PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bronkopneumonia merupakan penyebab tingginya angka kesakitan
dan kematian pada anak, terutama pada negara-negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia ( Sujono & Sukarmin, 2009).
Bronkopneumonia merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah
yang biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas dan
sering di jumpai dengan gejala batuk, dispnea, demam. Selain disebabkan
oleh infeksi dari kuman atau bakteri juga di dukung oleh kondisi
lingkungan dan gizi pada anak. Masalah yang sering muncul pada
penderita Bronkopneumonia adalah hipertermia. Hipertermia merupakan
respon dari reaksi infeksi saluran pernafasan. Peran perawat sangat besar
dalam upaya membantu menemukan dan mencegah angka kesakitan atau
angka kematian. Pelayanan sesuai standart dan komprehensif dapat
diterapkan melalui asuhan keperawatan yang optimal guna menghindari
komplikasi lebih lanjut.
Angka kejadian Bronkopneumonia di Indonesia pada tahun 2013
sebanyak 1,80 %. Di provinsi Jawa Timur presentase Bronkopneumonia
pada tahun 2013 mencapai 14,4 % , sedangkan di RSUD Blambangan
khususnya di Ruang Mas Alit pada tahun 2018 terdapat 151 kasus
Bronkopneumonia dan pada tahun 2019 terdapat 164 kasus terjadi
peningkatan sebanyak 8,6%.
Penyakit Bronkopneumonia sering terjadi pada anak, penyebabnya
adalah bakteri ( pneumococus, streptococus), virus pneumony hypostatic,
syndroma loffller, jamura dan benda asing ( Ngastiyah, 2000). Masuk
melalui saluran nafas atas dan dapat menyebabkan infeksi saluran nafas
bagian bawah sehingga menyebabkan peradangan alveolus ( parenkim
paru ) ditandai dengan terjadinya peningkatan suhu tubuh ( hipertermia ).
Penyakit hipertermia di tandai dengan tanda dan gejala peningkatan suhu
tubuh yang mendadak biasanya di dahului oleh infeksi traktus respiratorius
bagian atas, kadang timbulnya kejang, pernafasan cepat dan dangkal
disertai pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut,
kadang-kadang muntah dan diare serta biasanya terjadi pada permulaan
penyakit tidak ditemukan, tapi setelah beberapa hari, mula-mula kering
kemudian produktif ( Wijaya & Putri, 2013). Sehingga apabila tidak
segera ditangani akan mengakibatkan komplikasi seperti kolaps, fibrosis,
emfisema dan ateletaksis, kerusakan otak dan kan melemahkan sistem
pertahanan tubuh ( Hidayat, 2008 ). Selain itu juga dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Upaya yang dapat dilakukan pada pasien dengan Bronkopneumonia
adalah dengan menjaga kelancaran pernafasan. Bagi pasien
bronkopneumonia yang memiliki masalah keperawatan hipertermia yang
berhubungan dengan infeksi pada saluran pernafasan maka langkah yang
dapat dilakukan adalah mengkaji perawatan demam, pengaturan suhu dan
monitor tanda-tanda vital ( Nursing Interventions Classification / NIC,
2016). Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin membahas
lebih lanjut Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia.
B. Batasan Masalah
Asuhan Keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia di Ruang Mas
Alit RSUD Blambangan Banyuwangi.
C. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan Keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia di
Ruang Mas Alit RSUD Blambangan?
D. Tujuan
Tujuan Umum: Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada anak dengan
Bronkopneumonia di Ruang Mas Alit RSUD Blambangan.
Tujuan Khusus :
1. Melakukan pengkajian pada yang memgalami bronkopneumonia di
Ruang Mas Alit RSUD Blambangan.
2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada yang memgalami
bronkopneumonia di Ruang Mas Alit RSUD Blambangan.
3. Menyusun perencanaan keperawatan pada yang memgalami
bronkopneumonia di Ruang Mas Alit RSUD Blambangan.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada yang memgalami
bronkopneumonia di Ruang Mas Alit RSUD Blambangan.
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada yang memgalami
bronkopneumonia di Ruang Mas Alit RSUD Blambangan.
E. Manfaat
Mengembangkan ilmu keperawatan anak terkait Asuhan Keperawatan
pada anak yang mengalami bronkopneumonia agar perawat mampu
memenuhi kebutuhan dasar pasien selama di rawat di Rumah Sakit.
BAB II
BRONKOPNEUMONIA
A. DEFINISI BRONKOPNEUMONIA
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oelh bakteri, virus, jamur, atau benda asing dengan manifestasi
klinis panas yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah,
diare, serta btuk kering dan produktif (Hidayat, 2010)
Bronkopnemonia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu peradangan
parenkim paru yang melibatkan bronkus /bronkiolus yang berupa distribusi
bercak-bercak (patchy distribution. Konsolidasi bercak ini biasanya
berpusat di sekitar bronkus yang mengalami peradangan multifocal atau
bilateral (Putri, 2010).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan terjadi pada
jaringan paru melalui cara penyebaran langsung dari saluran pernapasan
atau hematogen sampai ke bronkus )Sujono dan Sukarmin 2009 dalam
Rufaedah 2010).
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang
merupakan inflamasi akut pada parenkim paru yang dimulai pada ujung
bronkiolus dan mengenai ,lobuslus terdekat (Muscari, 2011).
Bronkopneumonia merupakan infeksi bacterial atau varial yang
disebbakan baik mikroorganisme gram-positif ataupun gram-negatif yang
ditandai dengan bercak-bercak konsolidasi eksudatif pada parenkim paru
(Mitchell et al, 2011).
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal. Bronkopneumonia termasuk jenis infeksi
paru yang disebabkan agen infeksius dan terdapat pada daerah bronkus dan
sekitar alveoli (Nurarif dan Kusuma, 2013).
Jadi bronkopneumonia adalah salah satu jenis infeksi atau inflamasi
pada paru (pneumonia) yang meluas ke daerah bronkus dan disebabkan
oleh bakteri atau virus.
B. ETIOLOGI
Menurut perantaranya, bronkopneumonia dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme
gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan
streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus
influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab
utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
(Reeves, 2001).
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan sebagai suatu peradangan
pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.
Penyebab paling sering adalah stafilokokus, streptococcus, H. influenza,
Proteus sp dan pseudomonas aeruginosa (Putri, 2011).
D. PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh virus penyebab bronchopneumonia yang masuk ke
saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus.
Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi
demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman
sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas,
sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan
fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang
berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya
cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan.
Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia,
acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang
akan mengakibatkan terjadinya gagal napas.
E. PATHWAY
Alveolus
Akumulasi secret
Set point bertambah
Reaksi peradangan pada
Obstruksi jalan napas bronchus dan alveolus
Fibrosus dan
pelebaran Respon menggigil
Gangguan ventilasi Rangsangan batuk
Atelektasis Reaksi
peningkatan
Bersihan jalan panas tubuh
nafas tidak efektif Nyeri pleuritik
Gangguan
difusi
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
F. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris
bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai
39-40 derajat celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Anak sangat gelisah, dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang
juga disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian
menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan
fisik tetapi dengan adanya nafs dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung
dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia.
Hasil pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada
perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya
terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang. (Ngastiyah, 2005).
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
5. Diafoesis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan atau berkarat
9. Gelisah
10. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
11. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif dan Hardhi (2013), untuk dapat menegakkan
diagnosa keperawatan dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan sputum
c. Analisa gas darah
d. Kultur darah
e. Sampel darah, sputum dan urin
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgen Thorax
b. Laringoskopi/ bronkoskopi
Sedangkan menurut Muscari (2005), temuan yang sering muncul pada
saat pemeriksaan diagnostik dan laboratorium antara lain sebagai berikut :
1. Foto sinar-x dada akan menunjukkan infiltrasi difus atau bercak,
konsolidasi, infiltrasi menyebar luas atau bercak berkabut, bergantung
jenis pneumonia.
