Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Alloh SWT yang


telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah dengan judul “ Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Dengue Haemoragic Fever” di Ruang Mas Alit RSUD Blambangan sesuai dengan
waktu yang ditentukan.

Dalam penulisan asuhan keperawatan ini penulis banyak sekali mendapat


bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis banyak mengucapkan terima
kasih atas terselesaikannya makalah ini.

Semoga Alloh SWT membalas budi baik semua pihak yang telah
memberikan kesempatan , dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan asuhan keperawatan ini masih
jauh dari sempurna, sehingga penulis mohon kritik dan saran yang sifatnya
membangun. Akhirnya penulis hanya bisa berharap semoga asuhan keperawatan
ini berguna bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam Tifoid atau thyphoid fever adalah suatusindrom sistemik
berat yang secara klasik disebabkan oleh Salmonella Typhi, Salmonella
Typhi termasuk dalam genus Salmonella (Garna,2012).
Demam thypoid sendiri akan sangat berbahaya jika tidak segera
ditangani dengan baik dan benar, bahkan menyebabkan kematian. Menurut
data WHO memperkirakan angka insiden di seluruh dunia sekitar 17 juta
jiwa per tahun, angka kematian akibat demam thypoid mencapai 600.000
dan 70 % nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit Thypoid
bersifat endemik, menurut WHO angka penderita demam Thypoiddi
Indonesia mencapai 81 % per 100.000 ( Depkes RI, 2013)
Berdasarkan data yang diperoleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur system surveilans terpadu beberapa penyakit terpilih pada tahun
2010 penderita Demam Thypoid ada 44.422 penderita, termasuk urutan
ketiga di bawah Diare dan Infeksi Saluran Pernapasan. Di RSUD
Blambangan khususnya di Ruang Mas Alit kasus Demam Thypoid
merupakan urutan kedua setelah Diare pada tahun 2019.
Masalah utama yang sering terjadi pada pasien penderita Demam
Thypoid antara lain demam, demam sering di jumpai, biasanya
demamlebih dari seminggu, pada penderita demam Thypoid juga ditemui
masalah mual,muntah, nyeri abdomen atau perasaan tidak enak di perut,
diare.
Komplikasi yang muncul pada demam Thypoid ada beberapa yaitu
pada usus: perdarahan usus, melena,perforasi usus, peritonitis, organ lain
yaitu meningitis, kolesitis, ensefalopati dan pneumonia.
Demam Thypoid merupakan salah satu penyakit sistemik yang di
sebabkan oleh Salmonella Thypi, jika penyakit ini tidak segera ditangani
akan sangat membahayakan bagi manusia. Penulis tertarik untuk
menyajikan makalah dengan judul Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Sistem Pencernaan Demam Thypoid di Ruang Mas Alit RSUD
Blambangan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan demam Thypoid di
Ruang Mas Alit RSUD Blambangan?

C. Tujuan
Tujuan Umum : Mengetahui cara penanganan dan perawatan pada pasien
anak dengan masalah Demam Thypoid.
Tujuan Khusus:
1. Dapat melaksanakan pengkajian pada pasien anak dengan masalah
demam Thypoid.
2. Dapat mengetahui metode cara mendiagnosis atau merumuskan
masalah keperawatan pada pasien demn thypoid.
3. Dapat menyusun rencana keperawatan pada pasien anak dengan
masalah demam thypoid.
4. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien anak dengan
masalah demam thypoid.
5. Dapat mengetahui hasil evaluasi pada pasien anak dengan masalah
demam thypoid.

D. Manfaat
1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komperhensif pada pasien anak dengan masalah
demam thypoid.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan referensi untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit pada pasien dengan masalah demam thypoid.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai bahan tambahan teori bagi perawat untuk meningkatkan mutu
pelayanan pasien dengan masalah demam thypoid agar derajat
kesehatan pasien meningkat.
4. Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien penderita demam thypoid bisa menerima perawatan yang
maksimal dari petugas kesehatan.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella (Smeltzer & Bare, 2012).
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella
typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular
(Cahyono,2010).
Demam thypoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonella Thypii (Elsevier,2013).
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya menginfeksi
manusia yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi
oleh bakteri Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi,
yaitu penderita demam tifoid dan karier. Seseorang yang karier adalah orang
yang pernah menderita demam tifoid dan terus membawa penyakit ini untuk
beberapa waktu atau selamanya (Nadyah, 2014).

B. ETIOLOGI
1. Salmonella typhii
2. S. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S. typhii atau S. paratyphii hanya ditemukan pada manusia.
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang dikontaminasi
oleh manusia lainnya.
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan
mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii
B, Salmonella Paratyphii C merupakan bakteri penyebab demam tifoid
yang mampu menembus dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam
saluran peredaran darah dan menyusup ke dalam sel makrofag manusia.
Bakteri ini masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari urin
dan feses yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari.
Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-empat dalam perjalanan
penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh
kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang
pernah menderita tipus akan menjadi orang yang menularkan tipus pada
yang belum pernah menderita tipus.

C. MANIFESTASI KLINIS
a. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya
adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit
tidaklah khas, berupa :
- Anoreksia
- Rasa malas
- Sakit kepala bagian depan
- Nyeri otot
- Lidah kotor
- Gangguan perut (perut kembung dan sakit)
b. Gejala Khas
1) Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam
tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit
kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan
nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin
cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa
tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir
minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita
adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau
tremor.
2) Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat
setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian
meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu
kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada
pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.
Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu,
saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu
tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan
penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran
umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi
semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare
menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat
terjadi perdarahan.
3) Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir
minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati.
Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur
mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya
kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana
toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa
delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan
inkontinensia urin.
4) Minggu Keempat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam
tifoid.

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit thypoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella
paratyphi A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke
dalam tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.
Selanjutnya akan ke dinding usus halus melalui aliran limfe ke kelenjar
mesentrium menggandakan/multiplikasi (bacterium). Biasanya pasien belum
tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah, tidak enak
badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo endosetual. Tetapi
kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam
peredaran darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk
mengeluarkan sel piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon
inilah yang mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga
timbul gejala demam dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka
dapat terjadi gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari
peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu)
sehingga timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya organ tersebut
dan nyeri tekan, terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur mengalami
perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ
sehingga timbul komplikasi dan dapat memperburuk kondisi pasien.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah pada
penderita demam tifoid dapat menularkan salmonella thypi kepada orang lain.
Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-
sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi
darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus
halus dan kandung empedu.
E. PATHWAY - S. Paratyphii A
- S. Paratyphii B Makanan atau air yang
Salmonella typhii - S. Paratyphii C terkontaminasi

Masuk ke saluran cerna melalui


Sebagian dimusnahkan di
makanan dan minuman
lambung

↑produksi asam lambung Peradangan pada saluran cerna


Output yang berlebihan Mual, muntah Merangsang pelepasan zat pirogen
(zat penyebab demam) oleh leukosit
Risiko Nafsu makan ↓
Ketidakseimbangan Berat badan ↓ Beredar dalam darah
Elektrolit
Defisit Nutrisi Hipotalamus

Merespon dengan meningkatkan


suhu tubuh

DEMAM THYPOID

Infasi kuman pada Infeksi usus halus Kurangnya


usus halus informasi
Mortilitas usus Inflamasi
Mengeluarkan terganggu Defisit
Peradangan pada usus halus
endotoksin Peristaltik usus ↓ Pengetahuan
Reaksi inflamasi Peristaltik usus
Pelepasan mediator meningkat Tidak terdengar bising
inflamasi Nyeri usus/ bising usus turun
Bising usus
Peningkatan suhu tubuh hiperaktif Konstipasi

Diare
Hipertermia
F. KOMPLIKASI
a. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perporasi usus
3. Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan
perinepritis.
6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik menurut Aru. W (2009) meliputi:
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di
temukan leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau
leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain
itu dapat pula ditemukan anemia ringan dan trombositopenia.Pada
pemeriksaan hitung jenis leukosit demam typhoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali
normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penanganan khusus.
2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi
hasil negative tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin
disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella
typhi.Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
salmonella typhi dengan antibody disebut aglutinin. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
digunakan.Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi
kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang
dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
H. PENATALAKSANAAN
a. Perawatan
Penderita Thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan, penderita harus tirah baring sampai minimal 7
hari, batas panas atau kurang lebih 14 hari.Mobilisasi dilakukan secara
sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien, penderita yang kesadarannya
menurun posisi tubuh harus diubah pada waktu-waktu tertentu untuk
menghindari komplikasi dekubitus, defekasi, dan miksi perlu
diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi dan retensi urine.
b. Diet/ Terapi Diet
Yaitu penatalaksanaan diet penyakit Thypus Abdominalis dengan
tujuan :
1) Memberi makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan yang
bertambah guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan
tubuh.
2) Pemberian makanan yang cukup dan seimbang tidak merangsang
dan tidak memperberat kerja saluran pernafasan.
3) Jika adanya peradangan pada usus halus, maka harus diberikan
secara hati-hati untuk menghindari rangasangan terutama dari serat
kasar.
Penderita diberi bubur saring kemudian bubu kasar, dan akhirnya
diberi nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan.Beberapa penelitian
menunjukan bahwa pemberian makanan pada dini yaitu nasi dengan
lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar)
dapat diberikan dengan aman pada penderita Thypoid.
c. Obat – Obatan
 Klorampenikol 4.500 mg selama 14 hari.
 Limfenikol 3.300 mg.
 Kotrimoxazol 12.480 mg selama 4 hari.
 Ampicillin dan Amoxillin 341 gr selama 14 hari.
Obat-obatan anti piretik tidak perlu diberikan secara rutin pada
penderita Thypoid.Pada penderita toksik dapat diberikan
kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun secara
bertahap selama 5 hari, hasil biasanya memuaskan. Kesadaran
penderita menjadi baik dan suhu tubuh cepat turun sampai normal,
akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi karena
dapat menyebabkan pendarahan intestinal.
d. Non Farmakologi
- Bed rest
- Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan
rendah serat.
e. Farmakologi
- Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali
pemberian oral atau IV selama 14 hari.
- Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan
dosis 200 mg/KgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau
amoksisilin dengan dosis 100 mg/KgBB/hari, terbagi selama 3-4
kali. Pemberian oral/intravena selama 21 hari kortrimoksasol
dengan dosis (tmp) 8 mg/KgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral selama 14 hari.
- Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50
mg/KgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/KgBB/hari ,
sekali sehari, intravena selama 5-7 hari.
- Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika
adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolone
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Menganalisisnya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan
bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama,
umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, alamat, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan.
2. Keluhan utama :
a. Keluhan saat MRS :perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing, dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama
selama masa inkubasi).
b. Keluhan saat pengkajian :
3. Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST)
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella thypi ke
dalam tubuh
4. Riwayat Penyakit Masa Lalu
Apakah sebelumnya pernah mengalami demam thypoid
5. Riwayat Imunisasi Dasar
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah keluarga pernah menderita penyakit keturunan seperti DM,
hipertensi, dll.
7. Riwayat Perkembangan
a. Motorik Halus
b. Motorik Kasar
c. Bahasa/ Komunikasi
d. Adaptasi Sosial
8. Riwayat Psikososial dan Status Spiritual
a. Status Psikologis
b. Status sosial
c. Aspek Spiritual/ Sistem Nilai Kepercayaan
9. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Klien mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah
saat makan sehingga makanan hanya sedikit bahkan tidak makan sama
sekali.
b. Pola Eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urin tidak mengalami gangguan,hanya warna
kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi peningkatan
suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dn merasa haus,
sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c. Pola Kebersihan Diri
d. Pola Aktivitas, Latihan dan Bermain
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien di bantu.
e. Pola Istirahat dan Tidur
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan dengan peningkatan
suhu tubuh.
10. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 - 40 ᵒC,
muka kemerahan, Dapat terjadi penurunan kesadaran.
b. Tanda-tanda Vital
Terjadi penurunan tekanan darah, terjadi peningkatan pernafasan,
terjadi peningkatan suhu tubuh.
