Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN MASALAH ISOLASI SOSIAL

Disusun untuk memenuhi penugasan dalam Praktik Klinik Stase


Keperawatan Jiwa Profesi Ners 14

Dosen Pembimbing : Ns.Gatot,S, M.Kep

Disusun Oleh
Tri Wulan Dari
SN211144

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVRSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. KASUS (MASALAH UTAMA)


Isolasi Sosial
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain. Isolasi Sosial merupakan
ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat, terbuka,
dan independen dengan orang lain (Purba, dkk. 2018).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami
oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif
dan mengancam (Twondsend, 2016).

2. Manifestasi Klinis
Menurut Purba, dkk. (2018) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang
lain
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
3. Etiologi
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini
tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan
kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan
rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya
diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan
tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di
kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam
masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek.Menurut Purba, dkk. (2018) tahap-tahap perkembangan
individu dalam berhubungan terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya.
Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan
rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat
penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan
dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada
masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman- temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini
dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga
dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang
interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan
terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem
nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak
mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan
individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada
hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan
maupun tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan
perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta
peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk
membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan
mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada
dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat
digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang
dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat
diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman,
maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
2) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
3) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
4) Ekspresi emosi yang tinggi
Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
factor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga. seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga
yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar
monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah
58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan
pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat
dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat
menyebabkan skizofrenia.
e. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi:
1) Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian
karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini
dapat menimbulkan isolasi sosial..
2) Stressor Biokimia
a) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan
MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
c) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya
peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali
dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
d) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-
gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah
stuktur sel-sel otak.
3) Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi
akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
4) Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan
yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik. Menurut teori
psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal
dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas
untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah
serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.

4. Akibat Terjadinya Masalah


Akibat dari isolasi sosial klien dapat mengalami kerusakan
komunikasi verbal. Tanda dan gejalanya meliputi pikiran tidak
realistik, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata
yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang di
timbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.(Keliat,Budi Anna et all. 2016)
C. POHON MASALAH

Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

D. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Masalah Keperawatan
a. Harga diri rendah kronis (D.0086)
b. Isolasi sosial (D.0121)
c. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi (D.0085)
2. Data yang perlu dikaji
a. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
1). Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
2). Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin
mengakhiri hidup.
b. Isolasi Sosial
1) Data subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa – apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri  sendiri.
2) Data obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, binggung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri atau ingin
mengakhiri hidup, apatis, ekspresi sedih, komunikasi verbal
kurang, aktivitas menurun, menolak berhubungan, kurang
memperhatikan kebersihan.
c. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
1) Data subyektif:
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak
berhubungan dengan stimulasi nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada
stimulus yang nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasakan makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara / gambar / bunyi yang dilihat
dan didengar
g) Klien ingin memukul / melempar barang – barang
2) Data obyektif:
a) Klien berbicara dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar / melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah – tengah kalimat untuk
mendengar sesuatu
d) Dis-Orientasi

E. Diagnosa keperawatan (berdasarkan SDKI)


No. Diagnosis Definisi Tanda Mayor Tanda Minor
1. Harga diri Evaluasi atau S: S:
rendah perasaan 1. Menilai diri 1. Merasa sulit
kronis negative negative (mis. konsentrasi
(D.0086) terhadap diri tidak merasa 2. Sulit tidur
sendiri atau berguna, tidak 3.
kemampuan tertolong) Mengungkap
klien seperti 2. Merasa kan
tidak berarti, malu/bersalah keputusasaan
tidak 3. Merasa tidak O:
berharga, mampu melakukan 1. Kontak mata
tidak berdaya apapun kurang
yang 4. Meremehkan 2. Lesu dan
berlangsung kemampuan tidak
dalam waktu mengatasi masalah bergairah
lama dan 5. Merasa tidak 3. Berbicara
terus menerus memiliki kelebihan pelan dan
atau kemampuan lirih
positif 4. Pasif
6. Melebihi-lebihkan 5. Prilaku tidak
penilaian negatif asertif
tentang diri sendiri 6. Mencari
7. Menolak penilaian penguatan
positif tentang diri secara
sendiri berlebihan
O: 7. Bergantung
1. Enggan mencoba pada
hal baru pendapat
2. Berjalan menunduk orang lain
3. Postur tubuh 8. Sulit
menunduk membuat
keputusan
2. Isolasi sosial Ketidakmam S: S:
(D.0121) puan untuk 1. Merasa ingin 1. Merasa
membina sendirian berbeda
hubungan 2. Merasa tidak aman dengan orang
erat, hangat, di tempat umum lain
terbuka, dan O: 2. Merasa asyik
interdepende 1. Menarik diri dengan
n dengan 2. Tidak pikiran
orang lain berminat/menolak sendiri
berinteraksi 3. Merasa tidak
dengan orang lain mempunyai
atau lingkungan tujuan yang
jelas
O:
1. Afek datar
2. Afek sedih
3. Riwayat di
tolak
4. Menunjukkan
permusuhan
5. Tidak mampu
memenuhi
harapan
orang lain
6. Kondisi
difabel
7. Tindakan
tidak berarti
8. Tidak ada
kontak mata
9.Perkembangan
terlambat
10. Tidak
bergairah/
lesu
3. Gangguan Perubahan S: S:
persepsi persepsi 1. Mendengar suara 1. Menyatakan
sensori: terhadap bisikan atau kesal
Halusinasi stimulus baik melihat bayangan O:
(D.0085) internal 2. Merasakan sesuatu 1. Menyendiri
maupun melalui indera 2. Melamun
eksternal perabaan, 3. Konsentrasi
yang disertai penciuman, buruk
dengan pendengaran atau 4. Disorientasi
respon yang pengecapan. waktu,tempat
berkurang, O: ,orang, atau
berlebihan 1. Distorsi sensori situasi
atau 2. Respon tidak sesuai 5. Curiga
terdistorsi. 3. Bersikap seolah 6. Melihat ke
melihat, satu arah
mendengar, 7. Mondar-
mengecap, meraba, mandir
atau mencium 8. Bicara sendiri
sesuatu.
F. Rencana asuhan keperawatan (Tujuan dan kriteria hasil menggunakan
SLKI dan intervensi berdasarkan SIKI)
Diagnosis
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Harga diri Setelah dilakukan tindakan Promosi Harga Diri
rendah kronis keperawatan selama … jam (I.10320)
(D.0086) masalah harga diri Observasi
meningkat dengan kriteria Identifikasi budaya, agama,
hasil : ras, jenis kelamin, dan usia
Harga Diri (L.09069) terhadap harga diri
1. Perasaan memiliki Monitor tingkat harga diri
kelebihan atau setiap waktu, sesuai
kemampuan positif kebutuhan
meningkat
2. Berjalan Terapeutik
menampakkan Motivasi terlibat dalam
wajah meningkat verbalisasi positif untuk
3. Percaya diri diri sendiri
berbicara meningkat Diskusikan pengalaman
yang meningkatkan harga
diri
Berikan umpan balik
positif atas peningkatan
mencapai tujuan
Fasilitasi lingkungan dan
aktivitas yang
meningkatkan harga diri
Edukasi
Jelaskan kepada keluarga
pentingnya dukungan
dalam perkembangan
konsep positif diri pasien
Anjurkan mempertahankan
kontak mata saat
berkomunikasi dengan
orang lain
Latih cara berfikir dan
berperilaku positif
2. Isolasi sosial Setelah dilakukan tindakan Promosi Sosialisasi
(D.0121) keperawatan selama … jam (I.14509)
masalah sosial meningkat Observasi
dengan kriteria hasil : Identifikasi hambatan
Keterlibatan Sosial melakukan interaksi
C. Implementasi Keperawatan
Menurut Kozier & Synder (2015), implementasi keperawatan merupakan sebuah
fase dimana perawat melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah
dilaksanakan sebelumnya

D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan
atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Setidaknya ada dua hal
utama yang perlu diperhatikan dalam tahap evaluasi. Pertama, perkembangan klien
terhadap hasil yang sudah dicapai, dan kedua adalah efektif atau tidaknya rencana
keperawatan yang sudah disusun sebelumnya (Ratnawati, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Amar, Z. &. (2016). Buku Ajaran Keperawatan kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi
Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomesia Pustaka.

Anna Budi Keliat, SKp. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.

Duden, D. (2013). Keperawatan Jiwa Kosep dan Kerangka Kerja Asuhan


Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Keliat Budi Ana. 2017. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC

Kusumawati dan Hartono . 2013 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba

Medika Stuart dan Sundeen . 2015 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia:Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai