Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME

PADA Sdr. F DENGAN DIAGNOSA TYPOID FEVER

DI IGD (Instalasi Gawat Darurat)

RS Universitas Muhammadiyah Malang

DI SUSUN OLEH :

TIARA DEVI IMELDA FRANSISKA (201141)

ITSK RS DR SOEPRAOEN KESDAM V BRAWIJAYA MALANG

PRODI DIII KEPERAWATAN

NOVEMBER 2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME PADA Sdr. F DENGAN


DIAGNOSA TYPOID FEVER DI IGD RS UMM

NAMA : TIARA DEVI IMELDA FRANSISKA

NIM :201141

PRODI :D3 KEPERAWATAN

MENGETAHUI

CI INSTITUSI CI RUANGAN
POLITEKNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

LAPORAN PENDAHULUAN

TYPOID FEVER (TF)

NAMA MAHASISWA : TIARA DEVI IMELDA FRANSISKA

NIM : 201141

RUANG : IGD

1.1.KONSEP DASAR PENYAKIT


A. PENGERTIAN
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam thypoid disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi. (Lestari Titik, 2016). Thypoid fever atau demam tifoid adalah
penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan gangguan kesadaran.
(Wijayaningsih kartika sari, 2013).

B. ETIOLOGI
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri samonella typhi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidakberspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI. Dalam
serum penderita, terdapatzat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 derajat
celsius (optimum 37 derajat celsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya
adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang
terkontaminasi, formalitas dan lain sebagainya. (Lestari Titik, 2016).
C. PATOFISIOLOGI
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan dan
minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000 basil kuman). Sebagian
kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil
salmonella akan menembus selsel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia
dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah
bening mesenterika. (Lestari Titik, 2016)

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah
10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas,
berupa :
a. Anoreksia
b. rasa malas
c. sakit kepala bagian depan
d. nyeri otot
e. lidah kotor
f. gangguan perut (perut kembung dan sakit)
2. Gejala Khas
a. Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi
yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing,
pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali
permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran
bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan
sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi.
Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
bergetar atau tremor.
b. Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap
hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore
atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus
menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan
penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif
nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan
peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan
peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai
dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan
pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi
semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi
lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
c. Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu.
Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan
membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun.
Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi
cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika
keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya
tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus,
inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
d. Minggu Keempat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.
E. KLASIFIKASI
Demam diklasifikasikan jika suhu tubuh inti melebihi 37,5 – 38,3°C, yang
terjadi tanpa perubahan dari set-point tubuh. Suhu tubuh normal pada orang dewasa
mencapai 37,7°C pada sore hingga malam hari. Berikut klasifikasi suhu tubuh manusia
(Setiati et al., 2015):

Klasifikasi Suhu Tubuh Keadaan Rentang Suhu


Hipotermia < 35,0
Normal 36,5 – 37, 5
Demam/hipertermia >37,5 – 38,3
Hiperperiksia >40.0 – 41,5
F. KOMPLIKASI
Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ tubuh dapat diserang dan
berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang
dapat terjadi pada demam tifoid yaitu (Setiati et al., 2015):
a) Komplikasi intestinal : Perdarahan, perforasi, ileus paralitik, dan pankreatitis
b) Komplikasi ekstra-intestinal
1. Komplikasi kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis.
2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koagulasi
intravaskuler diseminata (KID), trombosis.
3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
4. Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolesistitis.
5. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
6. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondylitis, artritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dengan dengan typoid antara lain:
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan
jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darahtergantung dai beberapa faktor :
1) Tehnik pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium
berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan
tehnik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang
baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit Biakan darah terhadap
salmonella typhi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada
minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif
5) Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi.
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum
klien dengan demam typhoid juga terdapat pada orang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella typhi,
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan anti-gen O (berasal dari
tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan anti-gen H (berasal dari
flagel kuman).
3) Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan anti-gen VI (berasal dari
simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H
yang ditentuka teternya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin
besar klien menderita typoid
4. Kultur
Kultur urin bisa positif pada minggu pertama, kultur urin bisa positif pada akhir
minggu kedua, dan kultur feses bisa positif pada minggu kedua hingga minggu
ketiga.
5. Anti salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut Salmonella
Typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya demam.

H. PENATALAKSAAN
Menurut Inawati (2017) pengobatan/penatalaksanaan pada penderita Demam
thypoid adalah sebagai berikut
1. Penatalaksanaan medis
a. Pasien demam thypoid perlu dirawat, pasien harus mengalami tirah baring
ditempat tidur sampai minimal 7 sampai 14 hari. Maksud untuk tirah baring
ini adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi pendarahan usus atau
perforasi usus. Mobilisasi untuk pasien harus dilakukan secara bertahap,
sesuai dengan pulihannya kekuatan pasien. Kebersihan tempat tidur,
pakaian, dan peralatan yang dipakai pasien. Pasien dengan kesadaran
menurun, posisi tubuhnya minimal 2 jam harus diubah-ubah pada waktu-
waktu tertentu untuk menghindari terjadi adanya dekubitus. Defekasi dan
buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi
dan retensi air kemih.
b. Diet dan terapi penunjang
Diet makanan untuk penderita demam thypoid ini harus mengandung cukup
intake cairan dan tinggi protein, serta rendah serat. Diet bertahap untuk
pasien demam thypoid diberi bubur, kemudian bubur kasar dan akhirnya
diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukan bahwa pemberian makanan padat
dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan
serat kasar) dan diet tinggi serat akan meningkatkan kerja usus sehingga
resiko perforasi usus lebih kuat.
c. Pemberian obat
Terapi Obat-obatan atibiotika anti inflamasi dan anti piretik:Pemberian
antibiotika sangat penting dalam mengobati demam thypoid karena semakin
bertambahnya resitensi antibiotic, pemberihan terapi empirik merupakan
masalah dan kadang-kadang controversial. Kebanyakan regimen antibiotik
disertai dengan 20% kumat.
1) Amoksilin adalah obat kemampuan untuk menurunkan demam,
efektivitas amoksilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol
dalam percepatan penurunan suhu tubuh sampai yang normal dan
tingkat kambuh. Dosis yang dianjurkan 100mg/kg/24 jam secara oral
dalam tiga dosis.
2) Kotimoksazol efektivitas kurang lebih sama dengan kloramfenikol.
Dosis yang dianjurkan orang dewasa 2x2 tablet, oral (1 tablet
mengandung 80mg) selama 10 hari.
3) Sefotaksim diberikan 200/kg/hari secara intervena tiap 6 jam dalam
dosis 12g/hari. Penangkapan dinding sel bakteri sintesis, yang
menghambat pertumbuhan bakteri. Generasi ketiga sefaloprin degan
spektrum garam negatif. Lebih rendah efikasi terhadap organisme gram
positif. Sangat baik dalam kegiatan vitro S typhi dan salmonella lain dan
memiliki khasiat yang dapat diterima pada demam thypoid.
4) Seftriaxsone dosis yang dianjurkan adalah 80mg/hari. IV atau IM. Satu
kali sehari selama 5 hari, penangkapan dinding sel bakteri sintesis, yang
menghambat pertumbuhan bakteri. Generasi ketiga sefaloprin dengan
spektrum luas gram negatif aktivitas terhadap organisme gram positif.
Bagus aktivitas ini vitro terhadap S typhi dan salmonella lainnya.
5) Dexametason 3 mg/kg untuk dosis awal, disertai dengan 1 mg/kg setiap
6 jam selama 48 jam, memperbaiki angka ketahanan hidup penderita
syok, menjadi lemah stupor atau koma.
6) Anti inflamasi (anti radang). Yaitu kortikosteroid diberikan pada kasus
berat.
7) Dengan gangguan kesadaran. Dosis yang dianjurkan 1-3 mg/hari IV,
dibagi dalam 3 dosis hingga kesadaran membaik.
8) Antipiretik untuk menurunkan demam seperti paracetamol
9) Antipiretik untuk menurunkan keluhan mual dan muntah.

Anda mungkin juga menyukai