11. Pemeriksaan Fisik Head to toe :
Melihat keadaan umum dan mengukur secara keseluruhan mulai dari TTV
sampai TB & BB.
1. Pemeriksaan Kepala dan Rambut:
- Inspeksi : Periksa bentuk, keadaan rambut (rambut agak kusam),
warna, kebersihan muka tampak pucat.
- Palpasi : Periksa adanya nyeri tekan, benjolan, odema, masa
2. Hidung :
- Inspeksi : Periksa warna kulit, ada pernafasan cuping hidung,
adanya sumbatan jalan nafas
3. Telinga :
- Inspeksi : Periksa warna kulit, kesimetrisan antara telinga kanan
dan telinga kiri, kebersihan, adanya lesi/tidak, fungsi
pendengaran.
- Palpasi : Periksa adanya benjolan, masa.
4. Mata :
- Inspeksi : Periksa pupil mata, konjungtiva, sclera, kesimetrisan
antara kanan dan kiri.
- Palpasi : Periksa adanya nyeri tekan, adanya benjolan
5. Mulut, Gigi, Lidah, Tonsil dan Pharing
- Inspeksi : Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah
kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, Gigi (kebersihan), Tonsil
(Adanya pembesaran/tidak)
- Palpasi : Periksa adanya benjolan, adanya nyeri tekan, adanya
masa.
6. Leher dan Tenggorokan :
- Inspeksi : Periksa adanya pembesaran, adanya lesi/tidak, warna
sama dengan sekitar/tidak.
- Palpasi : Periksa adanya nyeri tekan, masa, kaji adanya distensi
vena junggularis, arteri karotis & kelenjar limfe/tiroid.
7. Dada/ Thorak :
a. Pemeriksaan Paru
- Inspeksi : Periksa kesimetrisan antara dada kanan dan kiri,
bentuk dada, adanya lesi/tidak, pernafasan rata-rata ada
peningkatan, nafas cepat dan dalam gambaran seperti
bronchitis.
- Palpasi : Periksa adanya masa, nyeri tekan, vocal fremitus raba
mungkin meningkat pada sisi yang sakit, odema.
- Perkusi : Periksa adanya keabnormalan
- Auskultasi : Periksa adanya suara nafas tambahan seperti rochi/
wheezing, stridor
b. Pemeriksaan Jantung
- Inspeksi : Periksa Ictus Cordis
- Palpasi : Periksa Ictus Cordis teraba pada ICS berapa
- Perkusi : Periksa batas kanan atas, kanan bawah, kiri atas, kiri
bawah jantung
- Auskultasi : Periksa adanya suara tambahan seperti Mur-Mur,
8. Payudara :
- Inspeksi : -
- Palpasi : -
9. Abdomen :
- Inspeksi : Nyeri perut, perut terasa tidak enak
- Auskultasi : Peristaltik usus meningkat
- Palpasi :Hati dan limpa membesar dengan konsistensi lunak
serti nyeri tekan pada abdomen.
- Perkusi : Pada perkusi didapatkan perut kembung
10. Genetalia dan Anus :
 Genetalia :
- Inspeksi : Periksa terpasang selang kateter/tidak, adanya
pembengkakan, adanya luka.
- Palpasi : Periksa adanya nyeri tekan/tidak
 Anus :
- Inspeksi : Konstipasi, periksa kebersihan, adanya
hemoroid/tidak
- Palpasi : Periksa adanya nyeri tekan/tidak, benjolan
11. Ekstremitas, kuku dan kekuatan otot
- Ektremitas : Periksa terpasang selang infus, nyeri tekan
kelainan
- Kuku : Periksa kebersihan
- Kekuatan otot
12. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,
limfositosis relative, dan aneosiniofilia pada permulaan
sakit.
2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.
3) Bukan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan
dalam darah pasien pada minggu pertama sakit.
Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urin dan feces.
4) Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan
ialah liter zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai
1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif
13. Data lain-lain :
Kaji mengenai perawat dan pengobatan yang telah diberikan
selama dirawat di RS
- Data psikososial : Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana
pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi bahan
pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
- Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan
YME dan kegiatan keagamaan yang bisa dilakukan.
- Pola persepsi dan konsep diri : biasanya terjadi kecemasan
pada orang tua terhadap keadaan penyakit pada anaknya.
- Pola hubungan dan peran : hubungan dengan orang lain
terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien
harus bed rest total.
- Pola penanggulangan stress : biasanya orang tua akan nampak
cemas.
B. DIAGNOSA
Diagnosa Keperawatan yang muncul :
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
2. Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis (inflamasi)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
4. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan muntah
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
6. Konstipasi berhubungan denganpenurunan motilitas gastrointestinal
7. Diare berhubungan dengan proses infeksi
C. INTERVENSI
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jamdiharapkan suhu tubuh dalam rentang normal (36,5 – 37,5 ᵒC)
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5 – 37,5 ᵒC)
b. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
a. Observasi penyebab hipertermia
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang hipertermi.
b. Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
Rasional : mengetahui keadaan umum klien
c. Sediakan lingkungan yang dingin
Rasional : memberi kenyamanan pada pasien dan menurunkan suhu
tubuh
d. Berikan kompres air biasa
Rasional : mempercepat proses penurunan suhu
e. Lakukan tepid sponge (seka)
Rasional : mempercepat proses penurunan suhu
f. Pakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat
Rasional : membantu proses penurunan suhu tubuh klien
g. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : terapi farmakologi dapat membantu penurunan suhu tubuh
2. Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis (inflamasi)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi :
a. Observasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
intensitas nyeri (skala 0-10)
Rasional :mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien
b. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Rasional :membantu dalam mengurangi rasa nyeri
c. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Rasional : agar pasien dapat merasa nyaman dan mampu beristirahat
dengan baik
d. Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional :teknik farmakologis dapat membantu mengurangi rasa
sakit/nyeri

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan


Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
a. Observasi status nutrisi anak
Rasional : untuk mengetahui dan memantau nutrisi anak
b. Identifikasi makanan yang disukai
Rasional : Untuk menambah status nutrisi anak
c. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi
Rasional :meningkatkan kualitas intake nutrisi
d. Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan
teknik porsi kecil tapi sering
Rasional: untuk meningkatkan intake
e. Monitor berat badan
Rasional: untuk mengetahui peningkatan berat badan
f. Lakukan oral hygiene sebelum makan
Rasional : meningkatkan nafsu makan pada anak.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan
Rasional :membantu proses peningkatan intake nutrisi yang adekuat

4. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan muntah


Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan ketidakseimbangan elektrolit teratasi
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
b. Tidak mual muntah
c. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
d. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit 4 jam.
Rasional : mengetahui tanda-tanda vital.
b. Observasi mual, muntah dan diare
Rasional : untuk mengetahui dan memantau cairan yang keluar
c. Observasitanda dan gejala hipernatremia
Rasional : untuk mengetahui perkembangan keadaan umum klien
d. Mengobservasi dan mencatat intake dan output dan mempertahankan
intake dan output yang adekuat
Rasional : untuk mengetahui dan memantau cairan yang keluar
masuk
e. Monitor dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan skala
yang sama.
Rasional :mengetahui peningkatan berat badan
f. Monitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
Rasional : memonitor cairan yang masuk
g. Berikan antibiotik sesuai program
Rasional : membantu dan mempercepat proses penyembuhan

5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi


Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan defisit pengetahuan teratasi
Kriteria hasil :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang yang
dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi :
a. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pilihan berdasarkan informasi.
b. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
Rasional : memberikan pengetahuan pada pasien dan supaya pasien
mampu menganalisa tanda dan gejala yang dialaminya sesuai
penjelasan perawat/tim kesehatan lainnya.
c. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
Rasional : agar pasien mampu mengidentifikasi kemungkinan
penyebab penyakit yang terjadi pada dirinya
d. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
Rasional : membantu pasien untuk dapat menentukan perilaku yang
harus dirubah supaya terhindar dari kambuhnya penyakit dan mampu
mengontrol kesehatan diri.

6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal


Tujuan : Stelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan konstipasi dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1 – 3 hari
b. Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi
c. Mengidentifikasi indikator untuk mencegah konstipasi
d. Feses lunak dan berbentuk
Intervensi :
a. Monitor tanda dan gejala konstipasi
Rasional : untuk mengetahui tanda dan gejala terjadinya konstipasi
b. Berikan air hangat setelah makan
Rasional : untuk membantu proses pencernaan makanan dan
pengeluaran feses
c. Monitor bising usus
Rasional : bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik usus
d. Dukung intake cairan
Rasional : untuk mempermudah terjadinya pengeluaran feses
e. Kolaborasikan pemberian laktasif
Rasional : untuk melunakkan eliminasi feses
f. Anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat
Rasional : nutrisi tinggi serat dapat melancarkan eliminasi fekal

7. Diare berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan diare dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Konsistensi feces normal
b. Pola eliminasi dalam rentang normal
Intervensi :
a. Observasi warna, volume, frekuensi, konsistensi tinja
Rasional : untuk mengetahui pola eliminasi klien.
b. Observasi turgor kulit secara teratur
Rasional : untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi
c. Anjurkan menghindari makanan yg mengandung laktosa makanan
rendah serat
Rasional : makanan rendah serat dapat membuat konsistensi tinja
menjadi lebih keras
d. Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
Rasional :untuk mencegah terjadinya diare berkepanjangan
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V.Jakarta :
Interna Publishing.

Cahyono et al.,. 2010. Vaksinasi H.Prabawa, ed.,.Yogyakarta :Penerbit Kanisius.

Elsevier, N. H. 2013. Antibiotik Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi Pada


Anak. Sari Pediatri, Volume 14, pp. 271-276.

Nadyah. 2014. Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit


demam tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten
Gowa 2013. Jurnal Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.

Smeltzer & Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai