Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA

PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

OLEH :

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

A. KONSEP DASAR TEORI


1. PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu
mengalamipenurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi denganorang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima,kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti denganorang lain.
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk membina hubungan
yang erat, hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain.
(SDKI,2016)

2. TANDA DAN GEJALA


Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan
orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
Tanda dan gejala Isolasi Sosial menurut SDKI :
A. Gejala Tanda Mayor
1) Subjektif :
a) Merasa ingin sendiri
b) Merasa tidak aman di tempat umum
2) Objektif :
a) Menarik diri
b) Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan
orang lain atau lingkungan
B. Gejala Tanda Minor
1) Subjektif :
a) Merasa berbeda dengan orang lain
b) Merasa asyik dengan pikiran sendiri
c) Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
2) Objektif :
a) Afek datar
b) Afek sedih
c) Riwayat ditolak
d) Menunjukkan permusuhan
e) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
f) Kondisi difabel
g) Tindakan tidak berarti
h) Tidak ada kontak mata
i) Perkembangan terlambat
j) Tidak bergairah/lesu
3. PENYEBAB
1. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:


a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan
ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan
individu dalam berhubungan terdiri dari:
1. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa
percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan
mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari.
Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk
berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
2. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat
membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang
konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen,
Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.
3. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan
individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada
hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
4. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan
perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta
peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk
membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa
muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat
digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang
dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat
diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman,
maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi


untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
 Sikap bermusuhan/hostilitas
 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
 Ekspresi emosi yang tinggi
 Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh


faktor internal maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian,
berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada
usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah
akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu
kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan
pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami
penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme,
adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical
seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan
gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat
merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun
biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe
psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan
karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id
maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada Pasienpsikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis
individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan
pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu
kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang
sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai
berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi,
isolasi, represi dan regrasi.
4. POHON MASALAH

5. RENTANG RESPON
Respon Adaptif Respon Maladaptif
 Menyendiri/solitude  Merasa sendiri Manipulasi
 Otonomi  Menarik diri Impulsif
 Bekerja sama  Tergantung Narcissme
 Saling tergantung(interdependen)

 Menyendiri/solitude: Respon seseorang untuk merenungkan apa


yangtelah dilakukan dilingkungan sosial dan juga suatu cara
mengevaluasidiri untuk menentukan langkah berikutnya.
 Otonomi: Kemampuang individu menentukan dan
menyampaikanide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
 Bekerja Sama: Kondisi hubungan interpersonal dimana
individumampu untuk saling member dan menerima.
 Saling Tergantung (interdependen): Suatu hubungan
salingtergantung antar individu dengan orang lain dalam
membinahubungan interpersonal.
 Manipulasi: Orang lain diperlakukan sebagai objek,
hubunganterpusat pada masalah pengendalian orang lain dan
individucenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan
padaorang lain.
 Implusif: Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajardari pengalaman, dan tidak dapaat diandalkan.
 Narkisme: Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus
berusahamendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris,
pencemburu,marah jika orang lain tidak mendukung.

6. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan
tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham,
halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping
seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat
mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy,
kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,
takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit,
psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu,
perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan
pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain
ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu
pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan
dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
 Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien
sewaktu bangun tidur.
 Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu
semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan
dengan BAB dan BAK.
 Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi,
dalam kegiatan mandi dan sesudah mandi.
 Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
 Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada
waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
 Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang
berhubungan dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang
berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut,
kuku dan lain-lain.
 Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien
mengerti dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri,
seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam
sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat
ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
 Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien
untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku
pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan
gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal
ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur)
tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan
sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
 Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien
untuk melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien,
misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya
dan sebagainya.
 Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien
untuk melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti
tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya
jika ada kesulitan dan sebagainya.
 Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu
berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan
saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.
 Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok
(lebih dari dua orang).
 Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan
rumah sakit.
 Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
tata krama atau sopan santun terhadap kawannya dan
petugas maupun orang lain.

Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien


yang bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori
lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak
membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
4. Terapi keluarga
5. Terapi lingkungan
6. Terapi perilaku
7. Terapi kognitif
8. Terapi aktivitas kelompok
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa
factor presipitasi, penilaian stressor, suberkoping yang dimiliki klien.
Setiap melakukan pengajian tulis tempat Pasiendirawat dan tanggal
dirawat isi pengkajian meliputi:
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pekerjaan, pendidikan, tangggal MRS, informan, tangggal
pengkajian, No Rumah Pasiendan alamat klien.
b. Keluhan Utama
c. Factor predisposisi
d. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut: Keadaan kesuburan rambut, keadaan rambut yang
mudahrontok, keadaan rambut yang kusam, keadaan tekstur.
2) Kepala: Adanya botak atau alopesia, ketombe, berkutu,
kebersihan.
3) Mata: Periksa kebersihan mata, mata gatal atau mata merah
4) Hidung: Lihat kebersihan hidung, membran mukosa
5) Mulut: Lihat keadaan mukosa mulut, kelembabannya,
kebersihan
6) Gigi: Lihat adakah karang gigi, adakah karies, kelengkapan gigi
7) Telinga: Lihat adakah kotoran, adakah lesi, adakah infeksi
8) Kulit: Lihat kebersihan, adakah lesi, warna kulit, teksturnya,
pertumbuhan bulu.
9) Genetalia: Lihat kebersihan, keadaan kulit, keadaan lubang
uretra, keadaan skrotum, testis pada pria, cairan yang
dikeluarkan
e. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
f. Aspek Psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep Diri
A. Citra diri
B. Identitas Diri
C. Peran
D. Ideal Diri
E. Harga Diri
3) Hubungan social
4) Spiritual
g. Status Mental
h. Kebutuhan persiapan pulang
1) Pasienmampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2) Pasienmampu BAB dan BAK, menggunakan dan
membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian.
3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian Pasien terlihat rapi.
4) Pasiendapat melakukan istirahat dan tidur dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah
5) Pasiendapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
i. Mekanisme Koping
j. Masalah psikososial dan lingkungan
Data dapat melalui wawancara pada Pasienatau keluarganya. Pada
tiap masalah yang dimilki klien, beri uraian spesifik, singkat dan
jelas.
k. Pengetahuan
Data dapat melalui wawancara pada Pasienatau keluarganya. Pada
tiap item yang dimiliki oleh Pasiensimpulkan dalam masalah.
l. Aspek medik
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan, ketidakmampuan menjalin hubungan yang
memuaskan, ketidaksesuaian minat dengan tahap perkembangan,
ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma, ketidaksesuaian perilaku
social dengan norma, perubahan penampilan fisik, perubahan status
mental, ketidakadekuatan sumber daya personal (misal.disfungsi
berduka,pengendalian diri buruk) dibuktikan dengan merasa ingin
sendiri, merasa tidak aman ditempat umum, menarik diri, tidak
berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnose Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
1. Isolasi sosial Setelah dilakukan Promosi sosialisasi Promosi
asuhan (I.13498) sosialisasi
keperawatan Observasi : (I.13498)
…..x24 jam 1. Identifikasi kemampuan Observasi :
Diharapkan melakukan interaksi 1. Mengetahui
keterlibatan social dengan orang lain kemampuan
(L.13116) pasien : 2. Identifikasi hambatan interaksi
-minat interaksi melakukan interaksi 2. Mengetahui
meningkat (5) dengan orang lain. hambatan
-verbalisasi tujuan Terapeutik : melakukan
yang jelas (5) 3. Motivasi meningkatkan interaksi
-minat terhadap keterlibatan dalam suatu Terapeutik :
aktifitas hubungan 3. Melatih
meningkat (5) 4. Motivasi kesabaran kemampuan
-verbalisasi isolasi dalam mengembangkan berinteraksi
menurun (5) suatu hubungan 4. Melatih
-verbalisasi 5. Motivasi berpartisipasi kesabaran
ketidakamanan di dalam aktivitas baru dan dalam
tempat umum kegiatan berkelompok mengembang
menurun (5) 6. Motivasi berinteraksi di kan suatu
-perilaku menarik luar ruangan hubungan
diri menurun (5) 7. Diskusikan kekuatan dan 5. Mengetahui
-verbalisasi keterbatasan dalam kemampuan
perasaan berbeda berkomunikasi dengan berinteraksi
dengan orang lain orang lain dalam
Menurun (5) 8. Diskusikan perencanaan aktifitas baru
-verbalisasi kegiatan di masa depan 6. Mengetahui
preokupasi dengan 9. Berikan umpan balik kemampuan
pikiran sendiri positif pada setiap berinteraksi di
Menurun (5) peningkatan kemampuan luar ruangan
-perilaku Edukasi : 7. Mengetahui
bermusuhan 10. Anjurkan kekuatan dan
menurun (5) berinteraksi dengan keterbatasan
-perilaku sesuai orang lain secara berkomunikas
dengan harapan bertahap i
orang lain 11. Anjurkan ikut serta Edukasi :
membaik (5) kegiatan sosial dan 8. Mengetahui
-perilaku kemasyarakatan kemampuan
bertujuan 12. Anjurkan berbagai berinteraksi
membaik (5) pengalaman dengan pasien dengan
-kontak mata orang lain orang lain
membaik (5) 13. Anjurkan 9. Melatih
-tugas meningkatkan kejujuran kemampuan
perkembangan diri dan menghormati interaksi
sesuai usia hak orang lain pasien
membaik (5) 14. Latih bermain peran 10. Meningkatkan
untuk meningkatkan pengalaman
keterampilan komunikasi berinteraksi
15. Latih pasien
mengekspresikan marah 11. Untuk melatih
yang tepat kejujuran dan
simpati
terhadap
orang lain
12. Untuk
meningkatkan
kemampuan
bermain peran
13. Untuk melatih
emosi pasien
Terapi Aktivitas (I.05186) Terapi Aktivitas
Observasi : (I.05186)
1. Identifikasi defisit Observasi :
tingkat aktivitas 1. Mengetahui
2. Identifikasi kemampuan defisit tingkat
berpartisipasi dalam aktivitas
aktivitas tertentu 2. Mengetaui
3. Identifikasi sumber kemampuan
daya untuk aktivitas berpartisipasi
yang diinginkan 3. Mengetahui
4. Identifikasi strategi sumber daya
meningkatkan untuk
partisipasi dalam aktivitas yang
aktivitas diinginkan
5. Identifikasi makna 4. Mengetahui
aktivitas rutin misalnya strategi
bekerja dan waktu meningkatkan
luang. partisipasi
6. Monitor respons dalam
emosional,fisik, sosial, aktivitas
dan spiritual terhadap 5. Untuk
aktivitas mengatur
Terapeutik : pemanfaatan
7. Fasilitas fokus pada waktu luang
kemampuan, bukan dengan baik.
defisit yang dialami 6. Mengetahui
8. Sepakati komitmen respons
untuk meningkatkan emosional,
frekuensi dan rentang fisik, sosial,
aktivitas dan spiritual
9. Fasilitasi memilih terhadap
aktivitas dan tetapkan aktifitas
tujuan aktifitas yang Terapeutik:
konsisten sesuai 7. Lebih
kemampuan fisik, mengutamaka
psikologis, dan sosial n
10. Koordinasi pemilihan peningkatkan
aktifitas sesuai usia kemampuan
11. Fasilitasi makna pasien
aktifitas yang dipilih 8. Meningkatkan
12. Transportasi untuk frekuensi dan
menghadiri aktivitas rentang
13. Fasilitasi pasien dan aktivitas
keluarga dalam 9. Mengetahui
penyesuaian lingkungan tujuan
14. Fasilitasi aktivitas fisik aktifitas yang
rutin dilakukan
15. Fasilitasi aktifitas 10. Menjalin
pengganti hubungan
16. Fasilitasi aktivitas saling
motorik kasar untuk keterbukaan
pasien hiperaktif pada pasien
17. Tingkatkan aktivitas 11. Meningkatkan
fisik untuk memelihara kemampuan
berat badan dalam
18. Fasilitasi aktivitas memilih
motorik untuk makna
merelaksasi otot aktifitas
19. Libatkan keluarga 12. Mampu
dalam aktivitas jika melakukan
perlu penyesuaian
20. Fasilitasi lingkungan
mengembangkan 13. Mengurangi
motivasi dan penguatan jenuh
21. Jadwalkan aktivitas 14. Melatih
dalam rutinitas sehari- kemampuan
hari motorik
22. Berikan penguatan pasien.
positif atas partisipasi 15. Memelihara
dalam aktivitas berat badan
Edukasi : pasien.
23. Jelaskan metode 16. Melatih
aktivitas fisik sehari- motorik
hari, jika perlu pasien
24. Ajarkan cara melakukan 17. Meningkatkan
aktivitas yang dipilih kenyamanan
25. Anjurkan cara 18. Meningkatkan
melakukan fisik,sosial, motivasi
spiritual, dan kognitif 19. Menjaga pola
dalam menjaga fungsi hidup sehat
dari kesehatan 20. Konsistensi
26. Anjurkan terlibat dalam aktifitas
aktivitas keelompok positif
atau terapi jika sesuai Edukasi :
21. Mengetahui
metode
aktivitas fisik,
sehari hari
22. Mengetahui
cara
melakukan
fisik,sosial,
spiritual, dan
kognitif
dalam
menjaga
fungsi
kesehatan
bagi pasien.
23. Melatih
kemampuan
berinteraksi
DAFTAR PUSTAKA
Reni,Meryl.2020.LP ISOLASI SOSIAL. Dikutip dari
https://www.academia.edu/13410915/LP_ISOLASI_SOSIAL pada
tanggal 11 Oktober 2021.
Septiani,Sri Fahnur.2017.Karya Tulis Ilmiah Pada Pasien Isolasi Sosial.
Dikutip dari
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/sri_fahnur_septiani.pdf
pada tanggal 11 Oktober 2021.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Edisi I. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi I. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi I. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai