OLEH :
NAMA : NIM
:
KELAS : 2A S.Tr KEPERAWATAN
Intoleransi aktivitas
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah
Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena asupan makanan yang terbatas
(malaborpsi), hambatan pembentukan darah dalam sumsum tulang belakang, dan
penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah
leukosit antara 3000- 4000/mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan
oleh penghancuran leukosit oleh endotoksin aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil
dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu
pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan
endotoksin. Laju endap darah meningkat (Muttaqin, 2013).
2. Pemeriksaan Urin
Didapatkan proteinuria ringan (<2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan leukosit
dalam urine (Muttaqin, 2013).
3. Pemeriksaan Feses
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan
perforasi (Muttaqin, 2013).
4. Pemeriksaan Bakteriologi
Untuk identifikasi adanya kuman Salmonella typhi pada biakan darah tinja, urine,
cairan empedu, atau sumsum tulang (Muttaqin, 2013).
5. Uji IgM Dipstick
Uji ini digunakan untuk mengidentifikasi IgM spesifik S. typhi pada spesimen
serum atau darah dengan menggunakan strip yang mengandung lipopolisakarida S.
typhi dan anti IgM sebagai kontrol. Sensitivittas uji ini sebesar 65 – 77% dan
spesifitasnya sebesar 95 - 100% (Muttaqin, 2013).
6. Pemeriksaan Serologis Widal
Tes serologis widal adalah reaksi antara antigen dengan aglutinin yang merupakan
antibodi spesifik terhadap komponen basil salmonella di dalam darah manusia.
Prinsip tesnya adalah terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen dan aglutinin yang
dideteksi yakni aglutinin O dan H (Muttaqin, 2013).
Aglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu pertama demam sampai
puncaknya pada minggu ke 3 – 5. Aglutinin ini dapat bertahan sampai lama 6 – 12
bulan. Aglutinin H mencapai puncak lebih lambat, pada minggu ke 4 – 6 dan menetap
dalam waktu yang lebih lama, sampai 2 tahun kemudian (Muttaqin, 2013).
Interprestasi Reaksi Widal : Batas titer yang dijadikan diagnosis, hanya
berdasarkan kesepakatan atau perjanjian pada suatu daerah, dan berlaku untuk daerah
tersebut. Kebanyakan pendapat bahwa titer O 1/320 sudah menyokong kuat diagnosis
demam tifoid (Muttaqin, 2013).
Reaksi widal negative tidak menyingkirkan diagnosis tifoid. Diagnosis demam
tifoid dianggap diagnosis pasti adalah bila didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada
pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari. Perlu diingat bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi reaksi widal sehingga mendatangkan hasil yang keliru baik negative
palsu atau positif palsu. Hasil tes negative palsu seperti pada keadaan pembentukkan
antibodi yang rendah yang dapat ditemukan pada keadaan gizi buruk, konsumsi
obatobat imunosupresif, penyakit leukemia,dll. Hasil tes positif palsu dapat dijumpai
pada keadaan pasca vaksinasi, mengalami infeksi sub – klinis bebrapa waktu yang
lalu, aglutinasi silang, dll (Muttaqin, 2013).
7. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi
akibat demam tifoid (Marni, 2016).
E. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan
Penggunaan antibiotik merupakan terapi utama pada demam tifoid, karena pada
dasarnya patogenesis infeksi Salmonella Typhi berhubungan dengan keadaan
bakterimia. Pemberian terapi antibiotik demam tifoid pada anak akan mengurangi
komplikasi dan angka kematian, memperpendek perjalan penyakit serta memperbaiki
gambaran klinis salah satunya terjadi penurunan demam. Namun demikian
pemberian antibiotik dapat menimbulkan drug induce fever, yaitu demam yang timbul
bersamaan dengan pemberian terapi antibiotik dengan catatan tidak ada penyebab
demam yang lain seperti adanya luka, rangsangan infeksi, trauma dan lain- lain.
Demam akan hilang ketika terapi antibiotik yang digunakan tersebut dihentikan.
a. Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotik lini pertama terapi demam
tifoid yang bersifat bakteriostatik namun pada konsentrasi tinggi dapat
bersifat bakterisid terhadap kuman- kuman tertentu serta berspektrum
luas. Dapat digunakan untuk terapi bakteri gram positif maupun
negatif. Kloramfenikol terikat pada ribosom subunit 50s serta
menghambat sintesa bakteri sehingga ikatan peptida tidak terbentuk
pada proses sintesis protein kuman. Sedangkan mekanisme resistensi
antibiotik ini terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil transferase yang
diperantarai faktor-R. Masa paruh eliminasinya pada bayi berumur
kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Dosis untuk terapi demam tifoid
pada anak 50100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.Lama terapi 8-
10 hari setelah suhu tubuh kembali normal atau 5-7 hari setelah suhu
turun.Sedangkan dosis terapi untuk bayi 25-50 mg/kgBB.
b. Seftriakson
Seftriakson merupakan terapi lini kedua pada kasus demam tifoid
dimana bakteri Salmonella Typhi sudah resisten terhadap berbagai
obat. Antibiotik ini memiliki sifat bakterisid dan memiliki mekanisme
kerja sama seperti antibiotik betalaktam lainnya, yaitu menghambat
sintesis dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi transpeptidase
dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.Dosis terapi
intravena untuk anak 50-100 mg/kg/jam dalam 2 dosis, sedangkan
untuk bayi dosis tunggal 50 mg/kg/jam.
c. Ampisilin
Ampisilin memiliki mekanisme kerja menghambat pembentukan
mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel
mikroba.Pada mikroba yang sensitif, ampisilin akan menghasilkan
efek bakterisid.Dosis ampisilin tergantung dari beratnya penyakit,
fungsi ginjal dan umur pasien.Untuk anak dengan berat badan <20 kg
diberikan per oral 50-100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, IM 100-200
mg/kg/BB/hari dalam 4 dosis.Bayi yang berumur <7 hari diberi 50
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, sedangkan yang berumur >7 hari diberi
75 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis.
d. Kotrimoksasol
Kotrimoksasol merupakan antibiotik kombinasi antara trimetoprim
dan sulfametoksasol, dimana kombinasi ini memberikan efek
sinergis.Trimetoprim dan sulfametoksasol menghambat reaksi
enzimatik obligat pada mikroba.Sulfametoksasol menghambat
masuknya molekul P- Amino Benzoic Acid (PABA) ke dalam molekul
asam folat, sedangkan trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat
reduktase mikroba secara selektif.Frekuensi terjadinya resistensi
terhadap kotrimoksasol lebih rendah daripada masing-masing obat,
karena mikroba yang resisten terhadap salah satu komponen antibiotik
masih peka terhadap komponen lainnya.Dosis yang dianjurkan untuk
anak ialah trimetoprim 8 mg/kgBB/hari dan sulfametoksasol 40
mg/kgBB/hari diberikan dalam 2 dosis.
e. Sefotaksim
Sefotaksim merupakan antibiotik yang sangat aktif terhadap
berbagai kuman gram positif maupun gram negatif aerobik.Obat ini
termasuk dalam antibiotik betalaktam, di mana memiliki mekanisme
kerja menghambat sintesis dinding sel mikroba.Mekanisme
penghambatannya melalui reaksi transpeptidase dalam rangkaian
reaksi pembentukan dinding sel.Dosis terapi intravena yang dianjurkan
untuk anak ialah 50 – 200 mg/kg/h dalam 4 – 6 dosis.Sedangkan untuk
neonatus 100 mg/kg/h dalam 2 dosis.
2. Istirahat dan Perawatan
Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita
sebaiknya beristirahat total di tempat tidur selama 1 minggu setelah bebas dari
demam. Mobilisasi dilakukan secara bertahap, sesuai dengan keadaan penderita.
Mengingat mekanisme penularan penyakit ini, kebersihan perorangan perlu dijaga
karena ketidakberdayaan pasien untuk buang air besar dan air kecil. (Marni, 2016)
3. Terapi Penunjang secara Simtomatis, Suportif, dan Diet
Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal penderita diberi makanan
berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberi makanan yang lebih padat
dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar
gizi dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita.
(Marni, 2016)
F. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan
menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis yang diangkat akan menentukan desain
perencanaan yang ditetapkan. Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evaluasi mengikuti
perencanaaan yang dibuat. Oleh karena itu pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan
cermat sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada klien dapat diidentifikasi. Pokok
utama pengkajian, meliputi :
1. Identitas diri
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/ bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no medrec,
diagnosa medis, alamat klien.
2. Identitas Penanggung Jawa
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, hubungan keluarga dengan klien, alamat.
3. Keluhan Utama
Untuk mendapatkan alasan utama individu mencari bantuan professional
kesehatan. Selain itu mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien
membutuhkan pertolongan sehingga klien dibawa ke RS dan menceritakan kapan
klien mengalami perasaan tidak enak badan, pusing, nyeri kepala, lesu dan kurang
bersemangat, nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi). 4. Riwayat
Kesehatan Sekarang
Mengungkapkan keluhan yang paling sering dirasakan oleh klien saat
pengkajian dengan menggunakan metode PQRST.
a. P (Provokatus – Paliatif) yaitu apa yang menyebabkan gejala, apa yang
bisa memeperberat, apa yang bisa mengurangi. Pada klien demam
tifoid biasanya keluhan utama yang dirasakan adalah demam. Demam
bertambah apabila klien banyak melakukan aktivitas atau mobilisasi
dan bekurang apabila klien beristirahat dan setelah diberi obat.
b. Q (Qualitas – Quantitas) yaitu bagian gejala dirasakan, sejauh mana
gejala dirasakan. Biasanya demam hilang timbul dan kadang disertai
dengan menggigil.
c. R (Region – Radiasi) yaitu dimana gejala dirasakan, apakah menyebar.
Pada demam tifoid dirasakan pada seluruh tubuh.
d. S (Skala – Sererity) yaitu Seberapakah tingkat keparahan dirasakan,
pada skala berapa. Suhu biasanya dapat mencapai 39-40ºC.
e. T (Time) yaitu kapan gejala mulai timbul, seberapa sering gejala
dirasakan, tiba-tiba atau bertahap, seberapa lama gejala dirasakan.
Biasanya demam terjadi sore menjelang malam hari, dan menurun
pada pagi hari.
5. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji penyakit yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang.
Untuk mendapatkan profil penyakit, yang dialami individu sebelumnya. Adanya
riwayat kejang demam atau riwayat masuk rumah sakit sebelumnya dll. 6.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Untuk mengidentifikasi adanya sifat genetik atau penyakit yang memiliki
kecendrungan familial; untuk mengkaji kebiasaan keluarga dan terpapar
penyakit menular yang dapat mempengaruhi anggota keluarga.
7. Aktivitas Sehari-Hari
Mengungkapkan pola aktivitas klien sebelum sakit dan sesudah sakit.
Yang meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygene, istirahat tidur, aktivitas : a.
Nutrisi
Menggambarkan pola nutrisi klien sebelum sakit sampai saat sakit
yang meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, frekuensi
minum serta jenis minuman, porsi dan berapa gelas/hari.
b. Eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien sebelum sakit sampai saat
sakit yang meliputi Frekuensi, konsistensi, warna, bau dan masalah.
c. Istirahat Tidur
Menggambarkan pola istirahat klien sebelum sakit sampai saat
sakit yang meliputi: lamanya tidur dan kualitas tidur.
d. Personal Hygiene
Menggambarkan personal hygiene klien sebelum sakit sampai saat
sakit yang meliputi Frekuensi mandi, gosok gigi, keramas dan gunting
kuku.
e. Aktivitas
Menggambarkan pola aktivitas klien sebelum sakit sampai saat
sakit yang meliputi rutinitas sehari-hari.
8. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
a. Keadaan atau Penampilan Umum
Lemah, sakit ringan, sakit berat, gelisah, rewel.
b. Tingkat Kesadaran
Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan adanya
perubahan. Pada fase lanjut, secara umum klien terlihat sakit berat dan
sering didapatkan penurunan tingkat kesadaran yaitu apatis dan delirium.
Untuk menilai kesadaran seorang anak menggunakan penilaian PCS (Pads
Coma Scale) (Wijayaningsih, 2013).
c. Tanda - Tanda Vital
Meliputi pemeriksaan suhu, nadi, pernafasan, dan tekanan darah.
d. Pemeriksaan Head To Toe
1) Kepala
Pada pasien demam tifoid biasanya ditemukan rambut agak kusam
dan lengket, kulit kepala kotor.
2) Mata
Biasanya pada klien demam tifoid didapatkannya ikterus pada
sklera terjadi pada kondisi berat, konjungtiva anemia, mata cekung.
3) Telinga
Kebersihan, sekresi, dan pemeriksaan pendengaran.
4) Hidung
Pemeriksaan kebersihan, sekresi, dan pernafasan cuping hidung.
5) Mulut
Pada pasien demam tifoid biasanya ditemukan bibir kering dan
pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue) gejala
ini jelas nampak pada minggu ke II berhubungan dengan infeksi
sistemik dan endotoksin kuman
6) Leher
Pada pasien dengan demam tifoid biasanya ditemukan tanda
roseola (bintik merah) dengan diameter 2-4 mm.
7) Dada
Pada saat di inspeksi pasien dengan demam tifoid biasanya
ditemukan tanda roseola atau bintik kemerahan dengan diameter 2-4
mm. Pada paru-paru tidak terdapat kelainan, tetapi akan mengalami
perubahan apabila terjadi respon akut dengan gejala batuk kering dan
pada kasus berat didapatkan adanya komplikasi pneumonia.
8) Abdomen
Pada pasien demam tifoid pada saat di inspeksi biasanya
ditemukan tanda roseola yang berdiameter 2-4 mm yang didalamnya
mengandung kuman Salmonella typhi, distensi abdomen, merupakan
tanda yang diwaspadai terjadinya perforasi dan peritonitis. Pada saat di
palpasi terdapat nyeri tekan abdomen, hepatomegali, dan
splenomegali, mengindikasikan infeksi RES yang mulai terjadi pada
minggu ke dua. Pada saat dilakukan auskultasi didapatkan penurunan
bising usus kurang dari 5 kali/menit pada minggu pertama dan terjadi
kontipasi, selanjutnya meningkat akibat diare.
9) Punggung dan Bokong
Pada pasien demam tifoid biasanya ditemukan tanda roseola yaitu
bintik merah pada punggung dan bokong, yang sedikit menonjol
dengan diameter 2-4 mm.
10) Ekstremitas
Pada pasien demam tifoid biasanya ditemukan kelemahan fisik
umum dan kram pada ekstermitas.
e. Data Psikologis
1. Gambaran Diri
Sikap individu terhadap dirinya yang meliputi persepsi masa lalu
atau sekarang secara dinamis karena berubah seiring dengan persepsi
dan pengalaman-pengalaman baru.
2. Ideal Diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku
berdasarkan standar, tujuan, keinginan, atau nilai pribadi.
3. Identitas Diri
Kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari
observasi dan penilaian dirinya dan menyadari bahwa dirinya berbeda
dengan orang lain.
4. Peran Diri
Serangkaian pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan
oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam
kelompok social.
f. Data Spiritual
Diisi dengan nilai-nilai dan keyakinan klien terhadap sesuatu dan
menjadi sugesti yang amat kuat sehingga mempengaruhi gaya hidup klien
dan berdampak pada kesehatan. Termasuk juga praktik ibadah yang
dijalankan klien sebelum sakit sampai saat sakit.
g. Data Hospitalisasi
Data yang diperoleh dari kemampuan pasien menyesuaikan dengan
lingkungan rumah sakit, kaji tingkat stres pasien, tingkat pertumbuhan dan
perkembangan selama di rumah sakit, sistem pendukung, dan pengalaman.
h. Data Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena asupan makanan
yang terbatas, malabsorpsi, hambatan pembentukan darah dalam
sumsum, dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah.
Pemeriksaan darah ditemukan leukopenia antara 3000-4000/mm3 pada
fase demam dan trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada
minggu pertama.
2. Pemeriksaan Serologi
Respon antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman
salmonella adalah antibodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah
1:320 atau lebih pada minggu pertama atau tejadi peningkatan titer
antibodi yang progresif yaitu lebih dari 4 kali menyokong diagnosis.
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status masalah
kesehatan actual dan potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi masalah actual
berdasarkan respon klien terhadap masalah. Manfaat diagnose keperawatan sebagai
pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan dan gambaran suatu masalah kesehatan
dan penyebab adanya masalah.
Menurut SDKI (2017), diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada penderita
demam thypoid adalah :
1. (D.0130) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi bakteri
Salmonella typhi) dibuktikan dengan suhu tubuh diatas nilai normal,kulit
merah, kulit terasa hangat.
2. (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak meringis dan gelisah.
3. (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan dibuktikan dengan berat badan menurun minimal 10% di bawah
rentang ideal.
H. Intervensi Keperawatan
No Diagnose Keperawatan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
(SDKI) (SLKI) Keperawatan (SIKI)
1. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia
dengan proses penyakit keperawatan selama … x 24 (I.15506)
(infeksi bakteri Salmonella jam diharapkan Tindakan :
typhi) dibuktikan dengan Termoregulasi (L.14134) Observasi
suhu tubuh diatas nilai membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab
normal,kulit merah, kulit 1. Menggigil menurun hipertermi (dehidrasi,
terasa hangat. 2. Kulit merah menurun lingkungan panas,
3. Kejang menurun penggunaan inkubator)
4. Akrosianosis menurun 2. Monitor suhu tubuh
5. Konsumsi oksigen 3. Monitor kadar elektrolit
menurun 4. Monitor haluaran urine
6. Piloereksi menurun 5. Monitor komplikasi akibat
7. Vasokonstriksi hpertermi
perifer menurun
Terepeutik
8. Kutis memarota 1. Sediakan lingkungan yang
menurun dingin
9. Pucat menurun 2. Longgarkan atau lepaskan
10. Takikardi menurun pakaian basahi dan kipasi
11. Takipnea menurun permukaan tubuh
12. Bradikardi menurun 3. Berikan cairan oral
13. Dasar kuku sianolik 4. Ganti linen setiap hari atau
menurun lebih sering jika
14. Hipoksia menurun mengalami hiperhidrosi
15. Suhu tubuh membaik (keringat berlebih)
16. Suhu kulit membaik 5. Lakukan pendinginan
17. Kadar glukosa darah eksternal (selimut
membaik hipotermia atau kompres
18. Pengisian kapiler hangat pada dahi, leher,
membaik dada, abdomen, aksila)
19. Ventilasi membaik 6. Hindari pemberian
20. Tekanan darah antipiretik atau aspirin 7.
membaik Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit
intravena
2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan agen pencedera keperawatan selama … x 24 Tindakan
fisiologis dibuktikan
dengan mengeluh nyeri, jam diharapkan Tingkat Nyeri Observasi
tampak meringis, gelisah, (L08066) menurun dengan 1. Identifikasi lokasi,
sulit tidur
kriteria hasil : karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri frekwensi, kualitas,
menurun
intensitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun 3. Identivikasi respon nyeri
4. Sulit tidur menurun non verbal
5. Frekuensi nadi 4. Identifikasi faktor yang
membaik memperberat dan
6. Pola nafas membaik memperingan nyeri
7. Fokus membaik 5. Identifikasi pengetahuan
8. Pola tidur membaik dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek
samping penggunaan
analgetik Terapeutik
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredahkan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
5. Anjurkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
berhubungan dengan keperawatan selama … x 24 (I.03119) Tindakan :
ketidakmampuan jam diharapkan Status Nutrisi
mencerna makanan (L.03030) membaik dengan Observasi
dibuktikan dengan nafsu kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
makan menurun, berat
2. Identifikasi alergi dan
badan menurun minimal
intoleransi makanan
10% di bawah rentang 1. Porsi makanan yang di 3. Identifikasi makanan yang
ideal. habiskan meningkat disukai
2. Kekuatan otot 4. Identifikasi kebutuhan
pengunyah meningkat kalori dan jenis nutrient
3. Kekuatan otot menelan 5. Identifikasi perlunya
meningkat penggunaan selang
4. Serum albumin nasogastrik
meningkat 6. Monitor asupan makanan
5. Verbalisasi keinginan 7. Monitor berat badan
untuk meningkatkan 8. Monitor hasil lab
nutrisi meningkat pemeriksaan laboratorium
6. Pengetahuan tentang Terapeutik
pilihan makanan yang 1. Lakukan oral hygiene
sehat meningkat sebelum makan,jika perlu
7. Pengetahuan tentang 2. Fasilitasi menentukan
pilihan minuman yang pedoman diet
sehat meningkat (mis.piramida makanan)
8. Pengetahuan tentang 3. Sajikan makanan secara
standar asupan nutrisi menarik dan suhu yang
yang tepat meningkat sesuai
9. Penyiapan dan 4. Berikan makanan tinggi
penyimpanan makanan serat untuk mencegah
yang aman meningkat konstipasi
10. Penyiapan dan 5. Berikan makanan tinggi
penyimpanan minuman kalori dan tinggi protein
yang aman meningkat 6. Berikan suplemen
11. Sikap terhadap makanan, jika perlu
makanan / minuman
7. Hentikan pemberian makan
sesuai dengan tujuan
melalui selang nasogastrik
kesehatan meningkat
jika asupan oral dapat
ditoleransi
12. Perasaan cepat kenyang Edukasi
menurun 1. Anjurkan posisi duduk, jika
13. Nyeri abdomen mampu
menurun 2. Ajarkan diet yang
14. Sariawan menurun diprogramkan Kolaborasi
15. Rambut rontok 1. Kolaborasi pemberian
menurun medikasi sebelum makan
16. Diare menurun (mis.pereda nyeri,
17. Berat badan membaik antiemetic), jika perlu
18. Indeks massa tubuh 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
(IMT) membaik untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
19. Frekuensi makan yang dibutuhkan, jika perlu
membaik
20. Bising usus membaik
21. Tebal lipatan kulit trisep
membaik
22. Membran mukosa
membaik
Denpasar, 2022
Nama Pembimbing/CI Mahasiswa
NIP NIM
Nama Pembimbing/CT
NIP