Anda di halaman 1dari 14

A.

KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat,
hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain (SDKI, 2018).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2012).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk.2018)

2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga
adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan
tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (20014) tahap-tahap perkembangan individu
dalam berhubungan terdiri dari:
a) Masa bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya
yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain
pada masa berikutnya.
b) Masa kanak – kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila
tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat
anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan
adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak
tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena
pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
c) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi
individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang
ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis
akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada
masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih
berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi
apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
d) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan
pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan
baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik
hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan
menerima (mutuality). 
e) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan
individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat
meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh
dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara
orang tua dengan anak.
f) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun
pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian
yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
2) Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
a) Sikap bermusuhan/hostilitas
b) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
c) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
d) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan
masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
e) Ekspresi emosi yang tinggi
f) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu
keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
4) Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada
kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah
58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada
struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
1) Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan
orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat
menimbulkan isolasi sosial.
2) Stressor Biokimia
a) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
c) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan
maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan
tingkah laku psikotik.
d) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-
sel otak.
5) Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan
karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun
realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai
kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan
adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase
simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Purba, dkk. (2014) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
adalah:
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

4. Patofisiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Masa bayi
2) Masa kanak – kanak
3) Masa praremaja dan remaja
4) Masa dewasa muda
5) Masa dewasa tengah
6) Masa dewasa akhir
7) Faktor sosial budaya
8) Faktor biologis
b. Faktor presipitasi
1) Stressor sosial budaya
2) Stressor biokimia
3) Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
4) Stressor Psikologis

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Farmkoterapi
b. Terapi fisik ECT (Elektro Compuion Teraphy)
c. Terapi psikologi
d. Terapi social (muhammad,2015)

6. Pengobatan
a. Terapi Psikofarmaka
1) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik
diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan  dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan
otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan
dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia
sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee).
Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2015).
2) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur ,
tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2015).
3) Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson.Memiliki efek samping diantaranya
mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis (Andrey, 2015).
b. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab
isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian
apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang
lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada
SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2013).
c. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2013), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu:
1) Activity Daily Living(ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari yang meliputi:
a) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun
tidur.
b) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
c) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi.
d) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
e) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang
dan setelah makan dan minum.
f) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan
pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
2) Tingkah Laku Sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
a) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya,
berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
b) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab
pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
c) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara
dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai
tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
d) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
e) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan yang Mungkin
Uncul
a. Isolasi Sosial (D. 0121)
b. Defisit Perawatan Diri (D.0109)
c. Gangguan Persepsi Sensori (D.0085)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi Sosial (D. 0121)
Definisi : Ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat, terbuka,
dan interdependen dengan orang lain.
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
- Merasa ingin sendirian
- Merasa tidak aman ditempat umum
Objektif
- Menarik diri
- Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan
Gejala dan tanda minor

Subjektif

- Merasa berbeda dengan orang lain


- Merasa asyik dengan pikiran sendiri
- Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
Objektif
- Afek datar
- Afek sedih
- Riwayat ditolak
- Menunjukkan permusuhan
- Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
- Kondisi difabel
- Tindakan tidak berarti
- Tidak ada kontak mata
- Perkembangan terlambat
- Tidak bergairah/lesu
b. Defisit Perawatan Diri (D.0109)

Definisi: Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri.

Gejala dan tanda mayor


Subjektif
- Menolak melakukan perawatan diri
Objektif
- Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara
mandiri
- Minat melakukan perawatan diri kurang
Gejala dan tanda minor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
Tidak tersedia
c. Gangguan Persepsi Sensori (D.0085)

Definisi : Perubahan presepsi stimulasi baik internal maupun eksternal yang disertai
dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistrosi.

Gejala dan tanda mayor

a. Subjektif
- Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
- Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman atau, pendengaran
atau pengecepan
b. Objektif
- Distorsi sensori
- Response tidak sesuai
- Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba atau mencium sesuatu
Gejala dan tanda mayor

Subjektif

- Menyatakan kesal
Objektif
- Menyendiri
- Melamun
- Konsentrasi buruk
- Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
- Curiga
- Melihat ke satu arah
- Mondar mandir
- Bicara sendiri

3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Rencana/Intervensi Keperawatan


Keperawatan
Tujuan dan Intervensi keperawatan
kriteria hasil

1 Isolasi Sosial Setelah dilakukan Promosi Sosialisasi (I.13498)


(D.0121) intervensi a. Identifikasi hambatan
keperawatan selama melakukan interaksi
3x24 jam maka dengan orang lain
Keterlibatan Sosial b. Diskusikan kekuatan dan
(L.13116) meningkat keterbatasan dalam
dengan kriteria hasil : berkomunikasi dengan
a. Minat interaksi orang lain
dengan skor 4 c. Berikan umpan balik
(cukup positif pada setiap
meningkat) peningkatan kemampuan
b. Perilaku menarik d. Anjurkan berinteraksi
diri dengan skor 4 dengan orang lain secara
(cukup menurun) bertahap
c. Verbalisasi Terapi Aktivitas (I.05186)
perasaan berbeda a. Identifikasi defisit tingkat
dengan skor 4 aktivitas
(cukup menurun) b. Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan defisit
yang dialami
c. Ajarkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas
d. Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
2 Defisit Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri
Perawatan Diri intervensi keperawatan (I.11348)
(D.0109) selama 3x24 jam maka a. Identifikasi kebiasaan
Perawatan Diri aktivitas perawatan diri
(L.11103) meningkat sesuai usia
dengan kriteria hasil : b. Jadwalkan rutinitas
a. Kemampuan perawatan diri
mandi dengan c. Fasilitasi kemandirian,
skor 4 (cukup bantu jika tidak mampu
meningkat) melakukan perawatan diri
b. Kemampuan d. Anjurkan melakukan
mengenakan perawatan diri secara
pakaian dengan konsisten
skor 4 (cukup
meningkat)
c. Kemampuasn
makan dengan
skor 4 (cukup
meningkat)
d. Kemampuan
ketoilet
(BAB/BAK)
dengan skor 4
(cukup
meningkat)
e. Verbalisasi
keinginan
melakukan
perawatan diri
dengan skor 4
(cukup
meningkat)
f. Minat melakukan
perawatan diri
dengan skor 4
(cukup
meningkat)
3 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Halusinasi
Persepsi intervensi keperawatan (I.09288)
Sensori: selama 3x24 jam maka a. Monitor perilaku yang
Halusinasi Persepsi Sensori mengindikasi halusinasi
(D.0085) (L.09083) membaik b. Diskusikan perasaan dan
dengan kriteria hasil : respons terhadap
a. Distorsi sensori halusinasi
dengan skor 4 c. Ajarkan pasien dan
(cukup menurun) keluarga cara mengontrol
b. Perilaku halusinasi
halusinasi dengan d. Kolaborasi pemberian obat
skor 4 (cukup antipsikotik dan
menurun) antisietasi, jika perlu
c. Respon sesuai
stimulus dengan
skor 4 (cukup
membaik)
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan aplikasi penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanakan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:Salemba
Medika
Keliat, Budi Anna. 2012. Keperawatan Kesehatan Jiiwa Komunitas. EGC:Jakarta
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai