Anda di halaman 1dari 33

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan

Isolasi Sosial : Menarik Diri

A. Konsep Dasar Teori Isolasi Sosial : Menarik Diri


1. Definisi
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan
yang negatif atau mengancam (Towsend, 2008).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu
kebutuhan atau mengharapkan untuk melibatkan orang lain, akan tetapi
tidak dapat membuat hubungan tersebut (Carpenito, 2007).
Isolasi sosial merupakan kesendirian yang dialami individu dan
dirasakan sebagai beban oleh orang lain dan sebagai keadaan yang
negative atau mengancam (Kim, 2006).
2. Penyebab
Penyebab isolasi sosial adalah harga diri rendah yaitu perasaan
negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal
mencapai keinginan yang ditandai dengan perasaan malu terhadap diri
sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial,
merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri
(Carpenito, 2007).
3. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi :
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara.

1
b. Stressor biokimia
1) Teori Dopamine
Kelebihan dopamine pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO ( Mono Amino Oksidasi ) didalam darah akan
meningkatkan dopamine dalam otak.
3) Faktor endokrin
Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena
dihambat oleh dopamin.
4) Viral hipotesis
Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah struktur sel-sel
otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia
sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun
biologis.
d. Stressor Psikologis
Kesemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
4. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak
dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi

2
individu dalam menjalani hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh
pada bayi-bayi akan memberikan rasa tidak aman yang akan
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan
tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain
maupun lingkungan lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang
hangat sangat penting pada masa ini, agar anak tidak merasa
diperlakukan sebagai objek. Menurut Purba, dkk (2008) tahap-tahap
perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari :
1) Masa bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhna biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan percaya
yang mendasar hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan dikemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada
masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan
orang lain pada masa berikutnya.
2) Masa kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat
membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang
konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen,
orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.

3
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang
intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan
individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada
hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta
mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya
maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan
orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap
untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan
mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada
dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya,
ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan
ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru
yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan
dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik
kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup,

4
teman maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan
tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku antara lain :
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak.
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka engan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi.
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu
keluarga seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan
sosial.
d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarganya menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada
kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia
adalah 58 %, sedangkan bagi kembar dizigot presentasenya 8%.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,

5
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Purba, dkk (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah :
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain.
d. Pasien merasa bosam dan lambat menghabiskan waktu.
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f. Pasien merasa tidak berguna.
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
6. Penatalaksanaan
a. Terapi Psikofarmaka
1) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat
normal sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-
fungsi mental : faham halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku
yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial
dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia
akut, akathsia sindrom pasrkinson). Gangguan endokrin
(amenotrhe). Metabolik (soundiee). Hematologik, agranulosis,
biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi
terhadap penyakit hati, penyakut darah, epilepsi, kelainan jantung
(Andrey, 2010).

6
2) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki
efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defekasi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan infra meninggi, gangguan
irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit
darah, epilepsi, kelainan jantung (Andrey, 2010).
3) Trihexyphenidil (THP)
4) Segala jenis penyakit parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardi, dilatasi ginjal, retensi urine. Kontrainsikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
b. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari 3 SP dengan
masing-masing pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi sosial, berdiskusi dengan pasien
mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain ke
dalam kegiatan harian.
Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua

7
orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukan ke dalam
jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk, 2008).
c. Terapi Kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedaka
menjadi :
1) Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi :
Bangun tidur, buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK).
Waktu mandi yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi, ganti pakaian, makan dan
minum, menjaga kebersihan diri, menjaga keselamatan diri, pergi
tidur.
2) Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan
sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi :
kontak sosial terhadap teman, kontak sosial terhadap petugas,
kontak mata waktu berbicara, bergaul, mematuhi tata tertib, sopan
santun, menjaga kebersihan lingkungan.
7. Psikopatologi
a. Rentang Respon Sosial

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Solitut Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisme
Saling
Ketergantungan

(Stuart dan Sudeen, 2005)

8
Keterangan dari rentang respon sosial :
1) Solitut (menyendiri) : solitut atau menyendiri merupakan respon
yang dibutuhkan seseorang untuk merenungi apa yang telah
dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu cara untuk
menentukan langkahnya.
2) Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3) Kebersamaan (Mutualisme) : perilaku saling ketergantungan dalam
membina hubungan interpesonal.
4) Saling ketergantungan (Interdependen) : suatu kondisi dalam
hubungan interpersonal dimana hubungan tersebut mampu untuk
saling memberi dan menerima.
5) Kesepian : kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak
adanya perhatian dengan orang lain atau lingkungannya.
6) Menarik diri : kondisi dimana seseorng tidak dapat
mempertahankan hubungan dengan orang lain atau lingkungannya.
7) Ketergantungan (Dependent) : suatu keadaan individu yang tidak
menyendiri, tergantung pada orang lain.
8) Manipulasi : individu berinteraksi dengan diri sendiri atau pada
tujuan bukan beriorientasi pada orang lain/tidak dapat dekat
dengan orang lain.
9) Impulsive : keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan
sesuatu, mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat
diandalkan.
10) Narkisme : secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak
mendukungnya.

9
b. Pohon Masalah
Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi

Defisit
Isolasi Sosial
Perawatan Diri

Mekanisme Koping Tidak Efektif

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

(Keliat, Budiana. 2011)

8. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi
b. Isolasi Sosial : menarik diri
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
9. Intervensi Keperawatan
a. Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi
Tujuan : klien mampu mengontrol halusinasi
Kriteria hasil :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengenal halusinasi : jenis, isi, waktu, dan frekuensi
halusinasi, respon terhadap halusinasi, dan tindakan yang sudah
dilakukan.
3) Klien dapat menyebutkan dan mempraktekan cara mengontrol
halusinasi yaitu dengan menghardik, bercakap-cakap dengan orang
lain, terlibat atau melakukan kegiatan, dan minum obat.
4) Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5) Klien dapat ,inum obat dengan bantuan minimal.
6) Mengungkapkan halusinasi sudah hilang atau terkontrol.

10
Intervensi Keperawatan :
SP 1
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
3) Identifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi yang menimbulkan
halusinasi, respon klien terhadap halusinasi.
4) Ajarkan klien menghardik halusinasi.
5) Anjurkan klien memasukan cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian.
SP 2
1) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Latih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain.
3) Anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 3
1) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Latih klien mengendalikan halusinasi denhan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa dilakukan klien dirumah).
3) Anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 4
1) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara
teratur.
3) Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
4) Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
5) Anjurkan klien mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi
yang sudah diajarkan.
6) Anjurkan klien memilih salah satu cara mengontrol halusinasi yang
sesuai.

11
b. Isolasi sosial : menarik diri
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan klien
dapat berinteraksi dengan orang lain baik secara individu maupun
berkelompok.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
3) Dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
4) Dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan sengan orang lain.
5) Terlibat dalam aktivitas sehari-hari
Intervensi Keperawatan :
Psikoterapeutik klien
SP 1
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Identifikasi penyebab isolasi sosial.
3) Diskusikan bersama klien tentang keuntungan dan kerugian dalam
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain.
4) Ajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang.
5) Anjurkan pada pasien untuk memasukan kegiatan berkenalan
dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah.
SP 2
1) Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien.
2) Beri kesempatan pada klien mempraktekan cara berkenalan dengan
dua orang.
3) Ajarkan klien berbincang-bincang dengan dua orang tentang topik
tertentu.
4) Anjuran pada klien untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian klien.
SP 3
1) Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien.

12
2) Beri kesemapatan pada klien mempraktekan cara berkenalan
dengan 4 orang.
3) Berikan reinforcement positif.
SP 4
1) Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien.
2) Jelaskan tentang obat yang diberikan (jenis, dosis, waktu, manfaat,
dan efek samping obat).
3) Anjurkan pada klien untuk bersosialisasi dengan individu atau
kelompok.
4) Anjurkan klien memasukan kegiatan besosialisasi dalam jadwal
kegiatan harian klien.
5) Berikan reinforcement positif.

13
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada Tn. S di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta dengan gangguan isolasi sosial : menarik diri. Dengan ini
penulis mengkaji Tn. S pada hari Selasa, 30 Juni 2015 dan dikelola selama
empat hari.
1. Identitas Diri Klien
Pada data biografi didapatkan nama adalah Tn. S berumur 35 tahun
berjenis kelamin laki-laki dan alamatnya di Wonogiri. Pasien belum
menikah, beragama Islam, asli orang Jawa. Pendidikan terakhir pasien
adalah SMP. Pekerjaannya yaitu buruh. Yang bertanggung jawab atas
pasien yaitu Tn. N alamatnya di Wonogori, beliau merupakan ayah
kandung klien. Sumber informasi didapatkan dari pasien.
2. Alasan Masuk Rumah Sakit Sekarang
Pasien mengatakan sebelumnya dirumah berkelahi dengan temannya
karena masalah pribadi, kemudian dirumah klien mengatakan suka
mengamuk, jika mengamuk klien suka banting-banting barang yang
disekitarnya. Pada tanggal 7 Juni 2015 klien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta oleh ayah dan kakak laki-laki kandungnya. Pada saat
pengkajian klien mengatakan sudah tidak ingin marah lagi, pasien suka
menyendiri.
3. Faktor Predisposisi
Pasien mengatakan sudah dua kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta pada tahun 2014, ibu pasien meninggal 3 tahun yang
lalu, kakak klien meninggal 2 tahun yang lalu. Klien pernah melakukan
percobaan bunuh diri sebanyak 3 kali. Klien mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, klien sering dipukul oleh
temannya.

14
4. Faktor presipitasi
Pasien mengatakan pada saat dirumah sering mengamuk, ketika
mengamuk klien membanting barang yang ada disekitarnya, klien
mengatakan malas untuk minum obat, klien mengakui bahwa obat tersebut
tidak diminum melainkan diletakkan tas. Alasan klien tidak mau minum
obat karena tidak ada dukungan dan pengawasan dari keluarganya.
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dilakukan pemeriksaan fisik yaitu Baik,
tingkat kesadaran Compos Metis, hasil pengukuran tanda-tanda vital
didapatkan TD : 120/80 mmHg, N : 82 x/menit, RR : 24 x/menit, S : 36 oC,
BB : 55 kg, TB : 160 cm, tidak ada keluhan fisik, dan tidak ada riwayat
pengobatan fisik.
6. Psikososial
a. Genogram
Keterangan :
Klien lahir dari seorang ibu dan ayahnya, memiliki saudara
kandung 7. Saudara pertama dan kedua laki-laki, ketiga, keempat dan
kelima perempuan, keenam laki-laki dan sudah meninggal, pasien
merupakan anak ke 7.
Sejak kecil klien diasuh oleh kedua orang tuanya. Jika ada masalah
klien selalu menceritakan pada ibunya, namun sejak ibunya meninggal
klien lebih suka memendam masalahnya sendiri.
b. Konsep Diri
1) Citra Diri
Klien mengatakan menyukai seluruh tubuhnya serta semua anggota
tubuhnya karena berfungsi dengan baik.
2) Identitas Diri
Klien berjenis kelamin laki-laki, berusia 35 tahun, dan belum
menikah. Pasien puas dengan jenis kelaminnya.
3) Peran Diri

15
Klien berperan sebagai anak ke 7 (anak ragil). Klien bekerja
sebagai buruh dan klien tidak puas dengan pekerjaannya, namun
klien tidak bisa berbuat apa-apa.
4) Ideal Diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh, mendapatkan kehidupan
yang lebih baik dan diterima oleh masyarakat.
5) Harga Diri
Klien mengatakan malu, minder dan merasa bersalah ketika ia
tidak bisa melakukan apa-apa untuk ibunya.
c. Hubungan Sosial
Klien mengatakan dirumah dekat dengan ibunya, namun semenjak
ibunya meninggal klien lebih suka menyendiri. Dirumah sakit klien
mengatakan lebih nyaman sendiri, klien tampak jarang kumpul dengan
teman-temannya. Dari hasil observasi perilaku klien lebih suka duduk
diatas tempat tidur sendiri, daripada kumpul dengan teman-temannya.
d. Spiritual dan Religi
Klien mengatakan baragama islam, namun klien jarang sholat 5 waktu.
7. Status Mental
Penampilan fisik, klien berpenampilan rapi, bersih, rambut rapi,
menggunakan pakaian yang telah ditentukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta. Pembicaraan, klien berbicara seperlunya, bicara lambat dan
singkat. Alam perasaan, sedih, rasa bersalah, rasa tidak berguna, putus
asa, murung, suka menyendiri. Afek klien tumpul, interaksi selama
wawancara kontak mata klien tidak ada, kooperatif, klien menceritakan
perasaannya.
Persepsi, klien tidak mengalami ilusi maupun halusinasi. Proses pikir
klien sirkumtansial, isi pikir klien memiliki ide bunuh diri, rasa bersalah
yang berlebihan, klien mengatakan sering diejek oleh masyarakat. Tingkat
kesadaran klien baik dan konsentrasi berhitung klien baik. Memory, klien
mampu mengingat dengan baik, klien mampu mengingat kapan pertama
kali disini walau hanya tahunnya, dan tau siapa yang membawa kesini.

16
8. Kebutuhan Persiapan Pulang
Makan/minum klien tidak pernah makan nasi, hanya makan sayur dan
lauk, klien mengatakan tidak suka dengan nasi, klien makan menggunakan
sendok, klien selalu membersihkan alat makan dan klien minum air putih.
BAB dan BAK klien di toilet, membersihkan wc, membersihkan diri dan
merapihkan pakaian. Klien mandi 2x sehari, menyikat gigi, cuci rambut
secara mandiri. Klien mampu memilih dan mengenakan pakaian dengan
baik, klien ganti baju 1x sehari, klien menggunakan alas kaki.
Istirahat dan tidur, klien mengatakan tidur malam jam 21.00 wib,
bangun jam 05.00 wib, siang hari kadang-kadang tidur, tidak ada
persiapan sebelum tidur, klien melakukan aktivitas setelah bangun tidur
seperti merapihkan tempat tidur. Penggunaan obat, klien minum obat 2x
sehari pagi dan malam, diberikan per oral.
Kegiatan di dalam rumah, klien lebih suka berdiam diri di kamar,
kadang menyapu lantai. Kegiatan di luar rumah, klien mengatakan kerja
sebagai tukang parkir, menjadi anggota karang taruna dan suka bermain
voli.
9. Mekanisme Koping
Dari hasil pengkajian didapatkan mekanisme koping klien yang adaptif
selama dirumah yaitu bekerja, menceritakan masalah dengan ibunya, dan
olahraga. Sedangkan mekanisme koping yang maladaptif selama dirumah
didapatkan data yaitu melamun, menyendiri, marah-marah, ngamuk,
merusak barang disekitarnya, dan pergi dari masalah.
10. Masalah psikososial dan lingkungan
Pasien mengatakan jarang atau tidak pernah keluar rumah, dan
bertemu dengan tetangganya karena masyarakat selalu mengejek pasien
dan pasien mengatakan sudah sering mendengar ejekan masyarakat.
11. Aspek medik
Diagnosa medis yaitu F 20.3, terapi medik yang diberikan yaitu
Risperidone 2 x 2 mg dan Trihexyphenidyl 2 x 2 mg.

17
B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
1. Analisa Data
No Tanggal Data Masalah
1 Selasa, DS : Isolasi Sosial :
30 Juni - Klien mengatakan sejak SD Menarik Diri
2015 kelas 3 lebih nyaman
menyendiri.
- Klien mengatakan jika ada
masalah selalu diam.
- Klien mengatakan tidak
mempunyai banyak teman.
DO :
- Klien tampak menyendiri
- Frekuensi suara lambat dan
pelan.
- Bicara sedikit dan singkat
- Menjawab pertanyaan
seadanya saja
- Tidak ada kontak mata
- Tampak tidak mau bergabung
dengan teman-temannya.
2 Selasa, DS : Gangguan
30 Juni - Klien mengatakan hidupnya tidak konsep diri :
2015 berguna. Harga Diri
- Klien mengatakan merasa Rendah
bersalah tidak bisa melakukan
apa-apa untuk ibunya.
- Klien mengatakan pernah
melakukan percobaan bunuh
diri sebanyak 3x.

18
DO :
- Klien tampak sedih
- Murung
- Mengungkapkan malu atau
minder untuk bergabung
dengan teman-temannya.
- Klien lebih suka menyendiri
- Aktivitas klien hanya duduk
diatas tempat tidur dan
melamun.

2. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan Akibat

Isolasi Sosial (Core Problem)

Sejak SD kelas 3 lebih nyaman untuk menyendiri Penyebab


Sering diejek oleh masyarakat
Merasa bersalah ketika tidak bisa melakukan apa-apa untuk ibunya

3. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi Sosial : Menarik Diri
b. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
C. Intervensi Keperawatan
No Dx. Kep Tujuan Intervensi
1 Isolasi sosial : Setelah dilakukan Psikoterapeutik klien
menarik diri tindakan keperawatan SP 1
selama 4x pertemuan 1) Bina hubungan saling
diharapkan klien percaya.
dapat berinteraksi 2) Identifikasi penyebab
dengan orang lain

19
baik secara individu isolasi sosial.
maupun berkelompok 3) Diskusikan bersama
dengan kriteria hasil : klien tentang
1) Klien dapat keuntungan dan
membina kerugian dalam
hubungan saling berinteraksi dan tidak
percaya. berinteraksi dengan
2) Dapat orang lain.
menyebutkan 4) Ajarkan klien cara
penyebab isolasi berkenalan dengan satu
sosial. orang.
3) Dapat 5) Anjurkan pada pasien
menyebutkan untuk memasukan
keuntungan kegiatan berkenalan
berhubungan dengan orang lain
dengan orang lain. dalam jadwal kegiatan
4) Dapat harian dirumah.
menyebutkan SP 2
kerugian tidak 1) Evaluasi pelaksanaan
berhubungan dari jadwal kegiatan
sengan orang lain. harian klien.
5) Terlibat dalam 2) Beri kesempatan pada
aktivitas sehari- klien mempraktekan
hari cara berkenalan dengan
dua orang.
3) Ajarkan klien
berbincang-bincang
dengan dua orang
tentang topik tertentu.
4) Anjuran pada klien
untuk memasukan

20
kegiatan berbincang-
bincang dengan orang
lain dalam jadwal
kegiatan harian klien.
SP 3
1) Evaluasi pelaksanaan
dari jadwal kegiatan
harian klien.
2) Beri kesemapatan pada
klien mempraktekan
cara berkenalan dengan
4 orang.
3) Berikan reinforcement
positif.
SP 4
1) Evaluasi pelaksanaan
dari jadwal kegiatan
harian klien.
2) Jelaskan tentang obat
yang diberikan (jenis,
dosis, waktu, manfaat,
dan efek samping obat).
3) Anjurkan pada klien
untuk bersosialisasi
dengan individu atau
kelompok.
4) Anjurkan klien
memasukan kegiatan
besosialisasi dalam
jadwal kegiatan harian
klien.

21
5) Berikan reinforcement
positif.

D. Implementasi dan Evaluasi


Dx. Kep Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
Isolasi Selasa, 1. Membina hubungan S:
sosial : 30 Juni saling percaya dengan -Klien mengatakan
menarik 2015 menggunakan sejak SD kelas 3
diri komunikasi terapeutik. lebih nyaman
2. Mengajarkan SP 1 menyendiri.
a. Mengidentifikasi -Klien mengatakan
penyebab isolasi jika ada masalah
sosial. selalu diam.
b. Mendiskusikan -Klien mengatakan
bersama klien tidak
tentang keuntungan mempunyai
dan kerugian dalam banyak teman.
berinteraksi dan O :
tidak berinteraksi -Klien tampak
dengan orang lain. menyendiri
c. Mengajarkan klien -Frekuensi suara
cara berkenalan lambat dan
dengan satu orang. pelan.
d. Memasukan dalam -Bicara sedikit dan
jadwal latihan singkat
harian. -Menjawab
pertanyaan

22
seadanya saja
A:
SP 1 belum
tercapai. Pasien
masih diam belum
mampu berkenalan
dengan teman-
temannya.
P:
Perawat :
-Ulangi SP 1
-Edukasi cara
berkenalan
dengan 1 orang.
Klien :
-Motivasi klien
untuk
berkenalan
dengan 1 orang.
Rabu, 1. Membina hubungan S:
1 Juli saling percaya dengan -Klien mengatakan
2015 menggunakan dari kelas 3 SD
komunikasi terapeutik. lebih nyaman
2. Mengajarkan SP 1 menyendiri.
a. Mengidentifikasi -Pasien
penyebab isolasi mengatakan
sosial. perasaannya
b. Mendiskusikan lebih baik
bersama klien setelah
tentang keuntungan berkenalan.
dan kerugian dalam O :

23
berinteraksi dan -Pasien tampak
tidak berinteraksi berkenalan
dengan orang lain. dengan 1 orang
-Pasien tampak
c. Mengajarkan klien lebih tenang.
cara berkenalan A :
dengan satu orang. SP 1 tercapai,
d. Memasukan dalam pasien mampu
jadwal latihan berkenalan dengan
harian. orang lain (1 orang)
P:
Perawat :
-Evaluasi SP 1
-Ajarkan SP 2
Klien :
-Motivasi klien
untuk
berkenalan
Kamis, 1. Mengajarkan SP 2 S:
2 Juli a. Mengevaluasi -Klien mengatakan
2015 pelaksanaan dari sudah
jadwal kegiatan mempunyai
harian klien. teman.
b. Memberi -Klien mengatakan
kesempatan pada walaupun sudah
klien punya teman
mempraktekan cara masih suka
berkenalan dengan menyendiri.
dua orang. O:
c. Mengajarkan klien -Pasien tampak
berbincang-bincang bergabung

24
dengan dua orang dengan 1 atau 2
tentang topik orang.
tertentu. -Pasien tampak
d. Menganjurkan pada masih suka
klien untuk menyendiri.
memasukan dalam A :
jadwal kegiatan SP 2 belum
harian. tercapai. Klien
mampu berkenalan
dengan 2 orang
namun klien masih
suka menyendiri.
P:
Perawat :
-Evaluasi SP 1
-Ulangi SP 2
Klien :
-Motivasi klien
untuk
berkenalan
dengan orang
lain.
Jumat, 1. Mengajarkan SP 2 S:
3 Juli a. Mengevaluasi Klien
2015 pelaksanaan dari mengatakan
jadwal kegiatan sudah
harian klien. berkenalan
b. Memberi dengan 2 orang
kesempatan pada namun tidak
klien menceritakan
mempraktekan cara tentang topik

25
berkenalan dengan tertentu.
dua orang. O:
c. Mengajarkan klien -Pasien tampak
berbincang-bincang lebih senang.
dengan dua orang -Pasien tampak
tentang topik gabung dengan
tertentu. teman-temannya
Menganjurkan pada A :
klien untuk SP 2 tercapai.
memasukan dalam Pasien mampu
jadwal kegiatan berkenalan dengan
harian. 2 orang
P:
Perawat :
-Evaluasi SP 1, 2
-Ajarkan SP 3
Klien :
-Motivasi klien
untuk
bersosialisasi.

BAB IV
PEMBAHASAN

Bab ini penulis  membahas tentang laporan kasus yang telah di uraikan pada
bab sebelumnya yaitu  tentang Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Gangguan
Isolasi Sosial : Menarik Diri di uang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta. Dalam hal ini penulis membahas tentang sejauh mana kesenjangan

26
antara tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus yaitu dengan melalui tahapan proses
keperawatan. Tahapan proses keperawatan ini terdiri dari pengkajian, perumusan
diagnosa keperawatan, penyususnan rencana keperawatan, implementasi serta
evaluasi keperawatan. Asuhan keperawatan ini dilakukan selama tiga hari yaitu
dari tanggal   30 Juni - 3 Juli 2015.
A. Pengkajian
Pasien masuk pada tanggal 7 Juni 2015 dan dilakukan pengkajian pada
tanggal 30 Juni 2015. Data pengkajian diperoleh dari pasien, dilakukan
dengan wawancara dan mengobservasi secara langsung keadaan pasien.
Penulis memulai pengkajian dengan menggali faktor predisposisi yang
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan jiwa pada Tn. S.
Berdasarkan keterangan pasien, Pasien sudah dua kali dirawat di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta, ibu pasien meninggal 3 tahun yang lalu, kakak klien
meninggal 2 tahun yang lalu. Klien pernah melakukan percobaan bunuh diri
sebanyak 3 kali. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, klien sering dipukul oleh temannya.
Faktor presipitasi berdasarkan catatan keperawatan, Pasien mengatakan
kambuh karena putus obat, semenjak ibu meninggal klien merasa hidupnya
tidak berarti lagi, klien dirumah hanya dengan ayahnya, dan klien lebih suka
menyendiri. Faktor ini sesuai dengan pendapat Stuart (2007, hlm. 280) bahwa
faktor presipitasi atau stresor pencetus pada umumnya mencakup peristiwa
kehidupan yang menimbulkan stres. Hal ini yang menyebabkan klien menarik
diri dari lingkungan.
Berdasarkan pengkajian terhadap status mental, penulis mendapatkan data
isolasi sosial seperti afek tumpul, pembicaraan dengan nada yang pelan dan
lambat, pasien tidak mampu memulai pembicaraan, pasien tampak lesu,
malas beraktivitas, pasien lebih sering berdiam diri dan sering menghabiskan
waktunya ditempat tidur. Hal ini sesuai dengan pengkajian teoritis menurut
Keliat (2010, hlm. 93) bahwa pengkajian status mental pada pasien isolasi
sosial akan didapatkan data bahwa, pasien mengatakan malas bergaul
dengan orang lain, pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat

27
dan meminta untuk sendirian, pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan
orang lain, pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain,
pasien merasa tidak aman dengan orang lain, pasien mengatakan tidak bisa
melangsungkan hidup, pasien mengatakan merasa bosan dan lambat
menghabiskan waktu.
B. Diagnosa Keperawatan
Data yang telah diperoleh dari pengkajian, kemudian dilakukan proses
analisa dan pengelompokkan data berdasarkan respon pasien terhadap masalah
tersebut. Akhirnya penulis merumuskan dua diagnosa keperawatan pada Tn. S,
antara lain : menarik diri : isolasi sosial, harga diri rendah. Kedua diagnosa
tersebut disusun membentuk pohon masalah yang terdiri penyebab, core
problem dan akibat, sebagaimana landasan teori menurut (Keliat, Budiana.
2011).
Penulis menyusun pohon masalah disesuaikan dengan diagnosa yang
muncul pada pasien. Diagnosa isolasi sosial menjadi core problem pada
masalah Tn. S, karena data yang didapat sangatlah aktual. Pasien tampak
sering menyendiri dari teman-temannya, pasien tampak tidak berinteraksi
dengan orang lain, pasien tidak mampu memulai pembicaraan, pasien banyak
diam, pasien tidak mau mengikuti kegiatan, pasien tampak lesu, afek tumpul
serta, pasien malas beraktivitas.
Penulis mengangkat diagnosa harga diri rendah sebagai diagnosa
penyebab karena didapatkan data bahwa Klien mengatakan hidupnya tidak
berguna, Klien mengungkapkan rasa bersalah, dan klien mengatakan pernah
melakukan percobaan bunuh diri sebanyak 3x.
C. Intervensi Keperawatan
Penyusunan rencana keperawatan pada Tn. S telah sesuai dengan rencana
perawatan teoritis menurut Keliat dan Akemat (2010, hlm. 98-99), namun tetap
disesuaikan kembali dengan kondisi pasien. Sehingga tujuan dan kriteria hasil
diharapkan dapat tercapai. Penulis juga mengikuti langkah-langkah perencanaan
yang telah disusun mulai dari menentukan prioritas diagnosa, tujuan, sampai
kriteria hasil yang akan diharapkan. Merencanaan satu diagnosa dalam

28
perencanaan yaitu isolasi sosial, sedangkan diagnosa lainnya tidak dilakukan
rencana maupun tindakan keperawatan karena ketika dilakukan pengkajian
tanda dan gejala yang menguatkan ditegakkannya diagnosa tersebut tidak
muncul.
Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial Menarik Diri, Penulis
merencanakan untuk dilakukan tindakan keperawatan dengan strategi
pelaksanaan 1-4. Dari SP 1 yaitu bina hubungan saling percaya, identifikasi
penyebab isolasi sosial, diskusikan bersama klien tentang keuntungan dan
kerugian dalam berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, ajarkan
klien cara berkenalan dengan satu orang, anjurkan pada pasien untuk
memasukan kegiatan berkenalan dengan orang lain dalam jadwal kegiatan
harian dirumah. SP 2 yaitu evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian
klien, beri kesempatan pada klien mempraktekan cara berkenalan dengan dua
orang, ajarkan klien berbincang-bincang dengan dua orang tentang topik
tertentu, anjuran pada klien untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian klien.
SP 3 yaitu evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien, beri
kesemapatan pada klien mempraktekan cara berkenalan dengan 4 orang,
berikan reinforcement positif. Dan SP 4 yaitu evaluasi pelaksanaan dari
jadwal kegiatan harian klien, jelaskan tentang obat yang diberikan (jenis,
dosis, waktu, manfaat, dan efek samping obat), anjurkan pada klien untuk
bersosialisasi dengan individu atau kelompok, anjurkan klien memasukan
kegiatan besosialisasi dalam jadwal kegiatan harian klien, dan berikan
reinforcement positif.
D. Implementasi Keperawatan
Penulis melakukan implementasi keperawatan mulai dari tanggal 30 Juni
sampai dengan 3 Juli 2015. Secara umum semua implementasi yang dilakukan
sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya.
Penulis melaksanakan implementasi keperawatan menggunakan tahapan
strategi pelaksanaan. Tahapan ini digunakan agar mempermudah
perawat dalam memberikan terapi secara sistematis dan tetap memperhatikan

29
kebutuhan pasien. Untuk mengatasi masalah isolasi sosial : menarik diri,
pada hari pertama dan kedua tanggal 30 juni – 1 juli 2015, penulis
melakukan tindakan keperawatan SP 1 yaitu : membina hubungan saling
percaya, membantu pasien untuk mengenal penyebab isolasi sosial, membantu
pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara
mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak teman, membantu pasien
mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, mengajarkan pasien
untuk berkenalan dengan 1 orang, memasukan dalam jadwal latihan pasien.
Pada hari ketiga dan keempat tanggal 2 – 3 Juli 2015, penulis melakukan
tindakan keperawatan SP 2 yaitu : mengevaluasi pelaksanaan dari jadwal
kegiatan harian klien, member kesempatan pada klien mempraktekkan cara
berkenalan dengan 2 orang, mengajarkan klien berbincang-bincang dengan
dua orang tentang topik tertentu, menganjurkan pada klien untuk memasukan
dalam jadwal kegiatan harian.
E. Evaluasi
Diagnosa keperawatan : isolasi sosial : menarik diri untuk hari ke-4 pada
tanggal 3 Juli 2015 dilakukan tindakan keperawatan SP 2. Dan pada SP 2 dapat
teratasi dibuktikan dengan penilaian penulis terhadap perkembangan pasien
selama tiga hari yaitu pasien mampu mempraktikan cara berkenalan dengan
perawat, pasien mampu berkenalan dengan 1 orang, pasien mampu berkenalan
dengan 2 orang. Dari ketiga cara diatas, sebagian besar pasien dapat
mempraktekkannya secara mandiri tanpa harus diingatkan.
Penulis menyadari bahwa proses keperawatan tidak dapat berakhir dalam
satu periode, melainkan membutuhkan waktu yang lebih panjang dan tindakan
yang berkelanjutan. Perkembangan yang ditunjukan oleh Tn. S masih perlu
dilakukan observasi lebih lanjut, karena evaluasi yang diharapkan belum
tercapai sepenuhnya, maka diperlukan adanya modifikasi secara khusus dalam
menyusun rencana keperawatan agar tujuan dan kriteria hasil yang telah
disusun dapat tercapai.

30
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan
isolasi sosial : menarik diri, maka bab ini penulis akan menyimpulkan dan
memberikan saran alternatif dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya
penyelesaian masalah apa pasien dengan isolasi sosial : menarik diri.

31
Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan
isolasi sosial, penulis menyimpulkan:
1. Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang
negatif atau mengancam (Towsend, 2008). Isolasi sosial adalah suatu
keadaan dimana individu mengalami suatu kebutuhan atau mengharapkan
untuk melibatkan orang lain, akan tetapi tidak dapat membuat hubungan
tersebut (Carpenito, 2007).
2. Pengkajian pada Tn. S dilakukan melalui wawancara, dan mengobservasi
secara langsung keadaan pasien.
3. Analisa data penulis peroleh dari hasil wawancara antara penulis dengan
pasien.
4. Diagnosa keperawatan yang ditemukan dan dirumuskan pada Tn. S adalah
isolasi sosial : menarik diri, gangguan konsep diri : harga diri rendah.
5. Perencanaan keperawatan kepada Tn.S dilakukan oleh penulis sesuai
dengan kondisi pasien, mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang ingin
dicapai dan berpedoman pada buku.
6. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dilakukan berdasarkan
rencana asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya.
7. Evaluasi yang dicapai oleh penulis dalam melakukan tindakan
keperawatan pada tanggal 30 Juni-3 Juli 2015 dengan hasil masalah isolasi
sosial : menarik diri tercapai hingga SP 2.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengajukan beberapa saran
sebagai pertimbangan dalam meningkatkan asuhan keperawatan, ksususnya
pada pasien dengan isolasi sosial.
1. Saran untuk perawat dan teman sejawat
a. Untuk pasien isolasi sosial mereka membutuhkan sentuhan, atau
perhatian sebaiknya lakukan asuhan keperawatan dengan sebaik-
baiknya.

32
b. Berikan pendidikan kesehatan untuk pasien dengan gangguan isolasi
sosial mengenai gangguan jiwa.
c. Berikan motivasi dan support pada pasien dengan gangguan isolasi
sosial.
d. Berikan asuhan keperawatan dengan komunikasi terapeutik, bina
hubungan saling percaaya terlebih dahulu sehingga pasien khususnya
pasien isolasi sosial mau mengungkapkan perasaannya.
e. Ajak pasien untuk mengikuti kegiatan sosialisasi, atau ikut sertakan
pasien dalam terapi aktivitas kelompok.
2. Saran untuk pasien
a. Jika ada masalah apapun itu jangan memendamnya sendiri, ceritakan
pada orang terdekat dan mencari solusinya bersama untuk
memecahkan masalah
b. Sadarilah penyakit yang dideritanya, jangan pernah putus obat.
c. Jangan pernah malu ataupun minder dengan penyakit yang diderita
ataupun masalah yang kalian hadapi.
3. Saran untuk keluarga dan masyarakat
a. Keluarga dan masyarakat hendaknya dapat mengenal gangguan jiwa
bukan sebagai suatu penyakit yang sangat meresahkan masyarakat.
b. Khususnya kepada keluarga agar memberikan dukungan bagi proses
penyembuhan pasien, baik berupa materil maupun berupa support
dalam hal kecil seperti kunjungan terhadap keluarganya yang ada
dirumah sakit khusus.
c. Masyarakat hendaknya jangan mengucilkan ataupun menghina pasien
gangguan jiwa khususnya isolasi sosial, karena sesungguhnya mereka
membutuhkan masyarakat sekitar untuk mensupport pasien.
d. Keluarga sebaiknya melakukan pendekatan sesering mungkin, dan
berikan motivasi pada pasien isolasi sosial untuk dapat
mengungkapkan perasaannya.

33

Anda mungkin juga menyukai