruang Mas Alit RSUD Blambangan.

E. Manfaat
Mengembangkan ilmu keperawatan anak terkait Asuhan Keperawatan
pada anak yang mengalami bronkopneumonia agar perawat mampu
memenuhi kebutuhan dasar pasien selama di rawat di Rumah Sakit.
BAB II
BRONKOPNEUMONIA

1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi


a. Anatomi sistem respirasi
1) Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua
lubang dipisahkan oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat
bulu-bulu untuk menyaring udara, debu dan kotoran. Selain itu
terdapat juga konka nasalis inferior, konka nasalis superior dan
konka nasalis media yang berfungsi untuk mengahangatkan udara.
2) Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan
jalan makanan. Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang
rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Di bawah
selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat
folikel getah bening.
Pada kiri dan kanan dari faring terdapat dua buah tonsil. Rongga
faring dibagi dalam 3 bagian:
a) Nasofaring, sebelah atas tingginya sama dengan konka
b) Orofaring, bagian tengah yang tingginya sarna dengan istmus
fausium.
c) Laringofaring, bagian bawah
3) Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai
pembentuk suara. Terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring
dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglottis
yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.
4) Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin
yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang
berfungsi untuk mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka.
Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing
yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.
5) Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada
ketinggian vertebra thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan
lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 – 8
cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 – 12
cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil
dinamakan bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung
paru yang disebut alveolli.
6) Paru-paru
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari
gelembung-gelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas,
O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Paru-paru di bagi dua, yaitu
a. Paru-paru kanan, terdiri dari tiga lobus yaitu lobus superior, lobus
media, dan lobus inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen,
5 segmen pada lobus superior, 2 segmen pada lobus medialis, dan 3
segmen pada lobus inferior.
b. Paru-paru kiri, terdiri dari 2 lobus, yaitu lobus superior dan lobus
inferior. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen; 5 segmen pada
lobus superior, dan 5 segmen pada lobus inferior.
Paru paru dibungkus oleh selaput pleura, yang dibagi menjadi
dua, yaitu :
a. Pleura visceral, yaitu selaput yang membungkus paru-paru
b. Pleura parietal, yaiut selaput yang melapisi rongga dada sebelah
luar
Antara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura,
dan berisi sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk melumasi
permukaannya dan menghindari gesekan antara dinding dada pada
saat bernapas.

A. DEFINISI BRONKOPNEUMONIA
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oelh bakteri, virus, jamur, atau benda asing dengan manifestasi
klinis panas yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah,
diare, serta btuk kering dan produktif (Hidayat, 2010)
Bronkopnemonia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu peradangan
parenkim paru yang melibatkan bronkus /bronkiolus yang berupa distribusi
bercak-bercak (patchy distribution. Konsolidasi bercak ini biasanya
berpusat di sekitar bronkus yang mengalami peradangan multifocal atau
bilateral (Putri, 2010).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan terjadi pada
jaringan paru melalui cara penyebaran langsung dari saluran pernapasan
atau hematogen sampai ke bronkus )Sujono dan Sukarmin 2009 dalam
Rufaedah 2010).
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang
merupakan inflamasi akut pada parenkim paru yang dimulai pada ujung
bronkiolus dan mengenai ,lobuslus terdekat (Muscari, 2011).
Bronkopneumonia merupakan infeksi bacterial atau varial yang
disebbakan baik mikroorganisme gram-positif ataupun gram-negatif yang
ditandai dengan bercak-bercak konsolidasi eksudatif pada parenkim paru
(Mitchell et al, 2011).
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal. Bronkopneumonia termasuk jenis infeksi
paru yang disebabkan agen infeksius dan terdapat pada daerah bronkus dan
sekitar alveoli (Nurarif dan Kusuma, 2013).
Jadi bronkopneumonia adalah salah satu jenis infeksi atau inflamasi
pada paru (pneumonia) yang meluas ke daerah bronkus dan disebabkan
oleh bakteri atau virus.
B. ETIOLOGI
Menurut perantaranya, bronkopneumonia dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme
gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan 
streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus
influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab
utama pneumonia virus.
3.  Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
(Reeves, 2001).
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan sebagai suatu peradangan
pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.
Penyebab paling sering adalah stafilokokus, streptococcus, H. influenza,
Proteus sp dan pseudomonas aeruginosa (Putri, 2011).

C. Tanda dan Gejala


a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
 Nyeri pleuritik
 Nafas dangkal dan mendengkur
 Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
 Mengecil, kemudian menjadi hilang
 Krekels, ronki, egofoni
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam 38,8  C sampai 41,1C, delirium
e. Diafoesis
f. Anoreksia
g. Malaise
h. Batuk kental, produktif
 Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan
atau berkarat
i. Gelisah
j. Sianosis
 Area sirkumoral
 Dasar kuku kebiruan
k. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas.

D. PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh virus penyebab bronchopneumonia yang masuk ke
saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus.
Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi
demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman
sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas,
sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan
fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang
berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya
cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan.
Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia,
acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang
akan mengakibatkan terjadinya gagal napas.
E. PATHWAY

Jamur, virus, bakteri, protozoa

Saluran napas bagian bawah

Peningkatan produksi Bronchiolus


Stimulasi chemoreseptor
secret
hipotalamus

Alveolus
Akumulasi secret
Set point bertambah
Reaksi peradangan pada
Obstruksi jalan napas bronchus dan alveolus

Fibrosus dan
pelebaran Respon menggigil
Gangguan ventilasi Rangsangan batuk

Atelektasis Reaksi
peningkatan
Bersihan jalan panas tubuh
nafas tidak efektif Nyeri pleuritik
Gangguan
difusi

Gangguan rasa Hipertermia


Peningkatan nyaman nyeri Gangguan
frekuensi pertukaran
napas gas
Evaporasi
meningkat
O2 kejaringan
Perangsangan RAS
menurun Cairan tubuh
berkurang

Susah tidur Distensi abdomen Kelemahan


Defisit volume
cairan
Muntah, anoreksia Intoleransi
Perubahan pola tidur
aktifitas

Nutrisi kurang
dari kebutuhan
F. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris
bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai
39-40 derajat celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Anak sangat gelisah, dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang
juga disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian
menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan
fisik tetapi dengan adanya nafs dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung
dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia.
Hasil pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada
perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya
terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang. (Ngastiyah, 2005).
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
5. Diafoesis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan atau berkarat
9. Gelisah
10. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
11. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif dan Hardhi (2013), untuk dapat menegakkan
diagnosa keperawatan dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan sputum
c. Analisa gas darah
d. Kultur darah
e. Sampel darah, sputum dan urin
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgen Thorax
b. Laringoskopi/ bronkoskopi
Sedangkan menurut Muscari (2005), temuan yang sering muncul pada
saat pemeriksaan diagnostik dan laboratorium antara lain sebagai berikut :
1. Foto sinar-x dada akan menunjukkan infiltrasi difus atau bercak,
konsolidasi, infiltrasi menyebar luas atau bercak berkabut, bergantung
jenis pneumonia.
2. HDL dapat menunjukkan peningkatan SDP.
3. Kultur darah, pewarnaan Gram, dan kultur sputum dapat menentukan
organisme penyebab.
4. Titer antistreptolisin-O (ASO) positif merupakan pemeriksaan diagnostik
pneumonia streptokokus.

H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan menurut Mansjoer
(2000) :
1. Oksigen 1-2 liter per menit
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap
melaui selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk transport muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit
Sedangkan penatalaksanaan umum keperawatan pada klien
bronkopneumonia adalah sebagai berikut menurut Hidayat (2008):
1. Latihan batuk efektif atau fisioterapi paru
2. Pemberian oksigenasi yang adekuat
3. Pemenuhan dan mempertahankan kebutuhan cairan
4. Pemberian nutrisi yang adekuat
5. Penatalaksanaan medis dengan medikasi, apabila ringan tidak perllu
antibiotic. Tetapi, apabila penyakit masuk stadium berat klien harus
dirawat inap. Makah al yang perlu diperhatikan adalah pemilihan
antibiotic berdasarkan usia, keadaan umum, dan kemungkinan penyebab.
Antibiotic yang mungkin diberikan adalah penosolin prokain dan
kloramfenikol atau kombinasi ampisilin dan kloksasilin atau eritromisin
dan kloramfenikol dan sejenisnya.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian fokus
a. Demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin, dan alamat.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak
nafas, disertai batuk ada secret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun
pagi selama minimum 3 bulan berturut turut tiap tahun sedikitnya 2
tahun produksi sputum (hijau, putih/kuning) dan banyak sekali.
Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernfasan, dada terlihat
hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas krekels, warna
kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah
menderita kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit
yang dapat memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat
merokok, terpaan polusi kima dalam jangka panjang misalnya debu/
asap.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan
faktor keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat
seperti merokok.
f. Pola pengkajian
1) Pernafasan
Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari ( terutama pada saat
bangun) selama minimum 3 bulan berturut- turut) tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau, putih/ kuning) dan
banyak sekali. Riwayat pneumonia berulang, biasanya terpajanpada
polusi kimia/ iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya
rokok sigaret), debu/ asap (misalnya : asbes debu, batubara, room
katun, serbuk gergaji) Pengunaaan oksigen pada malam hari atau
terus menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik ( tripot) untuk bernafas,
penggunaan otot bantu pernafasan ( misalnya :
meninggikan bahu, retraksi supra klatikula, melebarkan
hidung)
Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP ( bentuk barel), gerakan difragma minimal.
Bunyi : crackels lembab, kasar
Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu
keseluruhan.
2) Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan tekanan darah. Peningkatan frekuensi jantung
/ takikardi berat, disritmia Distensi vena leher (penyakit berat) edema
dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
Bunyi jantung redup ( yang berhubungan dengan peningkatan
diameter AP dada).
Warna kulit / membrane mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis
perifer. Pucat dapat menunjukan anemia.
3) Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah
Nafsu makan buruk / anoreksia ( emfisema)
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
Tanda : Turgor kulit buruk
Berkeringat
Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.
4) Aktifitas / istirahat
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise, Ketidakmampuan
melakukan aktifitas sehari- hari karena sulit bernafas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi
duduk tinggi . Dispnea pada saat istirahat atau respon
terhadap aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan, Gelisah/ insomnia, Kelemahan umum /
kehilangan masa otot
5) Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Tanda : Perubahan pola hidup, Ansietas, ketakutan, peka rangsang
6) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan
melakukan aktifitas sehari- hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
7) Keamanan
Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / factor lingkungan.
Adanya infeksi berulang.
I. RENCANA KEPERAWATAN
Dx. Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan Respiratory status : Airway suction (3160)
napas b.d mucus Ventilation (0403) 1. Pastikan kebutuhan
dalam jumlah Respiratory status : Airway oral/tracheal suctioning
berlebihan patency (0410) 2. Auskultasi suara napas
Kriteria hasil : sebelum dan sesudah
1. Mendemonstrasikan suctioning
batuk efektif dan suara 3. Informasikan kepada klien
napas yang bersih, dan keluarga tentang
tidak ada sianosis dan suctioning
dispneu (mampu 4. Minta klien napas dalam
mengeluarkan sputum, sebelum melakukan
mampu bernapas suctioning
dengan mudah, tidak 5. Berikan O2 dengan
ada pursed lip) menggunakan nasal
2. Menunjukkan jalan 6. Anjurkan pasien untuk
napas yang paten istirahat dan napas dalam
(Klien tidak merasa setelah kateter dikeluarkan
tercekik, irama napas, dari nasotrakeal
frekuensi pernapasan 7. Monitor status oksigen
dalam rentang normal, pasien
tidak ada suara napas 8. Anjurkan keluarga
abnormal) bagaimana melakukan
3. Mampu suction
mengidentifikasi dan 9. Hentikan suction dan
mencegah factor yang berikan oksigen apabila
dapat menghambat psien menunjukkan
jalan napas. bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll
Airway Management (3140)
1. Buka jalan napas
menggunakan teknik lift
atau jaw thrust bila perlu.
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan napas
buatan.
4. Lakukan fisioterapi dada
bila perlu.
5. Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
6. Auskultasi suara napas, catat
adanya suara tambahan.
7. Berikan bronkodilator bila
perlu
8. Atur intake cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan status
O2
2. Gangguan NOC NIC
pertukaran gas Respiratory status : Gas Airway Management (3140)
b.d ventilasi- Exchange (0402) 1. Buka jalan napas
perfusi. Respiratory status : menggunakan teknik lift
ventilation(0403) atau jaw thrust bila perlu.
Vital sign status (0802) 6. Posisikan pasien untuk
Kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Klien mampu 7. Identifikasi pasien perlunya
mendemonstrasikan pemasangan alat jalan napas
peningkatan ventilasi buatan.
dan oksigenasi yang 8. Lakukan fisioterapi dada
adekuat bila perlu.
2. Memelihara kebersihan 9. Keluarkan secret dengan
paru-paru dan bebas batuk atau suction
dari tanda-tanda 10. Auskultasi suara napas, catat
distress pernapasan adanya suara tambahan.
3. Mendemonstrasikan 11. Berikan bronkodilator bila
batuk efektif dan suara perlu
napas yang bersih, 12. Atur intake cairan untuk
tidak ada sianosis dan mengoptimalkan
dispneu (mampu keseimbangan.
mengeluarkan sputum, 13. Monitor respirasi dan status
mampu bernapas O2
dengan mudah, tidak Respiratory Monitoring (3350)
ada pursed lip) 1. Monitor rata-rata
4. Tanda-tanda vital kedalaman, irama dan usaha
dalam rentang normal respirasi.
2. Catat pergerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunana otot tambahan,
retraksi otot subklavikular
dan interkostal.
3. Monitor suara napas seperti
dengkur
4. Monitor pula pola napas
bradipneu, takipneu,
hiperventilasi,cheyne stoke
5. Monitor otot diafragma
(gerakan paradoksis)
6. Auskultasi suara napas, catat
area penurunan/ tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan.
7. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crackels dan ronkhi pada
jalan napas.
8. Auskultasi suara paru untuk
mengetashui hasil tindakan

3. Intoleransi NOC NIC


aktivitas b.d Energy conservation (0002) Activity therapy (4310)
ketidakseimbang Activity tolerance (0005) 1. Kolaborasikan dengan tenaga
an antara suplai Self care: ADLs (0300) rehabilitasi medik dengan
dan kebutuhan Kriteria hasil : merencanakan program yang
oksigen 1. Berpartisipasi dalam tepat.
aktivitas fisik tanpa 2. Bantu klien untuk
disertai peningkatan mengidentifikasi aktivitas
tekanan darah, nadi dan yang mampu dilakukan.
RR 3. Bantu memilih aktivitas yang
2. Mampu melakukan konsisten sesuai dengan
aktivitas sehari-hari kemampuan fisik, psikologi
(ADLs) secara mandiri. dan social
3. Tanda-tanda vital 4. Bantu untuk mengidentifikasi
normal dan mendapatkan sumber
4. Energy psikomotor yang diperlukan untuk
5. Level kelemahan aktivitas yang diinginkan.
6. Mampu berpindah: 5. Bantu klien membuat jadwal
dengan atau tanpa latihan di waktu luang.
bantuan alat 6. Bantu keluarga untuk
7. Status kardiopulmonari mengidentifikasi kekurangan
adekuat dalam beraktivitas
8. Sirkulasi status baik 7. Monitor respon fisik, emosi,
9. Status respirasi: social dan spiritual.
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat

4. Ketidakseimban NOC NIC


gan nutrisi Nutritional status: food and Nutrition Management (1100)
kurang dari fluid intake (1008) 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh Nutritional status: nutrient 2. Kolaborasi dengan hali gizi
b.d intake (1009) untuk menentukan jumlah
ketidakmampua Weight control (1006) kalori dan nutrisi yang
n menelan Kriteria hasil : dibutuhkan pasien.
makanan 1. Adanya peningkatan 3. Anjurkan pasien untuk
berat badan sesuai meningkatkan protein dan
dengan tujuan vitamin C
2. Berat badan ideal 4. Berikan subtansi gula.
sesuai dengan tinggi 5. Yakinkan diit yang dimakan
badan mengandung tinggi serat
3. Mengidentifikasi untuk mencegah konstipasi
kebutuhan nutrisi 6. Ajarkan pasien/keluarga
4. Tidak ada tanda-tanda untuk membue=at catatan
mal nutrisi makanan harian
5. Menunjukan 7. Berikan informasi tentang
peningkatan fungsi kebutuhan nutrisi
pengecapan dari 8. Kaji kemampuan pasien
menelan. untuk mendapatkan nutrisi
6. Tidak terjadi penurunan yang dibutuhkan
BB yang berarti Nutrition Monitoring(1160)
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah.
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb dan kadar Ht
11. Monitor pucat, kemerahan
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Catat adanya edema,
hipereremik, hipertonik
papilla lidah dan cavitas oral.
13. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet.
5. Hipertermia b.d NOC: NIC
Penanganan Demam (3740)
proses penyakit - Thermoregulation (0800)
1. Monitor suhu setiap 4 jam
sekali
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor kehilangan cairan
keperawatan selama 3x24 3. Monitor warna kulit dan
suhu
jam klien menunjukan 4. Monitor tekanan darah,
Thermoregulasi yang baik denyut jantung, dan
respirasi, jike dibutuhkan
dengan criteria hasil sebagai 5. Monitor level kesadraan
berikut : 6. Monitor nilai WBC, Hgb,
dan HCt
7. Monitor masukan dan
1. HR klien dalam
keluaran cairan
rentang normal 8. Beri obat antiseptik, jika
dibutuhkan
(Neonatus 120-140
9. Beri obat penurun panas
rpm) 10. Ganti pakaian pasien
dengan pakaian tipis
2. Suhu tubuh klien
11. Kaji peningkatan
dalam batas normal pengeluaran dan masukkan
dari cairan
(36,5 – 37,50 C untuk
12. Beri cairan IV
aksila) 13. Aplikasikan compress
hangat dengan handuk di
3. Tidak ada perubahan
lipatan paha dan ketiak
warna kulit
4. RR dalam batas
normal
(30-60 rpm)

6. Resiko NOC : Fluid Management (4120)


Kekurangan - Fluid Balance (0601) 1. Kaji cairan yang disukai klien
Volume Cairan - Hydration (0602) dalam batasan diet.
b.d kehilangan Setelah dilakukan intervensi 2. Rencanakan target pemberian
volume cairan selama 3 x 24 jam klien asupan cairan untuk setiap sif,
aktif terbebas dari resiko misalnya siang 1000 ml, sore
kekurangan cairan dengan 800ml, dan malam 200ml.
criteria hasil sebagai 3. Kaji pemahaman klien tentang
berikut : alasan atau pentingnya
1. Mempertahankan urine mempertahankan hidrasi yang
output sesuai usia dan adekuat dan metode yang
BB dapat digunakan untuk
2. Tanda-tanda vital dalam mempertahankan hidrasi yang
batas normal adekuat.
3. Tidak ada tanda-tanda 4. Catat asupan dan haluaran.
dehidrasi (elastisitas 5. Pantau asupan cairan per oral,
kulit baik, mukosa minimal 1500ml/24 jam.
lembab, dan tidak ada 6. Pantau haluaran cairan,
rasa haus berlebihan). minimal 1000-1500ml/24 jam.
Pantau penurunan berat jenis
urine.
7. Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
dan dengan mengenakan
pakaian yang sama. Penurunan
BB 2% - 4% menunjukkan
dehidrasi ringan; penurunan
BB 5% - 9% menunjukkan
dehidrasi sedang.
8. Pantau kadar elektrolit urine
dan serum, BUN, dan
osmolalitas, kreatinin,
hematrokit, dan hemoglobin.
9. Jelaskan bahwa kopi, teh, dan
jus buah anggur merupakan
diuretik dan dapat
menyebabkan kehilangan
cairan.
10. Pertimbangkan pengeluaran
cairan lain akibat demam,
diare, dan drainase tubuh.

7. Ketidakefektifan NOC : NIC :


pola napas b.d - Respiratory Status :
- Airway Management (3140)
hiperventilasi Airway
1. Buka jalan napas
Pattency(0410)
menggunakan teknik lift atau
- Vital Sign Status
jaw thrust bila perlu.
(0802)
2. Posisikan pasien untuk
Setelah dilakukan intervensi
memaksimalkan ventilasi
selama 3 x 24 jam klien
3. Identifikasi pasien perlunya
akan menunjukkan pola
pemasangan alat jalan napas
napas yang efektif, dengan
buatan.
KH :
4. Lakukan fisioterapi dada
1. TTV dalam batas normal
bila perlu.
2. Irama dan frekuensi
5. Keluarkan secret dengan
napas dalam rentang
batuk atau suction
normal
6. Auskultasi suara napas, catat
3. Tidak suara napas
adanya suara tambahan.
tambahan
7. Berikan bronkodilator bila
4. Tidak ada pernapasan
perlu
bibir dan cuping hidung
8. Atur intake cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan status
O2
Oxigen Therapy(3320)
1. Atur peralatan oksigenasi
2. Monitor aliran oksigen
3. Pertahankan posisi klien
4. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilusi
5. Monitor adanya kecemasan
klien terhadap oksigenasi
Vital Sign Monitoring (6680)
1. Monitor TD, nadi, suhu dan
RR klien
2. Monitor kualitas nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor suara paru
5. Monitor pola pernapasan
abnormal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Pocket Book of Hospital Care for Children: Guidelines for the
management of Common Childhood Illnesses 2th Edition. Switzerland:
WHO. http://www.ichrc.org/sites/www.ichrc.org/files/pocket%20book
%20high%20res_0.pdf
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin Ed.3. Jakarta: EGC.
Dwijaya, A. 2012. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu dalam
Pemberian Parasetamol kepada Anak sebagai Penatalaksanaan Awal
Demam di Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai
Medan. Medan : Repository USU.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31365/4/Chapter%20II.pdf
diakses pada tanggal 30 Maret 2014 pukul 19.00 WIB.
Ghofarina, Ruffaedah. 2011. Asuhan Keperawatan Anak pada An.Z dengan
Bronkopneumonia di R.Lukman RS Roemani Muhammadiyah Semarang.
Digilib Unimus: Semarang.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-ruffaedahg-6294-
2-babii.pdf diakses pada tanggal 25 Maret 2013 pukul 01. 50 am.
Hertman, T.Heather. 2012. Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications
2012-2014. Jakarta: EGC.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
diakse pada tanggal 30 Maret 2014 pukul 20.00 WIB.
M., Gloria Bulechek & Joanne M. Dochterman. 2008. Nursing Interventions
Classification (NIC). Ed. 5. Mosby : United States of America

Mitchell, Richard N et al. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins
dan Cotran ed.7. Jakarta : EGC.
Moorhead, Sue, dkk (ed). 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Ed. 5 .
Mosby : United States of America.

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta :


EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC – NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing.
Putri, ES. 2011.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20330/4/Chapter
%20II.pdf . diakses tanggal 25 Maret 2013 pukul 01.45 am.
Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak Ed.1.
Graha Ilmu : Jogjakarta.
Soemantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Gangguan Sisem Pernapasan. Jakarta: Salemba.

Anda mungkin juga menyukai