2. HDL dapat menunjukkan peningkatan SDP.
3. Kultur darah, pewarnaan Gram, dan kultur sputum dapat menentukan
organisme penyebab.
4. Titer antistreptolisin-O (ASO) positif merupakan pemeriksaan diagnostik
pneumonia streptokokus.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan menurut Mansjoer
(2000) :
1. Oksigen 1-2 liter per menit
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap
melaui selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk transport muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit
Sedangkan penatalaksanaan umum keperawatan pada klien
bronkopneumonia adalah sebagai berikut menurut Hidayat (2008):
1. Latihan batuk efektif atau fisioterapi paru
2. Pemberian oksigenasi yang adekuat
3. Pemenuhan dan mempertahankan kebutuhan cairan
4. Pemberian nutrisi yang adekuat
5. Penatalaksanaan medis dengan medikasi, apabila ringan tidak perllu
antibiotic. Tetapi, apabila penyakit masuk stadium berat klien harus
dirawat inap. Makah al yang perlu diperhatikan adalah pemilihan
antibiotic berdasarkan usia, keadaan umum, dan kemungkinan penyebab.
Antibiotic yang mungkin diberikan adalah penosolin prokain dan
kloramfenikol atau kombinasi ampisilin dan kloksasilin atau eritromisin
dan kloramfenikol dan sejenisnya.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian fokus
a. Demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin, dan alamat.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak
nafas, disertai batuk ada secret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun
pagi selama minimum 3 bulan berturut turut tiap tahun sedikitnya 2
tahun produksi sputum (hijau, putih/kuning) dan banyak sekali.
Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernfasan, dada terlihat
hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas krekels, warna
kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah
menderita kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit
yang dapat memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat
merokok, terpaan polusi kima dalam jangka panjang misalnya debu/
asap.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan
faktor keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat
seperti merokok.
f. Pola pengkajian
1) Pernafasan
Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari ( terutama pada saat
bangun) selama minimum 3 bulan berturut- turut) tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau, putih/ kuning) dan
banyak sekali. Riwayat pneumonia berulang, biasanya terpajanpada
polusi kimia/ iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya
rokok sigaret), debu/ asap (misalnya : asbes debu, batubara, room
katun, serbuk gergaji) Pengunaaan oksigen pada malam hari atau
terus menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik ( tripot) untuk bernafas,
penggunaan otot bantu pernafasan ( misalnya :
meninggikan bahu, retraksi supra klatikula, melebarkan
hidung)
Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP ( bentuk barel), gerakan difragma minimal.
Bunyi : crackels lembab, kasar
Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu
keseluruhan.
2) Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan tekanan darah. Peningkatan frekuensi jantung
/ takikardi berat, disritmia Distensi vena leher (penyakit berat) edema
dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
Bunyi jantung redup ( yang berhubungan dengan peningkatan
diameter AP dada).
Warna kulit / membrane mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis
perifer. Pucat dapat menunjukan anemia.
3) Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah
Nafsu makan buruk / anoreksia ( emfisema)
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
Tanda : Turgor kulit buruk
Berkeringat
Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.
4) Aktifitas / istirahat
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise, Ketidakmampuan
melakukan aktifitas sehari- hari karena sulit bernafas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi
duduk tinggi . Dispnea pada saat istirahat atau respon
terhadap aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan, Gelisah/ insomnia, Kelemahan umum /
kehilangan masa otot
5) Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Tanda : Perubahan pola hidup, Ansietas, ketakutan, peka rangsang
6) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan
melakukan aktifitas sehari- hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
7) Keamanan
Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / factor lingkungan.
Adanya infeksi berulang.
I. RENCANA KEPERAWATAN
Dx. Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan Respiratory status : Airway suction (3160)
napas b.d mucus Ventilation (0403) 1. Pastikan kebutuhan
dalam jumlah Respiratory status : Airway oral/tracheal suctioning
berlebihan patency (0410) 2. Auskultasi suara napas
Kriteria hasil : sebelum dan sesudah
1. Mendemonstrasikan suctioning
batuk efektif dan suara 3. Informasikan kepada klien
napas yang bersih, dan keluarga tentang
tidak ada sianosis dan suctioning
dispneu (mampu 4. Minta klien napas dalam
mengeluarkan sputum, sebelum melakukan
mampu bernapas suctioning
dengan mudah, tidak 5. Berikan O2 dengan
ada pursed lip) menggunakan nasal
2. Menunjukkan jalan 6. Anjurkan pasien untuk
napas yang paten istirahat dan napas dalam
(Klien tidak merasa setelah kateter dikeluarkan
tercekik, irama napas, dari nasotrakeal
frekuensi pernapasan 7. Monitor status oksigen
dalam rentang normal, pasien
tidak ada suara napas 8. Anjurkan keluarga
abnormal) bagaimana melakukan
3. Mampu suction
mengidentifikasi dan 9. Hentikan suction dan
mencegah factor yang berikan oksigen apabila
dapat menghambat psien menunjukkan
jalan napas. bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll
Airway Management (3140)
1. Buka jalan napas
menggunakan teknik lift
atau jaw thrust bila perlu.
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan napas
buatan.
4. Lakukan fisioterapi dada
bila perlu.
5. Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
6. Auskultasi suara napas, catat
adanya suara tambahan.
7. Berikan bronkodilator bila
perlu
8. Atur intake cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan status
O2
2. Gangguan NOC NIC
pertukaran gas Respiratory status : Gas Airway Management (3140)
b.d ventilasi- Exchange (0402) 1. Buka jalan napas
perfusi. Respiratory status : menggunakan teknik lift
ventilation(0403) atau jaw thrust bila perlu.
Vital sign status (0802) 6. Posisikan pasien untuk
Kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Klien mampu 7. Identifikasi pasien perlunya
mendemonstrasikan pemasangan alat jalan napas
peningkatan ventilasi buatan.
dan oksigenasi yang 8. Lakukan fisioterapi dada
adekuat bila perlu.
2. Memelihara kebersihan 9. Keluarkan secret dengan
paru-paru dan bebas batuk atau suction
dari tanda-tanda 10. Auskultasi suara napas, catat
distress pernapasan adanya suara tambahan.
3. Mendemonstrasikan 11. Berikan bronkodilator bila
batuk efektif dan suara perlu
napas yang bersih, 12. Atur intake cairan untuk
tidak ada sianosis dan mengoptimalkan
dispneu (mampu keseimbangan.
mengeluarkan sputum, 13. Monitor respirasi dan status
mampu bernapas O2
dengan mudah, tidak Respiratory Monitoring (3350)
ada pursed lip) 1. Monitor rata-rata
4. Tanda-tanda vital kedalaman, irama dan usaha
dalam rentang normal respirasi.
2. Catat pergerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunana otot tambahan,
retraksi otot subklavikular
dan interkostal.
3. Monitor suara napas seperti
dengkur
4. Monitor pula pola napas
bradipneu, takipneu,
hiperventilasi,cheyne stoke
5. Monitor otot diafragma
(gerakan paradoksis)
6. Auskultasi suara napas, catat
area penurunan/ tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan.
7. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crackels dan ronkhi pada
jalan napas.
8. Auskultasi suara paru untuk
mengetashui hasil tindakan
Mitchell, Richard N et al. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins
dan Cotran ed.7. Jakarta : EGC.
Moorhead, Sue, dkk (ed). 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Ed. 5 .
Mosby : United States of America.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC – NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing.
Putri, ES. 2011.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20330/4/Chapter
%20II.pdf . diakses tanggal 25 Maret 2013 pukul 01.45 am.
Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak Ed.1.
Graha Ilmu : Jogjakarta.
Soemantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Gangguan Sisem Pernapasan. Jakarta: Salemba.